TUGAS HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL

(1)

TUGAS HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL

Penerapan Prinsip-Prinsip World Trade Organization (WTO) Bagi Negara

Berkembang

Disusun oleh:

ANAS FARKHAN

NIM 09/288806/HK/18249

FAKULTAS HUKUM


(2)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

World Trade Organization (WTO) atau merupakan badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar Negara. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 walaupun sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) telah membuat aturan-aturan dalam pelaksanaan system perdagangan dunia. World Trade Organization (WTO) memuat ketentuan-ketentuan khusus yang dikenal dengan istilah Special and Differential Treatment (S&D), ketetuan yang berlaku bagi anggota-anggota WTO yang berasal dari negara-negara sedang berkembang (NSB). Meskipun telah menjadi bagian integral dari Perjanjian WTO, secara teoretis eksistensi S&D tersebut masih mengundang kontroversi karena dalam ketentuan-ketentuan tersebut WTO seakan-akan mengutamakan kepentingan Negara berkembang, tetapi dalam prakteknya seringkali Negara – negara berkembang justru menerima kerugian.

Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat Negara-negara anggota untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utama dari diadakannya perjanjian tersebut adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importer dalam kegiatan perdagangan internasional. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.Dengan diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994


(3)

tentang ratifikasi “Agreement Establising the World Trade Organization” tersebut, maka semua persetujuan yang ada didalamnya berlaku secara sah di dalam system hukum Indonesia.

Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah Struktur Keorganisasian WTO ?

2. Prinsip-prinsip apa yang berlaku bagi negara anggota WTO ?

3. Bagaimana pengecualian penerapan Pinsip-prinsip WTO bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia agar kepentingan nasionalnya dapat terlindungi ?

BAB II PEMBAHASAN Struktur WTO

Badan tertinggi dalam struktur WTO adalah Ministerial Conference (MC) yaitu pertemuan tingkat menteri perdagangan negara anggota WTO yang diadakan sekali dalam dua tahun.Ministerial Conference ini mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan atas semua hal-hal yang dirundingkan ditingkat bawah dan menetapkan masalah-masalah yang akan dirundingkan dimasa mendatang. Struktur dibawah Ministerial Conference adalah General Council (GC) yang membawahi 5 badan yaitu :

 Council For Trade in Goods (CTG) yaitu badan yang menangani masalah perdagangan barang . yang membawahi berbagai komite ditambah Kelompok Kerja (Working Group) serta badan yang khusus menangani masalah texstil dan pakaian jadi yaitu Textiles Monitoring Body (TMB). Komite dibawah CTG adalah Komite Market Access, Komite


(4)

Agriculture, Komite Sanitary and Phytosanitary, Komite Rules of Origin, Komite Subsidies and Countervailing measures, Komite Custom Valuation, Komite Technical Barriers to Trade, Komite Anti-dumping Practices, Komite Import Licencing dan Komite Safequard.

 Council For Trade in Services (CTS),Council For Trade in Services hanya membawahi satu committee yaitu Committee Trade in Financial Services ditambah dengan tiga Negotiating Group (NG) yaitu NG on Maritime Transport Services, NG. On Basic Telecommunication dan NG on Movement of Natural Persons ditambah lagi dengan satu Working Party (WP) yaitu WP . on Professional Services.

 Council For Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Council For TRIPs).  Dispute Setlement Body (DSB)

 Trade Policy Review Body (TPRB).

Disamping itu terdapat pula empat Komite yang karena sifat dan subtansinya maka pengawasannya berada dibawah Ministerial Conference dan General Council yaitu :

(1) Komite Trade and Environment (2) Komite Trade and Development (3) Komite Balance of Payments

(4) Komite Budget-Finance and Administration.

Sedangkan dibawah General Council terdapat pula dua buah Komite dan badan internasional yang menangani perjanjian-perjanjian yang sifatnya plurilateral yaitu Komite Trade in Civil Aircraft dan Komite Government Procurement, International Dairy Council dan International Meat Council.


(5)

WTO memiliki 5 (lima) prinsip dasar yaitu :

1. Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations Treatment-MFN).

Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka GATT-WTO harus diperlakukan secara sama kepada semua negara anggota WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya. Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.

2. Pengikatan Tarif (Tariff binding)

Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana setiap negara anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk.

3. Perlakuan nasional (National treatment)

Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam


(6)

negeri. Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.

4. Perlindungan hanya melalui tarif.

Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif.

Penerapan Prinsip-Prinsip WTO bagi Negara Berkembang

Perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) memuat kurang lebih 145 ketentuan khusus, dikenal dengan istilah Special and Differential Treatment (S&D), bagi anggota-anggota WTO yang berasal dari negara-negara sedang berkembang (NSB). S&D menghendaki adanya suatu perbedaan perlakuan di WTO yang menguntungkan anggota-anggota yang berasal dari negara-negara berkembang. Dengan kalimat lain, S&D merupakan instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan (a means of development) dan instrumen untuk menggapai keadilan (a means of justice) bagi NSB dalam perdagangan internasional di bawah payung WTO.

Safeguards Negara-negara Berkembang

Safeguards dikenal dalam Pasal XIX poin pertama GATT 1994 tentang Emergency Action on Imports of Particular Products. Agreement on Safeguards menetapkan bahwa suatu negara anggota tidak boleh menggunakan atau mempertahankan pembatasan ekspor sukarela maupun


(7)

penetapan persetujuan pemasaran terarah maupun kebijaksanaan lain yang serupa terhadap ekspor maupun impor. Setiap kebijaksanaan sejenis itu yang masih berlaku pada saat perjanjian ini dinyatakan berlaku atau harus dihapus secara bertahap dalam waktu 4 (empat) tahun. Pengecualian dapat dibuat untuk suat kebijaksanaan khusus namun harus disetujui bersama oleh negara anggota WTO lainnya.

Dalam keadaan mendesak, suatu kebijaksanaan safeguards sementara (provisional safeguards) dapat diterapkan atas dasar penetapan pendahuluan menghadapi kerugian yang riil. Jangka waktu berlakunya kebijaksanaan safegurads sementara tersebut tidak boleh melebihi 200 (dua ratus) hari. Agreement on Safeguards juga menentukan kriteria untuk penetapan adanya suatu serious-injury dan pengaruh spesifiknya terhadap impor sebagai berikut:

- Tindakan safeguards dapat diterapkan hanya sepanjang diperlukan untuk melindungi atau mengatasi kerugian yang serius dan memudahkan penyesuaiannya.

- Apabila pembatasan yang digunakan, diterapkan dalam bentuk pembahasan kuantitatif atau quantitative restriction maka hal itu tidak boleh mengurangi jumlah impor rata-rata per tahun selama-lama 3 (tiga) tahun berturut-turut sesuai data statistik yang tersedia, kecuali ada alasan yang secara jelas diberikan yaitu bahwa tingkat perbedaan tersebut diperlukan untuk melindungi atau mengatasi kerugian yang serius.

Safeguards adalah hak darurat membatasi impor apabila terjadi peningkatan impor yang menimbulkan serious-injury terhadap industri domestik. Tindakan safeguards tidak boleh diterapkan terhadap suatu produk yang berasal dari suatu negara berkembang yang menjadi anggota perjanjian ini jika pangsa impor dari produk tersebut tidak lebih dari 3% (tiga persen). Namun larangan penetapan tindakan safeguards terhadap negara berkembang yang menjadi anggota perjanjian yang pangsa impornya kurang dari 3% hanya berlaku bila secara kolektif


(8)

pangsa negara berkembang tidak lebih dari 9% (sembilan persen) dari keseluruhan impor produk yang bersangkutan.

Selanjutnya ditentukan bahwa negara berkembang mendapat hak untuk memperpanjang jangka waktu penerapan suatu tindakan safeguards yang dilakukannya untuk suatu kurun waktu sampai melebihi 2 (dua) tahun di luar batas maksimal yang normal. Negara tersebut juga dapat menerapkan kembali suatu tindakan safeguards terhadap suatu produk yang pernah menjadi subjek tindakan semacam itu untuk suatu kurun waktu yang sama dengan setengah dari jangka waktu tindakan sebelumnya, atau tidak kurang dari dua tahun.

