Prosedur Penghitungan Beban Kerja Pendekatan Penghitungan Beban Kerja
Seperti kita ketahui perawat merupakan proporsi tenaga yang paling besar di rumah sakit, diperkirakan sekitar 70 personel adalah perawat Ilyas, 2004.
Dengan dominannya jumlah perawat di rumah sakit , sejumlah peneliti, praktisi, dan asosiasi telah melakukan riset untuk dapat menghitung tenaga perawat dengan
mengembangkan formula khusus untuk menghitung kebutuhan tenaga perawat. a. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Gillies
Menurut Gilles 2006, membagi tindakan keperawatan menjadi tindakan keperawatan langsung, tidak langsung, dan penyuluhan kesehatan. Arti umum
keperawatan langsung adalah perawatan yang diberikan anggota staf keperawatan secara langsung kepada pasien tersebut dan perawatan tersebut
dihubungkan secara khusus kepada kebutuhan fisik dan psikologisnya. Perawatan tidak langsung adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan atas nama
pasien tetapi di luar kehadiran pasien yang berhubungan kepada lingkungan pasien atau keberadaan finansial dan kesejahteraan sosial si pasien, perawatan
tidak langsung
termasuk kegiatan
seperti perencanaan
perawatan, penghimpunan peralatan dan perbekalan, diskusi dengan anggota tim
kesehatan lain, penulisan dan pembacaan catatan kesehatan pasien, pelaporan kondisi pasien kepada rekan kerja, dan menyusun sebuah rencana bagi
perawatan pasien. Pengajaran kesehatan mencakup semua usaha oleh anggota staf keperawatan untuk memberitahu, dan memotivasi pasien dan keluarganya
menyangkut perawatan setelah keluar dari rumah sakit. b. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Ilyas.
Ilyas 2004 mengkatagorikan tindakan keperawatan sebagai berikut :
1. Kegiatan langsung : semua kegiatan yang mungkin dilaksanakan oleh seorang perawat terhadap pasien, misalnya menerima pasien, anamnesa
pasien, mengukur tanda vital, menolong BABBAK, merawat luka, mengganti
balutan, mengangkat
jahitan, kompres,
memberi suntikanobatimunisasi, penyuluhan kesehatan.
2. Kegiatan tidak langsung : setiap kegiatan yang dilakukan oleh perawat yang berkaitan dengan fungsinya, tetapi tidak berkaitan langsung dengan
pasien, seperti : menulis rekam medik, mencari kartu rekam medis pasien, meng up-date data rekam medis, dokumentasi asuhan keperawatan.
3. Kegiatan tambahan : kegiatan pribadi yaitu semua kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan perawat yang diamati seperti makan, minum, pergi ke
toilet : maupun bagian atau organisasi rumah sakit seperti menginput harga obat, ngamprah obat.
Untuk menghitung beban kerja bukan sesuatu yang mudah. Selama ini kecenderungan kita dalam mengukur beban kerja berdasarkan keluhan dari
personel bahwa mereka sangat sibuk dan menuntut diberikan waktu lembur Ilyas, 2004. Sedangkan untuk menghitung beban kerja personel menurut Ilyas 2004
ada tiga cara yang dapat digunakan yaitu :
a. Work Sampling Tehnik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja yang
dipangku oleh personil pada suatu unit, bidang ataupun jenis tenaga tertentu. Pada work sampling kita dapat mengamati sebagai berikut :
1. Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja 2. Kaitan antara aktifitas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu
jam kerja. 3. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak
produktif 4. Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam work sampling adalah sebagai berikut : 1. Menentukan jenis personil yang diteliti
2. Melakukan pemilihan sample bila jumlah personil banyak. Dalam tahap ini dilakukan simple random sampling untuk mendapatkan presentasi
populasi perawat yang akan diamati. 3. Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan
sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat dan juga kegiatan langsung yang berkaitan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak
langsung. 4. Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.
5. Mengamati kegiatan perawat dilakukan dengan interval 2-15 menit tergantung kebutuhan peneliti.
6. Pada work sampling yang diamati adalah kegiatan dan penggunaan waktunya, tanpa memperhatikan kualitas kerjanya Ilyas, 2004.
b. Study Time and Motion
Tehnik ini dilaksanakan dengan mengamati secara cermat kegiatan yang dilakukan oleh personil yang sedang diamati. Pada time and motion study, kita
juga dapat mengamati sebagai berikut : 1. Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja.
2. Kaitan antara petugas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja.
3. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif.
4. Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam time and motion study adalah
sebagai berikut : 1. Menentukan jenis personil yang diteliti.
2. Menentukan sampel dari perawat yang akan diteliti dengan cara purposive sampling
3. Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif dapat juga kegiatan langsung
yang berkaitan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak langsung. 4. Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.
