Konstruksi Sosial Peter L Berger dan Thomas Luckmann 1. Teori Konstruksi Sosial

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id itu sendiri, 45 artinya ia memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur-unsur dari dunia bersama. Obyektivasi merupakan isyarat-isyarat yang sedikit banyaknya tahan lama dari proses- proses produsennya, sehingga memungkinkan obyektivasi itu dapat dipakai sampai melampaui situasi tatap muka di mana mereka dapat dipahami secara langsung. 46 Proses objektivasi merupakan momen interaksi antar dua realitas terpisah satu sama lain. Kedua entitas yang seolah terpisah ini kemudian membentuk jaringan interaksi intersubjektif. Ini merupakan hasil dari kenyataan eksternalisasi yang kemudian mengejawantah sebagai suatu kenyataan objektif yang sui generis, unik. Untuk mempertahankannya, sebuah institusi harus dilandasi legitimasi, legitimasi meletakkan justifikasi kognitif atau penjelasan berdasarkan pembuktian logis mengenai relevansi dari sebuah institusi untuk menjawab pertanyan-pertanyaan yang menyoal institusi tersebut, saat institusi itu mulai dirasa kurang atau tidak relevan dalam menjawab persoalan-persoalan yang timbul. Sebuah istitusi dipertahankan dengan memberikan pembuktian logis bahwa institusi tersebut tetap relevan untuk mencegah manusia jatuh kedalam kondisi yang mengenaskan, yaitu kekacauan. 45 Peter L. Berger, Langit Suci, Agama sebagai Realitas Sosial. 5 46 Peter L. Berger Thomas Luckman, Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan, diterjemahkan dari buku asli The Social Construction of Reality oleh Hasan Basri, Jakarta: LP3ES, 1990. 47 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Relasi-relasi logis yang konsisten yang diserap dari pergerakan obyek-obyek materiil diluar manusia, menimbulkan pemahaman akan adanya hukum universal yag bekerja di balik yang terlihat. Ada hukum yang obyektif dibalik fenomena. Legitimasi merupakan upaya manusia dalam merumuskannya, upaya yang mengobyektivasi institusi dengan memberikannya status ontologis dan epistemologis. Legitimasi adalah proses obyektivasi kedua seteah obyektivasi pertama terjadi pada institusionalisasi. Legitimasi menjadikan sebuah institusi tidak lagi sebuah order, tetapi juga meaningful order atau sebuah nomos. Terdapat empat tingkatan legitimasi. Semakin tinggi tingkatannya menunjukkan bahwa legitimasi tersebut semaki koheren dan teoretis sifatnya. Tingkatan pertama dari legitimasi adalah bahasa. Bahasa merupakan representasi dari pada realitas yang paling mendasar. Ketika teks-teks di ucpakan atau ditulis, teks langsung menimbulkan bayangan akan obyek yang dirujuknya pada orang yang membacanya-tanpa perlu ditanyakan lagi mengapa obyek tersebut dinamakan demikian. Bahasa merupakan sugesti langsung yang bisa mempertahankan institusi. Tingkatan kedua dari legitimasi adalah prosisi kasar, contohnya adalah pepatah. Pepatah seperti “takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat” memberikan penjelasan tentang akibat yang dimungkinkan dari tindakan konkret menyembah Tuhan atau menafikan Tuhan. Legitimasi ketiga adalah teori yang dirumuskan oleh anggota masyarakat fasih akan hal-hal terkait. Tingkatan keempat dan merupakan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id legitimasi yang paling teoretis adalah symbolic universes atau tatanan simbolik yang koheren. Tatanan simbolik atau symbolic order dapat dicontohkan dengan agama atau paradigma dalam ilmu pengetahuan. Agama atau paradigma mampu memberikan penjelasan atau interpretasi yang menyeluruh dan mendasar terhadap kenyataan, mulai dari asumsi ontologis, pembuktian-pembuktian logisnya, teori-teori mengeni penyebab absolutnya, dan mungkin juga etika bagaimana untuk hidup di dalamnya. Internalisasi: pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan makna; artinya sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subyektif orang lain yang demikian bermakna subyektif bagi saya sendiri. 47 Internalisasi dapat diartikan sebagai proses manusia mencerap dunia yang sudah dihuni oleh sesamanya. Namun, internalisasi tidak berarti menghilangkan kedudukan objektif dunia tersebut maksudnya, institusionalisasi secara keseluruhan dan menjadi persepsi individu berkuasa atas realitas sosial. Internalisasi hanya menyangkut penerjemah realitas objektif menjadi pengetahuan yang hadir dan bertahan dalam kesadaran individu, atau menerjemahkan realitas objektif menjadi realitas subjektif. Internalisasi berlangsung seumur hidup manusia baik ketika ia mengalami sosialisasi primer maupun ketika ia mengalami sosialisasi sekunder. 48 47 Peter L. Berger Thomas Luckman, Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan, diterjemahkan dari buku asli The Social Construction of Reality oleh Hasan Basri, Jakarta: LP3ES, 1990. 177 48 Hannamen Sammuel, Peter L. Berger Sebuah Pengantar Ringkas, Depok: Kepik, 2012. 35 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Sementara sosialisasi sekunder dapat dikatakan sebagai sosialisasi yang dialami individu yang pernah mengalami sosialisasi primer. Yang sesungguhnya berlangsung dalam internalisasi menurut Berger. Adalah proses penerimaan definisi situasi institusional yang disampaikan orang lain, tetapi lebih dari itu, bersama dengan orang-orang lain mampu menjalin pendefinisian yang mengarah pada pembentukan definisi bersama. Selanjutnya, bila ini terjadi, barulah individu yang bersangkutan dianggap sebagai anggota masyarakat dalam arti yang sesungguhnya, yaitu berperan aktif dalam pembentukan dan pelestarian masyarakatnya. 49 Dari sudut manusia dapat dikatakan bahwa masyarakat diserap kembali oleh manusia melalui proses internalisasi. Dengan kata lain, melalui eksternalisasi masyarakat menjadi kenyataan yang diciptakan oleh manusia; melalui objektivasi masyarakat menjadi kenyataan sendiri berhadapan dengan manusia; melalui internalisasi manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat. Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, ia menjadi terasing atau teralienasi. Untuk memudahkan dalam memahami penelitian ini, peneliti mencoba menyelaraskan teori dalam bentuk bagan alur berfikir teori. Dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini: 49 Peter L. Berger Thomas Luckmann, Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial, ditejemahkan dari buku asli Sacred Canopy oleh Hartono, Jakarta: Pustaka LP3ES, 1994. 9-10 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Skema 2.1 Alur Berfikir Teori Sumber: Skema ini dibuat penulis Religiusitas Masyarakat Sosial dalam kacamataKonstruksi Sosial Peter L. Berger Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi Bentuk-Bentuk Ekspresi Religiusitas Pengetahuan Tentang Religiusitas Masyarakat Pinggiran Pengetahuan Religiusitas yang di Sosialisasikan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 45

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam suatu penelitian karya ilmiah, terlebih dahulu dipahami tentang metode penelitian. Metode penelitian yang dimaksud merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematik dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah tertentu. Metode penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan sesorang melalaui penyelidikan secara hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat pada masalah tersebut. 50 Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif qualitative research dengan pendekatan fenomenologi. Metode penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Bogdan dan Taylor 51 sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistic utuh jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. 50 Imam Suprayogo, Metode Penelitian Sosial Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya,2001. 6 51 Lexy. J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011. 4 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Fenomenologi sebagai jenis penelitian ialah berusaha untuk mengungkap dan mempelajari serta memahami suatu feomena beserta konteksnya yang khas dan unik yang dialami oleh individu hingga tataran “keyakinan” individu yang bersangkutan. 52 Dengan penelitian kualitatif fenomenologi, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan- kaitannya terhadap orang yang berada dalam situasi tertentu 53 . mendeskripsikan suatu gejala, kejadian yang terjadi saat sekarang tentang fenomena keberagamaan masyarakat di Dusun Sekidang untuk mengetahui pola keberagamaanya. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada pada dusun sekidang wilayah paling luar di sebelah sebelah timur Kabupaten Bojonegoro, Dusun Sekidang berbatasan langsung dengan Kabupaten Nganjuk tepatnya Desa Ngluyu Kecamatan Ngluyu. Sebenarnya ada tiga jalur untuk sampai ke dusun sekidang diantaranya; Desa Pajeng Kecamatan Gondang, Desa Papringan Kecamatan Temayang, dan Desa ngluyu Kecamatan Ngluyu Kabupaten Nganjuk. Karena alasan jarak yang lebih dekat warga sekidang lebih sering melalui jalur yang berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk yang hanya sekitar 3 KM. Alasan memiliki dusun Sekidang Karena masyarakat dusun Sekidang memiliki ritual ibadah yang unik, yang beerbeda dengan islam pada 52 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian untuk Ilmu-ilmu Sosial, Cet. Ke-II; Jakarta: Salemba Humanika, 2011. 66 53 Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. XXIX; Bandung: Rosdakarya, 2006. 17 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id umumnya, beberapa alasan dan keunikannya peneliti paparkan pada bagian awal di latar belakang. Kehadiran peneliti sendiri di Dusun tersebut sebagai pengamat partisipan, warga dusun sekidang mengetahui jika peneliti sedang melakukan tugas untuk menyelesaikan tugas akhir Skripsi. Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti sangat diperlukan, karena disamping peneliti kehadiran peneliti juga sebagai pengumpul data. Sebagaian salah satu ciri penelitian kualitatif dalam pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. Kehadiran peneliti dilapangan sangat penting dan diperlukan secara optimal. Peneliti merupakan instrument kunci utama dalam mengungkapkan makna dan sekaligus sebagai alat pengumpul data. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti langsung ke lapangan untuk mengamati dan mengumpulkan data yang dibutuhkan, Sedangkan kehadiran peneliti dalam penelitian ini sebagai pengamat partisipanberperanserta, artinya dalam proses pengumpulan data peneliti mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin sampai yang sekecil-kecilnya sekalipun. 54 Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan, dimulai pada bulan 16 Desember 2016 sampai dengan 31 Maret 2017. Ada kendala ketika melakukan penelitian yaitu adanya KKN satu bulan sehingga penelitian 54 Lexy. J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi., Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011. 117 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dihentikan. Alasan waktu dipilih karena peneliti ingin mendapatkan data yang lebih beragam dan valid selama empat bulan ditempat penelitian.

C. Pemilihan Subyek Penelitian

Menurut Nasution dalam penelitian Kualitatif yang dijadikan informan hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi. Informan dapat berupa peristiwa, manusia, situasi yang diobservasi. Sering informan dipilih secara “purposive” bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu. Tehnik ini secara sengaja mengambil sampel tertentu yang sesuai dan telah memenuhi kriteria,sifta-sifat, ciri-ciri, dan karakteristik. Snowball sampling adalah tehnik pengambilan sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap, maka harus mencari orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data. 55 Sering pula responden diminta untuk menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi kemudian responden ini diminta pula menunjuk orang lain dan seterusnya. Cara ini lazim disebut “Snowball sampling” yang dilakukan secara serial atau berurutan. Berdasarkan paparan diatas, subjek penelitian ini adalah sumber yang dapat memberikan informasi dipilih secara purposive bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu. Subjek yang akan diteliti akan ditentukan langsung oleh peneliti sebagai key informan yang berkaitan dengan masalah 55 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD, Bandung: Alfabeta, 2008. 300 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dan tujuan peneliti. Sedangkan besarnya jumlah responden tidak ditentukan oleh pertimbangan responden. Dalam pengumpulan data didasarkan pada kejenuhan data dan informasi yang diberikan. Jika beberapa narasumber yang dimintai keterangan diperoleh informasi yang sama, maka itu sudah dianggap cukup untuk proses pengumpulan data yang diperlukan sehingga tidak perlu meminta keterangan dari responden berikutnya. Dalam hal ini sebagai informan atau subjek penelitian yang ditetapkan oleh peneliti sebagai key informan ialah bapak Tresno selaku kepala dusun setempat yang lebih tahu banyak hal mengenai Dusun Sekidang, dengan tehnik Snowball kepala Dusun diminta oleh peneliti untuk menunjukkan orang yang tepat untuk dijadikan informan berikutnya. Informan selanjutnya. Kepala dusun mengarahkan peneliti ke bapak suwaji selaku orang yang di tuakan sebagai tokoh agama. Kemudian pak suwaji menunjukkan pada peneliti satu orang yang dianggap sebagai ustadz muda yang bernama parji. Setelah itu peneliti diantar kerumah pak RT untuk wawancara, dan kemudian menunjuk beberapa warga setempat untuk di wawancarai.