BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Peran utama Negara adalah mewujudkan cita-cita yang tercantum di setiap konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara yang bersangkutan. Untuk cita-cita
bangsa Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun  1945 sebagai dasar konstitusi Negara Republik Indonesia
mempunyai semangat yang kuat akan kesejahteraan warga negara Indonesia dan membentuk negara kesejahteraan welfare state.
1
1
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisme Hukum Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, PT. Alumni, Bandung, 2011, hlm. 15.
Pembukaan preambule Undang-Undang  Dasar  Negara Republik Indonesia  Tahun  1945 alinea keempat
menunjukkan niat  untuk  membentuk negara kesejahteraan yaitu  : “Pemerintah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Konsep Negara kesejahteraan juga tercermin  dari batang tubuh antara lain Pasal 23, 27, 31, 33, 34, yang memuat
kewajiban negara dalam mengelola sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat. Filosofi ini menegaskan kembali cita-cita para pendiri bangsa Indonesia bahwa
peran negara haruslah aktif dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Negara Republik Indonesia di desain sebagai negara kesejahteraan welfare state,
yaitu suatu yang pemerintahan negaranya dianggap bertanggung jawab menjamin
Universitas Sumatera Utara
standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap warga negaranya.
2
Pernyataan Thomas Hobbes dalam karyanya Leviathan antara lain menggambarkan tugas dari
negara. Beliau menyatakan : “government exist to promote welfare : the welfare of the people is the highest law” Solus popule suprema est lex”.
3
2
Ibid, hlm. 16.
3
T. Hobbes, Leviathan, Harmonds Word, Penguin 1968, dalam Paul Spicker, The Walfare State, Sage Publications, London, 2000, hlm. 134.
Maksudnya bahwa Pemerintah ada untuk kesejahteraan suatu Negara karena kesejahteraan
rakyat merupakan hukum yang tertinggi dari suatu Negara. Negara kesejahteraan mengacu pada peran pemerintah yang responsif
dalam mengelola dan mengorganisasikan perekonomian sehingga mampu menjalankan tanggung jawabnya untuk menjamin ketersediaan pelayanan
kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu  bagi warganya. Salah satu bentuk ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar adalah adanya Jaminan sosial untuk
seluruh warga di suatu Negara. Jaminan  sosial merupakan sistem  proteksi  yang diberikan  kepada  setiap warga negara untuk  mencegah hal-hal yang tidak dapat
diprediksikan  karena  adanya  risiko-risiko  sosial  ekonomi  yang  dapat menimbulkan hilangnya  pekerjaan  maupun  mengancam  kesehatan. Oleh karena
itu,  jaminan sosial hadir sebagai salah  satu pilar  kesejahteraan  yang  bersifat operasional. Hal ini tentu  sejalan dengan amanah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H ayat 3 yang  Menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”
Universitas Sumatera Utara
Jaminan  sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak. Hal ini  juga menjadi salah satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik  Indonesia NKRI yakni mensejahterakan rakyat. Dalam  Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 34 ayat 2 dan 3  dinyatakan bahwa : “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan  memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan  dan  Negara  bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak”.  Oleh sebab itu  dibuatlah program untuk menjamin perlindungan seluruh rakyat
Indonesia dalam  program Sistem Jaminan Sosial Nasional  SJSN  sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor  40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional UU SJSN. Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa  Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Pasal 1 ayat 2.
4
Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapatkan imbalan, serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Tenaga kerja bisa saja mengalami
resiko-resiko saat menjalankan pekerjaannya, sehingga kelangsungan hidup tenaga kerja dan anggota keluarganya perlu mendapat perhatian. Di sisi lain,
Negara berkewajiban menjamin kehidupan yang layak bagi tenaga kerja beserta anggota keluarganya. Oleh karena itu, Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
4
Sentosa Sembiring,  Himpunan Undang-Undang Lengkap Tentang Asuransi Jaminan Sosial, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hlm. 20
Universitas Sumatera Utara
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan berupa sistem jaminan sosial nasional yang salah satu tujuannya adalah memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja.
5
Dalam perjalanannya yang panjang, jaminan sosial telah berlabuh dengan utuh pada Undang-Undang Sistem  Jaminan  Sosial  Nasional  Nomor 40 Tahun
2004 dan implementasinya dengan keluarnya Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011, memberikan kepastian
bahwa bangsa Indonesia telah menetapkan  pilihan Sistem Jaminan Sosial yang benar-benar menerapkan prinsip-prinsip  jaminan sosial yang bersifat universal
dan telah banyak diterapkan di Negara-negara maju dan negara berkembang. Kehadiran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, yang telah dinanti-nanti
cukup lama dengan berbagai dinamika masyarakat yang tinggi dalam proses penerbitan dan menjadi batu loncatan  mencapai cita-cita kesejahteraan welfare
state.
