Problematika Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Banda Aceh

(1)

TESIS

Oleh

MUSTAKIM

077011080/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUSTAKIM

077011080/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : MUSTAKIM Nomor Pokok : 077011080 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : MUSTAKIM

Nim : 077011080

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PROBLEMATIKA SERTIFIKASI HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI AJUDIKASI PASCA BENCANA TSUNAMI DI KOTA BANDA ACEH

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :MUSTAKIM Nim :077011080


(6)

Bencana Tsunami telah membawa dampak bagi masyarakat, terutama di bidang pertanahan, antara lain tidak diketahuinya lagi pemilik tanah, batas-batas tanah dan juga telah musnahnya bukti kepemilikan hak atas tanah berupa sertifikat tanah, baik yang dimiliki oleh pemilik maupun yang ada di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Untuk menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan, pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia. Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh BPN sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA dan Pasal 5 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Bahwa dalam rangka pemulihan masalah pertanahan pasca bencana Stunami pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah berbasis masyarakat, terhadap seluruh bidang tanah di desa/kelurahan lokasi bencana tsunami berdasarkan Keputusan Kepala BPN No.114-4-2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Terkena Bencana Tsunami di NAD-NIAS. Bahwa penyelenggraan pendaftaran tersebut diharapkan mampu melakukan pendataan ulang hak atas tanah sampai terbitnya sertifikat tanah untuk memberikan jaminan kepastian hak. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan program tersebut ternyata tidak dapat mencapai target yang diharapkan, hal ini disebabkan adanya hambatan yang dijumpai dilapangan, dan pasca pelaksanaan sertifikasi timbul beberapa permasalahan baru. Berdasarkan kenyataan tersebut maka yang menjadi permasalahan yaitu bagaimana pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah melalui ajudikasi pasca bencana tsunami, permasalahan apa saja yang muncul terhadap sertifikasi hak atas tanah dan upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan sertifikasi hak milik atas tanah melalui ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh. Untuk menjelaskan permasalahan yang timbul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah melalui ajudikasi, dan menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang timbul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah melalui Ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis. Yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah telah berhasil memberikan jaminan kepastian hak bagi sebagian masyarakat yang terkena dampak bencana tsunami, namun hasilnya tidak mampu mencapai target yang sudah ditetapkan sebelumnya, Hal ini disebabkan karena adanya beberapa hambatan dan permasalahan yang dijumpai dilapangan. Hambatan pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah antara lain adanya tanah yang tidak diketahui status kepemilikannya, proses administrasi perwalian dan pewarisan yang rumit, kurangnya partisipasi


(7)

dalam sertifikat baru meskipun telah terjadi peralihan hak. Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk penyelesaian permasalahan yang timbul adalah melalui jalur administratif pertanahan maupun melalui jalur hukum bila telah menimbulkan sengketa baik melalui lembaga peradilan maupun musyawarah. Berdasarkan Hasil penelitian maka disarankan kepada pihak BPN agar lebih teliti dalam melakukan pendataan maupun pendaftaran ulang atas tanah karena masalah pertanahan di kawasan bencana sangat kompleks. Dan kepada warga bila terjadi sengketa menyangkut pertanahan hendaknya diselesaikan secara bijaksana, melalui musyawarah.


(8)

Tsunami disaster has brought an impact to the community especially in the fild of land in which the owner and the border of the land is unknown, the evidence of ownership in the form of Land certificate either owned by the owner or the one kept in the Office National Land Board has been penished. To guarantee a legal certainty in the field of land, the government administer land registration throughout of the territory of Indonesia. The Land registration administered by the National Land Board is regulated in Article 19 paragraph (1) Law on Agraria and Article 5 of Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration. In the attempt to the restoration of land issues post tsunami disaster, the government administered the community-based land registration for all plots of land in the villages/urban villages in the location of tsunami based on the Decree of the Head of National Land Board No. 114-4-2005 on Community-Based manual Land Registration in the tsunami-affected locations in NAD-NIAS. The administration of the land registration is epected to be able to re-list the right to land until the issuance of land certificate to guarantee the certainty of rights. But, in fact, the implementation of the program did not meet the target expected because the constraints which were faced in the field and several new issues arose after the implementation of certification. Based on the fact, the problems discussed in this study were how the certification of rights to land through adjudication was implemented after the tsunami disaster. the constrains arisen during the certification of rights to land, and what legal remedy that could be done to settle the problems.

The purpose of this study was to find out and describe the implementation of certification rights t rights to land through adjudication after the tsunami disaster in the City of Banda Aceh, Banda Aceh, to describe to problem arisen during the certification of rights to land through adjudication, and to explain the legal remedy that could be done in settling the problems arisen during the certification of rights to land through adjudication after the tsunami disaster in the City of Banda Aceh.

This normative juridical study with analytical descriptive approach described and analyzed the problems to be presented referring to the existing provisions of legislation.

The result of this study showed that the implementation of certification of rights to land had succeeded in providing a guarantee of certainty of rights to some of the communities impacted by the tsunami disaster, but the result is not yet able to meet the target set due to several constraints met in the field. The constraints found in the implementation of certification of right to land were the land with the unknown status of ownership, difficult administration process of guardianship and inheritance, less community participation, and the number of disputed lands. The constraints found in the implementation of certification of rightd to land were the emergence of multiple certificates, improper land area, unclear boundary of land because it is not mentioned in the certificate due to the unlikely condition in the field, and the emergence of the name of the previous owner in the new certificate even though the rights to land has been transferred. Based on the result of this study, the National Land Board is suggested t o be more carefully in collecting data or re-registrating the land because land issues in the disaster area is very complex. In case a land dispute occurs, the community members are suggested to wisely settle the problem through deliberation.


(9)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Ilahi Rabbi Allah SWT, karena atas berkah dan hidayahnya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Problematika Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Banda Aceh”. Selanjutnya shalawat beserta salam disanjung sajikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi guna untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak sedikit hambatan yang penulis temui, namun berkat bimbingan dan arahan dari komisi pembimbing, penulisan tesis dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., CN, selaku Ketua Komisi Pembimbing, selanjutnya kepada Ibu Chairani Bustami, S.H., SpN, MKN dan Bapak Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum yang masing-masing sebagai anggota Komisi Pembimbing yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan tesis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada yang terhormat Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum. dan Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum. Selaku dosen penguji, yang telah berkenan memberikan masukan berupa kritikan dan saran yang konsrtuktif demi kesempurnaan penulisan tesis ini.


(10)

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS., CN., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan begitu banyak dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini. 4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., CN, M.Hum., Selaku Sekretaris

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan dan menyediakan fasilitas administratif yang baik demi lancarnya proses perkuliahan selama penulis menempuh pendidikan.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti perkuliahan.


(11)

demi lancarnya perkulihan selama menempuh pendidikan.

7. Seluruh nara sumber yang telah banyak membantu dalam hal pengambilan data dan informasi penting demi kepentingan penulisan tesis.

8. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan 2007 yang meskipun semuanya telah menyelesaikan studi tapi masih tetap memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih teristimewa penulis sampaikan kepada istri tercinta Nurdhani, S.H., SpN dan kepada anak-anak tercinta yaitu Aqil Fikra Al-Hafizh, Dzaky Dhiya Ul-Haq, Gabriel Gibran El-Pasha, Rafael Achmad Az-Dzikra dan Xavier Fathan As-Sajida yang telah menjadi sumber inspirasi bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada yang sangat berjasa Ayahanda tercinta H. Abdul Wahab bin Puteh (Alm) dan Ibunda Hamidah binti Basyah yang telah bersusah payah membesarkan penulis sejak dalam kandungan, baik melalui berbagai pengorbanan moril maupun materil sehingga penulis dapat menempuh pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Serta


(12)

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kesilapan serta berbagai kekurangan sebagai akibat keterbatasan penulis selaku manusia biasa, namun besar harapan penulis kiranya kritikan dan saran dapat memberikan manfaat bagi penulis di kemudian hari. Sebagai ucapan penutup dari penulis maka terima kasih atas segala bantuan dan jasa baik yang telah diberikan oleh semua pihak semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.Amien Ya Rabbal Alamin.

