ANALISA KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERGESERAN PEREKONOMIAN KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

ANALISA KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERGESERAN PEREKONOMIAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh Anda Laksmana

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis pembangunan wilayah di Kota Bandar Lampung dan (2) menganalisis pergeseran sektor perekonomian di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandar Lampung. Data yang digunakan penelitan ini adalah data sekunder. Untuk menjawab tujuan pertama digunakan analisa perkembangan wilayah dengan metode komparasi dan proporsi. Tujuan kedua dijawab degan menggunakan analisa shift share, location quetiont, dan efek pengganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perkembangan pembangunan wilayah di Kota Bandar Lampung yang meliputi aspek ruang, ekonomi, dan sosial termasuk kedalam kategori berkembang ditunjukkan dengan nilai komparasi dan proporsinya yang bernilai di atas 1, dan (2) perekonomian di Kota Bandar Lampung telah bergeser ke arah sektor sekunder dan tersier dalam pembentukan PDRB wilayahnya. Sektor primer (pertanian) tergolong sektor dengan perkembangan yang lamban. Hal tersebut terbukti dengan nilai Pertumbuhan Proporsional (PP), Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), dan Pergeseran Bersih (PB) yang memiliki indeks bernilai negatif dengan masing-masing nilai indeksnya adalah -0,181; -0,024; -0,205. Sedangkan sektor perekonomian yang berkembang pesat dan mempunyai daya saing adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dengan masin-masing nilai indeksnya adalah 1,052; 0,002; 1,504.


(2)

DEVELOPMENT PERFORMANCE AND ECONOMIC SHIFTING by

Anda Laksmana

This research is aimed at: (1)analyzing regional development in Bandar Lampung City, and (2) analyzing the shifting of economic sector in Bandar Lampung City. Data used are secondary data. The research employs comparation and proportion to analyze the regional growth in Bandar Lampung City. The shifting share, location quotiont, and the multiplier effect analyses are used to measure the shifting of the economic sector in Bandar Lampung City.

The research showed that: (1) the regional development in Bandar Lampung City consisting of physical aspects of space, economy, and social is included into a growing category. This is demonstrated by the comparative value and proportion value of more than 1, and (2) economy in Bandar Lampung City shifts towards secondary and tertiary sectors in the Gross Domestic Regional Product. The primary sector (agricultural sector) develops relatively slowly. The values of proportional growth, share of regional growth, and net shift are respectively -0.181; -0.024; and -0.205. Meanwhile, sectors growing rapidly and competitively are finance, leasing, and service companies with index values of 1.052; 0.002; 1,504 respectively.

Keyword : development, economic shifting, Bandar Lampung City, Gross Domestic Regional Product


(3)

(4)

(5)

(6)

Penulis dilahirkan di Kota Padangsidimpuan pada tanggal 19 Desember 1988. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara, pasangan Bapak Ilyas Dalimunthe dan Ibu Diah Purnamasari. Pendidikan penulis diawali di Taman Kanak-kanak Muhammdiyah Kota Padangsidimpuan diselesaikan pada tahun 1993, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 10 Kota Padangsidimpuan, diselesaikan pada tahun 2002; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Kota Padangsidimpuan yang diselesaikan pada tahun 2005; dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Padangsidimpuan yang diselesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Pada tahun 2010, penulis melakukan Praktek Umum (PU) dengan judul ” Manajemen Pengadaan Dan Distribusi Komoditas Tomat (Solanum Lycopersicum) Dan Brokoli (Brassica Oleracea) Pada Unit Usaha Otonom (Uuo) Agribisnis Hortikultura “ di Koperasi Mitra Tani Parahyangan, Kampung Padakati, Jalan Desa Tegallega Km. 16, Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur.


(7)

Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (Petani)”di Kampung Indra Putra Subing, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

Penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu sebagai Ketua Divisi Rencana dan Pengembangan (Renbang) Gumpalan FP Unila periode 2010–2011 dan dipercayakan lagi sebagai Wakil Ketua Umum Gumpalan FP Unila periode 2011–2012.


(8)

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, Sholawat dan Salam senantisa tercurah untukUswatun HasanahNabi Muhamad SAW, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISA KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERGESERAN PEREKONOMIAN BANDAR LAMPUNG”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada:

1. Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si., sebagai Pembimbing Pertama sekaligus yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, saran, dan arahan dari awal hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Umi Kalsum, M.S., sebagai Pembimbing Kedua yang telah banyak

memberikan bimbingan, nasihat, saran, dan arahan dari awal hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.Si, sebagai Dosen Penguji sekaligus Dekan Fakultas Pertanian yang telah banyak memberikan saran, dan kritikan yang membangun demi perbaikan kualitas skripsi ini.

4. Ir. Begem Viantimala, M.S, sebagai Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan dukungan dan nasehat sejak dari awal semester hingga sekarang.


(9)

6. Ayahku Ilyas Dalimunthe, B.Sc dan Ibuku Diah Purnamasari dan saudara-saudaraku terkasih, Mardiansah, Nana Arisman, Mbah Neng Nurliana, Bude Dewi, Pakde Tryas, dan Om Ipin atas limpahan kasih sayang, perhatian,do’a, dukungan dan bantuan yang telah diberikan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini.

7. Karyawan-karyawan di Jurusan Agribisnis, Mba Iin, Mba Ayi, Mas Bukhori, Mas Sukardi, Pak Margono, dan Mas Boim, atas semua bantuan yang telah diberikan. 8. Julfi Restu Amelia, S.T.P., M.Si. “Bunda Kesayangan-Ku”, kau-lah cita-cita dan

harapan-ku, yang telah memberido’a, semangat, motivasi, pengertian dan dorongan selama Penulis mengerjakan skripsi. Aku akan tetap berusaha,

berupaya, dan berjuang demi mimpi dan cita-cita Kita. Tunggu dan bersabarlah. “Selangkah lagi, bun...Selangkah lagi...”

9. Sahabat-sahabatku seperjuangan, Syueb (Ubung), Angga Andala, S.P., Nuryasin. S.P, Dedik S.P., Andri S.Hut., Joni Parulian (Ucok), S.P., yang selalu berbagi informasi kepada Penulis.

10. Sahabatku Agribisnis angkatan 08 yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa memberikan pengertian, dorongan, semangat, doa, dan

kebersamaan kita selama ini.“Kalian adalah kenangan yang indah tentang sebuah kebersamaan”

11. Kakak dan Adik Sosek 06, 08, 09, 10 yang telah memberikan saran, motivasi, bantuan, dan doa kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi.

12. Kepada Gumpalan FP Unila, tempat aku menimba ilmu yang tidak diajarkan selama perkuliahan dan merupakan rumah kedua Penulis. Bang Pay, Bang


(10)

memberikan motivasi kepada Penulis.“Fight ‘Till The End

13. Semua pihak yang telah membantu menyumbangkan Ilmu dan Informasi dalam bentuk data sekunder, jurnal, skripsi, buku dan media cetak dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, Penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT Penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, 22 Oktober 2014 Penulis,


(11)

Halaman

ABSTRAK... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

SANWACANA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian ... 6

C. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Konsep Kota ... 7

2. Aspek-Aspek Kota ... 10

3. Perkembangan Kota ... 12

4. Pembangunan Wilayah ... 15

5. Pembangunan Ekonomi ... 17

6. Pertumbuhan Ekonomi ... 18

7. Pertumbuhan Wilayah ... 20

8. Penggunaan Lahan ... 23

9. Penataan Ruang ... 25

10. Ruang Terbuka Hijau ... 28

11. Pertanian Kota ... 29

12. Visi Dan Misi Kota Bandar Lampung ... 31

B. Hasil Peneltian Terdahulu ... 37

C. Kerangka Pemikiran ... 42

III. METODE PENELITIAN... 43

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional... 43

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

C. Metode Pengumpulan Data... 48

D. Alat Analisa Data... 48

1. Analisa Tingkat Perkembangan Wilayah ... 48


(12)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 56

A. Kondisi Geografis dan Administrasi ... 56

B. Keadaan Penduduk... 58

C. Perekonomian Kota ... 59

D. Penataan Ruang ... 64

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 68

A. Perkembangan Wilayah ... 68

1. Aspek Fisik Ruang ... 68

2. Aspek Fisik Ekonomi ... 75

3. Aspek Fisik Sosial ... 77

B. Analisa Komponen Pertumbuhan Pendapatan Wilayah ... 86

1. Komponen Pertumbuhan Regional ... 89

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional ... 91

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah ... 96

4. Pergeseran Bersih ... 99

C. Analisa Basis Ekonomi Wilayah ... 106

D. Analisa Efek Pengganda Pendapatan Jangka Pendek ... 111

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 117

A. Kesimpulan ... 117

B. Saran ... 117 DAFTAR PUSTAKA


(13)

Halaman Tabel 1. Pembagian Wilayah Kota Bandar Lampung ... 2 Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung, 2005-2012 ... 4 Tabel 3. Nilai Standar Perbandingan Variabel Perkembangan

Wilayah ... 49 Tabel 4. Luas Wilayah Kecamatan di Kota Bandar Lampung, 2012... 57 Tabel 5. Keadaan Jumlah Penduduk, Luas dan Kepadatan

Penduduk ... 59 Tabel 6. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan

Usaha Kota Bandar Lampung, 2005–2012 (juta rupiah) ... 61 Tabel 7. Luas Panen dan Produksi Tanaman Sayuran di

Kota Bandar Lampung, 2008–2012 ... 63 Tabel 8. Penggunaan Lahan di Kota Bandar Lampung, 2010 ... 65 Tabel 9. Penggunaan Lahan di Kota Bandar Lampung,