5. Pengamatan dapat dilakukan selama 24 jam 3 shift secara terus menerus, bagaiman perawat melakukan aktivitasnya dan bagaimana kualitasnya
menjadi faktor penting dalam time and motion study. Kualitas kerja dapat dilihat dari kesesuian antara kegiatan yang dilakukan dengan standar profesi
Ilyas, 2004.
c. Daily Log Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling, dimana orang-orang
yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Penggunaan tehnik ini sangat tergantung pada kerjasama dan
kejujuran dari personel yang diteliti. Dengan meggunakan formulir kegiatan dapat dicatat jenis kegiatan, waktu, dan lamanya kegiatan dilakukan.
c. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Menurut Douglas Menurut Douglas tentang jumlah tenaga perawat di rumah sakit didapatkan
jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore, dan malam tergantung pada tingkat ketergantungan pasien. Tingkat ketergantungan pasien diklasifikasikan
berdasarkan teori Dorothea Orem. Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat
diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Teori ini dikenal dengan teori self care perawatan
diri. Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien berdasarkan teori Dorothea Orem yaitu:
1. Minimal Care : a. Mampu naik turun tempat tidur
b. Mampu ambulasi dan berjalan sendiri c. Mampu makan dan minum sendiri
d. Mampu mandi sendirimandi sebagian dengan bantuan e. Mampu membersihkan mulut sikat gigi sendiri
f. Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan
g. Mampu BAK dan BAB dengan sedikit bantuan h. Status psikologi stabil
g. Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik h. Operasi ringan
2. Partial Care a. Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik turun tempat tidur
b. Membutuhkan bantuan untuk ambulasi atau berjalan c. Membutuhkan b antuan dalam menyiapkan makanan
d. Membutuhkan bantuan untuk makan atau disuap e. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
f. M embutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan g. Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK tempat tidurkamar
mandi h. Pasca operasi minor 24 jam
i. Melewati fase akut dari pasca operasi mayor j. Fase awal dari penyembuhan
k. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam l. Gangguan emosional ringan
3. Total Care a. Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur
b. Membutuhkan latihan pasif c. Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravenaNGT
d. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
e. Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan f. Dimandikan perawat
g. Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter h. Keadaan pasien tidak stabil
i. Perawatan kolostomi j. Menggunakan WSD
k. Menggunakan alat traksi l. Irigasi kandung kemih secara terus menerus
m. Menggunakan alat bantu respirator n. Pasien tidak sadar
Menurut Douglas, mengklasifikasikan ketergantungan pasien berdasarkan standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut :
1. Keperawatan Mandiri Self care : 1-2 jamhari dimana pasien masih mampu melakukan pergerakan atau berjalan, makan, mandi maupun eleminasi tanpa
bantuan. Bantuan hanya diberikan terhadap tindakan khusus. 2. Keperawatan Sebagian Partial Care : 3-4 jamhari dimana pasien masih
punya kemampuan sebagian tetapi untuk melakukan pergerakan secara penuh seperti berjalan, bangun, makan, mandi dan eleminasi perlu dibantu oleh
seorang perawat. 3. Keperawatan Total Total Care : 5-7 jamhari dimana pasien memerlukan
bantuan secara penuh, atau tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat sangat tinggi, seperti pasien yang tidak sadar, atau yang sangat lemah dan
tidak mampu melakukan pergerakan, mandi dan eleminasi perlu dibantu dan pada umumnya memerlukan dua perawat.
Tabel 1. Jumlah tenaga keperawatan berdasarkan klasifikasi ketergantungan pasien
Waktu Klasifikasi Kebutuhan Perawat
Pagi Siang
Sore Minimal
0,17 0,14
0,07 Intermediate
0,27 0,15
0,10 Maksimal
0,36 0,30
0,20 Douglas dalam PPE, 2004
d.
Metode SWAT Subjective Workload Assessment Technique SWAT
Metode Subjective Workload Assesment Technique SWAT pertama kali dikembangkan oleh Gary Reid dari Divisi Human Engineering pada Armstrong
Laboratory, Ohio USA digunakan analisis beban kerja yang dihadapi oleh seseorang yang harus melakukan aktivitas baik yang merupakan beban kerja fisik
maupun mental yang bermacam-macam dan muncul akibat meningkatnya kebutuhan akan pengukuran subjektif yang dapat digunakan dalam lingkungan
yang sebenarnya real world environment. Dalam penerapannya SWAT akan memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk
mengkuantitatifkan beban kerja dari aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja. SWAT akan menggambarkan sistem kerja sebagai model multi dimensional dari
beban kerja, yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu beban waktu time load, beban mental mental effort load, dan beban psikologis psychological
stress load. Masing-masing terdiri dari 3 tingkatan yaitu rendah, sedang dan
tinggi Sritomo,2007. Yang dimaksud dengan dimensi secara definisi adalah sebagai berikut :
1 Time Load : adalah yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas. Beban waktu rendah, beban waktu sedang, beban waktu tinggi
2 Mental Effort Load : adalah menduga atau memperkirakan seberapa banyak
usaha mental dalam perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas beban usaha mental rendah, beban usaha mental sedang, beban usaha
mental tinggi 3
Psychological Stress Load : adalah mengukur jumlah resiko, kebingungan, frustasi yang dihubungkan dengan performansi atau penampilan tugas Beban
tekanan psikologis rendah, beban tekanan psikologis sedang, beban tekanan psikologis tinggi.
