Latar Belakang Penelitian LEKSIKON MAKANAN DAN PERALATAN DALAM UPACARA ADAT NADRAN DI DESA ILIR, KECAMATAN KANDANGHAUR, KABUPATEN INDRAMAYU : Kajian Etnolinguistik.

Rina Herminah, 2014 LEKSIKON MAKANAN DAN PERALATAN DALAM UPACARA ADAT NADRAN DI DESA ILIR, KECAMATAN KANDANGHAUR, KABUPATEN INDRAMAYU : Kajian etnolinguistik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indramayu adalah salah satu kabupaten yang mempunyai banyak tempat dan bangunan bersejarah, adat istiadat, dan upacara adat. Indramayu berada di wilayah yang ada di pantai utara Jawa Barat, masyarakat Indramayu secara kultur tidak sama dengan wilayah lain di Jawa Barat yang sangat kental dengan kebudayaan Sunda dan berbeda dengan kultur Jawa Jawa Tengah dan Jawa Timur sehingga masyarakat Indramayu menggunakan 2 Bahasa Daerah yaitu Jawa dialek Indramayu, Sunda dialek Indramayu. Indramayu memiliki pantai dengan panjang sekitar 114 km yang melintasi 12 kecamatan Kasim, 2013: 156. Kehidupan masyarakat Indramayu sebagian besar bermukim di pesisir pantai, sehingga menjadikan nelayan sebagai pekerjaan pokok. Salah satunya, Desa Ilir, Kecamatan Kandanghaur dan masyarakat Desa Ilir menggunakan dialek Sunda Indramayu, sehingga masyarakat Desa Ilir ini memiliki variasi bahasa, yakni ragam bahasa Sunda yang bercampur dengan dialek Jawa Indramayu. Masyarakat nelayan Desa Ilir merupakan masyarakat yang kehidupannya sangat tergantung pada sumber daya di laut, hampir semua aktivitas kehidupan para nelayan berhubungan dengan laut. Para nelayan tidak bisa mengabaikan pengetahuan tentang gejala alam, semua tanda-tanda gejala alam tersebut menjadi pedoman atau petunjuk bagi nelayan Desa Ilir sehingga masyarakat memiliki nilai kearifan lokal berupa pengetahuan tentang alam sekitar dan fenomena. Nilai kearifan lokal tersebut diwariskan secara turun temurun, melalui kegiatan rutin upacara adat Nadran. Menurut Kasim 2013: 51, Nadran merupakan wujud syukur kaum nelayan kepada alam laut dan sang pencipta. Selain itu, sumber daya di laut telah memberi kehidupan yang tidak pernah habis sehingga masyarakat nelayan Desa Ilir memiliki kepercayaan mulung trima terima kasih. Setiap Nadran digelar kesenian wajib berupa wayang kulit dengan lakon Budug Basu yang berhubungan dengan penguasa laut Dewa Baruna. Pada puncak 2 Rina Herminah, 2014 LEKSIKON MAKANAN DAN PERALATAN DALAM UPACARA ADAT NADRAN DI DESA ILIR, KECAMATAN KANDANGHAUR, KABUPATEN INDRAMAYU : Kajian etnolinguistik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu upacara, sesajen berupa kepala kerbau,kaki kerbau, darah kerbau, dan kulit kerbau dihanyutkan di tengah laut bersama sebuah perahu mini kapal-kapalan terbuat dari kertas dan pelepah pisang, diperuntukan bagi Budug Busu. Setiap kebudayaan terdiri atas sistem kategorisasi, yaitu untuk mengategorikan dirinya dan lingkungan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Sistem-sistem pengkategorian itu menghasilkan leksikon- leksikon yang ada dalam kebudayaan tersebut. Leksikon dapat mencerminkan kebudayaan masyarakat penuturnya yang meliputi cara hidup dan cara berpikir mengenai alam sekelilingnya. Leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa Kridalaksana, 2001: 127. Leksikon dapat mencerminkan kebudayaan masyarakat penuturnya yang meliputi cara hidup dan cara berpikir mengenai alam sekelilingnya. Pemberian nama atau istilah pada unsur kebudayaan dapat berwujud leksikon-leksikon yang ada dalam suatu etnis atau masyarakat. Leksikon-leksikon tersebut merupakan gambaran dan cerminan tentang konsep etnis tertentu karena bahasa yang digunakan atau diucapkan oleh suatu kelompok masyarakat adalah suatu refleksi atau cermin keseluruhan kebudayaan tersebut. Leksikon yang digunakan masyarakat Desa Ilir memiliki keunikan yang harus diteliti lebih lanjut, salah satu contohnya yaitu ada leksikon “sumur gantung” yang berarti nadran hejo atau dugan. Masyarakat Desa Ilir menggunakan perlengkapan hidup sebagai aktivitas dalam melaksanakan upacara adat Nadran. Leksikon makanan dan peralatan dalam upacara adat Nadran yang digunakan oleh masyarakat tersebut sangat sederhana karena masih mempertahankan nilai-nilai kebudayaan leluhurnya. Kajian etnolingustik dalam area linguistik sendiri sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sebagai contoh, penelitian etnolingustik dalam ranah linguistik dan antropologi budaya dilakukan oleh Puspitawati, dkk. 2007. Penelitian tersebut mengkaji budaya masyarakat pantai utara dan kesenjangan gender bidang pendidikan di Jawa Barat. Selanjutnya, Widiatmoko 2011. meneliti tentang 3 Rina Herminah, 2014 LEKSIKON MAKANAN DAN PERALATAN DALAM UPACARA ADAT NADRAN DI DESA ILIR, KECAMATAN KANDANGHAUR, KABUPATEN INDRAMAYU : Kajian etnolinguistik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu “Leksikon Kemaritiman di Pantai Tanjungpakis Kabupaten Karawang” mengungkapkan tentang klasifikasi lingual, klasifikasi kultural, dan pengetahuan nelayan Pantai Tanjungpakis tentang alam sekitar berdasarkan leksikon kemaritiman. Selanjutnya, Hermana, dkk. 2012, melakukan penelitian tentang “Nadran Upacara Syukuran Masyarakat Nelayan Indramayu” mengungkapkan secara deskriptif tentang prosesi upacara adat Nadran di desa Pabean Ilir Blok Tegur Kecamatan Pasekan, dan desa Karangsong Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Selanjutnya, Ayu 2013, menjelaskan bagaimanakah klasifikasi dan deskripsi leksikon upacara adat khaul Mbah Buyut Tambi berdasarkan kegiatan, peralatan, makanan, tempat dan leksikon. Selain itu, Fadly 2013, menjelaskan tentang bagaimana perkembangan pesta laut nadran sebagai sumber pelajaran PKn, nilai-nilai budaya apa saja yang terkandung dalam pesta laut nadran yang relavan untuk dijadikan sebagai sumber pelajaran PKn, dan bagaimana peran guru dalam mengimplementasikan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pesta laut nadran sebagai sumber pelajaran PKn. Dari rangkaian penelitian sebelumnya tentang kajian etnolinguistik, terlihat jelas penelitian tentang bahasa, kebudayaan, pengetahuan masyarakat, dan kearifan lokal yang terdapat di dalamnya dalam upacara adat Nadran belum diteliti sebelumnya. Selain itu, ketertarikan peneliti untuk mengkaji upacara adat Nadran ini diperkuat dengan adanya sebagian orang Indramayu yang tidak mengetahui makna simbolik dan nilai-nilai kearifan lokal. Hal itu ditunjukkan dengan sikap sebagian masyarakat tersebut yang menganggap bahwa ritual upacara adat belaka. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan turut menghilangkan pengetahuan lokal mengenai upacara adat Nadran.

B. Masalah Penelitian