2000-2010 ... 69 Tabel 10. Perubahan Lahan Pertanian di Kota Bandar Lampung,

2006-2012 ... 71 Tabel 11. Nilai Komparasi Aspek Fisik Ruang Kota

Bandar Lampung, 2000–2012 ... 73 Tabel 12. Jumlah Fasilitas Perekonomian di Kota Bandar Lampung,

2005–2012 ... 75 Tabel 13. Nilai Komparasi Perkembangan Wilayah Aspek Ekonomi

Kota Bandar Lampung, 2005–2012 ... 76 Tabel 14. Sarana Pendidikan di Kota Bandar Lampung, 2005–2012 ... 78 Tabel 15. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Menurut


(14)

Tabel 18. Perkembangan Pemeluk Beragama di

Kota Bandar Lampung, 2006–2010 ... 81 Tabel 19. Nilai Komparasi Perkembangan Wilayah Aspek Sosial

Kota Bandar Lampung, 2005–2012 ... 82 Tabel 20. Hasil Perhitungan Nilai Pembangunan di Wilayah

Kota Bandar Lampung ... 84 Tabel 21. Komponen Pertumbuhan PDRB Kota Bandar Lampung

Menurut Lapangan Usaha, 2005–2012 ... 87 Tabel 22. Komponen Pertumbuhan Regional (PR) Persektor

di Kota Bandar Lampung ... 89 Tabel 23. Komponen Pertumbuhan Regional (PR) Subsektor

Pertanian Kota Bandar Lampung ... 90 Tabel 24. Indeks dan Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

Pendapatan Sektor Ekonomi Kota Bandar Lampung ... 92 Tabel 25. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap PDRB

Kota Bandar Lampung, 2005–2008 ... 93 Tabel 26. Perkembangan Produksi Sektor Perikanan

Kota Bandar Lampung, 2008–2012 ... 95 Tabel 27. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Komoditas

Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, 2008–2012 ... 96 Tabel 28. Indeks, Kriteria, dan Nilai Komponen PPW Pendapatan

Sektor Ekonomi Kota Bandar Lampung ... 97 Tabel 29. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan di

Kota Bandar Lampung, 2008–2012 ... 99 Tabel 30. Indeks, Kriteria, dan Nilai Komponen Pergeseran Bersih (PB)

Sektor Ekonomi di Kota Bandar Lampung, 2005–2012 ... 100 Tabel 31. Produksi Ikan Laut Basah dan Ikan Air Tawar

di Kota Bandar Lampung ... 103 Tabel 32. Indeks LQ Sektor dan Subsektor Ekonomi


(15)

Tabel 34. Koefisien Pengganda Pendapatan Jangka Pendek (MS)

Di Kota Bandar Lampung, 2005–2012 ... 112 Tabel 35. Kombinasi Analisa LQ,Shift Share, ISR, dan MS


(16)

Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pembangunan Wilayah

di Kota Bandar Lampung ... 42 Gambar 2. Peta Administrasi Kota Bandar Lampung ... 58 Gambar 3. Diagram Lingkaran Komponen PR, PP, dan PPW... 87

Gambar 4. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi


(17)

Halaman Lampiran 1. Jumlah Aspek Fisik Ekonomi dan Aspek

Fisik Sosial Kota Bandar Lampung, 2005–2012 ... 125 Lampiran 2. Tabel Perhitungan Variabel Perkembangan

Wilayah Aspek Fisik Ruang, Fisik Ekonomi

dan Fisik Sosial ... 126 Lampiran 3. Produk Domestik Regional Bruto Kota

Bandar Lampung menurut Lapangan Usaha Atas

Dasar Harga Konstan, 2005–2012 (Juta Rupiah) ... 129

Lampiran 4. Produk Domestik Regional Provinsi Lampung

Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan,

2005–2011 (Juta Rupiah) ... 130 Lampiran 5. Indeks Pertumbuhan PDRB Kota Bandar Lampung

Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan

2000, 2005–2012 ... 131 Lampiran 6. Diagram Batang Indeks Pertumbuhan PDRB

Kota Bandar Lampung, 2005–2012 ... 131 Lampiran 7. Indeks Pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung

Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga

Konstan 2000, 2005–2012 ... 132 Lampiran 8. Diagram Batang Indeks Pertumbuhan PDRB

Provinsi Lampung, 2005–2012 ... 132 Lampiran 9. Pertumbuhan Regional (PR) Kota Bandar Lampung ... 133 Lampiran 10. Diagram Batang Pertumbuhan Regional (PR)

Kota Bandar Lampung ... 133 Lampiran 11. Indeks Pertumbuhan Proporsional (PP)

Kota Bandar Lampung ... 134 Lampiran 12. Diagram Batang Pertumbuhan Proporsional (PP)


(18)

Lampiran 14. Diagram Batang Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

Kota Bandar Lampung ... 135 Lampiran 15. Location QuotiontKota Bandar Lampung, 2005–2012 ... 136 Lampiran 16. Diagram Batang LQ PDRB Kota Bandar Lampung,

2005–2012 ... 136 Lampiran 17. Nilai Indeks Surplus Relatif (ISR) Kota Bandar Lampung,

2005–2012 ... 137 Lampiran 18. Nilai Surplus Absolut (NSA) Kota Bandar Lampung,

2005–2012 (juta rupiah) ... 137 Lampiran 19. Nilai Komponen PR, PP, PPW, dan PB

Kota Bandar Lampung (juta rupiah) ... 138 Lampiran 20. Nilai Indeks Komponen PR, PP, PPW, dan PB

Kota Bandar Lampung ... 139 Lampiran 21. Kombinasi Nilai Komponen Analisa

Shift Share, LQ, ISR, NSA, dan MSA


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan,

pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling menguntungkan, disamping ketersediaan lahan yang tetap dan terbatas. Pertambahan penduduk di pusat kota, dan tuntutan kehidupan baik aspek sosial, politik, budaya pada akhirnya akan membutuhkan fasilitas dan utilitas, seperti pemukiman, pendidikan, kesehatan dan rekreasi, yang semuanya membutuhkan lahan untuk keberlangsungan (Koestoer, 2001).

Pesatnya pertumbuhan perkotaan dapat dilihat dari segi fisik, yang ditandai dengan perluasan wilayah terbangun dan pertumbuhan ekonomi sektor

sekunder dan tersier yang pesat dan mempunyai nilai tambah tinggi dibanding sektor primer (Koestoer, 2001), dengan demikian agar pertumbuhan

perkotaan dan perekonomian untuk sektor sekunder dan tersier dapat tumbuh berkembang dengan cepat diperlukan perencanaan struktur ruang wilayah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kota di masa yang akan datang, maka wilayah Kota Bandar Lampung melakukan pengelolaan kawasannya.


(20)

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan, maka Pemerintah Kota Bandar Lampung menciptakan struktur ruang yang efektif dan efisien dilakukan pembagian wilayah di perkotaan. Bagian wilayah kota ini mempunyai satu kesatuan fungsi yang memainkan peran dan fungsi tertentu. Pembagian wilayah Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pembagian Wilayah Kota Bandar Lampung Bagian

Wilayah Kota Kecamatan Fungsi

A Tanjung Karang Pusat dan Enggal

Pusat pelayanan dan perdagangan barang dan jasa

B

Kedaton, Labuhan Ratu, dan Rajabasa

Pusat pendidikan dan budaya, simpul transportasi darat, perdagangan dan jasa, serta permukiman perkotaan

C

Sukarame, Way Halim, dan Tanjung Senang

Pendukung pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan jasa, permukiman, industri, dan hutan kota

D

Tanjung Karang Timur, Kedamaian, dan Sukabumi

Kawasan industri dan pergudangan, perdagangan, permukiman, dan pendidikan

E

Teluk Betung Selatan, Bumi Waras, dan Panjang

Kawasan pelabuhan, pergudangan, industri, perdagangan, dan

pengembangan kawasan pesisir F

Kemiling, Langkapura, dan Tanjung Karang Barat

Kawasan pendidikan, wisata alam, kawasan lindung dan konservasi, dan pusat olah raga

G

Teluk Betung Utara, Teluk Betung Barat, dan Teluk Betung Timur

Pusat pemerintahan, wisata ekologi dan pantai, pendidikan, industri,

perdagangan dan jasa, pusat pengolahan sampah, kawasan pelabuhan perikanan Sumber : Bappeda Kota Bandar Lampung, 2012

Bagian Wilayah Kota, yang selanjutnya disebut BWK adalah satuan zonasi pada kawasan perkotaan yang dikelompokkan sesuai dengan kesamaan fungsi. Bagian Wilayah Kota ini bertujuan untuk menghindari terjadinya disparitas atau kesenjangan yang berakhir pada menurunnya pertumbuhan


(21)

ekonomi wilayah pada suatu wilayah kota. Oleh sebab itu, BWK ini

menggambarkan suatu kawasan yang mempunyai satu kesatuan fungsi yang memainkan peran dan fungsi masing-masing. Adapun alasan dalam

pembagian ruang tersebut antara lain :

a) Fungsi dan dominasi kegiatan di beberapa kawasan kota b) Kesamaan peruntukan lahan

c) Kesamaan kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan d) Ukuran geometris/ luas kawasan

e) Batasan fisik dan administrasi yang ada

f) Keterbatasan kemampuan jangkauan pelayanan g) Struktur ruang

Pembagian wilayah tersebut membawa konsekuensi terhadap penyediaan jumlah infrastruktur/prasarana, fasilitas sosial dan fasilitas umum, serta pengaturan tata guna lahan yang menunjang pengembangan daerah perkotaan. Menurut Freeman (1974) dalam Koestoer (2001), struktur perkotaan

memiliki beberapa kecirian yang meliputi : penyediaan fasilitas untuk seluruh masyarakat, penyedia jasa (tenaga), penyedia jasa profesional (bank,

kesehatan dan lain-lain).

