IDENTIFICATION OF DISTRIBUTION AND STRIPPING RATIO (SR) ANALYSIS OF COAL SEAM BY GEOPHYSICAL LOGGING DATA AT PIT-3 MINING COAL CONCESSION IN KOHONG – CENTRAL KALIMANTAN IDENTIFIKASI PENYEBARAN DAN ANALISIS STRIPPING RATIO (SR) SEAM BATUBARA DENGAN MENGGUN

(1)

IDENTIFIKASI PENYEBARAN DAN ANALISIS STRIPPING RATIO (SR) SEAM BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN DATA GEOFISIKA

LOGGING PADA AREA PIT-3 KONSESI TAMBANG BATUBARA DI KOHONG – KALIMANTAN TENGAH

(Skripsi)

Oleh

UJANG SUARDI

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF DISTRIBUTION AND STRIPPING RATIO (SR) ANALYSIS OF COAL SEAM BY GEOPHYSICAL LOGGING DATA

AT PIT-3 MINING COAL CONCESSION IN KOHONG – CENTRAL KALIMANTAN

By Ujang Suardi

The research of Geophysical Logging exploration has been done at exploration area of PT. Buena Persada Mining Services which is owned by PT. Asmin Koalindo Tuhup in Central Kalimantan. This research identifies the distribution of coal seam and analyzes Stripping Ratio value based on number of coal reserves for information or reference in other mining coal project with the same method. This research uses drilling sample, logging equipments, well log data, and software both WellCAD 4 and Rockwork 15. It is continued through well log data analysis, modeling of lithology distribution, volume calculation of lithology in exploration area, and determination value of Stripping Ratio (SR). One result of this research is description of lithology of exploration area such as: soil, mudstone, siltstone, sandstone, coal, and carbonaceous. The other results are characteristic of log chart of coal seam, range point of Gamma Ray and Density of coal seam of which Gamma Ray is about 0 - 40 cps and Long Density is about 2500 - 8000 cps, 3D model, isopach map, and volume reserves of Overburden and coal seam of research area. The volume reserve of coal is 1,650,000 m3 and the Overburden is 26,100,000 m3. Based on calculated volume reserves, the Stripping Ratio is 15. 704. It means the coal reserves of this area are economic to be exploited.


(3)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI PENYEBARAN DAN ANALISIS STRIPPING RATIO (SR) SEAM BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN DATA GEOFISIKA

LOGGING PADA AREA PIT-3 KONSESI TAMBANG BATUBARA DI KOHONG – KALIMANTAN TENGAH

Oleh Ujang Suardi

Telah dilakukan penelitian eksplorasi Geofisika Logging di area eksplorasi PT. Buena Persada Mining Services wilayah tambang Batubara PT. Asmin Koalindo Tuhup provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian ini mengidentifikasi penyebaran seam batubara dan menganalisis nilai Stripping Ratio dari besarnya cadangan yang dihitung sebagai bahan informasi atau referensi dalam eksploitasi tambang batubara dengan menggunakan metode yang sama. Penelitian ini menggunakan sampel pengeboran, peralatan logging, data log sumur, dan perangkat lunak WellCAD 4 dan Rockwork 15, yang selanjutnya dilakukan analisis data log sumur, pemodelan penyebaran litologi dan penghitungan besarnya volume litologi area penelitian serta penentuan nilai Stripping Ratio (SR). Hasil yang diperoleh adalah didapatkannya deskripsi litologi area penelitian yaitu soil, mudstone, sandstone, siltstone, carbonaceous dan batubara. Didapatkan juga pola grafik log pada seam, besar kecilnya nilai log Gamma Ray dan Density pada seam batubara dimana Gamma Ray berkisar antara 0 – 40 cps dan Long Density berkisar antara berkisar 2500 – 8000 cps, beserta Model 3D (Tiga Dimensi) dan Peta isopach dan besarnya volume Overburden dan seam batubara daerah penelitian. Cadangan batubara didapatkan sebesar 1,650,000 m3, dengan Overburden sebesar 26,100,000 m3, dan Stripping Ratio didapatkan 15.704. berdasarkan data tersebut maka batubara di daerah tersebut ekonomis untuk dieksploitasi.


(4)

IDENTIFIKASI PENYEBARAN DAN ANALISIS STRIPPING RATIO (SR) SEAM BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN DATA GEOFISIKA

LOGGING PADA AREA PIT-3 KONSESI TAMBANG BATUBARA DI KOHONG – KALIMANTAN TENGAH

Oleh

UJANG SUARDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

Judul Skripsi : IDENTIFIKASI PENYEBARAN DAN ANALISIS STRIPPING RATIO (SR) SEAM BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN DATA GEOFISIKA LOGGING PADA AREA PIT-3 KONSESI TAMBANG BATUBARA DI KOHONG - KALIMANTAN TENGAH. Nama Mahasiswa : Ujang Suardi

Nomor Pokok Mahasiswa : 0715051040

Jurusan : Teknik Geofisika

Fakultas : Teknik

MEYETUJUI 1. Komisi Pembimbing Pembimbing I

Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T. NIP. 19700120 200003 1 001

Pembimbing II

Dr. Muh. Sarkowi, M.Si. NIP. 19711210 199702 1 001 2. Ketua Jurusan Teknik Geofisika Unila

Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T. NIP. 19700120 200003 1 001


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Bagus Sapto Mulyatno,S. Si.,M.T. ...

Sekretaris : Dr. Muh. Sarkowi, M.Si. ...

Penguji Utama : Dr. Ahmad Zaenudin, M.T. ...

2. Dekan Fakultas Teknik

Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A NIP. 19650510 199303 2 008


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka, selain itu saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila pernyataan saya ini tidak benar maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 27 April 2012

Ujang Suardi NPM. 0715051040


(8)

RIWAYAT HIDUP

Ujang Suardi dilahirkan di Pelita Jaya, Pesisir Selatan, Lampung Barat pada tanggal 2 Oktober 1988 dan merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Maskur Aziz dan Ibu Rosiah.

Penulis mulai masuk sekolah dasar pada tahun 1995 dan menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Pelita Jaya pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pesisir Selatan dan pada tahun 2004 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pesisir Selatan, Lampung Barat. Pada tahun 2007 penulis tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Strata-1Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika (HIMA TG Buana) dan menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Geofisika Indonesia (HMGI). Pada bulan Juli - Agustus 2010, penulis melaksanakan Kerja Praktik (KP) di PT. Buena Persada Mining Services site Kohong Kalimantan Tengah. Kemudian, pada bulan Februari - April 2011 penulis melakukan penelitian kembali di tempat yang sama.


(9)

Skripsi ini Saya Persembahkan Untuk:

Wanita Terhebat Seluruh Dunia, Ibunda Tercinta: Rosiah

Ayah Juara Satu Seluruh Dunia: Maskur Aziz

dan

(Uwo, Udo, Abang, Adik)

serta


(10)

SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan nikmat yang diberikan sampai dengan saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Identifikasi Penyebaran dan Analisis Stripping Ratio (SR) Seam Batubara dengan Menggunakan Data Geofisika Logging Pada Area PIT-3 Konsesi Tambang Batubara Di Kohong Kalimantan Tengah penulis selesaikan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.

Karya ini dapat penulis selesaikan dengan bantuan seluruh pihak dan instansi terkait yang senantiasa memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi penulis. Dengan penuh rasa ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Lusmeiliana Afriani, D.E.A., selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Lampung.

2. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, M. T., selaku ketua Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik, Universitas Lampung dan selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian Skripsi saya ini.

3. Bapak Dr. Muh Sarkowi, M.Si selaku pembimbing II yang telah menyempatkan waktunya untuk membantu menyumbangkan tenaga, pikiran,


(11)

motivasi dan tanya jawab demi terlaksananya penelitian dan penyusunan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, M.T., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Geofisika dan sebagai Penguji saya yang telah begitu banyak memberikan masukan-masukan dan saran-saran yang membantu dan berguna dalam penulisan dan materi yang berkaitan.

5. Bak dan Emak yang senantiasa mendukung dan tiada henti-hentinya mendoakan dan memberi semangat kepada putranya agar selalu tegar, dewasa dan bijaksana dalam menjalani hidup.

6. Keluarga yang mendukung saya dalam segala hal positif yang saya kerjakan.(Uwo Yeti, Udo Darlis, Abang Yamin, Adik Arbi).

7. PT. Buena Persada Mining Service yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melaksanakan kerja praktek dan penelitian di site Kohong. Terima kasih atas waktu, tenaga, kesempatan dan semua bantuan sehingga dapat terselesaikan Skripsi ini.

8. Bapak Muhammad Agung Wirasutisna selaku pembimbing lapangan yang telah begitu banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Teknik Geofisika FT UNILA atas perhatian dan pengetahuan yang telah diberikan.

10.Teman-teman seperjuangan di lapangan Alpan Prananta Barus dan Fitriani, dengan segala suka duka yang telah kita lewati bersama.

11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007 Teknik Geofisika. Para sahabatku Aan, Yuza, Tika, Megi, Titin, Uni, Iis, Mukti, serta “Keluarga Anomali” lainnya terimaksih atas kebersamaan, dukungan dan motivasinya serta canda


(12)

tawa kita selama ini dan semoga kekompakkan kita terjaga untuk selamanya. Terimakasih juga kepada Antonio Ginting atas bantuannya selamanya ini. 12.Rekan-rekan di Kohong, Bapak Dede Suparman, Bapak Danang Suryatmo,

Mbak Agnes Widyarini, beserta seluruh staf dan karyawan PT. Buena Persada Mining Services, terima kasih atas kerjasamanya.

