Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis

(1)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

KARAKTERISTIK DAN PERAWATAN ANOMALI

ORTODONTI PADA PENDERITA

CLEIDOCRANIAL DYSOSTOSIS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

DIAN PURWANINGRUM NIM : 050600115

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonti Tahun 2009

Dian Purwaningrum

Karakteristik dan Perawatan Anomali Ortodonti pada Penderita Cleidocranial dysostosis

xi + 58 Halaman

Dalam bidang kedokteran gigi, sering ditemukan kesulitan dalam mendiagnosa anomali gigi akibat sindroma karena karakteristik yang ditimbulkan sangat beragam. Salah satu sindroma yang memiliki manifestasi klinis di bidang kedokteran gigi adalah Cleidocranial dysostosis.

Cleidocranial dysostosis adalah suatu kelainan tulang yang disebabkan oleh mutasi gen CBFA1 (core binding factor alpha 1)/RUNX2 yang berada pada lengan pendek kromosom 6p21. Mutasi gen ini bersifat herediter dan dapat pula terjadi secara spontan tanpa diketahui penyebabnya. Insidensi Cleidocranial dysostosis di seluruh dunia sekitar 1:1.000.000.

Penderita Cleidocranial dysostosis mengalami aplasia atau hipoplasia klavikula baik unilateral maupun bilateral yang menyebabkan bahu terlihat sempit, terkulai, dan terjadi hipermobiliti bahu. Penderita ini juga memiliki postur tubuh yang lebih pendek; terdapat penonjolan (bossing) di daerah frontal, parietal, dan oksipital; jembatan hidung yang lebar dan datar; serta hipoplasia wajah bagian tengah. Karakteristik anomali ortodonti yang terlihat pada penderita Cleidocranial dysostosis antara lain hubungan rahang yang relatif Klas III pada usia dewasa, palatum yang


(3)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

tinggi dan sempit, serta adanya gangguan pertumbuhan gigi geligi seperti persistensi gigi desidui, keterlambatan atau kegagalan erupsi gigi permanen, dan adanya supernumerary teeth.

Perawatan anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan tindakan bedah, kombinasi tindakan bedah dan pemakaian protesa, serta kombinasi tindakan bedah dan perawatan ortodonti.


(4)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 06 JULI 2009

OLEH

Pembimbing

NIP. 130 900 678

Erna Sulistyawati, drg., Sp. Ort

Mengetahui

Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

NIP. 130 900 678


(5)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Berjudu l

KARAKTERISTIK DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA CLEIDOCRANIAL DYSOSTOSIS

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

050600115

DIAN PURWANINGRUM

Telah dipertahankan di depan tim penguji skripsi pada tanggal 06 Juli 2009

dan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

NIP. 130 900 678

Erna Sulistyawati, drg., Sp. Ort Anggota Tim Penguji

Nurhayati Harahap, drg., Sp. Ort

NIP. 130 675 620 NIP. 132 307 090 Mimi Marina Lubis, drg.

Medan, Juli 2009 Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia Ketua,

NIP. 130 900 678


(6)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Karakteristik dan Perawatan Anomali Ortodonti pada Penderita Cleidocranial dysostosis” untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mendapat bimbingan, bantuan, dukungan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Drs. Heru Purwanto dan ibunda Nurfatmalawati yang telah mendidik, memberi dorongan semangat, dan memberi bantuan moril dan materil serta doa dan kasih sayangnya bagi penulis. Demikian juga pada adik-adik tercinta Tuty dan Tia yang telah memberi semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus serta ikhlas, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Sp. Pros (K), Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp. Ort selaku Ketua Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(7)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

3. Nurhayati Harahap, drg., Sp. Ort (K) selaku Koordinator Skripsi Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sekaligus Tim Penguji Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan saran kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Mimi Marina Lubis, drg. selaku Tim Penguji Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan saran kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Siti Chadidjah Az, drg. selaku pembimbing akademik yang telah membimbing dan memotivasi penulis.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonti dan seluruh Departemen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama pendidikan.

7. Sahabat-sahabat tercinta, Ofni, Ulfa, Meilysa, Linni, Dina, Bila, Yulia F, dan Anggun yang senantiasa membantu, memberikan dorongan, semangat, nasehat dan doanya selama ini bagi penulis.

8. Mira, Nuni, Jilly, Ratna, Momol dan seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Stambuk 2005 yang telah membantu dan memberikan doanya selama ini bagi penulis.

9. Seluruh abang, kakak, dan adik-adik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi semangat bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberi sumbangan pikiran yang berguna bagi


(8)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya bidang Ortodonti.

Medan, Juli 2009 Penulis,

(Dian Purwaningrum) NIM : 050600115


(9)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 3

1.4 Ruang Lingkup ... 4

BAB 2 CLEIDOCRANIAL DYSOSTOSIS 2.1 Pengertian ... 5

2.2 Etiologi ... 6

BAB 3 KARAKTERISTIK PENDERITA CLEIDOCRANIAL DYSOSTOSIS 3.1 Karakteristik Umum ... 8

3.2 Karakteristik Anomali Ortodonti ... 12

3.2.1 Hubungan Rahang... 12

3.2.2 Palatum ... 14

3.2.3 Gigi Geligi ... 14

3.2.3.1 Persistensi Gigi Desidui ... 15

3.2.3.2 Keterlambatan atau Kegagalan Erupsi Gigi Permanen ... 16

3.2.3.3 Multiple Supernumerary Teeth ... 17


(10)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

4.1 Tindakan Bedah ... 21 4.2 Kombinasi Tindakan Bedah dan Pemakaian Protesa ... 22 4.3 Kombinasi Tindakan Bedah dan Perawatan Ortodonti ... 23 BAB 5 LAPORAN KASUS

5.1 Kombinasi Tindakan Bedah dan Pemakaian Protesa ... 32 5.2 Kombinasi Tindakan Bedah dan Perawatan Ortodonti ... 40 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 53 6.2 Saran ... 54 DAFTAR RUJUKAN ... 55


(11)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman


(12)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penderita Cleidocranial dysostosis usia 12 tahun ... 9

2. Radiografi pada dada memperlihatkan ketiadaan klavikula bilateral ... 9

3. Radiografi lateral memperlihatkan wormian bones (panah putih) dan penebalan sinus kalvaria (panah hitam) ... 10

4. a. Radiografi anteroposterior penderita Cleidocranial dysostosis, b. Frontal bossing dan depresi daerah supraglabellar ... 11

5. Penderita Cleidocranial dysostosis usia 5 tahun memperlihatkan adanya exopthalmus ... 11

6. Radiografi panoramik pada penderita Cleidocranial dysostosis usia 12 tahun memperlihatkan gigi desidui yang persisten. ... 13

7. Radiografi panoramik pada penderita Cleidocranial dysostosis usia 23 tahun ... 14

8. Pandangan fasial kondisi gigi geligi penderita Cleidocranial dysostosis usia 12 tahun memperlihatkan persistensi gigi desidui ... 15

9. X-Ray panoramik (a) dan tracing (b) pada penderita Cleidocranial dysostosis memperlihatkan adanya supernumerary teeth ... 18

10. Pesawat ortodonti sederhana mandibula dan maksila ... 25

11. Transpalatal-arch wire dengan fixed tongue crib ... 25

12. Exposure mahkota gigi permanen regio anterior ... 26

13. Pigtail ligature wire diikat pada eyelets yang melekat pada permukaan gigi yang di-expose... 27

14. Traksi gigi anterior ... 27

15. Pemakaian incisor aligning archwire untuk menyusun, meratakan,dan meningkatkan lebar anteroposterior... 28


(13)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

16. Exposure gigi posterior. ... 30

17. Fixed retainer splint pada regio anterior mandibula ... 31

18. Gambaran pasien sebelum perawatan ... 33

19. Gambaran radiografi panoramik memperlihatkan sejumlah Supernumerary teeth dan gigi desidui ... 34

20. Tindakan bedah untuk membuang gigi permanen dan Supernumerary teeth ... 36

21. Protesa Sementara; a. Pandangan oklusal protesa sementara mandibula, b. Protesa sementara pada mandibula dan protesa transitional komplit pada maksila ... 37

22. Gambaran pasien setelah perawatan ... 40

23. Gambaran ekstraoral pasien sebelum perawatan ... 42

24. Gambaran intraoral pasien sebelum perawatan ... 42

25. Radiografi panoramik memperlihatkan kondisi gigi geligi pasien ... 43

26. Gambaran radiografi lateral ... 44

27. Analisa sefalometri ... 44

28. Gambaran setelah mengekstraksi gigi desidui dan supernumerary teeth ... 45

29. Gambaran penjangkaran intra oral ... 46

30. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intra oral dengan traksi ortodonti elastik ... 46

31. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intraoral selama penggunaan lingual crib ... 47

32. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intra oral selama penggunaan traksi ortodonti elastik... 48


(14)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

34. Radiografi lateral pada akhir perawatan ortodonti ... 49

35. Radiografi posteroanterior pada akhir perawatan ortodonti ... 49

36. Post perawatan ortodonti ... 50

37. Post perawatan prostetik ... 50

38. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intraoral selama penggunaan positioner... 51

39. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) pasien pada akhir perawatan ... 51

40. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intraoral setelah satu tahun perawatan ortodonti ... 52


(15)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menegakkan diagnosa suatu sindroma berdasarkan gejala yang paling sering timbul sangat sulit karena setiap gejala tidak selalu timbul bersamaan. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam mendiagnosa anomali gigi akibat sindroma karena kurangnya pengetahuan.1 Salah satu sindroma yang memiliki manifestasi klinis di bidang kedokteran gigi adalah Cleidocranial dysostosis.

Cleidocranial dysostosis, juga dikenal dengan Cleidocranial dysplasia, Osteodental dysplasia, atau Marie-Sainton Disease adalah suatu kelainan tulang yang disebabkan oleh mutasi gen CBFA1 (core binding factor alpha 1)/RUNX2 pada lengan pendek kromosom 6p21. Dalam keadaan normal, gen ini menuntun diferensiasi osteoblas dan pembentukan tulang yang tepat. Mutasi gen pada Cleidocranial dysostosis bersifat autosomal dominant inheritances dan sebanyak 40% kasus disebabkan oleh mutasi gen yang spontan.2

Cleidocranial dysostosis tidak hanya melibatkan tulang intramembran seperti klavikula, tulang kranial, dan tulang pipih. Cleidocranial dysostosis juga melibatkan osifikasi endokhondral dan memberikan gambaran kelainan struktur skeletal yang menyeluruh.2,6

Penentuan diagnosa Cleidocranial dysostosis sedini mungkin merupakan faktor dasar dalam memulai perawatan yang tepat, tetapi sulit karena kelainan kraniofasial umumnya terlihat jelas pada masa remaja.8,19 Cleidocranial dysostosis


(16)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dengan prevalensi yang sama.7,12 Pada literatur medis, kasus Cleidocranial dysostosis telah dilaporkan lebih dari 1.000 kasus. Insidensi Cleidocranial dysostosis di seluruh dunia sekitar 1:1.000.000.7

Penderita Cleidocranial dysostosis biasanya memiliki postur tubuh yang lebih pendek, kepala yang lebar dan pendek (brachicepalic), tulang frontal, parietal, dan occipital yang menonjol (bossing), hipertelorism (jarak interorbital yang terlalu lebar), serta memiliki jembatan hidung (bridging nose) yang lebar dan datar.1,15,16,27 Penderita ini juga memiliki kemampuan menggerakkan bahunya ke depan karena hipoplasia atau aplasia klavikula baik sebagian maupun keseluruhan.1,16,20 Penderita Cleidocranial dysostosis tidak mengalami gangguan inteligensi. 9,11,28

Pada umumnya penderita Cleidocranial dysostosis memiliki maksila yang kurang berkembang dan mandibula cenderung prognatik, serta palatum yang tinggi dan sempit.15 Manifestasi pada gigi geligi biasanya berupa persistensi gigi desidui, kegagalan atau keterlambatan erupsi gigi permanen, dan multiple supernumerary teeth.4,20,27

Penderita Cleidocranial dysostosis memerlukan perawatan untuk menangani masalah gigi geliginya.10 Perawatan harus dilakukan dengan hati-hati dan memerlukan kerjasama yang baik antara beberapa disiplin ilmu.21 Beberapa perawatan yang dapat dilakukan diantaranya dengan pembedahan pada jaringan lunak dan keras yang menutupi gigi dan mengharapkan gigi erupsi dengan sendirinya atau melakukan autotransplantasi gigi; kombinasi tindakan bedah dengan pemakaian protesa baik protesa lepasan maupun implan; dan kombinasi tindakan bedah dengan perawatan ortodonti.27


(17)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Kombinasi tindakan bedah dengan perawatan ortodonti terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya mengekstraksi gigi desidui dan supernumerary teeth serta melakukan pembedahan untuk meng-exposure gigi permanen. Selanjutnya gigi permanen yang impaksi diekstrusikan ke posisi yang benar di rongga mulut menggunakan kekuatan unit penjangkar. Pada tahapan ini, perawatan berjalan lambat dan membutuhkan kerjasama yang baik dari pasien.28

Dengan banyaknya manifestasi Cleidocranial dysostosis pada bidang kedokteran gigi khususnya bidang ortodonti, maka penulis merasa perlu untuk mengangkat masalah karakteristik dan perawatan anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis sebagai bahan penulisan skripsi. Dengan mengetahui karakteristik penderita Cleidocranial dysostosis, diharapkan dapat membantu menegakkan diagnosa dalam perawatan ortodonti.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah karateristik anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis ?

2. Bagaimanakah perawatan anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan Penulisan:

1. Untuk mengetahui karakteristik anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis


(18)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

2. Untuk mengetahui perawatan anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis

Manfaat Penulisan:

1. Untuk menambah pengetahuan klinisi mengenai karakteristik penderita Cleidocranial dysostosis

2. Untuk membantu menegakkan diagnosa dan mengetahui perawatan anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan ini meliputi pengertian, etiologi, karakteristik umum, karakteristik anomali ortodonti, dan perawatan anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis.


(19)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

BAB 2

CLEIDOCRANIAL DYSOSTOSIS

Kelainan pada rongga mulut dapat disebabkan oleh adanya mutasi genetik yang bersifat herediter maupun spontan.7 Salah satu sindroma akibat mutasi gen yang memiliki manifestasi klinis di bidang kedokteran gigi adalah Cleidocranial dysostosis.

2.1 Pengertian

Cleidocranial dysostosis adalah suatu kelainan tulang yang disebabkan oleh mutasi gen CBFA1 (core binding factor alpha 1)/RUNX2 pada kromosom 6p21.2 Sindroma ini ditandai oleh adanya trias: multiple supernumerary teeth, klavikula yang absen sebagian atau keseluruhan, dan terbukanya sutura sagital dan fontanel.3

Kasus mengenai kelainan klavikula pertama kali dilaporkan oleh Martin pada tahun 1765.4,28 Pada tahun 1871, Scheuthauer melaporkan kasus lain yang mengenai kedua klavikula dan tulang kranial.28 Pada tahun 1897, Pierre Marie dan Sainton membuat suatu deskripsi mengenai sindroma ini dan diberi istilah Cleidocranial dysostosis,26-28 yang dikenal juga dengan Marie-Sainton Disease.4,5 Sejak publikasi pertama mengenai Cleidocranial dysostosis, lebih dari 1000 kasus Cleidocranial dysostosis telah dipublikasikan pada literatur medis. Umumnya artikel tersebut disajikan sebagai kasus tunggal karena kasus ini jarang terjadi.


(20)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Sindroma Cleidocranial dysostosis juga dikenal dengan nama Cleidocranial dysplasia atau Osteodental dysplasia.5,7,26,27 Insidensi Cleidocranial dysostosis diseluruh dunia sekitar 1:1.000.000 tanpa membedakan jenis kelamin dan ras.7-9

2.2 Etiologi

Cleidocranial dysostosis disebabkan oleh mutasi gen CBFA1/RUNX2 yang berada pada lengan pendek kromosom 6p21.3,6,10-14,27,28 Gen ini berfungsi menuntun diferensiasi osteoblas dan pembentukan tulang yang tepat pada osifikasi intramembran dan endokhondral.2,6,11

Pada osifikasi intramembran, tulang kranial; skeletal wajah; serta mandibula dan klavikula berkembang melalui pertukaran langsung kondensasi sel mesenkim oleh osteoblas dan osteosit. Sedangkan tulang skeletal lainnya berkembang melalui osifikasi endokhondral, yaitu sel mesenkim yang tidak terdiferensiasi langsung berkondensasi dan berdiferensiasi membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk kondrosit yang secara bertahap menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit yang menghasilkan kolagen tipe 10a1. Pada tahap akhir maturasi, hipertrofik kondrosit menghasilkan osteopontin dan faktor angiogenik. Kemudian, hipertofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler serta perpindahan angiogenik dan sel osteoblas. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui diferensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron.10


(21)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Melalui penelitian histologis pada pelat pertumbuhan rusuk dan tulang panjang dari bayi penderita Cleidocranial dysostosis, terlihat adanya disorganisasi zona seluler khondral (jaringan tulang rawan). Khususnya, terdapat penurunan yang signifikan pada dimensi zona hipertrofik dan level faktor molekuler, seperti VEGF (vascular endothelial growth factor), MMP13 (extracellular matrix metalloproteinase) dan kolagen tipe 10a1 yang dihasilkan kondrosit. Penurunan yang signifikan ini bertanggung jawab bagi masalah perkembangan dan pertumbuhan skeletal pada penderita Cleidocranial dysostosis. Proses abnormal diferensiasi osteoblas mengakibatkan anomali perkembangan dan pertumbuhan tulang. 10

Selain tulang skeletal, gen CBFA1 juga mengatur ekspresi gen epitel dental sel mesenkim. Defisiensi faktor transkripsi gen CBFA1 menyebabkan anomali dental pada penderita Cleidocranial dysostosis. Penelitian mekanisme seluler erupsi gigi pada hewan percobaan dengan heterozigot CBFA1 +/- memperlihatkan adanya penurunan jumlah osteoklas yang berperan dalam resorbsi normal tulang alveolar selama erupsi gigi. Penurunan jumlah osteoklas pada penderita Cleidocranial dysostosis mengakibatkan keterlambatan erupsi gigi dan peningkatan jumlah gigi impaksi.10

Menurut Brueton et al, selain kromosom 6p21, perubahan kromosom 8q22 juga dianggap sebagai penyebab terjadinya heterogenetik pada Cleidocranial dysostosis. 11

Penyebab mutasi gen pada penderita Cleidocranial dysostosis belum diketahui secara pasti.4 Sekitar 50% kasus diturunkan dari orangtua melalui gen autosomal dominan dan 40% kasus terjadi akibat mutasi gen yang spontan.2,7,15


(22)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Bab 3

KARAKTERISTIK PENDERITA CLEIDOCRANIAL DYSOSTOSIS

Cleidocranial dysostosis merupakan sindroma yang jarang terjadi dan memiliki tingkat ekspresi yang bervariasi.3 Pengenalan terhadap berbagai karakteristik penderita Cleidocranial dysostosis sangat penting dalam menentukan diagnosa awal sindroma ini.

3.1 Karakteristik Umum

Penderita Cleidocranial dysostosis umumnya memiliki postur tubuh yang lebih pendek dengan tengkuk yang panjang, serta jembatan hidung (bridging nose) yang lebar dan datar (Gambar 1).1-7,9-12,14,16,17,20-22 Penderita ini tidak mengalami gangguan inteligensi.9,11,28

Penderita Cleidocranial dysostosis mengalami aplasia (10%) atau hipoplasia klavikula baik unilateral maupun bilateral (Gambar 2). Keadaan ini menyebabkan bahu terlihat sempit, terkulai, dan terjadi hipermobiliti bahu sehingga bahu dapat digerakkan ke depan dada (Gambar 1).1,2,5,6,10,11,14-16,19-21 Walaupun kelainan klavikula menimbulkan kelainan yang berkaitan dengan otot, fungsi bahu tetap baik.2,5,17 Karakteristik tersebut memudahkan diagnosa sehingga dapat diandalkan walaupun tidak terdapat pada semua pasien.8


(23)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Gambar 1. Penderita Cleidocranial dysostosis usia 12 tahun memperlihatkan adanya jembatan hidung yang lebar dan datar, hipertelorism, dan hipermobiliti bahu.5

Gambar 2. Radiografi pada dada memperlihatkan ketiadaan klavikula bilateral 21

Melalui gambaran radiografi lateral sering terlihat beberapa wormian bones di daerah oksipital penderita (Gambar 3).5,6,8,12,15,16 Membran tulang kalvaria mengalami penurunan kalsifikasi sewaktu lahir. Seiring meningkatnya usia, mineralisasi kalvaria juga meningkat, tetapi fontanel dan sutura metopik menutup lambat atau tetap terbuka sepanjang kehidupan pasien (Gambar 4a). Hal ini dikarenakan pertumbuhan tulang


(24)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

yang berkembang dari khondrokranium berkurang. Kondisi ini menyebabkan penderita Cleidocranial dysostosis memiliki kepala yang lebar (brachicephalia); hipertelorism (jarak interorbital yang terlalu lebar)(Gambar 1); exopthalmus ringan (Gambar 5); parietal, frontal, dan occipital bossing serta depresi pada daerah supraglabellar (Gambar 4b). 1-7,9-12,14-17,20,21

Gambar 3. Radiografi lateral memperlihatkan

wormian bones (panah putih) dan

penebalan sinus kalvaria (panah hitam)11

Umumnya penderita Cleidocranial dysostosis mengalami hipoplasia wajah bagian tengah (midface) dan sinus paranasal yang sempit atau bahkan tidak ada.

8-10,12,15,16,19

Berkurangnya ketinggian wajah bagian atas yang progresif sering terlihat pada penderita yang telah dewasa, jarang pada penderita usia muda.3


(25)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b

Gambar 4. a. Radiografi anteroposterior penderita Cleidocranial

dysostosis memperlihatkan adanya keterlambatan

penutupan fontanel anterior, b. Frontal bossing dan depresi daerah supraglabellar pada penderita

Cleidocranial dysostosis5

Gambar 5. Penderita Cleidocranial dysostosis usia 5 tahun memperlihatkan adanya exopthalmus, hipertelorism, dan jembatan hidung yang lebar dan datar16

Rongga toraks yang kecildan berbentuk bel (bell-shaped)dengan rusuk yang pendek juga merupakan karakteristik lain dari Cleidocranial dysostosis.3,8,16 Tulang


(26)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

pelvis mengalami keterlambatan penutupan simfisis pubis.7-9,11,16 Pelvis yang mengalami hipoplasiamengakibatkan wanita hamil harus melahirkan secara caesar.8,9

3.2 Karakteristik Anomali Ortodonti

Penderita Cleidocranial dysostosis memperlihatkan karakteristik pada rongga mulut yang melibatkan hubungan rahang, palatum dan kondisi gigi geligi untuk dilakukan perawatan.2

3.2.1 Hubungan Rahang

Penderita Cleidocranial dysostosis usia muda memperlihatkan hubungan rahang yang relatif normal. Seiring bertambahnya usia, ketinggian wajah bagian bawah menjadi lebih rendah, prosesus alveolaris maksila kurang berkembang, sudut gonial mandibula lancip, dataran mandibula terlihat lebih datar, dan inklinasi mandibula lebih ke anterior akibat rotasi prosesus kondiloideus ke anterior. 17

Kondisi tersebut mengakibatkan mandibula menjadi prognatik dan cenderung memiliki hubungan rahang Klas III, seperti yang dilaporkan oleh Counts et al,12 Daskalagiannakis et al20 dan Farronato et al.28

Para klinisi yakin bahwa perubahan hubungan rahang pada usia dewasa berasal dari pertumbuhan vertikal maksila dan horizontal mandibula yang inadekuat. Perkembangan alveolar yang hipoplastik disebabkan oleh keterlambatan atau kegagalan erupsi gigi permanen.2,8,15,17 Pernyataan ini didukung oleh Richardson dan Deussen yang menganalisa gambaran sefalometri pada 17 penderita Cleidocranial dysostosis dan menemukan bahwa mandibula yang prognatik disebabkan oleh pertambahan panjang mandibula dan basis kranial yang pendek.8 Perbedaan struktur


(27)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

tulang dianggap berasal dari perubahan proses resorbsi dan aposisi tulang selama perkembangan.10

Sebanyak 3 % penderita Cleidocranial dysostosis dewasa mengalami keterlambatan penyatuan simfisis mandibula.3,21 Pada mandibula sering terlihat adanya trabekula yang kasar dan terdapat daerah dengan densitas tulang yang lebih padat (Gambar 6 dan 7). Selain itu, ramus asending mandibula terlihat lebih sempit, tipis, memiliki sisi yang paralel, dan terdapat prosesus koronoid yang tajam (Gambar 7). Lengkung zigomatik maksila tipis dan kecil. Pada beberapa kasus tidak terdapat sinus maksila (Gambar 6).2 Menurut I Golan et al8, kelainan skeletal seperti hipoplasia maksila pada penderita Cleidocranial dysostosis lebih dari 84,3 %.

Gambar 6. Radiografi panoramik pada penderita Cleidocranial dysostosis usia 12 tahun memperlihatkan gigi desidui yang persisten. Pada gambar juga terlihat adanya trabekula mandibula yang kasar (panah hitam) dan tidak terlihat adanya sinus maksila (panah putih)18


(28)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Gambar 7. Radiografi panoramik pada penderita Cleidocranial dysostosis usia 23 tahun, memperlihatkan adanya sisi ramus asending yang paralel, prosesus koronoid yang tajam, penebalan anterior internal oblique ridge (panah hitam), tepi anterior ramus vertikal yang tipis (panah putih), serta adanya penebalan tulang alveolar pada regio kaninus maksila dan mandibula18

3.2.2 Palatum

Penderita Cleidocranial dysostosis memperlihatkan kelainan bentuk pada palatum. Umumnya penderita ini memiliki lengkung palatum yang tinggi dan sempit hingga berbentuk kubah,10,12,14,15,21 dan pada beberapa penderita terjadi peningkatan prevalensi celah palatum.2,8

3.2.3 Gigi Geligi

Masalah pada gigi geligi merupakan karakteristik Cleidocranial dysostosis yang paling signifikan. Karakteristik ini meliputi persistensi gigi desidui yang multipel, kegagalan atau keterlambatan erupsi gigi permanen, dan adanya supernumerary teeth yang akhirnya menimbulkan masalah pengunyahan seiring bertambahnya usia.3,6,9,14,17,20,22,24,25 Penemuan penting lainnya selama pemeriksaan klinis yang berperan dalam mendiagnosa Cleidocranial dysostosis adalah adanya


(29)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

celah diantara insisivus permanen mandibula dan erupsi molar kedua permanen mandibula pada masa gigi bercampur.9,10,19

Tanaka et al3, Silvia et al11 dan Counts et al12 menemukan bahwa anak yang menderita Cleidocranial dysostosis dengan kondisi gigi geligi yang abnormal memiliki riwayat keluarga dengan kondisi gigi geligi yang abnormal pula. Hal ini dapat dijadikan diagnosa awal bagi penderita Cleidocranial dysostosis pada usia muda.

3.2.3.1 Persistensi Gigi Desidui

Salah satu karakteristik gigi geligi pada penderita Cleidocranial dysostosis adalah persistensi gigi desidui (Gambar 6 dan 8).2 Keadaan ini diduga disebabkan oleh resorbsi akar gigi desidui yang sebagian besar tidak terjadi atau terlambat pada penderita Cleidocranial dysostosis. 1,24 Pada penderita ini pembentukan dental lamina dan erupsi gigi desidui normal.10,24

Gambar 8. Pandangan fasial kondisi gigi geligi penderita Cleidocranial dysostosis usia 12 tahun memperlihatkan persistensi gigi desidui5


(30)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

3.2.3.2 Keterlambatan atau Kegagalan Erupsi Gigi Permanen

Keterlambatan dan kegagalan erupsi gigi permanen sering terjadi pada penderita Cleidocranial dysostosis. Gigi yang paling sering erupsi spontan adalah molar pertama dan insisivus permanen mandibula (Gambar 6 dan 7).4,5,10 Molar kedua permanen hanya 75 % yang erupsi pada penderita Cleidocranial dysostosis.21 Insisivus sentral maksila sering mengalami kegagalan erupsi dan biasanya menjadi alasan pasien mencari perawatan untuk menangani masalah dental-nya.10

Winter menjelaskan bahwa gigi permanen yang tidak didahului oleh adanya gigi desidui memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk erupsi.4 Tipisnya tulang yang melindungi perkembangan tooth buds juga dapat meningkatkan kemungkinan erupsi gigi.21

Alasan kegagalan erupsi gigi permanen pada penderita Cleidocranial dysostosis belum dimengerti dengan baik.2 Melalui gambaran radiografi pada penderita Cleidocranial dysostosis, tulang alveolar terlihat lebih striated dan hiperostotik. Keadaan ini diduga sebagai salah satu penyebab impaksi gigi permanen.1,20,24