Menurut Adisasmita (2006), permintaan terhadap pelayanan prasarana dan sarana yang dibutuhkan di wilayah perkotaan pada umumnya dirasakan jauh lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan prasarana dan sarana yang telah dibangun sedangkan perkembangan wilayah perkotaan berlangsung dan semakin pesat. Hal tersebut menurut Sjafrizal (2012), perkembangan sebuah


(22)

wilayah berkaitan dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di

wilayah tersebut. Sehingga dampak dari pertambahan penduduk berpengaruh terhadap aspek kehidupan perkotaan, diantaranya peningkatan sarana dan prasarana perkotaan.

Pertambahan penduduk juga akan membentuk struktur perekonomian

wilayah, perkembangan perekonomian wilayah tersebut yang akan menuntut ketersediaan pelayanan infrastruktur baik sarana/ prasarana wilayah.

Perubahan jumlah penduduk di Kota Bandar Lampung mengalami fluktuasi dalam 8 (delapan) tahun terakhir dari tahun 2005–2012.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung, 2005–2012

Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Pertumbuhan Penduduk (%)

2005 809.860

2006 844.608 4,29

2007 812.133 (3,84)

2008 822.880 1,32

2009 833.517 1,29

2010 881.801 5,79

2011 891.374 1,08

2012 902.885 1,29

Sumber : BPS Kota Bandar Lampung, 2013

Tabel 2, menunjukkan bahwa persentase pertumbuhan penduduk mengalami perubahan yang cukup fluktuatif. Pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan terjadi dari tahun 2009–2010. Hal tersebut kemungkinan

disebabkan adanya faktor migrasi penduduk ke wilayah perkotaan. Menurut Koestoer (2001), migrasi pada umumnya terjadi dikarenakan adanya


(23)

perkembangan di sektor pendidikan dan perekonomian terutama perdagangan dan jasa.

Pertambahan penduduk di perkotaan akan mempengaruhi dan membentuk perekonomian di wilayah tersebut. Menurut Nugroho dan Dahuri (2004), pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang memusat di wilayah perkotaan menuntut ruang yang lebih luas untuk berbagai aktivitas ekonomi dan pemukiman. Pertumbuhan jumlah penduduk harus diimbangi dengan upaya pembangunan ekonomi daerah yang bertujuan untuk menciptakan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat.

Menurut Susanti (1995), pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah digunakan untuk menghitung Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Regional (PDRB). Apabila secara berkala pertumbuhan PDRB menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun berarti adanya peningkatan perekonomian dan sebaliknya.

Secara umum tujuan dari pengembangan wilayah adalah untuk meningkatkan efisiensi/ optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang ada dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan wilayah dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan sesuai dengan kebijakan yang diberlakukan. Sama halnya dengan Kota Bandar Lampung dalam


(24)

mengembangkan wilayahnya yang memperhatikan beberapa aspek-aspek pembangunan antara lain, aspek fisik, aspek sosial dan aspek ekonomi, selain itu sektor-sektor perekonomian yang mampu berperan sebagai motor

penggerak perekonomian wilayah perkotaan harus diidentifikasi dalam rangka pembangunan ekonomi daerah.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis kinerja pembangunan wilayah di Kota Bandar Lampung. 2. Menganalisis pergeseran sektor perekonomian Kota Bandar Lampung.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna:

1. Sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh pemerintah Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan pengelolaan pembangunan wilayah perkotaan.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan sektor–sektor perekonomian Kota Bandar Lampung.

3. Sebagai informasi dan perbandingan bagi penelitian sejenis atau penelitian lebih lanjut.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Pustaka

1. Konsep Kota

Kota (city) adalah wilayah perkotaan yang telah mempunyai status

administrasi sebagai sebuah kota, baik kota kecil, kotamadya maupun kota metropolitan. Selanjutnya, Adisasmita (2006) juga menyatakan bahwa pada umumnya kota diartikan sebagai suatu wilayah dimana terdapat pemusatan (konsentrasi) penduduk dengan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan administrasi pemerintahan.

Secara lebih rinci dapat digambarkan bahwa suatu kota meliputi konsentrasi daerah pemukiman berpenduduk cukup besar dan dengan kepadatan yang relatif tinggi dimana kegiatan penduduk didominasi oleh kegiatan

nonpertanian, seperti industri, perdagangan dan jasa, baik di bidang

keuangan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan pariwisata. Pembangunan ruang perkotaan bertujuan untuk: (1) memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat berusaha dan tempat tinggal, baik dalam kualitas maupun kuantitas dan (2) memenuhi kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman, damai, tenteram, dan sejahtera.


(26)

Pembangunan kota harus diupayakan untuk lebih meningkatkan produktifitas yang dapat mendorong sektor-sektor perekonomian, akan tetapi

pengembangannya perlu memperhatikan ketersediaan sumberdaya, agar pemanfaatan sumberdaya untuk pelayanan sarana dan prasarana kota lebih efisien. Pembangunan perkotaan dilaksanakan dengan mengacu pada pengembangan investasi yang berwawasan lingkungan, sehingga tidak membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan tidak merusak kekayaan budaya daerah. Hal tersebut juga diperlukan agar tercipta keadilan yang tercermin pada pemerataan kemudahan dalam memperoleh penghidupan perkotaan, baik dari segi prasarana dan sarana maupun dari lapangan pekerjaan.

Di dalam (UU No. 26 Tahun 2007) disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Perkotaan adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial, yang dijabarkan dalam 10 kriteria yang lebih spesifik untuk

merumuskan kota. Menurut Restina (2009) 10 kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

a) ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat, b) bersifat permanen,


(27)

d) struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan jalur jalan dan ruang perkotaan yang nyata,

e) tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja,

f) fungsi perkotaan minimum meliputi pasar, pusat administrasi atau pemerintahan, pusat militer, pusat keagamaan, atau pusat aktivitas intelektual,

g) heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarki pada masyarakat, h) pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian

ditepi kota dan memeroses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas,

i) pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat, j) dan pusat penyebaran.

Pengorganisasian sebuah pemukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota, bukan dari segi ciri-ciri morfologis tertentu atau kumpulan ciri-cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang yang efektif. Lima paradigma baru yang menyebabkan perubahan dan perkembangan pola pikir dalam perencanaan wilayah dan kota, yaitu : perekonomian global, orientasi pembangunan, kemitraan pemerintah dan masyarakat, perkembangan sistem dan teknologi informasi dan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Sutarjo, 1998).

Kota yang berkelanjutan adalah kota yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan global dan mampu mempertahankan vitalitas budaya serta


(28)

keserasian lingkungan. Konsep kota yang berkelanjutan merupakan suatu konsep global yang kuat yang diekspresikan dan diaktualisasikan secara lokal. Pendekatan dalam penataan kota yang dilakukan dewasa ini banyak menyimpang dan meninggalkan aspek kesejahteraan dan pelestarian. Hal tersebut banyak terjadi di beberapa kota di dunia, dimana latar belakang dari sejarah besar (Antariksa, 2004). Pembangunan dan penataan kota menjadi bagian dari modernisasi perkotaan tanpa memperhitungkan aspek kultur masyarakat.

2. Aspek-aspek kota

Aspek-aspek kota terdiri dari aspek fisik, aspek sosial, dan aspek ekonomi serta transportasi, Widyaningsih (2001) dalam Widyastuti (2002).

a. Aspek Fisik

Aspek Fisik meliputi pola tata guna tanah yaitu penataan atau pengaturan penggunaan tanah, dan ruang yang merupakan sumber daya alam. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang terencana atau tidak. Dalam tata ruang terdapat penataan ruang yaitu proses penataan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dengan elemen-elemen

pembentuk meliputi penggunaan dan rencana penggunaan lahan, kebutuhan dan keinginan individu, sarana dan prasarana transportasi, tipe dan fungsi bangunan, kegiatan individu atau kelompok yang rutin, kependudukan, potensi fisik serta persepsi dan perilaku.

Menurut Branch (1995) dalam Widyastuti (2002) menyebutkan bahwa terdapat empat komponen utama kota yaitu kompleks bisnis utama, industri


(29)

manufaktur dan ikutannya, pemukiman dengan fasilitas pelayanannya serta tanah terbuka. Secara fisik, kota dikembangkan pada sistem ruang antara lain (1) sistem pusat kota, yaitu lingkungan kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan utama atau kutub pertumbuhan. (2) sistem ruang kota yang dikembangkan untuk kegiatan produksi, yaitu untuk industri dan pertanian termasuk wilayah cadangan dan (3) sistem ruang kota yang dikembangkan sebagai wilayah pemukiman ideal.

b. Aspek Sosial

Aspek sosial menyangkut masalah kependudukan yang terkait dengan kota antara lain adalah masalah perkembangan, migrasi, ak tiri tas ekonomi, tenaga kerja dan beban ketergantungan. Dalam perencanaan penduduk dapat menjadi indikator perkembangan kota, yang salah satu aspeknya adalah pergerakannya. Aspek-aspek yang menyangkut sumber daya manusia terdiri atas keadaan penduduk (jumlah, sebaran, struktur, pendidikan), proses penduduk (alamiah dan buatan) dan lingkungan sosialnya (pola kontrol, kegiatan dan konstruksi).

c. Aspek Ekonomi

Fungsi dasar kota menurut Branch (1995) dalam Widyastuti (2002) adalah untuk menghasilkan penghasilan yang cukup melalui produksi barang dan jasa. Ekonomi perkotaan dapat ditinjau dari tiga bagian yaitu (1) ekonomi pemerintah meliputi pelaksanaan pemerintahan kota, (2) ekonomi swasta terdiri atas berbagai macam kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta, (3) ekonomi khusus terdiri atas bermacam-macam organisasi nir laba.


(30)

Ekonomi yang mendasari kota juga tercermin pada fasilitas dan bentuk fisiknya.

Menurut Koestoer (2001) dinamika ekonomi kota dapat ditandai oleh penyebaran sektor sektor ekonomi kota, penyebaran pasar, nilai tanah serta pergeseran penggunaan tanah. Pembangunan yang dilaksanakan selama ini ditekankan pada pembangunan ekonomi. Dominasi kegiatan sektoral akan mempengaruhi secara fisik perkembangan fisik kota terutama menyangkut aspek tata guna tanah dan aksesibilitas dalam segi transportasi. Dominasi kegiatan tersebut merupakan penentu arah pengembangan fungsi kegiatan kota.

3. Perkembangan Kota

Perkembangan kota dapat diartikan perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya maupun perubahan fisik. Dinamika perkembangan kota dapat ditinjau dari peningkatan aktilitas kegiatan sosial ekonomi dan pergerakan arus mobilitas penduduk, yang pada akhirnya menuntut kebutuhan ruang bagi pemukiman (Koestoer, 2001).

Perkembangan kota akan sangat dipengaruhi oleh pertambahan penduduk dan aktifitas perekonomian yang ada di dalamnya serta perkembangan

penggunaan lahan. Terjadinya perubahan pada aspek fisik dan non fisik dalam tata ruang perkotaan karena adanya dukungan dari faktor eksternal dan internal. Sebagai faktor eksternal adalah lokasi alam dan letak dari kota


(31)

dengan sekitarnya, sedangkan faktor internal adalah kependudukan,

pelayanan sosial ekonomi dan kemampuan mengelola pembangunan dalam menciptakan suatu iklim yang dapat merangsang pertumbuhan.

Richardson (1978) dalam Sjafrizal (2012) menyebutkan bahwa konsentrasi spasial yang diakibatkan adanya keuntungan ekonomi eksternal seperti keuntungan lokasional, keuntungan aglomerasi atau urbanisasi, juga

merupakan faktor penting yang menentukan perkembangan dan pertumbuhan kota. Perkembangan perkotaan merupakan gabungan bekerjanya faktor-faktor struktural pada tingkat internasional maupun nasional/ regional serta faktor sosial demografi. Disebutkan pula, Sukirno (1976) dalam Sjafrizal (2012) bahwa urbanisasi dan pembangunan ekonomi merupakan faktor penting dalam menciptakan perkembangan kota. Untuk menentukan laju pembangunan suatu kota digunakan ukuran laju perkembangan penduduknya.

Menurut Branch (1985) dalam Widyastuti (2002) terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi perkembangan kota yaitu keadaan geografis, tapak (site), fungsi kota, sejarah dan kebudayaan kota, serta tahapan perkembangan kota. Keadaan geografis dan tapak kota mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota dikemudian hari. Fungsi kota akan menunjukkan keberadaannya, sedangkan sejarah dan kebudayaan kota akan mempengaruhi karakter dan sifat

masyarakat kota. Tahapan perkembangan kota berkaitan erat dengan tingkat ekonomi, sosial, kelembagaan dan penguasaan teknologi pada waktu tertentu didalam proses evolusinya. Pertumbuhan kota dimulai dari sebuah pusat, yang dalam periode selanjutnya dipengaruhi oleh berfungsinya jalan raya,


(32)

rute-rute transportasi. Pada akhirnya perkembangan atau pemekaran kota ditentukan oleh adaptasi manusia terhadap harga tanah berdasarkan tatagunanya.

Menurut Sjafrizal (2012), perkembangan kota pada umumnya digerakkan oleh pengaruh dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Pengaruh dari dalam berupa rencana pengembangan dari para perencana kota, desakan warga kota dari luar berupa berbagai daya tarik bagi daerah belakang kota. Apabila kedua pengaruh itu bekerja bersama-sama maka pemekaran kota akan terjadi lebih cepat. Terdapat tiga faktor utama yang menentukan perkembangan dan pertumbuhan kota yaitu manusia, kegiatan manusia, pola pergerakan antara pusat kegiatan manusia yang satu dengan pusat kegiatan manusia lainnya. Faktor manusia menyangkut segi-segi perkembangan tempat kerja, status sosial dan perkembangan kemampuan dan teknologi. Faktor kegiatan manusia menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang lebih luas. Faktor pola pergerakan adalah sebagai aktifitas dari

perkembangan yang disebabkan oleh kedua faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi kegiatan yang akan memacu pola perkembangan antara pusat-pusat kegiatan.

Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan dan suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda (Yunus, 1978) dalam Widyastuti (2002). Proses perubahan tersebut menyangkut pembahan secara alami maupun perubahan secara artifisial dimana campur


(33)

tangan manusia mengatur arah perubahan tersebut. Perkembangan perkotaan mempunyai titik berat dalam hal perubahan keadaan dari periode waktu yang lain. Tinjauan perkembangan perkotaan meliputi berbagai macam aspek kehidupan perkotaan seperti kehidupan sosial, ekonomi dan budaya.

Perubahan secara spesifik ditandai dengan perubahan fungsi kota yang diikuti dengan perubahan fisik sebagai dampak dari perkembangan aktifitas

masyarakat secara keseluruhan (aklifitas ekonomi masyarakat kota).

4. Pembangunan Wilayah

Rustiadi dkk (2009), mendefenisikan pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang terencana (terorganisasi) ke arah tersedianya alternatif-alternatif/pilihan-pilihan yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup yang paling manusiawi sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam masyarakat, dengan demikian maka pembangunan sebagai suatu upaya perubahan untuk mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (1999), menyatakan bahwa pembangunan sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan

memperhitungkan kemampuan sumberdaya, informasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memerhatikan perkembangan global. Selanjutnya Bappenas mengungkapkan bahwa pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui


(34)

otonomi daerah, pengaturan sumberdaya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdayaguna dalam penyelenggaraan pemerintahan dan layanan masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata dan berkeadilan.

Pengembangan mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan atau proses meningkatkan. Pengembangan berarti melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan. Pengembangan ekonomi masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat di suatu kawasan telah memiliki kapasitas tetapi perlu ditingkatkan lagi. Pengertian pengembangan dengan pembangunan umumnya sama dan dapat dipertukarkan. Secara hakiki kedua istilah katadevelopment(Rustiadi dkk, 2009).

Pembangunan wilayah, baik perkotaan maupun perdesaan merupakan pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat

pemerintahan daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab jika ditinjau dari segi pemerintahan. Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek yaitu bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif terbelakang dan lebih memperbaiki serta meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan sendiri dan pelaksanaan program serta proyek secara efektif. Pembangunan


(35)

wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, spasial, serta pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor

pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi dkk,2009).

5. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian sebagai berikut :

a. Menurut Suryana (2000) pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. b. Todaro (1999) dalam Kurniawan (2010) mengartikan pembangunan

sebagai proses multidimensional yang menyangkut perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak.

c. Pembangunan ekonomi menurut Irawan dan Suparmoko (2002) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil.

d. Meir (1960) dalam Adisasmita (2005) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang.

e. Sukirno (1985) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu wilayah


(36)

meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan

pendapatan perkapita yang terus menerus serta berlangsung dalam jangka panjang.

f. Menurut Suryana (2000) pembanguna ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis ataugradual, akan tetapi merupakan perubahan yang terjadi secara spontan dan tidak terputus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan sektor perekonomian terutama pada sektor industri dan perdagangan.

Secara garis besar dari semua definisi tersebut, maka pembangunan ekonomi sangat berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah dan nilai produksi barang dan jasa yang diciptakan oleh suatu perekonomian pada masa satu tahun merupakan pendapatan nasional. Sehingga, pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat perkembangan kesejahteraan penduduk suatu daerah.

6. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka


(37)

panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut, sehingga terjadi proses-proses pertumbuhan (Boediono, 1999).

Menurut Kuznets (1966) dalam Jhingan (2002) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang ekonomi bagi penduduknya yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuain kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkan.

Menurut Arsyad (1999) pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor penting yaitu:

a. Akumulasi Modal

Akumulasi modal adalah semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia. Bagian dari pendapatan yang ditabung sekarang kemudian diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal tersebut akan menambah sumberdaya baru dan meningkatkan

sumberdaya sebelumnya. b. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerj yang dianggap sebagai faktor positif dalam

merangsang pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, kemampuan

merangsang pertumbuhan ekonomi bergantung pada kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan mempekerjakan tenaga kerja yang ada secara produktif.


(38)

c. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh adanya metode baru atau metode lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional.

Menurut Kuznets (1966) dalam Todaro (2000) mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi sebagai berikut : a. Tingkat pertambahan output perkapita dan pertambahan penduduk. b. Tingkat kenaikan total produktivitas faktor, terutama produktivitas

tenaga kerja.

c. Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi. d. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.

e. Kecenderungan daerah yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk berusaha menambah bagian-bagian daerah lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku.

f. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi.

7. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, berupa kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut (Tarigan, 2009). Perhitungan pendapatan wilayah mulanya dibuat dalam harga berlaku. Namun, pertambahan pendapatan dilihat dari kurun waktu ke kurun berikutnya dan dinyatakan dalam nilai riil atau nilai dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas


(39)

jasa faktor-faktor produksi seperti tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi yang mengukur secara kasar terhadap kemakmuran daerah tersebut.

Kemakmuran wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjaditransfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.

Menurut Suryana (2000) terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi wilayah (daerah) sebagai berikut:

a. Teori Pertumbuhan Klasik

Adam Smith adalah orang pertama yang membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis. Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan yang seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi yang terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith, sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi yang membawa dalam keadaan

full employmentdan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stationer. Sementara peranan pemerintah adalah menjamin keamanan dan ketertiban serta memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. John Maynard Keynes mengoreksi

pandangan Smith dengan mengatakan bahwa untuk menjamin

pertumbuhan yang stabil, pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal, moneter dan pengawasan langsung.

b. Teori Pertumbuhan Neo Klasik

Teori pertumbuhan neo klasik dikembangkan oleh Swan (1956) dan Solow (1970) dalam Suryana (2000). Menurut teori ini tingkat


(40)

pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu akumulasi modal,

bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teori neo klasik sebagai penerus dari teori klasik yang menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar persaingan sempurna. Perekonomian bisa tumbuh maksimal dalam keadaan pasar persaingan sempurna. Teori neo klasik juga menunjukkan bahwa terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steay growth) diperlukan tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali di wilayah tersebut.

c. Teori Harrod-Domar Dalam Sistem Regional

Teori ini dikembangkan hampir secara bersamaan oleh Harrod (1948) dan Domar (1957) dalam Suryana (2000). Teori ini didasarkan pada asumsi :

(1) perekonomian bersifat tertutup,

(2) hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan, (3) proses produksi memiliki koefisien yang tetap, dan

(4) tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

d. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan

Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson (1955) dalam Tarigan (2009). Setiap wilayah perlu melihat sektor atau komoditas apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memilikicompetitive advantageuntuk dikembangkan. Artinya,


(41)

kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar dan dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat serta volume sumbangan untuk pembentukan perekonomian cukup besar. Hal tersebut untuk menjamin pasar, produk harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar yang lebih luas.

Perkembangan struktur tersebut akan mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat antar sektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor yang satu dapat mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikan dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

8. Penggunaan Lahan

Tingginya permintaan akan kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan memerlukan pemikiran yang bijak dalam mengambil keputusan bagi penggunaan lahan, karena memiliki sifat yang terbatas. Sumberdaya lahan yang paling menguntungkan dari lahan yang terbatas perlu dipertimbangkan untuk penggunaan dan pemanfaatannya di masa mendatang. Beberapa permasalahan dalam penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang adalah lemahnya penegakan hukum, kurangnya informasi tentang potensi lahan dan rendahnya tingkat kesadaran serta pengetahuan masyarakat tentang penggunaan ruang tata ruang. Tindakan pengelolaan diperlukan bagi setiap


(42)

areal lahan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam pemanfaatan areal tersebut (Sitorus, 1998).

Pengelompokan penggunaan lahan kedalam dua bentuk yaitu penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut, penggunaan lahan non-pertanian seperti penggunaan lahan

pemukiman kota atau desa, industri, rekreasi dan sebagainya (Arsyad,1999).

Penggunaan lahan baik bersifat tunggal (satu penggunaan) maupun kombinasi dari dua atau lebih penggunaan sebagai wujud dari kegiatan manusia sering dijumpai dilapangan. Keputusan manusia untuk memerlakukan lahan ke suatu penggunaan tertentu selain disebabkan oleh faktor permintaan dan ketersediaan lahan demi meningkatkan kebutuhan dan kepuasan hidup, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik fisik lahan,

perilaku manusia, teknologi maupun modal, faktor ekonomi yang dipengaruhi oleh lokasi, aksesibilitas, sarana dan prasarana, faktor budaya masyarakat dan faktor kebijakan pemerintah.

Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat akan berpengaruh terhadap berbagai macam aktivitas di dalam kota dan konsekuensi akan berdampak pada pembangunan perkotaan, sehingga perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian maupun non pertanian.


(43)

Menurut Winoto (2005) perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-pertanian tidak hanya semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia. Hal tersebut berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat secara agregat.

9. Penataan Ruang

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang (UU No. 26 Tahun 2007).

Menurut Yuwono (2008), penggunaan lahan sangat menentukan wujud keruangannya serta cara-cara manusia beraktifitas. Penyebab penyimpangan penggunaan lahan secara garis besar ada dua, yaitu ruang sebagai objek dan manusia sebagai pelaku. Pengambilalihan lahan dari masyarakat yang memiliki penghasilan rendah oleh masyarakat yang memiliki penghasilan menengah atau tinggi menununjukkan pembentukkan ruang berdasarkan nilai ekonomi jika ditinjau dari aspek ruang. Semakin tinggi nilai ruang, semakin meningkatkan daya tarik masyarakat yang mampu untuk menguasainya.


(44)

Budiharjo (1999), mengemukakan bahwa manusia memegang peranan penting dalam mengatur pemanfaatan ruang. Penyimpangan terjadi akibat ledakan penduduk yang tidak terkendali. Oleh sebab itu perencanaan tata ruang merupakan metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional.

Menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007, ruang didefinisikan sebagai ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidup. Penataan ruang berazaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan. Penataan ruang diatur berdasarkan fungsi utama kawasan dan terdiri atas kawasan lindung seperti suaka alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan sebagainya, serta kawasan budidaya seperti industri, permukiman, pertanian. Penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/ kota yang dalam penyusunannya melalui hirarki dari tingkat yang paling atas ke tingkat yang paling bawah agar penataan ruang bisa dilakukan secara terpadu.


(45)

Menurut Rustiadi dkk ( 2009), penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Penataan ruang jika dipahami sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang mempunyai tiga urgensi, yaitu: optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi), alat dan wujud distribusi sumberdaya ( prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan ), keberlanjutan prinsip (sustainability). Lebih lanjut Darwanto (2000), mengemukakan bahwa penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya sehingga tercipta pengaturan pemanfaatan ruang yang berkualitas. Upaya penataan ruang juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan yang sangat penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Konsep penataan ruang dapat menjadi aktifitas yang mengarah pada kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti, melainkan penataan ruang harus merupakan aktivitas yang terus-menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya (Darwanto, 2000).

Penetapan tata ruang dipandang seringkali hanya mempertimbangkan aspek fisik wilayah (land suitabilitydanland capability) dan aspek-aspek


(46)

oleh pihak-pihak tertentu yang tidak berorientasi pada kepentingan publik/ masyarakat luas di dalam pelaksanaannya ( Rustiadi dkk, 2009). Sasaran utama dari perencanaan tata ruang pada dasarnya adalah untuk menghasilkan penggunaan lahan terbaik, namun biasanya dapat dikelompokkan atas tiga sasaran umum, yaitu : efisiensi, keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tata ruang harus merupakan

perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenanya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat.

Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan (sustainability).

10. Ruang Terbuka Hijau

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

mendefinisikan ruang sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup dan melakukan kegiatan, serta memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang sebagai salah satu sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, namun jika dikaitkan dengan pengaturannya, maka harus ada batas, fungsi dan sistem yang jelas dalam satu kesatuan.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


(47)

jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiridari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat.

Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan

ketersediaan udara bersih yangdiperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

11. Pertanian Perkotaan

Pertanian kota atau yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Urban farming atau Agropolitan adalah praktek pertanian (meliputi kegiatan tanaman

pangan, peternakan, perikanan, kehutanan, hortikultura) di dalam atau di pinggir kota (Wiyanti, 2012). Pertanian di perkotaan juga dapat dikatakan sebagai aktifitas pertanian di dalam atau di sekitar kota yang melibatkan ketrampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya pengolahan makanan bagi masyarakat (keluarga miskin) melalui pemanfaatan pekarangan, lahan-lahan kosong guna menambah gizi, meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan keluarga serta memotivasi keluarga miskin untuk membentuk suatu kelompok


(48)

pertanian guna untuk membangun dirinya sendiri agar lebih mandiri dan maju.

Pembangunan pertanian kota merupakan wilayah terpadu melalui

pembangunansektor pertanian primer dalam arti luas (pertanian, perkebunan, peternakan, danperikanan, kehutanan) pemasaran dan sektor jasa penunjang dalam satu kelompok pembangunan. Pengembangan agropolitan bukanlah membangun kota-kota baru di wilayah pertanian, melainkan menjadikan kota di wilayah pertanian pedesaan secara keseluruhan. Pengembangan

agropolitan juga bukan menggantikan budaya agraris dengan budaya industri, melainkan memodernisasikan budaya agraris menjadi budaya industri

(Kementrian Pekerjaan Umum, 2012).

Manfaat pertanian kota adalah sebagai berikut :

a. Pertanian kota memberikan kontribusi penyelamatan lingkungan dengan pengelolaan sampahReusedanRecycle.

b. Membantu menciptakan kota yang bersih dengan pelaksaan 3R (reuse, reduse, recycle) untuk pengelolaan sampah kota.

c. Menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota. d. Meningkatkan Estetika Kota.

e. Mengurangi biaya dengan penghematan biaya transportasi dan pengemasan.

f. Bahan pangan lebih segar pada saat sampai ke konsumen yang merupakan orang kota.


(49)

Model-model pertanian yang terdapat diperkotaan pada umumnya adalah : a. Memanfaatkan lahan tidur dan lahan kritis.

b. Memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau (privat dan publik). c. Mengoptimalkan kebun sekitar rumah.

d. Menggunakan ruang atau verticultur (Arya, 2003).

12. Visi dan Misi Kota Bandar Lampung

Pembangunan kota Bandar Lampung merupakan rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu masa depan yang lebih baik. Dalam rangka menetapkan tujuan pembangunan kota Bandar Lampung, diperlukan visi yang mengarahkan pandangan ke depan mengenai cita-cita kota yang disepakati bersama dan sebagai pedoman seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan kota, baik pemerintah kota, swasta, dan masyarakat

(seluruhstakeholders) dalam memantapkan peran masing-masing dalam membangun Kota Bandar Lampung.

Guna menyelaraskan seluruh aspirasi, langkah strategik, energi masyarakat untuk pembangunan, dan identitas masyarakat untuk bergerak ke arah yang lebih maju, baik secara komparatif ataupun secara kompetitif, maka

ditetapkanlah Visi Pemerintah Kota Bandar Lampung 2010-2015 adalah: “Terwujudnya Kota Bandar Lampung yang Aman, Nyaman, Sejahtera, Maju, dan Modern”.


(50)

Visi tersebut mengandung 5 (lima) unsur utama dalam pembangunan Kota Bandar Lampung yaitu:

1. Aman

Tercipta dan terjaganya keamanan dan ketertiban masyarakat dari

gangguan manusia maupun dari gangguan alam, diukur dari menurunnya tingkat kriminalitas, minimnya tingkat gangguan baik keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, meningkatnya penegakan supremasi hukum serta meningkatnya adaptasi dan mitigasi terhadap resiko terjadinya bencana alam. Tujuan akhir dari visi ini adalah menciptakan kondisi yang aman untuk di huni, aman untuk tempat bekerja dan suasana yang aman dan menarik untuk dikunjungi oleh pendatang.

2. Nyaman

Memberikan keselarasan aspek sosial budaya, ekonomi serta lingkungan hidup dan tata ruang wilayah, diukur dari meningkatnya keselarasan dan konsistensi pemanfaatan tata ruang oleh masyarakat untuk peningkatan keselarasan antara manusia dan lingkungan serta meningkatnya

kenyamanan wilayah kota untuk bermukim dan bekerja. Untuk mencapai visi Kota yang Nyaman, misi yang hendak diemban oleh kota Bandar Lampung adalah mampu menyediakan tempat tinggal yang berkualitas, sesuai serta terjangkau oleh kemampuan warga kota dan pendatang serta mampu menyediakan dan memperluas lapangan dan kesempatan kerja yang memadai bagi warga kota dan pendatang.


(51)

3. Sejahtera

Terciptanya kondisi masyarakat yang lebih baik dan terus menerus diukur dari beberapa aspek yaitu meningkatnya taraf hidup masyarakat seimbang dengan pertumbuhan perekonomian wilayah. Hal ini ditandai dengan peningkatan usia harapan hidup, meningkatnya pendapatan perkapita dan daya beli masyarakat, meningkatnya kesempatan berusaha, berkurangnya jumlah penduduk miskin, meningkatnya angka partisipasi kasar dan murni di bidang pendidikan, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

4. Maju

Terciptanya kondisi masyarakat yang mampu dan cepat dapat menangkap dan menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan baik di tataran lokal, nasional dan internasional. Hal ini ditandai dengan adanya kesiapan aparatur pemerintah kota dan masyarakat dalam merespon tuntutan dan perkembangan perubahan lingkungan internal maupun eksternal. Untuk mencapai kota yang maju, Bandar Lampung perlu meningkatkan diri untuk menciptakan kinerja pelayanan berkualitas internasional. Perkembangan dunia telah menumbuhkan kriteria-kriteria baru dalam tingkat kemudahan bertransaksi, berkomunikasi dan penyelenggaraan transformasi usaha maupun aktifitas domestik. Kinerja pelayanan yang berkualitas dan kompetitif ditujukan untuk mendukung sektor-sektor yang akan bersaing dalam perekonomian dunia dan regional, serta berfungsi sebagai basis perkembangan kota Bandar Lampung. Disamping itu, kinerja pelayanan internasional ini juga ditujukan untuk mendukung kualitas kehidupan warga kota Bandar Lampung.


(52)

5. Modern

Terciptanya kondisi ketersediaan infrastruktur perkotaan yang baik, teratur, aksesibel dan berkelanjutan dalam memberikan dukungan fungsi kota dan peningkatan daya saing basis perkotaan. Dalam konteks modern ini, juga mengarah kepada proses pergeseran sikap dan mentalitas

pemerintahan maupun masyarakat untuk dapat hidup dan berperilaku sesuai tuntutan masa kini. Hal ini didasarkan atas fakta bahwa

perekonomian dunia semakin menekankan pentingnya kompetisi dan keterbukaan yang mendorong perekonomian kota Bandar Lampung berhadapan langsung dengan jaringan dan sistem internasional. Hal tersebut membuat Pemerintah Kota Bandar Lampung harus mampu memilih dan mengembangkan sektor perkotaan yang strategis sebagai basis perekonomian kota serta menyiapkan dan meningkatkan seluruh prasarana pendukung bagi sektor-sektor basis perkotaan.

Kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian Visi Pemerintah Kota Bandar Lampung, strategi yang dirumuskan dalam arah kebijakan dan program prioritas dalam mengalokasikan sumber daya daerah, maka

ditetapkanlah Misi Pemerintah Kota Bandar Lampung sebagai berikut :

1. Mengembangkan Kota Bandar Lampung sebagai pusat jasa dan perdagangan, berbasis pada ekonomi kerakyatan, melalui upaya: (a) meningkatnya pertumbuhan ekonomi,


(53)

(c) meningkatkan peran serta masyarakat, swasta, perbankan dan lembaga lainnya untuk mendukung ekonomi kerakyatan,

(d) menguatnya struktur ekonomi kota dalam sektor jasa, perdagangan dan industri, dan

(e) meningkatnya pendapatan asli daerah.

2. Meningkatkan kualitas pendidikan, penguasaan iptek dan nilai-nilai ketaqwaan, perkembangan kreatifitas seni dan budaya serta peningkatan prestasi olahraga, melalui upaya:

(a) meningkatkan akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, (b) meningkatkan mutu pelayanan pendidikan,

(c) meningkatnya manajemen pendidikan, (d) meningkatkan minat dan budaya baca,

(e) meningkatnya kualitas kehidupan beragama dan kerukunan hidup bermasyarakat,

(f) meningkatnya ketahanan sosial masyarakat, (g) meningkatnya stabilitas sosial dan politik, (h) meningkatnya perlindungan kepada masyarakat,

(i) meningkatnya pengembangan seni, budaya dan parisiwata, dan (j) meningkatnya prestasi pemuda dan olahraga.

3. Meningkatkan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat, melalui upaya:

(a) meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar, (b) meningkatnya pelayanan kesehatan rujukan,


(54)

(c) meningkatnya surveylance epidemologi dan penanggulangan kejadian luar biasa,

(d) meningkatnya kualitas dan kesejahteraan keluarga,

(e) meningkatnya perlindungan serta peran serta perempuan dalam pembangunan,

(f) meningkatnya pelayanan sosial kepada masyarakat, dan (g) meningkatnya pelayanan penanggulangan korban bencana.

4. Meningkatkan pelayanan publik dan kinerja birokrasi yang bersih, profesional, berorientasi kewirausahaan dan bertata kelola yang baik, melalui upaya:

(a) meningkatnya kualitas sumber daya aparatur, (b) meningkatnya kualitas pelayanan publik,

(c) meningkatnya kualitas dan kuantitas produk hukum daerah, (d) meningkatnya kesadaran hukum,

(e) meningkatnya kinerja pengelolaan keuangan daerah, (f) meningkatnya kinerja perencanaan daerah,

(g) meningkatnya kinerja administrasi daerah,

(h) meningkatnya kapasitas kelembagaan pemda, kecamatan dan kelurahan, dan

(i) meningkatnya fungsi penganggaran, pengawasan dan legislasi.

5. Meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, melalui upaya:


(55)

(a) mewujudkan keseimbangan lingkungan dan keberkelanjutan pembangunan, dan

(b) meningkatnya pelayanan kebersihan dan pengelolaan sampah.

6. Meningkatkan daya dukung infrastruktur dengan mengedepankan penataan wilayah, pembangunan sarana dan prasarana kota wisata yang maju dan modern, melalui upaya:

(a) meningkatnya akses dan kualitas prasarana dan sarana perkotaan, (b) meningkatnya penanganan sungai dan drainase,

(c) meningkatnya penataan kawasan permukiman kumuh,

(d) meningkatnya kualitas dan kuantitas pelayanan air bersih dan air limbah,

(e) meningkatnya akses dan kualitas prasarana dan sarana perhubungan, (f) meningkatnya pelayanan dan sarana prasarana obyek wisata, dan (g) meningkatnya pemanfaatan ruang kota yang sesuai dengan fungsi dan

peruntukannya.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian Oktarika (2002), yang berjudul analisis keterkaitan pusat

pelayanan, komponen pertumbuhan pendapatan, dan basis ekonomi wilayah dalam pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung, menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan bukan merupakan sektor maju dan tidak memiliki posisi


(56)

yang terlalu relatif lebih baik daripada subsektor lainnya di tiap kecamatan di Kabupaten Tanggamus.

Penelitian Herliani (2003) yang berjudul analisis komponen pertumbuhan pendapatan dan basis ekonomi wilayah dalam pengembangan agropolitan di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Tanggamus, menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor basis ekonomi wilayah dengan indeks LQ≥ 1 adalah subsektor peternakan; sektor industri pengelolaan; listrik, gas, dan air bersih; kontruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; transportasi dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa.

Penelitian Wahyuni (2006), tentang analisis keterkaitan masalah tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus di Kota Bandar Lampung) menunjukkan bahwa penyusunan RTRW di Kota Bandar Lampung telah mengacu kepada pedoman yang berlaku. Berbagai permasalahan penataan ruang menunjukkan inkonsistensi yang relatif besar dalam pelaksanaan dan pengendalian. Inkonsistensi dalam penataan ruang menyebabkan berbagai permasalahan yang berakibat pada menurunnya kinerja perkembangan

wilayah. Demikian juga penataan ruang yang tidak memperhatikan konstelasi dengan wilayah sekitarnya (inter-regional context) menyebabkan kinerja perkembangan yang buruk. Kondisi ini berlaku secara umum, sehingga konsistensi dalam penataan ruang menjadi sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka optimalisasi pencapaian tujuan penataan ruang.

Penelitian Toweren (2006), tentang analisis basis ekonomi dalam pengembangan sektor dan subsektor pertanian di Lampung Barat,


(57)

menunjukkan bahwa sektor pertanian tergolong ke dalam sektor basis (LQ > 1). Laju pertumbuhan pendapatan wilayah tergolong maju dibuktikan dengan hasil analisisshift sharemelalui komponen-komponennya yaitu pertumbuhan proporsional (PP), pertumbuhan pangsa wilayah (PPW), dan pergeseran bersih. Ketiganya memiliki nilai lebih besar daripada nol.

Penelitian Kurniawan (2010), tentang analisis pertumbuhan sektor pertanian dan pergeseran penggunaan lahan di Kota Metro menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian tergolong lamban terbukti dengan nilai Pergeseran Bersih (PB), Pertumbuhan Proporsional (PP), dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) memiliki indeks negatif. Sektor perekonomian yang tergolong sektor basis adalah sektor listrik, gas dan air bersih; perdagangan hotel, hotel, dan restoran, transportasi dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Pergeseran lahan pertanian beralih menjadi lahan pemukiman, bangunan publik.

C. Kerangka Pemikiran

Pembangunan daerah berpengaruh terhadap perkembangan wilayah dan pergeseran ekonomi di setiap daerah, khususnya Kota Bandar Lampung. Peningkatan aktifitas / kegiatan di kota seperti pemukiman, perdagangan serta pemerintahan, semakin lama membutuhkan sarana pembangunan meningkat pula. Kebijakan keruangan yang ditempuh adalah dengan penyediaan sarana pembangunan. Perkembangan yang dimaksud dalam studi ini adalah suatu perubahan yang menyangkut perubahan aspek fisik, ekonomi, dan sosial. Sedangkan pergeseran ekonomi adalah semua perubahan pada setiap


(58)

sekto-sektor ekonomi. Seperti halnya, sekto-sektor pertanian selama ini masih tetap memegang peranan penting baik di tingkat Kota Bandar Lampung maupun di tingkat Provinsi Lampung. Akan tetapi peranan tersebut masih belum

mampu memberikan sumbangsih dalam pembentukan pendapatan daerah. Hal tersebut disebabkan oleh interaksi berbagai proses yang bekerja di sisi permintaan, penawaran dan pergeseran kegiatan dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Pembangunan wilayah Kota Bandar Lampung ditandai dengan meningkatnya kebutuhan ruang untuk membangun fasilitas sarana dan prasarana di

perkotaan. Seperti pada aspek fisik ruang, fisik ekonomi dan fisik sosial. Sehingga dapat diketahui aspek perkembangan mana saja yang memberikan nilai dalam kemajuan perkembangan wilayah Kota Bandar Lampung. Untuk menganalisa perkembangan ini digunakan metode analisa komparasi dengan membandingkan jumlah pembangunan sekarang terhadap yang lama. Hal tersebut untuk melihat perubahan yang telah terjadi selama beberapa kurun waktu.

Pembangunan wilayah tersebut juga akan memberikan perubahan struktur terhadap pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan sektor modern dan peranan sektor pertanian dalam memberikan kontribusinya terhadap PDRB Kota Bandar Lampung. Ada sembilan sektor perekonomian yang dinilai yaitu (1) sektor pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas, dan air bersih, (5) bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) transportasi dan


(59)

komunikasi, (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) jasa-jasa. Kesembilan sektor tersebut akan di analisa dengan metode LQ dengan menggunakan nilai PDRB, sehingga dapat diketahui sektor mana yang menjadi basis dan non basis di Kota Bandar Lampung.

Perkembangan sektor pertanian juga dapat diketahui dengan menggunakan metode analisashif share, serta sektor-sektor perekonomian lain juga dapat diketahui apakah tergolong cepat atau lamban pertumbuhannya. Metode ini juga dapat mengetahui sektor-sektor ekonomi mana saja yang mempunyai daya saing baik atau tidak dalam peranannya mendukung perekonomian wilayah. Pendekatan dampak pengganda (multiplier effect) dapat digunakan untuk mengetahui efek pengganda peranan sektor pertanian serta sekto lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah di Kota Bandar Lampung.


(60)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pembangunan Wilayah di Kota Bandar Lampung Pembangunan Wilayah Aspek Fisik Ruang Aspek Fisik Ekonomi Aspek Fisik Sosial Sektor-sektor 1. Pertanian

2. Pertambangan dan Penggalian

3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air

Bersih 5. Bangunan

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa Analisis Basis Analisis Shift Share Dampak Pengganda Perkembangan Wilayah dan Pergeseran Ekonomi Kota Bandar Lampung yang Baik Analisis Komparasi Basis atau Non Basis Maju atau Lamban Pendapatan Perkembangan Wilayah Pergeseran Perekonomian Wilayah


(61)

(62)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional

Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa data sesuai dengan tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah

administrasi Provinsi Lampung.

Pembangunan wilayah adalah rangkaian proses perubahan yang terencana ke arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Kinerja perkembangan wilayah adalah ukuran perubahan yang terjadi pada wilayah, berupa perubahan pembangunan fisik dan pembangunan non fisik.

Perkembangan fisik adalah perubahan pembangunan sarana dan prasarana untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.

Perkembangan non fisik adalah perubahan perekonomian wilayah.

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.


(63)

Lahan Terbangun adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai objek pembangunan dalam memenuhi sarana dan prasarana perkotaan.

Lahan Tidak Terbangun adalah kawasan yang yang biasanya ditetapkan dengan fungsi budidaya atas dasar tidak terjadi pembangunan diatasnya.

Indikator adalah suatu alat ukur untuk menggambarkan tingkatan capaian suatu sasaran atau target yang telah ditetapkan ketika melakukan

perencanaan.

Sektor dominan adalah sektor-sektor yang berperan memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi regional di wilayah perencanaan yang

bersangkutan. Sektor dominan dapat ditentukan oleh sektor leading dan sektor basis.

Sektor leading adalah sektor/kegiatan usaha yang kontribusinya relatif lebih besar terhadap pembentukan PDRB dibandingkan dengan

sektor-sektor/kegiatan usaha lainnya, diukur berdasarkan nilai tambah sektor/kegiatan usaha yang bersangkutan.

Sektor basis adalah sektor yang melayani pasar di dalam maupun di luar daerah yang bersangkutan.

Sektor non-basis adalah sektor yang hanya melayani pasar di dalam daerah yang bersangkutan.


(64)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah besarnya nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun) atau merupakan nilai barang dan jasa akhir yang digunakan oleh seluruh unit ekonomi untuk kegiatan konsumsi, investasi dan ekspor. Satuannya adalah rupiah per tahun (Rp/tahun).

Harga konstan adalah harga di dasarkan pada harga tahun tertentu dan seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun lain.

Harga berlaku adalah harga yang digunakan untuk menilai produksi barang dan jasa sesuai harga yang berlaku pada tahun tersebut.

Pendapatan total wilayah adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Satuannya adalah rupiah per tahun (Rp/tahun).

Pendapatan total wilayah Kota Bandar Lampung adalah nilai tambah berapa jumlah barang dan jasa dari masing-masing sektor ekonomi di Kota Bandar Lampung dalam waktu tertentu dikalikan dengan harga barang dan jasa yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Kota Bandaralampung.

Pengukurannya dapat dilihat dari PDRB Kabupaten/Kota dan Provinsi, satuannya adalah rupiah per tahun (Rp/tahun).

Pendapatan total sektor/subsektor pertanian adalah keuntungan yang diperoleh daerah melalui sektor/subsektor pertanian dalam jangka waktu tertentu, satuannya adalah rupiah (Rp).


(65)

Pertumbuhan pendapatan sektor pertanian adalah kenaikan nilai produksi yang dihasilkan dari sektor pertanian dalam jangka waktu tertentu, satuannya adalah rupiah (Rp).

Pengganda pendapatan adalah besarnya peningkatan pendapatan suatu wilayah akibat dari peningkatan pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian dan sektor perekonomian sebesar satu rupiah.

Komponen pertumbuhan pendapatan wilayah meliputi kmponen pertumbuhan regional, komponen pertumbuhan proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah.

Komponen pertumbuhan regional (PR) adalah komponen pertumbuhan pendapatan yang menunjukkan besarnya perubahan pendapatan

sektor/subsektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya selama kurun waktu tertentu.

Komponen pertumbuhan proporsional (PP) adalah komponen pertumbuhan pendapatan yang menunjukkan besarnya perubahan pendapatan

sektor/subsektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di wilayah penelitian dibandingkan dengan laju pertumbuhan pendapatan yang sama di Provinsi Lampung secara keseluruhan.

Komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) adalah komponen

pertumbuhan yang menunjukkan daya saing relatif sektor/subsektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di wilayah penelitian terhadap


(66)

sektor/subsektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya dalam perekonomian Provinsi Lampung.

Pergeseran bersih adalah penjumlahan komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW), yang dugunakan untuk

mengidentifikasi pertumbuhan suatu wilayah atau sektor perekonomian dalam suatu wilayah.

