22
2.1.3 Drop out pengobatan TB Paru
Drop Out adalah keadaan yang menunjukan penderita TB yang berhenti melaksanakan terapi obat karena alasan tertentu Direktorat Bina Farmasi,
2005:103. Drop out penderita adalah penderita yang tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Tindak lanjut: dengan melacak penderita tersebut dan memberi penyuluhan pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan
pengobatan, dilakukan pemeriksaan dahak. Bila positif mulai pengobatan dengan kategori-2; bila negatif sisa pengobatan kategori-1 dilanjutkan Direktorat Bina
Farmasi, 2005: 40. Masa pengobatan TB.Paru yang relatif panjang, menyebabkan angka drop
out pengobatan TB.Paru yang banyak ditentukan oleh ketidakpatuhan pasien dalam berobat. Padahal dampak yang ditimbulkan dari ketidakpatuhan secara
fisiologi adalah setengahnya kematian dan setengah yang lain berbagi antara kronis tidak bisa sembuh karena resistensi obat dan sembuh karena kekebalan
tubuh yang baik. Namun yang lebih berbahaya kondisi psikologis yang semakin komplek karena kambuhnya penyakit TB.Paru Hari Prasetyo, 2006.
2.1.4 Faktor yang berhubungan dengan drop out pengobatan TB Paru
2.1.4.1 Pendidikan Penderita
Pendidikan adalah suatu proses perubahan perilaku menuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan
suatu kegiatan atau usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan
23
jalan membina potensi pribadinya, yang berupa rohani dan jasmani Budioro B, 1998: 16.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh K. Mukhsin dkk, tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan minum obat pada penderita TBC
Paru di Kota Jambi pada tahun 2006, hasil uji hubungan membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna berdasarkan tingkat pendidikan. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan mempengaruhi keteraturan minum obat pada penderita. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin baik
penerimaan informasi tentang pengobatan penyakitnya sehingga akan semakin teratur proses pengobatan dan penyembuhan.
2.1.4.2 Jenis Kelamin Penderita
TB membunuh satu juta perempuan di dunia setiap tahun. Di Indonesia, tahun 2007 ditemukan 94.614 pasien laki-laki dan 65.642 pasien TB perempuan
dengan BTA +. Untuk pasien dengan BTA - jumlah yang ditemukan tahun 2007 56.758 pasien laki-laki dan 45.572 pasien perempuan. TB menyerang
sebagian besar perempuan pada usia produktif. Tjandra Yoga, 2008:62
Menurut Bart Smet 1994: 229, jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang penting dalam hubungannya dengan perilaku mencari bantuan.
Dalam hal ini wanita lebih banyak patuh daripada laki-laki dan menurut penelitian Taylor 1991 para wanita cenderung mengikuti anjuran dokter.
24
2.1.4.3 Jarak rumah dengan pelayanan kesehatan
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan terutama dari sudut
lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.
Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan
yang baik Azrul Azwar, 1996:38. Akses terhadap pelayanan kesehatan harus baik, artinya bahwa pelayanan
kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Akses geografis dapat diukur dengan jenis
tranportasi, jarak, waktu perjalanan dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk memperoleh pelayanan kesehatan Djoko wijono,
2000: 35 Pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat harus bersifat
berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat
adalah pada setiap saat yang dibutuhkan Azrul Azwar, 1996:38. Menurut penelitian Tjandra Yoga Aditama tentang pola gejala dan
kecenderungan berobat penderita TB Paru di Unit Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, bahwa kecenderungan berobat penderita TB Paru melihat berapa jauh
jarak antara tempat penderita petama kali berobat dengan rumah penderita. Sebagaian besar penderita memilih fasilitas kesehatan yang relatif dekat dengan
25
rumahnya. Penderita TB Paru memilih tempat berobat pertama yang hanya membutuhkan waktu 30 menit dari rumahnya. Faktor jarak antara rumah dan
fasilitas kesehatan ini memang merupakan faktor yang penting. Nkinda menemukan bahwa deteksi kasus tuberkulosis akan menurun sejalan dengan
meningkatnya jarak antara rumah dan fasilitas kesehatan terdekat. 2.1.4.4
Motivasi 2.1.4.4.1 Motivasi penderita
Motiv atau motivasi merupakan salah satu mekanisme bagaimana perilaku terbentuknya dan mengalami proses perubahan atau bagaimana bisa
dirubah. Motiv juga sering diartikan sebagai dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang secara sadar atau tidak sadar membuat orang berperilaku untuk
mencapai tujuan yang sesuai dengan kebutuhannya Budioro, 2002: 39. Motivasi atau upaya untuk memenuhi kebutuhan pada seseorang dapat
dipakai sebagai alat untuk menggairahkan seseorang untuk giat melakukan tugas kewajibannya tanpa harus diperintah atau diawasi Budioro, 1997: 92.
Menurut Smeltzer dan Bare 2002, yang menjadi alasan utama gagalnya pengobatan adalah pasien tidak mau minum obatnya secara teratur dalam waktu
yang diharuskan. Pasien biasanya bosan harus minum banyak obat setiap hari selama beberapa bulan, karena itu pada pasien cenderung menghentikan
pengobatan secara sepihak. Ketaatan pasien dalam melakukan pengobatan merupakan salah satu faktor
penentu dalam keberhasilan pengobatan, di samping faktor-faktor lain, yaitu ketepatan diagnosis, ketepatan pemilihan obat, ketepatan aturan dosis dan cara
26
pemberian dan faktor sugestifkepercayaan penderita terhadap dokter maupun terhadap obat yang diberikan. Namun ironis sekali kenyataan, bahwa di satu pihak
ketelitian pemeriksaan dan diagnosis semakin modern, namun di lain pihak ketaatan untuk melakukan pengobatan dari pihak pasien seringkali rendah sekali
Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2008
2.1.4.4.2 Motivasi keluarga Tindakan yang harus dilakukan keluarga sehubungan dengan penyakit
Tuberkulosis Paru adalah: 1.
Pencegahan Penularan Tindakan pencegahan penularan yang dapat dilakukan oleh keluargapasien
Tuberkulosis adalah: a
Menutup mulut bila batuk b
Membuang ludahdahak pada wadah yang teetutup yang telah disediakan misalnya kaleng yang telah diisi dengan cairan lysolpasir.
c Memeriksakan anggota keluarga lainnya apakah juga terkena penularan
Tuberkulosis. d
Makan makanan bergizi. e
Memperhatikan rumah terutama lantai dan ventilasijendela. f
Untuk bayi diberikan imunisasi BCG. 2.
Perawatan Pasien Tuberkulosis Paru Diharapkan keluarga mampu merawat anggota keluarganya yang menderita
penyakit Tuberkulosis Paru, yaitu:
27
a Mengawasi anggota keluarga yang sakit untuk menelan obat secara teratur
sesuai dengan anjuran dokter. b
Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan. c
Memberikan makanan bergizi d
Memberikan waktu istirahat kepada anggota keluarga yang sakit minimal 8 jam sehari.
e Mengingatkanmembawa anggota keluarga yang sakit untuk pemerikasaan
ulang dahak bulan ke 2, 5 dan 6. f
Memodifikasi lingkungan yang dapat menunjang kesembuhan pasien yang menderita TB paru, antara lain mengupayakan rumah yang memenuhi
persyaratan kesehatan misalnya punya jendela atau ventilasi yang cukup, bebas debu runah dan lantai yang tidak lembab.
Departemen Kesehatan RI, 1998 Keluarga mempunyai peran yang penting dalam penentuan keputusan
untuk mencari dan mematuhi anjuran pengobatan. Keluarga juga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan
individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang diterima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan
dari anggota keluarga yang sakit Neil Niven, 2000: 195. Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan seseorang
dengan selalu mengingatkan penderita agar makan obat, memberikan pengertian yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi semangat agar
tetap rajin berobat Amira Permatasari, 2005.
28
2.1.4.5 Dukungan Pengawas Minum Obat PMO
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO Depkes, 2007: 27. Kegagalan pengobatan dan kurang kedisiplinan bagi penderita TB Paru
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah peran PMO. Kolaborasi petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi
ketika penderita minum obat, juga faktor yang perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilannya Purwanta, 2000.
a Persyaratan PMO
• Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
• Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
• Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
• Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien. b
Siapa yang bisa jadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader
kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
29
c Tugas seorang PMO
• Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan. •
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. •
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
• Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
d Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya. •
TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan. •
TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur. •
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
• Cara pemberian pengobatan pasien tahap intensif dan lanjutan.
• Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
• Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK. Departemen Kesehatan RI, 2007: 27
Bedasarkan penelitian K. Mukhsin, dkk, tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan minum obat di Kota Jambi, bahwa keteraturan minum
obat pada penderita TBC Paru dengan keberadaan PMO dapat dikatakan bagaikan murid dengan gurunya. Kelompok penderita TBC paru yang mempunyai PMO
30
memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi teratur dibandingkan dengan penderita yang tidak memiliki PMO.
2.1.4.6 Efek Samping Obat
Berdasarkan derajat keseriusannya, efek samping OAT dibagi menjadi: 1.
Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak.
Tabel 2.1 Efek samping ringan OAT
Efek Samping Penyebab
Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut
Rifampisin Semua obat OAT diminum
malam sebelum tidur Nyeri sendi
Pirasinamid Beri aspirin
Kesemutan sd rasa terbakar di kaki
INH Beri vitamin B6 piridoxin
100mg per hari. Warna kemerahan pada air
seni Rifampisin
Tidak perlu doberi apa-apa, tetapi perlu penjelasan
kepada pasien.
2. Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam
kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus segera dirujuk ke UPK spesialistik.
Tabel 2.2 Efek samping berat OAT
Efek Samping Penyebab
Penatalaksanaan
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT
Tuli Streptomisin
Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol
Gangguan keseimbangan Streptomisin
Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT
Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang
Bingung dan muntah- muntah permulaan ikterus
karena obat Hampir semua OAT
Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi
hati Gangguan penglihatan
Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan renjatan syok Rifampisin
Hentikan Rifampisin
Departemen Kesehatan RI, 2007:34.
31
Pengetahuan mengenai penyakit TB dan keyakinan terhadap efikasi obatnya akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan terapinya
atau tidak. Banyaknya obat yang harus diminum dan toksisitas serta efek samping obat dapat merupakan faktor penghambat dalam menyelesaikan terapi pasien
Badan POM RI, 2006. 2.1.4.7
Sikap penderita Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosialsoekidjo notoatmodjo, 2003: 130. Untuk menyatakan sikap seseorang adalah komponen yang sangat penting
dalam perilaku kesehatannya, yang kemudian diasumsikan bahwa adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku seseorang. Sikap positif seseorang
terhadap kesehatan kemungkinan tidak otomatis berdampak pada perilaku seseorang menjadi positif, tetapi sikap yang negatif terhadap kesehatan hampir
pasti dapat berdampak negatif pada perilakunya Neil niven, 2000: 40. Disamping faktor medis, faktor sikap terhadap penyakit sangat
mempengaruhi keberhasilan dalam penanggulangan penyakit. Sikap dari penderita tersebut tidak perlu merasa rendah diri atau hina karena TB Paru adalah penyakit
infeksi biasa dan dapat disembuhkan bila berobat denagn benar, serta penderita harus mempunyai kesadaran dan tekad untuk sembuh Amira Permatasari, 2005.
32
2.1.4.8 Biaya Pengobatan
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan disini
adalah terutama dari sudut biaya. Biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan
karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik Azrul Azwar, 1996:38.
Biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan keluarga, kelompok dan masyarakat Azrul Azwar, 1996:123.
Biaya pelayanan kesehatan masyarakat adalah biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan
masyarakat, yakni yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit Azrul azwar, 1996:126.
Akses terhadap pelayanan kesehatan yang dilihat dari keadaan ekonomi, berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang
pembiayaannya terjangkau pasien Djoko wijono, 2000: 35. Selain menjadi masalah kesehatan, TB juga memiliki dampak ekonomis yang tidak kecil bagi
pasien dan keluarganya. Karena harus mengeluarkan biaya untuk diagnosis, pengobatan, dan biaya untuk transportasi menuju sarana pelayanan kesehatan.
33
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber: Soekidjo Notoatmodjo, 2003, Tjandra Yoga, 2008, Azrul Azwar, 1996, Crofton John, Departemen Kesehatan RI, 1998, Departemen Kesehatan RI 2007,
Budioro, 2002, Neil Niven, 2000. Pendidikan
Jenis kelamin
Jarak Motivasi penderita
Drop out pengobatan TB Paru
Motivasi Motivasi keluarga
Dukungan PMO
ESO
Sikap penderita Biaya