Keterlambatan erupsi juga sering dihubungkan dengan kurangnya sementum seluler pada akar gigi.5,6,12,20 Melalui studi mikroskopik pada gigi permanen yang tidak erupsi pada penderita Cleidocranial dysostosis terlihat bahwa gigi ini kekurangan sementum seluler.2 Setelah melakukan analisa tomorphometric dari 2 gigi permanen penderita, Counts et al12 menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah sementum seluler dan aseluler yang menutupi akar gigi pada penderita ini dan pasien kontrol. Hal tersebut mengungkapkan bahwa kurangnya


(31)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

jumlah sementum seluler pada akar gigi tidak menyebabkan tingginya jumlah gigi impaksi pada penderita ini. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Yamamoto, Sakae, Davies, dan Manjunath et al. 5,6

Adanya supernumerary teeth yang tidak erupsi serta bentuk akar dan mahkota yang menyimpang juga dianggap sebagai penyebab terhalangnya erupsi gigi permanen.2,5,21,24 Gigi permanen yang tidak erupsi dapat mengakibatkan pembentukan kista yang kemudian akan menyebabkan terjadinya destruksi tulang dan fraktur patologi.4

3.2.3.3 Multiple Supernumerary Teeth

Karakteristik gigi geligi lainnya pada penderita Cleidocranial dysostosis adalah supernumerary teeth yang banyak dan impaksi (Gambar 9).1,10,21,23 Gigi ini kebanyakan terdapat di regio anterior maksila dan mandibula.1,10,21 Sejumlah supernumerary teeth pernah ditemukan hingga lebih dari 60 gigi.1 Bentuk supernumerary teeth biasanya mirip dengan gigi tetangganya tetapi memiliki kecacatan bentuk dengan akar yang berbentuk kaitan (hook) menyebabkan kesulitan saat pengekstraksian.4


(32)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a

b

Gambar 9. X-Ray panoramik (a) dan tracing (b) pada penderita

Cleidocranial dysostosis memperlihatkan adanya

supernumerary teeth; gigi desidui (hitam), supernumerary teeth (abu-abu), gigi permanen (putih)11

Menurut Jensen dan Kreiborg, supernumerary teeth merupakan hasil aktivasi sisa dental lamina yang tertinggal dan tidak teresorbsi selama proses odontogenesis.20 Hal tersebut terjadi karena hilangnya kontrol genetik pada penderita Cleidocranial dysostosis.6 Kehadiran supernumerary teeth tidak hanya menyebabkan terhalangnya proses erupsi gigi dan menghasilkan impaksi gigi permanen tetapi juga menyebabkan


(33)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

kelainan bentuk mahkota dan akar gigi permanen yang disebabkan oleh defisiensi ruang bagi perkembangan gigi permanen.10

Adanya multiple supernumerary teeth dapat menyebabkan obstruksi mekanis dan merupakan faktor utama impaksi gigi permanen.6 Menurut I Golan et al8, prevalensi supernumerary teeth dan kegagalan erupsi pada penderita ini lebih dari 93.5%.


(34)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Bab 4

PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI

Masalah dental merupakan masalah utama bagi penderita Cleidocranial dysostosis. Selama beberapa dekade, para dokter gigi telah mencoba mengembangkan protokol perawatan yang dapat meningkatkan dan memperbaiki masalah fungsional dan estetis pasien.9,10 Berbagai bentuk perawatan telah dijelaskan untuk memperbaiki masalah tersebut.10 Beberapa pendekatan perawatan diantaranya: mengekstraksi gigi desidui dan supernumerary teeth segera setelah mineralisasi mahkota gigi permanen terbentuk sempurna, diikut i dengan pembuangan tulang yang menutupi gigi permanen untuk memudahkan erupsi gigi, atau melakukan autotransplantasi gigi; mengekstraksi gigi permanen yang impaksi, supernumerary teeth, dan gigi desidui, dilanjutkan dengan pemakaian protesa,; atau dengan mengekstraksi gigi desidui dan supernumerary teeth, dikombinasikan dengan traksi gigi permanen yang impaksi secara ortodonti.2,3,9,25 Jika bentuk perawatan yang terakhir ini dilakukan sebelum pasien dewasa, maka rendahnya ketinggian wajah bagian tengah dan prognatisme mandibula dapat dicegah.2

Menurut Jensen dan Kreiborg, ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan yaitu waktu perawatan yang tepat dan jumlah supernumerary teeth.3 Pasien yang tidak memiliki atau hanya memiliki beberapa supernumerary teeth memiliki frekuensi yang lebih tinggi untuk erupsi spontan.17,24 Waktu perawatan juga penting untuk menentukan keberhasilan perawatan. Pasien tidak memiliki masalah fungsional dan psikososial hingga berusia 9-10 tahun sehingga perawatan


(35)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

sering terlambat untuk memperbaiki erupsi pada tahap perkembangan insisivus. Selain itu postur tubuh yang pendek dan terlihat lebih muda dari usianya sering membuat perawatan menjadi terlambat.24

4.1 Tindakan Bedah

Dalam menangani kasus dental pada penderita Cleidocranial dysostosis, beberapa ahli terdahulu menyarankan untuk melakukan ekstraksi gigi desidui sejak dini dengan membuang tulang yang menutupi gigi pemanen untuk memudahkan erupsi gigi. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kebutuhan terhadap perawatan ortodonti.21

Tindakan bedah dimulai dengan mengekstraksi gigi desidui dan supernumerary teeth. Supernumerary teeth diekstraksi ketika akar gigi permanen telah berkembang sekitar dua per tiga panjang akar. Tulang yang menutupi gigi permanen dibuang untuk memudahkan erupsi gigi. Pada regio yang tidak terdapat supernumerary teeth, erupsi dapat diperbaiki dengan mengekstraksi gigi desidui ketika setengah akar gigi permanen telah terbentuk.24

Selain mengharapkan gigi erupsi dengan sendirinya, autotransplantasi juga berguna untuk merawat penderita Cleidocranial dysostosis yang telah remaja atau pada penderita yang lebih dewasa. Menurut Davies et al, Migliorisi et al, Nordenram dan Oksala et al, pasien yang berusia 13 – 48 tahun cukup sulit untuk mengharapkan erupsi gigi permanen yang spontan.24


(36)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

4.2 Kombinasi Tindakan Bedah dan Pemakaian Protesa

Salah satu pilihan perawatan masalah gigi geligi pada penderita Cleidocranial dysostosis adalah mengekstraksi seluruh gigi desidui diikuti dengan pembuatan gigi tiruan biasa atau penggunaan implan. Lombardas mengusulkan penggunaan osseointegrated implant pada lengkung maksila untuk menjaga estetis dan retensi gigi tiruan penuh. 11

Untuk perawatan dengan menggunakan protesa, sebaiknya gigi yang impaksi dibiarkan tetap tertahan karena hal ini tidak menghalangi penempatan protesa. Pengekstraksian seluruh gigi yang impaksi pada mandibula akan memperlemah mandibula dan mengakibatkan terjadinya fraktur patologi pada mandibula. Pusey dan Durie menyarankan agar mengekstraksi gigi hanya pada gigi yang erupsi dan menggunakan protesa lepasan untuk meminimalkan kehilangan tulang alveolar.20 Selain itu, gigi yang tidak erupsi juga dapat melindungi bentuk alveolar ridge yang bulat dan mengurangi terjadinya resorbsi tulang yang akan mempertinggi stabilitas dan retensi protesa lepasan.4

Adanya gigi yang impaksi juga dapat menyebabkan terbentuknya kista odontogenik dan kerusakan tulang. Oleh karena itu, beberapa dokter gigi menyarankan agar mengekstraksi gigi yang hanya berpotensi menyebabkan kista odontogenik dan kerusakan tulang.10

Perkembangan kelainan pertumbuhan gigi permanen merupakan fokus utama perawatan protesa pada penderita Cleidocranial dysostosis. Kelly dan Nakamoto menyusun secara objektif perawatan prostetik terhadap manifestasi oral Cleidocranial dysostosis, diantaranya mengembalikan dimensi vertikal oklusi, membangun maksila,


(37)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

membuat oklusi fungsional, meningkatkan penampilan dan fonetik, dan meningkatkan kesehatan mental pasien.4

Kombinasi tindakan bedah dengan pemakaian protesa memperlihatkan prognosa yang rendah dan membutuhkan waktu kunjungan yang berulang, seperti pada relining atau penyesuaian protesa.10

Pada saat ini, penanganan masalah gigi geligi penderita Cleidocranial dysostosis dengan mengesktraksi seluruh gigi permanen diikuti dengan pembuatan gigi tiruan penuh telah ditinggalkan.24

4.3 Kombinasi Tindakan Bedah dan Perawatan Ortodonti

Perawatan terhadap anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis dapat dilakukan dengan kombinasi tindakan bedah dan perawatan ortodonti. Menurut Davies,11kombinasi tindakan bedah dan perawatan ortodonti lebih memuaskan, baik fungsional maupun estetis. Tindakan ini meliputi ekstraksi gigi desidui dan supernumerary teeth, exposure gigi permanen yang tidak erupsi dan traksi gigi dengan kekuatan ortodonti.20 Pada penderita dengan celah palatum, tindakan bedah juga diperlukan untuk menutup celah palatum.7

Menurut Jensen dan Kreiborg3, prognosa tindakan bedah dan perawatan ortodonti tergantung pada jumlah supernumerary teeth. Oleh karena itu, perawatan ortodonti sebaiknya dilakukan sebelum terbentuk supernumerary teeth.

Pada penderita Cleidocranial dysostosis, perkembangan mahkota dan akar gigi terlambat 2-4 tahun dibandingkan usia kronologisnya. Oleh karena itu, perawatan ortodonti pada penderita ini dimulai ketika usia dental 7-8 tahun yang biasanya


(38)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

terlihat ketika pasien berusia 10-12 tahun. Keadaan ini ditandai dengan erupsi molar pertama permanen pada kedua rahang dan perkembangan akar insisivus permanen mencapai dua per tiga panjang akar.25,26

Pesawat yang digunakan pasien terdiri dari 2 tahapan. Pada tahap pertama, pesawat ortodonti bertujuan untuk mengekstrusikan gigi permanen yang impaksi. Pesawat ini terbuat dari kawat stainless steel yang kaku, biasanya berdiameter 0.036 inci. Pada bagian lengkung pesawat juga dapat ditambah S-shaped hook pada regio kaninus dan wire frame pada regio insisivus sentral permanen sebagai tempat cangkolan karet elastik untuk membantu erupsi gigi. Pesawat ini merupakan pesawat dasar yang harus dipasang segera setelah ekstraksi gigi desidui, dikenal dengan incisor erupting arch wire (Gambar 10).26

Jika pasien memiliki kebiasaan mendorong lidah, Nance palatal arch space maintainer dengan fixed tongue crib dapat diberikan untuk menghentikan kebiasaan tersebut (Gambar 11).13

Pada tahap kedua, pesawat ortodonti bertujuan untuk meluruskan/menyusun posisi gigi pada lengkung rahang. Pesawat ini terbuat dari kawat yang lebih fleksibel yang dikenal dengan incisor aligning arch wire (Gambar 10).26

Setelah pesawat ortodonti dibuat, seluruh supernumerary teeth dan gigi desidui pada regio anterior diekstraksi, dan dilakukan tindakan bedah untuk meng-exposure mahkota gigi permanen regio anterior. Jika perawatan dilakukan pada pasien yang telah dewasa, ekstraksi dilakukan pada seluruh gigi desidui sekaligus. Exposure mahkota gigi permanen hanya dilakukan pada tulang bagian labial/bukal untuk mempertahankan ketinggian tulang alveoar (Gambar 12).13,26


(39)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

xx

x

a

b c

Gambar 10. Pesawat ortodonti sederhana mandibula dan maksila. a. Incisor erupting

archwire (x) dan Incisor aligning archwire (xx), b dan c. Pandangan

samping dan depan memperlihatkan incisor erupting archwire berada pada posisi pasif. 26

Gambar 11. Transpalatal-arch wire dengan


(40)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b

Gambar 12. Exposure mahkota gigi permanen regio anterior, a. Sebelum pembedahan, b. Insisivus dan kaninus maksila di-expose sebelum ekstraksi gigi desidui. Pembuangan tulang hanya dilakukan pada bagian labial tulang alveolar.26

Setelah pembedahan, Stainless steel eyelets dilekatkan pada lapisan bonding pada permukaan mahkota gigi permanen dengan steel ligature wire dipasangkan pada eyelets. Steel ligature wire kemudian dijalin membentuk pigtail ligature wire (Gambar 13). Selanjutnya flep ditutup dan dijahit. Pigtail ligature wire ditarik melalui flep yang telah ditutup (Gambar 14a). Setelah penjahitan, incisor erupting archwire dipasangkan pada pasien dan pigtail ligature wire diikat pada archwire (Gambar 14). Prosedur pembedahan ini dilakukan dengan anestesi umum.26

Berbeda dengan prosedur tersebut, metode Belfast-Hamburg menggunakan surgical pack/surgical cement dressing untuk menutupi gigi permanen impaksi yang telah di-expose sebelum perlekatan bonding. Surgical pack digunakan untuk menghindari kontaminasi darah ketika perlekatan bonding dan mengharapkan penyembuhan luka sekunder. Dengan metode ini, pembentukan osseos bridge/bony healing dan jaringan lunak gingiva yang menutupi gigi dapat dihindari. Selain itu, beberapa gigi dapat erupsi spontan dan memungkinkan perlekatan pesawat cekat pada


(41)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

fase kedua tanpa adanya kontaminasi darah.25,26 Metode ini memiliki kelemahan, yaitu pembuangan tulang dilakukan pada bagian bukal, lingual, dan oklusal. Dengan banyaknya tulang yang dibuang, maka tinggi vertikal rahang akan berkurang, khususnya jika gigi berada jauh dari dataran oklusal.26

a b

Gambar 13. Pigtail ligature wire diikat pada eyelets yang melekat pada permukaan gigi yang di-expose. a. Pada maksila, b. Pada mandibula26

a b

Gambar 14. Traksi gigi anterior, a. Seluruh flep dijahit, eyelets dan pangkal pigtail ligature wire tertanam didalam flep, ujung pigtail ligature wire berada diluar flep, b. Pigtail


(42)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Setelah gigi anterior erupsi sempurna, eyelets diganti dengan bracket dan incisor erupting archwire diganti dengan incisor aligning archwire untuk meluruskan posisi gigi anterior (Gambar 15). Archwire ini dapat menyusun, memutar dan meratakan gigi dengan cepat dan efisien.

a b

c d

Gambar 15. Pemakaian incisor aligning archwire untuk menyusun, meratakan,dan meningkatkan lebar anteroposterior. a dan b. Pandangan lateral dan fasial setelah 4 bulan dilakukan pembedahan. Incisor aligning arch wire dipasang pada bracket konvensional yang menempel pada permukaan gigi, c dan d. Pandangan lateral dan fasial setelah 5 bulan dilakukan pembedahan. Susunan gigi anterior maksila komplit. Compressed

coil spring ditempatkan pada sisi bukal untuk menggerakkan insisivus ke labial26

Setelah pasien berusia 13 tahun (usia dental 10-11 tahun) atau perkembangan akar gigi posterior mencapai dua per tiga panjang akar, ekstrusi gigi


(43)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

posterior dan kaninus dimulai. Tindakan dimulai dengan mengekstraksi gigi desidui posterior dan exposure gigi permanen yang tersisa.25,26 Tindakan bedah dapat dilakukan dengan anestesi umum atau anestesi lokal per kuadran. Sama seperti pada regio anterior, pesawat yang digunakan untuk mengekstrusikan gigi adalah incisor erupting archwire bersama dengan eyelets dan ligature wire. Pembuangan tulang juga hanya dilakukan pada sisi bukal. Selanjutnya prosedur ekstrusi gigi yang dilakukan sama seperti mengekstrusikan gigi pada regio anterior (Gambar 16).

Setelah seluruh gigi erupsi sempurna di rongga mulut dan susunan gigi yang teratur telah diperoleh, untuk mencegah rileps pada gigi dapat digunakan retainer (Gambar 17). Perkembangan gigi harus terus diamati melalui gambaran radiografi untuk mencegah perkembangan supernumerary teeth yang baru.26

Bentuk perawatan ini memerlukan prosedur pembedahan yang multipel dan membutuhkan waktu perawatan yang cukup lama. Walaupun demikian, kombinasi tindakan bedah dan perawatan ortodonti akan memberikan hasil yang memuaskan karena pertumbuhan gigi yang alami dapat diselamatkan dan fungsi oklusal dan estetis yang baik dapat diperoleh.20


(44)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b

c d

e

Gambar 16. Exposure gigi posterior. a. Eyelets dan pigtail ligature wire dilekatkan setelah

exposure kaninus dan premolar mandibula selama tahap pembedahan kedua.

Pembuangan tulang hanya dilakukan pada bagian bukal. b. Setelah penjahitan flep,

pigtail loop diikatkan pada lengan bukal arch wire yang kaku dengan benang elastik.

c dan d. Pandangan oklusal lengkung mandibula pada saat pembedahan dan 1 bulan

setelah pembedahan. Lingual arch wire yang kaku digunakan untuk menjangkarkan benang jahitan, dan benang elastik menarik gigi yang tidak erupsi pada kedua sisi ke

labial compound arch wire, e. Pandangan lateral setelah 1 bulan pembedahan

memperlihatkan erupsi yang cepat. Coil spring pada pesawat maksila digunakan untuk meningkatkan dimensi anteroposterior26


(45)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Gambar 17. Fixed retainer splint pada regio anterior mandibula26


(46)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

BAB 5 LAPORAN KASUS

Perawatan terhadap anomali ortodonti penderita Cleidocranial dysostosis dapat dilakukan dengan tindakan bedah, kombinasi tindakan bedah dan pemakaian protesa, serta kombinasi tindakan bedah dan perawatan ortodonti. Pada laporan kasus berikut, bentuk perawatan hanya dengan tindakan bedah tidak diberikan karena sering mengalami kegagalan dan tidak diterapkan lagi.

5.1 Kombinasi Tindakan Bedah dan Pemakaian Protesa

Seorang pasien wanita berusia 42 tahun terlahir menderita Cleidocranial dysostosis. Dia tidak memiliki sebagian klavikula dan mengalami kelainan wajah sebagaimana dialami oleh penderita Cleidocranial dysostosis pada umumnya (Gambar 18 a dan b). Kesehatan umum pasien baik dan tidak memiliki alergi dan sensitivitas terhadap obat. Pasien memerlukan perawatan yang berhubungan dengan rekonstruksi gigi geliginya. Sewaktu kecil, dia telah menjalani beberapa tindakan bedah yang tidak berhasil untuk meng-exposure gigi geligi yang tidak erupsi. Keluhan utamanya adalah gigi yang buruk dan tidak dapat mengunyah sebagaimana mestinya. Dia menyadari penampilan mulutnya yang kurang baik (Gambar 18c) dan merasa tidak nyaman berbicara atau makan bersama orang lain.


(47)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b c

Gambar 18. Gambaran pasien sebelum perawatan, a. Foto ekstra oral tampak depan, terlihat basis hidung yang lebar dan depresi jembatan hidung, b. Foto ekstra oral tampak samping, c. Foto intra oral, gigi maksila dan mandibula dalam keadaan oklusi27

Pemeriksaan Klinis dan Diagnosa

Pada kunjungan awal, pasien datang dengan kondisi gigi maksila yang erupsi yaitu 17, 16, 15, 11, 21,22, 26, dan 27 dan gigi mandibula yang erupsi yaitu 36, 35, 34, 33, 31, 41, 42, 45. Selanjutnya pemeriksaan klinis dan radiografi dilakukan. Gambaran radiografi lateral, sefalometri, dan panoramik (Gambar 19) memperlihatkan bahwa pasien memiliki 29 supernumerary teeth (Tabel 1) dan empat buah gigi desidui (satu pada maksila dan tiga pada mandibula). Cetakan diagnostik diartikulasikan sesuai dengan dimensi vertikal oklusal yang diinginkan agar teknisi laboratorium dapat membuat protesa sementara.

Ekstraksi gigi

Anestesi umum, propofol sebagai agen induksi diikuti dengan isofluorane untuk mempertahankan anestesi diberikan oleh seorang ahli anestesi menggunakan nasal intubasi. Kemudian diikuti dengan anestesi lokal, 18 ml Marcaine 0,5 % dengan epinefrin 1:200.000. Seluruh gigi pasien diekstraksi. Kuret digunakan untuk


(48)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

membuang jaringan lunak pembungkus supernumerary teeth yang impaksi pada posisi yang cukup dalam (Gambar 20a). Setelah diekstraksi, alveoloplasti dilakukan untuk mengambil tulang, kemudian dipindahkan kembali ke bagian tulang yang mengalami kerusakan (Gambar 20b). Tulang yang dicangkok/dipindahkan dicampur dengan larutan tetrasiklin dan disusun dengan longgar. Penutupan flep yang primer menghasilkan penutupan secara biologis yang segera terjadi sebelum pelapisan protesa lepasan sementara. Pasien kembali untuk membuang benang jahitan dan setiap bulan datang untuk melapisi protesa sementara menggunakan bahan penguat protesa sementara (Visco-Gel).

Gambar 19. Gambaran radiografi panoramik memperlihatkan sejumlah


(49)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

TABEL 1. LOKASI SUPERNUMERARY TEETH27

Regio Jumlah Gigi Maksila Kanan Molar ketiga Molar kedua Premolar kedua Premolar pertama Kaninus Insisivus lateral Kiri Kaninus Premolar pertama Premolar kedua Premolar ketiga 2 1 1 1 2 1 2 2 1 1 Mandibula Kiri Molar ketiga Molar kedua Premolar kedua Premolar pertama Kaninus Insisivus lateral Insisivus sentral Kanan Insisivus sentral Insisivus lateral Kaninus Premolar pertama Premolar kedua Molar pertama Molar kedua Molar ketiga 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1


(50)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b

Gambar 20. Tindakan bedah untuk membuang gigi permanen dan supernumerary teeth; a.

Supernumerary teeth pada maksila dilapisi kapsul/pembungkus, b. Rongga yang besar

pada tulang alveolar setelah ekstraksi27

Penempatan implan pada mandibula

Tiga bulan setelah ekstraksi, pasien datang untuk penempatan dental implan. Anestesi umum diberikan oleh seorang ahli anestesi menggunakan nasal intubasi, diikuti dengan pemberian anestesi lokal, menggunakan obat yang sama digunakan sewaktu ekstraksi gigi. Pada lengkung mandibula, insisi pada puncak alveolar dengan diseksi dan elevasi flep dibuat bilateral dari molar kedua hingga molar kedua. Enam buah implan berukuran 3,75 × 13 mm (Brånemark TiUnite Mk III) ditempatkan pada regio premolar pertama kiri, kaninus kiri, insisivus sentral kiri, insisivus sentral kanan, insisivus lateral kanan, dan kaninus kanan. Seluruh implan mandibula segera diberi abutment dan protesa cekat resin akrilik (Gambar 21a dan b).


(51)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b

Gambar 21. Protesa Sementara; a. Pandangan oklusal protesa sementara mandibula,

b. Protesa sementara pada mandibula dan protesa transitional komplit

pada maksila27

Penempatan implan pada maksila

Segera setelah penempatan implan pada mandibula, sepuluh buah implan ditempatkan pada maksila pada tahap kedua protokol Brånemark. Lima buah implan berukuran 4 × 15 mm ditempatkan pada regio molar ketiga kanan, molar pertama kanan, insisivus sentral kanan, molar kedua kiri, molar ketiga kiri, dan lima buah implan berukuran 4 × 13 mm ditempatkan pada region kaninus kanan, insisivus lateral kanan, insisivus sentral kiri, kaninus kiri, premolar pertama kiri (Brånemark TiUnite Mk IV). Penutupan primer dibuat menggunakan benang Vicryl. Protesa sementara pada maksila dilapisi dan di tempatkan sepuluh hari setelah bedah implan.

Perawatan pasca bedah

Setelah pembedahan, pasien diberikan instruksi pasca bedah, terapi dingin, obat-obatan standar (obat anti inflamasi, steroid untuk mengontrol pembengkakan, antibiotik dan pembersih mulut Chlorheksidin) dan membatasi diet, termasuk diet lunak selama 8 minggu.


(52)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Protesa defenitif untuk mandibula

Tiga bulan setelah pembedahan dan prosedur restorative untuk lengkung mandibula, pasien datang kembali untuk pembuatan protesa defenitif pada lengkung mandibula. Pencatatan interoklusal dibuat menggunakan pencatat gigitan vinyl polysiloxane (Regisil). Cetakan akhir dibuat menggunakan protesa cekat pada mandibula sebagai sarana cetakan. Bahan cetak yang terbuat dari vinyl polysiloxane yang tebal (Reprosil) dimasukkan ke bawah protesa menggunakan syringe, dan cetakan dibuat. Cetakan utama dibuat dengan menempatkan abutment analog modifikasi cetakan dengan koping diantara protesa cekat. Menurut Petropoulus VC et al, penggunaan protesa cekat yang ditempatkan segera sebagai sarana cetakan akan menghasilkan cetakan utama yang sangat akurat. Protesa maksila diduplikasikan menggunakan bahan cetak alginate. Catatan interoklusal dan restorasi sementara digunakan untuk mengartikulasikan cetakan edentulous maksila terhadap cetakan utama mandibula. Laboratorium kemudian mulai membuat protesa mandibula defenitif yang diperkuat dengan metal.

Pasien mencoba untuk memeriksa fungsi dan estetik sebagaimana yang tercatat pada rekaman dimensi vertikal oklusi. Kemudian protesa defenitif dikirim.

Pembuatan protesa sementara untuk maksila

Enam bulan setelah penempatan implan, implan pada maksila diamati. Seluruh implan bersatu pada tulang (osseointegrated) kecuali satu pada regio molar ketiga kanan yang dibungkus oleh jaringan fibrous. Implan ini dibuang. Abutment


(53)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

dipasang, dan radiografi panoramik diambil untuk memeriksa kesesuaian. Protesa resin akrilik sementara dibuat.

Protesa defentif untuk maksila

Cetakan akhir untuk protesa defentif dibuat menggunakan fast-setting plaster untuk memblok daerah undercut. Hubungan maksilo-mandibular direkam menggunakan Regisil pada dimensi vertikal oklusi yang ada.

Cetakan kerangka logam yang terbuat dari emas dicoba dalam dua minggu setelah cetakan akhir. Radiografi panoramik diambil untuk memeriksa kesesuaian. Cetakan seadanya dibuat menggunakan bahan cetak Reprosil bersama dengan rekaman interoklusal lainnya. Cetakan tersebut dituang di laboratorium dan diartikulasikan.

Protesa defenitif dibuat dari bahan porcelain dicampur dengan emas. Radiografi panoramik diambil untuk memeriksa kesesuaian. Oklusi disesuaikan agar seluruh kontak lengkap. Akses rongga ditutup menggunakan kapas dan bahan elastic light-curing (Fermit). Pasien sangat senang dengan hasil yang diperoleh (Gambar 22 a-c).


(54)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b

c

Gambar 22. Gambaran pasien setelah perawatan; a. Restorasi fused to gold pada maksila dan protesa kerangka emas pada mandibula, b. Penampilan lebih estetis setelah perawatan, c. Radiografi panoramik setelah perawatan27

5. 2. Kombinasi Tindakan Bedah dan Perawatan Ortodonti

Seorang pasien pria berkulit putih berusia 28 tahun menderita Cleidocranial dysostosis. Keluhan utamanya adalah kegagalan erupsi insisivus sentral permanen atas. Dia mengalami kesulitan saat makan, karena distribusi dan anomali erupsi gigi, estetis pada gigi, dan penampilan wajah. Riwayat keluarga tidak memperlihatkan


(55)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

tanda-tanda yang sama atau kelainan yang bersifat herediter pada anggota keluarga yang lain. Tidak ada keterkaitan darah orang tua..

Diagnosa didasarkan pada hipoplasia klavikula yang bilateral, adanya pembesaran tulang kranium, penonjolan pada daerah frontal, depresi pada regio suborbital, kelainan tulang nasal, kegagalan erupsi, dan multiple supernumerary teeth. Pasien memiliki postur tubuh yang pendek dan riwayat pertumbuhan yang lambat. Perkembangan kognitif sepenuhnya dalam batasan yang normal. Penemuan kraniofasial diantaranya keterlambatan penutupan fontanel dan sutura kranial, dan brachicephalic.

Pasien tersebut memiliki maloklusi Klas III skeletal dan pola wajah yang sesuai. Pemeriksaan intraoral memperlihatkan masa gigi bercampur, dengan oral hygiene yang buruk dan hubungan molar Klas III Angle. Pemeriksaan klinis menunjukkan kehilangan gigi permanen maksila dan mandibula. Pemeriksaan intraoral memperlihatkan banyak gigi impaksi yang tidak erupsi (Gambar 24 dan 25). Inspeksi rongga mulut memperlihatkan rumusan gigi geligi sebagai berikut :

7 6 V IV III II I I III IV V 6 7 7 6 5 4 III 2 1 1 2 III IV 5 6 7


(56)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b c

Gambar 23. Gambaran ekstraoral pasien sebelum perawatan; a. Pandangan frontal, b dan c. Pandangan lateral28


(57)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Gambaran panoramik memperlihatkan adanya gigi impaksi pada mandibula dan maksila, dan supernumerary teeth pada kedua regio. Analisa radiografi menunjukkan adanya enam supernumerary teeth, setengah pada maksila, dan setengah lainnya pada mandibula (Gambar 25).

Gambar 25. Radiografi panoramik memperlihatkan kondisi gigi geligi pasien28

Aspek kraniofasial dianalisa melalui radiografi lateral. Tanda-tanda sefalometri menegaskan adanya maloklusi skeletal. Sudut SNA 87.40, SNB 87.40, dan ANB 00. Sudut gonial atas adalah 44.70 dan bawah adalah 74.50 (Gambar 26 dan 27).

Oleh karena itu, pasien didiagnosa dengan prognasi mandibula disertai impaksi dan supernumerary teeth yang multipel secara kongenital. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menganalisa morfologi skeletal tulang tengkorak dan wajah, serta memeriksa perkembangan gigi geligi.


(58)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Gambar 26. Gambaran radiografi lateral28


(59)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Hasil

Perawatan ortodonti dimulai dengan tujuan berikut: melengkapi erupsi gigi geligi melalui tindakan bedah untuk meng-exposure gigi impaksi, mengkoreksi crossbite anterior, dan meningkatkan dimensi vertikal.

Rencana perawatan terdiri dari ekstraksi gigi desidui dan supernumerary teeth serta tindakan bedah untuk meng-exposure gigi permanen (Gambar 28). Setelah itu, untuk memulai terapi ortodonti, pilihan perawatan yang khusus adalah traksi ortodonti pada gigi yang impaksi menggunakan kekuatan unit penjangkar (Gambar 29).

Gambar 28. Gambaran setelah mengekstraksi gigi desidui dan supernumerary

teeth, serta melakukan tindakan

bedah untuk meng-exposure gigi permanen28


(60)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Gambar 29. Gambaran penjangkaran intra oral28

Traksi intraoral secara ortodonti diterapkan selama terapi untuk menuntun erupsi gigi ke posisi yang benar di dalam mulut (Gambar 30). Tahap perawatan ini berjalan lambat dan membutuhkan kerjasama yang baik dari pasien.

a b

c

Gambar 30. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intra oral dengan traksi ortodonti elastik28


(61)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Setelah semua gigi erupsi dan hubungan oklusal yang fungsional terbentuk, crossbite anterior masih tetap ada. Lingual crib diaplikasikan untuk mengembalikan fungsi normal lidah dan mengurangi crossbite dental (Gambar 31 a-c).

Untuk memperoleh posisi gigi yang benar digunakan traksi elastik intraoral yang digunakan pasien selama beberapa jam per hari (Gambar 32). Radiografi panoramik, lateral, dan radiografi posteroanterior memperlihatkan akhir dari perawatan (Gambar 33-35).

a b

c

Gambar 31. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intraoral selama penggunaan lingual crib28


(62)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b

c

Gambar 32. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intra oral selama penggunaan traksi ortodonti elastik28


(63)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Gambar 34. Radiografi lateral pada akhir perawatan ortodonti28

Gambar 35. Radiografi posteroanterior pada akhir perawatan ortodonti28


(64)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

Pada akhir perawatan ortodonti, erupsi insisivus atas tidak termineralisasi sempurna dan tidak dapat diterima secara estetis (Gambar 36 a dan b). Oleh karena itu, perawatan prostetik pada ke enam insisivus atas dilakukan atas motivasi estetis (Gambar 37). Tahap akhir pada perawatan ortodonti adalah mempertahankan hubungan oklusal. Setelah terapi aktif, pasien menggunakan positioner selama satu tahun. Pada awal pemakaian dilakukan selama beberapa jam perhari dan setiap malam, dan selanjutnya hanya dipakai pada malam hari (Gambar 38a-c).

a b

Gambar 36. Post perawatan ortodonti, a. Gambaran pasien saat tersenyum, dan

b. Kondisi gigi anterior pasien pada akhir perawatan ortodonti28

a b c

Gambar 37. Post perawatan prostetik, a dan c. Pandangan lateral intra oral, dan c. pandangan frontal intraoral28


(65)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b c

Gambar 38. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intraoral selama penggunaan positioner28

Setelah satu tahun perawatan ortodonti berakhir, dilakukan pemeriksaan oklusi fungsional dan kondisi estetik (Gambar 39 dan 40).

a b c


(66)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

a b

c

Gambar 40. Pandangan lateral (a dan c) dan frontal (b) intraoral setelah satu tahun perawatan ortodonti28


(67)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Cleidocranial dysostosis adalah suatu sindroma kelainan tulang yang jarang terjadi, disebabkan oleh mutasi gen CBFA1/RUNX2 pada kromosom 6p21. Mutasi gen ini dapat diturunkan melalui gen autosomal dominan dan dapat terjadi secara spontan.

Cleidocranial dysostosis biasanya ditandai dengan aplasia atau hipoplasia klavikula, baik unilateral maupun bilateral yang mengakibatkan hipermobiliti bahu. Penderita ini juga memiliki beberapa karakteristik yang khas, diantaranya postur tubuh yang relatif lebih pendek, adanya fontal, parietal, dan occipital bossing, jembatan hidung yang lebar dan datar, serta hipoplasia wajah bagian tengah. Selain itu, penderita Cleidocranial dysostosis juga memiliki karakteristik anomali ortodonti, antara lain hubungan rahang yang relatif Klas III pada usia dewasa, palatum yang tinggi dan sempit, serta adanya gangguan pertumbuhan gigi geligi seperti persistensi gigi desidui, keterlambatan atau kegagalan erupsi gigi permanen, dan perkembangan supernumerary teeth.

Untuk menangani anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter gigi. Diantaranya dengan tindakan bedah, kombinasi tindakan bedah dan pemakaian protesa, serta kombinasi tindakan bedah dan perawatan ortodonti.


(68)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

SARAN

Diagnosa dan perawatan Cleidocranial dysostosis sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya anomali ortodonti yang lebih berat.

Anomali yang dijumpai pada penderita Cleidocranial dysostosis sangat kompleks. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang baik dari beberapa disiplin ilmu seperti bedah mulut, prostodontik, dan ortodontik sehingga diperoleh hasil perawatan yang optimal.


(69)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schuurs AHB, Moorer WR, Prahl-Andersen B, Thoden van Velsen SK, Visser JB. Patologi gigi-geligi: kelainan-kelainan jaringan keras gigi. Alih bahasa: Sutatmi Suryo Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992: 280-8.

2. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial pathology. 2nd ed. Philadelphia: Saunders, 2002: 537-9.

3. Tanaka JLO, Ono E, Filho EM, Castilho JCM, Moraes LC, Moraes MEL. Cleidocranial dysplasia: importance of radiographic images in diagnosis of the conditions. J Oral Sci 2006; 48(3): 161-6.

4. Vojvodić D, Komar D, Žabarović D. Prosthetic Rehabilitation of a patient with Cleidocranial dysostosis: a clinical report. Acta Stomatol Croat 2007; 41(3): 273-8.

5. Silva C, DiRienzo S, Serman N. Cleidocranial dysostosis: a case report. Col Dent Rev 1997; 2: 26.

6. Manjunath K, Kavitha B, Saraswathi TR, Sivapathasundharam B, Manikhandan R. Cementum analysis in Cleidocranial dysostosis. Indian J Dent Res 2008; 19(3): 253-6.

7. Children’s craniofacial association. Cleidocranial dysplasia. 20 July 2004.

8. Golan I, Baumert U, Hrala BP, Müßig D. Dentomaxillofacial variability of Cleidocranial dysplasia: clinicoradiological presentation and systematic review. Dentomaxillofacial radiology 2003; 32: 347-354.


(70)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

9. Mendoza-Londono R, Lee B. Cleidocranial dysplasia. January 6 2006. <www.genetest.org>(20 November 2008).

10.Kolokhita OG, Papadopoulou AK. Cleidocranial dysplasia: etiology, clinical characteristic, diagnostic information and treatment approach. Hell Orthod Rev 2008; 11: 21-33.

11.López BSG, Solalinde CO, Ito TK, Carillo EL, Solalinde EO. Cleidocranial dysplasia: report of a family. J Oral Sci 2004; 46(4): 259-66.

12.Counts AL, Rohrer MD, Prasad H, Bolen P. An assessment of root cementum in Cleidocranial dysplasia. Angle Orthod 2001; 71(4): 293-8.

13.Hemalatha R, Balasubramaniam MR. Cleidocranial dysplasia: a case report. J Indian Soc Pedod Prevent Dent 2008; 26(1): 40-3.

14.Philip Sapp J, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. St. Louis: Mosby,2004: 37-8.

15.Prabhu SR, Wilson DF, Daftary DK, Johnson NW. Oral disease in the tropics. Oxford: Oxford University Press, 1992: 535-6.

16.Wiedemann HR, Grosse KR, Dibbern H. An atlas of characteristic syndromes a visual aid to diagnosis. Trans: Mary F. Passarge Aylesbury: Wolfe Medical Publications Ltd., 1985: 22-3.

17.Ishii K, Nielsen IL, Vargervik K. Characteristics of Jaw Growth in Cleidocranial dysplasia. Cleft Palate-Craniofacial J 1998; 35(2): 161-6.

18.McNamara CM, O’Riordan BC, Blake M, Sandy JR. Cleidocranial dysplasia: radiological appearances on dental panoramic radiography. Dentomaxillofacial Radiology 1999; 28: 89-97.


(71)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

19.Suba Z, Balaton G, Gyulai-Gaàl S, Balaton P, Barabàs J, Tarjàn I. Cleidocranial dysplasia:diagnostic criteria and combined treatment. J Cranifac Surg 2005; 16(6): 1122-6. Abstrak

20.Daskalogiannakis J, Piedade L, Lindholm TC, Sàndor GKB, Carmichael RP. Cleidocranial dysplasia: 2 generations of management. J Can Dent Assoc 2006; 72(4): 337-42.

21.Tan S, Papandrikos A, Troutman KC. Dental management of Cleidocranial dysostosis: a case report. Columbia Dental Review 2000; 5: 8-10.

22.Angle AD, Rebellato J. Dental team management for a patient with Cleidocranial dysostosis. Am J Orthod Dentofac Orthop 2005; 128: 110-7.

23.Proffit WR, Fields HW, Ackerman JL, Sinclair PM, Thomas PM, Tulloch JFC. Contemporary orthodontics. 2nd ed. St. Louis: Mosby-Year Book, 1993: 70-1,112-3.

24.Jensen BL, Kreiborg S. Dental Treatment strategies in Cleidocranial dysplasia. Br Dent J 1992; 172: 243-7.

25.Becker A, Lustmann J, Shteyer A. Cleidocranial dysplasia: Part 1-General Principles of the Orthodontic and Surgical treatment modality. Am J Orthod Dentofac Orthop 1997; 111: 28-33.

26.Becker A, Shteyer, Bimstein E, A Lustmann J. Part 2-Treatment protocol forl the Orthodontic and Surgical treatment modality. Am J Orthod Dentofac Orthop 1997; 111: 173-83.


(72)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

27.Petropoulos VC, Balshi TJ, Balshi SF, Wolfinger GJ. Treatment of a patient with Cleidocranial dysplasia using osseointegrated implants: a patient report. Int J Oral Maxillofac Implants 2004; 19: 282-7.

28.Farronato G, Maspero C, Farronato D, Gioventù S. Orthodontic treatment in a patient with Cleidocranial dysostosis. Angle Orthod 2009;79:178-85.


(1)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Cleidocranial dysostosis adalah suatu sindroma kelainan tulang yang jarang terjadi, disebabkan oleh mutasi gen CBFA1/RUNX2 pada kromosom 6p21. Mutasi gen ini dapat diturunkan melalui gen autosomal dominan dan dapat terjadi secara spontan.

Cleidocranial dysostosis biasanya ditandai dengan aplasia atau hipoplasia klavikula, baik unilateral maupun bilateral yang mengakibatkan hipermobiliti bahu. Penderita ini juga memiliki beberapa karakteristik yang khas, diantaranya postur tubuh yang relatif lebih pendek, adanya fontal, parietal, dan occipital bossing, jembatan hidung yang lebar dan datar, serta hipoplasia wajah bagian tengah. Selain itu, penderita Cleidocranial dysostosis juga memiliki karakteristik anomali ortodonti, antara lain hubungan rahang yang relatif Klas III pada usia dewasa, palatum yang tinggi dan sempit, serta adanya gangguan pertumbuhan gigi geligi seperti persistensi gigi desidui, keterlambatan atau kegagalan erupsi gigi permanen, dan perkembangan supernumerary teeth.

Untuk menangani anomali ortodonti pada penderita Cleidocranial dysostosis, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter gigi. Diantaranya dengan tindakan bedah, kombinasi tindakan bedah dan pemakaian protesa, serta kombinasi tindakan bedah dan perawatan ortodonti.


(2)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

SARAN

Diagnosa dan perawatan Cleidocranial dysostosis sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya anomali ortodonti yang lebih berat.

Anomali yang dijumpai pada penderita Cleidocranial dysostosis sangat kompleks. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang baik dari beberapa disiplin ilmu seperti bedah mulut, prostodontik, dan ortodontik sehingga diperoleh hasil perawatan yang optimal.


(3)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schuurs AHB, Moorer WR, Prahl-Andersen B, Thoden van Velsen SK, Visser JB. Patologi gigi-geligi: kelainan-kelainan jaringan keras gigi. Alih bahasa: Sutatmi Suryo Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992: 280-8.

2. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial pathology. 2nd ed. Philadelphia: Saunders, 2002: 537-9.

3. Tanaka JLO, Ono E, Filho EM, Castilho JCM, Moraes LC, Moraes MEL. Cleidocranial dysplasia: importance of radiographic images in diagnosis of the conditions. J Oral Sci 2006; 48(3): 161-6.

4. Vojvodić D, Komar D, Žabarović D. Prosthetic Rehabilitation of a patient with Cleidocranial dysostosis: a clinical report. Acta Stomatol Croat 2007; 41(3): 273-8.

5. Silva C, DiRienzo S, Serman N. Cleidocranial dysostosis: a case report. Col Dent Rev 1997; 2: 26.

6. Manjunath K, Kavitha B, Saraswathi TR, Sivapathasundharam B, Manikhandan R. Cementum analysis in Cleidocranial dysostosis. Indian J Dent Res 2008; 19(3): 253-6.

7. Children’s craniofacial association. Cleidocranial dysplasia. 20 July 2004.

8. Golan I, Baumert U, Hrala BP, Müßig D. Dentomaxillofacial variability of Cleidocranial dysplasia: clinicoradiological presentation and systematic review. Dentomaxillofacial radiology 2003; 32: 347-354.


(4)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

9. Mendoza-Londono R, Lee B. Cleidocranial dysplasia. January 6 2006. <www.genetest.org>(20 November 2008).

10. Kolokhita OG, Papadopoulou AK. Cleidocranial dysplasia: etiology, clinical characteristic, diagnostic information and treatment approach. Hell Orthod Rev 2008; 11: 21-33.

11. López BSG, Solalinde CO, Ito TK, Carillo EL, Solalinde EO. Cleidocranial dysplasia: report of a family. J Oral Sci 2004; 46(4): 259-66.

12. Counts AL, Rohrer MD, Prasad H, Bolen P. An assessment of root cementum in Cleidocranial dysplasia. Angle Orthod 2001; 71(4): 293-8.

13. Hemalatha R, Balasubramaniam MR. Cleidocranial dysplasia: a case report. J Indian Soc Pedod Prevent Dent 2008; 26(1): 40-3.

14. Philip Sapp J, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. St. Louis: Mosby,2004: 37-8.

15. Prabhu SR, Wilson DF, Daftary DK, Johnson NW. Oral disease in the tropics. Oxford: Oxford University Press, 1992: 535-6.

16. Wiedemann HR, Grosse KR, Dibbern H. An atlas of characteristic syndromes a visual aid to diagnosis. Trans: Mary F. Passarge Aylesbury: Wolfe Medical Publications Ltd., 1985: 22-3.

17. Ishii K, Nielsen IL, Vargervik K. Characteristics of Jaw Growth in Cleidocranial dysplasia. Cleft Palate-Craniofacial J 1998; 35(2): 161-6.

18. McNamara CM, O’Riordan BC, Blake M, Sandy JR. Cleidocranial dysplasia: radiological appearances on dental panoramic radiography. Dentomaxillofacial Radiology 1999; 28: 89-97.


(5)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

19. Suba Z, Balaton G, Gyulai-Gaàl S, Balaton P, Barabàs J, Tarjàn I. Cleidocranial dysplasia:diagnostic criteria and combined treatment. J Cranifac Surg 2005; 16(6): 1122-6. Abstrak

20. Daskalogiannakis J, Piedade L, Lindholm TC, Sàndor GKB, Carmichael RP. Cleidocranial dysplasia: 2 generations of management. J Can Dent Assoc 2006; 72(4): 337-42.

21. Tan S, Papandrikos A, Troutman KC. Dental management of Cleidocranial dysostosis: a case report. Columbia Dental Review 2000; 5: 8-10.

22. Angle AD, Rebellato J. Dental team management for a patient with Cleidocranial dysostosis. Am J Orthod Dentofac Orthop 2005; 128: 110-7.

23. Proffit WR, Fields HW, Ackerman JL, Sinclair PM, Thomas PM, Tulloch JFC. Contemporary orthodontics. 2nd ed. St. Louis: Mosby-Year Book, 1993: 70-1,112-3.

24. Jensen BL, Kreiborg S. Dental Treatment strategies in Cleidocranial dysplasia. Br Dent J 1992; 172: 243-7.

25. Becker A, Lustmann J, Shteyer A. Cleidocranial dysplasia: Part 1-General Principles of the Orthodontic and Surgical treatment modality. Am J Orthod Dentofac Orthop 1997; 111: 28-33.

26. Becker A, Shteyer, Bimstein E, A Lustmann J. Part 2-Treatment protocol forl the Orthodontic and Surgical treatment modality. Am J Orthod Dentofac Orthop 1997; 111: 173-83.


(6)

Dian Purwaningrum : Karakteristik Dan Perawatan Anomali Ortodonti Pada Penderita Cleidocranial Dysostosis, 2009.

27. Petropoulos VC, Balshi TJ, Balshi SF, Wolfinger GJ. Treatment of a patient with Cleidocranial dysplasia using osseointegrated implants: a patient report. Int J Oral Maxillofac Implants 2004; 19: 282-7.

28. Farronato G, Maspero C, Farronato D, Gioventù S. Orthodontic treatment in a patient with Cleidocranial dysostosis. Angle Orthod 2009;79:178-85.