Prosedur penerapan metode SWAT terdiri dari 2 tahapan, yaitu tahap penskalaan scale development dan tahap penilaian event scoring. Pada langkah pertama 27
kombinasi tingkatan tingkatan beban kerja mental diurutkan dengan dari 27 kartu kombinasi dari urutan beban kerja terendah sampai dengan beban kerja tertinggi,
menurut persepsi masing-masing pekerja. Dalam pengurutan kartu tersebut tidak ada suatu aturan mana yang benar atau yang salah. Dalam hal ini pengurutan kartu
yang benar adalah yang dilakukan menurut intuisi dan preferensi yang dipahami oleh responden. Dari hasil pengurutan kemudian ditransformasikan ke dalam
sebuah skala interval dari beban kerja dengan range 0-100 dapat dilihat pada tabel 2. Pada kedua tahap penilaian sebuah aktivitas atau kejadian akan dinilai
dengan menggunakan rating 1 sampai 3 rendah, sedang dan tinggi untuk setiap tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang berkaitan dengan kombinasi
tersebut yang dapat dari tahap penskalaan kemudian dipakai sebagai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan Wignjosoebroto, 2007.
Hasil dari konversi ini maka dapat diketahui beban kerja masing-masing pekerja, adapun kategori beban kerja dari masing-masing pekerja adalah sebagai berikut ;
1 Beban kerja rendah ratingnya berada di nilai 40 ke bawah.
2 Beban kerja sedang jika ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60.
3 Beban kerja tinggi jika nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100
Tabel 2. Skala Akhir SWAT
Menurut Zadry 2007, pengukuran beban kerja dengan metode SWAT dapat digunakan pada dunia penerbangan, sektor industri, seperti pada pabrik-pabrik
tekstil, pabrik-pabrik perakitan kendaraan bermotor, perusahaan penyedia jasa, dan pabrik-apbrik perusahaan yang memerlukan tingkat kecermatan yang tinggi,
sektor perhubungan, seperti untuk meneliti tingkat beban kerja bagi para pengemudi bus jarak jauh atau para masinis kereta api.
Selain itu Zadry 2007, juga mengungkapkan tentang cara pelaksanaan SWAT sebagai berikut :
1 Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pengukuran kepada
subjek orang yang akan diteliti. 2
Memberikan kartu SWAT sebanyak 27 kartu yang harus diurutkan oleh subjek menurut urutan kartu yang menyatakan kombinasi workload yang
terendah hingga tertinggi menurut persepsi ataupun intuisi dari tiap subjek. 3
Melakukan pencatatan urutan kartu yang dibuat oleh subjek, kemudian di‘download’ di computer-program SWAT sehingga didapatkan nilai dari
SWAT score untuk tiap subjek. 4
Berdasarkan nilai-nilai SWAT tersebut, komputer mengkonversikan performansi kerja dari subjek tersebut dengan nilai kombinasi dari beban
kerjanya workload, yang terdiri dari : a
Time Load T : rendah 1, menengah 2, dan tinggi 3. b
Mental Effort Load E : rendah 1, menengah 2, dan tinggi 3. c
Psychological Stress Load S : rendah 1, menengah 2, dan tinggi 3. Bila nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT rating berada 40,
maka performansi kerja subjek tersebut berada pada level optimal. Bila SWAT rating-nya berada antara 40-100, maka beban kerjanya workload
tinggi, artinya subjek pada saat itu tidak bisa diberikan jenis pekerjaan tambahan lain.
5 Mengkaji pekerjaan kepada subjek, kemudian ditanyakan apakah pekerjaan
yang sedang dilakukan pada saat tersebut beban kerjanya kombinasi dari Time Load, Mental Effort, dan Stress Load dikategorikan sebagai pekerjaan
dengan beban kerja rendah 1, menengah 2, atau tinggi 3 menurut yang bersangkutan.
6 Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah pekerjaan tersebut termasuk
ke dalam kategori beban kerja rendah atau beban kerja tinggi, sehingga dapat diantisipasi langkah selanjutnya.
2.2 Kepuasan Kerja 2.2.1 Pengertian kepuasan kerja
Wexley dan Yuki 2005 berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang positif dari seseorang yang ditimbulkan dari penghargaan atas
sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya. Dikatakan lebih lanjut bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari prestasi seseorang terhadap sampai seberapa
baik pekerjaannya menyediakan sesuatu yang berguna baginya. Robbins 2003 mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Pegawai yang menikmati pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja keras dan balas jasa dirasa adil dan layak Fathoni, 2001.
Luthans 2005 dalam bukunya Organizationing Behavior memberikan definisi
komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau kognitif, afektif, dan evaluatif dan menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah ”keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman
kerja seseorang.” Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik
pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Terdapat tiga dimensi yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja
merupakan respons emosional terhadap situasi kerja. Dengan demikian, kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan
menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan. Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Menurut
Handoko 2004 menyatakan kepuasan kerja job satisfaction sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para
pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif pegawai
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau pihak manajemen harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal ini dapat mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah personalia vital
lainnya. Menurut Malthis 2006 kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari
mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi,