PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMK NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN MELALUI PENDEKATAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

SMK NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN MELALUI PENDEKATAN DIFFERENTIATED

INSTRUCTION

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

ADE EVI FATIMAH NIM. 8126172001

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Ade Evi Fatimah. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan Melalui Pendekatan

Differentiated Instruction. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated Instruction (DI) lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, (2) terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan dan sampelnya dipilih secara acak yaitu kelas X TKJ1 (eksperimen) dan kelas X TITL1 (kelas Kontrol) yang masing-masing berjumlah 24 siswa. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes KAM, (2) tes kemampuan pemecahan masalah pada materi trigonometri, dan (3) skala kemandirian belajar. Instrumen tersebut telah memenuhi syarat validasi serta memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,809 dan 0,737 berturut-turut untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji ANAVA dua jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran pembelajaran melalui pendekatan Differentiated Instruction (DI) lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional (2) tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa. Peneliti menyarankan agar pendekatan Differentiated

Instruction menjadi alternatif bagi guru dalam meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa.

Kata Kunci: Pendekatan Differentiated Instruction (DI), Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar Siswa.


(7)

ABSTRACT

Ade Evi Fatimah. Increasing the Ability of Mathematical Problem Solving and Tehnical High School Student’s Percut Sei Tuan Self Regulated Learning by Using Differentiated Instruction. Post Graduate Program of Medan University 2012.

The research aimed study to determine: 1) the increasing ability of mathematics problem solving and student’s self regulated learning by using Differentiated Instruction is better than students comprehension convensional approach. 2) there was the interaction between learning by students first mathematic ability toward the increasing ability of mathematics problem solving and student’s self regulated learning. This kind of research is the quasi experiment. The populations of this research are all of the students in X grade of Tehnical High School 1 Percut Sei Tuan and the sample choosen is randomly sample which are Tehnical High School 1 Percut Sei Tuan contain with X TKJ1 as experiment class and X TITL1 as control class each consist of 24 students. Instrument used consisted of: (1) test studens first mathematic, (2) test problem solving and (3) self regulated learning scale. The instrument has been declared eligible content validity and reliability coeffesient of 0,809 dan 0,737 respectively for test mathematics problem solving and self regulated learning. Data analysis is done by using ANAVA two ways. The result of this research shown that (1) there increasing ability in mathematics problem solving and student’s self regulated learning by using Differentiated Instruction is better than using students comprehension convensional approach, (2) there were no interaction between learning and student’s ability level to the increasing ability of mathematics problem solving and student’s self regulated learning. The researcher suggests to use the Differentiated Instruction approach as the alternative way for teachers to increase the ability in mathematics problem solving and student’s self regulated learning.

Key word: Differentiated Instruction approach, the Ability of mathematics Problem Solving and Student’s self regulated learning.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan karunia-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis

dengan judul: “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

dan Kemandirian Belajar Siswa SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan Melalui

Pendekatan Differentiated Instruction”. Shalawat dan salam penulis sanjungkan

kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah ummat yang menjadi

teladan sepanjang zaman.

Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan

Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pembelajaran

matematika dengan pendekatan Differentiated Instruction (DI). Sejak mulai

persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat,

do’a, nasihat, teladan, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan

keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak langsung sampai

terselesainya tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal

atas kebaikan tersebut.


(9)

iv

Terima kasih dan penghargaan khususnya penulis sampaikan yang

sebesar-besarnya kepada:

1.

Teristimewa kepada Ibunda tercinta Tiakhro dan Ayahanda tersayang M.

Ikmal Lubis serta kakak dan abang Fitriani Lubis, S. Pd/Suami, Jamilah Lubis,

S. H/Suami, Mahleni Lubis, S. P/Suami, Siti Khadijah Lubis, S. Pd/Suami,

Ahmad Parwis, S. P/Istri dan juga adikku Ahmad Taher, A. Md yang

senantiasa memberikan perhatian, kasih sayang, motivasi, do’a dan dukungan

baik moril maupun materil sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahan sampai

pada penyelesaian kuliah kepada penulis.

2.

Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc., Ph.D selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr.

Hasratuddin, M.Pd selaku pembimbing II dan sekretaris Program Studi

Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah

banyak menuangkan ilmunya dan meluangkan waktunya untuk membimbing

dan memberikan dukungan kepada penulis.

3.

Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku ketua Program Studi Pendidikan

Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan dan Narasumber yang

telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan

tesis ini serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Prodi Pendidikan

Matematika

4.

Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M. Pd dan Bapak Dr. Edy Surya, M. Si selaku

Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan

dalam penyempurnaan tesis ini.


(10)

v

5.

Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED

yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

6.

Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika

Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

7.

Bapak Kasni, M. Pd selaku Kepala SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan yang telah

memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian

yang beliau pimpin, serta guru dan straf administrasi yang telah banyak

membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

8.

Ibu Erna Laili, M. Si, Ibu Ida Supriani, S.Pd, dan Ibu Poniem, S. Pd selaku

validator yang telah meluangkan waktunya dan banyak memberikan masukan

serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

9.

Seluruh kerabat dan sahabat perjuangan (Dede Zulfikar, M. Pd, Ahmad Shaleh

Marpaung, S.Pdi, Hamzah Sa’ban Saragih, S.Pd, Azrina Purba, S.Pd, Fitriani,

M. Pd, Fitry Wahyuni, M.Pd, Syafrida Hanum, M.Pd, Taruli Marito Silalahi,

M.Pd, Ida Sari, S. Pd, dan Reinna Sinaga, S. Pd), teman-teman angkatan XXI

kelas B-1 eksekutif yang telah memberikan semangat dan bantuan kepada

penulis.

10. Saudara dan saudari Rino Yohanas, A. Md, Irfan Octavianus, S. Pd, Lydia

Veronica Marbun, S. Pd, Siti Halimah Hutasuhut, S.Pd, Siti Nursecha, S. Pd,

Anggi Marwina Nasution, S. Pd, Nora Hawari Daulay, S. Pd, Leli Hayati

Lubis, S. Pd, Nur Jamiah, S. Pd, dan Maya Wannahari, S. Pd yang selama ini


(11)

vi

sangat banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga

tesis ini dapat memberikan sumbangan, manfaat, kritikan dan masukan bagi para

pembaca, sehingga dapat memperbaiki dan memperkaya khasanah

penelitian-penelitian sebelumnya dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian-penelitian lebih lanjut.

Medan, Maret 2015

Penulis

Ade Evi Fatimah


(12)

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

i

KATA PENGANTAR ...

iii

DAFTAR ISI ...

vii

DAFTAR TABEL ...

ix

DAFTAR GAMBAR ...

xi

DAFTAR LAMPIRAN ...

xii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang ...

1

1.2

Identifikasi Masalah...

19

1.3

Batasan Masalah ...

19

1.4

Rumusan Masalah...

20

1.5

Tujuan Penelitian ...

21

1.6

Manfaat Penelitian ...

21

1.7

Definisi Operasional ...

23

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis ...

24

2.1.1 Masalah dalam Matematika ...

24

2.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...

25

2.1.3 Kemandirian Belajar (Self-Regulated Learning) ...

33

2.1.4 Trigonometri ... 39

2.1.5 Differentiated Instruction (DI) ...

44

2.1.6 Pembelajaran Konvensional...

58

2.1.7 Teori Belajar Yang Mendukung...

60

2.1.8 Penelitian Yang Relevan...

65

2.2 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ...

66

2.2.1

Kerangka Konseptual ...

67

2.2.2

Hipotesis Penelitian ...

69

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian ...

70

3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian...

70

3.3

Populasi dan Sampel Penelitian ...

71


(13)

iv

3.5

Desain Penelitian ...

72

3.6

Instrumen Penelitian ...

74

3.7

Teknik Analisis Data ... 79

3.8

Prosedur Penelitian ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 95

4.1.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 96

4.1.2 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa ... 102

4.1.3 Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Awal

Matematika Siswa... 106

4.1.4 Deskripsi Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa... 113

4.1.5 Analisis Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa Berdasarkan

Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa... 116

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 124

4.2.1 Kemampuan Awal Matematika ... 124

4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 126

4.2.3 Kemandirian Belajar Siswa ... 129

4.2.4 Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dengan Kemampuan Awal

Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis

131

4.2.5 Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dengan Kemampuan Awal

Siswa Terhadap Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa ... 133

4.2.6 Keterbatasan dalam Penelitian ... 135

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 138

5.2 Implikasi ... 139

5.3 Saran ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 143

LAMPIRAN ... 147


(14)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.1 Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis 9

3.1 Desain Penelitian ... 73

3.2 Tabel Weiner Keterkaitan antara Variabel Bebas, Terikat, dan Kontrol 74

3.3 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM... 76

3.4 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 77

3.5 Skor Alternatif Jawaban Skala Kemandirian Belajar Siswa ... 78

3.6 Interpretasi Keofesien Korelasi Validitas ... 80

3.7 Hasil Ujicoba Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 81

3.8 Klasifikasi Reliabilitas ... 82

3.9 Klasifikasi Daya Pembeda ... 84

3.10 TK Dan DB Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 84

3.11 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, dan Jenis Uji

Statistik... 92

4.1 Deskripsi Mean dan standar Deviasi tes kemampuan Awal

Matematika Siswa Kelompok Eksperimen dan kelompok

Kontrol ... 96

4.2 Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM)

Siswa ... 98

4.3 Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM)

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 99

4.4 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Awal Matematika (KAM)

Siswa ... 100

4.5 Pengelompokan Siswa Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika Pada

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 101

4.6 Rata-Rata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kelompok KPA dan KPB Berdasarkan Kemampuan

Matematika Siswa ... 103


(15)

iv

4.7 Uji Normalitas gain Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa ... 107

4.8 Uji Homogenitas Varians Gains Kemampuan Pemecahan

Masalah ... 108

4.9 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Gain Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa ... 109

4.10 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis pada Taraf Signifikansi 5% ... 112

4.11 Rata-Rata Gain Kemandirian Belajar Siswa Kelompok KKA dan

KKB Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa ... 113

4.12 Uji Normalitas Gain Kemandirian Belajar Siswa... 117

4.13 Uji Homogenitas Varians gain Kemandirian belajar Siswa ... 118

4.14 Rangkuman uji ANAVA Dua Jalur Gain Kemandirian Belajar

Siswa ... 119

4.15 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemandirian belajar

Siswa pada Taraf signifikansi 5 %... 123


(16)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Hubungan Tahapan Siklus Kemandirian Belajar dengan Refleksinya ... 37

3.1 Tahapan alur Kerja Penelitian ... 94

4.1 Rata-Rata dan Simpangan Baku Hasil Tes Kemampuan Awal

Matematika Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 97

4.2 Normalitas Skor KAM ... 98

4.3 Diagram Rata-rata Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan

Kemampuan Matematika ... 103

4.4 Diagram Selisih Rata-Rata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa ... 104

4.5 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dengan Faktor Kemampuan

Matematika Siswa Terhadap Peningkatan KemampuanPemecahan

Masalah Matematis Siswa ... 111

4.6 Diagram Rata-Rata Gain Ternormalisasi Hasil Pretes dan Postes

Kemandirian Belajar pada Kelas Eksperimen dan Kontrol

Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa ... 114

4.7 Diagram Selisih Rata-Rata Gain Kemandirian Belajar Siswa

Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa ... 115

4.8 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dengan Faktor Kemampuan

Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa . 122


(17)

iii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A (PERANGKAT PEMBELAJARAN)

………. 147

1.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran DI Pertemuan Pertama

2.

Lembar Aktivitas Siswa (LAS) RPP 1

3.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran DI Pertemuan Kedua

4.

Lembar Aktivitas Siswa (LAS) RPP 2

5.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran DI Pertemuan Ketiga

6.

Lembar Aktivitas Siswa (LAS) RPP 3

7.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran DI Pertemuan Keempat

8.

Lembar Aktivitas Siswa (LAS) RPP 4

9.

Rencana Pelaksanaan pembelajaran Konvensional

LAMPIRAN B (INSTRUMEN PENELITIAN) ……… 281

1.

Soal Tes Dan Kunci Jawaban Soal KAM

2.

Angket Gaya Belajar

3.

Kisi-kisi Tes, Penskoran, Soal Tes dan Alternatif Jawaban Soal

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

4.

Kisi-kisi dan Angket Kemandirian Belajar Siswa

LAMPIRAN C (HASIL VALIDASI) ………. 324

1.

Hasil Validasi Ahli Perangkat Pembelajaran Dan Intrumen Penelitian

LAMPIRAN D (PERHITUNGAN HASIL PENELITIAN) ... 346

1.

Hasil Penelitian

LAMPIRAN E (DOKUMENTASI PENELITIAN) ... 386

1.

Foto Penelitian

LAMPIRAN F (KELENGKAPAN BERKAS PENELITIAN)

... 393

1.

Surat-surat


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok manusia agar bisa mencapai tingkat kedewasaan dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Pendidikan juga tidak hanya bisa membuat manusia mahir di dalam pekerjaannya, tapi juga bisa menyelesaikan masalah-masalah kesehariannya dengan tingkat daya pikir yang lebih matang.

Trianto (2010: 1) mengatakan bahwa :

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.

Pendidikan harus mampu mengembangkan potensi siswa sehingga menjadi manusia yang berkualitas dan mempersiapkannya untuk suatu profesi atau jabatan, sehingga siswa tersebut mampu menghadapi dan memecahkan masalah kehidupannya sehari-hari serta mampu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan demikian, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kecakapan hidup dan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Selain itu pendidikan juga merupakan usaha pembentukan kemampuan manusia untuk menggunakan akal seefektif dan seefisien mungkin sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan


(19)

2

dan teknologi dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam usaha pencapaian masa depan yang lebih baik.

Komisi tentang Pendidikan Abad ke-21 (Commission on Education for the

“21” Century), merekomendasikan empat strategi dalam menyukseskan

pendidikan: (1) Learning to learn, yaitu memuat bagaimana siswa mampu menggali informasi yang ada disekitarnya dari ledakan informasi itu sendiri; (2)

Learning to be, yaitu siswa diharapkan mampu untuk mengenali dirinya sendiri,

serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya; (3) Learning to do, yaitu berupa tindakan atau aksi, untuk memunculkan ide yang berkaitan dengan sainstek; (4)

Learning to live together, yaitu memuat bagaimana kita hidup dalam masyarakat

yang saling bergantung antara satu dengan yang lain, sehingga mampu bersaing secara sehat dan bekerja sama serta mampu untuk menghargai orang lain (Trianto, 2004 dalam Trianto, 2010: 4-5).

Pendidikan dapat diberikan kepada siswa salah satunya melalui pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Rusman (2011:3) menyatakan bahwa, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.” Melalui pembelajaran, siswa diharapkan bisa mengaitkan setiap konsep yang dipelajarinya dengan konsep-konsep lain yang relevan sehingga terbentuk proses berpikir yang komprehensif secara utuh dan siswa belajar memecahkan masalah sebagai latihan untuk membiasakan belajar dengan tingkat kognitif yang tinggi.


(20)

3

Salah satu pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan adalah pembelajaran matematika.

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena matematika merupakan ilmu dasar yang dibutuhkan oleh semua ilmu pengetahuan untuk mendapatkan kemajuan yang berarti. Oleh karena itu matematika dapat dinyatakan sebagai ratunya ilmu sekaligus pelayan bagi mata pelajaran yang lain. Hal ini pulalah yang menjadi landasan bahwa matematika harus dipelajari dan dipahami siswa melalui jenjang pendidikan prasekolah sampai perguruan tinggi. Kebutuhan untuk memahami dan menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja akan terus meningkat. Oleh karena itu siswa memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dapat berhitung, dapat menghitung isi dan berat, dapat mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data, dapat menggunakan kalkulator dan komputer.

Ruseffendi (1991:206) menyatakan bahwa, “Tujuan kurikuler pengajaran matematika SMP dan SMA dalam bidang pengetahuan adalah siswa memiliki pengertian dan pengetahuan matematika baik untuk menghadapi studi lebih lanjut, maupun untuk pemakaian praktis dalam mata pelajaran lain, dan dalam kehidupan hari.” Mengingat pentingnya peranan matematika dalam kehidupan sehari-hari, maka sepantasnya pembelajaran matematika harus lebih diperhatikan oleh seorang guru. Pembelajaran disekolah terus berkembang sesuai dengan zaman dengan harapan pembelajaran matematika dapat mengembangkan bakat dan


(21)

4

kemampuan siswa dengan optimal. Namun tingginya tuntutan untuk menguasai matematika masih tidak berbanding lurus dengan hasil belajar matematika siswa. Masih banyak siswa yang tidak menyadari pentingnya matematika dan menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit, menakutkan, bersifat abstrak, serta mata pelajaran wajib yang hanya sebatas hitung-hitungan rutin. Hal ini berakibat rendahnya hasil belajar matematika siswa yang berdampak besar terhadap kemampuan pemecahan masalah.

Pemecahan masalah sangatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini, aspek-aspek kemampuan matematika seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Aktivitas mental yang dapat dijangkau dalam pemecahan masalah antara lain adalah mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah dalam diri seorang siswa harus terus dilatih dan ditingkatkan sehingga siswa tersebut mampu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.


(22)

5

NCTM (National Council of Teacher of Mathematics, 2000:3) menyatakan bahwa, “Teachers help students make, refine, and explore

conjectures on the basis of evidence and use a variety of reasoning and proof techniques to confirm or disprove those conjectures. Students are flexible and resourceful problem solvers.” Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa

seorang guru harus mampu mengubah siswa menjadi seorang pemecah masalah yang fleksibel dan cerdas. Sehingga tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kemampuan pemecahan masalah menjadi fokus pembelajaran matematika di semua jenjang pendidikan.

Selain itu, NCTM juga memasukkan pemecahan masalah ke dalam lima standar matematika sekolah untuk setiap kelas, sebagaimana dinyatakan sebagai berikut, “The next five Standards address the processes of problem solving,

reasoning and proof, connections, communication,and representation.” (NCTM

2000:7). Selanjutnya menurut NCTM,“Solving problems is not only a goal of

learning mathematics but also a major means of doing so. ... In everyday life and in the workplace, being a good problem solver can lead to great advantages. ... Problem solving is integral part of all mathematics learning.” (NCTM 2000: 52)

yang artinya menyatakan bahwa pemecahan masalah tidak hanya menjadi tujuan belajar matematika, tetapi juga merupakan sarana utama untuk melakukan matematika itu sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari dan ditempat kerja, menjadi seorang pemecah masalah yang baik dapat mendapatkan keuntungan besar, sehingga pemecahan masalah merupakan bagian integral dan tidak boleh terlepas dari pembelajaran pembelajaran matematika. Pemecahan masalah memberikan


(23)

6

siswa konteks untuk membantu mereka memahami matematika yang mereka pelajari dan masalah dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep-konsep baru dan memperluas pengetahuan yang dipelajari sebelumnya.

Untuk memperoleh kemampuan yang tinggi dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah.Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa, anak yang diberi banyak latihan pemecahan masalah, memiliki nilai lebih tinggi dalam tes pemecahan masalah dibandingkan anak yang latihannya lebih sedikit.

Pada mata pelajaran matematika, pemecahan masalah dapat berupa soal tidak rutin, yaitu soal yang dalam proses penyelesaiannya belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu. Karena persoalannya merupakan masalah, maka penyelesaiannya merupakan pemecahan masalah.

Polya (1973:5) menyatakan bahwa :

In order to group conveniently the questions and suggestions of our list, we shall distinguish four fases of the work. First, we have to understand the problem; we have to see clearly what is required. Second, we have to see how the various items are connected, how the unknown is linked to the data, in order to obtain the idea of the solution, to make a plan. Third, we carry out our plan. Fourth, we look back at the completed solution, we review and discuss it.

Adapun makna pernyataan Polya tersebut adalah dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu: (1) memahami masalah; (2) merencanakan penyelesaian; (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana; (4) melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Sedangkan Ruseffendi (1991:341) menyatakan bahwa, “... penyelesaian persoalan pemecahan masalah terdapat langkah-langkah pemecahan


(24)

7

sebagai berikut : (1) merumuskan permasalahan dengan jelas; (2) menyatakan kembali persoalannya dalam bentuk yang dapat diselesaikan; (3) menyusun hipotesis (sementara) dan strategi pemecahannya; (4) melaksanakan prosedur pemecahan; (5) melakukan evaluasi terhadap penyelesaian.”

Sesuai dengan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah perlu diperhatikan empat langkah fase penyelesaiannya, yaitu : (1) memahami dan merumuskan masalah; (2) menyusun rencana penyelesaian; (3) melakukan rencana penyelesaian; (4) melakukan pengecekan kembali.

Namun pada kenyataannya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa saat ini masih rendah. Hal ini dapat dilihat melalui beberapa fakta yang ada, diantaranya dari rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis yang dapat mengakibatkan rendahnya hasil belajar matematika siswa seperti yang dialami oleh siswa di SMKN 1 Percut Sei Tuan. Siswa di sekolah tersebut masih sangat banyak yang tidak menyukai pelajaran matematika, mereka mengatakan bahwa matematika itu sulit untuk dipahami, terlalu banyak rumus, dan sangat membosankan. Pandangan siswa seperti inilah yang mempengaruhi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang masih rendah dapat diketahui dari hasil wawancara (5 November 2013) peneliti dengan salah satu guru bidang studi Matematika kelas XI SMKN 1 Percut Sei Tuan, Ibu Siti Halimah Hutasuhut mengatakan bahwa :

“Siswa kurang mampu dalam memecahkan masalah matematis khususnya pada materi trigonometri. Materi ini merupakan salah satu materi matematika yang dianggap sulit dipahami siswa karena banyak menyangkut pembuatan model matematika. Ini terjadi karena rendahnya


(25)

8

tingkat konsentrasi dan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat dilihat ketika siswa masih banyak yang bercerita dengan teman sebangkunya dan sebagian asyik dengan pekerjaannya masing-masing. Ini mungkin disebabkan karena metode pembelajaran yang kurang cocok sehingga kurang memotivasi siswa dalam belajar matematika yang mengakibatkan siswa kurang mampu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi tersebut.”

Kurangnya kemampuan pemecahan masalah siswa kelas XI SMKN 1 Percut Sei Tuan juga dapat dilihat ketika siswa diberikan beberapa tes pemecahan masalah pada pokok bahasan Trigonometri di kelas XI SP dan XI GBR1. Adapun tes tersebut adalah sebagai berikut: (1) Eko mengukur bayangan sebuah tiang di tanah. Setelah diukur, panjangnya mencapai 5 m. Kemudian, ia mengukur sudut yang terbentuk antara ujung bayangan dengan ujung tiang. Besar sudut tersebut adalah 60°. Tanpa mengukur langsung tiang tersebut, dapatkah Eko menentukan tinggi tiang sebenarnya? Jika ya, coba kamu tentukan tinggi tiang tersebut; (2) Sebidang tanah berbentuk segitiga sama kaki yang dibatasi oleh tonggak-tonggak A, B, dan C. Jika jarak A ke B adalah 10 m dan sudut ABC sama dengan 120°. Berapakah luas tanah tersebut; (3) Di daerah pedesaan yang jauh dari Bandar Udara, kebiasan anak-anak jika melihat/mendengar pesawat sedang melintasi perkampungan mereka akan langsung mengamati pesawat tersebut. Bolang, mengamati sebuah pesawat yang terbang dengan ketinggian 20 km. Dengan sudut elevasi Bolang terhadap pesawat adalah sebesar θ, tentukanlah jarak Bolang ke pesawat jika : θ = 30° dan θ = 90°.

Adapun kriteria jawaban siswa yang tidak menunjukkan adanya kemampuan pemecahan masalah matematis adalah sebagai berikut :


(26)

9

Tabel 1.1 Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis.

Jawaban Siswa Indikator Kemampuan

Pemecahan Masalah yang Tidak Dipenuhi

siswa

Jawaban soal nomor 1  Tidak menuliskan apa

yang diketahui dan ditanya dari soal

 Tidak membuat rencana penyelesaikan hanya melakukan perhitungan

 Tidak melakukan pengecekan kembali Jawaban soal nomor 2

 Tidak menuliskan rencana penyelesaian soal

 Melakukan sebagian perhitungan

 Tidak melakukan pengecekan kembali

Jawaban soal nomor 3  Hanya apa yang

diketahui dan ditanya dari soal

 Tidak menuliskan rencana penyelesaian  Tidak melakukan

perhitungan

 Tidak melakukan pengecekan kembali


(27)

10

Tabel 1.1 tersebut menunjukkan bahwa dari 25 siswa kelas XI GBR1 yang mengikuti tes masih banyak siswa yang kurang mampu memahami soal dan membuat rencana dalam menyelesaikan soal tersebut. Demikian juga dikelas XI SP, jawaban siswa masih banyak yang belum sesuai dengan indikator kemampuan dalam pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa di kelas tersebut masih sangat rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dikarenakan kegiatan pembelajaran yang masih berpusat pada guru dan penggunaan pendekatan pembelajaran yang masih kurang relevan.

Selain pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis dalam pembelajaran, perlu juga adanya pengembangan kemandirian belajar (self

regulated learning) siswa. Karena pada kenyataannya siswa belum mempunyai

kemandirian belajar yang baik. Siswa masih banyak yang bergantung pada guru, sehingga kurang inisiatif untuk belajar. Sementara tujuan mempelajari matematika menurut Sumarmo (2004) adalah untuk mengembangkan (1) kemampuan berpikir matematis yang meliputi: pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematika; (2) kemampuan berfikir kritis, sikap yang terbuka, dan obyektif, serta; (3) disposisi matematis atau kebiasaan, dan sikap belajar berkualitas yang tinggi. Kebiasaan dan sikap belajar yang dimaksud antara lain terlukis pada karakteristik utama kemandirian belajar yaitu: (1) menganalisis kebutuhan belajar matematika, merumuskan tujuan, dan merancang program belajar; (2) memilih dan menerapkan strategi belajar; (3) memantau dan


(28)

11

mengevaluasi diri apakah strategi telah dilaksanakan dengan benar, memeriksa hasil (proses atau produk), serta merefleksi untuk memperoleh umpan balik.

Kemampuan memecahkan masalah siswa dalam pembelajaran matematika berkaitan dengan cara belajarnya (kemandirian belajar). Menurut Pintrich (1995) “Kemandirian belajar (Self-regulated learning) adalah cara belajar siswa aktif secara individu untuk mencapai tujuan akademik dengan cara pengontrolan perilaku, memotivasi diri sendiri, dan menggunakan kognitifnya dalam belajar.“ Sehingga dari pernyataan Pintrich tersebut dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah kemampuan siswa mengatur diri dalam belajar. Dalam mengerjakan tugasnya, biasanya siswa dihadapkan dengan sumber informasi yang banyak (relevan atau tidak relevan dengan kebutuhan dan tujuan). Pada kondisi seperti itu siswa diharapkan memiliki inisiatif dan motivasi instrinsik, menganalisis kebutuhan dan merumuskan tujuan, memilih dan menerapkan strategi penyelesaian masalah, menseleksi sumber yang relevan, mempunyai keinginan yang kuat untuk belajar, mampu mengorganisasi waktu, mengatur kecepatan belajar yang tepat dan mengembangkan rencana untuk penyelesaian masalah, senang belajar dan mempunyai kecenderungan untuk memenuhi target yang telah direncanakan, serta mengevaluasi diri terhadap penampilannya. Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kemandirian belajar tak kalah pentingnya dengan kemampuan pemecahan masalah siswa. Namun, seiring rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa dalam matematika akan mengakibatkan rendahnya juga kemandirian belajar siswa.


(29)

12

Setiap siswa memiliki kemampuan awal matematis yang berbeda. Kemampuan awal matematis siswa merupakan kemampuan matematis yang dimiliki oleh siswa sebelum dilakukan pembelajaran. Kemampuan awal ini sangat menentukan dalam mempelajari suatu materi pelajaran matematika yang baru karena matematika bersifat hirarkis. Semakin baik kemampuan awal matematis siswa maka semakin baik pula kemampuan siswa untuk mempelajari materi matematika yang akan dipelajari.

Selain itu kemampuan awal matematis siswa juga berguna sebagai pijakan dalam pemilihan strategi pembelajaran yang optimal. Karena, dengan mengetahui kemampuan awal matematis masing-masing siswa maka guru akan lebih mudah dalam menentukan metode atau strategi yang cocok untuk digunakan di dalam kelas sehingga pembelajaran yang dilaksanakan akan lebih efektif dan efisien. Setiap kemampuan awal siswa bervariasi tingkat penguasaannya sehingga hal inilah yang dijadikan pedoman dalam merancang bentuk pembelajaran. Jadi, kemampuan awal matematis siswa akan memiliki interaksi terhadap kemampuan pembelajaran yang akan diberikan oleh guru dan kemampuan siswa dalam menerima pelajaran yang diberikan. Untuk mengetahui tingkat kemampuan awal matematis siswa maka terhadap siswa akan dilakukan tes, yaitu tes kemampuan awal matematis siswa. Adapun kemampuan awal matematis siswa ini dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya tingkat kemampuan matematika siswa adalah cara mengajar guru yang kurang efektif. Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual siswa karena tidak semua siswa itu


(30)

13

sama. Masing-masing siswa mempunyai perbedaan dalam berbagai segi, misalnya intelegensi, bakat, minat, kebutuhan, kesiapan belajar, gaya belajar dan lain sebagainya. Guru harus memeriksa kembali metode pengajaran tradisional yang sering tidak sesuai dengan gaya belajar siswa dan keterampilan cara mengajar guru perlu ditingkatkan dengan menyajikan pelajaran matematika dengan berbagai cara agar dapat memberikan peluang yang lebih besar kepada guru untuk memenuhi kebutuhan siswanya yang beragam pula. Penjelasan tersebut memberikan makna bahwa guru harus mengubah cara mengajar tradisional atau konvensional yang sering digunakan menuju bentuk pengajaran yang dapat mengakomodir perbedaan-perbedaan individual tersebut.

Kompetensi guru dalam merancang pembelajaran memiliki peran yang penting seperti memahami landasan kependidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik siswa, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Guru matematika SMK khususnya yang memiliki kompetensi ini harus dapat merancang strategi pembelajaran yang cocok dengan karakteristik matematika SMK dan siswa SMK yang aplikatif dalam kejuruannya masing-masing serta siswa yang lebih senang bekerja dengan cara praktek atau termasuk tipe belajar kinestetik. Meski tidak dipungkiri siswa dengan belajar visual dan auditori juga pasti ada. Karakteristik ini yang merupakan salah satu perbedaan individual siswa yang seharusnya menjadi perhatian guru dalam merencanakan pembelajaran di kelas.


(31)

14

Sistem layanan pendidikan bagi semua siswa umumnya mengacu kepada sistem pendidikan anak normal, yang artinya semua anak mendapat perlakuan sama di kelas karena guru tidak memperhatikan heterogenitas potensi anak didik. Pelaksanaan proses pembelajaran masih disamakan untuk setiap siswa, pembelajaran untuk anak yang pandai dan bermotivasi tinggi disamakan dengan pembelajaran untuk anak yang mengalami kesulitan belajar serta bermotivasi rendah. Selain itu perbedaan gaya belajar yang dimiliki siswa belum mendapatkan pembelajaran yang sesuai sehingga semua bakat yang dimiliki siswa tidak terakomodasi secara optimal. Sehingga hal ini seringkali mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Jika guru mengabaikan karakteristik siswa maka akan mengabaikan gaya belajar yang berbeda dan kepentingan hadirnya siswa disemua kelas, hal ini dapat mengakibatkan beberapa siswa jatuh kebelakang, kehilangan motivasi dan gagal untuk berhasil serta hilang semangat. Tomlinson dan Kalbfleisch (Wulandari dan Sagita, 2011:274) menyatakan bahwa, “mengabaikan perbedaan karakteristik siswa dapat mengakibatkan siswa kehilangan motivasi dan gagal untuk berhasil.”

Menurut Wulandari dan Sagita (2011:274) tingkat kesiapan siswa (readiness) untuk menerima materi selanjutnyapun belum dipertimbangkan dengan khusus, sehingga kemampuan siswa untuk menghubungkan kaitan materi yang satu dengan yang lain masih rendah. Akibatnya hasil belajar tidak maksimal, bahkan matematika menjadi pelajaran yang dihindari dan ditakuti. Oleh karena itu, pembelajaran perlu mempertimbangkan perbedaan karakter dalam diri siswa,


(32)

15

diantaranya perbedaan gaya belajar (learning style), kesiapan siswa (readiness), dan minat belajar siswa (interest).

Menimbang keutamaan mengatasi perbedaan individual siswa yang telah diuraikan di atas maka diperlukan suatu cara atau pendekatan yang dapat dengan efektif mengakomodasi berbagai kebutuhan sesuai perbedaan individual siswa tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan perbedaan individual itu adalah dengan membedakan instruksi (differentiated instruction). Differentiated

Instruction (DI) adalah cara untuk menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan

siswa dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing siswa dalam lingkup yang diberikan. Pendekatan DI ini sesuai dengan pola pikir perumusan kurikulum 2013 yang menurunkan Standar Kompetensi Lulusan dari kebutuhan siswa. Kurikulum 2013 yang diterapkan sekarang menuntut guru untuk berani memilih atau menetapkan tindakan dan menghadapi resiko untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Artinya, guru sebagai orang pertama dan yang utama bertindak sebagai pengembang kurikulum yang mengenal karakteristik siswa dengan baik, serta pengembang pola pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik matematika dan karakteristik siswa. Salah satu alternatif dalam pengembangan pembelajaran matematika dalam kurikulum 2013 adalah dengan pengembangan pembelajaran berbasis paham konstruktivisme. Paham konstruktivisme ini sangat relevan dengan DI, sehingga pendekataan DI ini sangat tepat untuk digunakan di sekolah karena penerapannya juga memperhatikan karakteristik atau kebutuhan masing-masing siswa.


(33)

16

Tomlinson (1999:11) membedakan DI berdasarkan proses, isi, penilaian, atau kombinasi dari ketiganya. DI adalah pendekatan yang berbasis pada guru tapi berpusat pada siswa. DI merupakan cara berpikir, sebuah filosofi bagaimana menanggapi perbedaan siswa. Menurut Tomlinson (Butler, 2010:2) DI merupakan cara untuk menyesuaikan pembelaajran terhadap kebutuhan siswa dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing siswa dalam lingkup yang diberikan. DI secara khusus merespon kemajuan belajar siswa secara berkelanjutan, apa yang telah mereka ketahui dan apa yang ingin mereka pelajari. Jika diibaratkan dengan menu makanan, di dalam DI setiap individu siswa akan mendapatkan menu pembelajaran sesuai dengan selera mereka. Pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menikmati menu pembelajaran yang mereka sukai, dan tetap tidak kekurangan nutrisi atau tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Dalam pengertian yang sederhana, setiap kali seorang guru menjangkau kelompok individu atau kelompk kecil dalam membedakan instruksi pembelajarannya untuk menciptakan pengalaman belajar yang terbaik, guru tersebut berarti telah melakukan DI.

DI benar-benar akan menguntungkan siswa. Tomlinson (1999:2) menyatakan :

“In differentiated classrooms, teachers provide specific ways for each

individual to learn as deeply as possible and as quickly as possible, without assuming one student’s road map for learning is identical to anyone else’s. These teachers believe that students should be held to high standards. They work diligently to ensure that struggling, advanced, and in-between students think and work harder than they meant to; achieve more than they thought they could; and come to believe that learning involves effort, risk, and personal triumph. These teachers also work to ensure that each student consistently experiences the reality that success is likely to follow hard work.”


(34)

17

Dari pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa dalam pembelajaran yang menggunakan DI, guru menyediakan cara khusus untuk setiap individu siswa untuk belajar sedalam dan secepat mungkin yang mereka mampu, tanpa anggapan bahwa cara belajar siswa adalah identik satu sama lainnya. Guru percaya bahwa siswa harus mencapai standar yang tinggi. Guru bekerja dengan rajin untuk meyakinkan bahwa perjuangan, kemajuan, kerja keras mereka untuk memastikan bahwa siswa berpikir berjuang, maju, dan bekerja lebih keras melebihi harapan mereka sebelumnya. Guru juga bekerja untuk memastikan bahwa setiap siswa secara konsiten mengalami kenyataan bahwa keberhasilan yang mereka peroleh berasal dari kerja keras. Dengan pengalaman pembelajaran DI semua siswa adalah pemenang. Menang artinya bahwa setiap siswa belajar dengan tantangan yang sesuai dengan level mereka, dan siswa akan mengalami kemajuan belajar yang kontinu. Akibatnya kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa menjadi semakin tinggi.

Good (Butler, 2010:2) menyatakan “It’s a way of thinking about teaching

and learning that advocates beginning where individuals are rather than with a prescribed plan of action, which ignores student readiness, interest, and learning profile.” Yang mempunyai makna bahwa DI adalah cara berpikir tentang

pengajaran dan pembelajaran yang menekankan pada kondisi awal individu daripada rencana tindakan yang mengabaikan kesiapan, minat, dan gaya belajar siswa. DI memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada siswa untuk mengeksplorasi perbedaan individualnya untuk dijadikan kekuatan dalam memahami matematika. Proses tersebut diawali dengan pengumpulan informasi


(35)

18

awal siswa berupa kesiapan belajar (readiness), minat (interest), dan gaya belajar (learning style) siswa pada tahap sebelum pembelajaran dimulai yang dilakukan guru. Berdasarkan informasi inilah DI disusun, pada tahap ini pula guru berperan sangat penting untuk merencanakan dan membuat bahan ajar berdasarkan DI sehingga perbedaan individual siswa justru dapat disinergikan menjadi kekuatan yang dapat membuat siswa lebih efektif belajar matematika.

