Sistem Interaksi Rakut Si Telu di Jemaat GBKP Yogyakarta

5. Sistem Interaksi Rakut Si Telu di Jemaat GBKP Yogyakarta

Dalam kehidupan Jemaat GBKP Yogyakarta, kehidupan merantau sudah menjadi bagian hidup yang mereka harus jalani sehingga untuk mempertahankan kehidupan dan tidak melepaskan diri kehidupan kekaroan mereka. Mereka berinisiatif untuk mengangkat sangkep nggeluh atau yang disebut sebagai rakut si telu secara simbolik. Hal ini disebabkan karena minimnya keluarga kandung yang mereka miliki di tanah perantuan oleh sebab itu agar tetap ada ikatan budaya dan persaudaraan, mereka mengangkat sangkep nggeluh mereka berdasarkan dengan kedekatan merga, bebere, asal kampung, dan kemudian pertalian persaudaraan yang mungkin ada dari kampung, karena kedekatan selama merantau.

Dengan begitu pengangkatan sangkep nggeluh tersebut menjadikan tali persaudaraan ini tidak putus. Meski sangkep nggeluh tidak berdasarkan dari keturunan, Jemaat disini bisa mengatur pola interaksi mereka seperti saudara kandung sendiri. Mereka menunjukkan kedekatan mereka dan perhatian dengan begitu hangat. Kebiasaan orang Karo ialah ketika sudah memiliki sangkep nggeluh mereka menemukan keluarga yang baru sehingga mereka tidak begitu khawatir ketika merasa kekurangan dan membutuhkan bantuan sebab sangkep nggeluh yang Dengan begitu pengangkatan sangkep nggeluh tersebut menjadikan tali persaudaraan ini tidak putus. Meski sangkep nggeluh tidak berdasarkan dari keturunan, Jemaat disini bisa mengatur pola interaksi mereka seperti saudara kandung sendiri. Mereka menunjukkan kedekatan mereka dan perhatian dengan begitu hangat. Kebiasaan orang Karo ialah ketika sudah memiliki sangkep nggeluh mereka menemukan keluarga yang baru sehingga mereka tidak begitu khawatir ketika merasa kekurangan dan membutuhkan bantuan sebab sangkep nggeluh yang

Dimensi kedekatan dan kepedulian ini bisa terjadi karena pola interaksi yang dilakukan selalu berkelanjutan dan tidak putus. Seperti di dalam runggu, arisan merga, arisan asal kampung, dan arisan merga silima sinuan buluh dan kegiatan gerejawi. Hal ini tentunya menyebabkan varian interaksi bertambah dan tali persaudaraan semakin kuat

Selain itu di dalam jemaat GBKP Yogyakarta, orang Karonya juga mengalami perkawinan campuran, dimana pria karo maupun perempuan karo menikah dengan orang Jawa, Batak, Makassar dan lain sebagainya. Untuk itu dilakukan pengangkatan merga/beru bagi mereka yang telah menikah orang Karo. Hal ini bertujuan untuk tetap melaksanakan norma budaya yang ada di dalam suku Karo. Bahwa siapa baru masuk ke dalam kehidupan orang Karo harus diberi tanda/simbol seperti merga/beru agar mereka bisa melaksanakan dan memiliki kedudukan yang sama dalam sistem kekerabatan dan sistem peradatan. Melalui pemberian merga/beru seseorang bisa dikatakan sebagai orang Karo.

Mereka akan diperkenalkan dengan budaya Karo yang mendasar seperti ertutur ( perkenalan ) dalam budaya Karo, kemudian diperkenalkan dengan rakut si telu. Dijelaskan siapa yang menjadi kalimbubu, senina dan anak beru mereka berdasarkan merga/beru yang sudah mereka miliki dan sebaliknya diperkenalkan tata cara mengetahui peran dan posisi sosial mereka ketika ada peradatan suku Karo. Biasanya mereka akan mengikuti peradatan suku Karo yang sedang terjadi, kemudian mengikuti arisan Karo dan di ikut sertakan dalam runggu dan kegiatan orang Karo lainnya. Agar terbiasa untuk mengikuti pola interaksi yang orang Karo Yogyakarta selama ini jalankan. Dengan begitu orang Karo baru ini akan bisa mengikuti kebiasaan Mereka akan diperkenalkan dengan budaya Karo yang mendasar seperti ertutur ( perkenalan ) dalam budaya Karo, kemudian diperkenalkan dengan rakut si telu. Dijelaskan siapa yang menjadi kalimbubu, senina dan anak beru mereka berdasarkan merga/beru yang sudah mereka miliki dan sebaliknya diperkenalkan tata cara mengetahui peran dan posisi sosial mereka ketika ada peradatan suku Karo. Biasanya mereka akan mengikuti peradatan suku Karo yang sedang terjadi, kemudian mengikuti arisan Karo dan di ikut sertakan dalam runggu dan kegiatan orang Karo lainnya. Agar terbiasa untuk mengikuti pola interaksi yang orang Karo Yogyakarta selama ini jalankan. Dengan begitu orang Karo baru ini akan bisa mengikuti kebiasaan

5.5.1. Pelaksanaan Peradatan yang umumnya dilakukan Jemaat GBKP Yogyakarta.

Pada umumnya masyarakat Karo yang tergabung dalam GBKP Yogyakarta masih melaksanakan peradatan baik perkawinan dan kematian. Tetapi pelaksanaan peradatan perkawinan dan kematian dari segi kualitas tidak seperti yang ada di tanah Karo yang begitu detail dan berkualitas. Di Yogyakarta pada umumnya mereka melaksanakan peradatan secara sederhana sesuai dengan kesanggupan masyarakat karo dan ketersediaan sangkep nggeluhnya. Dalam pelaksanaan peradatan, pihak kalimbubu akan menerima mahar yang telah disepakati oleh pihak laki-laki kepada perempuan.

Peradatan dilakukan di aula pertemuan, kemudian keluarga terkhusus sangkep nggeluh (kalimbubu, senina/sembuyak,anak beru) posisi duduknya berbeda dalam artian. Pihak laki-laki berada di sebelah kiri aula. Susunanya pojok kiri pertama di isi oleh teman kerja, tetangga dan kerabat diluar sangkep nggeluh pihak laki-laki, kemudian di susul lagi kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru paling ujung dekat dapur.

Di susul dengan pihak perempuan yang susunannya sama dengan pihak laki-laki tersebut. pihak perempuan di sebelah kanan, dikarenakan bagi masyarakat karo pihak perempuan ialah kelompok yang harus dihormati. Sehingga mereka harus duduk di sebelah kanan dalam peradatan Karo. sebelum peradatan, para pihak laki-laki memberikan kampil (keranjang yang berisikan sirih, kapur, rokok dan tembakau) kepada pihak sangkep nggeluh laki-laki dan perempuan. Kemudian dilaksanakanlah runggu yang dipimpin oleh juru bicara yang dinamakan anak beru tua yang berasal dari pihak laki-laki.

Anak beru tua inilah yang akan memimpin runggu ataupun dialog antara sangkep nggeluh laki-laki dan perempuan. Mereka biasa membahas tentang kepastian mahar/ jika perkawinan yang akan diberikan, kalau kematian dinamakan utang adat. kemudian membahas urutan pemberian ucapan selamat ataupun wejangan/nasihat jika itu perkawinan, kalau kematian pengucapan turut berduka cita. Urutan ucapan sukacita/dukacita biasanya terlebih dahulu kerabat/tetangga, kemudian di susul kalimbubu, senina/sembuyak dan anakberu. Pemberian ucapan sukacita maupun dukacita ini dilaksanakan sebagai ungkapan bahwa peradatan itu sangat mahal harganya, oleh sebab itu ketika ada peradatan baik sukacita dan dukacita mereka tetap memberikan ucapan selamat ataupun kata penghiburan.

Selain itu fungsi kalimbubu selanjutnya ketika dalam konteks perkawinan ialah mereka akan menerima pertama kali mahar kemudian disusul oleh pihak senina dan anak beru. Dan senina/sembuyak mendampingi keluarga yang melaksanakan peradatan hingga acara selesai. Proses pendampingan ini dilakukan kepada keluarga yang melaksanakan peradatan. Ini dilakukan sebagai bukti bahwa mereka adalah saudara kandung dari pemilik peradatan. Pendampingan berupa menanyakan kepada keluarga tentang pendanaan, kemudian keadaan pesta apakah memiliki kekurangan atau tidak. Hal ini menandakan bahwa rakut si telu sangat menentukan keberhasilan dari sebuah acara.

Kemudian anak beru pada pelaksanaan mengatur hidangan, tamu yang datang dan sarana prasarana peradatan. Mereka pada umumnya akan berada di dalam dapur aula untuk mempersiapkan segala sarana dan prasarana peradatan. Intinya mereka menjadi kelompok yang berkerja sebagai pelayan adat dalam hal perhidangan. Posisi rakut si telu sebenarnya sangat dibutuhkan oleh keluarga yang ingin melakukan peradatan. Bayangkan jika mereka tidak memiliki sangkep nggeluh bagaimana mereka bisa mengatur setiap peradatan yang ada dalam Kemudian anak beru pada pelaksanaan mengatur hidangan, tamu yang datang dan sarana prasarana peradatan. Mereka pada umumnya akan berada di dalam dapur aula untuk mempersiapkan segala sarana dan prasarana peradatan. Intinya mereka menjadi kelompok yang berkerja sebagai pelayan adat dalam hal perhidangan. Posisi rakut si telu sebenarnya sangat dibutuhkan oleh keluarga yang ingin melakukan peradatan. Bayangkan jika mereka tidak memiliki sangkep nggeluh bagaimana mereka bisa mengatur setiap peradatan yang ada dalam

Oleh sebab itu di dalam mempersiapkan pelaksanaan peradatan dalam suku Karo, sangkep nggeluh inilah yang dipanggil untuk turut membantu pelaksanaan peradatan. Apalagi jika pelaksanaan terjadi perantauan tentu terjadi sangat sederhana dan tidak seperti yang terjadi kampung halaman sebab keterbatasan saudara kandung dan pengetahuan yang terbatas tentang peradatan menyebabkan pelaksanaan dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang ada di dalam masyarakat Karo.

Pengetahuan dan pengalaman individu semacam inilah yang dimaskud Burke dan Stets dalam buku identity of theory tentang simbol interaksi, dimana makna, tanda, simbol dan respon menjadi pengetahuan dan pemahaman akan gejala sosial yang terjadi. gejalanya ialah bahwa masyarakat Karo membutuhkan sangkep nggeluhnya agar kehidupan berbudaya dan sehari-hari mereka diperhatikan oleh sesama orang Karo. Dan penentuan siapa yang akan menjadi kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru ditentukan dari merga yang akan melaksanakan peradatan.

Kemudian masyarakat karo yang tidak selamanya menjadi kalimbubu, suatu saat mereka akan berada di dalam posisi senina ataupun anak beru. Sebagai contoh: Jika yang menikah adalah merga barus berebere ginting. Yang akan menjadi kalimbubunya ialah yang merga ginting dan yang menjadi senina adalah yang satu submerga (bukan saudara kandung) kemudian yang menjadi sembuyak ialah saudara kandung laki-laki yang satu merga dan anak beru ialah Kemudian masyarakat karo yang tidak selamanya menjadi kalimbubu, suatu saat mereka akan berada di dalam posisi senina ataupun anak beru. Sebagai contoh: Jika yang menikah adalah merga barus berebere ginting. Yang akan menjadi kalimbubunya ialah yang merga ginting dan yang menjadi senina adalah yang satu submerga (bukan saudara kandung) kemudian yang menjadi sembuyak ialah saudara kandung laki-laki yang satu merga dan anak beru ialah

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

0 0 41

Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan (Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani) TESIS Diajukan kepada Program Studi: Magister Sosiologi Agama, Fakultas: Teologi

0 0 14

2. IDENTITAS SOSIAL BAGI MASYARAKAT KARO DIASPORA 2.1. Pendahuluan. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 45