ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
Dari ayat tersebut di atas, menurut analisis penulis yang menjadi topik pembahasan para ulama tafsir berkisar pada siapa yang dimaksud
al-wālidāt
تادلاولا
, bagaimana hukum memberikan ASI, berapa lama masa memberikan ASI, serta hikmah yang terkandung dari pemberian
ASI pada anak. Berikut ini uraian pembahasan topik-topik tersebut.
1. Siapa yang dimaksud al-wālidat
تادلاولا
Menurut ar-Rāzi w. 604 H ada tiga pendapat: a. Berdasarkan dhahir ayat yang dimaksud adalah semua ibu, baik yang
berstatus istri maupun yang sudah ditalak dengan argumentasi bahwa lafadhnya adalah `am umum dan tidak ada dalil yang
mengkhususkannya maka tetap pada keumumannya.
b. Para ibu yang ditalak, dengan dua alasan: a A
llah menyebut ayat ini setelah ayat tentang talak, maka ayat ini dikemukakan sesudahnya sebagai pelengkap atau penyempurna,
sebab ada hubungan ayat ini dengan sebelumnya yaitu apabila terjadi perpisahan antara suami istri akan timbul rasa saling
membenci dan bermusuhan, hal tersebut dapat mendorong ibu menyakiti anak dari dua sisi: pertama, ketika ibu menyakiti anak
berarti hal tersebut akan menyakiti suaminya. Kedua, barangkali ibu yang ditalak ingin menikah dengan orang lain dan hal itu akan
membuat ibu melalaikan anak, oleh karena ada kemungkinan di atas Allah menuntun agar orang tua tetap memperhatikan anak-
anak mereka.
b A s-Sa`di berpendapat sebabnya irman Allah
نهقزر هل دولوما ىلعو نهوسك و
, argumentasinya jika pernikahan masih berlangsung, suami wajib menafkahi istri karena pernikahannya bukan sebab
menyusui. Penjelasan kenapa pada ayat tersebut kata yang dipakai kata
تادلاولاا
bukan
تاقلطما
adalah untuk menarik kasih sayang para ibu terhadap anak-anak mereka, meskipun ikatan suami istri telah putus,
oleh karena pada dasarnya para ibu sangat sayang dan cinta kepada anak-anak mereka.
c. Al-Wāhidi dalam al-Basith berpendapat bahwa yang lebih utama ditafsirkan para ibu yang masih berstatus istri, sebab wanita yang
Fathiyaturrohmah
Ayat-Ayat Tentang Peranan Ibu dalam Pendidikan Anak
ditalak tidak berhak atas pakaian tetapi berhak atas upah.
15
Ath-Thabāri w. 310 H memberikan pengertian
تادلاولا
dengan para wanita yang ditalak bain oleh suaminya dan mempunyai anak sebelum
talak bain itu atau anak yang lahir setelah berpisah tetapi anak itu adalah hasil hubungan sebelum berpisah.
16
Ibn Katsir w. 774 H dalam hal ini tetap menggunakan makna
تادلاولا
dalam menafsirkannya dengan tidak menyebutkan adanya perbedaan pengertian, yaitu para ibu hendaknya menyusukan anaknya.
17
Sedangkan Ali as-Sayis lebih memilih pengertian
تادلاولا
yang dimaksud ayat ini adalah perempuan-perempuan yang ditalak, dengan
alasan irman Allah
نهقزر هل دولوما ىلعو
dari ayat ini dipahami jika hubungan perkawinan tetap berlangsung maka kewajiban suami menafkahi istrinya
berdasarkan hubungan perkawinan itu bukan karena menyusui dan juga ayat ini disebutkan sebagai lanjutan ayat-ayat talak artinya ayat ini
menjadi penyempurna atau pelengkap ayat sebelumnya.
18
Sayyid Qutb w. 1367 H pun berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wanita yang
ditalak
19
Adapun pendapat yang kuat menurut Ali ash-Shābuni adalah ibu secara umum baik yang masih dalam ikatan pernikahan maupun
yang sudah ditalak sebagaimana yang dipilih oleh Abu Hayyan w. 745 H,
20
Al-Marāghi w. 1945 M pun berpendapat seperti ini.
21
Sedangkan dalam tafsir Al-Manar, Rasyid Rida tidak menentukan pilihan dan tidak
melakukan tarjih dalam memaknai pengertian
تادلاولا
.
22
Menurut penulis perbedaan pendapat dalam memaknai kata
تادلاولا
di atas baik ibu yang ditalak atau ibu masih dalam status istri tidak menjadi masalah dalam pembahasan ini, yang pokok mereka adalah ibu kandung
15
Fakhr ar-Rāzi, at-Tafsir al-Kabir Beirūt : Dār al-Fikr, t.t., Juz V,126.
16
Abu Ja`far Muhammad ibn Jarir aţ-Thābari, Jami` al-Bayān Beirūt : Dār al-Fikr, 1995, Juz 2, 664.
17
Abu al-Fidā Isma`il ibn Katsir, Tafsir al-Qur`an al-`Adhim Beirūt : al-Maktabah al- `Ashriyyah, 2000, Jilid 1, 248.
18
Muhammad Ali as-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkām Beirūt : Dār al-Kutub al-Ilmiah, 1998,
Jilid 1,156.
19
Sayyid Qutb, i Dhilāl Al-Qur`an Beirūt : Ihya` at-Turats al-`Arabi, 1967, Jilid 1, 207.
20
Lihat Ali ash-Shābūni, Rawāi`ul al-Bayān Tafsir Ayat Ahkām, t.t. : t.p., t.th., Jilid I, 353.` Muhammad ibn Yusuf ibn Hayyan al-Andalūsi, al-Bahr al-Muhit, Beirūt : Dār al-Kutub
Ilmiah, 1993, Juz II, 233.
21
Ahmad Mushthafa al-Marāghi, Tafsir al-Marāghi, Mesir : Mustafa al-Babi Halbi wa Auladuh, 1972, Jilid 1,185.
22
Rasyid Rida, al-Manar , Beirūt : Dār al-Fikr, t.th., Jilid II, 409.
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
hanya saja satu masih terikat ikatan perkawinan sedang yang satu ikatan tersebut telah putus dan penggunaan kata
تادلاولا
memang hanya untuk menunjukkan ibu kandung.
2. Bagaimana Hukum Ibu Memberikan ASI pada Anak