PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Mengacu Kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Serta Pejabat Negara Yang Berperan Dalam Peralihan Hak Atas T

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai sumber penghidupan dan mata pencaharian, bahkan tanah dan manusia tidak dapat dipisahkan semenjak manusia lahir hingga manusia meninggal dunia. Manusia hidup dan berkembang biak sera melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap manusia berhubungan dengan tanah. Tanah dan manusia merupakan dua hal yang saling terkait erat dalam suatu perjalanan kehidupan manusia sebagai individu, makhluk sosial maupun dalam suatu kehidupan sebagai Bangsa. Hubungan antara tanah dengan bangsa dan pada gilirannya antara manusia secara individu maupun kelompok dengan tanah, merupakan hubungan yang hakiki dan bersifat magis-religius. 1 Pentingnya tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai, terutama bagi mereka yang menjadikan tanah sebagai mata pencaharian melalui usaha pertanian dan perkebunan. Begitu pentingnya tanah dalam hubungannya dengan kehidupan manusia maka dijelaskan bahwa tanah merupakan tempat tinggal, tanah memberikan kehidupan dan penghidupan, tanah dimana manusia dimakamkan dan hubungannya bersifat magis-religius. 1 Risnarto, Dampak Sertifikasi Tanah Terhadap Pasar Tanah dan Kepemilikan Tanah Skala Kecil, Makalah. Juni 2007, hal 3. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Pengertian tanah terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang merupakan dasar dari peraturan pertanahan di Indonesia sampai saat ini. Dalam Pasal 1 ayat 4 UUPA disebutkan tanh itu adalah permukaan bumi. Dan bumi ini terdiri dari 3 komponen yaitu permukaan bumi, tubuh bumi,dan yang ada di bawah air. Pasal 1 ayat 4 UUPA : “dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula di bawahnya serta yang berada di bawah air”. Begitu pentingnya hubungan antara manusia dengan tanah sehingga diperlukan adanya suatu kekuatan hukum di dalamnya, yang mana dalam hal ini oleh Pasal 19 UUPA dengan tegas mengamanatkan kepada pemerintah agar di seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan pendaftaran tanah dengan tujuan untuk mencapai kepastian hukum. Dengan terdaftarnya hak-hak atas tanah atau diberikannya hak-hak atas tanah kepada subjek hak juga diberikan wewenang untuk memanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukkannya. Dengan demikian akan terciptalah jaminan kepastian hukum bagi subjek hak tersebut. Artinya subjek hak dijamin oleh hukum menggunakan hak kepelikan tanah tersebut untuk apa saja asal penggunaan hak tersebut sesuai peruntukkannya menurut ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, apabila semua bidang tanah telah terdaftar dan dimanfaatkan oleh pemegang haknya, idealnya secara yuridis teknis telah ada jaminan kepastian hukum terhadap semua bidang tanah yang telah terdaftar dan dampak positifnya adalah dapat mencegah terjadinya permasalahan pertanahan khususnya yang menyangkut Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara penggunaan dan pemanfaatan serta mempertahankan hak termasuk hak kebendaan yang melekat padanya. BPHTB yang mulai diberlakukan sejak tahun 1998. BPHTB sebenarnya merupakan jenis pajak lama yang pernah dipungut pada masa pemerintahan penjajah tetapi dihapus seiring dengan berlakunya UUPA, dan diterapkan kembali karena dianggap sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia dewasa ini. BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dalam memori penjelasan UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB disebutkan bahwa tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki fungsi social, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak, dalam hal ini Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Apabila dikaitkan dengan salah satu fungsi pajak sebagai alat memasukkan penerimaan bagi Negara fungsi budgeter pajak pemberlakuan BPHTB dilatarbelakangi oleh pemikiran untuk meningkatkan penerimaan Negara, terutama penerimaan daerah, yang penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini mendasari pemikiran bahwa subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan mendapat keuntungan ekonomis dari pemilikan suatu tanah dan bangunan sehingga dianggap wajar apabila Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara diwajibkan diwajibkan untuk menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran BPHTB. Dengan memperhatikan fungsi tanah yang demikian penting bagi penyelenggaraan kehidupan masyarakat ataupun bagi pembangunan, penggalian sumber penerimaan tersebut tentunya akan berarti sekali terutama sebagai sumber pembiayaan penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan daerah. Walaupun demikian pengenaan BPHTB haruslah tetap memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat terutama golongan ekonomi lemah dan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur perolehan hak atas tanah dan bangunan yang tidak dikenakan pajak. Untuk itu pemerintah menetapkan suatu besaran tertentu nilai perolehan objek pajak yang tidak dikenakan pajak, di mana apabila perolehan hak yang terjadi dengan nilai perolehan di bawah besaran tersebut maka perolehan hak tersebut tidak terutang pajak. Di sisi lain apabila nilai perolehan yang terjadi di atas besaran tertentu tersebut maka pajak terutang dihitung dari selisih antara nilai perolehan dengan besaran tertentu tersebut. Dengan demikian terpenuhi keadilan dalam pengenaan pajak dengan tetap memperhatikan masyarakat kecil. BPHTB merupakan jenis pajak yang dihidupkan kembali dalam hal nama balik nama atas pemilikan tanah dan bangunan. BPHTB merupakan pengganti nama Bea Balik Nama atas harta tetap berupa haka atas tanah yang pernah ada pada masa penjajahan Belanda dan tidak dipungut lagi sejak diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dengan melihat kondisi masyarakat dan perekonomian nasional maka pemerintah bersama memandang perlu Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara diadakan pungutan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Tarif yang ditetapkan menurut Undang-Undang BPHTB adalah sebesar 5 dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak. Dengan demikian semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan di luar ketentuan Undang-Undang BPHTB tidak diperkenankan. B. Permasalahan Kesenjangan antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang diperlukan atau apa yang tersedia, serta antara harapan dan kenyataan, maka penulis mengangkat beberapa permaslahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan? 2. Bagaimanakah peran Pejabat-pejabat Negara dalam peralihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta kendala-kendala yang paling sering dijumpai dalam pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tersebut? 3. Peralihan-peralihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan yang bagaimanakah yang menimbulkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Dalam penulisan skripsi ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh gambaran secara konkrit atas permasalahan yang telah diungkapkan dalam perumusan masalah tersebut di atas, yaitu : a. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. b. Untuk mengetahui sejauh mana peran Pejabat-pejabat Negara dalam peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta kendala-kendala yang paling sering dijumpai dalam pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tersebut. c. Untuk mengetahui dengan jelas peralihan-peralihan hak atas tanah dan atau bangunan yang bagaimanakah yang menimbulkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Manfaat a. Manfaat teoritis Untuk mengetahui khasanah ilmu hukum, khususnya hukum agraria di Indonesia. Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat memberikan kajian baru dalam bidang hukum agraria di Indonesia, sehingga ilmu hukum agraria semakin berkembang di masa yang akan dating. b. Manfaat praktis Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1. Hasil penulisan ini dapat bermanfaat terhadap pemegang hak atas suatu tanah. 2. Hasil penulisan ini dapat bermanfaat terhadap para pemegang hak atas tanah yang ingin mengalihkan hak nya tersebut, dan bagi seseorang atau badan hukum yang akan menerima hak itu. 3. Hasil penulisan ini dapat bermanfaat bagi praktisi hukum, mahasiswa ilmu hukum serta masyarakat luas di Indonesia sebagai suatu pertimbangan dalam menambah pengetahuan di bidang hukum agraria di Indonesia. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpustakaan program studi ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN YANG MENGACU KEPADA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Jadi, penelitian ini adalah “asli”, karena sesuai dengan asas-asas keilmuan, yakni : jujur, rasional, objektif, dan terbukatransparan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan tebuka atas masukan dan kritikan, serta saran-saran yang sifatnya membangun. E. Tinjauan Kepustakaan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Dimulai adanya ordonansi Bea Balik Nama Staatblad 1924 No. 291 yang berisikan bahwa pemungutan biaya balik nama yang diakibatkan atas pemindahan hak termasuk hibah wasiat dan harta tetap. Objek pajaknya adalah merupakan barang-barang tetap dan hak-hak kebendaan atas tannah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Ordonansi tersebut tidak diberlakukan untuk Hak Agraris Eigendom menurut Pasal 51 ayat Indische Staatsregeling yaitu objek-objek yang terbatas pada titel hukum barat. Sementara itu, UU No. 5 tahun 1960 yaitu UUPA tidak mengenal hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Ordonansi 1924291 tersebut. Hal ini disebabkan dalam UUPA dikenal dengan istilah unifikasi hukum. Oleh karena itu diadakannya UU BPHTB diharapkan dapat menkompensasi penurunan penerimaan daerah karena diberlakukaknnya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU No. 34 Tahun 2000. Selain itu, apabila melihat konsep tanah yaitu sebagai kebutuhan dasar untuk papan, lahan usaha, juga alat investasi yang menguntungkan, maka sewajarnya bagi yang memperoleh hak atas tanah mendapatkan keuntungan atas tanah tersebut. Oleh karena itu, bagi seseorang atau badan hukum yang memperoleh hak atas tanah dapat memberikan kontribusi kepada negara dengan membayar pajak perolehan hak atas tanah Bea PeBeaolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Perolehan Hak Atas Tanah danatau Bangunan BPHTB merupakan pajak yang pertama diserahkan ke PemkotPemkab. Mulai 1 Januari 2011, BPHTB menjadi pajak daerah dan dikelola oleh Pemerintah Kota pemkot atau Pemerintah Kabupatan pemkab. Sebelumnya, BPHTB dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini DJP Direktorat Jenderal Pajak. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BPHTB lahir berdasarkan dengan Undang-undang No. 21 Tahun 199 7 tentang Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan, kita sebut saja UU BPHTB. Tahun 2000, UU BPHTB direvisi ke dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2000 . Kedua undang-undang ini memberikan kewenangan kepada DJP untuk memungut BPHTB dari rakyat Indonesia. Pada tahun 2009, telah diundangkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kita sebut saja UU PDRD. Berdasarkan UU PDRD ini, sejak 1 Januari 2011 , DJP mengalihkan pengelolaan BPHTB kepada Pemerintah Kota atau Pemerintah Kabupaten. Secara substansi, tidak ada perubahan aturan yang signifikan antara UU BPHTB dengan UU PDRD 2 . F. Metode Penelitian 1. Sifat dan jenis penelitian Sesuai dengan karakteristik perumusan masalah yang ditujukan untuk menganalisa tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam perspektif Undang-Undang Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bagian Ketujuh Belas tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan , maka penelitian inin bersifat deskriptif analisis. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normative, karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang 2 http:pajaktaxes.blogspot.compbphtb.html Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain, mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam tinjauan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Teknik pengumpulan data Teknik pegumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah penelusuran kepustakaan yang berupa literature dan dokumen-dokumen yang ada, yang berkaitan dengan objek penelitian. Oleh karena itu, sumber data penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sukender dan bahan hukum tertier. a. Bahan hukum premier, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni : 1 Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945. 2 Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu : Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan peraturan pelaksana terkait lainnya. b. Bahan hukum sukender, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum yang berkaitan dengan hukum agrarian di Indonesia dan tentang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. c. Bahan tertier penunjang di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah atau surat kabar atau jurnal yang berkaitan dengan hukum Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara agrarian di Indonesia, hukum tanah di Indonesia, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan di Indonesia. G. Sistematika Penulisan Berikut uraian sistematika penulisan yang merupakan gambaran isi skripsi ini : BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Bab ini akan membahas tentang dasar-dasar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pengertian BPHTB, dasar hukumnya, prinsip dan dasar pemikiran pemungutan BPHTB, serta perkembangan BPHTB di Indonesia. BAB III : Bab ini akan membahas tentang saat dan kapan BPHTB menjadi pajak terutang, lalu tentang kewenangan dan kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah PPATNotaris dan Pejabat-Pejabat Negara di bidang pertanahan lainnya serta Pejabat Lelang Negara dalam pengaruhnya terhadap BPHTB dan akta peralihan hak atas tanah yang ada. BAB IV : Bab ini akan dibahas tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan lebih kepada subjek dan objek peralihan hak atas tanah dan atau bangunan yang menimbulkan pajak terutang berupa BPHTB serta bagaimana apabila adanya Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara keberatan, banding, dan pembetulan dalam perhitungan pajak terutang BPHTB. BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BPHTB Untuk memberikan kepastian dan kekuatan hukum pemilikan tanah dan bangunan maka setiap peralihan hak harus dilakukan sesuai dengan hukum yang mengatur setiap peralihan hak. Sesuai dengan hukum perolehan hak sebagai hasil peralihan hak harus dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Selanjutnya perolehan hak tersebut harus didaftarkan pada instansi yang berwenang, yaitu Kantor Pertanahan setempat untuk memperoleh sertifikat hak. Dengan demikian hak atas tanah dan bangunan secara sah ada pada pihak yang memperoleh hak tersebut dan dapat dipertahankannya terhadap semua pihak. BPHTB sebagai Pajak atas Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Sebagai upaya untuk memenuhi pengeluaran pemerintah berkaitan dengan tugasnya untuk menyelenggarakan pemerintahan umum dan pembangunan, pemerintah menerapkan pajak sebagai salah satu sumber penerimaan Negara. Bila melihat perkembangan penerimaan pajak pada APBN maka nampak bahwa pajak telah menjadi primadona yang mendominasi penerimaan Negara. Hal ini tentunya cukup menggembirakan karena menandakan bahwa kemandirian bangsa dalam pembiayaan pengeluaran Negara yang menjadi tujuan reformasi perpajakan di Indonesia semakin nyata dari waktu ke waktu. Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang berusaha sedapat mungkin memenuhi kebutuhan dana dalam penyelenggaraan Negara dan pemerintahan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dalam negeri. Salah satu cara yang paling efektif untuk hal ini adalah melalui penggalian potensi pajak. Untuk tetap dapat meningkatkan penerimaan Negara dari sector pajak, pemerintah berupaya menggali potensi pajak. Salah satunya diwujudkan dengan cara mencari dan menerapkan jenis pajak sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Berbagai jenis pajak diterapkan sesuai dengan kondisi masyarakat di mana pada suatu masa mungkin dipungut suatu jenis pajak, mungkin pada waktu berikutnya dihilangkan atau dihapus dengan berbagai pertimbangan, dan kemudian dipungut dan diberlakukan kembali. Hal ini wajar saja mengingat rezim pemerintahan yang berkuasa pada suatu masa akan menyesuaikan pungutan yang dikenakan pada masyarakat sesuai dengan kepentingannya juga. Jenis pajak yang baru ditetapkan di Indonesia seiring dengan penggalian potensi baru adalah BPHTB yang mulai diberlakukan sejak tahun 1998. BPHTB sebenarnya merupakan jenis pajak lama yang pernah dipungut pada masa pemerintahan penjajah tetapi dihapus seiring dengan berlakunya UUPA, dan diterapkan kembali karena dianggap sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia dewasa ini. BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dalam memori penjelasan UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB disebutkan bahwa tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki fungsi social, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Negara melalui pembayaran pajak, dalam hal ini Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Apabila dikaitkan dengan salah satu fungsi pajak sebagai alat memasukkan penerimaan bagi Negara fungsi budgeter pajak pemberlakuan BPHTB dilatarbelakangi oleh pemikiran untuk meningkatkan penerimaan Negara, terutama penerimaan daerah, yang penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini mendasari pemikiran bahwa subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan mendapat keuntungan ekonomis dari pemilikan suatu tanah dan bangunan sehingga dianggap wajar apabila diwajibkan diwajibkan untuk menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran BPHTB. Dengan memperhatikan fungsi tanah yang demikian penting bagi penyelenggaraan kehidupan masyarakat ataupun bagi pembangunan, penggalian sumber penerimaan tersebut tentunya akan berarti sekali terutama sebagai sumber pembiayaan penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan daerah. Walaupun demikian pengenaan BPHTB haruslah tetap memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat terutama golongan ekonomi lemah dan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur perolehan hak atas tanah dan bangunan yang tidak dikenakan pajak. Untuk itu pemerintah menetapkan suatu besaran tertentu nilai perolehan objek pajak yang tidak dikenakan pajak, di mana apabila perolehan hak yang terjadi dengan nilai perolehan di bawah besaran tersebut maka perolehan hak tersebut tidak terutang pajak. Di sisi lain apabila nilai perolehan yang terjadi di atas besaran tertentu tersebut maka pajak terutang dihitung dari selisih Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara antara nilai perolehan dengan besaran tertentu tersebut. Dengan demikian terpenuhi keadilan dalam pengenaan pajak dengan tetap memperhatikan masyarakat kecil. BPHTB merupakan jenis pajak yang dihidupkan kembali dalam hal nama balik nama atas pemilikan tanah dan bangunan. BPHTB merupakan pengganti nama Bea Balik Nama atas harta tetap berupa haka atas tanah yang pernah ada pada masa penjajahan Belanda dan tidak dipungut lagi sejak diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dengan melihat kondisi masyarakat dan perekonomian nasional maka pemerintah bersama memandang perlu diadakan pungutan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Tarif yang ditetapkan menurut Undang-Undang BPHTB adalah sebesar 5 dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak. Dengan demikian semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan di luar ketentuan Undang-Undang BPHTB tidak diperkenankan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 1. Pengertian BPHTB Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. BPHTB pada dasarnya dikenakan atas setiap perolehan hak yang diterima oleh orang atau badan dan terjadi dalam wilayah hukum Negara Indonesia. BPHTB merupakan pajak yang terutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar akta atau risalah lelang, atau surat keputusan pemberian hak dapat dibuat dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara ditanda-tangani oleh pejabat yang berwenang. Perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh oleh pribadi atau badan. Pada dasarnya perolehan hak merupakan hasil dari suatu peralihan hak dari suatu pihak yang memiliki atau menguasai suatu tanah dan bangunan kepada pihak lain yang menerima hak atas tanah dan bangunan tersebut. Perolehan hak atas tanah dan bangunan dapat terjadi karena dua hal, yaitu peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Perolehan hak karena peristiwa hukum merupakan perolehan hak yang diperoleh oleh seseorang karena adanya suatu peristiwa hukum, misalnya pewarisan, yang mengakibatkan tanah tersebut berpindah dari pemilik tanah dan bangunan sebelumnya pewaris kepada ahli waris yang berhak. Perolehan hak karena pewarisan ini terjadi hanya apabila terjadi peristiwa hukum, yaitu meninggalnya si pewaris. Apabila si pewaris tidak meninggal dunia maka tidak akan pewarisan yang mengakibatkan hak atas tanah dan bangunan beralih dari pewaris kepada ahli waris. Cara perolehan hak yang kedua adalah melalui perbuatan hukum, di mana pemilik tanah dan bangunan secara sadar melakukan perbuatan hukum mengalihkan hak atas tanah dan bangunan miliknya kepada pihak lain yang akan menerima peralihan hak tersebut. Contoh peralihan hak karena perbuatan hukum anatara lain jual beli, hibah, lelang, dan lain-lain. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk Hak Pengelolaan, termasuk bangunan di atsnya, sebagaimana dimaskud Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Hukum Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Agraris UUPA, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Hal ini berarti BPHTB hanya boleh dikenakan atas perolehan hak yang diatur dalam UUPA, Undang-Undang Rumah Susun, dan Hak Pengelolaan. Perolehan hak-hak atas tanah lain yang berkembang di masyarakat adat tetapi tidak diakui oleh UUPA tidak boleh dikenakan BPTHB. 