Perlakuan dan pembedaan yang diberikan oleh WTO

Committee on Governmental Procurement

Negara berkembang yang berminat masuk dalam perjanjian khusus ini dapat dikecualikan dari ketentuan mengenai national treatmnent melalui negosiasi dengan negara-negara penadatangan lainnya. Pengecuaian tersebut dapat diberikan kepada negara-negara berkembang yang mengalami kesulitan dalam neraca pembayaran ataupun karena situasi tingkat perkembangan, keuangan dan perdagangannya tidak memungkinkan negara yang bersangkutan untuk dapat memenuhi ketentuan mengenai national treatment tersebut. Selain itu bagi negara-negara berkembang yang menjadi anggota suatu regional-global arrangement antara negara-negara berkembang dapat dikecualikan dari ketentuan national treatment tersebut (Pasal III: 4, 5 ,6 dan 7)

Adanya bantuan teknis yang dapat diberikan atas permintaan negara berkembang yang bersangkutan. Bantuan tersebut dimaksudkan untuk membantu negara-negara berkembang


(9)

untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalam bidang government procurement(Pasal III: 8 dan 9)

Negara-negara maju akan mendirikan information centre untuk menampung dan menjawab pertanyaan yang diajukan negara berkembang sehubungan dengan masalah government procurement (Pasal III:10)

Mengenai special and differential treatment, oleh committee secara berkala akan dilakukan peninjauan kembali apakah pengecualian yang diberikan kepada suatu negara akan diperpanjang waktunya. (Pasal III: 13)

Waiver dan Pembatasan Darurat terhadap Impor

WTO mengijinkan diadakannya perkecualian dalam bentuk waiver dan langkah darurat lainnya. Perkecualian dalam bentuk waiver misalnya suatu negara dalam melaksanakan kebijakan bidang pertaniannya sebenarnya melanggar GATT, tetapi karena telah ditetapkan sebelum adanya GATT, maka kebijakan tersebut memperoleh waiver (pelepasan tuntutan). Dalam kasus tertentu suatu negara dapat menghadapi suasana darurat yang memerlukan penanganan dengan mengambil langkah proteksi karena industri dalam negerinya menghadapi masalah. Pasal XIX mengizinkan suatu negara untuk mengambil langkag protektif tersebut. Tetapi pasal XIX menyatakan bahwa langkah protektif tersebut adalah langkah darurat yang bersifat sementara. Perkecualian tersebut dikenal sebagai safeguards. Dengan syarat yang ditentukan secara khusus, suatu negara anggota GATT dapat menerapkan suatu restriksi dalam impornya atau mencabut konsesi tariff yang telah diberikan kepada negara lain untuk produk-produk yang telah mengalami peningkatan impor yang sedemikian besar shingga menimbulkan kesulitan yang berat untuk industri dalam negeri negara-negara yang bersangkutan.


(10)

Perkecualian untuk Perjanjian Perdagangan Regional

Perjanjian perdagangan regional banyak dimaksudkan bertujuan untuk mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan dalam bentuk bea masuk (tariff) atau hambatan lainnya (non-tariff).

Pasal XXIV telah mengizinkan perjanjian perdagangan regional, tetapi dengan ketentuan bahwa tujuannya untuk meningkatkan perdagangan, tanpa harus meningkatkan bea masuk maupun hambatan non-tariff tambahan terhadap barang dari negara-negara non-anggota sehingga menimbulkan hambatan pada taraf yang lebih tinggi daripada yang berlaku sebelum adanya perjanjian.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Perlidungan Terhadap Kepentingan Nasional Melalui Pengecualian Penerapan Prinsip-prinsip WTO terutama bagi Negara-negara Berkembang seperti Indonesia diberikan dengan perlakuan-perlakuan khusus seperti:

negara-negara berkembang yang menghadapi masalah neraca pembayaran yang serius, dapat diizinkan menggunakan langkah restriksi kuantitatif dengan kriteria yang lebih lunak dari negara maju (Pasal XVIII). Negara berkembang juga mendapat hak untuk memperpanjang jangka waktu penerapan suatu tindakan safeguards yang dilakukannya untuk suatu kurun waktu sampai melebihi 2 (dua) tahun di luar batas maksimal yang normal. Negara berkembang tersebut juga dapat menerapkan kembali suatu tindakan safeguards terhadap suatu produk yang pernah menjadi subjek tindakan semacam itu untuk suatu kurun waktu


(11)

yang sama dengan setengah dari jangka waktu tindakan sebelumnya, atau tidak kurang dari dua tahun. Selain itu secara umum, negara-negara berkembang diberi waktu yang lebih panjang untuk menerapkan isi perjanjian-perjanjian WTO daripada negara-negara lain. Negara-negara berkembang diberikan kesempatan untuk mempersiapkan infrastruktur dan suprastruktur bagi perjanjian-perjanjian dan aturan-aturan WTO dengan diberi jangka waktu pemberlakuan yang lebih. Dengan begitu negara-negara berkembang diharapkan dapat lebih siap bersaing dengan negara-negara lain.


(12)

DAFTAR PUSTAKA

H. S. Kartadjoemena, “GATT dan WTO; Sistem Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan”, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), 1996.

WTO, Understanding the WTO, World Trade Organization, 2003.

WTO, The Legal Text, The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, 2002

World Trade Organization, rue de Lausanne 154, CH-1211 Geneva 21, Switzerland

http://www.wikipedia.com www.wto.org


(1)

penetapan persetujuan pemasaran terarah maupun kebijaksanaan lain yang serupa terhadap ekspor maupun impor. Setiap kebijaksanaan sejenis itu yang masih berlaku pada saat perjanjian ini dinyatakan berlaku atau harus dihapus secara bertahap dalam waktu 4 (empat) tahun. Pengecualian dapat dibuat untuk suat kebijaksanaan khusus namun harus disetujui bersama oleh negara anggota WTO lainnya.

Dalam keadaan mendesak, suatu kebijaksanaan safeguards sementara (provisional safeguards) dapat diterapkan atas dasar penetapan pendahuluan menghadapi kerugian yang riil. Jangka waktu berlakunya kebijaksanaan safegurads sementara tersebut tidak boleh melebihi 200 (dua ratus) hari. Agreement on Safeguards juga menentukan kriteria untuk penetapan adanya suatu serious-injury dan pengaruh spesifiknya terhadap impor sebagai berikut:

- Tindakan safeguards dapat diterapkan hanya sepanjang diperlukan untuk melindungi atau mengatasi kerugian yang serius dan memudahkan penyesuaiannya.

- Apabila pembatasan yang digunakan, diterapkan dalam bentuk pembahasan kuantitatif atau quantitative restriction maka hal itu tidak boleh mengurangi jumlah impor rata-rata per tahun selama-lama 3 (tiga) tahun berturut-turut sesuai data statistik yang tersedia, kecuali ada alasan yang secara jelas diberikan yaitu bahwa tingkat perbedaan tersebut diperlukan untuk melindungi atau mengatasi kerugian yang serius.

Safeguards adalah hak darurat membatasi impor apabila terjadi peningkatan impor yang menimbulkan serious-injury terhadap industri domestik. Tindakan safeguards tidak boleh diterapkan terhadap suatu produk yang berasal dari suatu negara berkembang yang menjadi anggota perjanjian ini jika pangsa impor dari produk tersebut tidak lebih dari 3% (tiga persen). Namun larangan penetapan tindakan safeguards terhadap negara berkembang yang menjadi anggota perjanjian yang pangsa impornya kurang dari 3% hanya berlaku bila secara kolektif


(2)

pangsa negara berkembang tidak lebih dari 9% (sembilan persen) dari keseluruhan impor produk yang bersangkutan.

Selanjutnya ditentukan bahwa negara berkembang mendapat hak untuk memperpanjang jangka waktu penerapan suatu tindakan safeguards yang dilakukannya untuk suatu kurun waktu sampai melebihi 2 (dua) tahun di luar batas maksimal yang normal. Negara tersebut juga dapat menerapkan kembali suatu tindakan safeguards terhadap suatu produk yang pernah menjadi subjek tindakan semacam itu untuk suatu kurun waktu yang sama dengan setengah dari jangka waktu tindakan sebelumnya, atau tidak kurang dari dua tahun.

Perlakuan dan pembedaan yang diberikan oleh WTO

Committee on Governmental Procurement

Negara berkembang yang berminat masuk dalam perjanjian khusus ini dapat dikecualikan dari ketentuan mengenai national treatmnent melalui negosiasi dengan negara-negara penadatangan lainnya. Pengecuaian tersebut dapat diberikan kepada negara-negara berkembang yang mengalami kesulitan dalam neraca pembayaran ataupun karena situasi tingkat perkembangan, keuangan dan perdagangannya tidak memungkinkan negara yang bersangkutan untuk dapat memenuhi ketentuan mengenai national treatment tersebut. Selain itu bagi negara-negara berkembang yang menjadi anggota suatu regional-global arrangement antara negara-negara berkembang dapat dikecualikan dari ketentuan national treatment tersebut (Pasal III: 4, 5 ,6 dan 7)

Adanya bantuan teknis yang dapat diberikan atas permintaan negara berkembang yang bersangkutan. Bantuan tersebut dimaksudkan untuk membantu negara-negara berkembang


(3)

untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalam bidang government procurement(Pasal III: 8 dan 9)

Negara-negara maju akan mendirikan information centre untuk menampung dan menjawab pertanyaan yang diajukan negara berkembang sehubungan dengan masalah government procurement (Pasal III:10)

Mengenai special and differential treatment, oleh committee secara berkala akan dilakukan peninjauan kembali apakah pengecualian yang diberikan kepada suatu negara akan diperpanjang waktunya. (Pasal III: 13)

Waiver dan Pembatasan Darurat terhadap Impor

WTO mengijinkan diadakannya perkecualian dalam bentuk waiver dan langkah darurat lainnya. Perkecualian dalam bentuk waiver misalnya suatu negara dalam melaksanakan kebijakan bidang pertaniannya sebenarnya melanggar GATT, tetapi karena telah ditetapkan sebelum adanya GATT, maka kebijakan tersebut memperoleh waiver (pelepasan tuntutan). Dalam kasus tertentu suatu negara dapat menghadapi suasana darurat yang memerlukan penanganan dengan mengambil langkah proteksi karena industri dalam negerinya menghadapi masalah. Pasal XIX mengizinkan suatu negara untuk mengambil langkag protektif tersebut. Tetapi pasal XIX menyatakan bahwa langkah protektif tersebut adalah langkah darurat yang bersifat sementara. Perkecualian tersebut dikenal sebagai safeguards. Dengan syarat yang ditentukan secara khusus, suatu negara anggota GATT dapat menerapkan suatu restriksi dalam impornya atau mencabut konsesi tariff yang telah diberikan kepada negara lain untuk produk-produk yang telah mengalami peningkatan impor yang sedemikian besar shingga menimbulkan kesulitan yang berat untuk industri dalam negeri negara-negara yang bersangkutan.


(4)

Perkecualian untuk Perjanjian Perdagangan Regional

Perjanjian perdagangan regional banyak dimaksudkan bertujuan untuk mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan dalam bentuk bea masuk (tariff) atau hambatan lainnya (non-tariff).

Pasal XXIV telah mengizinkan perjanjian perdagangan regional, tetapi dengan ketentuan bahwa tujuannya untuk meningkatkan perdagangan, tanpa harus meningkatkan bea masuk maupun hambatan non-tariff tambahan terhadap barang dari negara-negara non-anggota sehingga menimbulkan hambatan pada taraf yang lebih tinggi daripada yang berlaku sebelum adanya perjanjian.

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Perlidungan Terhadap Kepentingan Nasional Melalui Pengecualian Penerapan Prinsip-prinsip WTO terutama bagi Negara-negara Berkembang seperti Indonesia diberikan dengan perlakuan-perlakuan khusus seperti:

negara-negara berkembang yang menghadapi masalah neraca pembayaran yang serius, dapat diizinkan menggunakan langkah restriksi kuantitatif dengan kriteria yang lebih lunak dari negara maju (Pasal XVIII). Negara berkembang juga mendapat hak untuk memperpanjang jangka waktu penerapan suatu tindakan safeguards yang dilakukannya untuk suatu kurun waktu sampai melebihi 2 (dua) tahun di luar batas maksimal yang normal. Negara berkembang tersebut juga dapat menerapkan kembali suatu tindakan safeguards terhadap suatu produk yang pernah menjadi subjek tindakan semacam itu untuk suatu kurun waktu


(5)

yang sama dengan setengah dari jangka waktu tindakan sebelumnya, atau tidak kurang dari dua tahun. Selain itu secara umum, negara-negara berkembang diberi waktu yang lebih panjang untuk menerapkan isi perjanjian-perjanjian WTO daripada negara-negara lain. Negara-negara berkembang diberikan kesempatan untuk mempersiapkan infrastruktur dan suprastruktur bagi perjanjian-perjanjian dan aturan-aturan WTO dengan diberi jangka waktu pemberlakuan yang lebih. Dengan begitu negara-negara berkembang diharapkan dapat lebih siap bersaing dengan negara-negara lain.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

H. S. Kartadjoemena, “GATT dan WTO; Sistem Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan”, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), 1996.

WTO, Understanding the WTO, World Trade Organization, 2003.

WTO, The Legal Text, The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, 2002

World Trade Organization, rue de Lausanne 154, CH-1211 Geneva 21, Switzerland

http://www.wikipedia.com