Pengaruh media audio-visual (video) terhadap hasil belajar siswa kelas XI pada konsep elastisitas

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 11 September 2014

PENGARUH MEDIA AUDIO-VISUAL (VIDEO) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
KELAS XI PADA KONSEP ELASTISITAS
Ika Risqi Citra Primavera
Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ikarisqicitra14@gmail.com

Iwan Permana Suwarna, M.Pd
Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media audio-visual (video) terhadap hasil
belajar siswa kelas XI pada konsep elastisitas. Media audio-visual (video) ini dibuat
menggunakan software AVS Video Editor. Penelitian ini dilakukan di kelas XI IPA 1 dan XI
IPA 3 SMA Negeri 87 Jakarta. Penelitian berlangsung pada bulan November 2013. Metode
penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control
group design dan teknik pengambilan sampel purpossive sampling. Instrumen yang digunakan
adalah instrumen tes berupa soal pilihan ganda dan instrumen nontes berupa angket. Data hasil

instrumen tes dan nontes dianalisis secara kuantitatif, namun hasil data nontes dikonversi ke
dalam bentuk kualitatif. Berdasarkan analisis data, diperoleh hasil terdapat pengaruh media
audio-visual (video) terhadap hasil belajar siswa kelas XI pada konsep elastisitas. Hasil uji
hipotesis terhadap data posttest menunjukkan nilai �ℎ� �� = ,4 dan nilai � �� = ,99.
Nilai �ℎ� �� > � �� , sehingga � ditolak. Rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan
media audio-visual (video) lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil belajar siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional. Hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih unggul
pada jenjang kognitif C2, C3, dan C4. Pembelajaran menggunakan media audio-visual (video)
ini memiliki daya dukung terhadap proses pembelajaran pada kategori baik dengan persentase
sebesar 79%.
Kata kunci: AVS Video Editor, media audio-visual (video), hasil belajarsiswa, elastisitas.

PENDAHULUAN
Fisika adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala alam secara
keseluruhan. Fisika mempelajari materi, energi, dan fenomena atau gejala alam, baik yang bersifat
makroskopis (berukuran besar) maupun yang bersifat mikroskopis (berukuran kecil). Gejala-gejala alam
tersebut pada mulanya adalah apa yang tertangkap oleh alat indera, misalnya penglihatan, pendengaran, dan
indera peraba. Kemudian diolah menjadi suatu konsep-konsep yang bisa menjelaskan kenapa suatu gejala
alam bisa terjadi dan berdampak pada gejala alam lainnya. Dengan kata lain, fisika memungkinkan manusia
memperoleh kebenaran ilmiah dari gejala-gejala alam, sehingga memudahkan dalam menggambarkan dan

mengatur alam.
Namun beberapa siswa masih kesulitan mengolah konsep-konsep tersebut. Hal ini tidak lain karena
proses pembelajaran terkadang tidak berjalan dengan baik. Ditambah lagi kecenderungan beberapa siswa
yang menganggap bahwa fisika adalah pelajaran yang sulit, mereka akan mulai kesulitan saat dihadapkan
pada soal-soal yang berisi banyak notasi matematis. Padahal mempelajari fisika bukan hanya menyelesaikan
soal-soal yang rumit namun juga pemahaman konsep yang tepat, sehingga dari pemahaman tersebut siswa
dapat mengembangkan konsep dan mengaitkannya dengan konsep-konsep lain.
Konsep fisika dapat diamati pada fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan maupun
lingkungan sehari-hari. Beberapa fenomena dapat dengan jelas terlihat dan dirasakan oleh alat indera. Namun
beberapa lagi terjadi secara cepat, sehingga tidak dapat tertangkap secara langsung karena keterbatasan

122

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 11 September 2014

indera manusia,. Jika tidak menggunakan alat bantu dalam mempelajarinya, siswa akan kesulitan mengamati
fenomena yang sedang dipelajari. Dengan demikian siswa hanya mengetahui fenomena tersebut dari
penjelasan verbal guru. Padahal penjelasan verbal diterima dan diproses oleh siswa secara berbeda-beda.
Bagi siswa yang sulit berimajinasi, dia hanya akan terbiasa menghafal konsep fisika tanpa tahu gambaran