Medan, Februari 2013 Penulis


(13)

Nama : Mustakim

Tempat / Tgl. Lahir : Kabupaten Pidie / 30 Desember 1972

Status : Menikah

Agama : Islam

II. ORANG TUA

Nama Ayah : (Alm) H. Abdul Wahab

Nama Ibu : (Alm) Hamidah

III. PENDIDIKAN

1. SD Negeri Paya Guci Kabupaten Pidie Tamat Tahun 1985 2. SMP Negeri 6 Banda Aceh Tamat Tahun 1988

3. SMA Negeri 5 Banda Aceh Tamat Tahun 1992

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Tamat Tahun 1997

5. S-2 Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang Tamat Tahun 2002

6. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2013


(14)

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Keaslian Penelitian... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 12

G. Metode Penelitian... 20

BAB II PELAKSANAAN SERTIFIKASI HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI AJUDIKASI PASCA BENCANA TSUNAMI... 26

A. Pengertian dan Dasar Hukum Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah... 26

B. Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah... 33

C. Tata Cara Sertifikasi Hak Atas Tanah Melalui Ajudikasi... 43

D. Prosedur Pelaksanaan Sertifikasi Hak Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Banda Aceh... 64

BAB III PROBLEMATIKA SERTIFIKASI HAK MILIKATAS TANAH MELALUI AJUDIKASI PASCA BENCANA TSUNAMI... 95

A. Hambatan Pelaksanaan Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Pasca Bencana Tsunami... 95

B. Permasalahan Pasca Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Di Kawasan Bekas Bencana Tsunami... 103


(15)

A. Upaya Yang Ditempuh Untuk Mengatasi Hambatan Dalam Proses Sertifikasi Hak Atas Tanah Pasca

Bencana Tsunami. ... 115

B. Upaya Penyelesaian Permasalahan Yang Timbul Setelah Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah ... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 124


(16)

Bencana Tsunami telah membawa dampak bagi masyarakat, terutama di bidang pertanahan, antara lain tidak diketahuinya lagi pemilik tanah, batas-batas tanah dan juga telah musnahnya bukti kepemilikan hak atas tanah berupa sertifikat tanah, baik yang dimiliki oleh pemilik maupun yang ada di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Untuk menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan, pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia. Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh BPN sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA dan Pasal 5 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Bahwa dalam rangka pemulihan masalah pertanahan pasca bencana Stunami pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah berbasis masyarakat, terhadap seluruh bidang tanah di desa/kelurahan lokasi bencana tsunami berdasarkan Keputusan Kepala BPN No.114-4-2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Terkena Bencana Tsunami di NAD-NIAS. Bahwa penyelenggraan pendaftaran tersebut diharapkan mampu melakukan pendataan ulang hak atas tanah sampai terbitnya sertifikat tanah untuk memberikan jaminan kepastian hak. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan program tersebut ternyata tidak dapat mencapai target yang diharapkan, hal ini disebabkan adanya hambatan yang dijumpai dilapangan, dan pasca pelaksanaan sertifikasi timbul beberapa permasalahan baru. Berdasarkan kenyataan tersebut maka yang menjadi permasalahan yaitu bagaimana pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah melalui ajudikasi pasca bencana tsunami, permasalahan apa saja yang muncul terhadap sertifikasi hak atas tanah dan upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan sertifikasi hak milik atas tanah melalui ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh. Untuk menjelaskan permasalahan yang timbul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah melalui ajudikasi, dan menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang timbul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah melalui Ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis. Yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah telah berhasil memberikan jaminan kepastian hak bagi sebagian masyarakat yang terkena dampak bencana tsunami, namun hasilnya tidak mampu mencapai target yang sudah ditetapkan sebelumnya, Hal ini disebabkan karena adanya beberapa hambatan dan permasalahan yang dijumpai dilapangan. Hambatan pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah antara lain adanya tanah yang tidak diketahui status kepemilikannya, proses administrasi perwalian dan pewarisan yang rumit, kurangnya partisipasi


(17)

dalam sertifikat baru meskipun telah terjadi peralihan hak. Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk penyelesaian permasalahan yang timbul adalah melalui jalur administratif pertanahan maupun melalui jalur hukum bila telah menimbulkan sengketa baik melalui lembaga peradilan maupun musyawarah. Berdasarkan Hasil penelitian maka disarankan kepada pihak BPN agar lebih teliti dalam melakukan pendataan maupun pendaftaran ulang atas tanah karena masalah pertanahan di kawasan bencana sangat kompleks. Dan kepada warga bila terjadi sengketa menyangkut pertanahan hendaknya diselesaikan secara bijaksana, melalui musyawarah.


(18)

Tsunami disaster has brought an impact to the community especially in the fild of land in which the owner and the border of the land is unknown, the evidence of ownership in the form of Land certificate either owned by the owner or the one kept in the Office National Land Board has been penished. To guarantee a legal certainty in the field of land, the government administer land registration throughout of the territory of Indonesia. The Land registration administered by the National Land Board is regulated in Article 19 paragraph (1) Law on Agraria and Article 5 of Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration. In the attempt to the restoration of land issues post tsunami disaster, the government administered the community-based land registration for all plots of land in the villages/urban villages in the location of tsunami based on the Decree of the Head of National Land Board No. 114-4-2005 on Community-Based manual Land Registration in the tsunami-affected locations in NAD-NIAS. The administration of the land registration is epected to be able to re-list the right to land until the issuance of land certificate to guarantee the certainty of rights. But, in fact, the implementation of the program did not meet the target expected because the constraints which were faced in the field and several new issues arose after the implementation of certification. Based on the fact, the problems discussed in this study were how the certification of rights to land through adjudication was implemented after the tsunami disaster. the constrains arisen during the certification of rights to land, and what legal remedy that could be done to settle the problems.

The purpose of this study was to find out and describe the implementation of certification rights t rights to land through adjudication after the tsunami disaster in the City of Banda Aceh, Banda Aceh, to describe to problem arisen during the certification of rights to land through adjudication, and to explain the legal remedy that could be done in settling the problems arisen during the certification of rights to land through adjudication after the tsunami disaster in the City of Banda Aceh.

This normative juridical study with analytical descriptive approach described and analyzed the problems to be presented referring to the existing provisions of legislation.

The result of this study showed that the implementation of certification of rights to land had succeeded in providing a guarantee of certainty of rights to some of the communities impacted by the tsunami disaster, but the result is not yet able to meet the target set due to several constraints met in the field. The constraints found in the implementation of certification of right to land were the land with the unknown status of ownership, difficult administration process of guardianship and inheritance, less community participation, and the number of disputed lands. The constraints found in the implementation of certification of rightd to land were the emergence of multiple certificates, improper land area, unclear boundary of land because it is not mentioned in the certificate due to the unlikely condition in the field, and the emergence of the name of the previous owner in the new certificate even though the rights to land has been transferred. Based on the result of this study, the National Land Board is suggested t o be more carefully in collecting data or re-registrating the land because land issues in the disaster area is very complex. In case a land dispute occurs, the community members are suggested to wisely settle the problem through deliberation.


(19)

A. Latar Belakang Masalah

Bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 disamping telah menghancurkan sarana dan prasarana fisik juga telah mengakibatkan banyak pemilik tanah kehilangan tanahnya sebagai akibat hilangnya penanda batas dari puluhan ribu persil tanah dilapangan, kehilangan pemiliknya yang meninggal dunia serta tenggelamnya sejumlah persil tanah akibat terendam air laut.

Sekitar 12.000 (dua belas ribu) lembar sertifikat tanah, sebagai dokumen yuridis kepemilikan tanah yang berisikan informasi tentang lokasi persil tanah juga turut hilang, disamping itu diperkirakan sedikitnya 40.000 (empat puluh ribu) lembar sertifikat yang tersimpan di Kanwil Badan Pertanahan Nasional dapat diselamatkan dengan kondisi tidak seluruhnya utuh.1

Secara rinci dampak tersebut dapat dilihat dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat, terutama berkaitan dengan aspek pertanahan diantaranya :2

1. Bencana Gempa dan Tsunami telah menghancurkan dan menghilangkan batas batas persil tanah maupun objek lain yang dapat digunakan sebagai acuan keberadaan persil-persil tanah.

1

Hasanuddin Z. Abidin, et al.,”Rekontruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami: Beberapa Aspek dan Permasalannya”, Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Vol.1,No.2 (Desember 2005), hal.1.

2Ibid .,hal.2.


(20)

2. Tenggelamnya sejumlah persil tanah di pinggiran pantai akibat melimpahnya air laut ke daratan seabagai akibat adanya penurunan permukaan tanah akibat gempa.

3. Terjadinya pergeseran pada permukaan bumi di wilayah Aceh baik arah vertikal maupun arah horizontal. Berdasarkan hasil survey GPS yang dilakukan oleh ITB dan Nagoya University terlihat bahwa gempa telah menyebabkan pergeseran posisi titik-titik di Wilayah Aceh sekitar 1-3 m ke arah Barat Daya. Dalam arah vertikal juga terlihat penurunan permukaan tanah sebesar 2-3 dm yang terjadi di pantai sebelah utara Banda Aceh dan pantai sebelah barat Aceh serta kenaikan permukaan tanah sekitar 4-8 cm di pantai timur Aceh.