3 2. Dasar Pemikiran dan Pemungutan BPHTB Sesuai dengan memori penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, bagi Negara Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan di segala bidang menuju masyarakat yang adil dan makmur, pajak merupakam salah sayu sumber penerimaan Negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Karena itu seiring dengan tujuan untuk kemandirian bangsa maka penerimaan Negara dari sector pajak harus ditingkatkan, baik dengan penggalian potensi pajak maupun dengan pemberlakuan pajak yang sesuai dengan kondisi perekonomian bangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional guna tercapainya masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. 3 Marihot Pahala Siahaan, SE, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori dan Praktek, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Febuari 2003. Hal 43. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki fungsi social, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga member manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak, dalam hal ini Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Walaupun demikiam, pengenaan BPHTB haruslah tetap memperhatikan golongan ekonomi lemah dan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini dilakukan dengan mengatur perolehan hak atas tanah dan bangunan yang tidak dikenakan pajak. Pada masa lalu ada pemungutan pajak dengan nama Nea Balik Nama yang diatur dalam Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291. Bea Balik Nama ini dipungut atas setiap perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayah Indonesia, termasul peralihan harta karena hibah wasiat yang ditinggalkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal terakhir di Indonesia. Harta tetap adalah hak-hak kebendaan atas tanah, yang pemindahan haknya dilakukan dengan pembuatan akta menurut cara yang diatur dalam undang-undang yaitu Ordonansi Balik Nama Staatsblad 1834 Nomor 27. Dengan diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraris, hak-hak kebendaan yang dimaksud di atas tidak berlaku lagi, karena smuanya sudah diganti dengan hak-hak baru yang diatur Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dalam UU Nomor 5 Tahun 1960. Dengan demikian sejak diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 1960, Bea Balik Nama atas hak harta tetap berupa hak atas tanah tidak dipungut lagi. Dengan pertimbangan hal tersebut di atas dan sebagai pengganti Bea Balik Nama atas harta tetap berupa hak atas tanah yang tidak dipungut lagi sejak diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 1960, pemerintah bersama dengan DPR memandang perlu diadakannya pungutan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan dengan nama Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Tariff yang ditetapkan menurut UU BPHTB adalah sebesar 5 dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak. Dengan demikian semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan di luar ketentuan UU BPHTB tidak diperkenankan. 3. Prinsip Pemungutan BPHTB Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Indonesia dilakukan dengan berpegang pada 5 prinsip, yaitu : 1 Pemenuhan kewajiban Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah berdasarkan system self assessment, yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya. System self assessment merupakan system perpajakan Indonesia yang diterapkan sejak dilakukannya reformasi perpajakan tahun 1983, di mana kepada wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara yang terutang. Petugas pajak hanya berfungsi untuk melakukan pelayanan dan pemeriksaan agar wajib pajak melakukan kewajiban pajaknya secara benar. Dengan system self assessment ini, khususnya pada BPHTB, diharapkan masyarakat dapat dengan mudah memenuhi kewajiban pajaknya dan meningkatkan kesadaran pajak masyarakat, terutama pajak yang timbuk pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan. 2 Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5 dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak NPOPKP. Dalam BPHTB pajak yang terutang tidak dikenakan langsung atas Nilai Perolehan Objek Pajak NPOP yang menjadi dasar pengenaan pajak, tetapi harus dikurangi dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak NPOPTKP, yaitu besaran tertentu dari NPOP yang tidak dikenakan pajak. Hal ini maksudnya untuk asas keadilan di mana bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan dengan nilai perolehan NPOP di bawah NPOPTKP yang ditetapkan tidak akan dikenakan pajak bebas pajak, sementara bagi pihak yang memperoleh hak dengan nilai perolehan NPOP di atas NPOPTKP maka NPOP sebagai dasar pengenaan pajak harus terlebih dahulu dikurangi NPOPTKP. 3 Agar pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada wajib pajak maupun kepada pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sebagaimana ditentukan oleh undang-undang akan dikenakan sanksi menurut peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini memang diperlukan untuk menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB sehingga wajib pajak dan pejabat umum yang berwenang tidak melakukan penyimpangan dalam pemenuhan kewajiban pajak. 4 Hasil penerimaan BPHTB merupakan peneriman Negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintahan Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah. 5 Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan banguna di luar ketentuan UU BPHTB tidak diperkenankan. Dengan diundangkannya UU BPHTB maka BPHTB merupakan satu- satunya pajak yang akan dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan di Indonesia sehingga segala pungutan yang ada kaitannya dengan perolehan hak kecuali biaya resmi yang berkaitan dengan pembuatan akta dan pendaftaran hak atas tanah dan bangunan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak boleh dilakukan oleh pihak manapun. Hal ini penting agar masyarakat tidak dibebabi dengan pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan berkaitan dengan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diterimanya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 4. Dasar Hukum BPHTB dan Undang-Undang Lain yang Berkaitan dengan Undang-Undang BPHTB Setiap pungutan pajak yang menimbulkan beban bagi masyarakat harus dilakukan dengan persetujuan masyarakat, dalam hal ini DPR, dan dituangkan dalam bentuk Undang-Undang. Dengan diundangkan maka suatu pajak dapat dipungut terhadap masyarakat dan secara hukum memiliki legalitas yang menjamin wewenang Negara untuk memungut pajak tersebut dari masyarakat, menjamin hak dan kewajiban masyarakat dalam pemenuhan pajak, dan juga menjamin kerahasiaan pajak yang berkaitan dengan pajak tersebut. Karena itu penerapan BPHTB di Indonesia juga dilakukan dengan dasar hukum yang jelas melalui undang-undang serta Peraturan Pemerintah, Keputusan Mentri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan Keputusan Pejabat Berwenang lainnya sebagai aturan pelaksanaan dari Undang-Undang BPHTB. Aturan yang menjadi dasar hukum pemungutan BPHTB di Indonesia saat ini adalah sebagai berikut : • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Undang-Undang ini diundangkan pada tanggal 29 Mei 1997 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998. Tetapi karena gejolak moneter yang terjadi di Indonesia, maka masa berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 ditangguhkan selama 6 bulan dari tanggal 1 Januari 1998 sampai dengan tanggal 30 Juni 1998. Hal ini diatur dalam Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1997 yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998. • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang PERPU Nomor 1 Tahun 1997 Tentang Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. PERPU ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1997 dan dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan. • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Menjadi Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 disahkan pada tanggal 16 Febuari 1998 dan dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan. • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Diundangkan tanggal 02 Agustus 2000 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001. • Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1997 Tentang Pelaporan atau Pemberitahuan Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara • Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 Tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah Wasiat. • Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 Tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Pemberian Hak Pengelolaan. • Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 Tentang Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. • Keputusan Mentri Keuangan Nomor 516KMK.042000 Tentang Tata Cara Penetuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517KMK.042000 Tentang Tata Cara Pembagian Hasil Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 87KMK.032002 Tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. • Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-21PJ1997 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan serta Fungsi Surat Setoran BPHTB SSB. • Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-22PJ1997 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara • Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-24PJ2000 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar SKP-LB dan Perhitungan Kelebihan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. • Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-221PJ2002 Tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang ini diundangkan pada tanggal 15 September 2009 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Melalui Undang-Undang ini, pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selama ini dipungut oleh Pemerintah Pusat, diberikan kembali ke Pemerintah Daerah melalui pola bagi hasil. Namun demikian dengan memperhatikan Pasal 180 angka 6 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa UU No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB tetap berlaku paling lama 1 satu tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini 4 4 Pasal 180 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : “Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988 tetap berlaku paling lama 1 satu tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang ini.” , maka tahun 2010 merupakan tahun terakhir bagi Pemerintah Pusat untuk mengelola BPHTB. Selanjutnya, mulai 1 Januari 2011 sangat tergantung dari kesiapan dan minat KabupatenKota untuk Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara menentukan, apakah pengelolaan BPHTB di wilayahnya akan dilaksanakan atau tidak. BPHTB sebagai pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan sangat terkait dengan beberapan undang-undang yang mengatur tentang pajak maupun hak atas tanah dan bangunan. Karena itu untuk membahas BPHTB maka perlu juga meninjau beberapa undang-undang yang terkait. Undang- Undang yang berkaitan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang BPHTB adalah : 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043. Undang-Undang Pokok Agraria merupakan landasan hukum agrarian di Indonesia dan mengatur tentang hak atas tanah dan pemilikan tanah di Indonesia. Karena BPHTB merupakan pajak atas perolehan hak atas tanah maka perolehan hak atas tanah yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah yang sesuai dengan UU Pokok Agraria. Dengan demikian aturan yang diatur dalam UU Pokok Agraria sangat erat kaitannya dengan peraturan yang menjadi dasar hukum BPHTB. 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262 sebagaimana telah 2 kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP merupakan aturan formal yang mengatur pemungutan semua jenis pajak di Indonesia, termasuk BPHTB. Karena itu peraturan yang diatur dalam BPHTB, khususnya ketentuan formal perpajakan, berkaitan dengan ketentuan yang diatur KUP, misalnya system self assessment yang ditetapkan sebagai prinsip pemungutan pajak BPHTB. Hal ini membuat Undang- Undang BPHTB sangat erat kaitannya dengan Undang-Undang KUP. 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569. Objek pajak BPHTB meliputi perolehan hak atas tanah dan bangunan, di mana bumi tanah dan bangunan itu juga merupakan objek pajak PBB. Karena itulah Undang-Undang BPHTB terkait erat dengan Undang-Undang PBB. Selain itu, dalam menetapkan dasar pengenaan pajak, nilai transaksi dan nilai pasar harus dibandingkan dengan NJOP untuk mencari nilai paling tinggi yang akan digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. NJOP merupakan istilah yang dikenal dan diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, karena itu dalam penentuan BPHTB terutang haruslah juga memperhatikan aturan yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya tentang penetapan Nilai Jual Objek Pajak NJOP. 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318. 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684. 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4189. 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembar Negara Nomor 3686 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Lembar Negara Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987. 5. Perkembangan Penerapan BPHTB di Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang diundangkan pada tanggal 29 Mei 1997 menyatakan bahwa BPHTB mulai berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 1998. Hanya saja pada tahun 1997-1998 merupakan masa sulit bagi Indonesia dan Negara di dunia lainnya, dengan terjadinya krisis moneter dan krisis ekonomi yang melanda dunia. Hal ini mengakibatkan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BPHTB tidak dapat diterapkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. Gejolak moneter yang terjadi di Indonesia mulai pertengahan tahun 1997 menimbulkan gangguan terhadap pembangunan nasional dan penyelenggaraan kehidupan perekonomian pada umumnya. Pelaksanaan BPHTB yang menurut ketentuan undang-undang mulai berlaku pada tanggal 1Januari 1998 secara langsung akan member pengaruh yang luas terhadap kehidupan perekonomian nasional dan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Untuk memelihara kondisi yang lebih menguntungkan bagi pelaksanaan pembangunan nasional serta menguntungkan bagi pelaksanaan pembangunan nasional serta penyelenggaraan kehidupan perekonomian nasional pada umumnya, maka pemerinrah memandang perlu menagguhkan saat mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. Walaupun BPHTB merupakan salah satu sumber penerimaan Negara dar pajak yang sangat berarti bagi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, tetapi terjadinya gejolak moneter yang demikian besar pengaruhnya terhadap kehidupan telah member pengaruh yang besar dan menimbulakan gangguan terhadap pelaksanaan pembangunan nasional terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Dari berbagai kemungkinan yang dapat ditempuh untuk mengurangi pengaruh gejolak moneter yang tidak menguntungkan tersebut adalah pengguhan rencana pengenaan beban baru terhadap masyarakat. Beban baru seperti itu akan menjadi beban tambahan biaya ekonomi, yang dalam keadaan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara perekonomian yang sulit akan mengurangi kemantapan kesempatan kerja yang baru, yang besar artinya terhadap kesejahteraan rakyat. Melalui penangguhan beban baru tersebut maka tujuan yang ingin diwujudkan adalah mengurangi tambahan beban biaya terhadap kehidupan perekonomian. Salah satunya adalah biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dengan dasar pemikiran tersebut maka pemerintah mengambil langkah untuk menangguhkan waktu mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB. Penagguhan tersebut hanya bersifat sementara sampai saat yang lebih memungkinkan bagi pelaksanaan Undang- Undang BPHTB. Penagguhan penerapan BPHTB diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang PERPU Nomor 1 Tahun 1997, yang ditetapkan pada tanggal 31 Desember 1997 dan mulai berlaku pada hari itu juga. Untuk menguatkan PERPU tersebut maka Presiden dengan persetujuan DPR menetapkannya menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 18 Febuari 1998. Penagguhan mulai berlakunya BPHTB dilakukan selama 6 enam bulan dari tanggal 1 Januari 1998 sampai dengan 30 Juni 1998. BPHTB baru efektif dikenakan sebagai pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan pada tanggal 1 Juli 1998. Dengan demikian setiap perolehan hak, baik karena pemindahan hak maupun pemberian hak baru, yang diperoleh oleh seseorang atau badan pada tanggal 1 Juli 1998 dan sesudahnya dikenakan BPHTB. Sebagai jenis pajak yang baru diterapkan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara kembali di Indonesia, aturan BPHTB terus dievalusi untuk dapat diterapkam secara lebih efektif, efisien, dan dapat memenuhi fungsi budgeter pajak, yaitu sebagai salah satu alat penerimaan Negara. Setelah diterapkan secara kurang lebih 2 tahun maka pemerintah bersama DPR memandang perlu dilakukan penyempurnaan Undang-Undang BPHTB. Hal ini dilakukan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. Perubahan ini dilakukan dengan 3 pertimbangan, yaitu : 1. Dalam rangka lebih meningkatkan kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan system perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan pengawasan dan pengamanan Negara. 2. Agar pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara mandiri. 3. Untuk menampung penyelenggaraan kegiatan usaha yang terus berkembang di bidang perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perubahan ini juga dilatar-belakangi oleh kenyataan bahwa pemberlakuan Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 Tentang BPHTB bersamaan dengan terjadinya perubahan tatanan perekonomian nasional dan internasional sehingga berpengaruh terhadap perilaku perekonomin nasional dan internsional sehingga berpengaruh terhadap perilaku perekonomian masyarakat penyempurnaan Undang-Undang No. 21 Tahun 1997. Dengan berpegang teguh pada asas-asas keadilan, kepastian hukum, legalitas, dan kesederhanaan maka arah dan tujuan penyempurnaan Undang-Undang BPHTB yang dilakukan adalah : Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara a. Menampung perubahan tatanan dan perilaku ekonomi masyarakat dengan berpedoman pada tujuan pembangunan nasional di bidang ekonomi yang bertumpu pada kemampuan bangsa untuk membiayai pembangunan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari penerimaan pajak. b. Lebih memberikan kepastian hukum dan keasilan bagi masyarakat pelaku ekonomi untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kewajibannya. Berdasarkan pada arah dan tujuan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 maka pokok-pokok perubahan yang dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 adalah : 1. Memperluas cakupan objek pajak untuk mengantisipasi terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dalam bentuk terminology yang baru, 2. Meningkatkan disiplin dan pelayanan kepada masyarakat serta pengenaan sanksi bagi pejabat dan wajib pajak yang melanggar, 3. Memberikan kemudahan dan perlindungan hukum kepada wajib pajak dalam melaksanakan keajibannya, dan 4. Menyesuaikan ketentuan BPHTB dengan ketentuan yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Seiring dengan euphoria otonomi daerah melalui pola desentralisasi fiscal, maka pada tanggal 1 Januari 2011, pajak Bea Perolehan Hak atas Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Tanah dan Bangunan BPHTB resmi sepenuhnya menjadi pajak daerah local tax. Pengalihan wewenang pemungutan atau devolusi BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah KabupatenKota adalah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah PDRD. Dengan demikian per tanggal 1 Januari 2011, wajib pajak yang akan melaporkan pembayaran BPHTB sehubungan dengan proses transaksi property yang dilakukannya akan langsung ditangani oleh Pemerintah KabupatenKota setempat. Pasal 180 angka 6 UU PDRD menyebutkan bahwa UU No. 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB tetap berlaku paling lama 1 satu tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka tahun 2010 merupakan tahun terakhir bagi Pemerintah Pusat untuk mengelola BPHTB. Selanjutnya, mulai tanggal 1 Januari 2011 sangat tergantung dari kesiapan dan minta KabupatenKota untuk menentukan, apakah pengelolaan BPHTB di wilayahmya akan dilaksanakan atau tidak. Dengan peralihan ini diharapkan BPHTB akan menjadi salah satu sumber pajak anggaran daerah yang cukup potensial bagi daerah tertentu, dibandingkan dari keseluruhan penerimaan pajak-pajak daerah yang selama ini ada. Disamping itu, menurut teori pajak property internasional yang selama ini dipakai oleh para penggagas UU ini adalah bahwa property tax cenderung lebih bersifat local. Fisibilitas dab immobilitasnya menjadi salah satu alas an penting mengapa BPHTB lebih cenderung menjadi pajak daerah. Apalagi jika dikaitkan dengan unsure pelayanan masyarakat, dimana Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara akuntabilitas dan transparansi menjadi isu yang paling disoroti di era tonomi daerah. Pengalaman di banyak Negara menunjukkan bahwa beban pajak property sering dikaitkan langsung dengan pelayanan masyarakat yang diberikan oleh pemerintah daerah, misalnya dalam menyediakanmemelihara sarana-prasarana, sehingga secara logika wajar bila pajak properti dikelola langsung oleh pemerintah daerah. Jika dianalisa lebih jauh, jumlah penerimaan BPHTB per KabupatenKota yang nilai ketetapannya diatas 2 milyar rupiah berjumpah 189 38,4 sisanya sejumlah 303 KabupatebKota penerimaan BPHTB-nya di bawah 1 milyar rupiah. Artinya dengan asumsi biaya investasi PBB dan BPHTB sebesar 1 sampai dengan 1,5 milyar rupiah dan biaya operasional sekitar 1 milyar rupiah per tahun karena kedua jenis pajak ibi tidak dapat dipisahkan satu sama lain, meski untuk PBB masih ada waktu pengalihannya sampai dengan tahun 2014 maka dalam waktu dekat, kecil kemungkinan daerah tersebut akan memungut BPHTB. Rasanya hal ini malah bias dijadikan insentif sekaligus daya tarik bagi masyarakat untuk mengembangkan propertinya di daerah tersebut. Tentunya untuk bias melakukan pemungutan BPHTB, Pemerintah Daerah yang bersangkutan harus terlebih dahulu memiliki Peraturan Daerah Perda yang mengaturnya, jika tidak memiliki Perda maka Pemerintah Daerah tidak boleh memungut BPHTB. Dengan demikian masyarakat yang akan membeli property di daerah yang belum memiliki Perda BPHTB tidak perlu membayar pajak tersebut karena Perda yang misalnya nanti baru Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara ditetapkan setelah 1 Januari 2011 tidak dapat berlaku surut. Masyarakat juga perlu menyadari bahwa kedepannya akan terjadi keberagaman system dan pola pemungutan BPHTB di 492 KabupatenKota, dimana di setiap Pemerintah Daerah diberikan kebebasan untuk mengelola sesuai dengan kemampuannya. Yang dimaksud pengalihan wewenang pemungutan sebenarnya adalah merupakan pengalihan seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terhutang, pelaksanaan kegiatan penagihan pajak terhadap wajib pajak serta pengawasan penyetorannya yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiscal menurut UU PDRD adalah money follows functions, yaitu fungsi pokok pelayanan public di daerahkan tentunya masih dengan dukungan pembiayaan pusat melalui penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada daerah. Dari sisi pelayanan, dengan jauh berkurangnya Wajib Pajak yang dilayani oleh Pemerintah Pusat, maka diharapkan pelayanan perpajakan akan jauh lebih baik. Pelayanan yang baik akan meningkatkan kepatuhan perpajakan, yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan pajak. Dilimpahkannya pengelolaan BPHTB kepada KabupatenKota, bukanlah sekadar untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan pengeluarannya, tetapi juga dalam rangka mengefektifkan pengelolaan administrasi dan pelayanannya. Pemerintah KabupatenKota Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara tentu akan lebih memahami seluk beluk daerahnya serta mengetahui pula apa yang terbaik bagi daerahnya. Dari sisi pelayanan kepada Wajib Pajak, pengelolaan BPHTB diharapkan akan menjadi lebih baik. Tabel 1. Perbandingan Undang-Undang BPHTB dengan Undang- Undang PDRD dalam mengatur BPHTB Materi UU BPHTB UU PDRD Subjek Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Objek Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan Tarif Tunggal 5 fixed Paling tinggi 5 Ditetapkan dengan Perda NPOPTKP 1. Paling banyak 2. Rp300.000.000 untuk waris dan hibah wasiat. Paling banyak 3. Ditetapkan Menteri Keuangan. Rp60.000.000 untuk selain waris dan hibah wasiat. 1. Paling rendah 2. Rp300.000.000 untuk waris dan hibah wasiat. Paling rendah 3. Ditetapkan dengan Perda. Rp60.000.000 untuk selain waris dan hibah wasiat. Perhitungan BPHTB terhutang 5 dari NPOP - NPOPTKP 5maksimal dari NPOP - NPOPTKP Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB III SAAT BPHTB TERUTANG DAN PEJABAT YANG BERPERAN DALAM BPHTB A. Saat dan Tempat Pajak yang Terutang 1. Saat Pajak Terutang Pada setiap ketentuan pengenaan atau pemungutan pajak, satu hal yang sangat menetukan untuk dapat dilakukan pemungutan pajak atas suatu objek pajak adalah saat pajak terutang. Setiap undang-undang pajak harus menentukkan kapan saat pajak terutang dengan jelas agar tidak menimbulkan sengketa antar wajib pajak dengan fiskus. Karena jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi objek BPHTB ada 15 lima belas, maka saat yang menentukkan pajak terutang juga ada 15 lima belas waktu sesuai dengan jenias perolehan hak yang terjadi. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 90 Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah danatau Bangunan ditetapkan untuk: a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta; Pada perolehan hak atas tanah dan bangunan karena jaul beli, saat terjadinya peralihan hak dari pemilik tanah dan bangunan selaku penjual kepada pembeli adalah pada saat dibuat dan ditanda-tanganinya akta jual beli oleh dan di hadapan PPAT. Dengan kata lain perolehan hak terjadi Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pada saat akta jual beli autentik dibuatnya. Karena BPHTB terutang pada saat diperolehnya hak atas tanah dan bangunan, maka saat yang menentukan pajak terutang adalah sejak tanggal dibuatnya dan ditanda- tanganinya akta jual beli autentik oleh PPAT camat atau notaris. b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta; perolehan hak atas tanah dan bangunan karena tukar-menukar terjadi pada saat akta tukar-menukar yang bersdifat autentik dibuat. Akta ini biasanya mencantunkan identitas kedua belah pihak yang melakukan tukar-menukar dan paling sedikit 2 buah objek tanah dan bangunan yang dipertukarkan. Dalam akta tukar-menukar disebutkan bahwa satu pihak misalnya A memperoleh dan menerima tanah dan bangunan milik pihak lain misalnya B. sebagai gantinya, pada saat bersamaan, A menyerahkan tanah dan bangunan miliknya kepada B. dengan demikian pada akta tukar-menukar terdapat 2 buah perolehan hak oleh A dan B dalam satu akta tukar-menukar. Akta tukar-menukar ini harus dibuat dan ditanda-tangani oleh PPAT dan menjadi bukti perolehan hak bagi kedua belah pihak. Karena itu tanggal dibuatnya dan ditanda-tanganinya akta tukar-menukar autentik marupakan saat terutang pajak bagi kedua belah pihak yang melakukan tukar-menukar. c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta; Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena hibah terjadi pada saat dibuat dan ditanda-tanganinya akta hibah oleh PPAT. Karena itu saat Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pajak terutang adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta hibah autentik. d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta; Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena hibah wasiat merupakan perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan dari pemberi hibah wasiat yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena hibah wasiat terjadi sebagai pelaksanaan dari hibah wasiat yang dibuat oleh pemberi hibah wasiat semasa ia hidup. Pelaksanaan ketentuan yang terdapat pada suatu surat hibah wasiat baru dapat dilakukan setelah si pemberi hibah wasiat meninggal dunia. Saat dibuatnya surat hibah wasiat dan saat diperolehnya hak atas tabah dan bangunan setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia bukan merupakan saat terutangnya pajak. Hal ini dikarenakan pada kedua waktu tersebut secara hukum belum terjadi perolehan hak atas objek hibah wasiat menjadi hak milik penerima hibah wasiat. Perolehan hak secara hukum baru terjadi setelah perolehan hak karena hibah wasiat tersebut didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat. Dengan demikian saat terutangnya pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan perolehan hak karena hibah wasiat tersebut ke Kantor Pertanahan tempat tanah dan bangunan yang dihibahkan berada. e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan; Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara perolehan hak atas tanah dan bangunan karena waris merupakan suatu akibat peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seorang pewaris sehingga hak pewaris atas suatu tanah dan bangunan beralih secara hukum kepada ahli warisnya yang berhak. Perolehan hak oleh ahli waris terjadinya setelah meninggalnya pewaris dan biasanya dikuatkan oleh pejabat yang berwenang. Walaupun secra hukum perolehan hak telah terjadi setelah pewaris meninggal dunia, tetapi pada saat itu belum ada BPHTB yang terutang. Secara hukum perolehan hak karena waris harus dilanjutkan dengan pendaftaran perolehan hak tersebut ke Kantor Pertanahan tempat tanah dan bangunan yang diwariskan tersebut berada untuk mencatat peralihan hak dari pewaris kepada ahli waris. Sesuai dengan ketentuan BPHTB saat perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi objek pajak adalah pada saat pendaftaran hak tersebut dilakukan oleh ahli waris dan bukan pada saat pewaris meninggal dunia atau pada saat ahli waris memperoleh hak karena pewaris meninggal dunia. Karena itu saat pajak terutang adalah sejak tanggal penerima waris mendaftarkan perolehan haknya ke Kantor Pertanahan setempat. f. pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta; pemasukan tanah dan bangunan ke dalam perseroan atau badan hukum lainnya membawa konsekuensi hukum tanah dan bangunan tersebut menjadi milik perseroan atau badan hukum tersebut. Perolehan hak tersebut dibuktikan dengan akta pemasukan tanah dan bangunan tersebut Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara menjadi milik perseroan atau badan hukum tersebut. Perolehan hak tersebut dibuktikan dengan akta pemasukan tanah dan bangunan ke dalam perseroan atau badan yang dibuat oleh notarisPPAT. Perolehan hak terjadi pada saat akta pemasukan tanah dan bangunan ke dalam perseroan atau badan hukum ditand-tangani oleh pihak yang menyerahkan, wakil perseroan atau badan hukum, para saksi, dan notarisPPAT. Dengan demikian saat tersebut menjadi saat yang menentukan pajak terutang. g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; Pemisahan hak atas tanah dan bangunan yang mengakibatkan peralihan terjadi di mana pihak-pihak yang semula memiliki hak atas tanah dan bangunan melepaskan haknya tersebut dan mengalohkan haknya tersebut kepada pihak lain yang juga ikut memiliki hak atas tanah dan bangunan tersebut. Untuk membuktikan adanya perbuatan hukum pemisahan hak bersama atas tanah dan bangunan harus dibuat akta pemisahan hak oleh pejabat berwenag notarisPPAT. Saat perolehan hak karena pemisahan hak tersebut adalah pada saat dibuat dan ditanda-tanganinya akta pemisahan hak oleh para pihak yang memiliki hak bersama atas tanah dan bangunan, para saksi, dan pejabat yang berwenang. Karena itu saat pajak terutang adalah saat dibuat dan ditanda-tanganinya akta autentik tentang pemisahan hak bersama atas tanah dan bangunan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; apabila suatu putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap mengakibatkan peralihan hak atas suatu tanah dan bangunan maka perolehan hak oleh pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut terjadi sejak saat putusan hakim tersebut ditetapkan sebagai keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dengan demikian saat pajak terutang adalah sejak tanggal putusan hakim memiliki kekuatan hukum yang tetap. i. pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; Sesuai dengan ketentuan UUPA, orang atau badan dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan suatu hak atas tanah kepada negara. Pemberian hak baru atas tanah kepada orang atau badan dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Pada saat diterbitkan surat keputusan pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak maka secara hukum pihak yang disebutkan dalam SK memperoleh hak atas tanah yang dimohonkanya dan dengan demikian ia terutang BPHTB atas perolehan hak tersebut. Karena itu saat terutang pajak adalah sejak tanggal diterbitkan dan ditanda-tanganinya surat keputusan pemberian hak baru tersebut. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; Selain sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru dapat dilakukan di luar pelepasan hak dimana pada prinsipnya tata cara permohonan hak baru tersebut adalah sama sehingga ketentaun pajak terutang juga sama dengan pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak. Karena itu saat terutang pajak atas perolehan hak atas pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak ditand-tanganinya dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak baru tersebut. k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta; Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha baru dari badan usaha lama yang bergabung dibuktikan oleh akta peralihan hak atas tanah dari badan usaha lama kepada badan usaha baru hasil penggabungan. Secara hukum perolehan hak oleh badan usaha baru terjadi pada saat dibuatnya akta peralihan hak tersebut, sehingga merupakan objek BPHTB. Karena itu saat pajak terutang pada perolehan hak karena penggabungan usaha terjadi sejak tanggal ditanda-tanganinya akta autentik peralihan hak atas tanah dan bangunan tersebut oleh PPAT. l. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta; Sebagaimana pada penggabungan usaha. Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh suatu badan usaha lain yangvmelebur ke dalamnya terjadi pada saat dibuatnya akta autentik peralihan hak oleh PPAT, yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara biasanya dilakukan oleh notaris. Saat tersebut ditentukan menjadi saat terutang pajak. m. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; Seperti juga peleburan usaha, perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh suatu badan usaha hasil pemekaran dari badan usaha induk yang dimekarkan terjadi pada saat dibuatnya akta autentik peralihan hak oleh PPAT, yang biasanya dilakukan oleh notaris. Saat tersebut ditentukan menjadi saat pajak terutang. n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; Perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diperoleh sebagai hadiah terjadi pada saat dibuatnya akta peralihan hak dari pemberi hadiah kepada penerima hadiah. Saat diumumkan atau diserahkannya hadiah berupa tanah dan bangunan tersebut secara hukum tidak mengakibatkan perolehan hak oleh penerima hadiah, sehingga bukan merupakan saat terutangnya pajak. Saat pajak terutang adalah pada saat dibuat dan ditanda-tanganinya akta autentik perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pejabat yang berwenang. Akta yang dibuat dapat dengan menggunakan akta hibah. o. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang; Yang dimaksud dengan sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang adalah tanggal ditanda-tanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau pejabat lelang lainnya sesuai dengan peraturam Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara perundang-undangan yang berlaku, yang memuat antara lain nama pemenang lelang. Pada lelang perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dilelang terjadi pada saat pejabat lelang yang berwenang atas pelaksanaan lelang mengumumkan atau memutuskan salah satu peserta lelang menjadi pemenang lelang berdasarkan harga penawaran lelang yang diajukan. Dengan demikian saat pajak terutang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang oleh pejabat lelang yang ditandai dengan ditanda-tanganinya risalah lelang oleh pjabat lelang. 2. Ketentuan Pemenuhan Pajak Terutang Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah self assessment dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan SSB, dan melaporkannya tanpa diterbitkannya surat ketetapan pajak. Dengan demikian maka wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang pada saat terjadinya perolehan hak. Wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus. Dari uraian diatas, maka Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang harus dibayar pada saat : a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditanda-tangani oleh PPAT; Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara b. Risalah Lelang yang memuat penunjukkan pemenang lelang ditanda- tangani oleh Kepala Kantor LelangPejabat Lelang; c. Dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota dalam hal pemindahan hak karena pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, waris, atau hibah wasiat. d. Diterbitkannya suatu keputusan pemberian hak baru, baik sebagai kelanjutan pelepasan hak maupun di luar pelepasan hak. Pasal 91 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan : 1 Pejabat Pembuat Akta TanahNotaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah danatau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. 2 Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah danatau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. 3 Kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran Hak atas Tanah atau pendaftaran peralihan Hak atas Tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Dari isi Pasal 91 tersebut bahwa pejabat yang berwenang hanya dapat menanda-tangani akta, risalah lelang, maupun pendaftaran hak dan surat keputusan pemberian hak baru setelah wajib pajak memperlihatkan bukti pembayaran pajak. Pada umumnya pembayaran pajak dilakukan pada Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara hari yang sama dengan saat ditanda-tanganinya akta, risalah lelang, pendaftaran hak, dan keputusan pemberian hak baru oleh pejabat yang berwenang. 3. Tempat Pajak Terutang Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota, atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan. Tempat pajak terutang berkaitan dengan pejabat yang berwenang untuk menanda-tangani akta autentik, keputusan lelang, pendaftarn hak, maupun pemberian hak baru. PPAT, khususnya camat, hanya dapat menanda-tangani akta peralihan hak atas tanah dan bangunan untuk tanah dan bangunan yang berada dalam wilayah kecamatan yang ia pimpin. Pejabat lelang hanya dapat melakukan pelelangan tanah dan bangunan yang berada pada wilayah kerja yang telah ditetapkan oleh pemrintah. Kepala Kantor Pertanahan KotaKabupaten hanya dapat melakukan pendaftaran tanah dan pemberian hak baru atas tanah yang berada pada kota atau kabupaten yang menjadi wilayah kerjanya. Pembuatan akta autentik, keputusan lelang, pendaftaran hak dan pemberian hak baru yang dilakukan oleh pejabat atas tanah dan bangunan yang berada di luar wilayah kewenangannya akan berakibat batalnya perolehan hak tersebut. Tempat pajak terutang juga sangat berpengaruh pada penetapam besarnya Nilai Pajak Objek Pajak Tidak Kenak Pajak NPOPTKP yang digunakan dalam perhitungan pajak dimana penetapan besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional. Hal ini mengakibatkan besarnya NPOPTKP dapat berbeda Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara antar kota atau kabupaten. Penetapan besarnya NPOPTKP untuk masing- masing kota atau kabupaten ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas susulan masing-masing pemerintah daerah. Selain itu tempat pajak terutang juga berkaitan dengan pendapatan pemerintah daerah tempat tanah dan atau bangunan berada. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan daerah dan propinsi tempat objek pajak berada. 4. Akta Autentik dan Kaitannya Dengan BPHTB Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, untuk membuktikan adanya perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah dan bangunan haruslah dibuat akta autentik. Tanpa adanya akta autentik maka secara hukum perbuatan hukum untuk mengalihkan suatu hak atas tanah dan bangunan belum sah. Akta autentik adalah akta yang dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum oleh atau di hadapan pejabat-pejabat umum yang berwenang untuk berbuat demikian itu di tempat di mana akta itu dibuat 5 5 R. Soegondo, Hukum Notariat Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali Pers, Jakarta, 1993, hlm. 42. . Akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat, apalagi akta itu memuat perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang membuat perjanjian sehingga apabila terjadi sengketa di antara mereka, maka apa yang tersebut di dalam akta autentik tersebut menjadi bukti yang sempurna. Di sini lah letak arti penting akta autentik yang dalam praktek hukum sehari-hari memudahkan pembuktian dan memberikan kepastian hukum yang kuat. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BPHTB merupakan jenis pajak yang oleh pemerintah ditetapkan sebagai pajak yng dikenakan atas suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Karena perolehan hak tersebut merupakan hasil dari suatu peristiwa atau perbuatan hukum, maka BPHTB sangat terkait dengan ketentuan hukum yang mengatur tentang adanya suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Salah satu ketentuan hukum yang berkaitan adalah adanya ketentuan bahwa pembuatan akta autentik guna membuktikan adanya perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah mutlak dilakukan. Apabila perolehan hak tidak dilakukan dengan akta autentik maka akte yang dibuat sehubungan dengan perolehan hak tersebut tidak dapat membuktikan adanya perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dengan demikian maka ketentuan BPHTB juga menghendaki dibuatnya akta autentik untuk setiap perbuatan hukum yang mengakibatkan perolehan hak. Dengan dibuatnya akta autentik oleh pejabat yang berwenang maka secara hukum dapat dibuktikan telah terjadi perolehan hak atas tanah dan bangunan, pada saat akta autentik tersebut ditanda-tangani oleh para pihak, saksi, dan PPAT. Dengan demikain pada saat terjadinya peralihan hak yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan, timbullah utang pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang, yaitu BPHTB, yang harus dibayar oleh pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. B. Ketentuan Bagi Pejabat yang Berwenang atas Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT Dalam pelaksanaan administrasi pertanahan, data pendaftaran tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan atau status mengenai bidang tanah yang bersangkutan, baik yang menyangkut data fisik mengenai bidang tanah tersebut, maupun mengenai hubungan hukum yang menyangkut bidang tanah itu dengan pemilikinya, yang merupakam data yuridis tanah. Dalam hubungan dengan pencatatan data yuridis ini, khususnya pencatatan perubahan data yuridis yang sudah tercatat sebelumnya, peranan PPAT sangatlah penting. Menurut ketentuan Pasal 37 Peratutan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini membuat peranan PPAT menjadi sangat penting, karena akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan pendaftaran tanah di Inodonesia 6 PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang merupakan peraturan tanah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraris. Di dalam peraturan tersebut PPAT . 6 Boedi Harsono, Prof., Hukum Agraria di Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, Edisi Revisi 1999, hlm. 469. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara disebutkan sebagai pejabat yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan hak baru, atau membebankan hak atas tanah 7 Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang sering disebut PPAT merupakan pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun . Fungsi PPAT lebih ditegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda- Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yaitu sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta lain yang diatur dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertnahan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dengan membuat akta-akta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. 8 7 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah, Penjelasan Umum. . Saat ini peraturan tentang jabatan PPAT di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang ditetapkan pada tanggal 5 Maret 1998 dan mulai berlaku sejak tanggal 5 Maret 1998. Pada umumnya pejabat yang diangkat sebagai PPAT adalah notaris, berkaitan dengan fungsi notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dalam bidang hukum. Walaupun demikian, berdasarkan kebutuhan maka pemerintah menunjuk beberapa pejabat lain 8 Ibid, Pasal 1 angka 1. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sebagai PPAT Sementara dan PPAT Khusus. PPAT Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Sedangkan PPAT Khusus adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu. PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya. Tugas Pokok dan Kewenangan PPAT PPAT merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan hukum itu. Perbuatan hukum yang memerlukan akta yang menjadi bagian tugas PPAT adalah : a. Jual beli; b. Tukar-menukar; c. Hibah; d. Pemasukan ke dalam perusahaan inbreng; e. Pembagian hak bersama; f. Pemberian Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas tanah Hak Milik; Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara g. Pemberian Hak Tanggungan; dan h. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. Untuk melaksanakan tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah maka seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta PPAT yang bersifat autentik mengenai semua perubahan hukum yang berkaitan dengan peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. Akta PPAT merupakan akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Sesuai dengan jabatan PPAT sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuatnya diberi kedudukan sebagai akta autentik, yaitu akta yang dibuat untuk membuktikan adanya perbuatan hukum tertentu yang mengakibatkan terjadinya peralihan hak atas suatu tanah dan bangunan. PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. Daerah kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewenangan seorang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalamnya. Pelanggaran terhadap ketentuan ini mengakibatkan aktanya tidak sak dan tidak dapat digunakan sebagai sarana pendaftaran hak atas tanah ke Kantor Pertanahan. Walaupun demikian akta tukar-menukar, akta pemasukan dalam perusahaan, dan akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan yang haknya menjadi objek perbuatan hukum dalam akta. Pengecualian ini dapat dilakukan oleh PPAT tanpa ijin terlebih dahulu. Dalam melaksanakan tugasnya PPAT memperoleh uang jasa honorarium dari masyarakat para pihak yang menggunakan jasanya. Besarnya uang jasa ini telah ditentukan dan hendaknya dipatuhi oleh para PPAT. Uang jasa honorarium PPAT dan PPAT Sementara, termasuk juga uang jasa honorarium saksi tidak boleh melebihi 1 satu persen dari harga transaksi yang tercantum dalam akta. PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya kepada seseorang yang tidak mampu. Dalam melaksanakan tugasnya PPAT dan PPAT Sementara dilarang melakukan pungutan di luar ketentuan di atas. PPAT Khusus melaksanakan tugasnya tanpa memungut biaya, dengan dasar bahwa PPAT Khusus melaksanakan tugas pembuatan akta PPAT sebagai bagian dari tugasnya di bidang pendaftaran tanah, karena itu pembuatan akta ini dilakukan dengan cuma-cuma. Pelaksanaan Tugas PPAT Sebelum menjalankan jabatannya PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota di daerah kerja PPAT yang bersangkutan. PPAT Khusus, yaitu Kepala Kantor Pertnahan yang ditunjuk sebagai PPAT Khusus, tidak Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT. PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena pemecahan wilayah KabupatenKota tidak perlu mengangkat sempauh jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di daerah kerjanya yang baru. Dalam waktu 1 bulan setelah pengambilan sumpah jabatan PPAT wajib menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan teraan capstempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertnahan Nasional Propinsi, BupatiWalikota, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan. Selain itu dalam waktu 1 bulan sejak pengambilan sumpah jabatan maka PPAT wajib melaksanakan jabatannya secara nyata. Dalam melaksanakan tugasnya PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya. Untuk menjangkau dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang jauh dar kantor PPAT maka PPAT dapat melaksanakan jabatannya du luar kantor sepanjang masih dalam wilayah kerja PPAT yang telah ditentukan. PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang dibuatnya. PPAT wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya, yang diambil dari buku daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai dengan ketentuan undang-undang atau peraturan pemerintah yang berlaku selambat- lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. 2. Pejabat Lelang Negara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena lelang merupakan objek pajak sehingga pihak yang menjadi pemenang lelang pembeli dalam lelang terutang BPHTB atas perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dibelinya melalui lelang. Di Indonesia saat ini lelang dapat melalui balai lelang yang diselenggarakan oleh swasta. Setiap lelang harus dilakukan di hadapan pejabat lelang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Hal ini membuat pejabat lelang memegang peranana penting dalam pelaksanaan lelang. Pejabat lelang adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tempat kedudukan dan wilayah kerja pejabat lelang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Dalam praktek sehari-hari kewenangan pengangkatan pejabat lelang dan penentuan tempat kedudukan dan wilayah kerja pejabat lelang didelegasikan oleh Menteri Keunagan kepada Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. Pejabat lelang dibedakan dalam dua tingkat yaitu : Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di kantor Pejabat Lelang Kelas II atau balai lelang. Khusus Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di balai lelang diangkat untuk masa jabatan 2 dua tahun dan dapat diangkat kembali. Pejabat Lelang Kelas I adalah pegawai Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara DJPLN yang diangkat untuk jabatan itu. Pejabat Lelang Kelas I hanya dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya selama Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara berkedudukan di Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. Syarat- syarat untuk diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas I adalah : a. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan dari dokter pemerintah; b. Berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana S1 diutamakan Sarjana Hukum, Sarjana Ekonomi ManajemenAKuntansi, dan Sarjana Penilai; c. Berpangkat serendah-rendahnya Penata Muda Golongan IIIa; d. Lulus pendidikan dan latihan Diklat pejabat lelang dan penilai, kecuali bagi pegawai DJPLN yang telah diangkat menjadi Pejabat Lelang Kelas I; e. Memiliki kemampuan melaksanakan lelang yang dinyatakan dengan rekomendasi dari atasan setingkat eselon III dalam unit kerja yang bersangkutan; dan f. Tidak pernah terkena sanksi administrasi dan memiliki integritas yang tinggi dinyatakan dengan surat keterangan dari atasan setingkat eselon III dalam unit kerja yang bersangkutan. Pejabat Lelang Kelas II adalah orang-orang tertentu yang diangkat untuk jabatan itu. Orang-orang tertentu dimaksud berasal dari : notaris, penilai, atau pensiunan Pegawai Negeri Sipil PNS DJPLN diutamakan yang pernah menjadi Pejabat Lelang Kelas I. Pejabat Lelang Kelas II berkedudukan di wilayah kerja tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya selama berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II atau Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara balai lelang dalam wilayah kerjanya. Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Pejabat Lelang Kelas II melaksanakan lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di balai lelang hanya berwenang melaksanakan lelang sukarela, lelang aset BUMNBUMD berbentuk persero, dan lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1997. Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II berhak mendapat imbalan jasa sebesar 60 enam puluh persen dari Bea Lelang dalam setiap pelaksanaan lelang. Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Balai Lelang berhak mendapat imbalan jasa dari Balai Lelang yang besarnya sesuai kesepakatan antara Pejabat Kelas II dan Balai Lelang. Perincian pembagian imbalan jasa bagi Pejabat Lelang Kelas II diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. Syarat-syarat untuk diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah : a. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan dari dokter pemerintah; b. Memiliki kemampuan melaksanakan lelang, dibuktikan dengan : 1. Rekomendasi dari Kepala Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara setempat, dan 2. Lulus ujian profesi pejabat lelang dan penilai; Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara c. Tidak pernah terkena sanksi administrasi, tidak penah dijatuhi hukuman pidana, dan memiliki integritas yang tinggi yang dinyatakan dengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang, yaitu : 1. Untuk notaris, rekomendasi dari asosiasi profesi yang bersangkutan; 2. Untuk penilai, rekomendasi dari asosiasi profesi yang bersangkutan; atau 3. Untuk pemsiun PNS DJPLN, rekomendasi dari Kantor Pusat DJPLN; dan d. Khusus untuk pensiunan PNS DJPLN, berpangkat serendah-rendahnya Penata Muda Golongan IIIa dan pendidikan serendah-rendahnya Sarjana S1, diutamakan Sarjana Hukum dan Sarjana Ekonomi ManajemenAkuntansi. Tugas dan Fungsi Pejabat Lelang Pejabat Lelang mempunyai tugas melakukan kegiatan persiapan lelang, pelaksanaan lelang, dan kegiatan setelah lelang. Untuk melaksanakan tugasnya, pejabat lelang mempunyai fungsi berikut : a. Sebagai peneliti dokumen persyaratan lelang, dimana pejabat lelang bertugas untuk meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang; b. Sebagai pemberi informasi lelang, yaitu tugas dimana pejabat lelang membrikan informasi kepada pengguna jasa dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan lelang; Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara c. Sebagai pemimpin lelang, dengan ketentuan bahwa pejabat lelang dalam memimpin lelang harus komunikatif, adil, tegas, dan berwibawa untuk menjamin ketertiban, keamanan, dan kelancaran pelaksanaan lelang; serta d. Sebagai pejabat, yaitu pejabat yang membuat akta autentik berdasarkan undang-undang di wilayah kerjanya. Pejabat lelang dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh pemandu lelang dalam hal penawaran lelang dilaksanakan secara lisan. Pemandu lelang adalah orang yang membantu pejabat lelang untuk menawarkan barang dalam suatu pelaksanaan lelang. Dalam hal pelaksanaan lelang diabtu oleh pemandu lelang, maka pemandu lelang dianggap telah mendapat kuasa dari pejabat lelang untuk menawarkan barang yang dilelang. Ketentuan Bagi Pejabat Lelang Pejabat Lelang dilarang merangkap jabatan atau profesi juru sita, kurator, panitera, penyidik, pengacaraadvokat, penasehat hukum atau jabatan lain uang oleh peraturan perundangan dilarang dirangkap dengan jabatan pejabat lelang. Sebelum melaksanakan tugas pejabat lelang terlebih dahulu harus mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya serta dilantik di hadapan dan oleh Kepala Kantor Wilayah DJPLN yang membawahi pejabat lelang yang bersangkutan. Pembinaan pejabat lelang dilakukan oleh Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. Penilaian kinerja, pengendalian dan koordinasi pejabat lelang dilakukan oleh Kepala Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Kantor Wilayah DJPLN. Pejabat Lelang yang melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugasnya akan dikenakan sanksi, mulai dati dibebas-tugaskan sampai dengan pemberhentian dari jabatannya sebagai pejabat lelang. Pembebas-tugasan dan pemberhentian dari jabatannya tidak mengurangi kemungkinan gugatan perdata atau tuntutan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pejabat Pertanahan Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, ditentukan bahwa pendaftaran tanah di Indonesia diselenggarakan oleh Badan Pertanahan nasional, yaitu lemabaga pemerintah non departemen yang bidang tugasnya meliputi bidang pertanahan. Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional, tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 atau peraturan perundang- undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada pejabat lain. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten atau kota, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. Untuk melaksanakan ketentuan di atas, maka Kepala Badan Pertanahan berwenang untuk melakukan pendaftaran hak dan menerbitkan keputusan pemberian hak atas tanah yang dimohonkan oleh seseorang atau suatu badan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sebagian wewenang pemberian hak atas tanah dilimpahkan oleh Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional kepada pejabat Badan Pertanahan Nasional di tingkat Propinsi dan KabupatenKota. Dasar hukum pelimpahan wewenang pemberian hak atas tanah yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tanggal 19 Febuari 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara yang mulai berlaku sejak tanggl 19 Febuari 1999. Peraturan ini memberi tambahan kewenangan pengambilan keputusan mengenai pemberian hak atas tanah yang lebih besar kepada pejabat di daerah, terutama kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota. Hal ini dimaksudkan sebagai langkah persiapan ke arah sistem pengambilan keputusan yang terdesentralisasi tidak terpusat dengan maksud untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan kepada manyarakat. Kewenangan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional berwenang menetapkan pemberian hak atas tanah yang telah diberikan secara umum. Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota. Selain itu Meneteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional juga berwenang untuk memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota apabila atas pelaporan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi hal tersebut diperlukan berdasarkan keadaan di lapangan. Kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi diberi kewenangan untuk memberi keputusan mengenai pemberian hak atas tanah dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan pemberian hak lainnya, serta pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah. Kewenangan yang diberikan dibatasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal pemberian hak atas tanah dengan Hak Milik, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi berwenang untuk memberi keputusan mengenai : a. Pemberian Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 ha dua hektar; b. Pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5.000 m2 lima ribu meter persegi, kecuali yang kewenangan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala kantor Pertanahan KabupatenKota. Dalam hal pemberian hak atas tanah dengan Hak Pakai, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan nasional Propinsi berwenang memberi keputusan mengenai : a. Pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 ha dua hektar; b. Pemberian Hak Pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 150.000 m2 seratus lima puluh ribu meter persegi, kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota. Dalam pemberian hak atas tanah dengan Hak Guna Usaha, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 ha dua ratus hektar. Dalam pemberian hak atas tanah dengan Hak Guna Bangunan, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 150.000 m2 seratus lima puluh ribu meter persegi, kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota. Dalam hal pemberian hak lainnya, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian hak atas tanah yang sudah dlimpahkan kewenangan pemberiannya kepada Kepala Kantor Pertanahan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara KabupatenKota apabila atas laporan Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota hal tersebut diperlukan berdasarkan keadaan di lapangan. Bila dipandang perlu maka Kepala Kanyor Wilayah Badan Pertanahan Nasional berwenang untuk melakasanakan pembatalan atas Keputusan Pemberian Hak atas Tanah. Dalam hal ini Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi berwenang memberi keputusan mengenai : a. Pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikelaurkan oleh Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota yang ternyata terdapat cacat hukum dalam penerbitannya; dan b. Pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenagan pemberiannya dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota dan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi, untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Kewenangan Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota diberi kewenangan untuk memberi keputusan mengenai pemberian hak atas tanah dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, serta perubahan hak atas tanah. Kewenangan yang diberikan dibatasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal perubahan hak atas tanah maka Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota berwenang memberi keputusan mengenai semua perubahan hak atas tanah, kecuali perubahan Hak Guna Usaha menjadi hak lain. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Dalam hal pemberian hak atas tanah dengan Hak Milik, Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota berwenang untuk memberi keputusan mengenai : 1. Pemberiam Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 ha dua hektar; 2. Pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 dua ribu meter persegi, kecuali mengenai bekas Hak Guna Usaha; 3. Pemberian Hak Milikatas tanah dalam rangka pelaksanaan program: a. Transmigrasi; b. Redistribusi tanah; c. Konsolidasi tanah; dan d. Pendaftaran tanah secara massal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik. Dalam hal pemberian hak atas tanah dengan Hak Guna Bangunan, Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota berwenang memberi keputusan mengenai : a. Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah yang luasnya tidal lebuh dari 2.000 m2 dua meter persegi, kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha; dan b. Semua pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Dalam hal pemberian hak atas tanah dengan Hak Pakai, Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota berwenang untuk memberi keputusan mengenai : a. Pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 ha dua hektar; b. Pemberian hak atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 dua ribu meter persegi, kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha; dan c. Semua pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan. 4. Ketentuan Penandatangan Akta Sesuai dengan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa PPATNotaris hanya dapat menanda-tangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan atau Bangunan yaitu setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB, dan Pejabat Lelang negara hanya dapat menanda-tangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yaitu setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB. Kepala Kantor di bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran Hak atas Tanah atau pendaftaran peralihan Hak atas Tanah setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB. 5. Sanksi Atas Pelanggaran Ketentuan Penanda-tangan Akta Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Terhadap setiap PPATNotaris dan Pejabat Lelang yang melanggar ketentuan penanda-tanganan akta dan risalah lelang dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 7.500.000,- tujuh juta lima ratus rupiah untuk setiap pelanggaran. Hal ini diatur dalam Pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Denda yang cukup besar jumlahnya ini dimaksudkan agar PPAT dan Pejabat Lelang Negara berhati-hati dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga tidak menyimpang dari ketentuan. Selain terhadap PPAT dan Pejabat Lelang Negara, sanksi juga diberikan kepada pejabat yang berwenang menanda-tangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Setiap pejabat yang berwenang menanda-tangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang tidak memenuhi ketentuan penanda-tanganan dan penerbitan surat keputusan pemberian hak atas tanah, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tentang Pearutaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sanksi yang sama juga dikenakan terhadap Pejabat Pertanahan KabupatenKota yang melanggar ketentuan pendaftaran tanah hak atas tanah. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB IV SISTEM PENGENAAN BPHTB A. Objek dan Subjek Pajak Setiap jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia pasti mengatur dengan jelas apa yang menjadi objek pengenaan pajak, apa yang tidak dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak, dan siapa yang harus membayar pajak. Hal ini perlu diatur dengan jelas untuk memberikan kepastian hukum dan tertib administrasi dalam pemungutan pajak atas suatu hal yang mungkin merupakan objek pajak dan kepada siapa pajak terutang harus ditagih. 1. Objek BPHTB BPHTB merupakan salah satu pajak objektif atau pajak kebendaan di mana pajak terutang didasarkan pertama-tama pada apa yang menjadi objek pajak baru kemudian mempehatikan siapa yang menjadi subjek pajak. Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan. BPHTB menentukan ada 3 kemungkinan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang menjadi objek pajak, yaitu perolehan hak atas tanah termasuk tanaman di atasnya, perolehan hak atas tanah dan bangunan, serta perolehan hak atas bangunan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Perolehan hak atas tanah sangat umum ditemui dalam praktek sehari-hari yaitu perolehan hak atas tanah sawah, ladang, kavling siap bangun, dan tanah kosong lainnya. Perolehan hak atas tanah dan bangunan juga sangat banyak dilakukan oleh masyarakat, misalnya perolehan hak karena jual beli, hibah, waris, dan sebagainya atas rumah tinggal, pabrik, kantor, mal, dan sebagainya. Mungkin yang jarang ditemuil dalam praktek adalah perolehan hak atas bangunan. Di beberapa tempat misalnya kota Bandung dapat ditemui keadaan dimana seseorang dimungkinkan untuk membangun rumah di atas tanah milik Negara yang disewanya dari Pemerintah Daerah setempat. Hak sewa tanah milik Negara tersebut dapat dialihkan pada pihak lain dan bangunan rumah yang ada di atasnya dijual kepada pihak lain yang menginginkan bangunan dan hak sewa tersebut. Pada contoh ini maka yang terjadi adalah perolehan hak atas bangunan rumah tersebut saja, sementara hak atas tanah tidak beralih karena tetap sebagai tanah Negara. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan a. Perolehan Hak . Dari perkataan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setidaknya ada 3 hal yang perlu dipahami untuk dapat memahami objek pajak BPHTB, yaitu perolehan hak, hak atas tanah, dan bangunan; serta pengertian tanah dan atau bangunan itu sendiri. Ketiga hal ini harus dilihat sebagai suatu kesatuan, untuk menentukan sebagai alat ukur apakah suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan objek BPHTB atau tidak. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Perolehan hak atas tanah dan bangunan terjadi karena adanya peralihan hak atas tanah dan bangunan. Menurut hukum peralihan hak tersebut terjadi karena 2 hal yaitu hak beralih dan hak dialihkan. Yang dimaksud dengan hak beralih karena adalah suatu peralihan hak atas tanah dan atau bangunan yang disebabkan oleh orang yang memiliki suatu hak atas tanah dan bangunan meninggal dunia sehingga hak tersebut beralih kepada ahli warisnya. Dengan kata lain peralihan hak terjadi karena dengan tidak disengaja dengan suatu perbuatan melainkan karena hukum. Dengan demikian hak atas tanah dan bangunan beralih karena peristiwa hukum. Sedangkan hak dialihkan adalah suatu peralihan hak yang dilakukan dengan sengaja sehingga hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula menjadi hak pihak lain. Dengan kata lain bahwa peralihan hak terjadi melalui suatu perbuatan hukum tertentu yang dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah, dan hibah wasiat. Suatu hal mutlak untuk menentukan suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai objek pajak adalah bahwa peralihan hak yang terjadi, baik karena peristiwa hukum maupun perbuatan hukum, memgakibatkan terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh seseorang atau badan secara permanen untuk seterusnya dan bukan bersifat sementara waktu. Selain itu, perolehan hak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum di Indonesia, yaitu harus dilakukan dengan menggunakan akta autentik, oleh dan di hadapan pejabat yang berwenang. Apabila perolehan hak tidak dibuat dengan menggunakan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara akta autentik maka sebenarnya secara hukum belum terjadi perolehan hak atas tanah dan bangunan dimaksud sehingga bukan merupakan objek BPHTB. b. Hak Atas Tanah dan Bangunan Hak atas tanah dan bangunan yang menjadi objek pajak terbatas pada hak atas tanah yang ditentukan oleh Undang-Undang BPHTB, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Pengelolaan. Hak yang ditentukan BPHTB tersebut, khususnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, merupakan hak atas tanah yang diatur dalam UUPA yang saat ini menjadi dasar atas hak atas tanah di Indonesia. Dalam praktek sehari-hari di masyarakat masih terdapat beberapa hak lain yang mengikat seseorang dengan tanah dan bangunan. Hak tersebut antara lain hak gadai, hak usaha bagi hasil, dan hak menumpang. Hak tersebut merupakan hak atas tanah yang bersifat sementara, karena itu bukan merupakan hak atas tanah yang menjadi objek BPHTB. c. Tanah dan atau Bangunan Objek perolehan hak pada BPHTB haruslah tanah dan atau bangunan. Bila objek perolehan hak bukan tanah dan bangunan, misalnya jual beli saham suatu perusahaan yang memiliki pabrik dan kantor, maka perolehan hak yang terjadi bukan merupakan objek BPHTB. Memori penjelasan Undang-Undang BPHTB memberikan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pengertian bangunan yang menjadi salah satu unsure objek pajak sebagai konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan, antara lain gedung, rumah, kolam renang, tempat olahraga, dan sebagainya. Pengertian bangunan ini sama dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Hal ini penting untuk dijabarkan karena Undang-Undang BPHTB mengatur lebih lanjut penetapan NJOP sebagai salah satu alternative dasar pengenaan pajak. Dengan demikian perlu menyamakan pengertian bangunan antara ketentuan BPHTB dengan PBB. Hanya saja UU BPHTB tidak menjabarkan secara rinci apa yang menjadi pengertian tanah. Tampaknya pembuat Undang-Undang BPHTB memandang pengertian tanah sudah cukup jelas, sehingga tidak diatur lebih lanjut. Walau demikian, pengertian tanah tetap perlu dibahas. Untuk memahami definisi tanah, maka perlu mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria UUPA yang saat ini menjadi induk peraturan hukum tanah di Indonesia. UUPA memberikan 2 pengertian tanah, yaitu secara sempit dan secara luas. Tanah dalam arti luas berarti bumi yang meliputi permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Sedangkan tanah dalam arti sempit merujuk pada permukaan bumi permukaan tanah. Pengertian tanah secara luas dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sempit akan berpengaruh pada penentuan hak atas tanah yang dapat diberikan atas sebidang tanah. Dengan memahami ketiga alat pengukur untuk menentukan objek pajak tersebut maka dapat ditentukan apakah suatu perolehan hak menjadi objek BPHTB atau tidak. Hal ini menjadi penting agar tidak terjadi kesalahan dalam pemenuhan BPHTB atas transaksi atau perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi objek pajak terjadi karena 2 hal, yaitu pemindahan hak dan pemberian hak baru. Pemindahan hak meliputi peristiwa hukum dan perbuatan hukum yang terjadi antar orang atau badan sebagai subjek hukum yang boleh memiliki suatu hak atas tanah dan bangunan. Jadi yang terlibat adalah antara pribadi orang atau badan hukum dengan pribadi lain sesuai ketentuan yang berlaku, sementara Negara melalui pejabat berwenang hanya bertindak sebagai pihak yang mengetahui dan mengesahkan pemindahan hak tersebut. Sedangkan pada pemberian hak baru, orang atau badan memperoleh hak tersebut langsung dari Negara melalui pejabat yang berwenang. Dalam hal ini, Negara melalui pejabat yang berwenang yaitu pejabat Badan Pertanahan Nasional, menjadi salah satu pihak yang berkaitan langsung dengan perolehan hak atas tanah. Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000, perolehan hak atas tanah dan banguan yang menjadi objek pajak ada 15 lima belas jenis yang terbagi dalam 2 dua golongan besar, yaitu yang terjadi karena pemindahan hak dank arena pemberian hak baru. 1. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Pemindahan Hak Pemindahan hak yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang merupakan objek BPHTB meliputi 13 tiga belas jenis perolehan hak, yaitu : a. Perolehan hak karena jual beli, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pembeli dari penjual pemilik tanah dan bangunan atau kuasanya yang terjadi melalui transaksi jaul beli, di mana atas perolehan tersebut pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual. b. Perolehan hak karena tukar-menukar, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diterima oleh seseorang atau suatu badan dari pihak lain dan srbagai gantinya orang atau badan tersebut memberikan tanah dan bangunan miliknya kepada pihak lain tersebut sebagai pengganti tanah dan bangunan yang diterimanya. Biasanya pada tukar-menukar tanah dan bangunan yang dipertukarkan, ditentukan nilainya masing-masing dan dibandingkan terlebih dahulu agar tidak ada pihak yang dirugikan atas tukar-menukar tersebut. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara c. Perolehan hak karena hibah, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diperoleh oleh seorang penerima hibah yang berasal dari pemberi hibah pada saat pemberi hibah masih hidup. Penerima hibah memperoleh hak atas tanah dan bangunan secara cuma-Cuma tanpa perlu memberikan sejumlah uang maupun suatu barang kepada pemberi hibah.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2000 Tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah Wasiat. d. Perolehan hak karena hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang belaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia. .Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2000 Tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah Wasiat. e. Perolehan hak karena wasiat, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh ahli waris dari pewaris pemilik tanah dan bangunan yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia. .Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2000 Tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah Wasiat. f. Perolehan hak karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sebagai hasil pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada perseoroan atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada perseroan atau badan hukum lain tersebut. g. Perolehan hak karena pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan yang berasal dari pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesame pemegang hak bersama. h. Perolehan hak karena penunjukkan pembeli dalam lelang, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh seseorang atau badan yang ditetapkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang. i. Perolehan hak sebagai pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap terjadi dengan peralihan hak dari orang atau badan hukum sebagai pihak yang semula memiliki suatu tanah dan bangunan kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim menjadi pemilik baru tanah dan bangunan tersebut. j. Perolehan hak karena penggabungan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha yang tetap berdiri dari badan usaha yang telah digabungkan ke dalam badan usaha yang tetap berdiri tersebut. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara k. Perolehan hak karena peleburan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha baru sebagai hasil dari peleburan usaha dari badan-badan usaha yang bergabung dan telah dilikuidasi. l. Perolehan hak karena pemekaran usaha, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha yang baru didirikan yang berasal dari aktiva badan usaha induk yang dimekarkan. m. Perolehan hak karena hadiah, yaitu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah. Akta yang dibuat dapat berupa akta hibah. 2. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Pemberian Hak Baru Pemberian hak baru yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang merupakan objek BPHTB meliputi 2 jenis perolehan hak, yaitu : a. Perolehan hak karena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak. b. Perolehan hak karena pemberian hak baru di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. Hak atas Tanah dan Bangunan yang Menjadi objek BPHTB Sesuai dengan Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 ada 6 enam hak atas tanah yang perolehannya merupakan objek BPHTB. Hak tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang NOmor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Hak Pengelolaan. Keenam hak yang menjadi objek BPHTB adalah 9 a. Hak Milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. : b. Hak Guna Usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku. c. Hak Guna Bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. d. Hak Pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang member wewenag dan kewajiban yang ditentukan dalam kjeputusan pemberiannya oleh pejabat dengan pemilik tanahnya, yang 9 Marihot Pahala Siahaan, SE, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori dan Praktek, Rajawali Press, Jakarta, 2003, H. 67. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Hak Milik Atas Saruan Rumah Sususn, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi pula hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang bersangkutan. f. Hak Pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukkan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepadsa pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. 3. Bukan Objek Pajak Sebagaimana undang-undang pajak lainnya, selalu ada pengecualian pengenaan pajak atas perbuatan atau keadaan yang seharusmya dikenakan pajak. Hal ini dimaksudkan untuk member azas keadilan dan berdasarkan kebiasaan internasional. Pada BPHTB juga terdapat beberapa perolehan hak atas tanah dan bangunan yang tidak dikenakan pajak. Pengecualian objek pajak ini diatur dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000, yang menentukan bahwa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh : Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara a. Perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; c. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keungan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; e. Orang pribadi atau badan karena wakaf; f. Orang pribadi atau badan, yang digunakan untuk kepentingan ibadah. Pembebasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diperoleh perwakilan diplomatic dan konsulat merupakan suatu hal yang biasa diberikan dalam rangka kebiasaan diplomatic yang dipengaruhi oleh Konvensi Wina Tahun 1961 tentang pembebasan pajak dalam rangka hubungan diplomatic antarnegara di dunia. Suatu syarat pembebasan BPHTB atas perolehan hak oleh perwakilan diplomatic dan konsuler adalah berlakunya asa timbal balik, di mana negara yang bersangkutan harus juga memberikan pembebasan atas jenis pajak yang sama di negaranya terhadap perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diterima oleh korps diplomatik Indonesia. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Dalam melaksanakan tugas, pemerintah kadang kala membutuhkan tanah dan bangunan guna menunjang pelaksanaan tugas yang diembannya. Tanah dan bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum merupakan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya tanah atau bangunan yang digunakan instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum, dan sebagainya. Apabila membutuhkan tanah dan bangunan maka pemerintah dapat melakukan perbuatan hukum guna mendapatkan suatu tanah dan bangunan, misalnya saja dengan cara pembebasan tanah dan bangunan dengan memberikan ganti rugi kepada pemilik tanah dan bangunan. Perbuatan hukum ini mengakibatkan terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh instansi pemrintah yang seharusnya dikenakan BPHTB. Tetapi karena tujuan perolehan hak ini untuk menjalankan fungsinya maka perolehan hak oleh negara untuk penyelenggaraan guna kepentingan umum ditetapkan bukan menjadi objek pajak, sehingga tidak dikenakan BPHTB. Konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak menurut Undang-Undang Pokok Agraris, termasuk pengakuan hak oleh pemerintah. Konversi hak ini pada dasarnya tidak nerupakan peralihan hak atas tanah, karena subjek hukum yang memiliki hak atas tanah tersebut sebelum dilakukan konversi adalah sama dengan setelah dilakukannya konversi hak. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Yang berubah adalah jenis hak atas tanah yang dimiliki oleh subjek hukum tersebut sebagai akibat dari dilakukannya konversi hak. Karena tidak ada oeralihan hak maka tidak ada perolehan hak baru akibat konversi hak, sehingga bukan merupakan onjek BPHTB. Sebagai contoh adalah peningkatan hak yang dilakukan oleh Tuan Ahmad Murba yang semula memiliki sebidang tanah dengan Hak Guna Bangunan HGB yang kemudian meningkatkan status hak atas tanah tersebut menjadi Hak Milik. Pemilik hak atas tanah tersbut masih tetap sama, yaitu Tuan Ahmad Murba, hanya saja melalui peningkatan hak tersebut Tuan Ahmad Murba memiliki tanah tersebut dengan Hak Milik, yang mereupakan hak terkuat dan terpenuh. Sepnjang konversi hak atas tanah dilakukan tanpa mengubah pemegang hak maka hak atas tanah tersbut bukan merupakan objek BPHTB. Undang-Undang BPHTB juga mengatur bahwa suatu perbuatan hukum yang mengakibatkan perolehan hak oleh orang pribadi atau badan dengan tidak adanya perubahan nama juga bukan merupakan objek BPHTB. Salah satu bentuk perbuatan hukum dimaksud adalah perpanjangan hak atas tanah tanpa adanya perubahan nama yang dilaksanakan baik sebelum maupun setelah berakhirnya hak atas tanah tersebut. Misalnya saja pada contoh sebelumnya, Hak Guna Bangunan yang dimiliki oleh Tuan Ahmad Murba diperoleh tahun 1971 untuk jangka waktu 30 tahun. Dengan demikian pada tahun 2001 Hak Guna Bangunan atas tanah tersebut berakhir, dan agar Tuan Ahmad Murba tidak kehilangan haknya atas tanah tersbut maka Hak Guna Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Bangunan yang dimilikinya harus diperpanjang oleh Tuan Ahmad Murba sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Permohonan Tuan Ahmad Murba untuk memperpanjang Hak Guna Bangunan dimaksud ke Kantor Pertanahan setempat sepnjang masih sama atas nama Tuan Ahmad Murba, bukan merupakan objek BPHTB. Sehingga pada saat permohonan diajukan, tidak ada BPHTB terutang yang harus dibayarkan oleh Tuan Ahmad Murba. Wakaf merupakan perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik atas tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun. Pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan karena wakaf pada dasarnya adalah orang atau badan yang melakukan kegiatan peribadatan, sehingga perolehan hak ini dikecualikan dari pengenaan BPHTB. 4. Subjek Pajak Sesuai dengan namanya, BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pengertian ini menunjukkan bahwa pajak dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak. Berdasarkan Pasal 86 UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Yang dimaksud dengan badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara maupun tidak melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. Saat ini sebagaimana dipaparkan di atas, ada 15 lima belas jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dikenakan BPHTB. Dengan demikian ada 15 lima belas kriteria orang atau badan yang ditetapkan sebagai subjek pajak BPHTB. Ke-15 subjek pajak tersebut adalah : 1. Pada peralihan hak karena jual-beli, yang memperoleh hak adalah pembeli. Karena itu, yang menjadi subjek pajak pada perolehan hak karena jual beli adalah pembeli. 2. Pada perolehan hak karena tukar-menukar yang memperoleh hak adalah pihak yang menerima tanah dan bangunan yang dijadikan objek pertukaran, sehingga ia merupakan subjek pajak. Pada tukar-menukar terjadi 2 dua perolehan hak atas tanah dan bangunan pada saat yang bersamaan. Dengan demikian kedua belah pihak yang melakukan tukar- menukar tanah dan bangunan pada saat yang bersamaan menjadi subjek pajak. 3. Pada perolehan hak karena hibah. Pihak yang memperoleh hak adalah penerima hibah. Karena itu yang menjadi subjek pajak pada perolehan hak karena hibah adalah penerima hibah. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 4. Perolehan hak karena hibah wasiat, diterima oleh penerima hibah wasiat, sehingga penerima hibah wasiat menjadi subjek pajak pada perolehan hak karena hibah wasiat. 5. Pada perolehan hak karena waris, yang menerima perolehan hak adalah penerima waris, sehingga ia juga ditetapkan sebagai subjek pajak. 6. Perolehan hak karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya mengakibatkan hak pemilikan atas tanah dan bangunan dimaksud beralih dari pemilik lama kepada perseroan atau badan hukum lainnya. Dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah perseroan atau badan hukum lain tersebut, yang merupakan pihak yang memperoleh hak atas dan bangunan. 7. Perolehan hak karena pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak diterima oleh orang atau badan yang sesuai dengan musyawarah sesama pemegang hak bersama ditetapkan sebagai penerima hak atas tanah dan bangunan dimaksud. Hal ini menjadi dasar orang atau badan tersebut ditetapkan sebagai subjek pajak. 8. Perolehan hak karena penunjukkan pembeli dalam lelang diterima oleh orang atau badan yang ditetapkan sebagai pemenang lelang. Dengan demikian, pada perolehan hak karena lelang, yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang menjadi pemenang lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang. 9. Perolehan hak sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap terjadi dengan peralihan hak dari Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut. Dengan demikian, yang ditetapkan sebagai subjek pajak adalah pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sebagaimana ditentukan dalam putusan hakim yang telah melikiki kekuatan hukum tetap. 10. Pada perolehan hak karena penggabungan usaha, suatu badan usaha yang menjadi tempat bergabung satu atau lebih badan usaha lain memperoleh hak atas tanah dari badan usaha yang bergabung ke dalamnya. Karena itu, badan usaha yang tetap berdiri dan menjadi tempat bergabungnya badan usaha lain tersebut merupakan subjek pajak pajak pada perolehan yang dimaksud. 11. Pada perolehan hak karena peleburan usaha badan usaha baru yang didirikan sebagai hasil peleburan usaha dua badan usaha atau lebih memperoleh hak atas tanah dan bangunan yang semula dimiliki oleh badan usaha yang melakukan peleburan usaha tersebut. Hal ini menjadi dasar badan usaha yang didirikan sebagai hasil peleburan usaha ditetpkan menjadi subjek pajak pada perolehan hak dimaksud. 12. Pada perolehan hak karena pemekaran usaha maka badan usaha yang baru didirikan sebagai hasil pemekaran usaha menperoleh hak atas tanah dan bangunan dari badan usaha induk yang dimekarkan, sehingga badan usaha baru tersebut merupakan subjek pajak pada perolehan hak dimaksud. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 13. Pada perolehan hak karena hadiah, seseorang atau badan memperoleh hak atas tanah dan bangunan dari orang atau pihak lain tanpa adanya penggantian yang diberikannya kepada pihak yang memberikan hadiah tersebut. Karena itu pada saat penanda-tanganan akta perolehan hak karena hadiah, yang menjadi subjek pajak adalah penerima hadiah. 14. Pada perolehan hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak, seseorang atau suatu badan memperoleh hak atas tanah negara yang berasal dari pelepasan hak. Dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang memperoleh hak baru tersebut. 15. Pada perolehan hak baru di luar pelepasan hak, seseorang atau badan memperoleh hak atas negara yang tidak dibebani dengan hak apapun. Dengan demikian orang atau badan yang memperoleh hak atas tanah negara tersebut merupakan subjek pajak pada perolehan hak dimaksud. 5. Wajib Pajak Wajib pajak merupakan subjek [ajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak. Karena yang menjadi subjek pajak adalah pihak yang memperoleh hak atas tanh dan bangunan, maka yang menjadi wajib pajak tentulah pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sesuai dengan perolehan hak yang terjadi. Kewajiban pembayaran pajak ini harus dilakukan oleh wajib pajak pada saat terutangnya pajak sesuai ketentuan undang- undang. Bila kewajiban ini belum terpenuhi maka perolehan hak akan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara tertunda karena pejabat yang berwenang tidak akan mengesahkan perolehan hak tersebut sebelum BPHTB terutang dibayardilunasi oleh wajib pajak. Dalam praktek sehari-hari, khususnya pada transaksi jual-beli, sangat sering dijumpai keadaan dimana secara ekonomis pembayaran BPHTB terutang dibayar oleh penjual. Dalam keadaan seperti ini, pembeli menginginkan urusan pajak dan semua biaya yang berkaitan dengan transaksi jual beli diseleseaikan oleh penjual. Jumlah uang yang disepakati pada dasarnya sudah meliputi harga tanah dan bangunan yang dibeli serta pajak dan biaaya lain yang seharusnya menjadi kewajiban pembeli. Si pembeli tidak ingin repot dan akan “terima bersih” tanah dan bangunan yang dibelinya dan menghendaki hak atas tanah menjadi atas namanya. Untuk hal seperti ini, walaupun pembayaran pajak dilakukan oleh penjual, tetapi Surat Setoran BPHTB SSB yang digunakan sebagai sarana pembayaran sebagai wajib pajak. Hal ini harus diperhatikan agar pembayaran pajak dilakukan dengan benar dan SSB tersebut dapat dijadikan bukti pelunasan BPHTB terutang sehungga perolehan hak dapat disahkan oleh pejabat yang berwenang. Kepastian siapa yang menjadi wajib pajak dalam suatu perolehan hak atas bangunan sangat penting tidak saja untuk menentukan siapa yang wajib membayar pajak, tetapi juga siapa yang berhak mengajukan hak-hak wajib pajak yang mungkin diberikan pada perolehan hak tersbut. Pada warisan dan hibah wasiat, penentuan NPOPTKP adalah minimal Rp 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah atau Rp 60.000.000,- enam puluh juta rupiah ditentukan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara oleh hubungan penerima warishibah wasiat sebagai wajib pajak dengan pewaris atau pemberi hibah wasiat. Apabila penerima waris atau penerima hibah wasiat merupakan keturunan sedarah dalam garis lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah, termasuk suamiistri, maka NPOPTKP yang ditetapkan adalah paling rendah sebesar Rp 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah. Pengajuan pengurangan pajak sebagai hak wajib juga ditentukan siapa yang menjadi wajib pajak pada suatu perolehan hak, sehingga kepastian siapa yang menjadu wajib pajak dan apa hubungannya dengan objek pajak memiliki peranan penting terhadap pengenaan BPHTB terutang. Pengajuan hak wajib pajak lainnya seperti pengajuan keberatan, banding, dan pembetulan hanya dapat diajukan oleh wajib pajak atau kuasanya untuk dan atas nama wajib pajak. Kejelasan dan kepastian wajib pajak juga penting dalam hal diterbitkannya surat ketetapan pajak serta Surat Tagihan BPHTB sehingga jelas siapa yang harus melunainya. Dalam hal ini dilakukan penagihan aktif kejelasan wajib pajak sangat menetukan kefektifan penagihan pajak oleh fiskus. B. Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang Mengakibatkan BPHTB Terutang. Suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan pada dasarnya merupakan hasil dari proses peralihan hak. Sesuai dengan ketentuan UUPA yang menjadi Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara landasan hukum tanah di Indonesia saat ini, peralihan hak dapat terjadi karena dua hal, yaitu beralih dan dialihkan. Yang dimaksud dengan beralih adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan seseorang yang mempunyai salah satu hak meninggal dunia sehingga haknya itu dengan sendirinya beralih menjadi hak ahli warisnya. Dengan kata lain bahwa “peralihan hak” itu terjadi dengan tidak sengaja dengan suatu perbuatan hukum melainkan terjadi “karena hukum”. Sebaliknya, yang dimaksud dengan “dialihkan” adalah suatu “peralihan hak” yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya yang semula dan menjadi hak pihak lain. Dengan kata lain bahwa “peralihan hak” itu terjadi melalui suatu “perbuatan hukum” tertentu, misalnya : jual beli, tukar-menukar, hibah, dan hibah-wasiat 10 Jadi jelas bahwa peralihan hak terjadi karena dua hal yang berkaitan dengan hukum, yaitu peristiwa hukum dan perbuatan hukum, di mana kedua cara peralihan hak tersebut harus tunduk pada ketentuan hukum tertentu yang berkaitan dengannya. . 1. Perolehan Hak yang Menjadi Dasar Objek BPHTB a. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena jual beli. Jual beli merupakan satu cara peralihan hak yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat. Jual beli secara umum diartikan sebagai perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu, yaitu penjual, berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak 10 K. Wantjik Saleh, SH., Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, H. 18-19. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara yang lainnya, yaitu pembeli berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut 11 . Harga ini harus berupa uang, sebab kalau harga itu berupa suatu barang maka tidak terjadi jual beli melainkan yang terjadi adalah tukar-menukar. Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dengan pihak lain yang mengikatkan diri untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik, artinya masing- masing pihak mempunyai hak dan kewajiban sebagai akibat perjanjian yang dibuatnya. Hal ini berarti penjual wajib menyerahkan barang yang telah dijualnya dan sekaligus ia berhak pula atas pembayaran yang diberikan di pembeli. Sebaliknya pembeli wajib membayar harga barang yang diterimanya dari penjual dan sekaligus pula dia berhak atas barang yang diserahkan oleh si penjual 12 . Jual Beli Tanah dan Bangunan Tanah dan bangunan merupakan benda berwujud yang tidak bergerak. Jual beli tanah dan bangunan yang mengakibatkan beralihnya hak atas tanah dari penjual kepada pembeli dapat diartikan sebagai penyerahan tanah dan bangunan yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya pada saat mana pihak pembeli 11 Efendi Perangin, SH., Hukum Agraria di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, H. 14. 12 Soedharyo Soimin, SH., Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, H. 94. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara menyerahkan harganya uang pembelian tanah kepada penjual 13 . Jual beli tanah dan bangunan di mana pembeli baru menjadi pemilik tanah dan bangunan setelah dilakukan 2 macam penyerahan, yaitu penyerahan secara nyata dan penyerahan secara hukumyuridis. Penyerahan secara nyata dilakukan dengan memberikan kunci bangunan pada pembeli dan dengan demikian pembeli memiliki kewenangan penuh untuk memanfaatkan tanah dan bangunan yang dibelinya, tentunya sepanjang tidak mengganggu kepentingan umum dan pihak lain. Pada jual beli tanah dan bangunan, penyerahan secara yuridis harus dibuat dalam bentuk akta autentik dan disahkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah notaris atau camat, yang merupakan pejabat yang berwenang, dan setelah dikeluarkan akta pemindahan hak maka selanjutnya akta tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat, untuk dibuatkan sertifikat baru ataupun sertifikat peralihan hak atas tanah tersebut. Pendaftaran hak atas tanah dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitief dan asas spesilitief 14 Kedua penyerahan itu harus dilakukan agar pembeli dapat memiliki tanah dan bangunan yang dimilikinya secara sah dan meyakinkan. Dengan adanya penyerahan secara nyata maka pembeli memiliki kewenangan untuk memanfaatkan tanah dan bangunan yang . Asas publisitief bermaksud agar perdaftaran itu diketahui oleh semua orang, sedangkan asa spesilitief bermaksud supaya diketahui di mana letak tanah tersebut. 13 Efendi Perangin, SH., 401 Pertanyaan dan Jawaban tentang Hukum Agraria, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, H. 67. 14 Sri Soedewi, op. cit., H. 104 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dibelinya sesuai dengan kehendaknya, tentunya sepanjang tidak merugikan orang lain dan tidak mengganggu kepentingan umum. Hanya saja kewenangan tersebut masih mungkin dipermasahkan oleh pihak lain penjual dan ahli warisnya apabila tidak diikuti oleh penyerahan secara hukum melalui adanya akte jual beli yang dibuat secara tertulis oleh dan di hadapan PPAT serta dilanjutkan dengan pendaftaran tanah ke Kantor Pertanahan yang dimaksud untuk mengesahkan kewenangan pemanfaatan sepenuhnya atas tanah dan bangunan serta melindungi pembeli dari gangguan dan gugatan pihak lain berkaitan dengan penjualan tanah dan bangunan tersebut. Transaksi jual beli harus dibuat secara tertulis di hadapan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas kesepakatan yang dibuat oleh penjual dan pembeli dan melindungi kedua belah pihak dari permasalahan yang mungkin timbul di kemudian hari. Tentunya harus diperhatikan bahwa hendaknya kedua belah pihak merupakan orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan transaksi jual beli menurut hukum. Transaksi jual beli yang dilakukan secara tertulis oleh pihak yang cakap dan berwenang melakukannya harus diperhatikan, khusunya bagi pihak yang akan membeli tanah dan bangunan agar tidak dirugikan di kemudian hari karena adanya pihak yang menggugat keabsahan jual beli tersebut. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Maksud dari cakap di sini adalah bukan anak yang berada di bawah umur, tidak terganggu ingatan dan jiwanya, tidak berada di bawah pengampuan, serta memang menurut hukum diperbolehkan melakukan perjanjian. Berwenang maksudnya adalah pihak yang bertindak sebagai penjual merupakan pihak yang memang secara hukum bolehberwenang menjual tanah dan bangunan. Contohnya adalah: suami atau istri yang menjual tanah dan bangunan yang merupakan harta bersama harus mendapat iizin atau persetujuan dari istri atau suaminya pasangannya; seorang ahli waris yang akan menjual tanah dan bangunan yang merupakan harta warisan yang belum dibagi harus mendapat persetujuan dari para ahli waris lainnya; serta seorang yang melakukan perjanjian jual beli tanah dan bangunan yang bukan miliknya harus mendapat surat kuasa dari pemilik sah tanah dan bangunan, dan perjanjian jual beli harus dilakukan untuk dan atas nama pemilik tanah dan bangunan tersebut. Praktek Jual Beli Tanah dan Bangunan di Masyarakat Dalam ketentuan UUPA setiap peralhan hak atas tanah hendaknya dilakukan di hadapan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang, termasuk juga peralihan hak melalui jual beli. Dalam praktek sehari-hari ketentuan ini belum sepenuhnya dilaksanakan di masyarakat. Sangat sering terjadi, khususnya di daerah pedesaan, transaksi jual beli yang dilaksanakan oleh seorang pemilik tanah dan bangunan dengan calon pembeli hanya dituangkan dalam perjanjian tertulis yang ditanda- Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara tangani oleh kedua belah pihak dan diketahui serta ditanda-tangani oleh beberapa saksi biasanya saudara, tetangga, atau kenalan penjual atau pembeli. Untuk menguatkan peranjian tersebut biasanya dimintakan juga tanda tangan penguasa wilayah kepala desa atau pamong desa lainnya sebagai tanda penguasa wilayah mengetahui adanya transaksi jual beli tanah dan bangunan tersebut sehingga mengetahui riwayat tanah tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk berjaga-jaga bila di kemudian hari terjadi sengketa di antara mereka maka pamong desa dipandang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Dengan dibuatnya surat perjanjian jual beli dan ditanda-tangani oleh para pihak, saksi, dan pamong desa, maka jual beli tanah dan bangunan tersebut dianggap telah sah dan dengan demikian telah terjadi peralihan hak kepemilikan atas tanah dan bangunan tersebut. Selanjutnya maka dilakukan penyerahan secara nyata atas tanah dan bangunan oleh penjual kepada pembeli. Sebagian masyarakat memandang tidak perlu membuat akta jual beli di hadapan PPAT tetapi cukup dengan akta di bawah tangan saja, karena menganggap akta di bawah tangan telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat penjual dan pembeli. Hal tersebut tentunya tidak dapat dibenarkan, terlebih bila ditinjau dari sudut hukum perdata dan UUPA. Hanya saja keadaan ini tetap berlangsung karena sudah merupakan kebiasaan si masyarakat sehingga dipandang sebagai sesuatu yang benar dan tidak ada maslah dengan hukum. Faktor lain yang mendorong tetap berlangsungnya Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara praktek jual beli seperti ini adalah alasan kepraktisan dan juga terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan guan pembuatan akta jual beli oleh PPAT camat maupun notaris yang dipandang relatif mahal. Karena biaya tersebut harus ditanggung oleh penjual dan pembeli maka umumnya dikaitkan dengan harga transaksi jual beli yang dilakukan. Pada umumnya biaya ini dianggap memberatkan, sehingga penjual dan pem=beli memandang tidak perlu melakukan transaksi di hadapan PPAT agar todak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk pembuatan akta jual beli yang autentik. Perlakuan BPHTB atas Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan Sebagimana yang dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak ini bisa karena pemindahan hak, yang salah satunya adalah jual beli. Pada umumnya transaksi jual beli merupakan cara peralihan hak atas tanah dan bangunan yang paling sering dilakukan oleh masyarakat. Cara jual beli yang berlangsung di masyarakat, sebagaimana telah dipaparkan di atas, umumnya terjadi dengan 2 cara yang biasa digunakan untuk membuktikan adanya transaksi jual beli, yaitu dengan akta jual beli autentik dan akta jual beli di bawah tangan. Walaupun kedua cara ini umumnya diterima sebagai cara jual beli yang sah tetapi kedua cara ini Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara membawa implikasi atau perlakuan pengenaan pajak yang berbeda khususnya berkaitan dengan BPHTB. Perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah perolehan hak yang memenuhi ketentuan UUPA, Undang-Undang Rumah Susun, dan peraturan tentang Hak Pengelolaan. Peralihan hak atas tanah sesuai UUPA menghendaki dipenuhinya ketentuan dibuat dan disahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu notaris atau camat yang diangkat atau ditunjuk sebagai PPAT. Dengan demikian transaksi jual beli tanah dan bangunan harus dibuat dengan akta autentik PPAT. Hal ini menentukan bahwa yang menjadi objek BPHTB hanyalah transaksi jual beli tanah dan bangunan yang dibuat dengan akta jual beli autentik oleh camat atau notaris selaku PPAT. BPHTB terutang pada saat ditanda-tanganinya akta autentik itu oleh penjual dan pembeli, para saksi, serta PPAT, yang menandakan pada saat penanda-tanganan akta jual beli, secara hukum telah terjadi peralihan hak atas tanah dan bangunan dari penjual kepada pembeli. Akta jual beli tanah dan bangunan yang dilakukan di bawah tangan tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam UUPA. Karena itu secara hukum jual beli yang dilakukan dengan akta jual yang dilakukan dengan kata di bawah tangan sebenarnya tidak mengakibatkan peralihan hak dari penjual kepada pembeli. Walaupun penjual dan pembeli telah sepakat bahwa hak atas tanah dan bangunan telah beralih kepada Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pembeli, tetapi secara hukum hak atas tanah dan bangunan masih tetap berada pada pemilik semula yaitu si penjual. Karena secara hukum tidak ada perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diterima oleh pembeli, maka perolehan hak atas tanah dan bangunan karena transaksi jual beli yang dilakukan dengan akta di bawah tangan bukan merupakan objek BPHTB sehingga tidak ada BPHTB yang terutang atas transaksi jual beli tersebut. Dengan demikian transaksi jual beli tanah dan bangunan dengan akta di bawah tangan dapat dilakukan setiap saat tanpa perlu melaksanakan kewajiban pemebuhan BPHTB. b. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena tukar menukar. Menurut ketentuan hukum perdata tukar-menukar merupakan suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai gantinya barang lain. Dalam tukar-menukar masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Pihak yang satu berhak atas suatu barang milik pihak lain yang diperjanjikan untuk dipertukarkan, dan begitu pula sebaliknya. Di samping itu setiap pihak memiliki kewajiban menyerahkan barang miliknya yang menjadi mitra perjanjiannya. Perjanjian tukar-menukar ini disebut sebagai perjanjian yang bersifat obligatoir, yaitu perstujuan yang menimbulkan hak dan kewajiban. Di samping itu, tukar-menukar juga bersifat konsensual, artinya perjanjian tukar-menukar itu sudah terjadi sejak tercapai kata sepakat di antara para Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pihak. Dikatakan terjadi di sini telah mengikat para pihak sejak tercapainya kata sepakat di antara para pihak. Segala apa yang dapt diperjual-belikan, dapat pula menjadi objek perjanjian tukar-menukar. Kalau dalam hal jual beli barang selalu dilawankan dengan uang, maka dalam tukar menukar tidak demikian halnya, dimana barang dilawankan dengan barang. Itulah sebabnya maka dalam dunia perdagangan, perjanjian tukar-menukar ini dikenal dengan sebutan sistem barter. Untuk dapat melakukan perjanjian tukar-menukar, masing-masing pihak harus merupakan pemiliki dari barang-barang yang dijanjikan untuk diserahkan dalam tukar-menukar itu. Adapun syarat bahwa masing-masing harus merupakan pemilik baru berlaku pada saat pihak yang bersangkutan menyerahkan barangnya atau lebih tepatnya menyerahkan hak kepemilikan atas barangnya. Kalau dalam jual beli ada pembeli yang membayar sejumlah uang dan penjual menyerahkan tanah dan bangunan miliknya, maka dalam “tukar-menukar”, satu pihak yang mempunyai hak milik atas tanah dan bangunan menukarkan dengan tanah atau bangunan atau barang lain milik pihak lain yang menjadi mitra pertukaran. Tukar-menukar sama halnya dengan pengertian jual beli, yakni pihak yang mempunyai hak milik atas tanah dan bangunan miliknya untuk selama-lamanya dan sebagai gantinya ia menerima tanah atau bangunan yang lain atau barang lain dari orang yang menerima tanah dan bangunannya tersebut. Sejak penyerahan dilakukan maka hak milik atas tanah dan bangunan yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara semula ada pada pemilik tanah dan bangunan berpindah kepada pihak yang menerima pertukaran tersebut. Jadi tegasnya tukar-menukar adalah perbuatan yang mengalihkan hak atas tanah dan bangunan, bukan hanya suatu perjanjian semata 15 Sama halnya dengan jual beli, maka tukar-menukar tanah dan bangunan harus dilakukan oleh dan di hadapan PPAT dengan membuat suatu akta tukar-menukar dan selanjutnya akta tukar-menukar tersebut didaftarkan ke Kantor Pertanahan untuk mendapatkan sertifikat tanah. Dalam pelaksanaannya, yang berbeda dengan jual beli adalah soal bentuk aktanya. Bentuk akta jual beli telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Agraria No. 11 Tahun 1961 sedangkan bentuk akta tukar-menukar belum ditentukan. Maka dalam praktek sehari-hari akta tukar-menukar belum ditentukan. Maka dalam praktek sehari-hari akta tukar-menukar dibuat dengan mencontoh akta jual-beli, dengan melakukan beberapa perubahan sesuai dengan isi tukar-menukar. . Sesuai dengan ketentuan BPHTB, perolehan hak karena suatu perbuatan hukum terjadi pada saat ditanda-tanganinya akta yang berkaitan dengan perolehan hak oleh para pihak, saksi, dan pejabat yang berwenang. Pada saat dilakukan tukar-menukar tanah dan bangunan yang dibuktikan dengan suatu akta tukar-menukar autentik, maka masing- masing pihak memperoleh hak atas tanah dan bangunan milik pihak lain, yang dijadikan objek tukar-menukar. Karena kedua belah pihak 15 K. Wantjik Saleh, op. cit., H. 34. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara memperoleh hak atas tanah dan bangunan maka pada saat yang bersamaan keduanya menjadi subjek pajak. Sesuai dengan ketentuan maka kedua belah pihak harus melunasi BPHTB terutang yang menjadi kewajibannya pada saat ditanda-tanganinya akta tukar-menukar oleh para pihak yang melakukan tukar-menukar tersebut, para saksi, dan PPAT. c. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena hibah. Yang dimaksudkan dengan hibah adalah pemberian seseorang kepada orang lain dengan tidak ada penggantian apa pun. Dengan kata lain pemberian dengan Cuma-Cuma dan tidak bersyarat. Dalam hibah hak kepemilikan atas tanah dan bangunan, orang yang mempunyai hak atas tanah dan bangunan menyerahkan hak kepemilikan atas tanah dan bangunannya untuk selama-lamanya kepada seseorang dan sejak itu hak atas tanah dan bangunan tersbeut telah berpindah kepada yang menerima hibah tersebut, sama halnya dengan jual beli dan tukar-menukar 16 . Penghibahan hak milik atas tanah harus dilakukan di hadapan PPAT dengan suatu akta hibah dan selanjutnya didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk mendapatkan sertifikat hak atas tanah. Selain kepada orang pribadi hibah dapat pula diberikan kepada badan hukum. d. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena hibah wasiat. 16 Ibid., H. 35. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Berbeda dengan hibah, maka hibah wasiat merupakan suatu pemberian yang dinyatakan ketika yang memberi itu masih hidup tetapi pelaksanaanya baru dilakukan setelah yang memberi itu meninggal dunia. Selama orang yang memberi itu masih hidup, ia dapat menarik kembali membatalkan pemberiannya 17 . Perbuatan hukum ini merupakan bagian dari hukum kewarisan yang dikenal baik dalam Hukum Adat, Hukum Islam, maupun Hukum Perdata Barat yang berlaku di Indonesia. Dalam Hukum Adat dan Hukum Islam, hibah wasiat biasanya dilakukan secara lisan walaupun ada juga dilakukan secara tertulis. Dalam Hukum Perdata Barat dilakukan secara tertulis, terkenal dengan nama “legaat” 18 Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena hibah wasiat terjadi sebagai pelaksanaan dari hibah wasiat yang dibuat oleh pemberi hibah wasiat semasa ia masih hidup . Berhubung hal ini adalah merupakan soal pewarisan, maka hibah wasiat berhubungan dengan hak milik atas tanah itu tidak perlu dilakukan di hadapan PPAT. Tetapi peralihan hak karena hibah wasiat tetap harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan tempat tanah dan bangunan yang dihibahkan. 19 17 Ibid., H. 35. . Pelaksanaan ketentuan yang terdapat pada suatu surat hibah wasiat baru dapat dilakukan setelah si pemberi hibah wasiat meninggal dunia. Dengan demikian si penerima hibah wasiat memperoleh hak atas tanah dan bangunan yang dihibahkan 18 Ibid., H. 35. 19 Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 Tentang BPHTB Atas Perolehan Hak karena Waris dan Hibah Wasiat, Pasal 1 huruf a. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara setelah si pemberi hibah wasiat meninggal dunia. Bila pemberi hibah wasiat tidak meninggal dunia maka tidak akan terjadi hibah wasiat. Hibah wasiat merupakan perbuatan hukum yang dilakukan dengan membuat surat hibah wasiat sering disebut surat wasiat baik yang ditulis dan ditanda-tangani sendiri oleh pemberi hibah wasiat surat wasiat di bawah tangan maupun dibuat oleh dan ditanda-tangani di hadapan notaris surat wasiat autentik. Saat dibuatnya surat hibah wasiat dan saat diperolehnya hak atas tanah dan bangunan setelah pemberi hibah wasiatmeninggal dunia bukan merupakan saat terutangnya pajak. Perolehan hak atas tanah dan bangunan harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat, dan secara hukum perolehan hak atas tanah yang disebut dalam surat hibah wasiat tersebut didafarkan ke Kantor Pertanahan di mana tanah dan bangunan yang menjadi objek hibah wasiat berada. Saat tersebut menurut ketentuan BPHTB ditetapkan sebagai pajak terutang. e. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena waris. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena waris adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh ahli waris dari pewaris, yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia 20 20 Ibid., Pasal 1 huruf b. . Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena waris merupakan suatu akibat peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seorang pewaris sehingga hak pewaris atas suatu tanah Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dan bangunan beralih secara hukum kepada ahli warisnya yang berhak. Perolehan hak oleh ahli waris terjadi setelah meninggalnya pewaris dan biasanya dikuatkan oleh surat keterangan waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Walaupun secara hukum perolehan hak telah terjadi setelah meninggal dunia, tetapi pada saat itu belum ada BPHTB yang terutang. Secara hukum perolehan hak karena waris harus dilanjutkan dengan pendaftaran perolehan hak tersebut ke Kantor Pertanahan tempat tanah dan bangunan yang diwariskan tersebut berada untuk mencatat peralihan hak dari pewaris kepada ahli waris. Sesuai dengan ketentuan BPHTB saat perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi objek pajak adalah pada saat pendaftaran hak tersebut dilakukan oleh ahli waris dan bukan pada saat pewaris meninggal dunia atau pada saat ahli waris memperoleh hak karena pewaris meninggal dunia. f. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai pernyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut. Maksud dari pengalihan hak ini adalah sebagai penyertaan modal pada perseroan terbatas atau badan hukum lainnya tersebut, baik Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sebagai modal awal maupun penanaman modal. Pemasukan tanah dan bangunan ke dalam perseroan atau badan hukum lainnya membawa konsekuensi hukum tanah dan bangunan tersebut menjadi milik perseroan atau badan hukum tersebut. Perolehan hak oleh perseroan atau badan hukum lainnya tersebut dibuktikan dengan akta notaris atau PPAT. Perolehan hak terjadi pada saat akta pemasukan tanah dan bangunan ke dalam perseroan atau badan hukum ditanda-tangani oleh pihak yang menyerahkan, wakil perseroan atau badan hukum, para saksi, dan notarisPPAT. g. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak adalah pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama. Pemisahan hak atas tanah dan bangunan yang mengakibatkan peralihan terjadi di mana pihak-pihak yang semula memiliki hak atas tanah dan bangunan melepaskan haknya tersebut dan mengalihkan haknya tersebut kepada pihak lain yang juga ikut memiliki hak atas tanah dan bangunan tersebut. Dengan demikian pihak yang diserahi hak oleh pihak lain akan memiliki bagian hak yang lebih besar sehingga memiliki wewenang yang lebih besar atas tanah dan bangunan tersebut. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Pemisahan hak ini bisa terjadi antara orang-orang yang memiliki hak bersama atas suatu tanah dan bangunan maupun antara orang dan badan yang memiliki hak bersama atas suatu tanah dan bangunan. Sebagai contoh pemisahan hak bersama terjadi dalam hal sebidang tanah diwariskan seorang pewaris kepada 3 tiga orang anaknya. Pewarisan bersama tersebut didaftarkan ke Kantor Pertanahan dan diterbitkan sertifikat tanah atas nama ketiga ahli waris tersebut. Beberapa waktu kemudian dilakukan pemufakatan di antara ketiga ahli waris tersebut dan disepakati bahwa hak atas tanah tersebut diserahkan sepenuhnya kepada salah satu ahli waris, dalam hal ini ahli waris tertua anak sulung. Dalam hal ini terjadi pemisahan hak dalam mana semula atas tanah tersebutmerupakan hak bersama ketiga ahli waris yang mengakibatkan peralihan hak, dari dua orang ahli waris anak ke-2 dan ke-3 kepada salah satu ahli waris saja, yaitu kepada anak sulung. Dengan adanya pemisahan hak ini maka salah seorang ahli waris, yaitu anak sulung, memperoleh hak penuh atas tanah tersebut. Untuk membuktikan pemisahan hak ini harus dibuat akta pemisahan hak oleh pejabat berwenang notarisPPAT. h. Peralihan hak atas tanah dan bangunan karena penunjukkan pembeli dalam lelang. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat atau calon pembeli 21 . Penjualan lelang dilakukan di depan juru lelang yang ditunjuk untuk melaksanakan lelang. Lelang dapat diartikan sebagai perjanjian jual beli antar pihak penjual dan pihak pembeli, baik mengenai harga maupun keadaan barang dengan syarat-syarat tertentu. Syarat lelang yang terkandung dalam pengertian lelang, adalah 22 1. Lelang dilakukan di muka umum. Hal ini berarti penjualan harus dilakukan di hadapan lebih dari satu orang berdasarkan peraturan- peraturan tertentu. : 2. Lelang dilakukan berdasarkan hukum. Lelang harus dilaksanakan berdasarkan hukum, baik hukum khusus maupun hukum umum. 3. Lelang dilakukan di hadapan pejabat. Lelang harus dilakukan di hadapan pejabat, yang bukan sembarang pejabat, tetapi pejabat lelang. Pejabat Lelang adalah pejabat umum yang ditunjuk untuk menangani hak tertentu, seperti halnya notaris. 4. Lelang dilakukan dengan penawaran harga. Lelang dilakukan dengan penawaran harga, baik dengan sistem turun-turun, naik-naik, lisan atau tertulis untuk mencapai harga tingii. 5. Lelang dilakukan dengan usaha pengumpulan peminat. Pengumpulan peminat lelang dapat dilakukan dengan iklan, selebaran, mass media, 21 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304KMK.012002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 1 angka 2 dan 3. 22 H. Moeljo Hadi, SH., Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Oleh Juru Sita Pajak Pusat dan Daerah, Rajawali Pers., Jakarta, 1998, H. 157 – 158. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara RRI, televisi, radio swasta, undangan atau cara lain menurut kebiasaan setempat seperti dengan memukul gong, kentongan, dan lain-lain. 6. Lelang ditutup dengan berita acara. Peristiwa lelang merupakan peristiwa resmi yang memerlukan bukti autentik, oleh karena itu perlu ditutup dengan membuat suatu berita acara yang disebut dengan risalah lelang. Lelang dilakukan di Indonesia secara umum terbagi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu lelang eksekusi dan lelang non eksekusi 23 Pelaksanaan lelang dapat dilakukan pada kantor lelang yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia maupun balai lelang yang diselenggarakan oleh swasta. Kantor lelang yang selama ini dibentuk . Lelang eksekusi merupakan lelang yang diadakan untuk melaksanakan putusanpenerapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan itu. Termasuk dalam pengertian lelang eksekusi ini adalah lelang yang diadakan untuk melelang barang milik wajib pajak atau penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sebagaimana mestinya. Lelang ini dilakukan untuk pelunasan utang pajak tersebut. Jenis lelang kedua adalah lelang non eksekusi, yaitu lelang barang milik atau barang yang dikuasai negara dan lelang sukarela atas barang milik swasta. Lelang sukarela meliputi lelang atas barang milik swasta baik perseorangan, kelompok masyrakat, maupun badan swasta. 23 Ibid. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pemerintah untuk melaksanakan lelanh adalah Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara KP2LN dalam lingkungan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara DJ-PLN Departemen Keuangan Republik Indonesia atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II. Balai lelang merupakan perorangan atau badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan di bidang jasa lelang berdasarkan ijin dari Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Departemen Keuangan. Balai lelang dapat didirikan oleh swasta nasional, asing, atau patungan, dalam bentuk perorangan atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk usaha lelang 24 Dalam lelang yang menjadi penjual adalah perseorangan, badan, atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang melakukan penjualan secara lelang. Sedangkan yang ditetapkan menjadi pembeli dalam lelang adalah orang atau badan yang mengajukan penawaran tertinggi yang mencapai atau melampui nilai limit yang disahkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat lelang. Untuk mengikuti lelang setiap pihak yang berminat menjadi peserta lelang harus terlebih dahulu menyetorkan uang jaminan penawaran lelang, yaitu uang yang disetor terlebih dahulu sebagai syarat sahnya menjadi peserta lelang, bagi lelang yang dipersyaratkan adanya uang jaminan. Biasanya pada setiap lelang terlebih dahulu ditentukan nilai limit atas setiap barang yang dilelang. Nilai limit merupakan nilai minimal yang ditetapkan oleh penjual untuk dicapai dalam suatu pelelangan sebagai dasar untuk . 24 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 306KMK.012002 Tentang Balai Lelang, Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara mengesahkan pemenang lelang. Biasanya apabila nilai tawaran tertinggi masih di bawah nilai limit maka belum ada pihak yang ditetapkan sebagai pemenang lelang. Setiap penjual yang bermaksud melakukan penjualan secara lelang mengajukan permohonan lelang secara tertulis dengan disertai dengan dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang atau kepada balai lelang. Penjual bertanggung jawab terhadap keabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang yang diserahkannya kepada kantor lelang atau balai lelang. Lelang dilaksanakan dalam wilayah kerja kantor lelang atau balai lelang tempat barang berada dan dilaksanakan pada jam dan hari kerja. Lelang dapat dilaksanakan di luar jam dan hari kerja dengan persetujuan pengawas lelang, yaitu pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk mengawasi pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh pejabat lelangkantor lelang. Setiap pelaksanaan lelang, baik yang diselenggarakan oleh kantor lelang maupun balai lelang harus dilaksnakan di hadapan pejabat lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku 25 25 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 306KMK.012002 op.cit., Pasal 10. . Penawar tertinggi yang telah mencapai atau melampaui nilai limit disahkan sebagai pembeli pemenang lelang oleh pejabat lelang. Pembeli berkewajiban atas pembayaran harga lelang, bea lelang, uang miskin, dan pungutan lain yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal pembeli bertindak untuk orang lain atau badan hukum harus Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara disertai dengan surat kuasa. Harga lelang merupakan harga penawaran tertinggi yang dibayar oleh pembeli, tidak termasuk bea lelang dan uang miskin serta pungutan lain yang diatur berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Bea lelang merupakan pungutan negara atas pelaksanaan lelang berdasarkan Peraturan Pemerintah Tentang Bea Lelang. Uang miskin merupakan uang yang dipungut dari pembeli lelang sebagai penerimaan negara bukan pajak yang disetorkan ke kas negara. Atas pelelangan barang bergerak dikenakan bea lelang sebesar 3 tiga persen kepada penjual dan 9 sembilan persen kepada pembeli dari harga lelang. Dalam hal pelelangan barang tidak bergerak, termasuk tanah dan bangunan, dikenakan bea lelang sebesar 1,5 satu setengah persen kepada penjual dan 4,5 empat setengah persen kepada pembeli dari harga lelang 26 Pada lelang atas suatu tanah dan bangunan, pembeli yang berhak atas tanah dan bangunan yang dilelang ditentukan dengan penunjukkan pembelo oleh pejabat yang berwenang. Penunjukkan pembeli dalam lelang adalah penetapan pemenang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana tercantum dalam risalah lelang. Pada dasarnya perolehan . Dalam pelaksanaan lelang yang dilakukan melalui balai lelang maka balai lelanh dikenakan biaya administrasi sebesar 1 satu persen dari harga lelang. Biaya administrasi tersebut harus disetorkan ke kas negara selambat-lambatnya 5 hari kerja setelah pelaksanaan lelang. 26 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304KMK.012002 op. cit., Pasal 31 dan 32. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara hak atas tanah dan bangunan karena lelang adalah sama dengan perolehan hak atas tanah dan bangunan karena lelang adalah sama dengan perolehan hak karena jual beli. Hanya saja proses jual beli yang terjadi adalah melalui lelang yang sering juga disebut jual paksa. Pada lelang tidak ada akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Perolehan hak oleh pihak yang membeli tanah dan bangunan melalui lelang pemenag lelang dibuktikan dengan risalah lelang yang memuat keterangan tentang pihak yang menjadi pemenang lelang, objek lelang, harga lelang yang terjadi, dan keterangan lain. Risalah lelang mecakup 2 pengertian 27 Pada dasarnya risalah lelang berfungsi sebagai akta autentik yang mempunyai kekuatan eksekutoria. Risalah lelang hendaklah memberi penyelesaian yang tuntas dari apa yang dilelang sehingga dapat . Pengertian pertama yaitu berita acara yang merupakan risalah mengenai suatu peristiwa resmi kedinasan, disusun secara teratur, dimaksudkan untuk mempunyai kekuatan bukti tertulis bilamana diperlukan sewaktu-waktu. Berita acara ini ditanda-tangani oleh para pihak yang bersangkutan. Pengertian kedua adalah laporan mengenai jalnnya suatu pertemuan yang disusun secara teratur dan dipertanggung-jawabkan oleh si pembuat dan atau penyelenggara pertemuan itu sendiri, sehingga mengikat sebagai dokumen resmi dari kejadian atau peristiwa yang disebutkan di dalamnnya. Kedua pengertian ini berkaitan dengan fungsi risalah lelang. 27 Moeljo Hadi, op. cit., H. 158-159. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dipergunakan oleh berbagai pihak. Dengan demikian risalah lelang berfungsi sebagai berikut 28 • Bagi penjual, risalah lelang adalah sebagai bukti bahwa penjual telah melaksanakan penjualan dengan baik sesuai dengan prosedur lelang khususnya pengadilan, Kantor Pelayanan Pajak, dan sebagainya. : • Bagi si pembeli lelang, risalah lelang adalah sebagai bukti pemberian barang melalui lelang. • Bagi pihak ketiga, misalnya Kantor Pertanahan adalah merupakan dasar hukum untuk melakukan proses balik nama pemegang hak atas tanah. • Bagi administrasi lelang sendiri adalah sebagai dasar perhitungan bea lelang dan pertanggung-jawaban uang lelang. Pada lelang, perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dilelang terjadi pada saat pejabat lelang yang berwenang atas pelaksanaan lelang mengumumkan atau memutuskan salah satu peserta lelang menjadi pemenang lelang berdasarkan harga penawaran lelang yang diajukan. Hal ini sering disebut sebagai penunjukkan pembeli dalam lelang. Dengan demikian pada saat diumumkannya pemenang lelang dan dibuatnya risalah lelang timbul BPHTB terutang yang harus dibayar oleh pembeli yang dinyatakan sebagai pemenang lelang. 28 Ibid., H.159. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara i. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Suatu putusan hakim dikatakan memiliki kekuatan hukum yang tetap apabila atas putusan hakim tersebut tidak ada lagi upaya hukum yang dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan atas putusan hakim tersebut. Putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap sudah dapat dieksekusi dan harus diikutu oleh semua pihak. Perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap terjadi karena adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut. Dengan demikian berdasarkan hukum maka pihak yang ditunjuk dalam putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap memperoleh hak atas tanah dan bangunan yang telah ditetapkan dalam putusan hakim tersebut. Perolehan hak atas tanah dan bangunan yang terjadi sebagai pelaksanaan putusan hakim tersebut merupakan salah satu jenis perolehan hak yang ditetapkan sebagai objek BPHTB dan dengan demikian terutang BPHTB. j. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena penggabungan usaha. Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang bergabung. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Penggabungan usaha merupakan salah satu upaya pengembanagan badan usaha yang sudah ada. Pengembangan ini terjadi karena ada beberapa minimal dua perusahaan yang bergabung, tetapi salah satunya tetap berdiri sementara yang lainnya bubar dilikuidasi karena dilebur ke dalam perusahaan yang masih ada masih berdiri. Penggabungan usaha ini lebih dikenal dengan istilah merger. Alasan penggabungan usaha pada umumnya terjadi karena beberapa badan usaha sulit berkembang, baik karena kekurangan modal maupun karena manajemen yang lemah, membuat mereka tidak mampu bersaing. Di sisi lain perusahaan tempat mereka bergabung berdaya saing kuat dan berkedudukan monopoli atau sebagai kelompok konglomerasi. Karena itu perusahaan yang kuat tersebut berposisi sebagai penerima gabungan sehingga menjadi lebih besar dan kuat sementara perusahaan yang menggabungkab diri bubar. Penggabungan usaha berusaha untuk memperkecil jumlah perusahaan tetapi memperbesar kekuasaan, kemampuan finansial, dan strategi perusahaan. Pada umumnya pengaabungan usaha dilakukan untuk mencapai 5 hal, yaitu : memperbesar jumlah modal, menyelamatkan kelangsungan produksi, mengamankan jalur distribusi, memperbesar sinergi perusahaan, mengurangi persaingan, serta menuju kepada monopolistik 29 Dengan penggabungan usaha, maka terjadi peralihan hak atas aktiva kekayaan dan pasiva kewajibanutang dari badan usaha yang . 29 Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 145. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dilebur yang bergabung kepada badan usaha yang tetap berdiri badan usaha tempat bergabung. Salah satu aktiva yang beralih adalah tanah dan bangunan milik badan usaha yang dilebur, sehingga harus dibuat akta peralihan hak atas tanah dan bangunan tersebut oleh pejabat yang berwenang. Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha baru dari badan usaha lama yang bergabung dibuktikan oleh akta peralihan hak atas tanah dari badan usaha lama kepada badan usaha baru hasil penggabungan. Secara hukum perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha baru tersebut terjadi pada saat dibuatnya akta peralihan hak atas tanah dan bangunan dimaksud dan merupakan objek BPHTB, sehingga terutang BPHTB. k. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena peleburan usaha. Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan- badan usaha yang bergabung tersebut. Peleburan usaha sebagaimana penggabungan usaha juga merupakan pengembangan badan usaha yang sudah ada khususnya dalam hal kualitas. Pengembangan dalam arti kualitas ini terjadi karena dua atau lebih perseroan yang bergabung dan meleburkan diri membentuk perseroan yang baru sedangkan perseroan yang lama bubar. Peleburan usaha ini sering disebut dengan konsolidasi usaha. Peleburan usaha mengakibatkan jumlah badan usaha yang ada Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara berkurang tetapi memperbesar kekuasaan, kemampuan finansial, dan sinergi perusahaan 30 Alasan peleburan usaha sama dengan penggabungan usaha, yaitu karena beberapa perseroan sulit berkembang baik karena kekurangan modal ataupun karnea manajemen yang lemah yang membuat mereka tidak mampu bersaing. Apabila beberapa perseroan itu bergabung dan meleburkan diri menjadi satu perseroan yang baru, maka perseroan baru hasil peleburan tersebut secara finansial maupun sinergi menjadi besar dan kuat. Seperti halnya penggabungan usaha, peleburan usaha juga bertujuan untuk memperbesar jumlah modal, memperbesar sinergi perusahaan, menyelamatkan kelangsungan produksi, mengamankan jalur distribusi, dan mengurangi persaingan sehingga mampu bersaing secara monopolistik. . Sebagaimana pada penggabungan usaha, dengan adanya peleburan usaha maka terjadi peralihan hak atas aktiva kekayaan dan pasiva kewajibanutang dari setiap badan usaha yang dilebur kepada badan usaha baru yang didirikan badan usaha hasil peleburan. Salah satu aktiva yang beralih adalah tanah dan bangunan milik badan usaha yang dilebur, sehingga harus dibuat akta peralihan hak atas tanah dan bangunan tersebut oleh pejabat yang berwenang. Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha baru hasil peleburan dari badan usaha yang dilebur dibuktikan dengan akta peralihan hak atas tanah dari 30 Prof. Abdulkair, op. cit., hlm. 150-152. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara badan usaha yang dilebur kepada badan usaha hasil peleburan. Secara hukum perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha baru terjadi pada saat dibuatnya akta peralihan hak dan merupakan objek BPHTB, sehingga terutang BPHTB. l. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemekaran usaha. Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama. Pemekaran usaha merupakan pengembangan dari perusahaan yang sudah ada yang ingin berkembang lebih maju lag. Dengan melakukan pemekaran saha tanpa mengurangi kekuatan perusahaan, maka diharapkan perusahaan induk dapat berusaha dengan lebih baik dan perusahaan hasil pemekaran juga dapat berjalan sesuai dengan tujuan dilakukannya pemekaran usaha. Seperti juga penggabungan dan peleburan usaha, pada pemekaran usaha terjadi peralihan hak atas aktiva dan pasiva, salah satunya adalah tanah dan bangunan, sehingga harus dibuatkan akta peralihan hak atas tanah dan banguna oleh pejabat yang berwenang. Dimana pembuatan akta peralihan hak atas tanah dan bangunan merupakan objek BPHTB, sehingga terutang BPHTB. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara m. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena hadiah. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena hadiah adalah suatu perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah. Sebagai bukti telah beralihnya hak atas tanah dan bangunan yang menjadi hadiah kepada orang yang berhak, maka harus dibuatkan akta peralihan hak oleh pejabat yang berwenang. Diumumkan atau diserahkannya hadiah berupa tanah dan bangunan tersebut secara hukum tidak mengakibatkan perolehan hak kepada penerima hadiah sehingga belum mengakibatkan adanya kewajiban pemenuhan BPHTB. Perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diperoleh sebagai hadiah terjadi pada saat dibuatnya akta peralihan hak atas tanah dan bangunan dari pemberi hadiah kepada penerima hadiah, sehingga menjadi objek BPHTB, dan terutang BPHTB. n. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak merupakan pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak. Sesuai dengan ketentuan UUPA orang atau badan hukum dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan suatu hak atas tanah kepada negarapemerintah. Pemberian Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak biasanya diberikan kepada orang atau badan yang menurut ketentuan UUPA tidak dapat memilik tanah dengan Hak Milik. Sebagai contoh, sebuah perusahaan PT Andalan Jaya, ingin membuka usaha perkebunan kopi di Provinsi Lampung dan telah memilih lokasi kebun seluas lebih dari 30 hektar. Ternyata saat ini lahan tersebut merupakan tanah hak milik dari masyarakat suatu desa di daerah Lampung Timur. Sesuai ketentuan UUPA, PT Andalan Jaya, yang merupakan badan hukum, tidak diperkenankan memiliki tanah dengan Hak Milik. Hal ini membuat PT Andalan Jaya tidak dapat membeli tanah tersebut dari masyarakat secara langsung. Untuk mewujudkan keinginannya, maka PT Andalan Jaya dapat mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk diberikan Hak Guna Usaha atas tanah tersebut. Untuk memperoleh HGU yang diinginkannya, maka PT Andalan Jaya harus mengikuti prosedur yang ditentukan oleh pemerintah. PT Andalan Jaya harus terlebih dahulu memberikan ganti rugi kepada masyarakat pemilik tanag yang diinginkannya tersebut dengan maksud agar masyarakat tersebut melepaskan Hak Milik yang dimilikinya atas tanah tersebut kepada negara. Setelah masyarakat melepaskan haknya, maka PT Andalan Jaya mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk diberikan Hak Guna Usaha atas tanah tersebut dengan menunjukkan bukti pembayaran ganti rugi yang diberikannya kepada masyarakat serta membayar uang pemasukan kepada negara. Apabila Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dietujui maka PT Andalan Jaya diberikan hak atas tanah dan diterbitkan Hak Guna Usaha atas tanah tersebut. Dengan demikian, kepada PT Andalan Jaya diberikan hak baru oleh pemerintah sebagai kelanjutan pelepasan hak oleh masyarakat yang memiliki tanah tersebut dengan Hak Milik. Pemberian hak baru atas tanah kepada orang atau badan dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu pejabat Badan Pertanahan Nasional. Pada dasarnyayang dapat memberikanmenerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah negara adalah Menteri Negara AgrarisKepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaanya sebagian kewenangan tersebut dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota. Pada saat diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Baru sebagai kelanjutan pelepasan hak maka secara hukum pihak yang disebutkan dalam surat keputusan tersebut memperoleh hak atas tanah yang dimohonkannya dan dengan demikian terutang BPHTB atas perolehan hak tersebut. o. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemberian hak baru di luar pelepasan hak. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara berlaku. Pada dasarnya proses pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah mirip dengan pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak. Hanya pemberian hak baru tersebut diberikan atas tanah negara yang tidak dikuasai oleh pihak manapun dan atas tanah hak milik yang dimiliki oleh orang pribadi. Seperti halnya pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak, maka pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak kepada orang atau badan harus dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Pada saat diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Baru, secara hukum pihak yang disebutkan dalam surat keputusan tersebut memperoleh hak atas tanah yang dimohonkannya dan dengan demikian terutang BPHTB atas perolehan hak tersebut. 2. Perolehan Hak yang Bukan Merupakan Objek BPHTB a. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena wakaf. Wakaf merupakan perbuatan hukum seseorang atau badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan dan keperluan lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam 31 31 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, Pasal 1. . Pada dasarnya perwakafan tanah Hak Milik merupakan lembaga yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dikenal dalam hukum Islam, tetapi karena menyangkut tanah sebagai objeknya, maka perwakafan tanah Hak Milik diatur dalam UUPA. Tujuan wakaf adalah melenbagakan tanah milik untuk selama- lamanya untuk kepentingan peribadatan dan keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam. Karena tujuan perwakafan tanah adalah untuk peribadatan maka kepada pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan karena wakaf tidak dikenakan BPHTB. Atau dengan kata lain perolehan hak atas tanah dan bangunan karena wakaf bukan merupakan objek BPHTB. b. Konversi hak dan perbuatan hukum lainnya dengan tidak ada perubahan nama. Konversi hak yang dimaksud adalah konversi hak atas tanah dari suatu jenis hak atas tanah ke jenis hak atas tanah lain yang lebih kuat kedudukannya. Sebagaimana diatur dalam UUPA, Hak Guna Bangunan merupakan suatu hak atas tanah yang terbatas untuk jangka waktu tertentu. Apabila jangka waktu berlakunya hak berakhir maka hak tersebut harus diperpanjang dan bila tidak hak atas tanah tersebut kembali ke negara. Perubahan status hak atas tanah ini banyak dilakukan atas tanah yang dimiliki masyarakat dengan Hak Guna Bangunan, yang kemudian ditingkatkan menjadi Hak Milik. Perubahan status hak atas tanah tersebut dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik merupakan contoh konversi hak atas tanah. Dalam hal ini lebih dikenal sebagai peningkatan status hak atas tanah. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Konversi hak atas tanah dilakukan dengan tidak mengubah nama pemegang hak, di mana pemegang hak sebelum dilakukannya konversi adalah sama dengan pemegang hak setelah dilakukan konversi. Karena itu dalam konversi hak atas tanah tidak ada peralihan hak yang mengakibatkan diperolehnya suatu hak atas tanah oleh orang atau badan lain. Hal ini membuat konversi hak atas tanah yang dilakukan dengan tidak mengganti nama pemegang hak bukan merupakan objek BPHTB sehingga tidak dikenakan BPHTB. Selain konversi hak, seorang pemegang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, atau Hak Pakai diberi hak dan sekaligus kewajiban untuk memperpanjang hak atas tanah yang dimilikinya. Agar tidak kehilangan hak atas tanah yang dikuasainya maka seorang pemegang hak harus memperpanjang hak yang dimilikinya, baik sebelum maupun beberapa saat sesudah berakhirnya hak tersebut. Apabila perpanjangan hak dilakukan dengan tidak mengubah mengubah nama pemegang hak, maka tidak terjadi perolehan hak baru oleh pihak lain. Dengan demikian perbuatan hukum seseorang atau suatu badan yang memperpanjang hak atas tanah yang telah dimilikinya sepanjang dilakukan masih atas nama pemegang hak yang lama bukan merupakan objek BPHTB sehingga tidak terutang BPHTB. c. Perjanjian jual beli. Dalam praktek sehari-hari ada suatu variasi transaksi jual beli tanah dan bangunan yang sering dilakukan oleh masyarakat, yaitu Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara perjanjian jual beli. Pada perjanjian jual beli ini belum terjadi jual beli secara riil yaitu yang diikuti oleh penyerahan tanah dan bangunan oleh penjual kepada pembeli, melainkan hanya perjanjian atau kesepakatan antara calon penjual dan calon pembeli untuk melakukan transaksi jual beli pada masa yang akan datang. Perjanjian akan jual beli mengenai tanah dan bangunan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menjual tanah dan bangunan tertentu kepada pihak lainnya dengan harga tertentu dan pihak lain itu mengikatkan diri untuk membeli tanah dan bangunan tersebut. Yang membuat akta boleh notaris, tetapi boleh juga dibuat oleh yang bersangkutan dengan akta di bawah tangan. Perjanjian jual beli sering dilakukan dalam hal suatu tanah dan bangunan masih dijadikan jaminan utang agunan kredit, sehingga sertifikat tanah ada pada kreditur yang memberikan kredit kepada pemilik tanah. Walaupun demikian pemilik tanah bebas untuk melakukan suatu perjanjian dengan pihak lain untuk menjual tanah miliknya tersebut. Hanya saja transaksi jual beli atas tanah dimaksud hanya dapat dilakukan setelah pemilik tanah dan bangunan melunasi kreditnya dan sertifikat tanah dikembalikan kepada pemilik tanah. Untuk mengikat pemilik tanah dan pihak lain yang berminat membeli tanah dan bangunan tersebut maka kedua belah pihak mengikatkan diri dengan suatu perjanjian dimana pada suatu saat beberapa waktu kemudian setelah serifikat tanah berada pada pemilik akan dilakukan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara transaksi jual beli tanah dan bangunan dimaksud antara kedua belah pihak. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam benyuk perjanjian akan jual beli, yang dapat dilakukan dengan akta notaris maupun dengan akta di bawah tangan. Perjanjian jual beli tidak termasuk hukum tanah sebab tidak mengakibatkan peralihan hak atas tanah, karena baru ada janji akan mengalihkan hak atas tanah. Karena tidak ada perolehan hak atas tanah dan bangunan pada perjanjian jual beli, hal ini bukan merupakan objek BPHTB, sehingga pada saat dibuatnya akta perjanjian jual beli tidak ada BPHTB terutang yang harus dibayar oleh pihak yang akan membeli tanah dan bangunan dimaksud. 3. Pendaftaran Hak Atas Tanah Pendaftaran tanah merupakan suatu hal yang harus dilakukan berkaitan dengan jual beli tanah dan bangunan. Ketentuan ini juga berlaku pada peristiwa dan perbuatan hukum lain yang berakitan terjadinya peralihan hak atas tanah dan bangunan kepada pihak lain, misalnya waris, hibah, tukar- menukar, hibah wasiat, dan lain-lain. Pendaftaran tanah dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Tujuan pendaftaran tanah dimana terselenggaranya tertib administrasi pertanahan, diwujudkan dengan cara di mana setiap bidang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan milik atas satuan rumah susun wajib didaftar, merupakan salah satu aspek yang menunjang terutangnya BPHTB pada peralihan hak atas tanah dan bangunan. Pelunasan BPHTB menjadi salah satu syarat penerbitan sertfikat hak atas tanah dan bangunan yang baru atas nama seseorang yang berbeda dengan nama yang sebelumnya. Dimana sertifikat hak atas tanah tersebut diterbitkan oleh Badan Pertanahan NasionalKepala Kantor Pertanahan sebagai bentuk Pendaftaran Tanah Lanjutan. C. Keberatan, Banding, dan Pembetulan Pajak 1. Keberatan Keberatan atas penetapan pajak merupakan hak wajib pajak yang dijamin oleh undang-undang dalam rangka keadilan dalam pemenuhan kewajiban pajak. Keberatan dapat diajukan oleh wajib pajak apabil wajib pajak merasa tidak puas atas penetapan pajak yang dilakukan oleh fiskus. Adanya hak mengajukan keberatan membuat terjadinya keseimbangan antara wajib pajak dan fiskus pajak serta menjamin wajib pajak terhindar dari kesewenangan fiskus. Pasal 103 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur ketentuan bahwa wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas surat Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara ketetapan pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu : a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT; b. Surat Ketetapan Pajak Daerah SKPD; c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar SKPDKB; d. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan SKPDKBT; e. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar SKPDLB; f. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil SKPDN; g. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak daerah. Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasam yang jelas. Maksudnya adalah mengemukakan dengan data atau bukti bahwa jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar atau pajak kurang bayar yang ditetapkan oleh fiskus adalah tidak benar. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 tiga bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidap dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Maksudnya adalah keterlambatan wajib pajak mengajukan keberatan yang bukan karena kesalahannya, misalnya wajib pajak sedang sakit atau kena musibah. Hal ini untuk memberikan kepastian batasan waktu wajib pajak mempergunakan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara haknya. Apabila wajib pajak dalam jangka waktu 3 tiga bulan sejak menerima surat ketetapan pajak tidak mengajukan keberatan maka wajib pajak dianggap menerima penetapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Pasal 104 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur : 1 Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 dua belas bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. 2 Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. 3 Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. 2. Banding Apabila wajib pajak merasa tidak puas atas jawaban keputusan keberatan, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan banding. Sesuai dengan Pasal 105 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Pasal 105 Undang-Undang Pajak daerah dan Retribusi Daerah mengatur : 1 Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. 2 Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 tiga bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut. 3 Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 satu bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. Pengadilan Pajak Pengadilan pajak merupakan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Sengketa pajak merupakan sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak denga pajabat yang berwenang fiskus sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan pajak. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak. Pengadilan pajak dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sengketa pajak yang menjadi objek pemeriksaan adalah sengketa yang dikemukakan pemohon banding dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan. Selain itu, Pengadilan Pajak dapat pula memeriksa dan memutus permohonan banding atas keputusanketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sepanjang aturan perundang-undangan yang terkait mengatur demikian. Pengadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak. Sebagai pengadilan tingkat pertama dan terakhir pemeriksaan atas sengketa pajak hanya dilakukan oleh Pengadilan Pajak. Oleh karenanya putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau badan peradilan lain, kecuali putusan berupa “tidak dapat diterima” yang menyangkut kewenangankompetensi. Untuk keperluan pemeriksaan sengketa pajak, Pengadilan Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan sengketa pajak dari pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biaya untuk mendatangkan pihak Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara ketiga ditanggung oleh para pihak yang bersengketa yang mengusulkan didatangkannya pihak ketiga tersebut. Putusan Banding oleh Pengadilan Pajak Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim. Putusan Pengadilan Pajak atas pengajuan banding yang dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak dapat berupa : a. Menolak; b. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya; c. Menambah pajak yang harus dibayar; d. Tidak dapat diterima; e. Membetulkan kesalahan tulis danatau kesalahan hitung; danatau f. Membatalkan. Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. Pada dasarnya putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan kecuali putusan dimaksud menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Apabila Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan banding, yang mengakibatkan terjadinya kelebihan pembayaran Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada wajib pajak dengan ditambah imbalan bunga 2 dua persen sebulan untuk paling lama 24 dua puluh empat bulan, sesuai dengan Pasal 106 Undang-Undang Pajak daerah dab Retribusi daerah. Hal ini memberikan kepastian bahwa atas pembayaran pajak yang telah dilakukan yang ternyata tidak merupakan pajak terutang tetap menjadi hak wajib pajak dan akan dikembalikan kepada wajib pajak. Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak kepada wajib pajak atau penanggung pajak yang mengajukan banding dan kepada fiskus yang menjadi terbanding dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak putusan Banding diucapkan. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang fiskus dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal diterima putusan. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku. 3. Pembetulan Pajak Dalam BPHTB, semua surat ketetapan dan tagihan BPHTB merupakan bentuk dari surat ketetapan pajak. Dalam praktek tidak jarang terjadi kesalahan dalam penerbitan surat ketetapan pajak tersebut. Bila hal itu terjadi maka terhadap surat ketetapan pajak tersebut harus dilakukan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pembetulan sebagaimana mestinya dengan menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, danatau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan. Ketentuan pembetulan atas surat ketetapan pajak tidak diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengenai tata cara pengajuan dan jangka waktu penyelesaiannya. Adanya ketentuan tentang pembetulan ini dimaksudkan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik, sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu ketetapan pajak perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dengan wajib pajak. Apabila kesalahan atau kekeliruan ditemukan baik oleh fiskus atau berdasarkan permohonan wajib pajak maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dimaksud dengan tidak mengandung persengketaan adalah bahwa kesalahan yang diajukan oleh wajib pajak tidak menyangkut hak material dalam surat ketetapan pajak, misalnya menyangkut Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara luas tanah dan bangunan, besarnya NJOP yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan hal lain yang sejenis. Apabila ternyata kesalahan yang dipermasalahkan oleh wajib pajak adalah menyangkut material penetapan pajak maka hal itu menjadi bersifat persengketaan antara wajib pajak dengan fiskus, sehingga terhadap hal ibi tidak dapat diajukan permohonan pembetulan. Atas hal tersebut wajib pajak harus mengajukan permohonan keberatan pajak terutang. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Kualitas Pelayanan Pengurusan sertifikat Hak Milik Atas Tanah (Studi pada Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Humbang Hasundutan)

9 110 122

Problematika Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Banda Aceh

7 74 147

Kualitas Pelayanan Pengurusan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah (Studi Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Karo)

21 258 133

Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Studi Di Kota Pematangsiantar)

0 39 207

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 16

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 2

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 2 30

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 55

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Mengacu Kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Serta Pejabat Negara Yang Berperan Dalam Peralihan Ha

0 0 12