prosesnya secara nyata. Siswa yang mampu berimajinasi tidak berarti menjadi lebih paham, karena
penjelasan tersebut akan divisualisasikan secara berbeda-beda oleh tiap siswa sesuai tingkat imajinasinya
masing-masing. Dengan begitu, siswa tidak dapat menguasai konsep secara tepat. Konsep yang tidak tepat itu
kemudian akan mengakibatkan miskonsepsi. Dari ketidaktepatan konsep, siswa akan lebih kesulitan lagi
meyelesaikan persoalan-persoalan fisika baik secara teori ataupun matematis. Jika dibiarkan terus menerus
akan berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa.
Diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat menggambarkan konsep fisika secara nyata. Salah
satu media pembelajaran yang dapat digunakan adalah video. Video merupakan media audio-visual yang
dapat mengungkapkan objek dan peristiwa seperti keadaan sesungguhnya. Dengan menggunakan video,
siswa mampu memahami pesan pembelajaran secara lebih bermakna sehingga informasi yang
disampaikan melalui video tersebut dapat dipahami secara utuh. Video jarang digunakan dalam
pembelajaran fisika, keberadaannya mulai tergeser dengan multimedia lain yang berisi animasi
ataupun simulasi. Padahal penggunaan video dapat memudahkan guru menyampaikan materi secara
sederhana karena memberi gambaran nyata yang biasa terjadi di kehidupan ataupun lingkungan
sehari-hari. Tampilan video juga dapat menjadi daya tarik sehingga mampu mempertahankan
perhatian siswa selama video tersebut diputar.
Dengan melihat karakteristik media tersebut, salah satu konsep yang sesuai untuk disampaikan
menggunakan video adalah elastisitas. Elastisitas merupakan salah satu konsep fisika yang diajarkan
di jenjang SMA kelas XI. Materi elastisitas sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari -hari,
terlihat dari subkonsep elastisitas yaitu susunan pegas seri paralel yang aplikasinya digunakan dalam

shockbreaker, spring bed, dan lain-lain. Beberapa subkonsep lagi berisi banyak notasi matematis
yang berasal dari fenomena pegas. Namun beberapa fenomena sulit diamati karena pergerakan pegas
berlangsung sangat cepat.
Karakteristik dari konsep elastisitas tersebut dapat dijelaskan oleh video. Video dapat
memperlambat tampilan gerakan objek dan menampilkan suatu peristiwa seperti keadaan
sesungguhnya, contohnya peristiwa gerak harmonis sederhana pada pegas, saat gaya pemulih bekerja
pada pegas dan mendorong benda ke posisi kesetimbangan. Peristiwa kembalinya pegas pada keadaan
setimbang seringkali sulit diamati. Namun dengan bantuan video, dapat tervisual isasikan besaranbesaran (simpangan, amplitudo, satu gelombang, dan lain-lain) yang terkait ketika pegas itu
digetarkan, sehingga proses penyerapan materi elastisitas dapat berlangsung secara maksimal. Dengan
demikian, berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh media
audio-visual (video), dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media audio-visual (video)
terhadap hasil belajar siswa kelas XI pada konsep elastisitas.
Menurut Munadi (2010), media audio-visual merupakan peralatan suara dan gambar dalam satu unit,
seperti film bersuara, televisi, dan video. Namun, ada pengelompokan lain dari media audio-visual yaitu
peralatan visual seperti slide dan OHP yang diberi unsur suara dari rekaman kaset yang dimanfaatkan secara
bersamaan dalam satu waktu atau satu proses pembelajaran. Video merupakan salah satu jenis media-audio
visual yang merupakan serangkaian gambar gerak yang disertai suara yang membentuk satu kesatuan yang
dirangkai menjadi sebuah alur, dengan pesan-pesan di dalamnya untuk ketercapaian tujuan pembelajaran
yang disimpan dengan proses penyimpanan pada media pita atau disk.Video memiliki banyak kelebihan yang
dapat mengatasi keterbatasan dalam pembelajaran diantaranya, menampilkan suatu objek atau peristiwa

seperti keadaan sesungguhnya.
Sudjana (2009) menyatakan bahwa hasil belajar siswa adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Pada hakikatnya kemampuan-kemampuan tersebut berupa
perubahan tingkah laku yang berdasarkan klasifikasi Bloom mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Kemampuan-kemampuan yang berupa perubahan tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa,

123

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 11 September 2014

diukur oleh guru berdasarkan klasifikasi tertentu. Perubahan tingkah laku ini berupa peningkatan atau
pengembangan yang lebih baik dari sebelumnya dan dapat dijadikan tolak ukur oleh guru maupun siswa
untuk pembelajaran selanjutnya.
Pada penelitian ini, peneliti hanya akan mengukur hasil belajar pada ranah kognitif (C1-C4). Dengan
menggunakan video, memvisualisasi konsep-konsep fisika yang terjadi terlalu cepat diharapkan dapat
tervisualisasi sehingga siswa dapat memahami konsep tersebut dengan baik dan hasil belajarnya meningkat.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Desain yang

digunakan yaitu Nonequivalent Control Group Design.Pengambilan kelompok tidak dilakukan secara acak,
namun dipilih dengan pertimbangan tertentu agar memiliki homogenitas yang relatif sama. Kemudian
diberikan pretest untuk mengetahui keadaan awal kemampuan siswa pada konsep elastisitas. Setelah
didapatkan hasil pretest-nya barulah masing-masing kelas diberikan perlakuan berbeda. Kelas kontrol
diberikan perlakuan pembelajaran konvensional, sedangkan kelas eksperimen diberikan perlakuan
menggunakan media audio-visual (video). Setelah itu dilanjutkan dengan memberikan posttest untuk melihat
sejauh mana kemampuan siswa pada konsep elastisitas setelah diberikan perlakuan. Desain penelitiannya
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Desain Penelitian
Kelompok
A
B

Pretest
Y
Y

Perlakuan
X
X


Posttest
Y
Y

Keterangan: A= Kelas eksperimen
B = Kelas kontrol
X = Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen berupapenggunaan media
audio-visual (video)
X = Perlakuan yang dilakukan pada kelompok kontrol berupa pembelajarankonvensional,
Y = Pretest
Y = Posttest.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 87 Jakarta dengan populasi sasarannya
adalah seluruh siswa kelas XI di sekolah tersebut. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purpossive
sampling. Data diambil dari hasil pretest dan posttest menggunakan soal pilihan ganda dan data penunjang
diambil dari angket respon siswa. Data hasil tes kemudian dianalisis dengan menggunakan uji prasyarat
analisis dan uji hipotesis dengan menggunakan uji t. sedangkan respon angket siswa dianalisis secara
kuantitatif dan hasilnya dikonversi ke dalam bentuk kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan data hasil pretest siswa, diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen 22,96 dan nilai rata-rata
kelas kontrol 23,55. Meskipun demikian, hasil uji homogenitas dari rata-rata hasil pretest menunjukkan
bahwa kedua kelas homogen, artinya tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelas kontrol
dan kelas eksperimen mengenai konsep elastisitas sebelum diberikan perlakuan. Setelah masing-masing kelas
diberikan perlakuan yang berbeda, diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen 65,82 dan nilai rata-rata kelas
kontrol 57,68. Hasil analisis data menunjukkan nilai t hi ng = ,4 dan nilai t el = ,99, artinya nilai
t hi ng lebih besar dibanding nilai t el . Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh media audio-visual
(video) terhadap hasil belajar siswa pada konsep elastisitas. Hasil ini pun didukung oleh selisih nilai ratarata posttest dengan pretest antara kedua kelas, kelas eksperimen yang menggunakan media audio-visual
(video) lebih unggul sebesar 8,73 dibanding kelas kontrol yang hanya menggunakan pembelajaran
konvensional.
Hasil belajar siswa pada ranah kognitif dapat dilihat pada diagram berikut:

124

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 11 September 2014

67%


70%
60%

67%

58%

67%
61%

58%

53% 53%

Persentase

50%
Pretest Kontrol

40%

28%

30%
21%
20%

27%

23%

23%

Posttest Kontrol

26%
21%

Pretest Eksperimen

13%


10%
0%
C1

C2
Ranah Kognitif

C3

C4

Gambar 1. Diagram Hasil Belajar Siswa Pretest dan Posttest Kedua Kelas pada Ranah Kognitif
Berdasarkan diagram di atas, terlihat bahwa hasil belajar akhir (posttest) kedua kelas mengalami
peningkatan dari hasil pretest. Pada saat pretest, kemampuan kelas kontrol dalam mengingat (C1) 13%,
memahami (C2) 23%, menerapkan (C3) 27%, dan menganalisis (C4) 26%. Sementara kemampuan kelas
eksperimen pada saat pretest dalam mengingat (C1) 21%, memahami (C2) 28%, menerapkan (C3) 23%, dan
menganalisis (C4) 21%.
Pada saat posttest kemampuan kelas kontrol dalam mengingat (C1) 53%, memahami (C2) 58%,
menerapkan (C3) 58%, dan menganalisis (C4) 61%. Sementara kemampuan kelas eksperimen dalam
mengingat (C1) 53%, memahami (C2) 67%, menerapkan (C3) 67%, dan menganalisis (C4) 67%. Diagram di
atas juga menunjukkan bahwa setelah diberikan perlakuan yang berbeda terhadap kedua kelas, hasil belajar
siswa (posttest) kelas eksperimen lebih unggul pada kemampuan berpikir C 2, C3, C4, sedangkan pada
kemampuan berpikir C1, kedua kelas memiliki kemampuan yang sama.
Jika ditinjau dari segi peningkatan, hasil peningkatan dari masing-masing ranah kognitif dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut:
50%

Persentase

40%

46%

44%
40%
32%

39%
35%

35%
31%

30%
Kontrol
20%

Eksperimen

10%
0%
C1

C2

C3

C4

Ranah Kognitif

Gambar 2. Diagram Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kedua Kelas pada Ranah Kognitif
Hasil peningkatan ini didapatkan dari selisih hasil pretest dan posttest masing-masing kelas. Kelas
kontrol unggul dalam meningkatkan kemampuan berpikir C 1 (meningkat 40%). Sementara kelas eksperimen
lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan berpikir C2 (meningkat 39%), C3 (meningkat 44%), C4
(meningkat 46%).
Respon Siswa terhadap Penggunaan Media Audio-Visual (Video)
Hasil data angket yang telah diperoleh selanjutnya dihitung secara kuantitatif, menghasilkan data berupa
persentase kemudian dikonversi menjadi data kualitatif. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

125

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 11 September 2014

Tabel 2. Hasil Angket Penggunaan Media Audio-Visual (Video)
Kelas Eksperimen
Indikator Angket
Persentase

Kesimpulan

Perpaduan antara suara dan tampilan

79%

Baik

Tampilan warna dan desain secara keseluruhan

81%

Baik Sekali

Kemudahan isi pesan untuk dipahami

81%

Baik Sekali

Kesesuaian isi video dengan materi pelajaran

75%

Baik

Kesesuaian media dengan pengguna (siswa)

80%

Baik

Rata-Rata

79%

Baik

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan penggunaan media audio-visual (video)
dalam pembelajaran fisika konsep elastisitas mendapatkan respon yang baik dari para siswa. Artinya,
penggunaan media audio-visual (video) menarik bagi para siswa dan mampu membantu siswa dalam
memahami materi. Namun pada indikator keempat, didapat persentase sebesar 75%. Hal itu mengindikasikan
bahwa sebagian kecil siswa menganggap isi video tidak sesuai dengan materi pelajaran. Meskipun begitu,
indikator tersebut tetap berada dalam kategori baik.
Pembahasan
Dalam penelitian ini, kelas eksperimen unggul dalam meningkatkan kemampuan memahami (C2)
sebesar 39%, menerapkan (C3) sebesar 44%, menganalisis (C4) sebesar 46%. Pembelajaran dengan
menggunakan media audio-visual (video) memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional diantaranya, dengan melihat program video bersama-sama, sekelompok siswa yang berbedabeda bisa membangun kesamaan pengalaman untuk membahas sebuah isu secara efektif, dengan kata lain
setiap siswa memiliki pemahaman yang seragam terhadap suatu materi, dalam hal ini pada konsep elastisitas.
Hal tersebut menyebabkan kelas eksperimen yang menggunakan media ini memiliki peningkatan
kemampuan dalam memahami (C2) yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional
yang menekankan pada penyampaian materi secara verbal. Hal ini didukung oleh angket siswa, yaitu sebesar
81% siswa memberi respon yang baik sekali mengenai kemudahan isi pesan untuk dipahami. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Haryoko (2009), ia menyatakan bahwa media audio-visual (video) dapat
memperlancar pemahaman sehingga para siswa dapat mengoptimalkan kemampuan dan potensinya.
Media audio-visual (video) juga menyajikan materi secara bertahap, dimana gerakan ditampilkan secara
berurutan (Smaldino, 2011). Dengan begitu, siswa mendapatkan gambaran yang nyata terhadap konsep
elastisitas dan mampu menerapkan kembali materi yang telah dipelajarinya, sehingga kemampuan
menerapkan (C3) siswa di kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan dalam pembelajaran konvensional
dimana siswa hanya dapat membayangkan apa yang disampaikan oleh guru. Hal ini didukung oleh hasil
angket siswa yang menolak pernyataan “cuplikan video tidak dapat menggambarkan konsep elastisitas secara
nyata”. Artinya, 75% siswa beranggapan bahwa cuplikan video dapat menggambarkan materi secara nyata.
Hasil validasi ahli materi pun pada indikator kesesuaian cuplikan video dalam menggambarkan aplikasi dari
konsep elastisitas mendapat skor 4 (kategori baik), keterwakilan penjelasan konsep oleh cuplikan video
dalam media mendapat skor 5 (kategori sangat baik).
Penampilan video yang dapat diulang sesuai dengan keinginan, membuat para siswa termotivasi untuk
mengamati dan menganalisis fenomena dalam kehidupan sehari-hari (Smaldino, 2011). Walaupun diulang,
siswa tidak mengalami kejenuhan, sebaliknya, siswa dapat lebih paham dengan pengulangan tampilan video
dalam cuplikan tertentu. Hal ini didukung oleh angket siswa yang menunjukkan 81% siswa beranggapan
bahwa tampilan media menarik sehingga tidak membosankan. Ditambah lagi, cuplikan video berisi beberapa