6
Dengan  telah  diundangkannya  Undang-Undang Nomor  24 Tahun  2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS, maka  terbentuklah  BPJS
yang berlaku mulai Januari 2014 dan menjanjikan kesejahteraan  kesehatan  bagi masyarakat Indonesia.  BPJS  merupakan lembaga baru yang  dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia yang  bersifat  nirlaba berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang  Sistem Jaminan
5
Tim Visi Yustisia, Panduan  Resmi Memperoleh Jaminan Sosial dari BPJS Ketenagakerjaan, Visimedia, Jakarta 2014, hlm. iii.
6
Ibid., hlm. 40
Universitas Sumatera Utara
Sosial Nasional SJSN. Sejalan dengan itu berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011,  BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang
ada di  Indonesia  yaitu  lembaga  asuransi  jaminan  kesehatan  PT. Askes dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT. Jamsostek.
7
BPJS Ketenagakerjaan pun terus meningkatkan kompetensi pelayanan dan mengembangkan berbagai program yang langsung dapat dinikmati oleh pekerja
dan keluarganya. Kini, jaminan sosial nasional tidak hanya berlaku untuk pekerja formal. Pekerja mandiri atau pekerja diluar hubungan kerja yaitu pekerja yang
berusaha sendiri dan umumnya bekerja pada usaha-usaha ekonomi informal, juga bisa menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan. Ada pula program jaminan sosial
ketenagakerjaan untuk sektor konstruksi, yaitu program jaminan sosial bagi Transformasi PT. Askes
dan PT.  Jamsostek menjadi BPJS akan dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT.  Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 PT.
Jamsostek  menjadi BPJS Ketenagakerjaan.  BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan  dibentuk oleh Undang-Undang Nomor  24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan menyelenggarakan berbagai program, diantaranya Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja JKK, Jaminan
Kematian JK, Jaminan Hari Tua JHT, dan penambahan yaitu Jaminan Pensiun JP yang mulai diberlakukan 1 Juli 2015.  Lembaga  ini  bertanggung jawab
langsung terhadap Presiden.
7
Ridwan Max Sijabat,  Askes, Jamsostek asked to prepare transformation. The Jakarta Post dalam bahasa Inggris, diakses 22 Januari 2016.
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja harian lepas, tenaga kerja borongan, dan tenaga kerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu.
8
BPJS Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara jaminan sosial sangat erat kaitannya dengan para pekerja maupun
pihak pemberi kerja ataupun korporasi. Hal ini terlihat dalam hal hubungan yang berkaitan dengan iuran yang nantinya akan dibayarkan pihak korporasi untuk
menjamin pekerjanya agar mendapatkan program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.  Dalam  Undang-Undang No. 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada Pasal 14 menyatakan bahwa “Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial”.  Yang terjadi di Indone sia sekarang ini, hasil pada data Biro  Pusat
Statistik selanjutnya disebut dengan BPS hingga Agustus 2014, jumlah angkatan kerja sudah mencapai  121.9 juta. Penduduk yang bekerja  mencapai  114,63  juta
orang terdiri dari pekerja formal mencapai 42,38 juta orang dan pekerja informal mencapai 72.25 juta orang.
9
8
Ibid, hlm. iv
Artinya, dari jumlah itu hanya sekitar 37 persen dari mereka yang bekerja di sektor formal sementara sisanya  sekitar  63  persen
pekerja  informal  berkuras   dengan  tenaga  sendiri  baik sebagai buruh  kasar, pekerja tidak tetap, pekerja keluarga dan pekerja serabutan yang  menggantungkan
hidup demi masa depan  mereka.  Ironisnya,  dari  pekerja formal  itupun yang tercover  jaminan  sosial  dari  BPJS  ketenagakerjaan, diperkirakan  tidak lebih
9
http:possore.com20141127akankah-program-dana-pensiun-untuk-kesejahterakan pekerja-bisa-terealisasi, diakses tanggal 13 Oktober 2015
Universitas Sumatera Utara
dari 40 juta  pekerja.  Masih minimnya masyarakat terutama para pemberi kerja maupun korporasi untuk mendaftarkan para pekerjanya seperti yang tercantum
pada data diatas menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran para pemberi kerja atau korporasi dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui jaminan
sosial yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, padahal merupakan suatu kewajiban bagi para pemberi kerja dan korporasi untuk mendaftarkan para
pekerjanya ke dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.