13. Seluruh pihak yang banyak membantu, tanpa mengurangi rasa terima kasih, mohon maaf lahir batin tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ini bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi sedikit bagian dari kenang-kenangan penulis selama studi di Jurusan Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 27 April 2012 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Batasan Masalah ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Letak dan Lokasi Penelitian ... 4


(14)

1. Geologi Umum ... 5

2. Geologi Regional ... 5

3. Geologi Daerah Perjanjian Karya Pengusahaan Penambangan Batubara (PKP2B) ... 7

4. Stratigrafi ... 10

5. Endapan Batubara ... 13

III. TEORI DASAR A. Batubara ... 14

1. Cara Terbentuknya Batubara ... 14

2. Tempat Terbentuknya Batubara ... 14

a. Teori Insitu ... 14

b. Teori Drift ... 15

3. Faktor yang Berpengaruh ... 15

a. Posisi Geotektonik ... 15

b. Topografi (Morfologi) ... 16

c. Iklim ... 16

d. Kecepatan Penurunan Cekungan ... 17

e. Tumbuhan ... 17

f. Dekomposisi Flora ... 18

g. Sejarah Sesudah Pengendapan ... 19

h. Struktur Cekungan Batubara ... 19

i. Metamorfosa Organik ... 20

4. Jenis Batubara dan Sifatnya ... 20

B. Well Logging (Log Sumur) ... 21

1. Log Gamma Ray (Log Sinar Gamma) ... 22

2. Log Density (Log Rapat Massa) ... 27

3. Log Caliper ... 29

C. Analisis Nisbah Kupas atau Stripping Ratio (SR) ... 30

IV. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

B. Jadwal Penelitian ... 34

C. Alat dan Bahan ... 35

D. Metode Penelitian ... 35

1. Pengambilan Data ... 35

2. Pengolahan Data ... 36

3. Interpretasi Data ... 37

4. Diagram Alir ... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Interpretasi Litologi Batuan Daerah Penelitian ... 39


(15)

B. Penyebaran Endapan Lapisan Seam Batubara ... 40

1. Seam K36 ... 47

2. Seam K37 ... 51

3. Seam K39 ... 55

4. Seam K41 ... 59

5. Seam K43 ... 63

C. Analisis Stripping Ratio (SR) ... 67

a. Volume Litologi Total Area PIT-3 ... 67

b. Volume Overburden (OB), Interburden (IB), dan Seam Batubara ... 71

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jadwal penelitian ... 34

Tabel 2. Tabel sebaran posisi dan ketebalan seam K36 tiap sumur eksplorasi daerah penelitian ... 40

Tabel 3. Tabel sebaran posisi dan ketebalan seam K37 dan K39 tiap sumur ekplorasi daerah penelitian ... 41

Tabel 4. Tabel sebaran posisi dan ketebalan seam K41 dan K43 tiap sumur ekplorasi daerah penelitian ... 42

Tabel 5. Sampel nilai parameter log seam K36 yang diambil dari sumur KHP383_OC ... 51

Tabel 6. Sampel nilai parameter log seam K37 yang diambil dari sumur KHP400_IC ... 55

Tabel 7. Sampel nilai parameter log seam K39 yang diambil dari sumur KHP384C_OC ... 59

Tabel 8. Sampel nilai parameter log seam K41 yang diambil dari sumur KHP432C_IC ... 63

Tabel 9. Sampel nilai parameter log seam K43 yang diambil dari sumur KHP426C_OC ... 66

Tabel 10. Volume cadangan batubara berdasarkan parameter log ... 67

Tabel 11. Tabel hasil perhitungan volume litologi area penelitian ... 70


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian ... 4

Gambar 2. Peta peologi daerah Muara Teweh ... 6

Gambar 3. Kolom stratigrafi PKP2B PT. Asmin Koalindo Tuhup ... 12

Gambar 4. Stratigrafi daerah Barito Utara dan sekitarnya ... 12

Gambar 5. Pengukuran Wireline Logging sumur eksplorasi ... 22

Gambar 6. Contoh interpretasi lapisan batuan dengan log Gamma Ray ... 24

Gambar 7. Contoh korelasi well dengan data logging ... 27

Gambar 8. Prinsip pengukuran Density log ... 28

Gambar 9. Log Caliper yang menggambarkan keadaan diameter borehole ... 30

Gambar 10. Ilustrasi lapisan batubara dan Overburden ... 33

Gambar 11. Diagram alir penelitian ... 38

Gambar 12. Interpretasi grafik log sumur dalam penentuan litologi ... 39

Gambar 13. Surface map contour sebaran elevasi permukaan sumur eksplorasi ... 43

Gambar 14. Striplog sumur dan sebaran litologi batuan dengan software Rockwork 15 ... 44

Gambar 15. Model 3D sebaran litologi batuan daerah penelitian ... 45

Gambar 16. Model 3D irisan penampang litologi daerah penelitian ... 46

Gambar 17. Model 3 Dimensi penyebaran batubara area penelitian ... 47

Gambar 18. Peta isopach sebaran ketebalan batubara seam K36 ... 48

Gambar 19. Model 3 Dimensi sebaran seam K36 area penelitian ... 49

Gambar 20. Sampel grafik log seam K36 ... 50

Gambar 21. Peta isopach sebaran ketebalan batubara seam K37 ... 52

Gambar 22. Model 3 Dimensi sebaran seam K37 area penelitian ... 52

Gambar 23. Sampel grafik log seam K37 ... 54

Gambar 24. Peta isopach sebaran ketebalan batubara seam K39 ... 56

Gambar 25. Model 3 Dimensi sebaran seam K39 area penelitian ... 56

Gambar 26. Sampel grafik log seam K39 ... 58

Gambar 27. Peta isopach sebaran ketebalan batubara seam K41 ... 60

Gambar 28. Model 3 Dimensi sebaran seam K41 area penelitian ... 60

Gambar 29. Sampel grafik log seam K41 ... 62

Gambar 30. Peta isopach sebaran ketebalan batubara seam K43 ... 64

Gambar 31. Model 3 Dimensi sebaran seam K43 area penelitian ... 64


(18)

Gambar 33. Kesamaan grafik log pada litologi batubara

dan sandstone ... 68

Gambar 34. Kesamaan grafik log pada litologi batubara dan soil ... 69

Gambar 35. (a) Hasil pemodelan litologi ... 69

(b) Hasil perhitungan volume total litologi ... 69

Gambar 36. Model 3 Dimensi sebaran litologi penyusun Area penelitian ... 70

Gambar 37. (a) Hasil pemodelan lapisan ... 71

(b) Hasil perhitungan volume OB, IB dan seam batubara area penelitian ... 71

Gambar 38. Model 3 Dimensi sebaran seam batubara dan lapisan penutup ... 73


(19)

I.IIPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Endapan batubara adalah salah satu sumber daya alam yang digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak, sebagai sumber energi manusia. Penggunaan batubara sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan manusia semakin lama semakin meningkat.

Eksplorasi batubara telah digalakkan untuk memenuhi kebutuhan pemakaiannya sebagai sumber energi alternatif dalam rangka mengantisipasi krisis sumber energi migas, maka perlu diketahui penyebaran dari batubara di suatu tempat tertentu, sehingga dapat diketahui daerah yang prospek. Penyebaran batubara di suatu tempat pasti diikuti dengan penyebaran nilai kalori dan kualitasnya, meskipun dalam wilayah tersebut umumnya kualitas dan nilai kalorinya tidak jauh berbeda.

Keterdapatan batubara cooking coal area eksplorasi PT. Asmin Koalindo Tuhup tentunya dipengaruhi oleh berbagai hal, baik oleh pengaruh geologi maupun geofisika. Karena berbagai pengaruh inilah, maka akan ada perbedaan karakter dari tiap lapisannya, baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Untuk itulah perlu dilakukan suatu langkah untuk mengetahui penyebaran dan


(20)

karakter dari lapisan batubara dengan menggunakan data yang mendukung, sehingga didapatkan suatu gambaran yang jelas yang dapat dipetakan.

Dengan menggunakan metode Geofisika logging pada eksplorasi batubara, maka akan didapatkan informasi kedalaman, ketebalan dan persebaran batubara dengan melihat bacaan pola grafik log pada tiap log sumur eksplorasi. Dengan data log ini pula dapat diklasifikasikan lapisan atau seam batubara, sehingga dapat dibedakan karakter tiap seam dan dapat dianalisis nilai potensialnya.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pola penyebaran deposit lapisan seam batubara di daerah penelitian,

2. Mengetahui cadangan Batubara daerah penelitian,

3. Mengetahui nilai Stripping Ratio (SR) seam batubara daerah penelitian.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini cakupan ruang lingkup permasalahan dibatasi pada studi penyebaran dan analisis nilai potensial Stripping Ratio (SR) seam batubara berdasarkan data Geofisika logging dengan jenis log Gamma Ray dan Density pada 20 sumur eksplorasi dengan jumlah seam sebanyak 5 seam yaitu; seam K36, K37, K39, K41, dan K43 di area PIT-3 wilayah pertambangan PT. Asmin Koalindo Tuhup, Kohong - Kalimantan Tengah.


(21)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat diketahui distribusi atau penyebaran seam batubara di daerah penelitian,

2. Dapat diketahui nilai potensial cadangan yang terdapat pada seam batubara di daerah penelitian.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Letak dan Lokasi Penelitian

Daerah penelitian adalah di wilayah tambang PT. Asmin Koalindo Tuhup yang terletak di desa Kohong, Kecamatan Barito Tuhup Raya, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Letak koordinatnya berkisar antara 00o 40’ – 01o 00’ LS dan 115o 00’ – 115o 15’ BT. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar dibawah ini,


(23)

B. Fisiografi dan Geologi

1. Geologi Umum

Secara umum geologi Kabupaten Barito Selatan dan Barito Utara termasuk ke dalam pinggiran Cekungan Barito bagian Utara yang terbentuk pada Awal Tersier yang berbatasan dengan Cekungan Hulu Mahakam dan Cekungan Kutai. Batuan di dalam Cekungan Barito dikelompokkan menjadi beberapa formasi batuan. Sebagai dasar cekungan adalah batuan berumur Pra Tersier yang terdiri dari batuan beku, batuan metamorf dan batuan metasedimen.

2. Geologi Regional.

Wilayah Perjanjian Karya Pengusahaan Penambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo tuhup berada pada tepi timur sub Cekungan Barito dan tepi barat sub Cekungan Kutai.

Di wilayah Kalimantan bagian timur yang meliputi sebagian provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan terdapat Cekungan Kutai. Cekungan ini dapat dibagi lagi menjadi empat sub cekungan yaitu:

Sub Cekungan Tarakan berada di sebelah utara; Sub Cekungan Pasir berada pada sebelah tenggara; Sub Cekungan Barito berada di sebelah selatan; Sub Cekungan Kutai berada di sebelah tengah.


(24)

Dari peta geologi yang diterbitkan oleh Puslitbang Geologi Bandung lembar Muara Teweh (Supriatna dkk, 1995) dapat diketahui kondisi geologi secara regional.

Peta Geologi Regional daerah Muara Teweh dapat dilihat pada Gambar 2.

Lokasi

Gambar 2. Peta Geologi daerah Muara Teweh (Supriatna dkk, 1995).

Secara umum perlapisan batuan di Kabupaten Barito Selatan dan Barito Utara membentuk pelipatan yang berarah Barat daya – Timur laut sampai Selatan Utara. Di beberapa tempat pelipatan - pelipatan tersebut


(25)

mengalami penunjaman dan pencuatan, bahkan ada yang tergeserkan akibat pengaruh sesar.

Struktur Geologi secara Regional adalah sesar, pelipatan dan kelurusan yang secara umum berarah Barat daya – Timur laut. Sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik yang melibatkan batuan sedimen yang berumur Tersier dan Pra Tersier. Kelurusan – kelurusan diduga merupakan jejak atau petunjuk kekar dan sesar yang berarah sejajar dengan struktur umum. Lipatan – lipatan berupa antiklin dan sinklin seperti halnya sesar dan kelurusan, juga berarah sejajar dengan struktur regional timur laut – barat daya. Diduga kehadiran sesar, lipatan dan kelurusan berhubungan erat dengan kegiatan tektonik yang terjadi pada zaman Tersier.

3. Geologi Daerah Perjanjian Karya Pengusahaan Penambangan Batubara (PKP2B)

a. Bentang Alam

Bentang alam tapak proyek dan sekitarnya terdiri dari daerah berombak, bergelombang dan perbukitan dengan ketinggian 100 sampai 1.350 m di atas permukaan laut. Lokasi bukaan tambang, basecamp dan pengolahan batubara berada pada daerah bergelombang dengan ketinggian 100 sampai 150 m di atas permukaan laut. Kondisi kualitas lingkungan untuk bentang alam pada zona lingkungan awal atau kondisi tidak ada proyek dapat dikategorikan sedang.


(26)

Sungai - sungai yang mengalir atau berhulu di sekitar bukaan tambang antara lain anak - anak Sungai Laung, Sungai Tuhup dan Sungai Lahai. Sungai Laung, Sungai Lahai dan Sungai Tuhup mengalir ke arah selatan dan bermuara pada Sungai Barito. Sungai - sungai di wilayah studi membentuk pola aliran trellis yang menunjukkan adanya struktur pelipatan.

c. Satuan Batuan.

Dari pemetaan geologi di lapangan diketahui kondisi geologi wilayah Perjanjian Karya Pengusahaan Penambangan Batubara (PKP2B) PT. Asmin Koalindo Tuhup. Susunan stratigrafi yang ada di wilayah studi dari tua ke muda adalah sebagai berikut:

1) Satuan Batulumpur – Batulanau

Satuan batulumpur – batulanau terdiri dari perselingan antara batulumpur dan batulanau yang umumnya karbonan. Terdapat sisipan batubara dan Lignit. Dikorelasi dengan geologi regional maka satuan batuan ini termasuk dalam Formasi Batu Ayau (Tea) yang diendapkan pada lingkungan laut terbuka dangkal dan berumur Eosen Akhir

2) Satuan Batulumpur.

Satuan batulumpur terdiri dari batulumpur, dengan sisipan sedikit batupasir, sebagian gampingan dan karbonan. Dikorelasi dengan geologi regional, maka satuan batuan ini termasuk dalam


(27)

Formasi Ujohbilang (Tou) yang berumur Oligosen Awal. Diendapkan secara selaras diatas Formasi batu Ayau.

3) Satuan Batulumpur - Batupasir.

Satuan batulumpur - batupasir terdiri dari perselingan antara batulumpur dengan batupasir kuarsa dan batulanau. Batu lumpur berwarna abu - abu dengan sebagian gampingan dan berfosil. batupasir kuarsa berwarna abu - abu cerah dan berlapis baik. batulanau abu - abu, batulanau tufan abu - abu kehijauan, bersisipan batugamping berfosil batulanau serpihan dan batulanau karbonan. Dikorelasi dengan geologi regional, maka satuan batuan ini termasuk dalam Formasi Karamuan (Tomk) yang berumur Miosen Awal.

4) Retas Andesit

Retas Andesit berupa Andesit Homblenda dalam kondisi segar berwarna abu - abu. Sebagian besar dijumpai dalam kondisi sudah lapuk, sehingga berwarna kecoklat - coklatan. Dikorelasi dengan geologi regional, maka satuan batuan ini termasuk dalam Formasi Sintang (Toms).

5) Satuan Batupasir

Satuan batupasir terdiri dari batupasir berbutir sedang, kurang padat, mengandung sisipan batulempung karbonan, batulanau karbonan berlapis tebal. Selain itu kadang - kadang dijumpai


(28)

batupasir berbutir sedang bersifat konglomeratan, setengah padat, silang silur, dan lapisan bersusun (Widyarini, 2008).

4. Stratigrafi

Stratigrafi secara regional pada sub Cekungan Barito dan Sub Cekungan Kutai yang berumur Eosen dan Pleistosen, bahasan dari tua ke muda sebagai berikut:

a) Formasi Batu Ayau (Tea)

Formasi batuan Ayau terdiri dari batulumpur dan batulanau pada umumnya karbonan. Terdapat sisipan batubara dan Lignit. Terletak secara selaras di atas formasi batu Kelau. Diendapkan pada lingkungan laut terbuka dangkal. Umur Eosen akhir.

b) Formasi Ujohbilang (Tou)

Batuan Formasi Ujohbilang terdiri dari batu lumpur, sedikit batupasir dan sebagian gampingan dan karbonan, serta Tuffan. Selaras di atas Formasi Batu Ayau. Lingkungan pengendapan laut terbuka sampai paparan luar. Umur Oligosen Awal.

c) Formasi Karamuan (Tomk)

Terdiri dari batulumpur Abu - abu dengan sebagian gampingan dan berfosil batupasir kuarsa berlapis baik, batulanau abu - abu, batulanau Tuffan abu - abu kehijauan, bersisipan batu Gamping berfosil,


(29)

batulanau serpihan dan batulanau karbonan. Lingkungan pengendapan laut dangkal sampai paparan luar.

d) Formasi Sintang (Toms)

Terdiri dari Andesit dan Riolit setempat dasit berupa sumbat, stok, retas, dan retas lempeng.

Dan berikut ini adalah Stratigrafi regional daerah pertambangan, yang dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Kolom Stratigrafi PKP2B PT. Asmin Koalindo Tuhup (Widyarini, 2008).

Berikut ini adalah stratigrafi wilayah yang termasuk kedalam kawasan Barito Utara.

R

etas A

nde sit ( F or masi S int ang) Akhir Ol igosen T er sier FORMASI UMUR E osen Tengah Awal Akhir

Formasi Warukin (Batupasir)

Formasi Karamuan (Batulumpur – Batupasir)

Formasi Oyohbilang (Batulumpur)

Formasi Batu Ayau (Batulumpur - batuLanau


(30)

Gambar 4. Stratigrafi daerah Barito Utara dan sekitarnya (Sukardi, 2004).

5. Endapan Batubara

Formasi pembawa batubara di Kabupaten Barito Selatan dan Barito Utara adalah Formasi Tanjung dan Formasi Montalat yang dikelompokan menjadi batuan sedimen berumur Paleosen, serta Formasi Warukin yang dikelompokan kedalam batuan sedimen berumur Neosen. Ketebalan batubara berumur Paleosen berkisar antara beberapa sentimeter hingga 7 meter, sedangkan batubara berumur Neosen bisa mencapai 20 meter. Dari hasil analisis laboratorium para penyelidik terdahulu menunjukkan bahwa nilai kalori batubara berumur Paleosen berkisar antara 5500 kal/gr - 7000kal/gr, sedangkan nilai kalori batuan berumur Neosen berkisar antara 4500 kal/gr – 5000 kal/gr. Apabila dilihat secara kualitas batubara berumur Paleosen lebih baik dari batubara berumur Neosen walaupun jumlahnya tidak sebanyak batubara berumur Neosen (Amarullah, 2002).


(31)

III.IIITEORI DASAR

A. Batubara

1. Cara Terbentuknya Batubara

Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang sangat lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dibawah pengaruh proses – proses fisika, kimia, ataupun keadaan geologi.

2. Tempat Terbentuknya Batubara

Tempat terbentuknya batubara dikenal dua macam teori: a. Teori Insitu

Teori ini mengatakan bahwa bahan – bahan pembentukan lapisan batubara, terbentuknya di tempat dimana tumbuh – tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian segera setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi, tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata kualitasnya lebih baik, karena abunya relatif kecil. Batubara yang terbentuk


(32)

seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara Muara Enim, Sumatra selatan.

b. Teori Drift

Teori ini menyebutkan bahwa bahan - bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhnya semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti di Indonesia didapatkan di lapangan batubara delta Mahakam purba, Kalimantan Timur.

3. Faktor Yang Berpengaruh

Cara terbentuknya batubara merupakan proses yang kompleks, dalam arti harus dipelajari dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Terdapat serangkaian faktor yang diperlukan dalam pembentukan batubara yaitu: a. Posisi Geotektonik


(33)

Posisi geotektonik adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya - gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi geotektonik merupakan faktor yang dominan. Posisi ini akan mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geotektonik mempengaruhi proses metamorfosa organik dan struktur dari lapangan batubara melalui masa sejarah setelah pengendapan akhir.

b.Topografi (Morfologi)

Morfologi dari cekungan pada saat pemebentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa - rawa dimana batubara tersebut terbentuk. Topografi mungkin mempunyai efek terbatas terhadap iklim dan keadaan bergantung pada posisi geotektonik.

c. Iklim

Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dalam kondisi yang sesuai. Iklim tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi geotektonik. Temperatur yang lembab pada iklim tropis dan subtropis pada umumnya sesuai untuk pertumbuhan flora dibanding wilayah yang lebih dingin. Hasil pengkajian menyatakan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan setiap 7 - 9 tahun ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan pada


(34)

iklim yang lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai 5 - 6 m dalam selang waktu yang sama.

d.Kecepatan Penurunan Cekungan

Kecepatan penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya - gaya tektonik. Jika penurunan cekungan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal. Pergantian transgresi dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan pengendapan. Hal tersebut menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral yang mempengaruhi mutu batubara yang terbentuk. Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung membahas sejarah perkembangan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang memepunyai umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. Di samping itu faktor erosi akan merusak semua bagian dari endapan batubara.

e. Tumbuhan

Flora merupakan unsur utama pembentukan batubara. Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu. Flora merupakan faktor penentu


(35)

terbentuknya berbagai tipe batubara. Evolusi dari kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi. Mulai dari paleozoic hingga Devon, flora belum tumbuh dengan baik. Setelah Devon pertama kali terbentuk lapisan batubara di daerah laguna yang dangkal. Periode ini merupakan titik awal dari pertumbuhan flora secara besar - besaran dalam waktu singkat pada setiap kontinen. Hutan tumbuh dengan subur selama masa Karbon. Pada masa Tersier merupakan perkembangan yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman.

f. Dekomposisi Flora

Dekomposisi flora yang merupakan bagian dari transformasi biokimia dari material organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut, sisi tumbuhan akan mengalami perubahan, baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan secara cellulosa, protoplasma dan pati. Dari proses di atas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara berbitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan metan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau


(36)

senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan bertambah. Kecepatan pembentukan gambut bergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terhindar oleh proses pembusukan, tetapi disintegrasi dan penguraian oleh mikroorganisme. Bila tumbuhan yang telah mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan penguraian oleh mikroorganisme.

g. Sejarah Sesudah Pengendapan

Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut. Di samping itu sejarah geologi endapan batubara, berupa perlipatan, pensesaran, intrusi magnetik dan sebagainya.

h.Struktur Cekungan Batubara

Terbentuknya batubara pada cekungan batubara pada umumnya mengalami deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk - bentuk tertentu. Di samping itu adanya erosi yang intensif menyebabkan bentuk lapisan batubara tidak menerus.


(37)

i. Metamorfosa Organik

Tingkat pembentukan adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab oksigen dan zat terbang (seperti CO2, CO), CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya prosentase karbon padat, belerang dan kandungan abu. Perubahan batubara diakibatkan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organik. Proses metamorfosa organik akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia, fisika dan optiknya.

4. Jenis Batubara dan Sifatnya

1. Sifat batubara jenis antrasit :

- Warna hitam sangat mengkilat, kompak

- Nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi. - Kandungan air sangat sedikit

- Kandungan abu sangat sedikit - Kandungan sulfur sangat sedikit


(38)

2. Sifat batubara jenis bitumine/subbitumine : - Warna hitam mengkilat, kurang kompak

- Nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi - Kandungan air sedikit

- Kandungan abu sedikit - Kandungan sulfur sedikit

3. Sifat batubara jenis lignit (Sukandarrumidi,1995). - Warna hitam, sangat rapuh

- Nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit - Kandungan air tinggi

- Kandungan abu banyak - Kandungan sulfur banyak

B. Well Logging (Log Sumur)

Logging adalah pengukuran satu atau lebih kuantitas fisik di dalam atau di sekitar lubang sumur relatif terhadap kedalaman sumur atau terhadap waktu atau kedua - duanya. Kata logging berasal dari kata Bahasa Inggris "log" yang berarti catatan atau rekaman. Data "wireline logs" di ambil di dalam sumur memakai alat yang disebut "logging tool", ditransmisikan lewat kabel konduktor listrik (disebut wireline) ke atas permukaan untuk direkam dan diolah (Samperuru, 2005).


(39)

Keterangan diatas dapat diilustrasikan seperti yang digambarkan pada Gambar dibawah ini,

Gambar 5. Pengukuran Wireline Logging sumur eksplorasi (Martono, 2004)

Terdapat beberapa Jenis log yang digunakan dalam eksplorasi geofisika diantaranya adalah sebagai berikut;

1. Log Gamma Ray (Log Sinar Gamma)

Log Gamma Ray adalah metoda untuk mengukur radiasi sinar gamma yang dihasilkan oleh unsur - unsur radioaktif yang terdapat dalam lapisan batuan di sepanjang lubang bor. Unsur radioaktif yang terdapat dalam lapisan batuan tersebut diantaranya Uranium, Thorium, Potassium, Radium, dan lain - lain. Unsur radioaktif umumnya banyak terdapat dalam


(40)

shale dan sedikit sekali terdapat dalam sandstone, limestone, dolomite, coal, gypsum, dan lain - lain. Oleh karena itu shale akan memberikan respon Gamma Ray yang sangat signifikan dibandingkan dengan batuan yang lainnya.

Jika kita bekerja di sebuah cekungan dengan lingkungan pengendapan fluvio-deltaic atau channel system dimana biasanya sistem perlapisannya terdiri dari sandstone atau shale (sand-shale interbeds), maka log Gamma Ray ini akan sangat membantu dalam evaluasi formasi (Formation Evaluation- FE).

Dikarenakan sinar gamma dapat menembus logam dan semen, maka logging Gamma Ray dapat dilakukan pada lubang bor yang telah dipasang casing ataupun telah dilakukan cementing. Walaupun terjadi atenuasi sinar gamma karena casing dan semen, akan tetapi energinya masih cukup kuat untuk mengukur sifat radiasi gamma pada formasi batuan disampingnya.

Seperti yang disebutkan diatas bahwa log Gammar Ray mengukur radiasi gamma yang dihasilkan oleh unsur - unsur radio aktif seperti Uranium, Thorium, Potassium dan Radium. Dengan demikian besaran log Gamma Ray yang terdapat didalam rekaman merupakan jumlah total dari radiasi yang dihasilkan oleh semua unsur radioaktif yang ada di dalam batuan. Untuk memisahkan jenis - jenis bahan radioaktif yang berpengaruh pada bacaan Gamma Ray dilakukan Gamma Ray Spectroscopy. Karena pada


(41)

hakikatnya besarnya energi dan intensitas setiap material radioaktif tersebut berbeda - beda.

Spectroscopy ini penting dilakukan ketika kita berhadapan dengan batuan non-shale yang memungkinkan untuk memiliki unsur radioaktif, seperti mineralisasi Uranium pada sandstone, Potassium Feldsfar atau Uranium yang mungkin terdapat pada coal dan dolomite.

Log Gamma Ray memiliki satuan API (American Petroleum Institute), dimana tipikal kisaran API biasanya berkisar antara 0 sampai dengan 150. Walaupun terdapat juga suatu kasus dengan nilai Gamma Ray sampai 200 API untuk jenis Organic Rich Shale. Gambar dibawah ini menunjukkan contoh interpretasi lapisan batuan untuk mendiskriminasi sandstone dari shale dengan menggunakan log Gamma Ray (Abdullah, 2009).

Gambar 6. Contoh interpretasi lapisan batuan dengan log Gamma Ray (Abdullah, 2009).


(42)

Karena log Gamma Ray merupakan suatu pengukuran radioaktif alamiah dari formasi - formasi, maka log ini berguna dalam mendeteksi dan mengevaluasi deposit dari mineral - mineral radioaktif seperti Potasium atau Biji Uranium. Dalam formasi - formasi sedimen secara normal log Gamma Ray mencerminkan clay dan shale terkandung dalam formasi - formasi. Ini disebabkan elemen - elemen radioaktif cenderung untuk berkonsentrasi di dalam clay dan shale.

Formasi yang bersih biasanya mempunyai sifat radioaktif dengan tingkat yang sangat rendah, kecuali kontaminasi radioaktif, contohnya seperti vulkanik ash atau geonite wash atau apabila air formasi mengandung Garam Potassium. Log Gamma Ray dapat di rekam dalam cased well, ini sering digunakan sebagai pengganti SP yang tidak dapat diperoleh dalam cased well, atau jika log SP tidak memuaskan. Log Gamma Ray sangat bermanfaat untuk non-shaly bed dan korelasinya. Sementara shale dan shaly sand mempunyai sifat radioaktif yang tinggi, clean sand, karbonat dan batubara pada umumnya menunjukkan sifat radioaktif yang rendah. Log Gamma Ray menjadi sangat bermanfaat untuk menunjukkan coal zone, karena clean coal cenderung menampilkan radioaktif yang sangat rendah dibanding dengan formasi lainnya. Jika coal zone menunjukkan adanya tingkat radioaktif yang agak tinggi (namun masih berada dibawah sand atau carbonate) ini disebabkan adanya kontaminasi dari formasi lainnya atau adanya Garam Potassium seperti dijelaskan di atas.


(43)

Nilai utama dari log Gamma Ray adalah membedakan antara shale dan sandstone dan batuan - batuan radioaktif lainnya. Tambahan, sand tertentu di dalam beberapa tempat mempunyai sifat radioaktif yang lebih besar dari pada shale. Interpretasi dari stratigrafik log Gamma Ray diperlukan untuk mengetahui kondisi lokasi.

Ini merupakan pertimbangan, bahwa intensitas gamma dalam borehole sebanding dengan konsentrasi dari mineral radioaktif dalam formasi. Dengan kata lain intensitas rata - rata radioaktivitas dalam borehole amat ditentukan oleh porsi shale dalam formasi (Martono,2004).

Log Gamma Ray memiliki kegunaan lain diantaranya untuk melakukan well to well correlation dan penentuan Sequence Boundary (SB), yakni dengan mengidentifikasi Maximum Flooding Surface (MFS) sebagai spike dengan nilai Gamma Ray yang tinggi. Well to well correlation ini biasanya dilakukan dengan melibatkan log yang lainnya seperti Sonic, Density, Porositas, dan lain - lain.

Log Gamma Ray digunakan secara luas untuk korelasi pada sumur - sumur berselubung. Korelasi pada sumur - sumur sering dilakukan dengan menggunakan log Gamma Ray, dimana sejumlah tanda - tanda perubahan litologi hanya terlihat pada log Gamma Ray (Dewanto, 2006).

Berikut ini adalah contoh korelasi sumur dengan menggunakan log Gamma Ray,


(44)

Gambar 7. Contoh korelasi well dengan menggunakan data logging (Abdullah, 2009).

2. Log Density (Log Rapat Massa)

Awalnya penggunaan log ini dipakai dalam industri eksplorasi minyak sebagai alat bantu interpretasi porositas. Kemudian dalam eksplorasi batubara dikembangkan menjadi unsur utama dalam identifikasi ketebalan bahkan kualitas seam batubara. Dimana rapat massa batubara sangat khas yang hampir hanya setengah kali rapat massa batuan lain pada umumnya. Lebih ekstrem lagi dalam aplikasinya pada industri batubara karena sifat fisik ini (rapat massa) hampir linier dengan kandungan abu sehingga pemakaian log ini akan memberikan gambaran khas bagi tiap daerah dengan karakteristik lingkungan pengendapannya.


(45)

Gambar 8. Prinsip Pengukuran Density log (Martono, 2004).

Dalam operasinya logging rapat massa dilakukan dengan mengukur sinar gamma yang ditembakkan dari sumber melewati dan dipantulkan formasi batuan kemudian direkam kembali oleh dua detector yang ditempatkan dalam satu probe dengan jarak satu sama lain diatur sedemikan rupa. Kedua detector short dan long space diamankan dari pengaruh sinar gamma yang datang langsung dari sumber radiasi. Sehingga yang terekam oleh kedua detector hanya sinar yang telah melewati formasi saja, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8 di atas (Rahmanberau, 2009).


(46)

Log Density menunjukkan besarnya densitas lapisan yang ditembus oleh lubang bor sehingga berhubungan dengan porositas batuan. Besar kecilnya Density juga dipengaruhi oleh kekompakan batuan dengan derajat kekompakan yang variatif, dimana semakin kompak batuan maka porositas batuan tersebut akan semakin kecil. Pada batuan yang sangat kompak, harga porositasnya mendekati harga nol sehingga densitasnya mendekati densitas matrik (Naim, 2010).

Logging Density dilakukan untuk mengukur densitas batuan disepanjang lubang bor. Densitas yang diukur adalah densitas keseluruhan dari matriks batuan dan fluida yang terdapat pada pori. Prinsip kerja alatnya adalah dengan emisi sumber radioaktif. Semakin padat batuan semakin sulit sinar radioaktif tersebut teremisi dan semakin sedikit emisi radioaktif yang terhitung oleh penerima (counter) (Abdullah, 2009).

3. Log Caliper

Pada logging out casing, log ini mengukur diameter lubang sumur yang bervariasi yang diakibatkan adanya variasi lapisan. Pada lapisan shale permeabilitasnya mendekati nol sehingga tak terjadi kerak lumpur dan sering terjadi keruntuhan sehinggga diameternya menjadi lebih besar. Pada lapisan permeabel terjadi kerak lumpur sehingga diameter lubang sumur menjadi lebih kecil, sedangkan pada lapisan kompak tak terjadi kerak lumpur dan terjadi pula keruntuhan sehingga diameternya sama dengan


(47)

diameter semula. Jadi log ini juga berguna untuk menentukan adanya lapisan permeabel (Diktat praktikum, Fisika Bumi ITB).

Gambaran lubang bor oleh log Caliper dapat dilihat pada Gambar dibawah ini,

Gambar 9. Log Caliper yang menggambarkan keadaan diameter borehole (Martono, 2004).

C. Analisis Nisbah Kupas atau Stripping Ratio (SR).

Dalam menganalisis nilai potensialitas seam Batubara di suatu area penelitian dapat dilakukan langkah – langkah dalam uraian berikut ini;

1. Faktor Volume


(48)

Penampang litologi pemboran menunjukkan formasi litologi yang ditembus dan ketebalan masing - masing formasi litologi. Dari informasi tersebut, dilakukan identifikasi ketebalan tanah penutup dan batubara. Untuk batubara dengan sistem perlapisan multiseam, dilakukan penjumlahan total ketebalan untuk seluruh seam. Prosedur ini berlaku untuk seluruh lubang bor. Perbedaan ketebalan dari tanah penutup dan batubara berpengaruh terhadap elevasi batas atas dan batas bawah keduanya. Dalam kasus ini batasan antara batubara dan batubara diasumsikan jelas.

2. Faktor Tonase

Pada industri pertambangan, penjualan bahan galian dan kapasitas produksi dilakukan selain atas dasar volume juga dilakukuan atas dasar berat dari bahan galian tersebut. Konversi dari volume ke berat harus dilakukan dalam kaitannya dengan kegiatan pemuatan, pengangkutan maupun untuk kegiatan pengolahan. Dalam perhitungan cadangan, tanah penutup yang akan dikupas maupun batubara yang akan ditambang dihitung dalam satuan berat (tonase). Konversi satuan volume ke satuan berat dilakukan dengan bantuan suatu faktor tonase. Faktor tonase yang dimaksud adalah Densitas.

Besar nilai Densitas untuk setiap material berbeda-beda. Umumnya satuan yang digunakan untuk Densitas antara lain gram/cm3, pound/feet3 dan ton/meter3. Nilai Densitas untuk tanah penutup (humus dan lempung) sekitar sebesar 1,365 ton/m3 dan Densitas batubara sebesar 1,3 ton/m3.


(49)

Berat (tonase) tanah penutup yang akan dikupas maupun batubara yang akan ditambang diperoleh dengan mengalikan volume keduanya dengan Densitas masing-masing. Perhitungan tonase dinyatakan pada persamaan berikut :

Tonase = Volume * Densitas

3. Nisbah Pengupasan

Salah satu cara menguraikan efisiensi geometri dari operasi penambangan Berdasarkan nisbah pengupasan. Nisbah pengupasan (Stripping Ratio) menunjukkan perbandingan antara volume tanah penutup dengan volume Batubara atau tonase tanah penutup dengan tonase batubara pada areal yang akan ditambang.

Rumusan umum yang sering digunakan untuk menyatakan perbandingan ini dapat dilihat pada persamaan berikut :

Stripping Ratio = Tanah Penutup (ton) / Batubara (ton)

Perbandingan antara tanah penutup dengan batubara juga dapat dinyatakan Melalui perbandingan volume dengan rumusan seperti berikut ini:

Stripping Ratio = Tanah Penutup (m3) / Batubara (m3).

Pada gambar dibawah ini bisa dilihat ada tiga anak panah yang menunjukkan tiga lapisan batubara (Coal seam) diantara lapisan - lapisan berwarna abu - abu yang biasa disebut Overburden Seam.


(50)

Gambar 10. Ilustrasi lapisan Batubara (Coal seam) dan Overburden seam.

Dalam dunia tambang perbandingan tebal lapisan ini disebut sebagai Stripping Ratio. Secara mudah bisa dikatakan SR akan menentukan berapa banyak Overburden yang harus “dikupas” untuk mendapatkan batubara. Ilustrasi nya, dengan SR = 15, Overburden (OB) yang harus dikupas adalah 15 ton atau 15 m3 untuk mendapatkan 1 ton atau m3 batubara. Makin besar SR maka akan semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk mengeluarkan 1 ton atau m3 batubara karena harus membuang lebih banyak Overburden (Azis, 2011).


(51)

IV. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Februari sampai dengan 20 April 2011 di PT. Buena Persada Mining Services wilayah tambang Batubara milik PT. Asmin Koalindo Tuhup di desa Kohong kecamatan Barito Tuhup Raya, kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

B. Jadwal Penelitian

Adapun rincian jadwal waktu penelitian, dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini,

Tabel 1. Jadwal penelitian N

o Kegiatan

Waktu

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 1 Persiapan

(Kajian Pustaka)

2 Akuisisi Data

Lapangan

3 Pengolahan Data 4 Analisis dan

Interpretasi

5 Penyusunan


(52)

C. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Sample cutting 2. Sample coring

3. Lembar Sedimentary Lithology Log (SLL) 4. Literatur deskripsi

5. Peralatan Logging (DDL (Digital Data Logger), FDG-5 Probe (Formations Gamma, Caliper, Dual Density), Winch Unit, Generator Set, Speed control, Tripot, Kabel CB-9, Laptop, Software RecsaLog Data Logger).

6. File data log sumur

7. Personal Computer (PC) atau Laptop.

8. Software WellCAD 4 dan software Rockwork 15. 9. Literatur Pustaka

10.Alat tulis, dan alat pendukung lainnya.

D. Metode Penelitian

1. Pengambilan Data

Pengambilan data primer bawah permukaan dilakukan dengan teknik mendeskripsi lapisan Batubara pada saat pengeboran inti sumur eksplorasi untuk dapat mengetahui gambaran awal letak kedalaman dan ciri geologi fisik lapisan batuan Batubara dengan melihat hasil pecahan


(53)

batuan (cutting) yang naik ke permukaan. Pada saat kedalaman sumur eksplorasi telah mencapai kedalaman maksimum, dilakukan pengambilan data log sumur dengan teknik Wireline Logging in casing dan out casing dan direkam oleh program RecsaLog Data Logger untuk mendapatkan nilai log litologi batuan yang terdapat pada sumur eksplorasi berupa data LAS file. Pengambilan data selanjutnya adalah mengambil sampel Batubara dengan pengeboran coring pada lapisan Batubara yang letak kedalamannya diketahui berdasarkan data log sumur.

2. Pengolahan Data.

Data bawah permukaan yang diambil pada saat pengeboran inti dan coring yang berupa deskripsi litologi dan ciri geologi fisik batuan, direkapitulasi di dalam lembar kerja Sedimentary Lithology Log (SLL) pada program Ms. Excel. Data log sumur yang berupa LAS file diolah dengan menggunakan software Wellcad 4.0 untuk dapat mendapatkan tampilan grafik log sumur yang terdiri dari Gamma Ray log, Caliper, Long Density, dan Short Density.

Grafik log diinterpretasi litologi bantuannya berdasarkan besar kecilnya nilai Gamma Ray log dan Density. Untuk memodelkan sebaran sumur, elevasi, dan ketebalan litologi nya digunakan software Rockwork 15. untuk menghitung volume Overburden, Interburden, dan seam Batubara juga digunakan software Rockwork 15.


(54)

3. Interpretasi Data

Interpretasi data dilakukan setelah data Logging diolah dan didapatkan output nya berupa grafik log dengan menggunakan software Wellcad 4. Dimana jenis litologi batuan dapat diinterpretasi berdasarkan defleksi kurva atau grafik log yang terdapat pada Gamma Ray log dan Density log. Lapisan Batubara diinterpretasi pada nilai Gamma Ray yang rendah yang idealnya bernilai ≤40 dan nilai density yang tinggi yaitu ≥2900. Untuk melengkapi dan memperkuat interpretasi digunakan data sifat fisik batuan yang didapatkan pada saat pengeboran (cutting) dan coring.

4. Diagram Alir

Proses berjalannya penelitian ini dapat dilihat pada Diagram alir penelitian berikut ini,


(55)

Gambar 11. Diagram alir penelitian. Mulai

Pengeboran inti Sumur eksplorasi

Logging in casing dan out casing

Interpretasi grafik Log

Korelasi dan Penamaan Seam

Analisis

Pengolahan Rockwork 15

Selesai Kesimpulan Harga Stripping Ratio

(SR)

Volume Overburden,

Interburden, dan Seam Batuabara

Peta isopach dan Model 3 Dimensi Sebaran Kedalaman dan ketebalan Seam

Batubara Litologi dan deskripsi

ciri fisik batuan Sampel cutting, coring,

litotype, dan ciri fisik batuan

Nilai dan grafik Log GR, Cal, LD, dan SD


(56)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Interpretasi Litologi Batuan Daerah Penelitian.

Dari data Geofisika Logging yang diambil pada sumur eksplorasi daerah penelitian yang kemudian didapatkan nilai dan grafik masing - masing parameter log yaitu Gamma Ray, Caliper, Long Density, serta Short Density, ditemukan 6 (enam) macam litologi batuan yaitu: carbonaceous, coal, mudstone, sandstone, siltstone, dan soil. Gambar dibawah ini menunjukkan hasil interpretasi litologi dari grafik log sumur,


(57)

Terlihat pada gambar diatas bahwa grafik log Gamma Ray untuk litologi batubara dan pasir (sandstone) menunjukkkan nilai yang rendah (umumnya dari 0 - 40 cps), kemudian litologi siltstone mempunyai nilai Gamma Ray yang umumnya berada diantara 40 - 90 cps, dan litologi mudstone adalah litologi yang mempunyai nilai Gamma Ray tertinggi yang umumnya lebih besar atau sama dengan 90 cps.

Nilai log Density menunjukkan perbedaan yang cukup jelas pada litologi batubara dengan litologi yang lainnya, dimana nilai Long Density untuk batubara umumnya berada di rentang nilai minimal yaitu 2500 cps, sedangkan pada litologi yang lain berada di bawah nya.

B. Penyebaran Endapan Lapisan Seam Batubara Daerah Penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan data log 20 sumur eksplorasi yang terdiri dari parameter log Gamma Ray (GR), Caliper (Cal), Long Density (LD), dan Short Density (SD) yang mempunyai lapisan batubara terdiri dari banyak seam diantaranya 5 (lima) seam tebal yaitu seam K36, K37, K39, K41, serta seam K43 yang ditemukan pada area PIT-3 dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2. Tabel sebaran posisi dan ketebalan seam K36 tiap sumur eksplorasi daerah penelitian.

No Borehole Easting Northing Elevation Seam K36

From To Thick

1 KHP342 259805.152 9955576.679 196.944 23.28 23.78 0.5

2 KHP352 259820.026 9955600.563 193.922 21.87 22.27 0.4

3 KHP376 260215.061 9955701.881 164.682 62.14 62.62 0.48

4 KHP377 260344.947 9955704.878 159.837 96.2 96.69 0.49


(58)

6 KHP382 260424.318 9955749.04 155.106 126.50 127.01 0.38

7 KHP383 260303.369 9955732.081 151.967 74.44 74.94 0.50

8 KHP384C 260252.799 9955753.192 149.416 56.84 57.44 0.60

9 KHP387 259922.520 9955743.282 164.677 7.23 7.83 0.6

10 KHP401 260333.875 9955782.695 137.411 78.42 78.80 0.28

11 KHP447 260545.279 9955793.653 127.321 142.84 143.27 0.43

12 KHP446 259642.120 9956022.082 100.474

13 KHP432C 259520.357 9955993.962 99.200

14 KHP431 259514.546 9955950.998 104.523

15 KHP426C 260008.772 9955947.334 125.407

16 KHP423 260296.762 9955892.797 125.796 52.18 52.40 0.22

17 KHP420 259973.534 9955919.945 132.206

18 KHP407 260312.900 9955875.679 123.140

19 KHP406C 260427.088 9955855.688 134.844 100.36 100.7 0.30

20 KHP400 260200.314 9955800.884 141.849

Tabel 3. Tabel sebaran posisi dan ketebalan seam K37 dan K39 tiap sumur eksplorasi daerah penelitian.

No Borehole Seam K37 Seam K39

From To Thick From To Thick

1 KHP342 30.59 32.78 2.19 59.5 62.41 1.94

2 KHP352 29.3 31.27 1.97 58.2 60.27 1.61

3 KHP376 69.22 70.47 1.25 99.28 100.93 1.51

4 KHP377 103.74 110.17 2 132.06 133.71 1.65

5 KHP378 120.06 120.33 0.27 143.06 144.84 1.78

6 KHP382 134.50 135.22 0.49 158.82 160.55 1.42

7 KHP383 111.69 113.28 1.43

8 KHP384C 94.55 96.14 1.5

9 KHP387 14.43 15.9 1.05 46.32 47.99 1.67

10 KHP401 86.93 87.36 0.43 108.02 109.64 1.47

11 KHP447 158.92 159.80 0.88 183.53 185.15 1.62

12 KHP446 32.67 33.06 0.39 54.07 55.55 1.38

13 KHP432C 18.69 19.14 0.45 42.44 44.48 1.53

14 KHP431 51.07 51.84 0.77

15 KHP426C 18.02 19.56 1.45

16 KHP423 68.09 69.24 1.15 90.80 92.40 1.5

17 KHP420 17.17 18.92 1.65

18 KHP407 67.19 68.78 1.59 90.87 92.69 1.72

19 KHP406C 121.7 121.9 0.20 143.1 144.95 1.75


(59)

Tabel 4. Tabel sebaran posisi dan ketebalan seam K41 dan K43 tiap sumur eksplorasi daerah penelitian.

No Borehole Seam K41 Seam K43

From To Thick From To Thick

1 KHP342 85.78 87.66 1.88 123.72 124.79 1.07

2 KHP352 83.87 85.52 1.65 122.61 123.43 0.82

3 KHP376 124.33 126.13 1.8

4 KHP377 160.84 162.68 1.84 199.11 200.46 1

5 KHP378 170.32 172.29 1.97

6 KHP382 184.89 186.98 2.09

7 KHP383 138.12 140.03 1.91

8 KHP384C 119.64 121.65 2.01

9 KHP387 70.08 71.99 1.91 108.46 108.71 0.25

10 KHP401 135.55 137.45 1.90

11 KHP447

12 KHP446 78.86 80.96 2.10 116.67 117.95 1.18

13 KHP432C 69.06 71.1 1.97 106.79 108.01 1.05

14 KHP431 74.28 76.11 1.78 111.10 112.34 1.2

15 KHP426C 37.37 39.48 2.11 74.08 74.8 0.72

16 KHP423 116.02 117.77 1.75

17 KHP420 37.21 39.05 1.84 73.05 73.96 0.81

18 KHP407 116.69 118.75 2.06 155.56 156.69 1.06

19 KHP406C 168.05 169.95 1.90

20 KHP400 99.11 101.17 2.06 136.46 137.38 0.82

Keterangan:

:Terdiri dari upper dan lower :Tidak termasuk parting : Tidak ditemukan seam

Hasil rekapitulasi diatas adalah rangkuman sebaran seam batubara dari 20 sumur eksplorasi yang digunakan dalam penelitian dengan berdasarkan sebaran elevasi, kedalaman, serta ketebalannya. Dimana tidak semua seam terdapat pada setiap sumur ekplorasi. Ditemukan seam K36 hanya pada 13 sumur, seam K37 hanya pada 15 sumur, seam K43 hanya pada 11 sumur, dan


(60)

seam K41 terdapat pada 19 sumur dari 20 sumur eksplorasi. Sedangkan seam yang terdapat di setiap sumur adalah seam K39.

Dari rekapan data sebaran diatas dapat dipetakan sebarannya berupa peta Kontur 2D elevasi permukaan seperti yang ditunjukkan oleh Peta dibawah ini.

Gambar 13. Surface map contur sebaran elevasi permukaan sumur eksplorasi.

Dengan menggunakan data sebaran elevasi, easting, dan northing permukaan tiap sumur pada daerah penelitian, maka dapat dipetakan sebarannya berupa surface map contur 2D, dan didapatkan luas area sebesar 222,750 m2 atau 22.272 Hektar dengan kenampakan elevasi atau ketinggiannya dimana permukaan tertinggi adalah sumur KHP352_IC dan KHP342_IC dengan elevasi diatas 190 m yaitu masing - masing 193,922 m dan 196,944 m. Untuk ketinggian kelompok menengah adalah yang mempunyai elevasi antara 135 m sampai dengan 165 m, terdiri dari sumur KHP401_OC, KHP400_IC, KHP382_IC, KHP384_OC, KHP383_OC, KHP377_OC, KHP378_IC, KHP376_IC, dan KHP387_IC. Sedangkan sumur eksplorasi dengan kelompok elevasi rendah adalah KHP426C_OC, KHP420_IC, KHP423_IC,


(61)

KHP407_IC, KHP447_IC, dan KHP406C_OC, dengan rentang elevasi antara 120 m - 135 m. Dan untuk kelompok sumur dengan elevasi terendah adalah sumur KHP446_IC, KHP431_IC, serta KHP432C_IC dengan rentang elevasi antara 100 m - 120 m.

Dengan mengimport data litologi hasil interpretasi dari masing – masing data log sumur di daerah pemelitian ke software Rockwork 15, dapat dihasilkan sebaran litologi sumur ekplorasi daerah penelitian seperti yang terdapat pada gambar Striplog berikut ini,

Gambar 14. Striplog sumur dan sebaran litologi batuan dengan software Rockwork 15.

Apabila pada Gambar 14 diatas kita melihat penyebaran litologi per sumur eksplorasi, maka pada Gambar 15 dibawah ini kita dapat melihat penyebaran litologi area penelitian secara total keseluruhan,


(62)

Gambar 15. Model 3D sebaran Litologi batuan daerah penelitian.

Dari model 3 Dimensi dan irisan penampang litologi daerah penelitian, diinterpretasikan bahwa litologi dengan sebaran terbanyak adalah litologi mudstone yang pada gambar ditunjukkan dengan warna biru, kemudian litologi dengan sebaran terbanyak kedua adalah litologi siltstone yang ditunjukkan oleh warna hijau, kemudian litologi sandstone dengan jumlah sebaran terbesar ketiga, setelah itu didapatkan litologi batubara dengan sebaran terbesar keempat, lalu disusul oleh litologi soil. Sedangkan litologi carbonaceous adalah litologi yang sebarannya paling sedikit.

Dan apabila model penyebaran litologi pada Gambar 15 diatas diiris dengan arah section diagonal, maka akan didapatkan model irisan penampang litologi area penelitian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16 berikut ini,


(63)

Gambar 16. Model 3D irisan penampang litologi daerah penelitian.

Sedangkan objek utama dari penelitian ini sendiri adalah litologi batubara, dimana keterdapatan batubara di area penelitian terdiri dari banyak seam, namun yang menjadi fokus penelitian ini adalah hanya pada 5 seam tebal saja. Dan berikut ini hasil pemodelan 3 Dimensi penyebaran seam batubara penelitian.


(64)

Gambar 17. Model 3 Dimensi penyebaran batubara area penelitian.

Setelah diketahui uraian tentang penyebaran litologi dan seam batubara daerah penelitian secara keseluruhan, selanjutnya pembahasan atau uraian tentang penyebaran masing - masing seam batubara daerah penelitian baik dari tinjauan pemetaan maupun dari sifat log sumur eksplorasi.

1. Seam K36

Dengan menggunakan data litologi, kedalaman, dan ketebalan batubara tiap sumur eksplorasi didapatkan peta penyebaran seam K36 yang ditinjau dari ketebalan (isothickness) dan model 3 Dimensi dengan menggunakan software Rockwork 15 dan juga grafik log dari software WellCAD 4, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18, Gambar 19, dan Gambar 20. Seam K36 merupakan seam teratas atau yang sebaran kedalaman nya paling dangkal diantara 5 seam yang dibahas dalam penelitian ini, seam ini ditemukan di 13 sumur dari 20 sumur eksplorasi yang diteliti. Dengan


(65)

menggunakan data ketebalan seam tiap sumur didapatkan peta isopach berikut ini,

Gambar 18. Peta isopach sebaran ketebalan batubara seam K36.

Meskipun letaknya paling atas diantara 5 seam tebal yang diteliti, tetapi ketebalan lapisan batubara pada seam K36 ini rata - rata paling kecil dibanding seam yang lainnya, dimana rata - rata ketebalan maksimal berada pada batas 0,675 meter seperti yang terlihat pada peta isopach Gambar 18. Hal ini kemungkinan karena pengendapan material pembentuk batubara yang terjadi pada saat proses terjadinya batubara pada seam ini kandungannya lebih sedikit dibandingkan seam yang lainnya. Akan lebih baik lagi jika kita bisa membandingkannya dalam hal kualitas yang terkandung dari masing masing seam, karena adanya kemungkinan bahwa kualitas pada seam K36 ini adalah lebih rendah dibanding seam yang lainnya.

Keberadaan seam K36 di area penelitian digambarkan pada model 3 Dimensi dari pemodelan Rockwork 15 berikut ini.


(66)

Gambar 19. Model 3 Dimensi sebaran seam K36 area penelitian.

Pengelompokan suatu seam atau pembagian nama seam pada penelitian ini didasarkan pada kesamaan ciri dan sifat yang terdapat pada pola grafik log Gamma Ray dan Density yang ada pada data log sumur serta dengan melihat litologi atas dan bawah dari seam tersebut. Seperti yang terlihat pada Gambar 20 dibawah ini pola grafik log seam K36 menunjukkan ciri dan sifat kick yang kenaikan dan penurunan grafiknya mirip satu sama lain.


(67)

Gambar 20. Sampel grafik log seam K36

Ketebalan rata - rata seam K36 adalah 0.45 m, dengan ketebalan tertinggi tidak lebih dari 0.71 m dan terendah adalah 0.22 m. Sifat grafik Gamma Ray turun secara signifikan dan langsung meningggi kembali secara signifikan juga, begitupun juga grafik Density naik dan langsung turun sehingga ketebalan nya tidak terlalu besar karena nilai Gamma Ray terkecil dan Density terbesar hanya terdapat sedikit saja. Nilai Long Density (LD) terbesar berkisar antara 6000 sampai 8000, sedangkan nilai Long Density (LD) terendah berkisar antara 2900 sampai 4200. Tabel dibawah ini menunjukkan nilai - nilai log yang diambil sebagai sampel dari seam K36 dari salah satu sumur eksplorasi.


(68)

Tabel 5. Sampel nilai parameter log seam K36 yang diambil dari sumur KHP383_OC.

Depth GR Cal LD SD

74.44 70 4.09462 2954 24792 74.48 50 4.24373 3706 24990 74.52 48 4.19403 4224 25502 74.56 40 4.19403 5010 26352 74.58 32 4.19403 5568 26784 74.6 26 4.19403 5734 26842 74.62 22 4.19403 6078 27150 74.64 22 4.14432 6254 27844 74.68 20 4.14432 6842 28350 74.7 22 4.14432 7410 28346 74.72 20 4.14432 7566 28170 74.74 24 4.19403 7764 27964 74.76 18 4.14432 7780 27732 74.8 28 4.19403 7444 28062 74.84 34 3.9455 6666 28394 74.88 56 3.19992 5550 28086 74.92 52 3.0011 4564 26712 74.94 52 3.10051 4222 26050

2. Seam K37

Pada penyebaran ketebalan lapisan batubara seam K37 diketahui bahwa lapisan paling tipis terletak di sumur KHP406C_OC dengan ketebalan 0,20 m sedangkan lapisan batubara paling tebal adalah terletak di sumur KHP342_IC dengan ketebalan 2,19 m. sehingga pada seam K37 ini dapat disimpulkan bahwa sumur eksplorasi terbaik lapisan batubaranya adalah sumur KHP342_IC karena berdasarkan kedalamannya yang termasuk paling rendah serta ketebalan nya yang paling tinggi. Peta sebaran ketebalan lapisan batubara seam K37 dapat dilihat pada Peta isopach dibawah ini,


(69)

Gambar 21. Peta isopach sebaran ketebalan batubara seam K37.

Hasil pemodelan 3 Dimensi dari software Rockwork 15 untuk menggambarkan pola penyebaran endapan batubara seam K37 ditunjukkan oleh Gambar dibawah ini,

Gambar 22. Model 3 Dimensi sebaran seam K37 area penelitian.


(70)

Dari hasil interpretasi grafik log sumur ditemukan bahwa pada seam K37 tidak semua sumur menunjukkan keadaan ciri atau sifat kick log Gamma Ray dan Density yang sama seperti pada umumnya, namun lapisan tersebut diklasifikasi sebagai seam K37 karena litologi atas dan bawahnya memiliki kesamaan dengan seam K37 pada sumur - sumur yang lainnya. Umumnya seam K37 memiliki ciri dan sifat log seperti terdapat pada sumur KHP447_IC. Sebagai gambaran sampel lapisan seam K37 dari beberapa sumur dapat dilihat pada Gambar dibawah ini,


(71)

\

Gambar 23. Sampel grafik log seam K37

Rata - rata ketebalan seam ini adalah sebesar 1.09 m, dengan lapisan paling tipis adalah sebesar 0,20 m. Pada dua titik sumur eksplorasi, seam ini ditemukan dalam bentuk split atau terdiri dari dua lapisan yaitu upper dan lower karena adanya parting cukup tebal yang membagi seam batubara yang terdapat pada sumur KHP377_OC dan KHP387_IC, selain itu juga ditemukan parting pada sumur KHP382_IC. Nilai Long Density tertinggi berkisar antara 6500 sampai 8000, sedangkan nilai Long Density terendah berkisar antara 2500 sampai 3300. Nilai Gamma Ray terendah berada pada level 0 sampai 8 dengan nilai Long Density pada Gamma Ray tersebut adalah sebesar 3200an. Untuk gambaran rincian nilai parameter log sumur, dapat dilihat pada Tabel dibawah ini,


(72)

Tabel 6. Sampel nilai parameter log seam K37 yang diambil dari sumur KHP400_IC.

Depth GR Cal LD SD

51 18 2.67817 2638 16976 51.2 8 2.46614 3364 16616 51.3 2 2.51915 3126 16658 51.4 4 2.67817 3344 16822 51.5 6 2.57215 3224 16196 51.6 6 2.51915 3218 16864 51.7 4 2.51915 3174 16544 51.8 2 2.62516 3060 16652 51.9 4 2.62516 3158 16408 52 0 2.67817 3234 16470 52.1 6 2.94321 3332 16398 52.2 2 2.83719 3184 16324 52.3 10 2.83719 3042 16670 52.4 4 2.8902 3210 16162 52.5 6 2.8902 3166 16508 52.6 8 2.83719 3110 16194 52.7 4 2.8902 3218 16674 52.8 16 2.8902 3026 16728 52.9 22 2.83719 2244 16654

3. Seam K39

Seam K39 adalah seam yang sebarannya paling merata karena ditemukan di semua sumur eksplorasi yang digunakan dalam penelitian ini, dari data sebaran ketebalan seam K39 di masing – masing sumur eksplorasi, didapatkan peta isopach seperti yang ditunjukkan pada Gambar dibawah ini,


(73)

Gambar 24. Peta isopach sebaran ketebalan batubara seam K39.

Sebaran ketebalan lapisan seam K39 dari semua sumur eksplorasi hampir seragam, ketebalan maksimum tidak mencapai 2 m yaitu hanya 1,94 m, dan ketebalan minimum hanya 0.77 m. karena ketebalan lapisan batubara seam K39 tiap sumur tidak berbeda jauh antara satu dengan yang lainnya, maka skala ketebalan pada peta isopach juga tidak terlalu banyak.

Hasil pemodelan 3 Dimensi ditunjukkan oleh Gambar dibawah ini,

Gambar 25. Model 3 Dimensi sebaran seam K39 area penelitian.


(74)

Pola grafik log atau ciri serta sifat kick log Gamma Ray dan Density pada seam K39 umumnya mempunyai bentuk yang paling rumit jika dibandingkan dengan seam - seam yang lainnya. Sehingga kick log yang sering tidak konsisten ini menyebabkan banyak ditemukannya lapisan pengotor (parting) pada litologi batubara seam K39. Gambar dibawah ini menunjukkan keadaan pola grafik log pada seam K39 yang diambil dari lima sumur eksplorasi sebagai sampel.


(75)

Gambar 26. Sampel grafik log seam K39.

Pada seam ini banyak ditemukan parting dan split yang membentuk seam upper dan lower. Seam K39 yang mempunyai parting (lapisan pengotor) ditemukan pada sembilan titik sumur, sedangkan seam yang terdiri dari upper (K39U) dan lower (K39L) ditemukan pada enam titik sumur. Rata - rata ketebalannya adalah 1,542 m, dengan lapisan yang paling tipis adalah 0,77 m. Nilai Long Density (LD) tertinggi adalah sebesar 7150 sampai 7400 dengan nilai Gamma Ray (GR) pada level tersebut adalah termasuk dalam kategori sedang yaitu sebesar 12 dan 14. Seam K39 dengan kualitas terbaik apabila dilihat dari nilai GR dan LD terletak di sumur KHP426C dimana nilai GR terkecil dan nilai LD terbesar terdapat di sumur ini, selain itu pada sumur KHP384C dan KHP406C nilai LD terbesar berkisar antara 6000 sampai 8500. Sedikit berbeda apabila dibandingkan dengan nilai LD yang terdapat pada seam upper dan lower yang terletak pada sumur KHP342 dan KHP432C dimana nilai LD nya termasuk dalam kategori rendah dan merata yang berkisar antara 2900 sampai 3500. Tabel dibawah ini menunjukkan gambaran tentang nilai parameter log yang terdapat pada seam K39.


(76)

Tabel 7. Sampel nilai parameter log seam K39 yang diambil dari sumur KHP384C_OC.

Depth GR Cal LD SD

94.54 66 3.59756 4910 26776 94.6 44 3.59756 6364 27060 94.7 32 3.54786 7166 25974 94.8 38 3.54786 6974 26122 94.9 16 3.44845 7696 27064

95 4 3.49815 8268 26796

95.1 8 3.59756 8312 27152 95.2 4 3.54786 8186 26596 95.3 4 3.49815 8438 27058 95.32 2 3.54786 8260 27436 95.34 0 3.54786 8462 27416 95.36 2 3.54786 8586 27452 95.38 6 3.49815 8604 26672 95.4 6 3.49815 8608 26576 95.5 6 3.24963 8640 27236 95.6 4 2.95139 8486 27050 95.7 8 3.39874 8582 27612 95.8 10 3.34904 8302 27268 95.9 18 3.49815 8102 26482

96 10 1.80817 8442 26610

96.1 30 3.49815 6760 27472 96.16 50 3.49815 4644 26498

4. Seam K41

Hasil pemodelan sebaran lapisan batubara seam K41 oleh software Rockwork 15 didapatkan berupa sebaran peta isopach dan 3 dimensi. Peta sebaran ketebalan seam K41 dari 19 sumur eksplorasi area penelitian ditunjukkan pada Gambar dibawah ini,


(77)

Gambar 27. Peta isopach sebaran ketebalan batubara seam K41.

Sedangkan hasil pemodelan 3 Dimensi dari software Rockwork 15 untuk menggambarkan pola penyebaran endapan batubara seam K41 ditunjukkan oleh Gambar 28 dibawah ini,

Gambar 28. Model 3 Dimensi sebaran seam K41 area penelitian.


(1)

lapisan penutup (Interburden) K39 dengan volume seam K39, Striping Ratio K41dihitung berdasarkan perbandingan volume lapisan penutup (Interburden) K41 dengan volume seam K41, dan Striping Ratio K43 dihitung berdasarkan perbandingan volume lapisan penutup K43 dengan volume seam K43.

Berikut ini adalah model 3 Dimensi penyebaran litologi Overburden, Interburden, dan seam batubara penyusun area penelitian.

Gambar 38. Model 3 Dimensi sebaran seam batubara dan lapisan penutup.

Perbedaan dalam penyebutan istilah lapisan penutup untuk seam K36 yaitu Overburden dengan lapisan penutup pada seam yang lain yaitu Interburden adalah karena pada seam K36 letaknya paling atas menutupi lapisan seam batubara sedangkan pada lapisan seam batubara yang lain, lapisan penutupnya terletak diantara seam atas dan seam dibawahnya.


(2)

atau 22.275 Hektar, dengan harga Striping Ratio (SR) sebesar 1 : 15.746. Dengan harga Striping Ratio (SR) tersebut, maka cadangan batubara masih dalam kategori ekonomis karena Striping Ratio (SR) maksimum yang diterapkan pada daerah penelitian adalah sebesar 1 : 20.

Sedangkan pada perhitungan volume masing - masing seam batubara didapatkan harga Striping Ratio (SR) seam K36 sebesar 1 : 38.243, seam K37 SR nya sebesar 1 : 9.287, seam K39 SR nya sebesar 1 : 11.235, seam K41 SR nya sebesar 1 : 10.725, dan seam K43 SR nya sebesar 1 : 19.099. Ditinjau dari hasil perhitungan masing - masing seam tersebut, karena Striping Ratio (SR) maksimum yang diterapkan pihak pengelola pertambangan untuk area penelitian tersebut adalah sebesar 1: 20, maka seam yang termasuk ekonomis adalah seam K37, K39, K41, dan K43. Sedangkan seam K36 tidak termasuk ekonomis karena SR nya lebih besar dari batas maksimum, akan tetapi pada proses penambangan seam K36 akan tetap terambil, karena keberadaan seam ini letaknya berada paling atas atau paling dangkal daripada seam yang lainnya. Dan apabila dilihat dengan volume total seam yang sebesar 1,662,240 m3 dengan harga Striping Ratio (SR) sebesar 1 : 15.704 cadangan terhitung dengan metode ini pun termasuk dalam kategori ekonomis.


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian mengenai eksplorasi tambang batubara yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;

1. Penyebaran batubara di area penelitian menunjukkan keberadaan yang lebih merata dan elevasi kedalaman yang semakin rendah dari arah Timur Laut ke arah Barat Daya dengan ketebalan yang variatif.

2. Lapisan batubara tidak selalu memiliki nilai Density pada level tertinggi dan nilai Gamma Ray pada level terendah, akan tetapi sering ditemukan dengan nilai Gamma Ray yang rendah tetapi Density yang sedang dan nilai Gamma Ray yang sedang tetapi Density yang sangat tinggi.

3. Penyebaran seam batubara terbanyak adalah seam K39, lapisan batubara yang paling tebal adalah seam K41, sedangkan sebaran seam batubara yang paling sedikit adalah adalah seam K43, dan seam yang lapisannya paling tipis adalah pada seam K36.

4. Seam K37 dan K39 menunjukkan kesamaan pada sifat seam yang mempunyai split atau memiliki seam upper dan lower, tetapi Seam K39 banyak ditemukan parting, walaupun seam ini menunjukkan kualitas terbaiknya berdasarkan nilai Gamma Ray yang paling rendah (0 – 8) dan nilai Long Density (LD) yang paling tinggi yaitu 13150 – 13400.


(4)

6. Stripping Ratio (SR) seam yang paling tinggi nilai potensialitasnya adalah seam K37 yaitu dengan SR sebesar 9.287 dan seam yang paling rendah nilai potensialitasnya adalah seam K36 yaitu dengan dengan SR sebesar 38.243, namun apabila diakumulasikan nilai Stripping Ratio (SR) menunjukkan nilai potensialitas yang berada pada kategori ekonomis yaitu ± 15.704 - 15.746 karena berada dibawah batas maksimum nya (1 : 20).

B. Saran

Dalam penelitian ini sebaiknya menggunakan sumur logging dengan jumlah yang lebih banyak lagi dan kerapatan atau jarak antar titik sumur nya sama atau tidak berbeda jauh, Selain itu, dalam menghitung volume Overburden, interburden dan seam batubara sebaiknya menggunakan perbandingan dengan cara perhitungan manual ataupun perhitungan dengan menggunakan software atau metode lain yang dapat memodelkan 3 dimensi yang lebih baik, sehingga hasil perhitungan volume nya pun akan lebih baik dan lebih akurat. Begitupun juga diperlukan data hasil analisis laboratorium mengenai nilai kualitas batubara, karena nilai kualitas juga sangat berperan dalam menentukan nilai potensialitas atau nilai ekonomis suatu seam batubara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Agus. Gamma Ray Log. Ensiklopedi Seismik Online. January 31, 2009. August 11, 2010.

http://ensiklopediseismik.blogspot.com/2009/01/gamma-ray-log.html Abdullah, Agus. Neutron Porosity dan Density Logging. Ensiklopedi Seismik

Online. Februari 24, 2009. August 11, 2010.

http://ensiklopediseismik.blogspot.com/2009/02/neutron-porosity-dan-density-logging.html

Amarullah, Deddy, dkk. 2002. Inventarisasi dan Evaluasi Endapan Batubara Kabupaten Barito Selatan dan Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah. Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA.

Aziz, Abdul. 2011. About SR, Density, Tonase. August 10, 2011. November 26, 2011.

http://www.scribd.com/doc/67977189/About-SR-Density-Tonase Bagusnet. Bagusnet Internet Service Provider. April 15, 2011. September 25,

2011.

http://www.bagusnet.net.id/images/peta.kalimantan.tengah.bagusnet.internet .service.provider.jpg

Naim, Anim. Analisa Logging. Blog Fi_Qolbi. May 10, 2010. August 11, 2010. http://andrewfahlik.blogspot.com/2010_10_01_archive.html

Dewanto, Ordas. 2006. Buku Ajar Well Logging Vol-1. Jurusan Fisika FMIPA UNILA. Bandar Lampung.

Diktat Praktikum Fisika Bumi. Kursus Pengukuran Dasar Geofisika untuk Eksplorasi dan Geoteknik. Semester Break 1991. ITB. Bandung.


(6)

2010.

http://rahmanberau.wordpress.com/2009/01/15/density-log-(log-rapat-massa).html

S. Supriatna, A. Sudrajat, H.Z. Abidin, (1995) ; Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar Muaratewe Kaliamantan, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung (PPPG). Bandung.

Samperuru, Doddy. Prinsip Mendasar Wirelene. Yahoo! Group. December 11, 2005. August 11, 2010.

http://tech.groups.yahoo.com/group/Migas_Indonesia/message/33766 Sukandarrumidi. 1995. Batubara dan Gambut. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Sukardi. 2004. Inventarisasi Batubara di Daerah Marginal di Daerah Lahai Kabupaten Barito Utara Propinsi Kalimantan Tengah. Kolokium Hasil Lapangan – DIM.

Widyarini, Agnes. 2008. Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya Tahun 2008 pada Salah Satu Perusahaan Batubara Kalimantan Tengah.