Analisis Fungsi Gen OsNAC6 yang Berasal dari Padi (Oryza sativa L) Kultivar Batutegi untuk Meningkatkan Ketahanan terhadap Kekeringan

ANALISIS FUNGSI GEN OSNAC6
YANG BERASAL DARI PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR
BATUTEGI UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN
TERHADAP KEKERINGAN

AGUS RACHMAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Analisis Fungsi
Gen OsNAC6 yang Berasal dari Padi (Oryza sativa L.) Kultivar Batutegi untuk
Meningkatkan Ketahanan Padi terhadap Kekeringan” adalah karya bersama saya
dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Agus Rachmat
NIM A263090061

RINGKASAN
AGUS RACHMAT. Analisis Fungsi Gen OsNAC6 yang Berasal dari Padi (Oryza
sativa L.) Kultivar Batutegi untuk Meningkatkan Ketahanan terhadap Kekeringan.
Dibimbing oleh HAJRIAL ASWIDINNOOR, SUDARSONO, DEWI SUKMA
dan SATYA NUGROHO.
Beras merupakan salah satu bahan pokok untuk kebutuhan pangan bagi
masyarakat pada umumnya. Produksi beras perlu terus ditingkatkan untuk
mengimbangi laju pertumbuhan penduduk. Produktivitas padi seringkali
mengalami kegagalan karena adanya kendala faktor biotik dan abiotik. Tuntutan
produksi yang besar tidak lepas dari berbagai permasalahan yang seringkali
menyebabkan turunnya produktivitas padi secara nasional, salah satu kendala

dalam produksi padi adalah semakin sempitnya luas lahan pertanian produktif dan
kondisi iklim yang sulit diprediksi. Kekeringan merupakan bencana alam yang
berpengaruh langsung pada produksi hasil pertanian. Kemajuan teknologi
memungkinkan pendekatan molekuler untuk meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan memperbaiki ekspresi gen-gen terkait
ketahanan terhadap cekaman lingkungan.
Faktor transkripsi mempunyai peranan penting dalam regulasi selular dan
perubahan fisik sebagai respon terhadap cekaman lingkungan pada tanaman. Crepeat binding factor/dehydration responsive element binding factor
(CBF/DREB), faktor transkripsi NAM, ATAF, dan CUC, zinc finger protein dan
faktor transkripsi lainnya merupakan regulator yang penting pada respon tanaman
terhadap cekaman lingkungan. Faktor transkripsi OsNAC6 merupakan salah satu
gen yang berperan dalam cekaman kekeringan dengan cara mempengaruhi
ekspresi beberapa gen pengkode protein yang berperan dalam kondisi cekaman.
Serangkaian penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk
mengkarakterisasi faktor transkripsi OsNAC6 yang berasal dari kultivar Rojolele,
Batutegi dan Nipponbare serta mempelajari mekanisme fungsi faktor transkripsi
OsNAC6 terhadap cekaman kekeringan dan salinitas. Karakterisasi faktor
transkripsi OsNAC6 yang berasal dari ketiga kultivar dibandingkan dengan aksesi
yang terdeposit dalam pangkalan data GenBank menggunakan BLASTn dan
BLASTp. Translasi runutan DNA menjadi asam amino menggunakan perangkat

lunak Geneious Pro 5.6.6 (Biomatters, USA) dan ClustalW2. Hasil analisis
BLASTn dan BLASTp faktor transkripsi OsNAC6 asal tiga kultivar Rojolele,
Batutegi, Nipponbare menunjukan kesamaan identitas yang tinggi dengan faktor
transkripsi OsNAC6 aksesi AB028185 yang terdeposit pada pangkalan data
GenBank, mempunyai motif EVQSQPK pada daerah TAR, sehingga dapat
disimpulkan bahwa fragmen gen tersebut adalah OsNAC6 dan termasuk dalam
subfamili ATAF.
Introduksi faktor transkripsi OsNAC6 ke kultivar Ciherang dilakukan
dengan metode transformasi menggunakan Agrobacterium. Perlakuan cekaman
PEG, NaCl dan ABA dilakukan selama 21 hari dan ekspresi OsNAC6 diukur pada
0 dan 24 jam setelah perlakuan, sedangkan perlakuan kekeringan dilakukan
selama 7 hari pada umur tanaman 4 minggu. Ekspresi OsNAC6 dianalisis
menggunakan kuantitatif Real Time PCR (Eco Illumina real time PCR System).
Pembentukan kalus embriogenik yang rendah dan pencoklatan jaringan adalah

masalah utama pada transformasi padi kultivar Ciherang. Rendahnya efisiensi
transformasi diduga karena kultivar ini rekalsitran untuk kegiatan transformasi.
Jumlah plantlet putatif transforman yang dihasilkan 39 plantlet, hasil analisis PCR
menunjukkan 21 tanaman positif hpt. Keberadaan gen hpt dalam genom dapat
menjadi indikasi keberadaan gen target OsNAC6. Analisis jumlah salinan transgen

dengan Southern blot menunjukkan tanaman transgenik memiliki jumlah salinan
antara 1 - 3.
Ekspresi OsNAC6 di bawah kondisi perlakuan ABA, PEG dan NaCl
memperlihatkan peningkatan, baik pada tanaman kontrol maupun tanaman
transgenik. Pada tanaman kontrol peningkatan ekspresi lebih rendah dibanding
pada tanaman transgenik. Ekspresi OsNAC6 pada tanaman transgenik dengan
perlakuan PEG dan salinitas pada 0 jam maupun 24 jam tidak menunjukkan
adanya perbedaan. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan promoter
konstitutif CAMV 35S yang berekspresi terus menerus baik ada maupun tidak ada
cekaman. Hasil evaluasi terhadap tanaman transgenik selain meningkatkan
ekspresi OsNAC6 juga meningkatkan ekspresi relatif gen responsif lainnya seperti
AP2, Zincfinger protein dan MYB. Faktor transkripsi AP2 merupakan famili yang
cukup besar pada tanaman dan mempunyai peranan penting terhadap cekaman
lingkungan atau cekaman biotik.
Kata kunci: Oryza sativa L., faktor transkripsi, OsNAC6, cekaman abiotik

SUMMARY
AGUS RACHMAT. Functional Analysis of OsNAC6 Gene from Batutegi Rice
(Oryza sativa L.) Cultivar to Enhance Drought Tolerance. Supervised by
HAJRIAL ASWIDINNOOR, SUDARSONO, DEWI SUKMA and SATYA

NUGROHO.
Rice (Oryza sativa L.) is the major staple crop in Indonesia and in many
other developing countries in the world. Increased production of rice often fail due
to the constraints of biotic and abiotic stresses. Large production demands can not
be separated from the problems that often cause a decrease in productivity of rice;
such as the lack of fertil land, decrease of water resource as well as climate
change due to global warming. Advances in technology allow molecular
approaches to improve plant resistance to biotic and abiotic stresses by
influencing the expressions of stress responsive genes. Transcription factors play
important role in the regulation of cellular and physical changes in response to
environmental stresses in plants. C-repeat binding factor/ dehydration responsive
element binding factor (CBF/DREB) transcription factor NAM, ATAF, and CUC,
zinc finger proteins and other transcription factors are important regulators in
plant responses to environmental stress.
Drought is one of the main abiotic stress that influences plant growth and
decreases its production. OsNAC6 is one of the transcription factor plays a role in
drought-stress responses and influences the expression of several genes encoding
proteins in stress conditions. A series of studies have been conducted to
characterize OsNAC6 obtained from Rojolele, Batutegi and Nipponbare rice
cultivars and to analys the function under drought and salinity stresses. OsNAC6

derived from the three cultivars were compared with the accessions deposited in
the GenBank database using the BlastN and BLASTp. Translation of DNA into
amino acid sequences was done using the software Geneious Pro 5.6.6
(Biomatters, USA) and ClustalW2. BLASTn and BLASTp analysis results
OsNAC6 from the three rice cultivars Rojolele, Batutegi, Nipponbare showed
high similarity with the OsNAC6 deposited in the GenBank database, has
EVQSQPK motif in the TAR, so it can be concluded that the gene fragment was
OsNAC6 and includes in the subfamily Ataf.
Agrobacterium-mediated transformation method was used to introduce
OsNAC6 genes into rice cv. Ciherang cultivars to analys the function of OsNAC6.
Out of 39 putative transformant lines obtained, 21 were identified to harbour hpt
marker gene, which my indicate the presence of the OsNAC6 transgene.
Southern blot analysis showed that the putative first generation (T1) of the
transgenic rice integrated a range of 1-3 copies of transgenes. Expression level of
OsNAC6 under ABA (absisic acid; hormone related to stress responsive), PEG
(polyethilene glycol; water limiting agent) dan NaCl (natrium chloride; salinity
stress) treatments at seedling stage indicated that they were generally higher in
transgenic than non-transgenic rice. There was no significant increased of
OsNAC6 expression under ABA treated transgenic rice at 0 and 24 hour after
treatment, which may be caused by the use of the constitutive promoter CaMV

35S that continuously expressed either with or without stress.

The expression of AP2, Zinc finger protein and MYB which are regulatory
genes for many plant stress responses were up regulated in transgenic lines,
indicating the roles of OsNAC6 in regulating the expression of other important
drought responsive gene. AP2 is the largest plant transcription factor family with
plays important role in regulating responses for biotic or abiotic stress.
Keywords: Oryza sativa L., transcription factor, OsNAC6, abiotic stress

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i


ANALISIS FUNGSI GEN OSNAC6
YANG BERASAL DARI PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR
BATUTEGI UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN
TERHADAP KEKERINGAN

AGUS RACHMAT

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii


Penguji pada Ujian Tertutup: 1.Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP. MSi
2. Dr. Desta Wirnas, SP. M.Si

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof. (R). Dr. M. Herman
2. Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si

iii

Judul Disertasi : Analisis Fungsi Gen OsNAC6 yang Berasal dari Padi (Oryza
sativa L.) Kultivar Batutegi untuk Meningkatkan Ketahanan
terhadap Kekeringan
Nama
: Agus Rachmat
NIM
: A263090061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc
Ketua

Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si
Anggota

Prof. Dr.Ir. Sudarsono, M.Sc
Anggota

Dr. Satya Nugroho
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS


Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Lulus:

iv

PRAKATA
Dengan Menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Ucapan puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, petunjuk dan pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian sampai tersusunnya penulisan disertasi dengan judul:
“Analisis Fungsi Gen OsNAC6 yang Berasal dari Padi (Oryza sativa L.) Kultivar
Batutegi untuk Meningkatkan Ketahanan terhadap Kekeringan”.
Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terlaksana karena bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc selaku ketua komisi
pembimbing yang dengan konsisten telah memberikan bimbingan, arahan dan
masukan mulai dari menyusun proposal sampai penulisan disertasi, Prof. Dr. Ir.
Sudarsono, MSc, Dr. Dewi Sukma, SP. MSi dan Dr. Satya Nugroho selaku
anggota komisi pembimbing yang ditengah kesibukannya secara tulus
memberikan masukan, arahan, dan bimbingan mulai dari penyusunan proposal
sampai penulisan disertasi. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Dr.
Sintho Wahyuning Ardie, SP. MSi, Dr. Desta Wirnas, SP. MSi, Dr. Ir. Nurhayati,
MSc, Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK. MS, Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi dan Prof.
(R) Dr. M. Herman yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian
pra kualifikasi program Doktor, Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka, serta
memberikan masukan dan saran perbaikan untuk kesempurnaan disertasi ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Pusat Penelitian Bioteknologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang telah memberi kesempatan dan
dukungan biaya kepada penulis untuk melangsungkan studi S3 di IPB,
Kementrian Riset dan Teknologi yang telah memberikan dana penelitian. Tidak
lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teknisi dan seluruh teman-teman di
Laboratorium Genomik dan Perbaikan Mutu Tanaman Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI dan Laboratorium Pemuliaan dan Biologi Molekuler Tanaman
IPB atas kerjasama, kebersamaan dan dukungannya selama penulis melakukan
penelitian dan menyelesaikan studi. Terimakasih juga penulis ucapkan kepeda
Dr. Agus Sutanto dan Heni Safitri, M.Si yang telah membantu dalam
menganalisis statistik dan analisis bioinformatik.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada istri tercinta
Wulansih Dwi Astuti atas doa yang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis
selama menempuh pendidikan S3, serta anak-anak tersayang Ardelia Clarissa
Bella, Fadhil Rajendra Akhtar dan Farhan Ghaisan Akmal yang telah
menginspirasi untuk tetap bersemangat. Terimakasih juga penulis sampaikan
kepada kedua orang tua H. Emo Padma (Alm) dan Hj. Rd. Djulaeha serta mertua
Ir. Soemardi, APU dan Ir. Rumiati, MSi atas do’a, semangat dan kasih sayang
yang telah diberikan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan, sehingga besar
harapan penulis atas saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan disertasi. Akhir kata penulis berharap semoga disertasi ini
bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan biologi molekuler tanaman,
khususnya tanaman padi di Indonesia.
Bogor, Agustus 2014
Agus Rachmat

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman Padi
Karakteristik Padi Kultivar Ciherang
Transformasi Genetika
Peranan Air bagi Tumbuhan
Cekaman Kekeringan
Fungsi dan Peranan NAC pada Cekaman Biotik
Pengaturan Faktor Transkripsi NAC oleh Infeksi Patogen
Peranan dan Fungsi NAC terhadap Adanya Cekaman Abiotik
Cekaman Kekeringan, Salinitas Tinggi, Suhu Rendah dan Osmotik
Interaksi antara Beberapa Faktor Transkripsi terhadap Kekeringan
Prospek Faktor Transkripsi NAC
Penggunaan Polietilena Glikol (PEG)
Aktin
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

vii
vii
1
2
3
3
6
6
7
7
11
12
14
14
17
17
18
18
19

SEKUEN DAN ANALISIS FILOGENETIKA DARI GEN NAC YANG
BERASAL DARI DNA GENOM TANAMAN PADI (Oryza sativa L.)
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

21
22
23
24
26
38

TRANSFORMASI PADI INDICA DENGAN GEN REGULATOR OSNAC6
UNTUK PERAKITAN PADI TOLERAN KEKERINGAN
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

39
40
41
42
48
57

vi
OVEREKSPRESI FAKTOR TRANSKRIPSI OsNAC6 ASAL KULTIVAR PADI
INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN TERHADAP
KEKERINGAN DAN SALINITAS
Abstrak
59
Abstract
60
Pendahuluan
61
Bahan dan Metode
62
Hasil dan Pembahasan
66
Simpulan
82
PEMBAHASAN UMUM
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

83
87
89
111

vii

DAFTAR TABEL
1 Fungsi faktor transkripsi pada cekaman biotik
2 Fungsi faktor transkripsi pada cekaman abiotik
3 Homologi residu basa nukleotida dari fragmen OsNAC yang diisolasi
dari padi Rojolele dan 17 gen NAC transcription factor yang berasal
dari padi dan tanaman lain yang terdeposit dalam pangkalan data
GenBank NCBI
4 Homologi antara runutan asam amino dari gen OsNAC6 yang diisolasi
dari padi Batutegi dan 17 protein dari faktor transkripsi NAC yang
berasal dari padi dan tanaman lain yang terdeposit dalam pangkalan
data GenBank NCBI.
5 Komposisi asam amino dari sekuen gen OsNAC6 yang berasal dari padi
kultivar Batutegi, Rojolele dan Nipponbare
6 Media yang digunakan untuk transformasi varietas padi Ciherang
7 Efisiensi transformasi gen OsNAC6 pada padi kultivar Ciherang dengan
menggunakan Agrobacterium
8 Analisis pewarisan untuk parameter keberadaan gen hpt dalam genom
9 Jumlah salinan gen hpt pada galur tanaman transgenik terpilih hasil
transformasi dengan Agrobacterium
10 Pertumbuhan tanaman transgenik pada fase vegetatif
11 Pengamatan agronomis tanaman transgenik
12 Primer forward dan reverse yang digunakan dalam
kuantitatif RT-PCR
13 Kerapatan stomata pada galur transgenik dan tanaman kontrol

11
16

30

32
35
44
48
52
53
56
56
63
76

DAFTAR GAMBAR
1 Faktor transkripsi NAC sebagai komponen kunci dalam regulasi
transkripsi dari ekspresi gen selama infeksi virus
2 Faktor transkripsi NAC berperan sebagai komponen kunci pada regulasi
transkripsi dari ekspresi gen pada saat terjadi serangan patogen,
integrasi antara mekanisme regulasi positif dan negatif
3 Peran faktor transkripsi NAC pada jalur signal respon biotik dan abiotik
4 Regulasi jaringan transkripsional cis acting elements dan faktor
transkripsi yang dilibatkan dalam ekspresi gen terhadap respon
cekaman abiotik
5 Ruang lingkup dan alur penelitian
6 Representasi amplifikasi gen OsNAC6; (a) komplit sekuen berukuran
4817 bp dengan nomor aksesi AF254558; (b) gen OsNAC6 yang di
klon dari komplit cds dari 3 daerah ekson yang berukuran total 912
pb
7 Elektroferogram hasil amplifikasi fragmen gen OsNAC6 menggunakan
primer spesifik OsNAC6 dari 3 kultivar padi
8 Sekuen DNA dan prediksi asam amino dari fragmen cDNA yang diperoleh
dari padi Batutegi. Residu asam amino yang diberi latar belakang
berwarna adalah motif terkonservasi dari NAC

8

9
10

12
20

26
26

27

viii
9 Hasil pensejajaran sekuen-sekuen gen OsNAC6 yang berasal dari tiga
varietas padi (RL:Rojolele, NB: Nipponbare, BT: Batutegi) dengan
OsNAC6 dari GenBank nomor aksesi AB028185 (GB)
10 Hasil pensejajaran protein OsNAC6 yang berasal dari tiga varietas padi
(RL:Rojolele, NB: Nipponbare, BT: Batutegi), dengan OsNAC6 dari
GenBank nomor aksesi AB028185 (GB)
11 Hasil analisis pensejajaran sekuen residu asam amino yang diprediksi dari
sekuen fragmen produk cDNA padi, Rojolele, Batutegi, dan Nipponbare
(OsNAC6_RL, OsNAC6_BT, OsNAC6_NB) dan gen NAC yang tersedia
pada GenBank NCBI
12 Dendogram hasil analisis filogenetik sekuen residu asam amino yang
diprediksi dari sekuen fragmen produk cDNA padi kultivar Rojolele,
Batutegi, Nipponbare dan (OsNAC6_RL, OsNAC6_BT, OsNAC6_NBdan
OsNAC6_GB) dan 10 gen NAC tanaman lain yang tersedia pada GenBank
NCBI
13 Dendogram hasil analisis filogenetik sekuen prediksi asam amino asal
OsNAC6 padi Rojolele, Batutegi, Nipponbare dan gen-gen NAC asal
padi Triticum aestivum, Hordeum vulgare dan Tamarix hispida yang
terdeposit pada NCBI dan Plant Transcription Factor Database
14 Motif terkonservasi di luar domain NAC pada group SNAC pada
tanaman padi (Oryza sativa L.), T. aestivum dan H. vulgare
15 Konstruksi vektor pARNAC6, membawa transgen OsNAC6 dan hpt
dalam T-DNA. Menggunakan promoter konstitutif CaMV 35S
16 Plasmid pCAMBIA 1305.1 yang digunakan sebagai vektor untuk
transformasi A. tumefaciens ke genom tanaman
17 Kegiatan transformasi dan regenerasi pada padi kultivar Ciherang
dengan menggunakan A. tumefaciens untuk menghasilkan tanaman padi
kultivar Ciherang yang mengandung overekspresi OsNAC6 yang
dikendalikan oleh promoter CaMV 35S
18 Amplifikasi fragmen gen hpt tanaman transgenik (T1) terpilih hasil
transformasi dengan A. tumefaciens pembawa plasmid pCAMBIA 1501
19 Hasil uji higromisin pada daun tanaman kontrol dan galur tanaman
transgenik pada T1
20 Hasil hibridisasi Southern DNA tanaman kultivar Ciherang yang
ditransformasi dengan gen OsNAC6
21 Ekspresi OsNAC6 yang diisolasi dari daun muda pada tanaman kontrol
kultivar Ciherang yang tidak ditransformasi dan tanaman transgenik
galur C.72, C.83 dan C.91
22 Pertumbuhan tanaman kontrol kultivar Ciherang yang tidak
ditransformasi dan galur transgenik (C.72, C.83 dan C.91) pada fase
kecambah pada umur 2 minggu dalam kondisi normal tanpa ada
perlakuan
23 Konstruksi vektor pARNAC6, membawa transgen OsNAC6 dan hpt
dalam T-DNA
24 Seleksi tanaman transgenik dengan menggunakan media yang
mengandung higromisin 50 mg l-1
25 Perlakuan PEG (20%) pada tanaman kontrol dan tanaman transgenik

28

31

33

34

36
37
42
43

49
51
52
54

55

55
61
65
66

ix
26 Perlakuan salinitas (NaCl 200 mM) pada tanaman kontrol dan tanaman
transgenik
27 Pola ekspresi OsNAC6 pada daun muda tanaman padi kontrol kultivar
Ciherang yang tidak ditransformasi dan tanaman transgenik galur C.72,
C.81 dan C.91 terhadap respon ABA,PEG dan NaCl
28 Analisis pola ekspresi gen AP2, MYB dan zincfinger protein yang
responsif terhadap cekaman abiotik yang disimulasikan dengan PEG
(20%) pada tanaman transgenik
29 Uji cekaman kekeringan pada padi transgenik yang mengandung
overekspresi OsNAC6 dan tanaman kontrol pada tanaman umur 4
minggu
30 Grafik peningkatan konsentrasi prolin tanaman
µmol g-1 pada
perlakuan 0,14 dan 21 HSP cekaman kekeringan pada tanaman kontrol
dan galur transgenik
31 Stomata pada tanaman kontrol kultivar Ciherang yang tidak
ditransformasi dan transgenik setelah 14 HSP kekeringan A (Kontrol )
dan B(C. 72)
32 Stomata pada tanaman transgenik setelah 14 HSP kekeringan C (C.83)
dan D (C.91)
33 Kandungan klorofil a dan b (mg/g) pada tanaman kontrol dan galur
transgenik 14 hari setelah perlakuan (HSP)

68

70

72

73

75

77
78
80

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi padi di Indonesia pada tahun 2013 adalah sebesar 71,29 juta ton
Gabah Kering Giling (GKG) atau naik sebesar 2,24 juta ton (2,24 persen)
dibanding tahun 2012. Kenaikan produksi ini terjadi di Jawa sebesar 0,97 juta ton
dan di luar Jawa sebesar 1,27 juta ton. Kenaikan produksi terjadi karena kenaikan
luas panen seluas 391,69 ribu hektar (2,91 persen) dan kenaikan produktivitas
sebesar 0,16 kuintal/hektar (0,31 persen). Dengan peningkatan produksi yang
dicapai, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi eksportir beras terbesar. Namun
dengan tingkat konsumsi beras yang sangat tinggi yaitu mencapai 140
kg/orang/tahun, Indonesia masih belum bisa menjadi eksportir beras terbesar
(BPS 2014).
Kendala dalam produksi padi adalah semakin sempitnya luas lahan
pertanian produktif dan kondisi iklim yang sulit diprediksi. Penyebab
penyempitan luas lahan pertanian produktif antara lain karena adanya alih
fungsi sawah menjadi pemukiman dan kawasan industri (Hakim 2002).
Kekeringan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh langsung pada
produksi pertanian, dan dapat menyebabkan kegagalan panen. Sifat toleran
kekeringan sangat kompleks, dikendalikan oleh banyak gen yang tersebar di
banyak lokus dan diwariskan secara kuantitatif (Valliyo dan Nguyen 2006; Fleury
et al. 2010; Lang dan Buu 2010). Sebagian tanaman menghindari kekeringan
dengan meningkatkan penyerapan air dan meminimalkan kehilangan air.
Tanaman toleran kekeringan melibatkan mekanisme osmotic adjustment,
antioksidan, dan ketahanan desikasi. Namun bagaimana mekanisme molekuler
tanaman dalam merespon dan beradaptasi terhadap kekeringan belum sepenuhnya
dimengerti.
Berbagai pendekatan telah diupayakan untuk mempelajari mekanisme
toleran kekeringan pada level molekuler. Sejumlah gen terinduksi kekeringan
telah berhasil diidentifikasi pada level transkripsi menggunakan analisis
microarray pada tanaman model Arabidopsis dan padi (Seki et al. 2001; Seki et
al. 2002; Rabbani et al. 2003; Zhou et al. 2007), namun belum semua mekanisme
fungsi gen terkait cekaman kekeringan dapat diketahui. Analisis fungsional
genomik sangat penting dilakukan untuk memahami lebih mendalam mengenai
fungsi gen terkait dan bagaimana mekanisme pengaturannya pada level
molekuler. Berdasarkan pengaturan ekspresi gen, Yamaguchi-Shinozaki dan
Shinozaki (1993) mengelompokkan gen-gen yang terlibat dalam mekanisme
toleran kekeringan ke dalam dua kelompok utama, yaitu kelompok yang
ekspresinya bergantung pada ABA (ABA dependent) dan tidak bergantung pada
ABA (ABA-independent). Berdasarkan peran atau fungsi proteinnya maka
Shinozaki et al. (2003) mengelompokkan gen-gen yang terlibat dalam mekanisme
toleran kekeringan pada dua kelompok utama, protein fungsional (seperti
osmoprotektan, LEA, transporter, chaperon) dan protein regulator (misalnya
faktor transkripsi dan protein kinase).
Faktor transkripsi NAC merupakan multi fungsional protein dengan
berbagai peran pada siklus hidup tanaman, seperti memelihara perkembangan
meristem apex (Souer et al. 1996; Kim et al. 2006), perkembangan kotiledon

2

(Aida et al. 1997), perkembangan akar lateral (He et al. 2005), pembentukan
dinding sekunder (Zhong et al. 2007), pembelahan sel (Kim et al. 2006),
perkembangan serat (Ko et al. 2007), perkembangan embrio (Duval et al. 2002),
dan perkembangan biji (Sperotto et al. 2009), pembungaan (Sablowski dan
Meyerowitz 1998), respon terhadap hormon (Greve et al. 2003), respon terhadap
infeksi patogen (Xie et al. 1999; Olsen et al. 2005; Nakashima et al. 2007),
penuaan (Liu et al. 2006), serta respon terhadap berbagai cekaman abiotik (Tran
et al. 2004; He et al. 2005; Hu et al. 2006; Bhatnagar-Mathur et al. 2007;
Nakashima et al. 2007; Yoo et al. 2007). Gen NAC juga terlibat dalam respon
terhadap cekaman biotik dan abiotik seperti kekeringan, infeksi jamur dan
salinitas tinggi (Gao et al. 2007).
Overekspresi gen NAC dari tiga aksesi Arabidopsis thaliana (ANAC019,
ANAC055 dan ANAC072) meningkatkan ekspresi gen-gen terkait toleransi
terhadap cekaman kekeringan, salinitas, dan cekaman temperatur rendah pada
tanaman A. thaliana (Tran et al. 2004). Lebih jauh lagi, beberapa peneliti
melaporkan pentingnya fungsi gen ini untuk ketahanan terhadap cekaman biotik
dan abiotik selama siklus hidup tanaman. OsNAC6 dan OsNAC10 merupakan
gen yang berasal dari Oryza sativa berperan dalam respon terhadap cekaman
kekeringan dan meningkatkan ekspresi beberapa gen pengkode protein dalam
kondisi tercekam (Nakashima et al. 2007; Jeong et al. 2010) dan termasuk dalam
sub famili ATAF (Arabidopsis Transcription Activation Factor) (Kikuchi et al.
2000; Ooka et al. 2003). Faktor transkripsi NAC responsif terhadap cekaman
abiotik, khususnya dari famili gen SNAC1, mempunyai peranan penting dalam
mengkontrol respon terhadap kondisi cekaman kekeringan.
Pemahaman yang baik mengenai fisiologi dan biologi molekular padi pada
saat toleransi cekaman abiotik dapat memberikan dasar pengetahuan untuk
mengembangkan varietas padi toleran cekaman kekeringan dan salinitas (Gao et
al. 2007). Oleh karena itu, penelitian mengenai analisis fungsi gen OsNAC6 pada
padi kultivar Ciherang
penting dilakukan sehingga gen tersebut dapat
dimanfaatkan untuk peningkatan toleransi kekeringan pada tanaman padi.
Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Padi termasuk ke dalam genus Oryza yang terdiri atas dua spesies hasil
kultivasi dan 21 spesies wildtype. Dua spesies hasil kultivasi tersebut adalah
Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima Steud. Oryza sativa merupakan spesies
yang telah dibudidayakan secara luas, sedangkan O. glaberrima merupakan padi
Afrika dan hanya tumbuh di beberapa negara di Afrika Barat. O. sativa dibagi
menjadi dua subspesies, yaitu indica dan japonica. Subspesies indica dan
japonica dapat dibedakan berdasarkan sifat resistan terhadap potasium klorat
(KClO3), toleransi terhadap dingin, panjang rambut apikal, dan reaksi terhadap
fenol. Subspesies japonica terbagi menjadi dua berdasarkan analisis isozim, yaitu
japonica tropis (tropical japonica) dan japonica subtropis (temperate japonica)
(Khush 1997).
Subspesies indica banyak terdapat di negara-negara tropis seperti India,
Vietnam, Kamboja, dan Indonesia. Contoh kultivar subspesies indica adalah
Minghui 63, Batutegi dan Ciherang. Subspesies japonica banyak ditemukan di
negara Jepang, dan contoh kultivar subspesies japonica adalah Nipponbare dan

3

Koshihikari. Subspesies javanica banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya
di Pulau Jawa, dan contoh kultivar subspesies javanica adalah Rojolele (Soerjani
et al. 1987). Padi kultivar Batutegi merupakan padi gogo yang hidup di lahan
kering. Kultivar tersebut memiliki tinggi 120-128 cm, batang tegak, waktu panen
berkisar 112-120 hari, dan potensi hasil 6 ton/ha. Kultivar tersebut tahan terhadap
penyakit blas daun, blas leher, dan bercak daun. Selain itu, kultivar tersebut juga
toleran terhadap keracunan aluminium dan tahan terhadap kekeringan (Suprihatno
et al. 2007).
Karakteristik Padi Kultivar Ciherang
Salah satu varietas padi yang saat ini paling banyak ditanam petani adalah
varietas Ciherang. Varietas ini dilepas Balai Besar Padi Sukamandi pada tahun
2000. Varietas ini cocok ditanam pada musim hujan dengan ketinggian di bawah
500 m dpl sehingga disukai oleh para petani. Padi varietas Ciherang adalah hasil
persilangan antara varietas IR18349-53-1-3-1-3/2*IR19661-131-3-1-//4*IR64,
umur tanaman 116-125 hari, tinggi tanaman 107-115 cm, anakan produktif 14-17
batang,
tahan
terhadap
wereng
cokelat
biotipe
2
dan
agak
tahan biotipe 3, tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV, potensi hasil
sekitar 8.5 ton/ha GKG (Suprihatno et al. 2010). Sebagian sifat IR64 juga
dimiliki oleh Ciherang, termasuk hasil dan mutu berasnya yang tinggi, sehingga
varietas Ciherang lebih disukai oleh banyak orang (Hermanto 2006). Pada
preferensi uji varietas ditunjukkan bahwa varietas Ciherang lebih dikenal oleh
petani dibandingkan varietas lainnya, serta lebih disukai mulai dari tampilan
tanaman saat vegetatif, jumlah anakan dan panjang malai, bentuk dan warna
gabah serta beras, dan penerimaan umum terhadap organoleptik nasi (Ruskandar
et al. 2008).
Transformasi Genetika
Transformasi genetika tanaman adalah salah satu teknik yang sangat
penting dalam penelitian biologi molekuler dan pemuliaan tanaman. Transformasi
genetika memungkinkan pemindahan dan penyisipan satu atau beberapa DNA/gen
dari berbagai sumber (bakteri, fungi, virus, hewan dan tumbuhan) ke dalam suatu
genom tanaman. Transformasi genetika padi yang dikemukakan pada pertengahan
tahun 1980 bertujuan untuk memodifikasi genetika kultivar-kultivar penting.
Kultivar tersebut diharapkan memiliki ketahanan terhadap cekaman biotik dan
abiotik, dengan padi subspesies japonica sebagai model. Teknik transformasi
genetika pada tanaman secara umum dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu teknik
transformasi langsung (penembakan DNA, elektroporasi, mikroinjeksi, dan PEG),
dan dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens (Jahne et al. 1995;
Komari et al. 1998; Tzfira dan Citovsky 2006). Teknik transformasi secara
langsung dapat diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman, namun cenderung
menyisipkan gen dengan jumlah salinan banyak pada satu lokus (Dai et al. 2001).
Hal ini menyebabkan tingginya penyusunan kembali (rearrangement) DNA atau
pembungkaman gen, sehingga dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi
data (Reddy et al. 2003). Berbagai metode transfomasi genetika tanaman telah

4

dikembangkan, dan pemilihan metode sangat tergantung pada kemampuan
jaringan atau sel tanaman untuk beregenerasi.
Transformasi Agrobacterium merupakan teknik yang paling umum
digunakan saat ini, karena memiliki kelebihan antara lain tidak memerlukan
peralatan yang mahal, dapat diaplikasikan secara luas baik pada kelompok
tanaman dikotil maupun monokotil, pola integrasi DNA lebih mudah diprediksi
dan yang paling penting adalah kemungkinan untuk mendapatkan tanaman
dengan satu salinan gen sangat tinggi (Roy et al. 2000; Dai et al. 2001). Tanaman
homozigot dengan satu salinan gen sangat penting didalam pemuliaan tanaman
dan kajian fungsi gen karena tanaman dianggap sudah stabil dan lebih mudah
dalam interpretasi datanya.
Pada awalnya transformasi dengan Agrobacterium hanya dapat dilakukan
pada tanaman dikotil, namun sejak 1993 telah berhasil digunakan pada tanaman
monokotil (Hiei et al.1994). Hal ini terkait dengan penggunaan senyawa fenolik
yang ditambahkan saat transformasi tanaman monokotil. Senyawa fenolik secara
alami dihasilkan tanaman dikotil sebagai respon pelukaan. Senyawa ini diperlukan
bakteri untuk menginduksi gen-gen vir yang diperlukan untuk mengangkut
T-DNA dari sel bakteri dan menyisipkannya ke dalam genom tanaman (Sheng
dan Citovsky 1996). Senyawa fenolik asetosiringone yang ditambahkan ke dalam
media ko-kultivasi saat transformasi telah memungkinkan diperolehnya tanaman
padi transgenik (Hiei et al.1994).
Saat ini berbagai kultivar tanaman padi telah berhasil ditransformasi
menggunakan Agrobacterium. Ashikari et al. (2005) mengintroduksikan gen yang
meregulasi sitokinin oksidase ke dalam padi indica varietas Habataki dan ke
dalam padi japonica varietas Koshihikari. Supartana et al. (2005) melakukan
transformasi secara in planta menggunakan Agrobacterium strain LBA-4404
pada padi Koshihikari. Mulyaningsih et al. (2010) berhasil mengintroduksikan
gen regulator HD-Zip pada padi indica kultivar Batutegi dan Kasalath. Gen HDZip merupakan salah satu faktor transkripsi yang terkait dengan adaptasi
perkembangan tanaman terhadap cekaman kekeringan. Gen isopentenyltransferase (ipt) berhasil diintroduksikan ke dalam genom padi kultivar
Nipponbare (Wagiran et al. 2010), kultivar TSC10 dan IR72 (Aldemita et
al.1996), kultivar Minghui 63, Zhensan 97, W9864S dan Zhong 419 (Lin dan
Zhang 2005), kultivar Pusa Basmati I (Zhang et al. 1997), serta kultivar IR 64
(Khanna dan Raina 2002).
Transformasi genetik pada padi indica belum sebanyak padi japonica,
meskipun tanaman indica adalah mayoritas yang dibudidayakan di Asia.
Kebanyakan kultivar indica termasuk grup I, yang dinamakan ’true Indica rice’
(Zhang et al. 1998) yang sebagian besar diantaranya merupakan varietas
rekalsitran untuk kegiatan kultur jaringan dan transformasi (Wunn et al. 1996).
Transformasi genetika sangat terkait dengan sistem regenerasi tanaman. Studi
regenerasi melalui kultur jaringan bertujuan untuk melihat respon suatu genotipe
terhadap kondisi kultur jaringan. Pada padi indica sering dijumpai bahwa kondisi
transformasi dan regenerasi yang optimum untuk suatu genotipe, tidak optimum
untuk genotipe lain atau optimum hanya pada spektrum sempit. Menurut Ge et
al.(2006) potensi induksi kalus dan regenerasi kultur jaringan padi sangat
tergantung pada beberapa faktor seperti genotipe tanaman, tipe dan status fisiologi
eksplan, komposisi dan konsentrasi garam, komponen organik dan hormon

5

pertumbuhan dalam media. Genotipe padi yang digunakan ini mewakili
keragaman plasma nutfah padi indica. Modifikasi yang dilakukan ialah pada
media induksi kalus, media subkultur dan media regenerasi. Percobaan modifikasi
media subkultur dan regenerasi pada empat kultivar indica berhasil meningkatkan
laju pertumbuhan tanaman, kualitas, diferensiasi kalus dan efisiensi transformasi
(Lin dan Zhang 2005).
Beberapa faktor penting untuk keberhasilan transformasi genetika antara
lain: tipe dan umur jaringan, genotipe dan berbagai kondisi kultur jaringan yang
digunakan, jenis vektor, ukuran vektor, strain Agrobacterium, konsentrasi dan
jenis antibiotik (Hiei et al. 1994). Efisiensi transformasi yang rendah pada indica
diduga terkait pula dengan antibiotik yang digunakan, karena antibiotik dapat
meracuni kalus (Rashid et al.1996). Pemilihan jaringan sebagai material awal
yang akan digunakan adalah faktor penting yang menentukan keberhasilan
transformasi. Inisiasi kalus dari skutelum padi japonica yang akan transformasi
lebih baik dibanding penggunaan material lain seperti tunas dan immature embryo
(embrio zigotik muda) (Hiei et al. 1994).
Percobaan menggunakan jaringan muda dan segar dari tanaman sehat
yang berupa embrio zigotik muda serta kokultivasi pada jaringan segar juga
menentukan keberhasilan transformasi Indica (Hiei dan Komari 2006). Ketepatan
pemilihan jaringan dan waktu transformasi dapat mempengaruhi waktu yang
diperlukan untuk mendapatkan tanaman transgenik. Penggunaan kalus dari bagian
skutelum benih padi japonica memerlukan waktu 3 bulan untuk mendapatkan
tanaman transgenik. Toki et al. (2006) dengan waktu pra kultur yang singkat (1-5
hari) yang kemudian ditransformasi dapat menghemat waktu dua bulan
dibandingan menggunakan kalus embriogenik. Teknik ini berhasil dilakukan pada
padi japonica seperti Nipponbare, Koshihikari, Dontokoi dan Indica Basmati 370,
meskipun nilai efisiensi transformasi tidak dikemukakan.
Secara alami Agrobacterium adalah bakteri patogen tanah yang dapat
menyebabkan penyakit tumor pada tumbuhan. Tumor disebabkan oleh suatu
plasmid Agrobacterium yang sangat besar yang kemudian disebut dengan plasmid
Ti (Tumor inducing). Plasmid Ti mengandung T-DNA yang diapit oleh 23 pasang
sekuen basa berulang dan satu set gen virulen (virA, virB, virC, virD, virE, virG,
dan virH) yang diperlukan untuk mengangkut T-DNA dari sel bakteri dan
menyisipkannya ke dalam genom tanaman. T-DNA mengandung gen penyandi
senyawa opine (octopin, nopalin, atau leucinopin) yang diperlukan oleh
Agrobacterium dan gen penyandi hormon pertumbuhan tanaman yang
mengakibatkan pertumbuhan sel tidak terkendali dan membentuk tumor. Proses
transfer gen oleh Agrobacterium sudah banyak diulas sebelumnya diantaranya
oleh Sheng dan Citovsky (1996) serta Tinland (1996).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa T-DNA dapat
dipisahkan secara fisik dari gen virulen menjadi dua plasmid yang terpisah yang
kemudian dikenal dengan sistim biner. Sifat onkogenik tetap terpelihara selama
kedua plasmid berada di dalam Agrobacterium yang sama. Selanjutnya setiap
DNA asing yang disisipkan ke dalam T-DNA dapat ditransfer ke dalam sel
tanaman. Hal ini sangat menguntungkan karena plasmid lebih kecil dan mudah
dimanipulasi.

6

Peranan Air bagi Tumbuhan
Air merupakan komponen utama tumbuhan, yaitu membentuk 80-90%
bobot segar jaringan yang sedang tumbuh aktif. Air sebagai komponen esensial
tumbuhan memiliki peranan antara lain: (a) sebagai pelarut, didalamnya terdapat,
garam, dan zat terlarut lainnya, yang bergerak keluar masuk sel, (b) sebagai
pereaksi dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis, dan (c) air
esensial untuk menjaga turgiditas diantaranya dalam pembesaran sel, pembukaan
stomata (Griffin et al. 2004). Pada keadaan normal tumbuhan membutuhkan
keseimbangan potensial air antara tanah-akar-daun-atmosfer. Keseimbangan ini
berarti gradien potensial air antara bagian-bagian tersebut yang memungkinkan
tumbuhan untuk melakukan transpor air dan hara dari akar ke daun. Air akan
mengalir dari potensial air tinggi ke potensial air rendah yang dipengaruhi oleh
proses transpirasi (Taiz dan Zeiger 2002).
Proses transpirasi di daun terutama terjadi pada siang hari dan dipengaruhi
oleh cahaya matahari. Ketika terjadi proses transpirasi pada tumbuhan, maka
tekanan turgor akan mengalami penurunan. Penurunan ini menyebabkan potensial
air di daun lebih rendah dari pada di akar, sehingga akan mempermudah aliran air
di xilem dari akar sampai ke daun. Peningkatan aliran air ini dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel tanaman. Aliran air ke sel akan mengakibatkan pembesaran dan
pemanjangan sel, sehingga sel dapat tumbuh (Kramer dan Boyer 1995). Pada
kondisi lingkungan tertentu tumbuhan dapat mengalami defisit air. Defisit air
berarti terjadi penurunan gradien potensial air tanah, daun dan atmosfer, sehingga
laju transpor air dan hara menurun (Taiz dan Zeiger 2002). Penurunan ini akan
mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan tanaman, terutama pada jaringan
yang sedang tumbuh (Kramer dan Boyer 1995).
Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan akan mengakibatkan rendahnya laju penyerapan air
oleh akar tanaman. Ketidakseimbangan antara penyerapan air oleh akar dan
kehilangan air akibat transpirasi membuat tanaman menjadi layu. Cekaman
kekeringan dapat terjadi karena beberapa hal yaitu: (1) tingginya kecepatan
evaporasi yang melebihi persediaan air dari tanah ke akar yang akan
mengakibatkan penurunan potensial air, (2) adanya senyawa yang bersifat
osmotik, seperti pada tanah bergaram, yang dapat menurunkan daya
pengambilan air sehingga terjadi penurunan potensial osmosis dan tidak
cukupnya pengambilan air oleh tanaman yang diserap dari tanah (Borges 2003).
Cekaman kekeringan merupakan cekaman terbesar yang memengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Kondisi tersebut dapat memicu
respons fisiologis, biokimia, dan molekuler (Kalefetoğlu dan Ekmekçi 2005).
Cekaman kekeringan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang mencakup aspek morfologi dan anatomi,
fisiologi dan biokimia tanaman. Cekaman kekeringan dapat menurunkan
tingkat produktivitas (biomasa) tanaman, karena menurunnya aktivitas
metabolisme primer, penyusutan luas daun dan aktivitas fotosintesis sehingga
akumulasi biomasa semakin rendah. Penurunan akumulasi biomasa setiap jenis

7

tanaman yang disebabkan cekaman air berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan
tanggap masing-masing jenis tanaman tersebut.
Gen responsif terhadap kekeringan dapat dibedakan menjadi earlyresponse genes dan delayed-response genes. Early-response genes, yaitu gen
yang cepat terinduksi. Induksi gen tidak membutuhkan sintesis protein baru
karena semua komponen sinyal telah tersedia. Delayed-response genes, yaitu gen
yang teraktivasi dengan lambat dan terdiri atas gen-gen terinduksi kekeringan
lainnya. Early-response genes umumnya mengkode faktor transkripsi yang
mengaktivasi delayed-response genes (Kalefetoğlu dan Ekmekçi 2005).
Mekanisme toleransi tanaman terhadap kekeringan pada saat
mengalami cekaman kekeringan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1)
escape, tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami
cekaman berat, dengan pembungaan atau pematangan buah lebih awal, (2)
tolerance, tanaman tetap tumbuh dalam kondisi cekaman kekeringan dan
potensial air rendah, dengan osmotic adjustment dan (3) avoidance, tanaman
menghindar dari cekaman kekeringan, dengan mengembangkan sistem perakaran
dan efisiensi membuka dan menutupnya stomata. Karakter akar yang
berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk beradaptasi secara
avoidance dapat ditandai secara visual, yaitu akar lebih tebal, lebih panjang
dan lebih banyak (Lestari et al. 2005). Kandungan prolin pada daun yang
masih muda maupun yang sudah tua mengalami peningkatan pada cekaman
kekeringan. Kandungan prolin pada daun muda lebih tinggi dibandingkan
dengan daun yang sudah tua (Mostajeran dan Rahimi-Eichi 2009).
Padi tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh dihampir semua belahan
bumi yang memiliki cukup air dan suhu udara yang cukup hangat. Padi menyukai
tanah yang lembab dan becek. Kebutuhan padi yang tinggi akan air pada tahap
kehidupannya, merupakan masalah tersendiri bagi daerah yang memiliki curah
hujan yang rendah untuk melakukan penanaman padi. Di beberapa daerah tadah
hujan, dikembangkan padi gogo, suatu tipe padi lahan kering yang relatif toleran
tanpa penggenangan seperti di sawah (Prasetyo, 2001).
Fungsi dan Peranan NAC pada Cekaman Biotik
Sebagian besar laporan terkait dengan faktor transkripsi NAC
mengindikasikan bahwa multigen berperan dalam pengaturan pemograman ulang
transkripsi (transcriptional reprogramming) terkait dengan respon kekebalan
pada tanaman. Faktor transkripsi NAC merupakan komponen inti dalam berbagai
aspek ketahanan tanaman, pertahanan dasar dan systemic acquired resistance
(SAR).
Pengaturan Faktor Transkripsi NAC oleh Infeksi Patogen
Virus-induced gene silencing (VIGS) sangat bermanfaat untuk analisis
fungsi gen pada tanaman (Liu et al. 2002; Purkayastha dan Dasgupta, 2009;
Scofield dan Nelson 2009). Beberapa vektor VIGS telah dikembangkan untuk
tanaman dikotil, dengan VIGS vektor berbasis Tobacco rattle virus (TRV)
sebagai contoh yang paling sukses untuk tanaman Solanaceae seperti Nicotiana
benthamiana dan Lycopersicon esculentum (Liu et al. 2002; Chakravarthy et al.

8

2010). Beberapa peneliti telah mengembangkan vektor VIGS berbasis brome
mosaic virus (BMV) yang sangat berguna untuk analisis fungsi gen pada barley,
padi dan jagung (Ding 2006; Pacak et al. 2010; Biruma et al. 2012). Pada benih
padi, ekspresi gen NAC 19 dan NAC 13 meningkat setelah terjadinya infeksi rice
stripe virus (RSV) dan rice tungro spherical virus (RTSV) setelah inokulasi
(Nuruzzaman et al. 2010). Beberapa protein NAC dapat menghambat multiplikasi
virus dengan cara berinteraksi dengan protein virus (Xie et al. 1999; Ren et al.
2000, 2005; Selth et al. 2005; Jeong et al. 2008; Yoshii et al. 2009), dan
meningkatkan level ekspresi gen NAC sebagai respon terhadap serangan oleh
virus (Gambar 1), serta fungi dan bakteri (Gambar 2) (Xie et al. 1999; Ren et al.
2000; Collinge dan Boller, 2001; Mysore et al. 2002; Hegedus et al. 2003; Oh et
al. 2005; Selth et al. 2005; Jensen et al. 2007; Lin et al. 2007; Jeong et al. 2008;
Wang et al. 2009a,b; Xia et al. 2010a,b).