126

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 11 September 2014

fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya gambaran terhadap fenomena tersebut
dan disajikan dengan tampilan menarik, siswa akan lebih termotivasi karena konsep yang sedang ia pelajari
itu ada di sekitarnya, sehingga siswa mampu menganalisis konsep tersebut. Hal itu yang menyebabkan hasil
belajar siswa pada ranah kognitif dalam tingkatan menganalisis (C4) yang menggunakan media audio-visual
(video) lebih unggul dibanding kelas kontrol yang hanya didominasi oleh ceramah.
Namun pada kemampuan mengingat (C1), hasil belajar siswa yang menggunakan media audio-visual
(video) lebih rendah (meningkat sebesar 32%) dibandingkan dengan kelas kontrol yang diberikan perlakuan
pembelajaran konvensional (meningkat sebesar 40%). Pembelajaran konvensional cenderung berorientasi
pada target penguasaan materi dengan cara menghapal karena pembelajaran didominasi oleh ceramah. Hal ini
sejalan dengan yang disampaikan Haryoko dalam penelitiannya. Dari sisi penguasaan materi, menghapal
terbukti berhasil dalam meningkatkan hasil belajar siswa, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan
persoalan dalam jangka panjang dan juga proses pembelajaran membutuhkan waktu yang relatif lama
(Haryoko, 2009). Penyajian materi melalui ceramah pun hanya akan mempermudah siswa yang memiliki tipe
belajar auditif, karena mereka terbiasa memahami materi pembelajaran dengan mengandalkan pendengaran.
Berbeda dengan pembelajaran konvensional yang didominasi oleh ceramah, keberhasilan media audiovisual (video) salah satunya disebabkan karena siswa menyerap materi lebih banyak saat menyaksikan video.
Hal ini juga dikemukakan oleh Porter (2010), penggagas Quantum Learning, bahwa manusia dapat menyerap
suatu materi sebanyak 70% dari apa yang dilakukan, 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio-visual),
30% dari yang dilihat, 20% dari yang didengar, dan hanya 10% dari apa yang dibaca. Hasil pengamatan
dalam proses pembelajaran menunjukkan bahwa beberapa siswa memiliki tipe belajar auditif, dan sebagian
lagi memiliki tipe visual. Dengan begitu pembelajaran menggunakan media audio-visual (video) dapat
menyentuh gaya belajar setiap siswa. Siswa yang terbiasa mengandalkan pendengaran dalam pembelajaran
(tipe auditif) akan terbantu dengan adanya narasi dan backsound di dalam video. Sedangkan siswa yang
mengandalkan penglihatan (tipe visual) akan terbantu dengan gambaran yang ditampilkan oleh video.
Terbukti respon siswa terhadap perpaduan antara suara dan tampilan video berada dalam kategori baik (79%)
serta tampilan warna dan desain secara keseluruhan berada dalam kategori baik sekali (81%). Hasil validasi
ahli media pada indikator keterlibatan beberapa indera mendapatkan skor 4 (kategori baik).
Berdasarkan penjelasan di atas, pembelajaran menggunakan media audio-visual (video) memiliki
banyak kelebihan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Oleh sebab itu dapat diambil kesimpulan
bahwa media audio-visual (video) berpengaruh positif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
konsep elastisitas.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh media audio-visual (video) terhadap hasil belajar siswa kelas XI pada konsep
elastisitas. Pengaruh tersebut terlihat dari:
1. Pembelajaran menggunakan media audio-visual (video) terbukti lebih unggul dalam meningkatkan
kemampuan memahami (C2), menerapkan (C3), dan menganalisis (C4). Sedangkan pembelajaran di kelas
kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan
mengingat (C1).
2. Respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan media audio-visual (video) berada pada kategori baik.
SARAN
Pada penelitian ini terdapat dua kelemahan. Pertama, tampilan video kurang membangun interaktivitas
siswa dalam pembelajaran, solusi untuk kelemahan ini adalah dibutuhkan desain dan skenario yang matang
untuk membuat video yang dapat berinteraksi dengan siswa serta membuat siswa tidak sadar sedang belajar
dan mampu bertahan dalam menonton video yang ditampilkan. Kedua, kurang mendalamnya materi yang
disajikan, sehingga saran yang dapat diajukan untuk penelitian ke depan, yaitu menambahkan materi ke
dalam video secara efektif sehingga durasinya tidak menjadi terlalu lama.

