41 pugun tanoh yang diperoleh secara maserasi Patilaya dan Husori, 2015; Fithra,
2013 dan Juwita, 2009 dan perkolasi Harahap, dkk., 2013.
Tabel 4.3. Kandungan metabolit sekunder simplisia dan ekstrak etanol daun
pugun tanoh
Keterangan: + : mengandung golongan senyawa
- : tidak mengandung golongan senyawa
4.5 Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Daun Pugun tanoh 4.5.1 Hewan percobaan
Hasil identifikasi hewan percobaan yang dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi Hewan, Departemen Biologi FMIPA USU menyebutkan bahwa
hewan yang digunakan adalah cacing Pheretima posthuma Lampiran 2 halaman 57. Cacing Pheretima posthuma memiliki warna tubuh bagian dorsal coklat
keunguan, bagian ventral abu-abu keputihan, panjang tubuh 143-176 mm, diameter 3,5-6 mm dan jumlah segmen 125-137 Lampiran 9 halaman 65.
Pheretima posthuma digunakan dalam penelitian ini karena memiliki
kemiripan struktur anatomi dan fisiologis dengan cacing yang menginfeksi saluran cerna manusia Vennila, et al., 2015; Nitave, et al, 2014; Borah, et al.,
2013; Subash, et al., 2012; Sharma, et al., 2011; Sharma, 2010.
4.5.2 Pengaruh etanol terhadap Pheretima posthuma
Pengaruh pemberian etanol dalam berbagai konsentrasi terhadap Pheretima posthuma
dapat dilihat pada Tabel 4.4. dan Lampiran 10 halaman 66. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi etanol yang tidak menyebabkan
No Golongan Metabolit Sekunder Simplisia
Ekstrak 1
Alkaloid -
-
2 Flavonoid
+ +
3 Tanin
+ +
4 Glikosida
+ +
5 Saponin
+ +
6 Steroid Triterpenoid
+ +
Universitas Sumatera Utara
42 kematian Pheretima posthuma adalah tidak lebih dari 1, namun etanol 1
menimbulkan perubahan morfologis seperti perubahan warna dan bentuk tubuh Pheretima posthuma.
Maka konsentrasi etanol yang digunakan sebagai pelarut dalam penelitian ini adalah 0,5.
Tabel 4.4 . Pengaruh etanol terhadap Pheretima posthuma
4.5.3 Aktivitas antelmintik
Aktivitas antelmintik ekstrak etanol daun pugun tanoh ditentukan berdasarkan waktu paralisis dan waktu kematian terhadap cacing Pheretima
posthuma Tabel 4.5. dan Lampiran 11 halaman 67. Tabel 4.5 menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun pugun tanoh EEDPT pada konsentrasi uji menyebabkan paralisis Pheretima posthuma.
Tabel 4.5 . Uji aktifitas antelmintik terhadap Pheretima posthuma n = 3
Keterangan : EEDPT = Ekstrak etanol daun pugun tanoh
Konsentrasi Etanol
Pengamatan Terhadap Cacing Pheretima posthuma Kondisi
Waktu Kematian menit 0,5
Hidup 1
Hidup 2
Mati 272
4 Mati
10 6
Mati 16
8 Mati
15 10
Mati 14
Sampel Waktu Paralisis
menit Waktu Kematian
menit Larutan NaCl kontrol negatif
_ _
Etanol 0,5 kontrol pelarut _
_ Albendazole 20 mgml kontrol
positif 77,33 ± 3,055
205,00 ± 9,539 EEDPT 5 mgml
157,00 ± 5,033 238,33 ± 6,506
EEDPT 10 mgml 88,33 ± 6,506
158,00 ± 5,292 EEDPT 20 mgml
47,33 ± 2,082 86,67 ± 5,033
EEDPT 30 mgml 49,33 ± 2,082
55,00 ± 3,605
Universitas Sumatera Utara
43 Analisis statistika Lampiran 25 halaman 85 menunjukkan bahwa efek
paralisis EEDPT 20 mgml dan 30 mgml EEDPT 10 mgml dan albendazole 20 mgml EEDPT 5 mgml. Efek paralisis EEDPT terhadap Pheretima posthuma
dipengaruhi oleh konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi EEDPT, waktu paralisis semakin cepat.