Gambar 1 Faktor transkripsi NAC sebagai komponen kunci dalam regulasi
transkripsi dari ekspresi gen selama infeksi virus. Singkatan: TCV,
turnip crinkle virus; TIP, TCV-interacting protein; TLCV, tomato
leaf curl virus; TMV, tobacco mosaic virus; WDV, wheat dwarf
gemini virus (Nuruzzaman et al. 2013)
Modulasi gen dalam sistem pertahanan tanaman menunjukkan adanya
asosiasi antara protein NAC dengan sistem pengaturan yang berbeda-beda.
Kaneda et al. (2009) melaporkan bahwa OsNAC4 adalah pengatur positif dari
kematian sel karena respon hipersensitif pada tanaman, dan kematian sel karena
hipersensitif respon menurun sebagai respon terhadap strain bakteri avirulen
dalam galur OsNAC4-knock-down. Setelah induksi oleh sinyal pengenalan
patogen avirulen, OsNAC4 ditranslokasi ke dalam nukleus dengan cara yang
tergantung pada fosforilasi. Sebaliknya, overekspresi OsNAC6 tidak
menyebabkan kematian sel karena hipersensitif respon (Kaneda et al. 2009),
sedangkan tanaman padi transgenik dengan overekspresi OsNAC6 mempunyai

9

toleransi terhadap penyakit blas (Nakashima et al. 2007). Overekspresi ATAF2
meningkatkan kerentanan terhadap fungi nekrotropik Fusarium oxysporum dalam
kondisi steril akibat represi gen pathogenesis-related (PR) (Delessert et al. 2005)
namun gen PR yang terinduksi, mengurangi akumulasi virus mosaik tembakau di
lingkungan non-steril (Wang et al. 2009b).

Gambar 2 Faktor transkripsi NAC berperan sebagai komponen kunci pada regulasi
transkripsi dari ekspresi gen pada saat terjadi serangan patogen, integrasi
antara mekanisme regulasi positif (panah) dan negatif (garis)
(Nuruzzaman et al. 2013)
Penelitian mengenai interferensi RNA dan overekspresi telah
menunjukkan fungsi faktor transkripsi NAC dalam berbagai interaksi antara
tanaman-patogen. Sejumlah protein NAC dapat mengatur secara positif respon
pertahanan tanaman dengan mengaktifkan gen PR, merangsang respon
hipersensitif (HR), dan kematian sel pada lokasi infeksi (Jensen et al. 2007, 2008;
Kaneda et al. 2009 ; Seo et al. 2010). ATAF1 dan homolognya pada barley
HvNAC6 secara positif mengatur ketahanan terhadap penetrasi fungi biotrophik
Blumeria graminisf sp. hordei (Bgh) (Jensen et al. 2007, 2008) namun
mengurangi resistensi terhadap patogen lainnya, seperti Pseudomonas syringae,
Botrytis cinerea, dan Alternaria brassicicola (Wang et al. 2009a; Wu et al. 2009).
Tidak seperti ATAF2 dan ATAF, HvNAC6 adalah aktivator transkripsi dan secara
tidak langsung dapat mengatur represi gen PR melalui hypothetical negative
regulator (Gambar 2).
Oleh karena itu, subfamili ATAF secara jelas memiliki fungsi yang
terkonservasi dalam mengatur respon terhadap patogen yang berbeda. Respon
kekebalan pada tanaman yang ditimbulkan oleh infeksi patogen ditandai dengan
aktivasi beberapa macam respon pertahanan termasuk ekspresi gen-gen yang
berhubungan dengan pertahanan (van Loon et al. 2006), yang diatur oleh
berberapa tipe faktor transkripsi. Beragam faktor transkripsi yang termasuk dalam

10

famili NAC, ERF dan WRKY telah diidentifikasi (Eulgem dan Somssich, 2007;
Gutterson dan Reuber 2004) dan diketahui mempunyai peranan penting dalam
mengatur ekspresi gen yang berkaitan dengan pertahanan. Beberapa percobaan
overekspresi atau pembungkaman (knockdown) dari ekspresi gen NAC (Tabel 1)
menunjukkan adanya efek pada sistem pertahanan tanaman (Collinge dan Boller,
2001; Delessert et al. 2005; He et al. 2005; Jensen et al. 2007, 2008, 2010).
Gen NAC yang responsif terhadap cekaman pada Arabidopsis, seperti
RD26, responsif terhadap JA, phitohormon yang terlibat secara fungsional dalam
mengatur respon terhadap pelukaan dan cekaman biotik (Fujita et al. 2004, 2006).
Oleh karena itu, adalah wajar untuk menganggap bahwa faktor SNAC yang
responsif terhadap JA dapat berfungsi dalam respon terhadap cekaman biotik dan
abiotik. Pada padi, sebagian besar gen yang termasuk dalam kelompok SNAC
memberikan respon terhadap JA. Di antara, SNAC1, OsNAC3, OsNAC4, OsNAC5,
OsNAC6, dan OsNAC10 berada dalam kelompok filogenetik SNAC yang sama.
Secara khusus, kelompok SNAC terdiri dari beberapa gen yang mengatur jalur
ketahanan terhadap penyakit, seperti dapat disimpulkan adanya peningkatan
resistensi terhadap patogen pada tanaman overekspresi di bawah kendali promotor
konstitutif. Data menunjukkan bahwa faktor transkripsi NAC juga memiliki peran
penting dalam regulasi respon pertahanan tanaman terhadap patogen yang berbeda
(Gambar 3).
Penerapan hormon tanaman eksogenus, seperti JA, SA, dan ET, juga telah
diketahui dapat menginduksi gen NAC pada beberapa spesies (Tran et al. 2004;
Hu et al. 2006; Sindhu et al. 2008; Lu et al. 2007; Nakashima et al. 2007;
Yokotani et al. 2009; Zheng et al. 2009; Xia et al. 2010a, b; Yoshii et al. 2010;
Nuruzzaman et al. 2012b). Oleh karena itu, faktor transkripsi NAC kemungkinan
dapat memodulasi regulasi phitohormonal pada jaringan selular terhadap cekaman
biotik.

Gambar 3 Peran faktor transkripsi NAC pada jalur signal respon biotik dan abiotik
: OsNAC6, kuning; ANAC019/ANAC055, hijau; ATAF1/ATAF2,
hitam; TaNAC8, merah; SiNAC, ungu; RD26/ANAC072, biru.
Singkatan :ABA, asam absisat; ANAC, Arabidopsis thaliana NAC;
JA, asam jasmonik; Et, ethilen; dan SA, asam salisilat (Nuruzzaman et
al. 2013).

11

Tabel 1. Fungsi faktor transkripsi pada cekaman biotik
Gen

Fungsi

Metode

Spesies

Pustaka

OsNAC6, PR protein 1,
Probenazoleinducible
proteins (PBZ1s),
DUF26- like Ser/Thr
protein kinase,
Thioredoxin,
Peroxidase, Lipox