Daya saing wilayah adalah potensi atau keunggulan komparatif yang dimiliki suatu wilayah dalam mengembangkan sektor perekonomian tertentu dalam suatu wilayah.

Sektor cepat adalah indeks pertumbuhan proporsional (PP) atau indeks pergeseran bersih (PBij) yang memiliki nilai positif.

Sektor lambat adalah indeks pertumbuhan proporsional (PP) atau indeks pergeseran bersih (PBij) yang memiliki nilai negatif.

Kawasan pertanian adalah wilayah yang batasannya ditentukan berdasarkan lingkup pengamatan pertanian.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Kota Bandar Lampung. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan Kota Bandar Lampung merupakan pusat pemerintahan, pembangunan, dan perekonomian di Provinsi Lampung. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2012.


(67)

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandar Lampung, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung, Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung, Dinas Pertanian Peternakan, dan Kehutanan Kota Bandar Lampung serta instansi-instansi terkait lainnya, laporan-laporan, publikasi, dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

D. Alat Analisa Data

Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan metode tabulasi kemudian disajikan secara deskriptif untuk menjawab masing–masing tujuan penelitian.

1. Analisa Tingkat Perkembangan Wilayah

Analisa ini untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama yaitu untuk menganalisis kinerja pembangunan wilayah di Kota Bandar Lampung, digunakan alat analisa model perbandingan yang membandingkan nilai variabel terhadap nilai standarnya. Pedoman nilai standar pelayanan ini didasarkan pada Kepmen PU No 327/ KPTS/ 1987 tentang ketersediaan fasilitas dan prasarana dasar dibawah standar. Pedoman digunakan sebagai petunjuk operasional bagi pemerintah daerah dalam pengendalian

pemanfaatan ruang di wilayahnya sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Perbandingan dilakukan aspek fisik ruang, fisik ekonomi, dan fisik


(1)

2. Pengembangan sektor pertanian harus tetap diupayakan meskipun sektor pertanian merupakan sektor non basis di Kota Bandar Lampung. Hal yang harus dilakukan masyarakat perkotaan misalnya dengan

berpatisipasi dan turut andil dalam mengembangkan konsep pertanian di perkotaan, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan akan bahan-bahan pertanian di wilayahnya sendiri.

3. Perubahan sektor-sektor perekonomian yang terjadi di Kota Bandar Lampung dapat dijadikan acuan bagi para investor dalam

menginvestasikan modalnya. Sehingga dapat meningkatkan pendapatannya di masa yang akan datang.

4. Untuk penelitian selanjutnya, penggunaan variabel pembangunan wilayah dan analisashift sharedapat dikembangkan lagi dengan indikator lain misalnya indikator tenaga kerja, sehingga dapat lebih terlihat lagi perubahan-perubahan yang terjadi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R. 2006. Pembangunan Pedesaan Dan Perkotaan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Adisasmita, R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. PT Graha Ilmu. Yogyakarta.

Agustono. 2013. Analisis Sektor Pertanian Ditinjau Dari Peran Terhadap

Pertumbuhan Dan Stabilitas Produk Domestik Regional Bruto Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Universitas Sebelas Maret. SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 283–296.

Antariksa. 2004. Pendekatan Sejarah dan Konservasi Perkotaan Sebagai Dasar Penataan Kota. Tesis. Jurusan Planologi Institut Teknologi Nasional. Malang. Malang.

Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE. Yogyakarta.

Arya. R.P. 2003. Pertanian Dalam Kota.

http://romypradhanaarya.wordpress.com/2011/05/11/pertanian-dalam kota-urban-farming/. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2014.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2013. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Bandar Lampung Tahun 2010. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2013. Bandar Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2013. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

Bandar Lampung News. 2012. Warga Diminta Optimalkan Lahan Tidur di Sekitar Rumah.

http://www.bandarlampungnews.com/m/index/.php?ctn=1&k=politik&i=1 1491. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2014.

Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE. Yogyakarta. Budiharjo, E. 1997. Tata Ruang Perkotaan. PT Alumni. Bandung.


(3)

Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Darwanto. 2000. Mekanisme Pengelolaan Penataan Ruang Wilayah Pesisir Laut dan Pulau-Pulau Kecil. Publikasi. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. 2013. Jumlah Pemeluk Beragama di Kota Bandar Lampung. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung.

Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan. 2013. Profil Pertanian Kota Bandar Lampung. Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan Kota Bandar Lampung.

Faridah. 2011. Analisis Perkembangan Perekonomian Wilayah Kota Cirebon Tahun 2001-2008. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harun, U. R. 2006. Analisis LQ Shift LQ Share Untuk Mengukur Dampak Perluasan Kota Terhadap Kinerja Ekonomi Regional (Studi Kasus: Perluasan Kota Manado Terhadap Perekonomian Wilayah Sulawesi Utara). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 17/No.21, Agustus 2006, hlm.21-40.

Herliana, D. 2003. Analisis Komponen Pertumbuhan Pendapatan dan Basis Ekonomi Wilayah Dalam Pengembangan Agropolitan di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hiyata, M. Y. 2012. Urban Farming: Rekonstruksi Lahan Minimalis Menjadi Lahan Produktif Pada Daerah Perkotaan. http://beranda-miti.com/urban- farming-rekonstruksi-lahan-minimalis-menjadi-lahan-produktif-pada-daerah-perkotaan/.html. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2014.

Irawan dan M. Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Jhingan, M. L. 2002. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kementrian Pekerjaan Umum. 2012.Sumatera Utara Kembangkan Pedesaan Melalui Konsep

Agropolitan.http://www.pu.go.id/index.asp?link=Humas/news2003/ppw30 1205ind.htm. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2014.

Koestoer, R. H. 2001. Dimensi Keruangan Kota. Lembaga Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.


(4)

Kurniawan, H. 2010. Analisis Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pergeseran Penggunaan Lahan di Kota Metro. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

Mursidah, dkk. 2013. Analisis Pengembangan Kawasan Andalan Di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 1, No. 1, Februari 201. Nugroho, I. dan Rokhmin D. 2004. Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi,

Sosial dan Lingkungan. LP3ES. Jakarta.

Nuzir, F. A. 2012. Kota Hijau : Konsep dan Aksi “Hijau” dalam Ber-Kota. http://fritztory.wordpress.com/2012/06/26/kota-hijau-konsep-dan-aksi-hijau-dalam-berkota/. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2014.

Oktarika, Y. 2002. Analisa Keterkaitan Pusat Pelayanan, Komponen Pertumbuhan Pendapatan, dan Pusat Ekonomi Wilayah Dalam Pengembangan Sektor Pertanian di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung (Studi Perbandingan Antar Subsektor dan Antar Kecamatan). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Pemerintah Kota Bandar Lampung. 2007. Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025. Sekretariat Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Pemerintah Kota Bandar Lampung. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2010-2015. Sekretariat Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Restina, N. 2009. Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Dan Arahan

Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, D.R. 2009.Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Sitorus, S. R. P. 1998.Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung.

Situbondo. K. 2012. Mau Memanfaatkan Pekarangan dengan Beragam Jenis Sayuran ?. http://epetani.pertanian.go.id/pasar/mau-memanfaatkan-pekarangan-dengan-beragam-jenis-sayuran-sedia-benih-versi-hemat-4173. Diakses tanggal 31 Agustus 2014.

Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah Dan Perkotaan. Rajawali Pers. Jakarta. Sujarto, D. 1998.Perkembangan Teori Perencanaan. Jurusan Teknik Planologi.


(5)

Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan. Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. PT Bima Grafika. Jakarta.

Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. PT Salemba Empat. Jakarta.

Susanti, H, M. Ikhsan dan Widyanti. 1995. Indikator-Indikator Makro Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Sutikno. 2007. Analisis Potensi Dan Daya Saing Kecamatan Sebagai Pusat

Pertumbuhan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Kabupaten Malang. Journal of Indonesian Applied Economics, Vol.1 No.1 Oktober 2007, 1-17. Tarigan, R. 2009. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikasi. PT Bumi Aksara.

Jakarta.

Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. PT Erlangga. Jakarta.

Toweren. 2006. Analisis Basis Ekonomi Dalam Pengembangan Sektor dan Subsektor Pertanian di Lampung Barat. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. http://birohukum.pu.go.id/. Diakses tanggal 3 Agustus 2014.

Wahyuni, E. 2006. Analisis Keterkaitan Permasalahan Tata Ruang Dengan Kinerja Perkembangan Wilayah. Tesis. Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widyastuti, H. 2002. Studi Kinerja Perkembangan Wilayah Perluasan Kota Salatiga. Tesis. Program Studi Magister Teknik Pembangunan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang.

Winoto, J. 2005. Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Tanah Pertanian dan Implementasinya. Makalah. Program Studi Ilmu Perencanaan

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wija. 2014. Urban Farming Belum Menjawab Ketahanan Pangan.

www.Itb.ac.id/news/html. Dakses pada tanggal 20 Agustus 2014. Wiyanti, A. N. 2012. Implementasi Program Urban Farming Pada Kelompok

Sumber Trisno Alami Di Kecamatan Bulak Kota Surabaya. Jurnal Universitas Negeri Surabaya. e-Journal Unesa.

Woyanti, N. 2008. Analisis Subsektor Potensial dan Pengembangan Wilayah Guna Mendorong Pembangunan di Kabupaten Rembang. Media Ekonomi Dan Manajemen, Vol.18 No 2 Juli 2008.


(6)

Yuwono, A. N. 2008. Pengembangan Model Mitigasi Bencana Melalui Pengaturan Penggunaan Lahan Dan Kaitannya Terhadap Tata Ruang. Tugas Akhir. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang.