BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Kepercayaan Masyarakat Jawa
Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat manusia tentang sifat-sifat Tuhan, serta mempercayai
adanya wujud dari alam gaib dan supernatural, dan juga pemahaman tentang hakekat hidup dan maut, dan tentang wujud dewa-dewa atau mahkluk-mahkluk halus lainnya
yang mendiami alam gaib. Koentjaraningrat, 1983 : 78. Sistem kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa erat hubungannya
dengan kegiatan-kegiatan dan upacara-upacara yang berbau religius. Juga didalamnya terdapat unsur-unsur serta rangkaian dan juga alat alat yang biasa digunakan untuk
kegiatan ini. Menurut Lukes E Durkheim menjelaskan Religi merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan suatu masyarakat. Dalam masyarakat
sederhana religi merupakan sumber utama kohesi sosial dalam masyarakat.Drujetna Imam Muhni, 1994 : 128
Yang menjalankan seluruh rangkaian dari sistem kepercayaan itu adalah masyarakat. Masyarakat diambil dari bahasa Yunani yaitu
socius
yang berarti teman atau kawan. Arti tersebut menekankan pertemanan dan persahabatan yang kuat. Pada
abad ke-19 pengertian mengenai masyarakat dikembangkan menjadi lebih cenderung ke sekelompok atau perkumpulan manusia dan komunitas yang menjadi wadah
pengalaman manusia, keluarga, desa, Jemaah gereja, kota dan kelas serta perkumpulan suka rela. Ken Plummer, 2011 : 24
Jawa adalah pusat politik kepulauan Indonesia dan kampung halaman kelompok etnis paling besar dan paling
sophisticated
paling berpengalaman atau pintar diantara penduduk Indonesia yang amat beraneka. Secara etnis, Jawa
merupakan mayoritas Indonesia, namun diantara mereka sendiri secara religius ada keanekaragaman, karena sekitar lima sampai sepuluh prosen menganut Islam dalam
versi yang sudah amat sinkretis dan dijawakan, sementara sebagian besar lainnya menganggap dirinya Muslim Nominal, yaitu mengakui diri Islam namun tindakan dan
pikiran mereka lebih dekat kepada tradisi Jawa Hindu. Niels Mulder, 1980 : 1 Menurut James L Peakock bagi orang Jawa dewasa ini, sebenarnya mistik dan
praktek – praktek magis – mistis senantiasa merupakan arus bawah yang amat kuat,
Kalau bukan malah esensi dari kebudayaan mereka. Islam yang datang ke Jawa adalah Islam Sufi yang mudah diterima serta diserap kedalam sinkritisme Jawa. Niels
Mulder, 1980 1-2. Kepercayaan masyarakat Jawa tentang Roh sudah ada sejak jaman dulu. Kepercayaan itu masih ada hingga saat ini sebagai bentuk penghormatan kepada
orang yang sudah meninggal. Masyarakat percaya bahwa roh orang yang telah mati masih berada di sekitar mereka, Roh bisa melihat orang-orang yang masih hidup tetapi
ini tidak berlaku sebaliknya. Kepercayaan tentang Roh adalah animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan adanya jiwa atau roh yang menghuni suatu
tempat. Sri Winarsih dalam tulisannya menyebut Animisme merupakan religi yang
tertua dikenal manusia yang mewarnai keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta merupakan wujud nyata dalam pemujaan roh nenek moyang.Clifford Geertz, 1981 :
13. Menurut Suwardi Endraswara, 2005 : 80 roh dapat digolongkan menjadi 3 yaitu
:
1. Roh leluhur merupakan roh manusia yang sudah meninggal. Roh bersifat baik dan
akan menjaga anak cucunya. 2.
Danyang
merupakan roh yang menempati suatu desa, sumber mata air, bukit dan sebagainya. Roh ini bersifat baik dan suka menolong manusia.
3. Lelembut merupakan roh yang paling rendah, mendiami tempat sepi, hutan, pohon dan
batu. Seperti :
jin, banaspati, genderuwo, peri
dan sebagainya. Memiliki sifat jahat dan suka mengganggu manusia.
Kehidupan Jawa bersifat ritualistis, perubahan- perubahan dan kejadian- kejadian baru harus dimasukkan secara formal ke dalam struktur keadaan yang sudah
ada. Mereka harus diakui secara ritual dulu baru kemudian dapat diterima. Mulder, 1980 : 53. Sebagai bentuk hubungan yang baik karena manusia tidak bisa melihat roh
orang yang telah mati maka bentuk hubungan dan komunikasinya adalah diwujudkan dalam bentuk ritual dan doa sesuai dengan kepercayaan.
B. Prinsip Hidup