4. Hilangnya surat-surat bukti hak atas tanah baik yang disimpan dirumah maupun yang berada dikantor-kantor Badan Pertanahan Nasional setempat serta yang disimpan di Bank sebagai objek agunan.

5. Meninggalnya para pemilik persil tanah maupun ahli warisnya sebagai akibat bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh.

Sebagai akibat dari dampak bencana gempa dan tsunami tersebut maka perlu dilakukan penataan kembali baik secara administratif maupun secara yuridis terhadap berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah pertanahan diwilayah yang terkena dampak tsunami, terutama yang berkaitan dengan dokumen hukum kepemilikannya, yaitu melalui pendataan ulang atas kepemilikan persil tanah melalui sertifikasi (pensertifikatan) terhadap tanah secara menyeluruh diwilayah bencana untuk menghindari terjadinya konfik pertanahan dikemudian hari.

Pensertifikatan tanah tersebut dilakukan melalui proses pendafataran tanah diwilayah yang terkena dampak bencana tsunami, melalui mekanisme ajudikasi. Dimana pendafataran itu memiliki tujuan utama yaitu untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik hak, disamping itu juga untuk terwujudnya tertib administrasi pertanahan dan tersedianya informasi tentang tanah bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Pendaftaran tanah juga dipandang perlu untuk memonitor


(21)

penguasaan tanah oleh anggota masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Chadijah Dalimunthe :

Jika informasi mengenai tanah belum jelas, yaitu dengan pendaftaran tanah yang merupakan pemberian informasi tentang status tanah (land information system and geografhic information system), maka penguasaan tanah saat ini (present land tenure) dan keadaan tanah (Present land) tidak akan diketahui secara jelas. ‘3

Kesediaan data fisik dan data yuridis dari sistem pendaftaran tanah yang akurat akan dapat memonitor kondisi penguasaan dan penggunaan tanah yang terjadi dalam masyarakat. Dengan adanya pendaftaran tanah, maka akan memudahkan negara dalam mengontrol dan mengarahkan penggunaan dan peruntukan tanah sebagai bagian dari sarana pembangunan nasional.

Ketentuan tentang pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Paraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang untuk selanjutnya disingkat dengan UUPA, disebutkan bahwa:

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa untuk mewujudkan kepastian hukum dari kedudukan tanah,maka tanah harus didaftarkan dan harus mendapatkan alat bukti berupa sertifikat hak atas tanah.

3

Chadijah Dalimunthe, Pelaksaan landreform di Indonesia dan Permasalahannya, USU, Medan, 1998, hal. 74


(22)

Melalui kegiatan pengukuran akan terdapat adanya kepastian hukum mengenai letak, luas, batas-batas dari tanah yang merupakan data fisik yang kemudian diterangkan dalam surat ukur dan peta pendaftaran tanah. Sedangkan dari kegiatan pendaftaran hak atas tanah akan tercapai kepastian hukum mengenai status hukum dari tanah yang bersangkutan terhadap subjek kepemilikannya yang merupakan data yuridis.

Sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 19 UUPA pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang selanjutnya disingkat dengan PP dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana PP No.24 Tahun 1997. Dimana dalam Pasal 1 ayat (1) PP No.24 Tahun 1997,disebutkan:

Pendaftaran tanah adalah Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya

Alat bukti hak atas tanah berupa sertifikat sangat besar manfaatnya bagi subjek pemegang hak, selain untuk memberi kepastian hukum bagi pemiliknya , juga dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk pelunasan hutang dalam proses pencairan kredit dibank.

Menurut Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tujuan yang ingin dicapai melalui pendaftaran tanah adalah:


(23)

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lian yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b. Untukmenyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Untuk terwujudnya apa yang menjadi tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dikemukakan diatas, maka pendaftaran tanah harus dilakukan secara menyeluruh dan transparan. Dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan ada dua cara pendaftaran tanah yaitu:

1. Pendaftaran tanah secara Sistemik. Pendaftaran ini adalahkegiatan pendaftaran untukpertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftarakan dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan (pasal 1 angka 10).

2. Pendaftaran tanah secara sporadik.Pendaftaran ini adalah kegiatan pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal (pasal1 angka 11)

Pendaftaran tanah secara sistematik diselengarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, sedangkan pendaftaran secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atas kuasanya.

Untuk menjamin agar data tanah selalu sesuai dengan kenyataan, maka pelaksanaan pendaftaran tanah harus dilakukan secara berkelanjutan, artinya atas


(24)

suatu bidang tanah yang telah dilakukan pendaftaran, harus juga dilakukan pendaftaran kembali apabila terjadi perubahan data tanah, baik karena perubahan data fisik maupun karena perubahan data yuridis.

Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kawasan yang dilanda bencana alam Tsunami, dimana bencana tersebut telah menyebabkan banyak terjadi perubahan baik data fisik seperti batas-batas tanah, luas tanah maupun hilangnya pemilik tanah, serta juga telah menyebabkan musnahnya bukti-bukti kepemilikan lainnya yang merupakan data yuridis.. Oleh karena itu Pemerintah melalui kantor Badan Pertanahan Nasional telah mengambil langkah konkrit untuk mencegah terjadinya konflik pertanahan dalam masyarakat yaitu dengan melakukan sertifikasi atas tanah masyarakat diwilayah bencana Tsunami dengan cara mendata ulang secara komprehensif. Sertifikasi tersebut dilakukan secara sistematik dengan metode ajudikasi, yang lebih dikenal dengan istilah Program Ajudikasi Pertanahan Berbasis Masyarakat Dalam Rekonstruksi Administrasi Pertanahan Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh.

Ajudikasi menurut PP No.24 Tahun 1997, Pasal 1 butir 8 menerangkan bahwa: “Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftranan tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran”

Untuk mencegah atau paling tidak memperkecil peluang timbulnya sengketa, pendaftaran kembali tanah dilokasi bencana Tsunami dilaksanakan dengan


(25)

mengikutsertakan masyarakat yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), dimana pendaftaran tersebut disebut pendaftaran yang berbasis masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor BPN Provinsi Aceh, Luas wilayah Kota Banda Aceh adalah 61.135,9 (enam puluh satu ribu seratus tiga puluh lima koma sembilan) Ha, yang terkena dampak gempa bumi dan gelombang Tsunami seluas 3.857,7 (tiga ribu delapan ratus lima puluh tujuh koma tujuh) Ha. dengan persentase 13,54 % (tiga belas koma lima puluh empat persen). Akibat bencana Tsunami tersebut luas tanah di Kota Banda Aceh sebagian telah berkurang akibat tersapu gelombang Tsunami dan terkikis abrasi. Sedangkan sebagian wilayah yang masih tersisa telah dilakukan pendataan ulang atas bidang-bidang tanah yang dulunya sudah pernah didaftarkan.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah di lokasi bencana Tsunami di Kota Banda Aceh dilakukan oleh Tim Ajudikasi yang terdiri dari 6 (enam) tim. Lokasi kerja masing-masing tim adalah di Kecamatan Kuta Raja, Meuraxa I, Meuraxa II, Syiah Kuala, Kuta Alam dan Jaya Baru.

Target penyelesaian masing-masing tim adalah 5000 (lima ribu) bidang tanah, baik yang sudah pernah ada hak-hak atas tanah maupun yang belum memiliki hak atas tanah sebelumnya. Sebagai petunjuk pelaksanaan yang digunakan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut adalah Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 114-II-2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Terkena Bencana Stunami di Nanggroe Aceh Darussalam


(26)

dan Sumatera Utara Yang Menjadi Objek Kegiatan Pemulihan Hak atas Tanah dan Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh atau dalam istilah asing disebut manualReconstruction of Aceh Land Administration System (RALAS). Adapun biaya penyelenggaraan program dibiayai oleh Multi Donor Trust Fund for Aceh and North Sumatera (MDTFANS).

Proses pelaksanaan pendaftaran tanah melalui ajudikasi tersebut dilakukan mulai 17 Agustus 2005 sampai 31 Desember 2008, yang meliputi 6 (enam) Kecamatan yaitu Kecamatan Kuta Alam, Kuta Raja, Baiturrahman, Meuraxa, Jaya Baru dan Syiah Kuala dengan target adalah 5000 (lima ribu) sertifikat per tim. Baik untuk sertifikat pengganti maupun sertifikat baru.

Ternyata hingga akhir tugasnya tim RALAS yang dibiayai oleh Multi Donor Trust Fund for Aceh and North Sumatera(MDTRANS) tidak mampu mencapai target yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan 30.000 (tiga puluh ribu) sertifikat, dimana tim RALAS hanya mampu merealisasi sebanyak 27.540 (dua puluh tujuh ribu lima ratus empat puluh) sertifikat, artinya ada sekitar 2.460 (dua ribu empat ratus enam puluh) bidang tanah yang belum dapat direalisasikan untuk wilayah Kota Banda Aceh. Ketidak berhasilan merealisasikan sertifikat tersebut disebabkan oleh berbagai hambatan yang ditemui dilapangan.

Disisi lain atas tanah-tanah yang telah dilakukan sertifikasi melalui Tim Ajudikasi, ternyata juga tidak sedikit menimbulkan permasalahan baru yang pada saat ini telah menimbulkan berbagai sengketa dalam masyarakat, seperti sertifikat ganda, penunjukan objek yang salah, sertifikat diterbitkan atas nama ahli waris yang tidak


(27)

berhak, batas-batas tanah tidak jelas, luasnya tidak sesuai, serta berbagai macam permasalahan lainnya yang terus muncul sebagai akibat dari pelaksanaan sertifikasi tersebut.

Kenyataan tersebut merupakan problema yang harus segera diselesaikan, oleh karena itu penulis melakukan penelitian untuk penulisan tesis ini dengan judul ”Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Di Kota Banda Aceh”. Sehingga nantinya diharapkan dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dilapangan berkaitan dengan sertifikasi hak milik atas tanah serta berguna bagi pengembangan ilmu hukum khususnya bidang hukum agraria.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan sertifikasi hak milik atas tanah pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh?

2. Apa saja permasalahan yang muncul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh?

3. Upaya hukum apa saja yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh?

C. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap penelitian didalam masalah yang sama, penulis melakukan pengumpulan data dan pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang memiliki kemiripan di Program Kenotariatan USU. Berdasarkan


(28)

hasil penelusuran kepustakaan, tidak ada yang persis sama dengan judul yang penulis pilih, yaitu Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Di Kota Banda Aceh. Namun ada kemiripan pada judul dan lokasi, akan tetapi berbeda permasalahnnya, yaitu yang ditulis oleh mahasiswa Program Kenotariatan atas nama Fitria Sari, Nim: 047011026, yang bersangkutan menulis tentang “Tata Laksana Kepemilikan Hak Milik Atas Tanah Pasca Gempa dan Tsunami (Suatu Penelitian Di Kota Banda Aceh)”, dimana penelitian yang bersangkutan lebih memfokuskan kepada tata cara memperoleh hak milik atas tanah dikawasan bencana Tsunami. Sedangkan penelitian lain yang memiliki kemiripan yaitu yang ditulis oleh Surya Darma, Nim: 067011087 dimana yang bersangkutan menulis tentang Kajian Yuridis Pengadaan Tanah Untuk Relokasi Korban Tsunami Di Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Dan satu lagi yaitu yang ditulis oleh Desi Helfira, Nim: 057011016 yaitu menulis tentang Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Perumahan Oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan Non-Government Organization (NGO) Bagi Korban Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami (Studi Pada Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh).

Berdasarkan penelusuran tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun penelitian yang memiliki kesamaan dengan yang penulis teliti untuk penulisan tesis ini, sehingga otentisitasnya dapat dipertanggung jawabkan.

D. Tujuan Penelitian


(29)

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan sertifikasi hak milik atas tanah melalui ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan permasalahan yang timbul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah melalui ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang timbul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah melalui Ajudikasi pasca bencana Tsunami.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian diharapkan dapat memperluas khasanah dan wawasan tentang hukum agraria, khususnya mengenai sertifikasi hak atas tanah melalui ajudikasi pertanahan dikawasan yang terkena dampak bencana alam seperti bencana Tsunami. Sehingga menjadi literatur kepustakaan bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum agraria di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat membantu penyelesaian masalah hukum yang timbul dan sebahagian masih belum tuntas sehubungan sertifikasi hak milik atas tanah dikawasan yang terkena dampak bencana Tsunami. Sehingga diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan


(30)

Nasional (BPN), dalam menyelesaikan permasalan-permasalahan di bidang pertanahan terutama yang terjadi di kawasan bekas bencana Tsunami di Kota Banda Aceh.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi a. Kerangka Teori

Teori adalah susunan konsep, definisi yang dalam, yang menyajikan pandangan yang sistematis tentang fenomena, dengan menunjukkan hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain, dengan maksud untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.4

Menurut M. Solly Lubis, teori adalah:

Suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.5

Kemudian menurut J.J.H Bruggink:

Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat ditentukan dengan lebih jauh sebagai sesuatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum. Dengan itu harus cukup menguraikan tentang apa yang diartikan dengan unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada unsur hukum.6

Oleh karena itu teori merupakan sebuah desain langkah penelitian yang berhubungan dengan kepustakaan, isue kebijakan maupun nara sumber penting

4

Sofyan Syafri Harahap,Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian komprehensif, Pustaka Quantum, Jakarta, Hal. 40.

5

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80. 6

J.J.H Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal 2.


(31)

lainnya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menstrukturisasikan penemuan selama penelitian, membuat beberapa pemikiran, ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikannya dalam bentuk penjelasan, uraian maupun pernyataan.

Agar kerangka teori meyakinkan, maka harus memenuhi syarat: Pertama; teori yang digunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru. Kedua; analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekplisit mengenai postulat, asumsi, dan prinsip yang mendasarinya. Ketiga; mampu mengindentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut.7 Dengan demikian Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah.8

Sehubungan dengan permasalahan yang penulis teliti tentang Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi di Kota Banda Aceh, maka kerangka teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan berkaitan dengan sertifikasi tersebut adalah dengan menggunakan pokok-pokok pikiran dari Teori Kepastian Hukum.

7

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Hal. 318-321

8

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, hal.26.


(32)

Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum, dikenal 3 (tiga) jenis aliran konvensional tentang tujuan hukum, salah satu diantaranya adalah aliran normatif-dogmatik. Aliran ini menganggap bahwa pada asasnya hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum.9

Salah satu penganut aliran ini adalah John Austin dan Van Kant, yang bersumber dari pemikiran positivisme hukum, yang melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dipahami dalam bentuk peraturan tertulis semata. Artinya, karena hukum itu otonom, sehingga tujuan hukum semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Van Kant berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.10

Utrecht menyatakan bahwa tujuan hukum adalah demi adanya kepastian hukum.11Beliau secara tegas menghendaki agar tujuan hukum hendaknya diarahkan untuk adanya kepastian hukum. Kepastian hukum, artinya hukum dimungkinkan sebesar-besarnya untuk adanya peraturan umum yang berlaku bagi setiap orang, tanpa melihat latar belakang dan status sosial.12 Dalam kepastian hukum, maka hukum dalam pengertian yuridis (tertulis) sangat diagung-agungkan. Dalam sejarah dan teori maupun mazhab hukum, paham kepastian hukum merupakan pengejawantahan dari

9

Ibid,Hal. 74. 10

Ibid. 11

Waluyadi,Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif, Djambatan, Jakarta, 2001, hal. 44.


(33)

aliran “legisme”, yang tidak mengakui adanya hukum yang tidak tetulis.13 Sehingga menimbulkan konsekuensi bahwa faktor-faktor non yuridis tidak mendapat prioritas didalamnya.

Pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah melalui mekanisme ajudikasi terhadap tanah yang berada pada kawasan bekas bencana Tsunami, merupakan suatu langkah untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang memiliki hak atas tanah. Pelaksanaan tersebut merupakan perwujudan dari ketentuan Pasal 19 UUPA, yang menyebutkan: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dibebankan kepada Pemerintah, yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal, yaitu untuk menjamin kepastian hukum.14 Menurut penjelasan UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster. Rechtscadaster artinya, untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya, apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum adalah:

13

Ibid,Hal. 47. 14

Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, Hal. 167.


(34)

1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadastral, yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas dilapangan dan batas-batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum.

2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum.

3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap perubahan data mengenai hak atas tanah, seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum.15

Bahwa dalam rangka memberikan kepastian hak khususnya terhadap bidang-bidang tanah yang terletak dikawasan bekas Tsunami, maka pemerintah telah melakukan kebijakan pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu yang dilakukan secara serentak di seluruh wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Menteri Agraria/Kepala BPN. Pendaftarannya dilakukan melalui mekanisme ajudukasi.

Pendaftaran melalui mekanisme ajudikasi tersebut didasarkan pada PP No. 24 tahun 1997, yaitu Pasal 1 butir 8, yang menyatakan sebagai berikut: “ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran”.