127

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 11 September 2014

DAFTAR PUSTAKA
A Sahertian P. 2008.Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Afifah N, dkk. 2013. Penerapan Pendekatan Kontekstual Menggunakan Media Video untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Fisika pada Kelas XI RPL 1 SMKN 8 Semarang. Seminar Nasional 2nd Lontar Physics
Forum.
Ariani N, Haryanto D. 2010.Pembelajaran Multimedia di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Arikunto S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. IX.
------------------------. 2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet.
XII.
Arsyad A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. XV.
Daryanto. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, Cet. V.
Dimyati. Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, Cet. III.
E. Barron A, et al. 2002.Technologies for Education. United States: Libraries Unlimited, Fourth Edition.
E Smaldino S, et a.l. 2011.Instructional Technology and Media for Learning. Jakarta: Kencana Prenada
Group, Cet. I.
Fansuri H. 2013. Penerapan Video Pembelajaran untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X
Teknik Fabrikasi Logam pada Mata Pelajaran Teori Las Oxy-Acetylene di SMK Negeri 1 Seyegan.
Jurnal Skripsi UNY.
Fechera B, dkk. 2012.Desain dan Implementasi Media Video Prinsip-Prinsip Alat Ukur Listrik dan
Elektronika. Portal Jurnal UPI. 8.
George M, Nalliveettil, Odeh H, Ali. 2013.A Study on the Usefulness of Audio-Visual Aids in EFL
Classroom: Implication for Effective Instruction. Sciedu Press. 2.
Hamalik O. 2008.Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara, Cet. VIII.
Haryoko S. 2009. Efektivitas Pemanfaatan Media Audio-Visual sebagai Alternatif Optimalisasi Model
Pembelajaran. Jurnal Edukasi Elektro. 5.
Ikrayenti Y, dkk. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbentuk Video Tutorial Berbahasa
Inggris pada Pembelajaran Fisika SMA. Pillar of Physics Education. 1.
Kanginan M. 2002. Fisika 2A untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
M Soelarko, R. 1980. Audio Visual: Media Komunikasi Ilmiah Pendidikan Penerangan. Bandung: Binacipta,
Cet. I.
Munadi Y. 2010.Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press, Cet. 3.
Munir. 2012. Multimedia: Konsep dan Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Quarcoo NR., et al. 2012.Impact of Audio-Visual Aids on Senior High School Student’s Achievement in
Physics. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education.
Rusman, dkk. 2012.Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Rawajali Press,
Cet. II.
S Sadiman A, dkk. 2011.Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. XV.
Sudijono A.2008.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudijono A.2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudjana N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet. XIV.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito, Cet. I.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

128

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 11 September 2014

Trianto. 2010.Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan. Jakarta: Kencana, Cet. I.
Usman H, Setiady A, Purnomo.1995. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara.
WA Lorin, R Krathwohl, David. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: a revision of
Bloom’s taxonomy of educational objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Zhang D, et al.2006.Instructional Video in E-Learning: Assessing the Impact of Interactive Video on
Learning Effectiveness. Elsevier.

129