Kemudian pada pasal 15 ayat 1 Undang-Undang ini juga menegaskan terhadap pemberi kerja atau korporasi bahwa “Pemberi kerja secara bertahap
wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti”. Kedua pasal yang tersebut diatas
menekankan terhadap kewajiban pekerja maupun suatu korporasi yang wajib ikut serta ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Jika melanggar ketentuan undang-
undang ini maka perbuatan yang dilakukan oleh pekerja maupun korporasi dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana dan akan berakibat dikenakan sanksi
baik sanksi pidana maupun sanksi administrasi. Saat ini yang menjadi sorotan perkembangan hukum adalah dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana atau dapat dikenakannya sanksi pidana terhadap suatu korporasi dalam hal ini sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Ketika sistem hukum pidana Indonesia mengakui eksistensi korporasi sebagai subjek
hukum dalam hukum pidana terutama yang terdapat dalam perundang-undangan
Universitas Sumatera Utara
pidana di luar KUHP baik yang berbentuk undang-undang pidana khusus maupun undang-undang pidana administrasi,  kondisi demikian memiliki implikasi hukum
yang tidak sederhana terhadap tiga konsep dasar dalam ilmu hukum pidana, yakni tindak pidana, pertanggungjawaban pidana serta pidana atau pemidanaan. Kapan
suatu korporasi dikatakan melakukan suatu perbuatan yang dilarang, tentu saja kerangka teoritisnya berbeda dengan tindak pidana yang dilakukan oleh manusia.
Demikian juga dengan penentuan pertanggungjawaban pidana, format kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab korporasi. Hal ini karena sifat dan
karakteristik yang melekat pada korporasi ketika melakukan suatu perbuatan pada dasarnya berbeda dengan sifat dan karakteristik yang ada pada diri manusia.
10
Berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi atau perusahaan, akhir-akhir ini diberbagai media massa baik cetak maupun elektronik
banyak memuat mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada korporasi jika melakukan tindak pidana maupun pelanggaran terhadap ketentuan dari Undang-
Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS. Sebagian besar pemberitaan di media massa yaitu berkaitan dengan perusahaan
yang  Tidak  Ikut BPJS Ketenagakerjaan Diberi Sanksi.  Mulai Agustus 2015, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan melalui petugas
Pengawas dan Pemeriksa akan mendatangi perusahaan-perusahaan untuk mengecek kepesertaan karyawannya.  Jika perusahaan tidak mengikutsertakan
karyawannya maka terancam dikenai sanksi penjara  dan denda hingga miliaran rupiah. Kami sudah memiliki 127 petugas pengawas dan pemeriksa, Kami akan
10
Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm. vii-viii.
Universitas Sumatera Utara
memeriksa perusahaan-perusahaan yang melanggar ketentuan Undang-Undang, kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Elvyn G Masassya, dalam acara
press gathering, di Bandung, Jumat 1072015.
11
11
Elvyn mengatakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-undang  Nomor 24  Tahun  2011
tentang BPJS, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial. Pemberi
kerjaperusahaan  Korporasi secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial
yang diikuti sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 1 UU BPJS. Pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 15
ayat 1 dikenai sanksi administratif Pasal 17 ayat 1 UU BPJS.  Elvyn menyebutkan, sanksi administratif dapat berupa Pasal 17 ayat 2 UU BPJS
yakni teguran tertulis, denda; danatau tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Pengenaan sanksi berupa teguran tertulis dan denda dilakukan oleh BPJS
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 3 UU BPJS. Selain itu, pemberi kerja juga mempunyai kewajiban untuk memungut iuran yang menjadi beban peserta
dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS dan wajib membayar serta menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS sebagaimana
diatur dalam Pasal 19 ayat 1 dan 2 UU BPJS.  Pemberi kerja yang tidak mematuhi ketentuan dalam Pasal 19 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat dipidana dengan
http:www.pikiran-rakyat.comekonomi20150712334538perusahaan-tak-ikut-bpjs- ketenagakerjaan-diberi-sanksi diakses tanggal 20 April 2016
Universitas Sumatera Utara
pidana penjara paling lama delapan tahun atau pidana denda paling banyak satu miliar rupiah.
Kemudian berdasarkan hasil wawancara awal yang penulis lakukan di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Medan Kota  pada tanggal 23 Juni Tahun
2016, pengenaan sanksi pidana terhadap suatu korporasi yang dinilai melanggar atau melakukan tindak pidana masih belum diterapkan sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011, yang telah diterapkan masih sebatas sanksi administrasi kepada pihak korporasi. Padahal seharusnya penegakan
hukum yang diamanahkan undang-undang harus diimplementasikan, sebab hal ini menyangkut kesejahteraan masyarakat terutama para pekerja  yang seharusnya
mendapatkan jaminan sosial dengan didaftarkannya para pekerja oleh Korporasi atau pemberi kerja tempat pekerja melaksanakan pekerjaannya kepada BPJS
Ketenagakerjaan.  Mengingat masyarakat Indonesia yang rentan  dengan  resiko tinggi  terhadap kehidupan dan kesejahteraannya, terutama bagi tenaga kerja
penulis tertarik untuk membahas dan menganalisis mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dan  BPJS  Ketenagakerjaan dan sebab itu pula penulis
mengangkat judul skripsi  mengenai  :  “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana dalam Undang  -  Undang No. 24  Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial”  Studi di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Medan Kota.
Universitas Sumatera Utara
B.  Rumusan masalah