Efek paralisis EEDPT yang diperoleh dengan metode sokletasi lebih lemah dibandingkan efek paralisis EEDPT hasil maserasi. Menurut Patilaya dan
Husori 2015, efek paralisis pemberian EEDPT yang diperoleh dengan metode maserasi konsentrasi 10, 20 dan 30 mgml masing-masing terlihat pada 41,28;
23,27 dan 12,18 menit. Terdapat perbedaan waktu paralisis Pheretima posthuma yang terpapar EEDPT yang diperoleh dengan metode maserasi dan EEDPT yang
diperoleh dengan metode sokletasi, hal tersebut mungkin disebabkan oleh bedanya metode ekstraksi, konsentrasi pelarut yang digunakan, sumber tanaman,
ukuran tubuh Pheretima posthuma dan waktu melakukan penelitian. Tabel 4.5. juga menunjukkan bahwa EEDPT menyebabkan kematian
Pheretima posthuma . Efek kematian Pheretima posthuma dipengaruhi oleh
konsentrasi EEDPT. Semakin tinggi konsetrasi EEDPT, waktu kematian Pheretima posthuma
semakin cepat. Analisis statistika Lampiran 26 halaman 89 menunjukkan bahwa efek EEDPT 5, 10, 20 ,30 mgml dan albendazole 20 mgml
berbeda secara signifikan p 0,05. Efek kematian EEDPT 30 mgml terhadap Pheretima posthuma
EEDPT 20 mgml EEDPT 10 mgml albendazole 20 mgml EEDPT 5 mgml.
Efek kematian EEDPT yang diperoleh dengan metode sokletasi lebih lemah dibandingkan efek kematian EEDPT hasil maserasi. Menurut Patilaya dan
Husori 2015, efek kematian pemberian EEDPT yang diperoleh dengan metode
Universitas Sumatera Utara
44 maserasi konsentrasi 10, 20 dan 30 mgml masing-masing terlihat pada 47,09;
27,41 dan 16,66 menit. Terdapat perbedaan waktu kematian Pheretima posthuma yang terpapar EEDPT yang diperoleh dengan metode maserasi dan EEDPT yang
diperoleh dengan metode sokletasi, hal tersebut mungkin disebabkan oleh bedanya metoda ekstraksi, konsentrasi pelarut yang digunakan, sumber tanaman,
ukuran tubuh Pheretima posthuma dan waktu melakukan penelitian. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa EEDPT memiliki
aktivitas antelmintik terhadap Pheretima posthuma. Aktivitas antelmintik EEDPT kemungkinan disebabkan oleh adanya senyawa tanin, saponin, flavonoid,
steroidterpenoid dan glikosida. Metabolit sekunder dapat bekerja sendiri atau dalam kombinasi sehingga menyebabkan paralisis kelumpuhan atau
menyebabkan kematian cacing. Interaksi sinergis dari beberapa metabolit telah terbukti lebih efektif daripada metabolit tunggal Mukherjee dan Houghton, 2009.
Metabolit-metabolit tersebut dapat bertindak di satu atau beberapa lokasi target pada cacing Wynn dan Fougere, 2007.
Tanin merupakan salah satu senyawa aktif yang mempunyai kemampuan mengendapkan protein dengan membentuk kompleks yang kuat Makkar, 1993.
Kemampuan tanin tersebut akan menyebabkan terjadinya penghambatan enzim dan kerusakan membran Shahidi dan Naczk, 1995.
Terhambatnya kerja enzim dapat menyebabkan proses metabolisme pencernaan terganggu sehingga cacing
akan kekurangan nutrisi pada akhirnya cacing akan mati karena kekurangan tenaga. Membran cacing yang rusak karena tanin menyebabkan cacing paralisis
yang akhirnya mati. Tanin dapat mengikat protein bebas pada saluran pencernaan cacing atau glikoprotein pada kutikula cacing sehingga mengganggu fungsi
fisiologis seperti motilitas, penyerapan nutrisi dan reproduksi Hoste, et al., 2006;
Universitas Sumatera Utara
45 Githiori, et al., 2006. Tanin juga memiliki aktivitas ovisidal, yang dapat mengikat
telur cacing yang lapisan luarnya terdiri atas protein sehingga pembelahan sel di dalam telur tidak akan berlangsung pada akhirnya larva tidak terbentuk Tiwow,
et al., 2013. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan membran sel serta
menghambat enzim asetil kolin sehingga dapat menimbulkan paralisis pada cacing Tyler, 1976. Saponin juga mampu merusak membran mukosa pencernaan
cacing sehingga mengganggu penyerapan makanan Tjokropranoto, et al., 2011; Tyler, 1976 sehingga cacing akan kekurangan energi dan mengalami kematian
Mukherjee dan Houghton, 2009. Flavonoid menyebabkan degenerasi neuron
pada tubuh cacing sehingga mengakibatkan kematian Tjokropranoto, et al., 2011. Steroid mampu menginhibisi motilitas spontan cacing Pheretima posthuma
sehingga menyebabkan paralisis Tjokropranoto, et al., 2011. Cara kerja glikosida adalah dengan mengganggu pembentukan energi pada cacing melalui
fosforilasi oksidatif atau berikatan dengan glikoprotein pada kutikula cacing yang menyebabkan kematian cacing Choudhary, 2013. Mekanisme kerja antelmintik
senyawa metabolit sekunder telah diketahui, tetapi mekanisme efek antelmintik ekstrak etanol daun pugun tanoh masih belum jelas. Maka penelitian lanjutan
perlu dilakukan untuk menjelaskan mekanisme kerja antelmintik EEDPT.
Universitas Sumatera Utara
46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN