e. Cara melakukan tindak pidana; f. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana;
g. Riwayat hidup dan keadaan sosial dan ekonomi pembuat tindak pidana; h. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana;
i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; j. Pemaafan dari korban atau keluarganya;
k. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan. Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 pada Pasal 25 ayat 1 serta menentukan
salah satu tentang kewenangan hakim, yaitu, “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula Pasal tertentu dari
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.
Seperti tindakan kejahatan lainnya, maka pada umumnya
untuk dapat
membuktikan pelaku di persidangan. Hakim tersebut memerlukan syarat-syarat tertentu, agar si pelaku dapat diadili sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
yaitu seperti terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP Pasal 183.
2. Konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang
berkaitan dengan istilah Soejono Soekanto, 1986 : 2. Agar dapat memberikan kejelasan yang mudah untuk dipahami, maka akan dijabarkan beberapa pengertian
mengenai istilah yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, yaitu:
a. Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada
orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu. b.
Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut. Moeljatno, 1987 : 54 c.
Pertanggungjawaban pidana ialah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan
pidana atau tindak pidana. Roeslan Saleh, 1983 :75. d.
Kesengajaan adalah menghendaki dan mengetahui KUHP e.
Militer adalah orang yang dididik, dilatih dan dipersiapkan untuk bertempur. Sjarif Amiroeddin, 1996:3
f. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk mengadili KUHAP Pasal 1 ayat 8.
E. Sistematika Penulisan
Memudahkan memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka sistematika penulisan disusun sebaga berikut :
I. PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bagian yang memuat latar belakang masalah, kemudian permasalahan dan ruang lingkup, selanjutnya juga memuat tujuan
dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual sebagai acuan dalam membahas skripsi ini, serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini berisikan uraian tentang dasar teori yang mendukung dalam pembahasan yang terdiri dari pengertian Bagaimana pertanggungjawaban
pidana anggota militer dalam perkara tindak pidana kesusilaan studi putusan nomor: 215-KPM II-08ADVIII2010, dan apakah yang menjadi
dasar pertimbangan hakim Peradilan Militer dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap anggota militer dalam perkara tindak pidana kesusilaan
studi putusan nomor: 215-KPM II-08ADVIII2010.
III. METODE PENELITIAN
Bagian ini merupakan bagian yang menguraikan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pendekatan masalah, sumber data, jenis data,
cara pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bagian ini merupakan pembahasan terhadap permasalahan yang dirumuskan, yaitu Bagaimana pertanggungjawaban pidana anggota militer dalam perkara
tindak pidana
kesusilaan studi
putusan nomor:
215-KPM II-
08ADVIII2010, dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim Peradilan Militer dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap anggota militer
dalam perkara tindak pidana kesusilaan studi putusan nomor: 215-KPM II- 08ADVIII2010.
V. PENUTUP Penutup adalah bagian akhir dari skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan dan
saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertanggungjawaban Pidana
1. Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan
teorekenbaardheid atau
criminal responsibility yang menjurus kepada
pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang
terjadi atau tidak.
Dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dilihat
dari sudut
terjadinya tindakan
yang dilarang,
seseorang akan
dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan
hukum untuk pidana yang dilakukannya. dan dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggungjawab yang
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas pertanggungjawaban pidana, oleh sebab itu
dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang