Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kabupaten Langkat (Studi Putusan Pn No.197/Pid.B/2011/Pn.Stb, Pt No.431/Pid/2011/Pt.Mdn, Ma-Ri No.579k/Pid/2012)

(1)

PT No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI No.579K/Pid/2012)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat - syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

110200328

APRINI REHULINA TARIGAN

Departemen Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PT No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI No.579K/Pid/2012)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat - syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Oleh :

110200328

APRINI REHULINA TARIGAN

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP: 195703261986011001 Dr. M.Hamdan, S.H., MH

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Syafruddin Kalo,S.H.,M.Hum. NIP 195102061980021001 NIP : 196110241989032002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasihnya penulis diberikan kesehatan dan kesempatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis dalam penyelesaian studi di Fakultas Hukum USU Medan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Judul skripsi ini adalah : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT (Studi Putusan PN.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI No.579K/Pid/2012)

Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan, pengetahuan, wawasan, serta bahan literatur yang penulis dapatkan. Oleh karena itu penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk semakin menambah wawasan dan ilmu penulis.

Dalam penyusunan skipsi ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.


(4)

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tekah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini maupun kepada semua pihak yang menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.H., D.F.M, selaku Wakil Dekan

II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. H. OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III

Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr .M. Hamdan, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan perhatian serta memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Prof.Dr.Syafruddin Kalo,S.H.,M.Hum., selaku Dosen


(5)

bimbngan, arahan dan perhatian serta memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini.

8. Ibu Rafiqoh Lubis,SH,M.Hum.,selaku Dosen Penasihat Akademik

yang telah banyak membantu dalam pengurusan perkuliahan selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu serta mendidik dan membimbing Penulis selama mengikuti perkuliahan sampai Penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan baik, serta Bapak/Ibu Staf Administrasi ( Pegawai Tata Usaha) yang telah banyak membantu dan memberikan pelayanan terbaiknya sehingga Penulis dapat menyelesaikan urusan-urusan administrasi dengan baik.

10. Untuk kedua orang tuaku Bapak tercinta Alm.Pembantu Tarigan dan

Mama Juniar Perangin-angin, skrpsi ini ku persembahkan kepada kedua orangtuaku karena dalam keikhlasan, ketulusan serta pengorbanannya telah memberikan semangat, dorongan, cinta, dan semua hal yang dibutuhkan dalam menjalani hari-hari dalam pencapaian cita-cita anaknya.

11. Tersayang, buat kakak-kakakku, Fenny Monika Tarigan, S.T, Henny

Meita Tarigan, S.P, dan buat abangku Kurnia Banta Tarigan, S.T, Indra Budi Tarigan, Amd dan Surya Baskita Tarigan, S.P yang banyak


(6)

membantu memberi semangat, motivasi dan membiayai dalam perkuliahanku

12. Tersayang, buat sahabat specialku Marshal Tota Utama Sianturi telah

menemaniku, memberi semangat dan arahan dalam proses pembuatan skripsi

13. Tersayang, buat kakak Cecilia Natalenta Depari dan Maretha Hera

Frisca Buki telah memeberi waktu untuk menemani dan mengantarkan ke Pengadilan Negeri Stabat dan ibu Anna Ginting pegawai Pengadilan Negeri Stabat telah memberikan waktu dan tenaga untuk mencari berkas putusan yang dituju, dengan ikhlas memberi putusan secara lengkap.

14. Teman- teman kelompok Klinis ( Stella, Herman, Arif, Roni Danilers,

Suenta, Yenny,Holy,Frimanda, Herry, Fenny, dan kawan-kawan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang bersama-sama menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas dukungan serta masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.

15. Teman-teman satu kelompok kecilku KMK Elora” kakak santi, sabrina,

yanti, roulinta, gracia, nita yang turut membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

16. Teman-Teman satu organisasi, PERMAHI, KMK, IMKA, LINTAS

ALMAMATER,dan KLINIK HUKUM .

17. Teman-teman Ikatan Mahasiswa Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara “IMADANA USU” Stambuk 2011 yang turut membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan untuk kita semua.

Medan, Mei 2015 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Perumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...8

D. Manfaat Penelitian ...9

E. Keaslian Penulisan ...10

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ...11

2. Tindak Pidana Pemalsuan Dalam KUHP a. Definisi Tindak Pidana Pemalsuan ...17

b. Macam – Macam Tindak Pidana Pemalsuan ...21

3. Ringkasan Putusan PN Stabat(No.197/Pid.B/2011), Putusan PT(No.431/Pid/2011), Putusan MA(No.579K/Pid/2012) ...23

G. Metode Penelitian ...28

H. Sistematika Penulisan Skripsi ...31 BAB II : PENGATURAN SISTEM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA

DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

A. Pengaturan Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Dalam Hukum Positif Indonesia


(9)

1. Pengertian Ijazah Palsu ...32 2. Jenis-Jenis Ijazah Palsu ...34 3. Unsur-unsur Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Dalam Putusan PN

REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012 ...36

4. Pengaturan Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Dalam Hukum Positif Indonesia

a. Ketentuan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)...39 b. Ketentuan Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas...42 B. Ruang Lingkup Pembuktian ...45

C. Sistem Pembuktian Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah (Studi Putusan,PN.REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb,PT.REG.No.431/Pid/ 2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012)...63

BAB III : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU

(Studi Putusan PN.REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG.No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG.No.579K/Pid/2012)

A. Unsur-unsur Pertanggungjawaban Pidana ...77

B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Pemalsuan Ijazah

Kepala Desa Kabupaten Langkat ...93 BAB IV : ANALISIS YURIDIS DASAR-DASAR PERTIMBANGAN


(10)

(Studi Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, dan MA-RI REG. No.579K/Pid/2012)

A. Kasus Posisi

1. Kronologis ...99

2. Surat Dakwaan ...101

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ...104

4. Amar Putusan Tingkat Pengadilan Negeri Stabat (Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb) ...105

5. Amar Putusan Tingkat Pengadilan Tinggi Medan(Putusan PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn) ...107

6. Amar Putusan Tingkat Mahkamah Agung RI(Putusan MA-RI REG. No.579K/Pid/2012) ...116

B. Analisis Yuridis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Pelaku Pengguna Ijazah(Studi Putusan PNREG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb,PTREG.No.431/Pid/2011/PT. Mdn, MA-RI REG.No.579K/Pid/2012) ...123

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ...132

B. Saran ...143

DAFTAR PUSTAKA ...144


(11)

ABSTRAK Syafruddin Kalo *

Liza Erwina ** Aprini Rehulina Tarigan ***

Diharapkan hakim harus betul-betul memperhatikan dan mempertimbangkan putusannya apakah putusan tersebut sudah sangat adil bagi semua pihak dengan putusan yang ditetapkan, kemudian tak lupa mempertimbangkan unsur yuridis. Apabila jika memenuhi keseluruhan unsur-unsur pidana yang didakwakan dan dapat dipertanggung jawabkan pidana maka dapat dipidana, sedangkan jika pelaku tidak memenuhi salah satu unsur mengenai pertanggungjawaban pidana, maka tidak dapat dipidana mengacu pada fakta-fakta Skripsi ini berbicara mengenai pertanggungjawaban terhadap pengguna ijzah palsu dalam pemilihan Kepala Desa Kabupaten Langkat (Studi Putusan PN No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PTNo.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RINo.579K/Pid/2012). Untuk mendapatkan seorang Kepala Desa yang diharapkan dapat membawa kepada Pemerintahan Desa yang baik tentunya harus melalui proses yang demokratis yang diwujudkan dengan cara pemilihan Kepala Desa, sebelum melakukan proses pemilihan tersebut tentunya harus melalui tahap penyeleksian bakal calon Kepala Desa yang baik, bersih, dan terbuka agar calon kandidat kepala desa yang akan dipilih melalui proses pilkades merupakan calon-calon yang nantinya jika terpilih dapat membawa pemerintahan desa kearah yang

lebih baik. Atas perbuatan terdakwa terpenuhinya unsur rumusan delik Pasal 263

ayat (2) KUHP “dengan sengaja memakai surat palsu” serta terdakwa dapat

bertanggungjawab dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan, karena terdakwa terbukti bersalah maka harus dijatuhi pidana setimpal dengan perbuatannya, dan didalam persidangan tidak di jumpai hal-hal yang menghapus sifat melawan hukum dari tindak pidana terdakwa

Adapun masalah yang timbul yaitu pengaturan sistem pembuktian tindak pidana dalam hukum positif Indonesia terkait, pertanggungjawaban pidana terhadap pengguna ijazah palsu, dasar-dasar pertimbangan hakim dalam putusan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisa yuridis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur dan berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu. penelitian hukum normative yaitu menggunakan berbagai data sekunder seperti yakni buku-buku, keputusan pengadilan, teori hukum, pendapat sarjana, peraturan perundang–undangan, jurnal-jurnal hukum, artikel, karya tulis yang dimuat di media massa yang berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu..

*

Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

**

Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***


(12)

dalam persidangan sehingga putusannya berkualitas. Hakim harus mencari kebenaran materiil dalam pembuktian pidana.


(13)

ABSTRAK Syafruddin Kalo *

Liza Erwina ** Aprini Rehulina Tarigan ***

Diharapkan hakim harus betul-betul memperhatikan dan mempertimbangkan putusannya apakah putusan tersebut sudah sangat adil bagi semua pihak dengan putusan yang ditetapkan, kemudian tak lupa mempertimbangkan unsur yuridis. Apabila jika memenuhi keseluruhan unsur-unsur pidana yang didakwakan dan dapat dipertanggung jawabkan pidana maka dapat dipidana, sedangkan jika pelaku tidak memenuhi salah satu unsur mengenai pertanggungjawaban pidana, maka tidak dapat dipidana mengacu pada fakta-fakta Skripsi ini berbicara mengenai pertanggungjawaban terhadap pengguna ijzah palsu dalam pemilihan Kepala Desa Kabupaten Langkat (Studi Putusan PN No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PTNo.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RINo.579K/Pid/2012). Untuk mendapatkan seorang Kepala Desa yang diharapkan dapat membawa kepada Pemerintahan Desa yang baik tentunya harus melalui proses yang demokratis yang diwujudkan dengan cara pemilihan Kepala Desa, sebelum melakukan proses pemilihan tersebut tentunya harus melalui tahap penyeleksian bakal calon Kepala Desa yang baik, bersih, dan terbuka agar calon kandidat kepala desa yang akan dipilih melalui proses pilkades merupakan calon-calon yang nantinya jika terpilih dapat membawa pemerintahan desa kearah yang

lebih baik. Atas perbuatan terdakwa terpenuhinya unsur rumusan delik Pasal 263

ayat (2) KUHP “dengan sengaja memakai surat palsu” serta terdakwa dapat

bertanggungjawab dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan, karena terdakwa terbukti bersalah maka harus dijatuhi pidana setimpal dengan perbuatannya, dan didalam persidangan tidak di jumpai hal-hal yang menghapus sifat melawan hukum dari tindak pidana terdakwa

Adapun masalah yang timbul yaitu pengaturan sistem pembuktian tindak pidana dalam hukum positif Indonesia terkait, pertanggungjawaban pidana terhadap pengguna ijazah palsu, dasar-dasar pertimbangan hakim dalam putusan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisa yuridis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur dan berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu. penelitian hukum normative yaitu menggunakan berbagai data sekunder seperti yakni buku-buku, keputusan pengadilan, teori hukum, pendapat sarjana, peraturan perundang–undangan, jurnal-jurnal hukum, artikel, karya tulis yang dimuat di media massa yang berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu..

*

Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

**

Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***


(14)

dalam persidangan sehingga putusannya berkualitas. Hakim harus mencari kebenaran materiil dalam pembuktian pidana.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Desa adalah Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat kepala desa sebagai unsur

penyelenggara Pemerintah Desa.2 Penjabat kepala desa berasal dari Pegawai

Negeri Sipil di lingkungan pemerintahan daerah kabupaten/kota3

Untuk mendapatkan seorang Kepala Desa yang diharapkan dapat membawa kepada Pemerintahan Desa yang baik tentunya harus melalui proses yang demokratis yang diwujudkan dengan cara pemilihan Kepala Desa, sebelum melakukan proses pemilihan tersebut tentunya harus melalui tahap penyeleksian bakal calon Kepala Desa yang baik, bersih, dan terbuka agar calon kandidat kepala desa yang akan dipilih melalui proses pilkades merupakan calon-calon yang nantinya jika terpilih dapat membawa pemerintahan desa kearah yang lebih baik. Keluarnya Peraturan Pelaksanaan UU tentang Desa ini berdasarkan pertimbangan untuk melaksanakan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang

2

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia n No.43 tahun 2014 Tentang Peraturan pelaksana Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 1 ayat (1) dan (3)

3

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal( 40)


(16)

Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan Desa.

Sumber utama hukum pidana adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),yang terdiri dari 3 Buku. Buku I berisi mengenai aturan umum hukum pidana, Buku II mengenai tindak pidana kejahatan dan Buku III mengenai tindak pidana pelanggaran. Seperti apa yang diterangkan dalam Memorie van Toelichting(MvT), perbedaan dan pengelompokan tindak pidana menjadi

kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen) didasarkan pada

pemikiran bahwa :4

1. Pada kenyataannya dalam masyarakat ada sejumlah perbuatan-perbuatan

yang pada dasarnya sudah mengandung sifat terlarang(melawan hukum), yang karenanya pada pembuatnya patut dijatuhi pidana walaupun kadang-kadang perbuatan seperti itu tidak dinyatakan dalam UU.

2. Disamping itu ada perbuatan-perbuatan yang baru mempunyai sifat

terlarang dan kepada pembuatnya diancam dengan pidana setelah perbuatan itu dinyatakan dalam UU.(PAF Lamintang,1983:199-200).

Kenyataannya kejahatan berupa tindak pidana yang lebih berat dari pada pelanggaran. Teranglah bahwa bagi kejahatan pada dasarnya sifat terlarangnya atau tercela perbuatan itu adalah terletak pada masyarakat, sedangkan bagi pelanggaran karena dimuat dalam UU. Kejahatan-kejahatan yang dimuat dalam Buku II, digolongkan ke dalam bentuk-bentuk tertentu, yang pada pokoknya

4

Chazawi, Adami. 2001, Kejahatan Terhadap Pemalsuan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hal 3-5


(17)

didasarkan pada kepentingan hukum yang dilanggar/dibahayakan oleh perbuatan itu (Sotochid Kartanegara ).

Ijazah yang seharusnya diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi, bisa didapatkan atau digunakan oleh yang bukan peserta didik. Penggunaan ijzah palsu ini biasanya untuk memenuhi syarat rekruitmen dari suatu jabatan.

Ijazah merupakan suatu bukti bagi seseorang dan sebagai suatu syarat bagi seseorang untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi

Menurut Pasal 1 UU Sisdiknas, Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.5

5

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Bab XX Pasal (1)

Fungsi Pendidikan nasional itu sendiri yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) disatu sisi membawa hasil positif bagi perkembangan, namun pada sisi lain disalah gunakan oleh sebagian orang yang tidak beriktikat baik.


(18)

Mereka melakukan cara-cara yang tidak terpuji yang sepintas lalu tampaknya tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan. Apabila ilmu pengetahuan terus berkembang tanpa diimbangi dengan semangat kemanusiaan, maka akan berakibat pada akses-akses yang negatif. Akses-akses negatif dari suatu kemajuan ilmu pengetahuan yang baru disalah gunakan, dimana perwujudan dari suatu perbuatan itu merupakan salah satu dari berbagai macam tindak pidana yang menimbulkan gangguan ketentraman, ketenangan, bahkan sering kali mendatangkan kerugian baik materiil maupun immaterial yang cukup besar bagi masyarakat, bahkan kehidupan negara.

Macam tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat salah satunya adalah kejahatan pemalsuan, bahkan dewasa ini banyak sekali terjadi tindak pidana pemalsuan dengan berbagai macam bentuk dan perkembangannya yang menunjuk pada semakin tingginya tingkat intelektualitas dari kejahatan pemalsuan yang semakin kompleks. Kejahatan mengenai pemalsuan atau disingkat kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (objek), yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya

Kejahatan Pemalsuan Surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat dalam bentuk pokok (bentuk standar ) yang dimuat dalam Pasal 263, yang

merumuskan adalah sebagai berikut:6

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

6


(19)

diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal yang dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, dipidana jika pemakaian tersebut dapat menimbulakan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun”

(2) Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan dapat menimbulkan kerugian Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai Surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah jika pamakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.Wirjono Prodjodikoro mengatakan, tindak pidana ini oleh

Pasal 263 ayat (1) KUHP dinamakan (kualifikasi) “pemalsuan surat (Valsheid in

Geschriften)”. Dengan kualifikasi pada macam surat: Ke-1: surat yang dapat menerbitkan suatu hak, suatu perikatan atau pembebasan hutang, Ke-2: surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu kejadian.

Surat (grechrift) adalah suatu lembaran kertas yang diatasnya terdapat tulisan

yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung/berisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik, perinter komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara

apa pun. Membuat surat palsu (membuat palsu/valschelijk opmaaken sebuah

surat) adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.

Membuat surat palsu dapat berupa hal-hal berikut :7

7

Chazawi, Adami. 2001 , Op cit, hal 100

1. Membuat surat palsu yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran. Membuat surat palsu yang demikian disebut


(20)

2. Membuat surat palsu yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain si pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut

dengan pemalsuan materiil (materiele valschelijk). Palsunya surat atau tidak

benarnya surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat. Dari berbagai macam tindak pidana pemalsuan surat, salah satunya adalah tindak pidana pemalsuan ijazah atau gelar kesarjanaan.Orang yang menggunakannya juga dikenakan sanksi yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263 dan UU Sisdiknas

Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila si pelaku sanggup mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah penanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas "Tidak dipidana tanpa ada kesalahan" untuk menentukan apakah seorang pelaku tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai kesalahan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT (Studi Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, DAN MA-RI REG. No.579K/Pid/2012).


(21)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas,maka penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Sistem Pembuktian Tindak Pidana Dalam Hukum

Positif Indonesia terkait dalam kasus Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG.No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012 ?

2. Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu

Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG.No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012) ?

3. Bagaimana analisis Yuridis Dasar-Dasar Pertimbangan Hakim (Studi

Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012) ?


(22)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah di rumuskan secara deklaratif dan merupakan

penyertaan-penyertaan tentang apa yang hendak di capai dalam penelitian.8

1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan proses sistem pembuktian tindak

pidana dalam hukum positif indonesia bagi pengguna ijazah palsu dengan sanksi pidana yang diterapkan penegak hukum.

2. Untuk mengetahui konsep pertanggungjawaban pidana pelaku pengguna

ijazah yang dikeluarkan oleh instasi pendidikan yang terkait tidak terdaftar pada arsip dinas pendidikan.

3. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam

menjatuhkan putusan terhadap pelaku pengguna ijazah palsu sesuai putusan (Studi Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012).

8


(23)

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

1. Bagi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, hasil penelitian ini

dapat digunakan sebagai bahan referensi dan perbendaharaan perpustakaan Fakultas Hukum dan perpustakaan USU yang diharapkan berguna bagi mahasiswa dan mereka yang ingin mengetahui dan meneliti lebih jauh tentang masalah ini.

2. Penulisan skripsi ini dapat memberikan masukan kepada aparat penegak

hukum dalam hal menerapkan efektifitas hukum terhadap kategori ijazah palsu dan informasi dalam perkembangan ilmu hukum dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi para akademisi yang menggeluti bidang hukum pidana dan pendidikan khususnya penguna ijazah palsu.

2, Manfaat Praktis

Secara praktis skripsi ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dalam pertanggung jawaban pidana. Oleh karena itu, skrpsi ini dapat memberikan sumbangsih saran, pemikiran, dan bahkan perenungan bagi perbaikan kinerja ke depannya.


(24)

E. KEASLIAN PENULISAN

Penulisan ini pada prinsipnya dibuat dengan melihat dasar-dasar yang ada, baik yang diperoleh dari buku, perpustakaan, wawancara hakim yang bersangkutan dalam putusan tersebut, serta media cetak maupun elektronik.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penulis di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang :

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT (Studi Putusan PN.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI No.579K/Pid/2012)

Belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa terdahulu yang membahas tentang ijazah palsu, diantaranya yaitu :

1. Tarima Saragih, Aspek Hukum Pidana Dalam Kasus Penggunaan Ijazah Palsu Pada Pencalonan Anggota Legislatif.

2. Khairu Rizki, Analisa Kasus Tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak (Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932/Pid.B/2005/PN.MDN)

Penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian tersebut yang juga membahas kejahatan tentang ijazah. Penelitian ini berfokus kepada pertanggungjawaban pidana pelaku pengguna dan sistem pembuktian ijazah palsu dalam pemilihan Kepala Desa. Dengan demikian keaslian penulisan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.


(25)

F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1.Pengertian Pertanggungjawaban

Dengan demikian, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena ada kesalahan yang merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, dan telah ada aturan yang mengatur tindak pidana tersebut.

Roeslan Saleh menyatakan bahwa: 9

Dalam bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai,

toerekenbaarheid”, ”criminal responbility”, “criminal liability”. Bahwa pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak terhadap tindakan yang dilakukannya itu.

“Dalam membicarakan tentang pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapat dilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandangan-pandangan falsafah. Satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas. Pertanggungjawaban pidana sebagai soal hukum pidana terjalin dengan keadilan

Pepatah mengatakan: “Tangan menjinjing, bahu memikul”, artinya seseorang harus menanggung segala akibat dari tindakan atau kelakuannya.

10

9

Saleh, Roeslan. 1982. Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta:Ghalia Indonesia. hal 10

10

Atmasasmita, Romli. 2000. Perbandingan Hukum Pidana. Bandung: Cet,Mandar Maju. hal 65


(26)

Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan. Jika ia dipidana, harus ternyata bahwa tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Artinya tindakan tersebut tercela tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas perbuatan yang dilakukan. Tiap orang dipandang sehat jiwanya dan karenanya juga mampu bertanggung jawab sampai dibuktikan sebaliknya. Ini merupakan suatu asas dalam hukum pidana. Kemampuan bertanggung jawab juga tidak merupakan unsur tertulis dari suatu pasal tindak pidana sehingga tidak perlu dibuktikan. Dengan Demikian seseorang mendapat pidana,tergantung pada dua hal :

1. Harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau dengan kata

lain harus ada unsur melawan hukum. Jadi ada unsur objektif.

2. Terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan

atau kealpaan,sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat di pertanggung jawabkan kepadanya. Jadi ada unsur subjektif.

Didalam hal kemampuan bertanggungjawab bila di lihat dari keadaan batin orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana


(27)

haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang yang normal, sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan

ukuran-ukuran yang dianggap baik ole masyarakat.11

Sementara bagi orang yang jiwanya tidak sehat dan normal, maka ukuranny sebagaimana di tegaskan ketentuan Bab III Pasal 44 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

Suatu perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) belumlah cukup untuk

menjatuhkan pidana. Di samping perbuatannya yang melawan hukum harus ada seorang pembuat yang bertanggung jawab atas perbuatannya, yaitu unsur

kesalahan dalam arti kata bertanggung jawab (strafbaarheid van de dader).

Apabila Kesehatan jiwa seseorang diragukan barulah dilakukan pemeriksaan oleh ahli psikiatri, dengan kemungkinan diberikan keterangan bahwa yang bersangkutan tidak mampu bertanggung jawab.

12

a. Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat di

pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum.

b. Jika nyata perbuatan itu tidak dapat di pertanggungjawabkan

kepadanya karena kurang sempurna akalnya karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan di rumah sakit gila selama-lamanya stu tahun untuk di periksa.

c. Yang di tentukan dalam ayat diatas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah

Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

11

Hamzah, Andi. 1986. Bunga Rampai HUkum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. hal. 78

12


(28)

Ada beberapa metode untuk menentukan suatu keadaan tidak mampu

bertanggung jawab pada seseorang,sehinnga ia tidak di pidana :13

1. Metode Biologis

Metode biologis yaitu suatu cara dengan menguraikan atau meninjau jiwa seseorang. Seseorang psikiater telah menyatakan seseorang sakit gila dengan sendirinya orang tersebut tidak di pidana

2. Metode Psikologis

Metode psikologis yaitu dengan cara menunjukkan hubungan keadaan jiwa abnormal dengan perbuatannya. Metode ini yang dipentingkan adalah akibat penyakit jiwa terhadap perbuatannya, sehingga dapat dikatakan tidak mampu bertanggung jawab dan tidak dipidana.

3. Metode Gabungan

Metode gabungan dari kedua cara tersebut,yakni metode biologis dan metode psikologis,dengan menunjukanan di samping menyatakan keadaan jiwa dan oleh sebab itu keadaan jiwa itu,kemudian dinilai dengan perbuataannya untuk dinyatakan tidak mampu bertanggung jawab (E.Mezger,1949:287).

Beberapa pendapat tentang pengertian kemampuan bertanggung jawab ,yaitu :

1. G.A.van Hamel menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan

toerekeningsvatbaarheid (kemampuan bertanggung jawab) adalah suatu keadaan normalitas psikis dan kemahiran, yang membawa tiga macam kemampuan (kecakapan) yaitu : (1) mampu untuk dapat mengerti makna dan akibat sungguh-sungguh dari perbuatan-perbuatan sendri; (2) mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan-perbuatan itu bertentangan dengan

ketertiban masyarakat; (3) mampu untuk menentukan kehendak berbuat.14

13

Prodjohamiidjojo, Martiman. 1997. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2.

Jakarta:: PT.Pradnya Paramita. hal 36

14


(29)

2. D.Simon memberikan pendapat bahwa mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarheid) adalah : (a) jika orang mampu menginsyafi perbuatannya yang bersifat melawan hukum; dan (b) sesuai dengan

penginsyafan itu dapat menentukan kehendaknya.15

3. W.P.J.Pompe menyatakan bahwa unsur-unsur kemampuan bertanggung

jawab adalah :

a. Suatu kemampuan berpikir (psychis) pada pembuat yang memungkinkan

pembuat menguasai pikirannya dan menentukan kehendaknya,

b. dan oleh sebab itu,pembuat dapat mengerti makna dan akibat kelakuannya,

c. dan oleh sebab itu pula, pembuat dapat menentukan kehendaknya sesuai

dengan pendapatnya(tentang makna dan akibatnya kelakuannya)

4. Satochid Kartanegara menyatakan seseorang dapat

dipertanggungjawabkan jika :16

a. Keadaan jiwa orang adalah sedemikian rupa sehingga ia dapat mengerti

atau tahu akan nilai dari perbuatannya itu juga akan mengerti akan akibatnya.

b. Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa sehingga ia dapat

menentukan kehendaknya atas perbuatannya yang dilakukan.

c. Orang itu harus sadar dan insyaf bahwa perbuatan yang dilakukan adalah

perbuatan yang terlarang atau tidak dibenarkan dari sudut hukum masyarakat maupun tata susila

5. Roeslan Saleh menyatakan bahwa dalam membicarakan tentang

pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapat dilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandangan-pandangan falsafah. Satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas.

Dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya, E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa unsur mampu bertanggung jawab mencakup:

a. Keadaan jiwanya:

1. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara (temporair);

2. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya), dan

3. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap,

pengaruh bawah sadar/reflexe bewenging, melindur/slaapwandel,

menganggu karena demam/koorts, nyidam dan lain sebagainya. Dengan

perkataan lain dia dalam keadaan sadar. b. Kemampuan jiwanya:

1. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;

2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan

3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

15

Poernomo, Bambang. 19789. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. hal 142

16


(30)

Lebih lanjut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa Kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan

“jiwa”(geestelijke vermogens), dan bukan kepada keadaan dan kemampuan

“berfikir”(verstanddelijke vermogens), dari seseorang, walaupun dalam istilah

yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstanddelijke vermogens.

untuk terjemahan dari verstanddelijke vermogens sengaja digunakan istilah

“keadaan dan kemampuan jiwa seseorang”

Pertanggungjawaban pidana disebut sebagai “toerekenbaarheid”

dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa

dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak.

Dari pendapat para pakar hukum pidana tersebut diats,dapat ditarik kesimpulan :

1. Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dalam arti luas (schuld in

riumezin) mempunyai tiga bidang,yaitu :

a. Kemampuan bertanggung jawab orang yang melakukan

perbuatan(toerekeningsvatbaarheid).

b. Hubungan batin (sikap psikis) orang yang melakukan perbuatan

dengan perbuatannya:

(1) Perbuatan yang ada kesengajaan,atau

(2) Perbuatan yang lalai atau kurang hati-hati atau kealpaan (culpa

schuld in enge zin).

c. Tidak ada alasan menghapus pertanggungjawaban pidana pembuat


(31)

2. Tindak Pidana Pemalsuan dalam KUHP

a. Definisi Tindak Pidana Pemalsuan

Tindak pidana adalah Perbuatan yang melanggar yang diatur oleh aturan

hukum yang diancam dengan sanski pidana.17

Menurut Simon ‘’strabaar feit”dapat diartikan sebagai kelakuan yang

diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.

Tindak Pidana adalah istirah yang dikenal dari hukum pidana belanda yaitu ‘’strabaar feit”Beberapa istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut antara lain : Peristiwa pidana, Perbuatan pidana, Hal yang di ancam dengan hukuman, Perbuatan yang dapat di Hukum.

18

a. Bahwa kata feit dalam istilah ‘’strabaar feit” mengandung arti kelakuan

atau tingkah laku.

Sedangkan menurut Van hammel‘’strabaar feit” adalah kelakuan orang yang

dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

Disimpulkan bahwa ‘’strabaar feit” pada dasarnya mengandung pengertian

seperti berikut :

b. Bahwa pengerian ‘’strabaar feit”dihubungkan dengan kesalahan orang

yang mengadakan kelakuan tersebut.

17

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hal 1989

18

Tongat. 2009. Dasar-Dasar Hukum Pidana indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. Malang: UMM Press Cet 2. hal 102-103


(32)

Moeljatno memberi unsur tindak pidana sebagai berikut:19

a. Perbuatan

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum)

c. Ancaman Pidana (bagi yang melanggar)

Dalam rancangan KUHP baru Tahun 2004 pengertian tindak pidana diatur

dalam Bab II buku kesatu mulai pasal 11 sampai dengan pasal 29.20

Berdasarkan rumusan pasal-pasal tersebut disimpulkan, bahwa menurut Rancangan KUHP baru tindak pidana menurut unsur-unsur :

Didalam ketentuan pasal 11(1) Rancangan KUHP Baru batasan/pengertian tindak pidana dirumuskan sebagai berikut :”Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang boleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.”

21

1. Adanya perbuatan baik perbuatan yang bersifat positif maupun negatif

yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undang

2. Harus bertentangan dengan hukum, dalam arti bertentangan dengan

kesadaran hukum masyrakat,

3. Tidak ada alasan pembenar.

Di dalam kamus Besar Bahasa indonesia, pemalsuan menurut bahasa berarti proses,perbuatan atau cara memalsukan. Pemalsuan berasal dari kata palsu yang artinya tidak tulen, tidak sah, tiruan, gadungan, tidak jujur, sumbang. Pemalsuan berarti22

19

Hamzah,Andi. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jarkarta: PT Bineka Cipta. hal 91

20

Tongat. 2009. Op cit. hal 113

21

Tongat. 2009. Op cit. hal 117

22

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Op cit. hal 639


(33)

pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain. Sedangkan Surat menurut bahasa selembaran kertas yang berisi huruf, angka, atau tulisan.

Pemalsuan adalah suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa izin yang bersangkutan. Juga disebut melanggar hak cipta orang lain. Perbuatan-perbuatan itu dapat penghapusan kalimat, kata, angka, tanda tangan, dapat berupa penambahan dengan satu kalimat, kata atau angka dapat berupa penggantian kalimat, kata, angka, tanggal atau tanda tangan.

Tindak pidana pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejahatan penipuan, tetapi tidak semua perbuatan penipuan adalah pemalsuan. Tindak pidana pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan, apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas sesuatu barang (surat) seakan-akan asli atau kebenaran tersebut dimilikinya. Karena gambaran ini orang lain terpedaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas barang/surat tersebut itu adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan/surat terjadi apabila isinya atas surat itu yang tidak benar digambarkan sebagai benar.

Kejahatan untuk bisa terjadi dalam segala bidang kehidupan di dunia ini,termasuk juga bidang pendidikan tentunya. Kejahatan mengenai pemalsuan atau singkatnya kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (objek),yang sesungguhnya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya sesungguhnya


(34)

bertentangan dengan yang sebenarnya. Kejahatan pemalsuan yang dimuat dalam

Buku II KUHP dikelompokkan menjadi 4 golongan ,yakni :23

1. Kejahatan Sumpah Palsu (Bab IX )

2. Kejahatan pemalsuan uang (Bab X )

3. Kejahatan pemalsuan materai dan merek (Bab XI )

4. Kejahatn pemalsuan surat (Bab XII )

Maraknya tindak pidana pemalsuan ijazah sangat memprihatinkan di dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat masih rendah dan lemahnya pengawasan terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Kegiatan pendidikan seharusnya menjadi investasi sumber daya manusia menuju suatu kualitas yang diharapkan dengan standar kompetensi dan kualifikasi tertentu yang harus dikuasai bagi kelangsungan hidup manusia.

Untuk menentukan asli atau palsu suatu ijazah maka diperlukan suatu pembuktian. Pembuktian ini merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam proses pengadilan. Supaya dapat dihukum menurut Pasal 263 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), maka pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan dengan kata lain pemalsuan secara materil hampir selalu telah dilakukan orang dengan maksud yang jelas yakni untuk menggunakan atau membuat orang lain untuk menggunakan dengan tujuan yang sejelas-jelasnya bahwa yang dilakukannya adalah suatu kebohongan yang diterangkan atau dinyatakan orang dalam suatu tulisan.

23


(35)

b. Macam – Macam Tindak Pidana Pemalsuan

Secara umumkejahatn mengenai pemalsuan dapat kita temukan dalam buku II

KUHP yang dapat dikelompokkan menjadi empat golonganaitu :24

A. KEJATAN SUMPAH PALSU DAN KETERANGAN PALSU (Bab

IX KUHP)

B. KEJAHATAN PEMALSUAN UANG DAN UANG KERTAS (Bab X

KUHP)

i. Meniru atau Memalsu Uang (Pasal 244)

ii. Mengedarkan Uang Palsu (Pasal 245)

iii. Merusak Uang (Pasal 246)

iv. Mengedar Uang Rusak (Pasal 247)

v. Mengedar Uang Palsu yang lain (Pasal 245,247,249)

vi. Membuat atau Mempunyai Persediaan Benda atau Bahan untuk

Memalsu Uang (Pasal 250)

vii. Menyimpan Kepingan Perak yang Dianggap mata uang (Pasal

251)

C. KEJAHATAN PEMALSUAN MATERAI DAN MEREK (Bab XI

KUHP)

i. Pemalsuan Materai

ii. Pemalsuan Merek

24


(36)

D. KEJAHATN PEMALSUAN SURAT (BAB XII KUHP)

i. Pemalsuan surat pada umumnya bentuk pokok pemalsuan

surat(KUHP Pasal 263 )

ii. Pemalsuan surat yang di perberat (KUHP Pasal 264)

iii. Menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik

(KUHP Pasal 266)

iv. Pemalsuan surat-surat keterangan dokter(KUHP Pasal

267-268)

v. Pamalsuan surat-surat tertentu (KUHP Pasal 269,270 dan 271)

vi. Pemalsuan keterangan pejabat tantang hak milik (KUHP Pasal

274)

vii. Penyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (KUHP

Pasal 275)


(37)

3. Ringkasan Putusan PN Stabat(No.197/Pid.B/2011) , Putusan PT(No.431/Pid/2011), Putusan MA(No.579K/Pid/2012).

Bahwa SUPRIADI telah dua periode menjabat Kepala Desa di Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dengan menggunakan ijazah yang sama, pada pencalonan Kepala Desa periode yang kedua,kami sebagai masyarakat mengingat kepada panitia pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa agar meneliti berkas-berkas pencalonan Kepala Desa tersebut.

Bahwa pada tanggal 5 s/d 9 November 2009 dimulai pendaftaran bakal calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dan setelah dilakukan seleksi oleh panitia ternyata yang lulus Administrasi ,ujian tertulis dan wawancara sebanyak 5 orang masing-masing bernama:

1. Tanda gambar Padi sebagai identitas saudara SUPRIADI

2. Tanda gambar Jagung sebagai identitas saudara JONTARI

3. Tanda gambar Kelapa sebagai identitas saudara LEGIMIN

4. Tanda gambar Pisang sebagai identitas saudara NURIADI

5. Tanda gambar Nenas sebagai identitas saudara SUNYOTO

Syarat-syarat administrasi Pencalonan adalah sebagai berikut :25

a. Syarat Permohonan Bakal Calon Kepala Desa yang dibubuhi materai

Rp.6000,-

b. Daftar Riwayat Hidup

c. Surat Pernyataan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa

d. Surat Pernyataan Setia dan Taat Kepada Pancasila ,UUD 1945,Negara dan

Pemerintah Republik Indonesia

e. Surat Keterangan Catatan Kriminal(SKCK)dari polsek setempat

f. Fotocopy Ijazah Sekurang-kurangnya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama(SLTP) atau sederajat /setara yang dibuktikan dengan STTB /ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwewenang,tidak dibenarkan hanya Surat Keterangan dari pihak mana juga.

25

Peraturan Bupati Langkat Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemilihan kepala Desa di Kabupaten Langkat. Pasal 9


(38)

g. Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani dari Dokter Pemerintah.

h. Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Calon Kepala Desa yang diketahui

oleh Kepala Desa setempat.

i. Berumur sekurang-kurangnya 25 tahun dan telah menikah dan Surat

Keterangan Kelahiran dari Catatan Sipil

j. Pas photo hitam putih ukuran 4x6cm=3 lembar

Bahwa pada tanggal 5 s/d 9 November 2009 dimulai pendaftaran bakal Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dan setelah dilakukan seleksi oleh panitia ternyata yang lulus administrasi, ujian tertulis dan wawancara sebanyak 5 dan salah satu persyaratan yang harus dilengkapi para calon adalah melampirkan foto copy ijazah sekurang-kurangnya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang sederajat yang dibuktikan dengan STTB/Ijazah yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Kemudian pada tanggal 14 Desember 2009 sekitar pukul 08.00 wib s/d pukul 14.00 wib dimulai pemilihan Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, dan sekitar pukul 17.00 wib hasil pemilihan Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat telah diumumkan yang mana pemilih Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dimenangkan oleh terdakwa dengan jumlah suara 791,sementara calon lainnya masing-masing Legimin jumlah suara 335,Jontari jumlah suara 328,Sunyoto jumlah suara 167 dan Nuriadi jumlah suara 163.

Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 2009 setelah terdakwa terpilih sebagai Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat,para calon yang kalah dalam pemilihan sebagai Calon Kepala Desa Kebun Balok antara lain saksi Legimin dan saksi Nuriadi mendapat informasi bahwa STTB/Ijazah SMP


(39)

atas nama SUPRIADI (terdakwa) diduga palsu, yang kemudian membuat laporan pengaduan ke Polres Langkat untuk dilakukan proses lebih lanjut.

Sehingga dimintakan kesaksian dari instansi yang berwenang dan dalam hal ini saksi AHLI dari Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara Yakni Drs.H.IRSYAD TANJUNG,M.Si yang menerangkan bahwa setelah melihat STTB/Ijazah atas nama SUPRIADI (terdakwa) lahir di Binjai 29 Agustus 1960 anak dari MAHYADI yang dikeluarkan Kepala SMP INSANI MEDAN tanggal 8 Juni 1980 adalah STTB/Ijazah yang blanko STTBnya bukan blanko STTB yang diterbitkan Depniknas RI, yang mana blako STTB yang diterbitkan oleh Depdiknas RI memakai nomor seri dan pada bagian tengah atas berlogo burung garuda, dan STTB/Ijazah SMP atas nama SUPRIADI (terdakwa) adalah jenis ijazah local bukan Negara kemudian dalam ijazah tersebut tertulis SURAT TANDA TAMAN BELAJAR,yang seharusnya bertulisan SURAT TANA TAMAT BELAJAR ,kemudian evaluasi Belajar Tahap AKhir (EBTA) diselenggarakan pada tanggal 3 Mei s/d 9 mei 1980 ,dimna dari tanggal 3 s/d 9 Mei 1980selama 7 hari termasuk didalamnya hari Minggu ,yang mana EBTA tidak pernah dilakukan pada hari Minggu, dan saksi AHLI dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara juga telah melakukan pengecekan pada arsip SK Izin Operasional SMP Swasta Insani Medan yakni Surat Kanwil P&K Sumatera Utara Nomor:361/05.I/A-P2D/79 tidak ada pada arsip Dinas Pendidkan Provinsi Sumatera Utara,dan Tanggal 8 Juni 1980, jadi sangat tidak lazim dengan 1(satu) tahun Sdr.SUPRIADI memperoleh Ijazah.


(40)

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat 2 KUH Pidana

Putusan Pengadilan Negeri Satabat, bertanggal 06 Juni 2011, Nomor :197/Pid.B/2011/PN-Stb, yang amarnya berbunyi sebagai berikut L

1. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas anam terdakwa

SUPRIADI dengan No.PDM-131-I/Stabat/02/2011 tertanggal 07 Maret 2011 tidak dapat diterima;

2. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan;

3. Membebankan biaya perkara kepada Negara;

Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 431/PID/2011/PT.MDN tanggal 11 Agustus 2011 yang amar lengkapnya sebagai berikut:

1. Menerima permintaan banding dari Jaksa Penutut Umum

2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Stabat tanggal 6 Juni 2011

Nomor 197/Pid.B/2011/PN-STB yang dimintakan banding tersebut;

Menyatakan terdakwa SUPRIADI telah telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:”dengan sengaja memakai surat palsu,”. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUPRIADI tersebut dengan pidana penjara 10 (sepuluh) bulan;

Menyatakan bahwa lamanya terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Menetapkan barang bukti berupa :

a. 1(satu) lembar Ijazah/STTB SMP SEkolah INSANI Medan atas nama


(41)

b. 1(satu) lembar foto copy Ijazah/STTB SMP Sekolah INSANI Medan atas nama SUPRIADI yang telah dilegalisir oleh Pengadilan Medan;

c. Dokumen Calon Kades Kebun Balok atas nama SUPRIADI;

d. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada

tingkat pertmana sebesar RP.2.000,-(dua ribu rupiah) dan tingkat banding sebesar Rp.2.500,-(dua ribu lima ratus rupiah);

Putuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa tanggal 22 Januari 2013

1. Menolak permohonan kasasi dari Permohonan Kasasi/Terdakwa :

SUPRIADI tersebut ;

2. Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini kepada Pemohon

Kasasi/Terdakwa sebesar Rp.2.5000,-(dua ribu lima ratus rupiah)

Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, bahwa perbuatan Terdakwa memakai Surat Tanda Tamat Belajar(STTB) yang Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) dilakukan tanggal 3 Mei 1980 sampai dengan tanggal 9 Mei 1980, dan EBTA tidak pernah dilakukan pada hari Minggu ternyata palsu, hal tersebut merupakan tindak pidana;


(42)

G. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto menyatakan 2 (dua) jenis penelitian hukum adalah:

a. Penelitian hukum normatif (normative legal research) yaitu penelitian

atas pasal pasal aturan hukum untuk menentukan asas-asas hukum, mengetahui sinkronisasi vertical, horizontal, mengetahui aspek sejarah hukum dan mengetahui perbandingan antara sistem hukum.

b. Penelitian hukum empiris (empirical legal research) yaitu penelitian

hukum dilapangan yang ingin mengetahui efektifitas aturan hukum,

ketaatan masyarakat akan hukum, persepsi masyarakat akan hukum dan

ingin mengetahui faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi

pembuatan dan penerapan hukum.26

Soetandyo Wignyosoebroto menyebutkan, penelitian hukum normatif dengan

istilah “Penelitian Hukum Doktrinal” (Doctrinal Legal Research), sementara

penelitian hukum empiris disebutnya dengan istilah “Penelitian Hukum Non

Doktrinal” (Non Doctrinal Research).27

26

Soekanto, Soerjono. 1985. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Penerbit Rajawali. hal. 40

27

Soetandyo Soekanto, 1989, Penelitian Hukum Sebuah Tipologi Masyarakat Indonesia, Penerbit Unair, Surabaya. Selanjutnya disebut Soetandyo Wignyosoebroto I, hal. 98.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian hukum normative

(normative legal research) yaitu menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, buku-buku


(43)

hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis yang dimuat di media massa yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan berupa pendapat para sarjana dan disertai dengan wawancara

b. Tipe Penelitian

Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif

dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisa yuridis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur dan berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti apakah kumpulan norma hukum dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada cukup mampu menampung permasalahan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu. Pendekatan analitis dilakukan untuk mengetahui penerapan hukum aturan perundang-undang apakah sudah diterapkan dalam praktik peradilan dan putusan hukum suatu kasus tindak pidana pengguna ijazah palsu.

c. Sumber data

1. Bahan hukum primer yakni digunakan berpusat pada peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas berkaitan dengan pengaturan pertanggungjawaban pengguna ijazah palsu.

1. Bahan hukum sekunder yakni penjelasan mengenai bahan hukum primer


(44)

hukum, karya tulis atau pendapat para ahli hukum baik yang di muat di media massa perihal pertanggungjawaban pidana pengguna ijazah palsu Kegunaan bahan hukum sekunder adalah:

1. Sebagai bahan rujukan sebagai bahan materiil.

2. Untuk mengembangkan hukum sebagai suatu sistem normatif yang Komprehensif dan tuntas, baik dalam maknanya yang formal maupun

dalam maknanya yang materiil.28

2. Bahan hukum tersier yakni penelitian yang menyangkut seperti kamus

atau ensiklopedia yang memberikan pengertian secara etimilogi, arti kata atau gramatikal untuk istilah-istilah yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat untuk memberi petunjuk atau arahan penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

d. Metode Pengumpulan Data

Library Research (penelitian kepustakaan)

Library research adalah dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan, yakni buku-buku, pendapat sarjana, peraturan perundang– undangan, artikel, surat kabar, koran, internet, media massa yang behubungan dengan masalah PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA

KABUPATEN LANGKAT yang dibahas dalam putusan Nomor

PN.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT No.431/Pid/2011/P€€T.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012

28


(45)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh sesuai dengan aturan dan penulisan karya ilmiah, maka penulisan dibuat secara sistematika penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari lima bab, yaitu:

BAB I : Berisikan Pendahuluan yang menguraikan latar belakang

judul penelitian penelitian diangkat, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keasliaan penulisan, metode penulisan, tinjauan kepustakaan dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini berisikan bagaimana Pengaturan Sistem Pembuktian

Tindak Pidana Dalam Hukum Positif Indonesia

BAB III : Bab ini berisikan, bagaimana Pertanggungjawaban Pidana

Terhadap Pengguna Ijazah Palsu (Studi Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb,PT.REG.No.431/Pid/2011/PT.Md n, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012)

BAB IV : Bab ini berisikan analisis Yuridis Dasar-Dasar Pertimbangan

Hakim (Studi Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012

BAB V : Bab ini berisikan kesimpulan dari bab- bab terdahulu serta

berisi saran terhadap pertimbangan hakim dalam penjatuhan hukuman berdasarkan pembuktian dan pertanggungjawaban pidana pengguna ijazah palsu.


(46)

BAB II

PENGATURAN SISTEM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

A. Pengaturan Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Dalam Hukum Positif Indonesia

1. Pengertian Ijazah Palsu

Berdasarkan Pasal 61 Undang-ndang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem bahwa ijzah adalah salah satu bentuk sertifikat selain sertifikat kompetensi yang

diberikan kepada perserta didik.29 Sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar

dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan30 Setelah ujian yang

diselengarakan oleh satuan pendidikan 31 yang terakreditasi.32

R.Soesilo dalam penjelasan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak menyebutkan secara eksplisit pengertian ijazah palsu, akan tetoi”surat palsu” yang artinya surat yang isinya bukan semesti (tidak benar) atau surat yang sedemikian rupa sehingga menunjukan asal surat itu yang tidak benar.

Pendidikan Nasional, dapat disimpulkaDalam Kamus standar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian ijazah adalah sertifikat tanda lulus atau surat tanda tamat belajar. Sedangkan pengertian palsu adalah tidak asli lagi,tiruan atau lancung.

29

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dari melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Pasal 1 angka 4 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas)

30

Jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan (Pasal 1 angka 8 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas)

31

Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (Pasal 1 angka 10 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas)

32

Akreditas adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (Pasal 1 angka 22 UU No.20 Tahun 2003 tentang sisdiknas)


(47)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sostem Pendidikan Nasional juga tidak menyebutkan secara ekplisit pengertian ijazah palsu. Hanya pada Pasal 61 Berpedoman pada ketentuan Pasal 61 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahnu 2003 dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002 tersebut maka pengertian ijazah palsu adalah ijazah yang diberikan kepada orang yang tidak terdaftar sebagai peserta didik, tidak lulu ujian kelulusan, ujian diselenggrakan oleh satuan pendidikan yang tidak terakreditas, atau ijazah yang

dikeluarkan/diterbitkan oleh satuan pendidikan yang tidak terakreditasi.33

33

) Undang-undang Nomor 20 Tahnu 2003 dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Pasal (61) angka (2)

Dari uraian di ats maka menurut penulis pengertian ijazah palsu adalah sertifikat tanda lulus atau surat tanda tamat belajar yang tidak asli,tiruan, yang isinya bukan semestinya (tidak benar), yang sedemikian rupa sehingga menunjukan asal surat tanda tamat belajar itu yang tidak benar, atau proses terbitnya surat tanda tamat belajar itu yang tidak benar atau iajzah yang diterbitkan oleh satuan pendidikan yang tidak terakreditasi


(48)

2. Jenis-Jenis Ijazah Palsu

Ijazah Palsu dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yakni :34

a. Blanko ijazah yang palsu

Yang termasuk dalam jenis ini adalah : karakteristik, bahan, kualitas, nomor seri, pencetakan blanko dan lain-lain tidak dikeluarkan oleh instansi atau lembaga yang berwenang dan atau tidak sesuai dengan tahun penerbitannnya.

b. Isi Ijazah yang palsu

Yang termasuk dalam jenis ini adalah :

1) Ijazah yang bersangkuatan tidak diterbitkan oleh instansi/lembaga atau

pejabat yang berwenang. Misalnya : Ijazah tersebut dikeluarkan oleh Sekolah yang suda tutup (tidak aktif lagi), atau ijazah tersebut ditandaytangani oleh orang yang tidak menjabat Kepala Sekolah lagi pada watu penandatanganan.

2) Ijazah tersebut dikeluarkan tidak sesuai dengan tahun penerbitannya.

Misalnya nomor seri ijazah tersebut adalah untuk tahun 1979, tetapi ternyata dikeluarkan Tahun 1980 , jadi sangat tidak lazim dengan satu tahun memperoleh ijzah

3) Ijzah tersebut tidak terdaftar pada pada Perguruan Tinggi/Lembaga

Pendidikan yang tercatat sebagai yang mengeluarkannnya.

4) Yang bersangkutan terdaftar sebagai siswa/mahasiswa pada Perguruan

Tinggi/Lembaga Pendidiklan akan tetapi tidak pernah kuliah/sekolah maupun ujian tetapi memperoleh.

5) Yang bersangkutan mempunyai kartu peserta ujian dan ikut ujian tetapi

tidak terdaftar sebagai peserta ujian. Misalnya si A ingin memperoleh ijzah persamaan, lalu mendaftar ke Dinas Pendidikan untuk mengikuti ujian persamaan, ternyata pendaftaran sudah tutup, lalu si A bekerjasama denganoknum tertentu, sehingga sia A tetap diberikan kartu peserta ujian

34

Wawancara dengan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Karo, tanggal 20 Maret 2005 dikuti dari Tesis Tarima Saragih


(49)

dan ikud walaupun tidak gterdaftar sebagai peserta ujian tetap, dan ijazah dikeluarkan atas nama si A tersebut.

6) Nomor Induk yang tercantum dalam ijazah bukan atas nama yang

bersangkutan akan tetapi atas nama orang lain. Misalnya nomor induk 1406, keluar 2 (dua) ijazah yakni atas nama si A dan si B. Ternyata setelah diteliti memberik imbalan sejumlah uang/materi tertentu, dimana yang bersangkutan tercatat secara administartif dengan lengkap dan sempurna di Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan tersebut sepert halnya yang dilakukan terhadap mahasiwa/siswa yang masuk ke Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan itu secara normal. Walaupun catatan tersebut sebagian/keseluruhan adalah fiktif, tetapi karena dibuat dengan lengkap maka jauh kemungkinannya dicurigai. Untuk ijazah jenis ini memamng sulit untuk dibuktikan saebagai ijzah palsu,karena bahan-bahan sebagai alat bukti nyaris tidak mungkin di dapat. Hanya pada Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan yang system administrasi cukup baik, kemungkinan melacak kepalsuan ijzah yang system admisntrasinya cukup baik, kemungkian melacak kepalsuan ijzah ini masih dimungkinkan. Misalnya dengan mengkonflik pemilik ijzah tersebut dengan dosen-dosen/guru-guru dari setiap mata kuliah/mata pelajaran dari tingkat/kelas permulaan sampai tingkat/kelas akhir atau mengkonfrontir dengan catatan-catatan tertulis yang sah dari dosen-dosen/guru-guru tersebut mengenai hasil ujiannya dan lain-lain yang disimpan dalam admistrasi Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan tersebut..

c. Ijazah yang dimilik seseorang ytang telah mengikuti kuliah/sekolah di

Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan dengan betul-betul dan wajar, serta setiap tingkat/kelas pun dilalui dengan betul dan wajar sampai dia mendapatkan ijzah. Hanya dalam proses yang wajar itu sehingga dia disebutkan ijzah aspal sebagian karena memang cara untuk mendapatkan ijazah itu hnaya sebagian saja yang dilakukan dengan tidak wajar atau dengan cara kemudahan.


(50)

3. Unsur-unsur Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Dalam Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012

Berdasarkan Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan pengadilan sebagaimana diuraikan diatas, maka pembuktian Unsur-sunsur tindak pidana yang yaitu melanggar Pasal 263 ayat(2) KUHPidana, dengan unsur-unsur :

Pasal 263 ayat (2) : Dipidana dengan pidana yang sma, barangsiapa dengan

sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan dapat menimbulkan kerugian Unsur-unsur sebagai berikut :

a) Unsur-Unsur Obyektif :

a) Perbuatan : Memakai

b) Obyeknya : Surat Palsu ; Surat Yang di Palsukan

c) Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian;

b) Unsur Subyektif : dengan sengaja.

a. Barang siapa;35

Unsur barang siapa dalam perkara ini menunjukan kepada sunjek atau pelaku tindak pidana, dari fakta-fakta yang terungkap dipetrsidangan yaitu dari keretangan saksi-saksi keterangan terdakwa, keterangan ahli petunjuk dan barang bukti bahwa pelaku tindak pidana adalah terdakwa SUPRIADI,yang identitasnya sesuai dengan identitas terdakwa dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, dan terdakwa mengerti akan Surat Dakwaan yang telah dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum dan tidak ada mengajukan keberatan atas Surat Dakwaan tersebut, dan selama dalam proses persidangan berlasung tidak dijumpai dalam diri terdakwa adanya alasan pemaaf atau pembenar atas perbuatan terdakwa sehingga ats diriu terdakwa dapat diminta pertanggungjawabannya.

35

Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, dan MA-RI REG. No.579K/Pid/2012


(51)

Untuk dapat menyatakan pelaku terbukti telah memenuhi unsur “dengan sengaja” yang terdapat di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP itu, hakim tidak perlu menggantungkan diri pada adanya pengakuan dari pelaku yang dalam praktek memang sulit diharapkan, melainkan hakim dapat menarik kesimpulan dari keterangan-keterangan yang diberikan oleh pelaku sendiri atau dari keterangan-keterangan yang diberikan oleh para saksi atau dari bukti-bukti lain.

Dengan demikian unsur ini telah terbukti.

b. Memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli;

Bahwa pada tanggal 5 s/d 9 November 2009 terdakwa te;lah mendaftarkan doiri sebagai Bakal Calon Kepala Desa Kebun Balok Keacamatan Wampu LKabupaten Langkat dengan menggunakan STT/Ijazah yang dikeluarkan Sekolah Menengah Pertama Insani Medan Medan Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 8 Juni 1980 yang menurut saksi Ahli dari Dinas P & P Provinsi Sumatera Utara FDrs.H.Irsyad Tanjung,M.Si, setelah menelito STTB/Ijazah atas nama SUPRIADI (terdakwa) menyatakan terdapat kejanggalan, yang mana seharusnya bertulisan Surat Tanda Taman Belajar akan tetapi Surat Tanda Taman Belajar dan STTB/Ijazah atas anam terdakwa tidak Terdakwa tidak mempunyai nomor seri Ijazah dan tidak berlogo burung garuda dan izin Kanwil P & K Sumatera Utara : 361/05.I/A-P2D/79 tidak ada terdaftar di Dinas P & P Provinsi Sumatera Utara dan Sekolah Insani Medan juga tidak ada sama sekali dan STTB/Ijazah atas nama SUPRIADI (terdakwa) diduga illegal/tidak sah menutut hukum.


(52)

c. Jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian ;

Dalam unsur ini yang perlu dibuktikan adalah penggunaan surat (ijazah) tersebut harus dapat mendatangkan kerugian.Kata ”dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul sudah terjadi, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup membuktikan unsur ini. Jika ternyata penggunaan surat (ijazah) tersebut oleh pelaku tidak dapat mendatangklan kerugian, maka pelaku tidak terbukti memenuhi unsur ini, sehingga tidak ada alasan untuk menghukum, oleh karenanya harus dibebaskan.

Yang menjadi pertanyaan, kerugian yang bagaimana dan kerugian siapa yang dimkasud disni? Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak Menyebutkan secara tegas kerugian yang bagaimana yang dapat dihukum. Menurut R.Soesilo : yang di artikan dengan Kerugian materil (kerugian berbentuk uang), akan tetapi juga kerugian dilapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan dan sebagainya.

Bahwa terdakwa menggunakan STTB/Ijazah untuk mencalonkan diri sebagai Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dan terpilih sebagai pemenangnya, telah mengakibatkan kerugian bagi Bakal Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten :Langkat periode 2009-2014 yang lainnya antara lain menimbulkan kerugian bagi saksi Legimin dan saksi Nuriadi.


(53)

4. Pengaturan Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Dalam Hukum Positif Indonesia

a. Ketentuan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama – tama dalam kelompok kejatahan ”Penipuan” ; hingga tidak semua perbuatan adalah pemalsuan. Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu gambaran atas barang seakan – akan asli atau benar, sedangkan sesungguhnya atau kebenaran tersebut tidak dimilikinya. Karena gambaran data ini orang lain terpedaya dan mempercaya bahwa keadaan yang digambarkan atas barang / surat / data tersebut adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan / data terjadi apabila isinya atau datanya ,

Dalam berbagai jenis perbuatan pemalsuan yang terdapat dalam KUHP

dianut:36

1) Di samping pengakuan terhadap azaz hak atas jaminan kebenaran/keaslian

sesuatu data/surat/tulisan, perbuatan pemalsuan terhadap data/surat/tulisan tersebut harus “dilakukan dengan tujuan jahat”.

2) Berhubungan tujuan jahat dianggap terlalu luas harus mempunyai

“niat/maksud” untuk menciptakan anggapan atas sesuatu yang dipaslukan sebagai yang asli atau benar.

Suatu perbuatan pemalsuan dapat dihukum apabila terhadap

jaminan/kepercayann dalam hal mana :37

36

37


(54)

1) Pelaku mempunyai niat/maksud dengan menggambarkan keadaan yang tidak benar itu seolah-olah benar mempergunakan sesuatu data yang tidak asli seolah-olah asli, hingga orang lain terpedaya.

1) Unsur niat/maksud tidak perlu meliput unsur menguntungkan diri

sendiri atau orang lain (sebaliknya dari bebagai jenis perbuatan penipuan)

2) Tetapi perbuatan tersebut harus menimbulkan sesuatu bahaya umum

yang khusus dalam pemalsuan data/surat dan sebagainya,dirumuskan dengan masyarakat “kemungkian kerugian”dihubungkan dengan sifat daripada data/surat tersebut.

Tindak pidana penggunaan ijazah palsu dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di atas, maka yang menjadi unsur-unsurnya adalah :

Dipidana dengan pidana yang sma, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan dapat menimbulkan kerugian

Unsur-Unsur Pasal 263 ayat (2):

a. Subjektif : Dengan sengaja.

b. Objektif :

Perbuatan : Memakai

Obyeknya : Surat Palsu ; Surat Yang di Palsukan Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian;

a) Unsur dengan sengaja

Kata “sengaja” yang berarti pula “opzet”(doulus) maksudnya tahu dan dimaksud. Jadi unsur “dengan sengaja” maksudnya disini bahwa orang yang


(55)

melakukan (menggunakan surat/ijazah) itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat (ijazah) yang ia gunakan itu palsu atau menggunakan surat palsu tersebut dimaksud atau termasuk dalam niatnya sipelaku. Jika ia tidak tahu akan hal itu

atau tidak dimaksud ia tidak dapat dihukum.38

Menggunakan artinya memakai atau menyerahkan kepada orang lain atau ditempat dimana serta tersebut dibutuhkan. Sudah dianggap sebagai mempergunakan dalam rancangan KUHP Belanda mula-mula disebutkan bahwa surat adalah “surat-surat yang dapat membuktikan sesuatu”. Sehubungan dengan

hal ini menurut Wirjono Prodjodikoro39

b) Unsur jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian

perumusan ini dianggap terlalu luas, oleh karena setiap surat dapat membuktikan sesuatu. Jadi sifat demikian berarti bahwa surat-surat itu harus memiliki kekuatan pembuktian, dan mengenai kekuatan pembuktian ada peraturan, baik dalam hukum acara pidana.

Menurut R.Soesilo : yang di artikan dengan Kerugian materil (kerugian berbentuk uang), akan tetapi juga kerugian dilapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan dan sebagainya

38

Soesilo,R. 1983. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus. Bogor: Politeia. hal 28

39

Proddikoro, Wirjono . 1967. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Jakarta-Bandung: PT Eresco. hal 178.


(56)

b. Ketentuan Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas

Pasal 1 butir 2 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional juga merumuskan definisi mengenai Pendidikan Nasional, yaitu pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Demi mewujudkan ketertiban, keadilan dan kepastian hukum sebagaimana dijelaskan di atas, maka pengaturan pemidanaan terhadap penggunaan ijazah palsu telah diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bab XX tentang Ketentuan Pidana Pasal 68 dan 69).

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman, melalui Sistem pendidikan nasional terdiri dari komponen-komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Tindak pidana penggunaan ijazah palsu diatur dalam Pasal 68 ayat (2), dan Psal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 68 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan : Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak


(57)

memenuhi persyaratan dipidana dengan piadan penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,(lima ratus juta rupiah).40

a. Setiap Orang

Dari Ketentuan pasal 68 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut, maka yang menjadi unsur-unsurnya adalah :

b. Menggunakan ijzah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi,

dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan.

Ad.a. Unsur : Setiap Orang 41

Pada unsur ini “mempergunakan” artinya sama dengan yang dimkasud dalam Pasal 137 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 dan dalam Pasal 263 KUHP. Dan dalam unsur ini yang dipergunakan oleh sipelaku harus berupa ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan. Apabila ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi diperoleh dari satuan pendidikan yang memenuhi persyaratan, maka si pelaku tidak terbukti Unsur “setiap orang” disini adalah sama dengan dengan yang diatur dalam pasal 137 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, dan Dalam Pasal 263 KUHP, yakni menunjukan pada subyek hukum pidana (kasus penggunaan ijazah palsu) yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Ad.b Unsur Menggunakan ijzah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan

40

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 68 ayat (2)

41

Dikutip dari Tarima Saragih , aspek Hukum Pidana Dalam kasus Penggunaan Ijazah Palsu Pada Pencalonan Anggota Legislatif, 2005, hal 28-32


(58)

memenuhi unsur ini, oleh karenanya terhadap sipelaku tidak dapat diterapkan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 .

Berpedoman pada ketentuan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 62 ayat (1),(2) dan (3)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, yaitu:

(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau pemerintah daerah.

(2) Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan.

(3) Pemerintah atau pemerintah daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan

Terakreditas dibuktikan dengan sertifikat akreditas yakni surat yang menyatakan pengakuan dan penghargaan atas status dan kelayakan suatu sekolah atau perguruan tinggi melalui proses pengukuran dan penilaian kinerja sekolah atau perguruan tinggi mencakup seluruh komponen berdasarkan standar yang diterapkan Badan Akreditas Nasional untuk jenjang pendidikan tertentu, dan dapat dipergunakan dalam penentuan jenjang akreditas sekolah.

Dalam Pasal 69 ayat (1) yaitu : Setiap orang yang menggunakan ijazah,

sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah.42

a. Perbuatannya : menggunakan

Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 69 ayat 1 adalah

b. Obyeknya : Ijazah palsu, sertifikat kompetensi palsu, gelar

akademik palsu, profesi palsu, vokasi palsu.

Lima obyek tindak pidana Pasal 69 ayat (1) : ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, vokasi yang kesemuanya palsu. Sesungguhnya dalam ayat (1) unsur sengaja dan melawan hukum disebabkan (melekat) karena isi kelima obyek tersebut palsu, sedangkan subyek hukum yang melakukan perbuatan (menggunakan) yang menjadikan objek-objek tersebut palsu.

42

Chazawi, Adami dan Ferdian, Ardi. 2014. Tindak Pidana Pemalsuan ( Tindak Pidana yang Menyerang Kepentingan Hukum Terhadap Kepercayaan Mengenai Kebenaran Isi Tulisan dan Berita yang Disampaikan). Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. hal 251-253


(59)

B. Ruang Lingkup Pembuktian

I. Sistem pembuktian

II. Bukti, Barang Bukti dan Alat Bukti

III. Prinsip-Prinsip Pembuktian Pidana

Andi Hamzah mendefinisakan pembuktian sebagai upaya mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta

dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.43

Lain lagi dengan M. Yahya Harahap, S.H., dia beranggapan bahwa yang dimaksud dengan pembuktian adalaha ketentuan yang membatasi sidang

pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan kebenaran.44 Proses

pembuktian atau membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebanran

peristiwa tersebut.45

Menurut R.Wirjono Prodjodikoro adalah

46

I. Adapun jenis- jenis sistem pembuktian menurut KUHP adalah:

“ Kebenaran biasanya hanya mengenai keadaan-keadaan yang tertentu yang sudah lampau. Makin lama waktu lampau itu,makin sukar bagi Hakim untuk menyatakan atas keadaan-keadaan itu. Oleh karena roda pengalaman di dunia tidak mungkin diputarbalikan lagi, maka kepastian seratus persen, bahwa apa yang akan diyakini oleh Hakim tentang suatu keadaan, betul-betul sesuai dengan kebenarannya,tidak mungkin dicapai. Maka acara pidana sebetulnya hanya dapat menunjukan jalan untuk berusaha guna mendekati sebanyak mungkin persesuaian antara keyakinan Hakim dan kebenaran sejati. Untuk mendapat keyakinan ini, Hakim membutuhkan alat-alat guna menggambarkan lagi keadaan-keadaan yang sudah lampau itu.”

Sistem pembuktian terdiri dari dua kata, yaitu kata “sistem” dan “pembuktian”. Secara etimologis, kata “sistem” merupakan hasil adopsi dari kata asing “system” (Bahasa Inggris) atau “systemata” (Bahasa Yunani) dengan arti “suatu kesatuan yang tersusun secara terpadu antara bagian-bagian

43

Hamzah, Andi. 1987. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. hal 77.

44

Harahap, Yahya. 1993. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Pustaka Kartini. hal 22.

45

Prodjohamidjojo, Martiman. 1983.Jakarta: Ghalia

Indonesia. hal 1

46

Prodjodikoro, R.Wirjono dalam buku Mulyadi, Lilik. S.H.2007 Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik dan Permasalahnnya. Jakarta: PT.Alumni Bandung. hal 192


(60)

kelengkapannya dengan memiliki tujuan secara pasti” atau “seperangkat

komponen yang bekerja sama guna mencapai suatu tujuan tertentu”.47

Didalam hukum acara pidana terdapat pihak-pihak yang terlibat dalam rangka membuktikan kebenaran terhadap perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa. Sebagai contoh kita lihat didalam Undang-Undang No.08 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Didalam Pasal 1 Undang-Undang No.08 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pembuktian terdapat elemen-elemen yang menjadi bagian dalam usaha pencarian

kebenaran materiil, yaitu :48

1. Penyidik

2. Penuntut Umum

3. Penasihat Hukum

4. Majelis Hakim

5. Terdakwa

6. Alat Bukti.

Elemen-elemen inilah yang menjadi bagian-bagian dalam sistem pembuktian. Artinya elemen-elemen inilah yang membentuk suatu kesatuan yang

47

Diambil dari http://www.karyatulisilmiah.com/pengertian-sistem.html

48

Undang-Undang No.08 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 ayat :

1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

6. a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

8. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

13. Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum.

15. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan..


(61)

tersusun secara terpadu untuk mencari kebenaran terhadap perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.

Selanjutnya, dalam rangka menerapan “pembuktian“ atau “hukum pembuktian” Hakim lalu bertitik tolak kepada “sistem pembuktian” dengan tujuan mengetahui bagaimna cara meletakan suatu hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diadilinya. Untuk itu, secara teoritik guna penerapan sistem pembuktian, pada asanya dikenal 3(tiga) teori tentang sistem pembuktian, yaitu berupa :

a. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif atau (Positief

Wettelijke Bewijs Theorie)49

Sistem pembuktian positif bergantung keapada alat-alat bukti sebagaimana Hakim dapat mempergunakan kekuatan alat-alat bukti tersebut atau tidaknya perkara yang sedang diadili, karena sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa didasarkan kepada ada tiadanya alat-alat bukti sah menurut undang-undang yang dapat dipakai membuktikan kesalahan terdakwa. Teori positif wetteljik sangat mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan keyakinan hakim.

Jadi sekalipun hakim yakin akan kesalahan yang dilakukan terdakwa, akan tetapi dalam pemeriksaan dipersidangan pengadilan perbuatan terdakwa tidak didukung alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa harus dibebaskan.

Menurut M.Yahya Harahap yaitu “ Pembuktian menurut undang-undang secara positif keyakianahakim tidak ikut ambil bagian dalam membuktikan

49


(1)

Tongat. 2009. Dasar-Dasar Hukum Pidana indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. Malang: UMM Press Cet 2.

Ashshofa, Burhan. 2001. Metode Penelitian Hukum Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANG

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia n No.43 tahun 2014 Tentang Peraturan pelaksana Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 1 ayat 1) dan (3)

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Bab XX Pasal 1 Undang-Undang No.08 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Soesilo, R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 263

Peraturan Bupati Langkat Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemilihan kepala Desa di Kabupaten langkat. Pasal 9

Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb. Putusan PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, Putusan MA-RI REG. No.579K/Pid/2012

C. DAFTAR ARTIKEL DALAM SITUS


(2)

LAMPIRAN

Ijazah/STTB SMP Sekolah Insani Medan SUPRIADI

Klarifikasi Ijazah/STTB SMP Sekolah Insani Medan atas nama SUPRIADI dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Di Dalam Kuhp (Studi Putusan Ma No. 1914/K/Pid/2012)

2 116 124

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Suatu Telaah Terhadap Proses Pengajuan Grasi Terhadap Putusan Pidana Mati Berdasarkan UU RI No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (Studi Kasus PUTUSAN Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.513/PID. B/1997/PN. LP)

0 64 77

Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur (Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239/Pid.B/2007/PN-Binjai)

1 52 120

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88

Pertanggungjawaban Pidana Dokter (Studi Putusan Makamah Agaung Nomor 365 K/Pid/2012)

4 78 145

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kabupaten Langkat (Studi Putusan Pn No.197/Pid.B/2011/Pn.Stb, Pt No.431/Pid/2011/Pt.Mdn, Ma-Ri No.579k/Pid/2012)

0 0 31

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT (Studi Putusan PN No.197Pid.B2011PN.Stb, PT No.431Pid2011PT.Mdn, MA-RI No.579KPid2012) SKRIPSI

0 0 12