Pendaftaran hak atas tanah pada kawasan bekas bencana Tsunami bertujuan memberikan kepastian hak, yang dalam hal ini diwujudkan dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah, yang merupakan bukti yuridis. Sehingga siapa yang disebut namanya dalam sertifikat dialah sebagai pemiliknya.

Akan tetapi terhadap sertifikat yang merupakan alat bukti yang kuat atas kepemilikan hak atas tanah pasca bencana Tsunami, dikemudian hari ternyata telah


(35)

menimbulkan beberapa permasalahan. Hal ini bisa jadi sebagai akibat dari mekanisme pendaftaran yang belum maksimal. Oleh karena itu melalui pendekatan teori kepastian hukum terutama aliran positisme menjadi alat analisa dalam rangka menganalisa berbagai problema yang muncul berkaitan dengan sertifikasi hak atas tanah pasca bencana Tsunami tersebut.

b. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam satu bidang studi, sehingga dengan demikian merupakan penjabaran abstrak daripada teori. Pendefinisian konsep dan perumusan teori berlangsung setiap saat. Hal ini merupakan langkah yang diperlukan dalam suatu proses penelitian ilmiah.

Oleh karena konsep merupakan bagian penting dari suatu teori. Maka konsep membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan istilah definisi operasional (operational definition). Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Yang dimaksud dengan definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruksi dengan kata-kata yang


(36)

menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji kebenarannya oleh orang lain.16

Kegunaan dari adanya konsepsi agar ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.

Maka untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus diberikan format tentang beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang singkron dengan tujuan yang telah ditentukan. Adapun konsep dasar yang dikemukakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Problematika adalah permasalahan atau masalah yaitu suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan, dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan sesuatu yang diharapkan dengan baik agar tercapai hasil yang maksimal.17

2. Sertifikasi adalah penyertifikatan, pembuatan sertifikat.18

3. Sertifikasi hak atas tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dengan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti

16

Jonathan Sarwono,0p.Cit., Hal.68. 17

Pengertian masalah ”http//id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2020002 diakses pada tanggal 27 Januari 2013

18


(37)

hak bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya beserta hak-hak tertentu yang membebaninya dalam bentuk suatu Sertifikat.19

4. Data Fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan diatasnya (Pasal 1 angka 6 PP No.24 Tahun 1997)

5. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pakai lainnya serta bebab-beban lain yang membebaninya (Pasal 1 angka 7 PP No. 24 Tahun 1997).

6. Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya (Pasal 1 butir 8 PP No. 24 Tahun 1997).

7. Sertifikat adalah Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

19

Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1999, Hal. 72.


(38)

8. Kepastian hukum hak atas tanah adalah kepastian untuk menjamin hak atas tanah dari pemiliknya terhadap letak, batas, luas dan jenis hak atas tanahnya.20

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Metode Pendekatan

Jenis penelitian yang digunakan untuk mengkaji penulisan ini adalah penelitianyuridis normatif, yaitu dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (library research) atau data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau melihat hukum dari aspek normatif.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian yuridis normatif adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.21

Dilakukan dengan cara mengkaji ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan masalah pelaksanaan pendaftaran tanah melalui mekanisme ajudikasi, terutama yang berkaitan dengan tanah yang termasuk dalam kawasan bencana alam tsunami.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptis analitis, artinya hasil penelitian ini berusaha untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dan mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti.22

20 Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, 1999, hal. 27 21

Peter Marzuki Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Predata, Jakarta, 2008, hal. 35. 22


(39)

2. Sumber Data

Dalam penulisan ini sumber data yang digunakan diperoleh dari data primer dan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier.

1. Data Primer, data primer diperoleh melalui penelitian lapangan (field research) berasal dari responden dan informan yang menjadi sampel dalarn penelitian ini.

Data primer digunakan untuk melakukan konfrontir terhadap berbagai macam data sekunder yang telah diperoleh dalam rangka melakukan penegasan. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung terhadap pihak terkait untuk pemecahan masalah yang masih memerlukan informasi lebih lanjut guna melakukan dan memastikan validasi terhadap data sekunder yang telah diperoleh.

2. Data Sekunder, diperoleh melalui penelusuran kepustakaan dengan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan yang berupa buku-buku teks, artikel, dan peraturan perundang-undangan yang relevan, juga pendapat-pendapat sarjana dan ketentuan perundang-undangan. yang dapat dirinci sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yang terdisi dari peraturan Perundang-undangan, catatan-catatan resmi dan ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan penelitian ini. 1) Undang-undang Dasar 1945.


(40)

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (UUPA).

3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

4) Peraturan Pemerintah Nomor.46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Atas Badan Pertanahan Nasional.

5) Peraturan Menteri Negara Agararia/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

6) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan flak Pengelolaan.

7) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 114-11- 2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Terkena Bencana Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam Yang Menjadi Obyek Kegiatan Pemulihan. Hak Atas Tanah dan

Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh, tanggal 21 Juni 2005.

b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa semua publikasi hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi seperti buku-buku teks, kamus


(41)

hukum, hasil penelitian, hasil seminar, makalah, majalah serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yaitu mencakup bahan

yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum dan eksiklopedia.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kota Banda Aceh yang meliputi 3 (tiga) wilayah kecamatan, yaitu: Kecamatan Meuraxa (Tim Ajudikasi No.0101-03), Kuta Alam (Tim Ajudikasi No.0101-05) dan Jaya Baru (Tim Ajudikasi 0101-06). Kesemuanya termasuk dalam wilayah hukum Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Banda Aceh.

4. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Penelitian Kepustakaan (library Research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, koran, artikel dan sumber lainnya yang berhubungan dengan objek telaah penelitiaan ini;

b. Penelitian lapangan (Field Research) dilakukan dengan cara wawancara, yang dilakukan secara langsung dan mendalam, terarah dan sistematis ditujukan kepada narasumber yang telah ditetapkan yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, diantaranya meliputi:


(42)

1). 2 (dua) orang Pejabat kantor Badan Pertanahan (BPN) Kota Banda Aceh; - Kepala kantor BPN

- Kepala bagian pendaftaran tanah

2). 3 (tiga) orang mantan anggota Tim Ajudikasi BPN Kota Banda Aceh; 3). 3 (tiga) orang Keuchik/ Kepala Desa diwilayah Penelitian.

4). 2 (dua) Notaris

5). Panitera Mahkamah Syari’ah Kota Banda Aceh 5. Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang berhasil dikumpulkan melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan kemudian dianalisis secara kualitatif. Data sekunder merupakan data yang tersedia, sehingga hanya mencari dan mengumpulkan, sedangkan data primer adalah data yang hanya dapat diperoleh dari sumber asli atau pertama di lapangan.

Setelah pengumpulan data dilakukan, baik dengan studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data-data tersebut dianalisis secara kualitatif, yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, sehingga dengan logika induktif, yaitu berpikir dari hal yang khusus menuju hal yang lebih umum, dengan menggunakan perangkat normatif, yakni interpretasi dan konstruksi hukum, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kesimpulan yang bersifat umum terhadap permasalahan dan tujuan penelitian.


(43)

Analisa kualitatif merupakan analisis yang mendasarkan pada adanya hubungan semantis antar variabel yang diteliti. Tujuannya ialah agar peneliti mendapatkan makna hubungan variabel-variabel, sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Selanjutnya diinterpretasikan yang hasilnya digunakan sebagai bahan dalam penulisan tesis.


(44)

A. Pengertian dan Dasar Hukum Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah

Dasar hukum pendaftaran tanah dalam UUPA diatur dalam Pasal 19 yang menyebutkan :

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diselurruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.’

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini menyebutkan : a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda-bukti-hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, kemampuan lalu lintas ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas,dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Sebagai realisasi ketentuan Pasal 19 ayat (1) tersebut diatas pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah. Dalam rangka penyempurnaan dari PP Nomor 10 tahun 1961 pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka PP Nomor 10 Tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pengertian Pendaftaran tanah menurut ketentuan pasal 1 angka 1, PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut :


(45)

Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Berdasarkan aturan tersebut diatas, ditentukan suatu rangkaian tugas dari pemerintah yang berkewajiban untuk mengatur dan menetapkan status bidang tanah dari aspek hak yang melekat atas tanah tersebut. Tugas negara dalam menetapkan tugas lembaga (Badan Pertanahan Nasional) dirinci sedemikian rupa, mulai dari waktu yang terus menerus, sistematis dan terarah.

Pengumpulan dan penyusunan data pendaftaran tanah tersebut merupakan suatu keharusan yang dijalankan, yang berfungsi sebagai tertib administrasi oleh negara maupun subyek hak atas tanah tersebut. Dengan kegiatan tersebut akan diperoleh kejelasan kedudukan tanah sebagai obyek hak yang jelas dari aspek fisik dan yuridisnya.

Dalam hal ini, terdapat beberapa pendapat sarjana yang mendefinisikan pendaftaran tanah secara berbeda. Perbedaan itu terjadi pada susunan redaksi, namun tetap memiliki makna dan tujuan yang sama. Pendapat-pendapat tersebut antara lain dikemukakan oleh Rudolf Hemanses :

“Pendaftaran tanah (Kadaster) adalah pendaftaran atau pembukuan bidang-bidang tanah dalam daftar-daftar, berdasarkan pengukuran dan pemetaan, yang seksama”.23

23

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) – Jilid II, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, April 2004, hal.1


(46)

Berkaitan dengan pengertian pendaftaran tanah Boedi harsono berpendapat, pendaftaran tanah adalah :

Suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data-data tertentu yang sda di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum bidang pertanahan, termasuk penertiban tanda buktinya dan pemeliharaannya.24

Mengacu pada definisi di atas, digambarkan bahwa lembaga pendaftaran tanah adalah suatu lembaga yang kedudukannya langsung diatur oleh negara. yang bertugas untuk mengatur kedudukan tanah secara berkesinambungan. teratur dan sistematis dan tahun ke tahun. Aturan ini meliputi aspek ukuran, letak, wilayah dan bentuk hak yang dimiliki oleh subyek hak atas tanah tersebut. Tujuan yang penting dan lembaga ini adalah untuk menciptakan kepastian hukum bagi subyek hak atas tanah tersebut.

Sedangkan Maria S.W. Soemardjono menjelaskan, kegiatan pendaftaran tanah tujuan akhirnya adalah:

“Kegiatan pendaftaran tanah yang akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut sertifikat, merupakan realisasi salah satu tujuan UUPA. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran itu pada prinsipnya dibebankan kepada pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, daerah demi daerah berdasarkan pertimbangan ketersediaan peta dasar pendaftaran. Di Indonesia, dan sekitar 55 juta bidang tanah yang ada, bani sekitar 30% yang bersertifikat”.25

24

Boedi Harsono, HukumAgraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi Pelaksanaanya,Djambatan, Jakarta, 1999, Hal. 72

25

Maria S.W. Sumarjono, Kebijakan Pertanahan (Antara Regulasi dan Implementasi). Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005. Hal. 201.


(47)

Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah, berisi data fisik (keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan atau bangunan yang ada di atasnya bila dianggap perlu dan data yuridis (keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas tanah, dan hak-hak pihak-hak lain yang berada di atasnya). Dengan memiliki sertifikat, maka status hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanahnya, subyek hak, dan obyek haknya menjadi nyata.

Pengertian secara yuridis tersebut belum memadai untuk menjelaskan pengertian pendaftaran, maka pengertian pendaftaran pada asalnya sama dengan kata

cadastredalam bahasa Belanda yang menunjukkan kepada luas nilai dan kepemilikan pada suatu bidang tanah. Capitastrum (Latin) yang bermakna suatu register atau kapita unit yang dibuatkan untuk pajak tanah Romawi(capitatio Torrens).26

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia. pengertian tanah berarti permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali, permukaan bumi yang diberi batas, daratan. Dengan demikian, tanah dapat diartikan sebagai suatu ruang (permukaan bumi, tanah) yang oleh subyek hukum yang menguasainya dengan pergunakan dengan sifat dan tujuan dan pada haknya27 . Pendaftaran tanah adalah suatu pencatatan hak atas tanah yang meliputi luas permukaan, batasan-batasannya, oleh dan pada instansi atau lembaga terkait yang berwenang dalam masalah

26

A.P. Perlindungan,Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, E3andung. 990. 27

Depdikbud,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 11 Cet. Kelima. Balai Pustaka. Jakarta, 1995, hal.1026.


(48)

pertanahan di Indonesia yaitu Badan Pertanahan Nasional di bawah Menteri Negara Agraria.

Sedangkan Van Huls menjelaskan, pendaftaran tanah adalah:

“Kadaster is een isntellingdie door middle van kaarten en register en een orneshrving geeft van alle stuken het gebiet van den staat gellege. (Kadaster adalah suatu badan dengan peta-peta dan daftar-daftar yang memberikan uraian semua bidang tanah yang terletak dalam suatu wilayah negara)”28 Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa lembaga pendaftaran tanah bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan suatu status baik dan aspek ukuran, tempat serta jenis hak yang berlaku atas tanah tersebut. Tujuan lembaga ini adalah untuk menjamin dan menciptakan kepastian, kegunaan dan keadilan hukum bagi pemilik tanah.

Sotendik/ Muller memberikan pengertian pendaftaran tanah, sebagai berikut:

“Kadaster is een instelling dis door middle van plans of karteen en register, opgemaakt naar aanleiding van matigt en scatting, on seen beeld en schriving van he! grondheid van staat in al zine order delen en grant geefi. (Kadaster adalah suatu lembaga yang dengan cara kartu dengan pendaftaran, dibentuk berdasarkan pengukuran dengan perhitungan yang memberikan Pada kita suatu penulisan dan pada dasar dalam artian bagian dan batas-batas).29

Pengertian pendaftaran tanah menurut sotendik/ Muller, memfokuskan dasar kepemilikan tanah bagi seseorang serta pada batas-batas keberadaan sebidang tanah. Dengan adanya dasar kepemilikan tanah tersebut, maka adanya suatu hak yang berlaku bagi pemilik tanah terhadap tanahnya, hal ini tidak cukup, karena pemilik tanah harus mengetahui batas-batas tanahnya, yang antara hak pemilik tersebut

28

Asmawati (Tesis),Faktor - faktor Penghambat Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Daerah Tingkat II Batang Hari, PPS-USU, Medan, 1996. hal-18.


(49)

terhadap tanah yang lain. Tujuan dari dasar hak atas tanah serta batas-batasnya tersebut adalah suatu yang mutlak harus dimiliki bagi subyek yang berhak atas tanah.

Berikutnya Jaarsma menjelaskan:

“Kadaster is een instelling die door middle van kaartenen register en een omschrjving geeft van alle stuken hed gebied van den staat gelegen.(Kadaster adalah suatu badan dengan peta-peta dan daftar-daftar yang memberikan uraian sebuah bidang tanah yang terletak dalam wilayah suatu negara).”30

Definisi yang diuraikan oleh Jaarsma memfokuskan pada lembaga pendaftaran tanah an sich, serta tugas-tugas yang dimiliki oleh lembaga tersebut terhadap kedudukan sebidang tanah, dan aspek ukuran, dan terutama letaknya dalam suatu wilayah tertentu. Aspek pandang dan definisi tersebut adalah satu arah, semata-mata melihat lembaga pendaftaran tanah sebagai subjek. Penelaahan tersebut menerangkan kedudukan lembaga pendaftaran tanah dengan rincian tugasnya terhadap keberadaan tanah.

Kemudian Douglass J. Whalan memberikan definisi pendaftaran tanah:

The register consists of individual grants, sertficates or folio contained within it at any diven time. Added to these are documents that may be deemed to be embodied in the register upon registration Together these indicate the parcel of land in a particular title, title person untitle to interests there in and the nature and extent of those interest There are also axiciliary register which assist in the orderly administration of the system such as a parcel index, a normal inmle1 listing registered proprietors and a day book and which documents are entered pending final registration.”31 (hak seseorang akan tanah melalui sertifikat yang memuat dasar kepemilikan, serta yang dilengkapi dengan daftar harga, batas-batas, letak, luas, tingkatan. Kegunaan-kegunaan

30

Ibid.

31

Whalan. J.Qouglass,The Torrens System in Australia, Sydney, Melbourne- Brishana. Perth, 1982, hal.18.


(50)

dan elemen-elemen tersebut, selain berguna bagi subjek hak atas tanah juga berguna bagi negara untuk mewujudkan ketertiban administrasi pertanahan).

Definisi pendaftaran tanah menurut Douglass J, Whalan, melihat lembaga pendaftaran tanah dan objeknyaan sich, bukan dan aspek subjek lembaga tersebut.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, dikenal dua macam pendaftaran tanah, yaitu:

1. Pendaftaran tanah secara sistematik

Pendaftaran ini adalah kegiatan pendaftaran untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa7 kelurahan (pasal 1 angka 10 PP No. 24 Tahun 1997).

2. Pendaftaran tanah secara sporadik

Pendaftaran ini adalah kegiatan pendataran tanah untuk pertama kali mengenai suatu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau massal (Pasal 1 angka 11 PP No.24 tahun 1997).

Khusus untuk Provinsi Aceh dan Sumatera Utara yang terkenadampak bencana tsunami, telah dikeluarkannya Keputusan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 114-11-2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Bencana Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam yang Menjadi Obyek Kegiatan Pemulihan Hak Atas Tanah dan Rekonstruksi sistem


(51)

Administrasi Pertanahan Aceh. Istilah dalam bahasa Inggris Reconstruction of Aceh Land Administration System (RALAS).

Persyaratan dan prosedur dalam manual tersebut hanya berlaku untuk wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias (Sumatera Utara) dalam rangka program rekonstruksi sistem administrasi pertanahan di wilayah tersebut.

B. Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah 1. Asas-asas Pendaftaran Tanah

Asas-asas pendaftaran tanah diatur dalam pasal 2 PP No.24 tahun 1997, di mana ditentukan pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

a. Asas sederhana dimaksudkan:

Mengandung pengertian bahwa dalam pendaftaran tanah agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terutama pemegang hak atas tanah. b. Asas aman menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan

secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberi jaminan kepastian hukum sesuai tujuan hukum pendaftaran tanah itu sendiri.

c. Asas terjangkau, maksudnya bahwa keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka


(52)

penyelenggaraan pendaftaran tanah hams bisa terjangkau oleh pihak-pihak yang memerlukannya.

d. Asas Mutakhir dimaksudkan adalah kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan Yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari.

Menurut A.P. Perlindungan di Indonesia dalam pendaftaran tanah digunakan sistem Torrens.32Keuntungan dan sistem ini adalah:

1. Menetapkan biaya-biaya yang tidak terduga sebelumnya. 2. Meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang.

3. Meniadakan kebanyakan rekaman. 4. Secara tegas menyatakan dasar haknya.

5. Melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam sertifikat. 6. Meniadakan (hamper tidak mungkin) pemalsuan.

7. Tetap memelihara sistem tersebut tanpa menambah saksi yang menjengkelkan, oleh karena yang memperoleh keuntungan dan pada sistem tersebut yang membayar biaya.

8. Dia memberikan hak pribadi, oleh karena negara menjamin tanpa batas. Sedangkan asas-asas dalam pendaftaran tanah secara umum yang berasal dan aliran-aliran atau sistem hukum yang berbeda terdapat beberapa macam asas yang dianut oleh negara-negara di dunia dalam sistem pendaftaran tanah. Di antara asas hukum yang dianut oleh negara-negara di dunia dalam sistem pendaftaran tanah tersebut belum jelas Indonesia mengikuti hukum mana atau meniru asas dan negara

32


(53)

mana, karena asas yang dianggap sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia maka asas tersebut akan digunakan dalam pendaftaran tanah.

Adapun asas-asas hukum yang dianut karena dianggap sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia adalah:

a. AsasTorrens System

System ini bersifat sederhana, efisien, murah dan selalu dapat diteliti pada akta siapa yang bertanda tangan (penanggung jawab) dan setiap mutasi hak diketahui. Oleh karena Pada sertifikat tanah bila terjadi mutasi, maka nama yang sebelumnya dicoret dengan tinta halus sehingga masih terbaca dan pemilik baru tertulis nama serta dasar hukum peralihan haknya.

b. Asas Negatif

Asas ini merupakan hak atas tanah seseorang/kelompok yang sudah terdaftar dan mendapat/memperoleh sertifikat hak milik atas tanah. Apabila pihak lain yang dapat membuktikan hak tersebut secara sah dengan alasan dan bukti-bukti yang lebih kuat atas hak tanah tersebut di depan pengadilan dan ternyata dimenangkan ,maka pihak yang dimenangkan tersebut dapat meminta kepada kantor badan Pertanahan Nasional untuk membalik nama hak atas tanah tersebut untuk dan atas namanya.

Sifat dari sistem ini adalah bahwa pendaftaran tanah/pendataran hak atas tanah tidaklah menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat untuk dibantah, jika nama yang terdaftar dalam buku tanah bukanlah pemilik yang sebenarnya.


(54)

Sistem ini menganggap nama yang tercantum dalam sertifikat tanah dianggap benar, sampai dapat dibuktikan suatu keadaan sebaliknya. Adapun asas peralihan hak atas tanah menurut sistem negatif adalah nemo pluis yuris yakni melindungi pemegang hak atas tanah yang sebenarnya dan tindakan orang/badan hukum yang mengalihkan dan mendaftarkan hak tanpa diketahui oleh pemegang hak yang sebenarnya.

c. Asas Publisitas

Asas ini menganggap bahwa pendaftar tanah itu bersifat umum dan terbuka. Artinya, setiap orang dapat meminta informasi dan Kantor Pertanahan atas setiap hak dan pemilikan yang terdaftar dan setiap syarat-syarat dalam suatu mutasi hak, ataupun dalam pengikatan jaminan atas pendirian hak barn serta berlaku pada pihak ketiga jika tercatat di Kantor Pertanahan.

Asas in tercermin dengan adanya data yuridis tentang hak atas tanah, seperti obyek dan subyek. Dengan adanya data ini maka siapa saja yang ingin mengetahui data atas tanah itu, tidak perlu mengadakan penyelidikan langsung ke lokasi tanah yang bersangkutan, karena segala data tersebut dapat diketahui dengan mudah di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Karenanya setiap peralihan hak atas tanah tersebut dapat berjalan dengan lancar dan tertib serta tidak memakan waktu yang lama.

d. Asas Spesialitas

ini merupakan asas pendaftaran hak atas tanah itu harus jelas dan tertentu/khusus diketahui lokasinya, sehingga peran dan surat ukur adalah menjelaskan lokasi dari


(55)

tanah tersebut. Asas ini memberi suatu keterangan yang jelas kedudukan dan hak tersebut yang didaftarkan, sehingga tanah tersebut diketahui masuk wilayah hukum mana, sehingga memudahkan untuk menentukan kelompok daftar buku tanah. Dalam asas ini tergambar antara lain:

a). Tanah tersebut terletak di desa/kelurahan mana,

b). Masuk wilayah kecamatan mana hak atas tanah tersebut, dan

c) Hak atas tanah termasuk wilayah hukum kabupaten/kota dan provinsi mana. Asas ini memiliki kelemahan, yakni apabila terjadi pemecahan/ pemekaran wilayah desa/kelurahan dan kecamatan, maka data dalam sertifikat yang berhubungan dengan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan keadaan wilayah hak atas tanah tersebut.

Asas ini bertujuan untuk memberikan kejelasan letak hak atas tanah secara konkrit sehingga tidak sulit untuk mendata atau mengetahui informasi hak atas tanah tersebut. Kemudian terhadap asas kepastian hukum yang sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UUPA, untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah pemerintah mengadakan pendaftaran tanah dan hak atas tanah seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang berlaku yakni Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Dengan demikian akan terdapat suatu perlindungan yang jelas terhadap hak atas tanah yang didaftarkan oleh pemiliknya. Terwujudnya kepastian hukum hak atas tanah sesuai dengan tujuan UUPA, dilakukan melalui sarana pendaftaran tanah pendaftaran hak-hak atas tanah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan


(56)

pendaftaran tanah yang berlaku, hingga sekarang telah banyak membawa basil yang positif dalam rangka usaha penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah di samping adanya hal-hal yang bersifat negatif. Pendaftaran tanah di Indonesia dikatakan menggunakan System Torrens, hanya tidak jelas dan mana kita meniru sistem tersebut.33

Dengan keutamaan-keutamaan di atas maka ada baiknya dalam pendaftaran tanah menganut System Torrens, karena sistem ini dianggap sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia, balk secara filosofis, politis dan sosiologis. Sehingga dengan sistem ini, maka pendaftaran tanah lebih terlaksana secara sistematis dan teratur yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum bagi pemilik tersebut.

Bagi masyarakat dengan pendaftaran tanah berarti telah mendapat jaminan kepastian hukum dalam memiliki hak atas tanah sedangkan bagi negara adanya ketertiban dalam administrasi tentang pertanahan yang sangat membantu dalam mengarahkan rencana pembangunan yang berkesinambungan. ini semua dalam upaya mewujudkan suatu kesejahteraan di mana masyarakat dapat secara aman melaksanakan hak dan kewajiban yang diperoleh dan tanah.34

Pendaftaran tanah adalah tanggung jawab negara dan perlu untuk diatur masalah proses pendaftaran tanah tersebut dan perlu aturan yang menerangkan tentang tata cara yang berkaitan dengan pendaftaran tanah. Selanjutnya dikeluarkan peraturan pelaksananya.

Di dalam Pasal 9, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, obyek pendaftaran tanah meliputi:

33

A.P. Perlindungan,Op cit.,HaL 18 34

Bakhtiar Efendi,Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksananya, Alumni, Bandung, 1993, hal.7.


(57)

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;

b. Tanah hak pngeIo1aan; c. Tanah wakaf,

d. Hak milik atas satuan rumah susun; e. Hak tanggungan;

f. Tanah negara.

Bila UUPA merupakan aturan yang mengatur tentang pendaftaran tanah merupakan tanggung jawab pemerintah dan lebih menitik beratkan peran pemerintah, akan tetapi dalam PP No. 24 Tahun 1997 merupakan suatu pengaturan pendaftaran tanah yang menitikberatkan Pada kewajiban masyarakat untuk mendaftarkan tanah yang dikuasainya dengan segala hak-haknya.

2. Tujuan Pendaftaran Tanah

Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk mewujudkan suatu kepastian ukuran (recht zeekerheld). Dengan pendaftaran tanah maka akan didapatkan suatu kepastian hak atas tanah yang dimiliki tersebut. Dengan demikian status kepemilikan atas tanah tersebut menjadi jelas, sempurna dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain, Jika ada sengketa di kemudian hari, maka yang paling menentukan berhasil tidaknya mempertahankan hak tersebut adalah melalui bukti pendaftaran tanah yang disebut sertifikat.

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, tujuan dan pendaftaran tanah adalah untuk memudahkan pemerintah untuk memungut pajak (fiscal kadaster). Dengan adanya masyarakat yang mendaftarkan tanahnya, maka negara mendapat kompensasi dan pendaftaran tanah tersebut yang berupa pajak, Kegiatan ini berlaku


(1)

jelasnya batas-batas tanah karena dalam sertifikat hanya disebut luasnya saja serta munculnya nama pemilik lama atas objek yang sudah terjadi peralihan hak. 3. Upaya yang dapat dilakukan atas permasalahan yang timbul setelah sertifikasi

hak atas tanah adalah melakukan pendataan dan pengukuran ulang atas tanah-tanah yang bermasalah, membatalkan sertifikat baru yang menyebabkan terjadi sertifikat ganda, mengalihkan hak atas tanah kepada yang berhak dengan cara melakukan pelepasan hak, mengajukan penetapan pengadilan atas sengketa kepemilikan oleh bahli waris. Serta menempuh jalur penyelesaian secara musyawarah bila terjadi sengketa berkaitan dengan sertifikat kepemilikan hak atas tanah.

B. Saran

1. Diharapkan kepada pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional untuk mengevaluasi kembali atas pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah dikawasan bencana tsunami, karena mengingat masih ada sebagian masyarakat belum mendapat jaminan perlindungan atas hak mereka terutama kepastian akan kepemilikan bidang-bidang tanah, dimana masih ada sengketa kepemilikan berkaitan dengan sebagian sertifikat yang dikeluarkan oleh Tim Ajudikasi. 2. Disarankan Badan Pertanahan Nasional agar dalam melakukan sertifikasi hak

atas tanah khususnya di kawasan bencana alam, agar lebih teliti karena banyak permasalahan yang dihadapi dilapangan, baik kondisi alam maupun kondisi yuridis yang sangat kompleks, untuk meminimalisir terjadinya permasalahan


(2)

dikemudian hari.

3. Kepada masyarakat diharapkan bilamana, terjadi permasalahan berkaitan masalah pertanahan agar dapat diselesaikan secara baik melalui jalur hukum ataupun secara musyawarah, dan selalu menghindari terjadinya konflik, dan harus selalu menghargai hak-hak keperdataan yang dimiliki orang lain.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku- buku

Abdurrahman,Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria,Alumni, Bandung, 1983. Asri, Benyamin, et, al, Tanya Jawab Pokok-pokok Hukum Perdata dan Hukum

Agraria, Armico, Bandung, 1987.

Asmawati, Faktor-faktor Penghambat Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Daerah Tingkat II Batang Hari (Tesis), PPS-USU, Medan, 1996.

A. Weng, Henry Lie,Hukum Perdata (Diktat), Senat Fakultas Hukurn USU, Medan, 1970.

Bruggink, J.J.H.,Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Chomzah, Ali Achmad, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid II, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2004.

Dalimunthe, Chadijah, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, USU Press, Medan, 1998.

Effendi, Bakhtiar, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksananya, Alumni, Bandung, 1993.

Gautama, Sudargo,Tafsir Undang-undang Pokok Agraria,Alumni, Bandung, 1986. Harsono, Boedi,Hukum Agraria Indonesia ( Himpunan Peraturan-peraturan Hukum

Tanah), Djambatan, Jakarta, 2002.

---, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,Djambatan, Jakarta, 2000.

Harahap, Sofyan Syafri,Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian Komprehensif, Pustaka Quantum, Jakarta, 1998.

Hadi, Muhammad, Perlindungan Hukum Terhadap Tanah-Tanah Yang Pemilik dan Ahli Warisnya Tidak Diketahui Akibat Bencana Tsunami (Tesis), Pasca Sarjana Fakultas Hukum Unsyiah, 2008.


(4)

Koesnoe, Moh.,Hukum Adat sebagai Suatu Model,Mandar Maju, Bandung, 1992. Lubis, M. Solly, Politik Hukum di Era Reformasi, Mandar Maju, Bandung,

2000.

---, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994 Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar

Maju, Bandung, 2008.

---, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Hukum Agraria, USU, Medan , 2006

---, Beberapa Dimensi Filsofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003.

Mahadi,Uraian Singkat Tentang Hukum Adat,Alumni, Bandung, 1991.

Maria Sumardjono, S.W., Kebijakan Pertanahan (Antara Regulasi dan Implementasi),Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005.

Nazir, M., Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Bencana Tsunami (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh),Tesis, Pasca Sarjana Fakultas Hukum Unsyiah, 2006.

Parlindungan, A.P, Berakhirnya Hak-hak atas Tanah Menurut Sistem Undang-undang Pokok Agraria,Mandar Maju, Bandung, 1990.

,Pendaftaran Tanah di Indonesia,Mandar Maju, Bandung, 1990,

---, Komentar atas Undang-undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1993.

Praptodihardjo, Singgih,Sendi-sendi Hukum Tanah dimasa Depan, Pustaka Sardjana, Jakarta, tt.

Qauglass, Whalan J.,The Torrens System in Australia, Sydney, Melbourne- Brishana, Perth, 1982.

Rasyidi, Lili, Filsafat Hukum ( Apakah Hukum itu ?), Remadja Rosdakarya, Bandung, Cet-VI, 1993.


(5)

Selayan, Abdul Wahid,Hukum Perdata,Bintang, Medan, 1990.

Sidharta, Arief, UUPA dan Hukum Agraria dan Hukum Tanah dun Beberapa Masalah Hukum Agraria, Hukurn Tanah,Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1994. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Sutiknjo, Imam, Politik Hukum Agraria, Hubungan Manusia dengan Tanah Berdasarkan Pancasila,Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1983. Sudiyat, Iman,Hukum Adat, Sketsa Asas,Liberty, Yogyakarta, 1981.

Sarjita,Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan,Tugu Jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005.

Sarwono, Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006.

Soebekti, R,Hukum Pembuktian,Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.

Sitorus, Oloan dan Balan Sebayang, Sejumlah Masalah Hukum Agraria (Bagian l), Dasa Media Utama, Jakarta, 1994.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Norman" Rajawali Press, Jakarta, 1995.

Soekanto, Soerjono, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Alumni, Bandung, 1983.

---,Pengantar Penelitian Hukum,UI- Press, Jakarta, 1986. Soepomo. R, Bab-Bab Tentang Hukum Adat,Pradnya Paramita, Jakarta, 1996. Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 1998.

Waluyadi, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif, Djambatan, Jakarta, 2001

Wignyosoebroto, Soetandyo, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, Pustaka Karya, Jakarta, 1985.


(6)

Z. Abidin, Hasanududdin, et al., “Rekonstruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami: Beberapa Aspek dan Permasalahannya”, Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Vol. 1, No.2 (Desember 2005)

B. Peraturan Perundangan Undang-undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nornor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentangPendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nornor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Alas Badan Pertanahan Nasional.

Peraturan Menteri Negara Agarariai Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nornor 9 Tahun 1999 tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Alas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 114-11- 2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Terkena Bencana Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam Yang Menjadi Obyek Kegiatan Pemulihan Hak Atas Tanah dan Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh, tanggal 21 Juni 2005.