Logan (2008) menyatakan bahwa DI milik sekolah menengah. Karena pada saat siswa berada pada jenjang itu, perbedaan siswa lebih terlihat jelas. Dengan menerapkan DI, guru dapat berperan dalam membantu siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik dan mengembangkan potensinya. Lebih lanjut Logan mengatakan bahwa sekolah memiliki tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan kebutuhan dan tingkatan siswa. Jadi dapat dikatakan bahwa untuk pendekatan DI ini tepat digunakan pada pembelajaran siswa pada jenjang SMK.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengelompokkan siswa berdasarkan

learning stylenya. Guru perlu mencari strategi yang memadai yang mampu

memberikan dukungan kepada siswa untuk mencapai standar yang disajikan dalam pemecahan masalah. Salah satu strategi tersebut adalah dengan membedakan siswa berdasarkan learning stylenya. Penelitian ini akan dilakukan di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan dalam pokok bahasan trigonometri. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian difokuskan pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajarsiswa SMK Negeri 1


(36)

19

Percut Sei Tuan dengan menggunakan pembelajaran berdiferensiasi (Differentiated Instruction).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Dominasi guru dalam proses pembelajaran telah menjadi budaya

2. Pendekatan yang dilakukan guru dalam pembelajaran matematika masih monoton

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa rendah 4. Kemandirian belajar siswa rendah

5. Guru masih kurang memperhatikan karakter dan kebutuhan siswa, khususnya gaya belajar siswa di kelas dalam proses pembelajaran matematika

6. Kurangnya kreatifitas guru dalam merencanakan dan membuat bahan ajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa yang berbeda-beda

1.3 Batasan Masalah

Rendahnya kompetensi siswa dalam pembelajaran matematika dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan kurangnya kesadaran siswa dalam belajar. Namun karena keterbatasan waktu, dana, dan kemampuan peneliti, maka penelitian ini terbatas pada masalah sebagai berikut :

1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa 2. Rendahnya kemandirian belajar siswa


(37)

20

3. Guru masih kurang memperhatikan karakter dan kebutuhan siswa, khususnya gaya belajar siswa di kelas dalam proses pembelajaran matematika

4. Kurangnya kreatifitas guru dalam merencanakan dan membuat bahan ajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa yang berbeda-beda

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberi pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated

Instruction (DI) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi

pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang diberi pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated Instruction (DI) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional? 3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal

matematika (KAM) siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika (KAM) siswa terhadap kemandirian belajar siswa?


(38)

21

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menelaah tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diberi pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated

Instruction (DI) apakah lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang

diberi pembelajaran konvensional.

2. Menelaah tentang peningkatan kemandirian belajar siswa yang diberi pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated Instruction (DI) apakah lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional.

3. Menelaah interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika (KAM) siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 4. Menelaah interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika

(KAM) siswa terhadap kemandirian belajar siswa. 1.6 Manfaat penelitian

Selain menjawab masalah penelitian yang akan dikaji, penelitian ini juga akan memberi banyak manfaat, khususnya kepada siswa, guru, praktisi pendidikan lainnya serta dunia pendidikan umumnya. Berikut manfaat yang mungkin diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk Peneliti

Memberi gambaran atau informasi tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa, aktivitas


(39)

22

siswa selama pembelajaran, dan hubungan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan kemandirian belajar.

2. Untuk Siswa

Diharapkan melalui pembelajaran dengan pendekatan DI akan meningkatkan kemandirian belajar siswa dan menawarkan cara belajar yang bervariasi sesuai dengan perbedaan dan kebutuhan siswa sehingga terbina sikap belajar yang kreatif dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi permasalahan matematika yang akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa khususnya dan umumnya peningkatan hasil belajar siswa dalam matematika.

3. Untuk Guru Matematika

Menjadi acuan bagi guru-guru matematika tentang penerapan pembelajaran melalui pendekatan DI sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa, memberikan alternatif pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika untuk dikembangkan menjadi lebih baik dengan cara memperbaiki kelemahan dan kekurangannya serta mengoptimalkan hal-hal yang sudah baik.

4. Untuk Kepala Sekolah

Memberikan kewenangan kepada para guru untuk dapat mengembangkan pendekatan DI dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan


(40)

23

pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa pada khususnya dan hasil belajar matematika pada umumnya.

1.7 Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini penulis menetapkan beberapa definisi operasional yaitu :

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan memperhatikan langkah-langkah : (a) memahami masalah, (b) merencanakan penyelesaian, (c) menyelesaikan masalah sesuai rencana, (d) memeriksa kembali hasil yang diperoleh. 2. Kemandirian belajar adalah kemampuan siswa untuk mengatur dirinya

sendiri dalam kegiatan belajar, atas inisiatifnya sendiri dan bertanggung jawab, tanpa selalu bergantung pada orang lain.

3. Differentiated Instruction dalam penelitian ini adalah suatu pembelajaran

matematika yang membedakan instruksi berdasarkan perbedaan-perbedaan individual siswa.

4. Pembelajaran konvensional adalah proses belajar mengajar yang biasa dilakukan guru di kelas yaitu pembelajaran yang hanya menggunakan satu instruksi untuk semua siswa dalam pembelajaran.

5. Learning style dalam penelitian ini adalah gaya belajar siswa yang

mempengaruhi seberapa cepat siswa belajar. Gaya belajar siswa dibedakan menjadi tiga jenis yaitu gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.


(41)

138

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian yang menekankan pada kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberi pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated Instruction (DI) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemandirian belajar siswa yang diberi pembelajaran matematika melalui pendekatan DI lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika (KAM) siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika (KAM) siswa terhadap kemandirian belajar siswa.


(42)

139

5.2 Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa yang diberi pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated Instruction (DI). Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran DI dan Pembelajaran konvensional secara signifikan. Terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran DI dan pembelajaran konversional secara signifikan. Ditinjau dari interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa, hasil ini dapat ditinjau dari pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dengan kategori KAM siswa.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran matematika melalui pendekatan DI antara lain : 1. Penerapan pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated

Instruction (DI) dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa.

2. Penerapan pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated

Instruction (DI) dapat dijadikan sebagai upaya dalam meningkatkan


(43)

140

5.3 Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, maka berikut beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan pendekatan Differentiated Instruction dalam proses pembelajaran matematika. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagi para guru matematika

a. Penerapan pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated

Instruction (DI) hendaknya dijadikan sebagai alternatif pembelajaran di

jenjang SMK dalam upaya mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa khususnya dalam materi trigonometri. Oleh karena itu hendaknya pendekatan pembelajaran ini terus dikembangkan di lapangan yang membuat siswa terlatih dalam memecahkan masalah. Begitu juga halnya dalam meningkatkan kemandirian belajar, siswa menjadi terlatih menjadi siswa yang lebih mandiri dalam mempersiapkan dirinya untuk menghadapi pelajaran di kelas ataupun masa depannya nanti.

b. Penerapan pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated

Instruction (DI) sangat cocok digunakan dalam hal meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis khususnya pada indikator memahami masalah dan menyelesaikan masalah, sebaliknya kurang cocok digunakan untuk meningkatkan indikator pemeriksaan kembali.

c. Penerapan pembelajaran matematika melalui pendekatan Differentiated


(44)

141

kemandirian belajar siswa khususnya pada indikator mengulang dan mengingat, mengulang tes atau tugas sebelumnya, dan evaluasi terhadap kemajuan tugas, sebaliknya kurang cocok untuk meningkatkan indikator mengatur lingkungan belajar.

d. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika melalui pendekatan DI pada materi trigonometri.

e. Menimbang bahwa pendekatan DI ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa sehingga memberikan respon positif terhadap pembelajaran yang biasanya hanya menggunakan satu instruksi untuk semua siswa dan satu dasar pengelompokan siswa dalam belajar. Maka penerapan pendekatan DI dapat lebih memberikan kesempatan kepada siswa itu sendiri dalam belajar dan bekerjasama dengan teman yang memiliki perbedaan yang sama.

2. Kepada Lembaga terkait

a. Pendekatan DI dengan menekankan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa masih asing baik bagi guru maupun siswa, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa.


(45)

142

b. Pendekatan DI dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa pada materi trigonometri sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai pendekatan pembelajaran yang efektif untuk materi matematika yang lain.

3. Kepada peneliti lanjutan

a. Penerapan DI pada penelitian ini menekankan pada kemampuan pemecahan masalah natenatika dan kemandirian belajar siswa serta terbatas pada materi trigonometri. Jadi diperlukan penelitian lebih lanjut pada materi dan kemampuan matematis yang lain agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah.

b. Penerapan DI pada penelitian ini hanya terbatas pada satu jenjang pendidikan yaitu SMK, jadi diharapkan untuk penelitian lanjutan dapat mengambil populasi penelitian di jenjang pendidikan yang lain, khususnya di sekolah yang siswanya memiliki kebutuhan khusus.

c. Terjadinya penerimaan hipotesis statistik untuk interaksi menandakan bahwa data yang diperoleh mungkin kurang akurat karena tidak sesuai dengan teori yang ada, oleh karena itu disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan pengujian kembali dengan data yang lebih akurat.


(46)

143

DAFTAR PUSTAKA

Amin. 2009. Pembelajaran Berdiferensiasi: Alternatif Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Berbakat. Edukasi, volume 1, No.1. [Online] Tersedia

http://www.ejournal-unisma.net/ojs/index.php/edukasi/article/download/108/103 [11 September 2013]

Anderson, J. 2009. Mathematics Curriculum Development and the Role of

Problem Solving. ACSA Conference. The University of Sydney

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Butler, M & Van Lowe, K. 2010. “Using Differentiated Instruction In Teacher

Education”. International Journal for mathematics teaching and learning. [online]. Tersedia: http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/default.htm [11 September 2013]

Ditasona, C. 2013. Penerapan Pendekatan Differentiated Instruction Dalam

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Penalaran Matematis Siswa SMA. Tesis UPI. Tidak Diterbitkan..

Ellis, D. K, Ellis, K. A, Huemann, L. J, dan Stolarik, E. A. 2007. Improving

Mathematics Skills Using Differentiated Instruction with Primary and High School students. Chicago. Saint Xavier University & Pearson

Achievement Solutions, Inc. Proyek Penelitian Tindakan. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Farlina, E. 2013. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan

Self Regulated Learning Siswa MTs Melalui Pendekatan Keterampilan Proses dengan Peta Konsep. Bandung. UPI. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Hake, R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept. of Physics, Indiana University.

Hall. T. 2002. Differentiated Instruction: Effective Classroom Practices Report.

National Center on Accessing the General Curriculum. Principals.in.

[Online]. Tersedia

http://www.principals.in/uploads/pdf/Instructional_Strategie/DI_Marching .pdf [13 September 2013]

Harta, I. 2011. Differentiated Instruction: What, Why, and How?. Yogyakarta: SEAMEO for Qitep in Mathematics. Tidak Diterbitkan.


(47)

144

Hasrul. 2009. Pemahaman Tentang Gaya Belajar. Jurnal MEDTEK, Vol.1, No. 2. [Online].Tersedia.http://ftunm.net/medtek/Jurnal%20Medtek%20Vo.%201 _No.2_Oktober%202009/Hasrul.pdf. [12 September 2013 ]

Heacox, D. 2002.Differentiating Instruction in The Regular Classroom: How To

Reach and Teach All Learners, grades 3-12. Minneapolis, MN: Free Spirit

Publishing Inc.

Husna, Ikhsan, M, dan Fatimah, S. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertaam Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share. Jurnal

Peluang. Volume 1, No. 2 [Online] Tersedia:

http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/peluang/article/download/1061/997 [12 September 2013]

Kemendikbud. RI. 2013. Buku Siswa Matematika Kelas X. Jakarta. Politeknik Negeri Media Kreatif.

Krismanto, A & Agus Dwi Wibawa. 2010. Pembelajaran Kemampuan

Pemecahan Masalah Bangun Datar di SMP. Yokyakarta: PPPPTK

Matematika.

Logan, B. 2008. Examining Differentiated Instruction: Teachers Respond.

Research in Higher Education Journal. Armstrong Atlantic State University.

Meltzer, D. E. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning N-Gain in Physics: a Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretes Score.

Metropolitan Center for Urban Education. 2008. Culturally Responsive

Differentiated Instructional Strategies. NYUSteinhardt. New York

University. [Online]. Tersedia

http://steinhardt.nyu.edu/scmsAdmin/uploads/005/120/Culturally%20Resp onsive%20Differientiated%20Instruction.pdf. [13 September 2013]

Nasution, Hijrah, H. 2013. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan

Self Regulated Learning Melalui Pendekatan Matematika Realistik Di SDIT Nurul ‘Ilmi Percut Sei Tuan. Tesis Tidak diterbitkan. Medan:

Sekolah Pasca Sarjana UNIMED

NCTM. 2000. Principle and Standarts of School Mathematics. Reston: NCTM Northey, S. S. 2005. Handbook on Differentiated Instruction for Middle and high

School. Larchmant, NY: Eye on Education Inc.

Polya, G. 1973. How To Slove It: A new aspect of mathematics method. New Jersey. Princeton University Press.


(48)

145

Rajagukguk, W. 2011. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Penerapan Teori Belajar Bruner Pada Pokok Bahasan Trigonometri Di Kelas X SMAN 1 Kualuh Hulu Aek Kanopan T.A. 2009/2010. VISI (2011) 19 (1) ISSN 0853-0203. [Online] Tersedia

http://akademik.nommensen-id.org/portal/public_html/MM/VISI-UHN/2011/VISI_Vol_19_No_1-2011/5_WamintonRaja-Gg.doc. [23 Desember 2013]

Riduwan, Adun Rusyana & Enas. 2013. Cara Mudah Belajar SPSS 17.0 dan

Aplikasi Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi

Matematika Siswa Sekolah menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program

Pascasarjana UPI Bandung.

Slavin, R. 2011. Psikologi Pendidikan: Teori Dan Praktik. Jakarta: Permata Puri Media.

Sudjana. 2001. Metoda Statistika Edisi Ke-6. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. 2004. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana

dikembangkan Pada Peserta Didik. FPMIPA UPI. [Online] Tersedia

http://math.sps.upi.edu/?p=61 [13 September 2013]

Tomlinson, C. A. 1999. The Differentiated Classroom: Responding to the Needs

of All Learning. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum

Development.

Tomlinson, C. A. 2001. How to differentiated Instruction in Mixed-Ability

Classrooms. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum

Development.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Westbrook, A. F. 2011. The Effects Of Differentiated Instruction by Learning

Style on Problem Solving in Cooperative Groups. Georgia. LaGrange


(49)

146

Widiyanto, M. A. 2013. Statistik Terapan_ Konsep dan Aplikasi SPSS dalam Penelitian Pendidikan, Psikologi & Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: PT Elex Media Kumputindo.

Wulandari, I. & Sagita, L. 2011. Pembelajaran Matematika dengan Differentiated Instruction untuk Mengembangkan Karakter Positif Siswa. Seminar

Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. ISBN: 978-979-16353-6-3. [Online]. Tersedia http://eprints.uny.ac.id/7380/1/p-25.pdf. [12

September 2013]

Yuliana, N. 2013. Pengaruh Pendekatan Differentiated Instruction Terhadap

Kecemasan Matematika, Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMK. Bandung. UPI. Tesis. Tidak

Diterbitkan.

Zimmerman, B. J. 2002. Becoming a Self Regulated Learning: An Overview.

THEORY INTO PRACTICE, Volume 41, Number 2, Spring 2002 [Online]

Tersedia

http://commonsenseatheism.com/wp- content/uploads/2011/02/Zimmerman-Becoming-a-self-regulated-learner.pdf [13 September 2013]


(1)

kemandirian belajar siswa khususnya pada indikator mengulang dan mengingat, mengulang tes atau tugas sebelumnya, dan evaluasi terhadap kemajuan tugas, sebaliknya kurang cocok untuk meningkatkan indikator mengatur lingkungan belajar.

d. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika melalui pendekatan DI pada materi trigonometri.

e. Menimbang bahwa pendekatan DI ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa sehingga memberikan respon positif terhadap pembelajaran yang biasanya hanya menggunakan satu instruksi untuk semua siswa dan satu dasar pengelompokan siswa dalam belajar. Maka penerapan pendekatan DI dapat lebih memberikan kesempatan kepada siswa itu sendiri dalam belajar dan bekerjasama dengan teman yang memiliki perbedaan yang sama.

2. Kepada Lembaga terkait

a. Pendekatan DI dengan menekankan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa masih asing baik bagi guru maupun siswa, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa.


(2)

b. Pendekatan DI dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa pada materi trigonometri sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai pendekatan pembelajaran yang efektif untuk materi matematika yang lain.

3. Kepada peneliti lanjutan

a. Penerapan DI pada penelitian ini menekankan pada kemampuan pemecahan masalah natenatika dan kemandirian belajar siswa serta terbatas pada materi trigonometri. Jadi diperlukan penelitian lebih lanjut pada materi dan kemampuan matematis yang lain agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah.

b. Penerapan DI pada penelitian ini hanya terbatas pada satu jenjang pendidikan yaitu SMK, jadi diharapkan untuk penelitian lanjutan dapat mengambil populasi penelitian di jenjang pendidikan yang lain, khususnya di sekolah yang siswanya memiliki kebutuhan khusus.

c. Terjadinya penerimaan hipotesis statistik untuk interaksi menandakan bahwa data yang diperoleh mungkin kurang akurat karena tidak sesuai dengan teori yang ada, oleh karena itu disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan pengujian kembali dengan data yang lebih akurat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amin. 2009. Pembelajaran Berdiferensiasi: Alternatif Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Berbakat. Edukasi, volume 1, No.1. [Online] Tersedia

http://www.ejournal-unisma.net/ojs/index.php/edukasi/article/download/108/103 [11 September 2013]

Anderson, J. 2009. Mathematics Curriculum Development and the Role of Problem Solving. ACSA Conference. The University of Sydney

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Butler, M & Van Lowe, K. 2010. “Using Differentiated Instruction In Teacher

Education”. International Journal for mathematics teaching and learning. [online]. Tersedia: http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/default.htm [11 September 2013]

Ditasona, C. 2013. Penerapan Pendekatan Differentiated Instruction Dalam Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Penalaran Matematis Siswa SMA. Tesis UPI. Tidak Diterbitkan..

Ellis, D. K, Ellis, K. A, Huemann, L. J, dan Stolarik, E. A. 2007. Improving Mathematics Skills Using Differentiated Instruction with Primary and High School students. Chicago. Saint Xavier University & Pearson Achievement Solutions, Inc. Proyek Penelitian Tindakan. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Farlina, E. 2013. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self Regulated Learning Siswa MTs Melalui Pendekatan Keterampilan Proses dengan Peta Konsep. Bandung. UPI. Tesis. Tidak Diterbitkan. Hake, R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept. of Physics,

Indiana University.

Hall. T. 2002. Differentiated Instruction: Effective Classroom Practices Report. National Center on Accessing the General Curriculum. Principals.in.

[Online]. Tersedia

http://www.principals.in/uploads/pdf/Instructional_Strategie/DI_Marching .pdf [13 September 2013]

Harta, I. 2011. Differentiated Instruction: What, Why, and How?. Yogyakarta: SEAMEO for Qitep in Mathematics. Tidak Diterbitkan.


(4)

Hasrul. 2009. Pemahaman Tentang Gaya Belajar. Jurnal MEDTEK, Vol.1, No. 2. [Online].Tersedia.http://ftunm.net/medtek/Jurnal%20Medtek%20Vo.%201 _No.2_Oktober%202009/Hasrul.pdf. [12 September 2013 ]

Heacox, D. 2002.Differentiating Instruction in The Regular Classroom: How To Reach and Teach All Learners, grades 3-12. Minneapolis, MN: Free Spirit Publishing Inc.

Husna, Ikhsan, M, dan Fatimah, S. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertaam Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share. Jurnal

Peluang. Volume 1, No. 2 [Online] Tersedia:

http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/peluang/article/download/1061/997 [12 September 2013]

Kemendikbud. RI. 2013. Buku Siswa Matematika Kelas X. Jakarta. Politeknik Negeri Media Kreatif.

Krismanto, A & Agus Dwi Wibawa. 2010. Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Bangun Datar di SMP. Yokyakarta: PPPPTK Matematika.

Logan, B. 2008. Examining Differentiated Instruction: Teachers Respond. Research in Higher Education Journal. Armstrong Atlantic State University.

Meltzer, D. E. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning N-Gain in Physics: a Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretes Score.

Metropolitan Center for Urban Education. 2008. Culturally Responsive Differentiated Instructional Strategies. NYUSteinhardt. New York

University. [Online]. Tersedia

http://steinhardt.nyu.edu/scmsAdmin/uploads/005/120/Culturally%20Resp onsive%20Differientiated%20Instruction.pdf. [13 September 2013]

Nasution, Hijrah, H. 2013. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self Regulated Learning Melalui Pendekatan Matematika Realistik Di SDIT Nurul ‘Ilmi Percut Sei Tuan. Tesis Tidak diterbitkan. Medan: Sekolah Pasca Sarjana UNIMED

NCTM. 2000. Principle and Standarts of School Mathematics. Reston: NCTM Northey, S. S. 2005. Handbook on Differentiated Instruction for Middle and high

School. Larchmant, NY: Eye on Education Inc.

Polya, G. 1973. How To Slove It: A new aspect of mathematics method. New Jersey. Princeton University Press.


(5)

Rajagukguk, W. 2011. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Penerapan Teori Belajar Bruner Pada Pokok Bahasan Trigonometri Di Kelas X SMAN 1 Kualuh Hulu Aek Kanopan T.A. 2009/2010. VISI (2011) 19 (1) ISSN 0853-0203. [Online] Tersedia

http://akademik.nommensen-id.org/portal/public_html/MM/VISI-UHN/2011/VISI_Vol_19_No_1-2011/5_WamintonRaja-Gg.doc. [23 Desember 2013]

Riduwan, Adun Rusyana & Enas. 2013. Cara Mudah Belajar SPSS 17.0 dan Aplikasi Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Slavin, R. 2011. Psikologi Pendidikan: Teori Dan Praktik. Jakarta: Permata Puri Media.

Sudjana. 2001. Metoda Statistika Edisi Ke-6. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. 2004. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan Pada Peserta Didik. FPMIPA UPI. [Online] Tersedia http://math.sps.upi.edu/?p=61 [13 September 2013]

Tomlinson, C. A. 1999. The Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All Learning. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Tomlinson, C. A. 2001. How to differentiated Instruction in Mixed-Ability Classrooms. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Westbrook, A. F. 2011. The Effects Of Differentiated Instruction by Learning Style on Problem Solving in Cooperative Groups. Georgia. LaGrange College. Tesis. Tidak Diterbitkan.


(6)

Widiyanto, M. A. 2013. Statistik Terapan_ Konsep dan Aplikasi SPSS dalam Penelitian Pendidikan, Psikologi & Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: PT Elex Media Kumputindo.

Wulandari, I. & Sagita, L. 2011. Pembelajaran Matematika dengan Differentiated Instruction untuk Mengembangkan Karakter Positif Siswa. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. ISBN: 978-979-16353-6-3. [Online]. Tersedia http://eprints.uny.ac.id/7380/1/p-25.pdf. [12 September 2013]

Yuliana, N. 2013. Pengaruh Pendekatan Differentiated Instruction Terhadap Kecemasan Matematika, Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMK. Bandung. UPI. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Zimmerman, B. J. 2002. Becoming a Self Regulated Learning: An Overview. THEORY INTO PRACTICE, Volume 41, Number 2, Spring 2002 [Online]

Tersedia

http://commonsenseatheism.com/wp- content/uploads/2011/02/Zimmerman-Becoming-a-self-regulated-learner.pdf [13 September 2013]