Perolehan Kembali Kitosan Terkompleks Besi ( II ) Menggunakan Pengkelat Sitrat Dan Oksalat

(1)

PEROLEHAN KEMBALI KITOSAN TERKOMPLEKS BESI ( II )

MENGGUNAKAN PENGKELAT SITRAT DAN OKSALAT

TESIS

Oleh

PANTAS SILABAN

117006026/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PEROLEHAN KEMBALI KITOSAN TERKOMPLEKS BESI ( II )

MENGGUNAKAN PENGKELAT SITRAT DAN OKSALAT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

PANTAS SILABAN

117006026/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : PEROLEHAN KEMBALI KITOSAN TERKOMPLEKS BESI ( II ) MENGGUNAKAN PENGKELAT SITRAT DAN OKSALAT

Nama Mahasiswa : PANTAS SILABAN Nomor Pokok : 117006026

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Tini Sembiring. MS. Dr. Nimpan Bangun. MSc.

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Dr. Sutarman, MSc.


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 04 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Tini Sembiring, MS Anggota : 1. Dr. Nimpan Bangun, MSc

2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr. Zul Alfian, MSc

4. Prof.Dr. Harry Agusna, MSc, M.Phil 5. Prof. Dr. Yunazar Manjang


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEROLEHAN KEMBALI KITOSAN TERKOMPLEKS BESI (II)

MENGGUNAKAN PENGKELAT SITRAT DAN OKSALAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satuannya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Juni 2013

Pantas Silaban NIM.117006026


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Sivitas Akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Pantas Silaban

Nomor Pokok : 117006026

Program Studi : Magister Ilmu Kimia Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusif Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

PEROLEHAN KEMBALI KITOSAN TERKOMPLEKS BESI (II)

MENGGUNAKAN PENGKELAT SITRAT DAN OKSALAT

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juli 2013

Pantas Silaban NIM. 117006026


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Drs.Pantas Silaban

Tempat/Tanggal Lahir : Siborong-borong, 01 Oktober 1966

Alamat : Jalan Bunga Rampai -1 No.6. Simalingkar-B Medan.

Telepon/HP : 081361396724

Instansi Tempat Bekerja : SMA Methodist-1 Medan Alamat Sekolah : Jalan Hang Tuah No.4 Medan.

Telepon : 061-4152542

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri Onanganjang Taput : Tamat : 1979 SMP : SMP Negeri Onanganjang Taput : Tamat : 1982 SMA : SMA Negeri 5 Medan : Tamat : 1985 Strata-1 : FPMIPA IKIP Negeri Medan : Tamat : 1991


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena dengan kasih dan karunia yang diberikanNya kepada penulis,sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul ”

PEROLEHAN KEMBALI

KITOSAN

TERKOMPLEKS

BESI

(II)

MENGGUNAKAN

PENGKELAT SITRAT DAN OKSALAT “

Tesis ini merupakan tugas akhir penulis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana sehingga penulis dapat melaksanakan Program Magister Sains pada Program Studi Magister Ilmu Kimia Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya ini perkenangkanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, bapak Prof. Dr. dr. Syahrial Pasaribu DTM&H, M.Sc(CTM)SPA(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Master Sains.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kimia Bapak Prof. Basuki Wirjosentono. MS. PhD dan sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kimia, Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc. Beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya, penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Tini Sembiring, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan juga Bapak Dr. Nimpan Bangun. MSc. selaku Anggota Komisi


(9)

Pembimbing yang sangat banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Rekan-rekan guru yang telah banyak membantu dan memberikan sumbangan pikiran selama penulis mengikuti pendidikan. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Magister Ilmu Kimia angkatan 2011 yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis.

Kepada orangtua saya Bapak Bungaran Silaban (Alm) sewaktu hidupnya mendoakan penulis dan Ibu tercinta Dorkas Sihombing yang setiap saat mendoakan penulis Selama dalam pendidikan dan penyesaikan tesis ini. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih dan sayang yang mendalam buat istri tercinta Simto Simamora SPd yang senantiasa memberikan dorongan dengan penuh kesabaran, pengertian dan mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini. Terlebih lagi terimaksih dan sayang yang teramat dalam kepada anak-anakku terkasih Dodi Silaban, Bangun Ferdinand Silaban, Stella Tri ananda Silaban, Betsaida Silaban dan Karyn Silaban.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak dan penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam tugas akhir ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.


(10)

PEROLEHAN KEMBALI KITOSAN TERKOMPLEKS BESI ( II )

MENGGUNAKAN PENGKELAT SITRAT DAN OKSALAT

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan kitosan sebagai penyerap pada larutan standar besi (II) 1000 ppm. Proses adsorpsi kitosan adalah berdasarkan pada pengikatan ion logam melalui biopolymer dalam berbagai gugus fungsional seperti gugus amino dan hidroksi dalam kitosan. Hasil penyerapan kitosan dianalisis menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Selanjutnya dilakukan proses desorpsi dengan menggunakan asam sitrat dan asam oksalat sebagai pengkelat. Ternyata ion Fe2+ yang teradsorpsi oleh kitosan dapat didesorpsi oleh asam sitrat dan asam oksalat masing-masing variasi pH = 2, 3, 4, dan 5 dengan waktu kontak 60 menit. Dari hasil analisa dengan alat Spektrometer Serapan Atom, pada pH = 5 asam sitrat dapat melepaskan ion Fe2+ = 89,21 %. Sedangkan asam oksalat hanya dapat melepaskan ion Fe2+ = 75,00 %.

Dalam penelitian ini asam sitrat lebih baik melepaskan ion Fe2+ daripada asam oksalat.

Kata kunci : Larutan standar besi, Larutan kitosan, adsorpsi, desorpsi konsentrasi, pH, Waktu, Spektrometer Serapan Atom ( SSA ).


(11)

RECOVERY COMPLEXES CHITOSAN OF FERUM (II)

USING CHELATING CITRIC AND OXALIC

ABSTRACT

The research on the use of chitosan as an absorbent in the standard solution of iron (II) 1000 ppm. Has been done chitosan adsorption process is based on the binding of metal ions through the trending biopolymer functional groups such as amino and hydroxyl groups in chitosan. Chitosan absorption results were analyzed by using Atomic absorption spectrophotometer (AAS). Desorption process is then performed by using citric acid and oxalic acid as the chelating agent. It turns out that the adsorbed Fe2+ ions by chitosan can be desorpted by citric acid and oxalic acid respectively – each variation of pH = 2, 3, 4,and 5 with a contact time of 60 minutes. Throungh the analysis with atomic absorption spectrophotometer, the pH = 5 citric acid can release Fe2+ ions = 89,21 %. Meanwhile, oxalic acid can only release the ions Fe2+ = 75,00 %.

In this research, citric acid is better to realese of ions Fe2+ than oxalic acid.

Keywords : Iron standard solution, chitosan solution, adsorption, desorption, concentration, pH, time, atomic absorption spectrophotometer (AAS).


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 3

1.3.Pembatasan Masalah 3

1.4.Tujuan Penelitian 4

1.5.ManfaatPenelitian 4

1.6.Lokasi penelitian 4

1.7.Metodologi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1.Logam 5

2.2.Besi (Fe) 5

2.3.Kitin dan kitosan 8

2.3.1. Derajat deasetilasi 9

2.3.2.Sifat dan kegunaan Kitosan 11

2.3.3.Sumber-sumber Kitosan 11


(13)

2.3.5. Interaksi kitosan dengan ion logam 13

2.4. Pengkelatan 14

2.5.Asam sitrat 16

2.5.1.Sifat Fisika dan Kimia 18

2.5.2.Sejarah 18

2.5.3.Pembuatan 18

2.5.4.Kegunaan 19

2.5.5.Keamanan 20

2.6.Asam Oksalat dan sifat-sifatnya 21

2.6.1. Pengaruh asam oksalat terhadap tubuh manusia 22

2.7.Adsorpsi 23

2.7.1.Pengertian Adsorbsi 23

2.7.2.Faktor- factor yang mempengaruhi adsorpsi 24 2.7.3.Menentukan konsentrasi logam yang terserap 25 2.7.4.Menentukan Persen regenerasi Kitosan 25

2.7.5.Tipe Sistem Adsorbsi 25

2.8.Adsorben 25

2.9.Desorpsi 27

2.10.Methode Dekstruksi 28

2.11.Prinsip Dasar Analisa Spektrometri Serapan Atom (SSA) 29

2.11.1.Sumber Radiasi 30

2.11.2.Nyala 30

2.11.3.Sistem Pembakar-Pengabut (nebulizer) 30

2.11.4.Monokromotor 31

2.11.5.Detektor 31

2.11.6.Read Out 31

2.11.7.Cara Kerja SSA 31


(14)

3.1.Alat dan Bahan 33

3.1.1.Alat-alat yang digunakan 33

3.1.2.Bahan yang digunakan 33

3.2.Prosedur penelitian 34

3.2.1.Pembuatan Larutan HCl 8 M 34

3.2.2.Pembuatan Larutan baku logam Besi (Fe) 1000 mg/L 34

3.2.3.Pembuatan Larutan Asetat 1 % 34

3.2.4.Pembuatan Asam sitrat pH = 2 34

3.2.5.Pembuatan Asam sitrat pH = 3 35

3.2.6.Pembuatan Asam Sitrat pH = 4 35

3.2.7.Pembuatan Asam Sitrat pH = 5 35

3.2.8.Pembuatan Asam Oksalat pH = 2 35

3.3.9.Pembuatan Asam Oksalat pH =3, 4, 5 36

3.3.11.Penggunaan Kitosan untuk menyerap Logam Besi (Fe) 36 3.3.12.Uji Desorpsi Fe2+ dengan Asam Sitrat dan Oksalat 36 3.2.13.Prosedur Kerja dan Pembuatan Kurva Kalibrasi (SNI 01-4866-1998) 37

3.3.Bangan Penelitian 33

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHAN 41

4.1. Hasil Penelitian dan Pengolahan Data 41

4.1.1.Data hasil pengukuran Kadar logam besi 41

4.1.2. Adsorpsi Fe2+ pada kitosan 42

4.1.3.Proses desorpsi Fe2+ dari kitosan besi 43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 48

5.1.Kesimpulan 48

5.2.Saran 48


(15)

LAMPIRAN 52

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman 2.1. Karakteristik kitosan dengan beberapa parameter yang penting 10 2.2. Bentuk, sifat dan kegunaan Kitosan 12 4.1. Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar Fe 41 4.2. Data desorpsi dengan menggunakan asam sitrat sebagai pengkelat 43 4.3. Data desorpsi dengan menggunakan asam oksalat sebagai pengkelat 45


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Gambar Struktur kitin 9

2.2. Gambar Struktur Kitosan 9

2.3. Gambar mekanisme pengikatan logam besi oleh kitosan 13 2.4. Gambar mekanisme pengikatan logam Fe2+ oleh asam sitrat 15 2.5. Gambar mekanisme pengikatan logam Fe2+ oleh asam oksalat 15

2.6. Gambar skematis SSA 29

3.1 Gambar pembuatan asam asetat 1% 37

3.2. Gambar pembuatan larutan Kitosan pengkelat Fe2+ 38 3.3. Gambar Adsorpsi Fe2+ dengan larutan kitosan 39 3.4. Gambar desorpsi Fe-Kitosan dengan larutan asan sitrat dan 40


(17)

PEROLEHAN KEMBALI KITOSAN TERKOMPLEKS BESI ( II )

MENGGUNAKAN PENGKELAT SITRAT DAN OKSALAT

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan kitosan sebagai penyerap pada larutan standar besi (II) 1000 ppm. Proses adsorpsi kitosan adalah berdasarkan pada pengikatan ion logam melalui biopolymer dalam berbagai gugus fungsional seperti gugus amino dan hidroksi dalam kitosan. Hasil penyerapan kitosan dianalisis menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Selanjutnya dilakukan proses desorpsi dengan menggunakan asam sitrat dan asam oksalat sebagai pengkelat. Ternyata ion Fe2+ yang teradsorpsi oleh kitosan dapat didesorpsi oleh asam sitrat dan asam oksalat masing-masing variasi pH = 2, 3, 4, dan 5 dengan waktu kontak 60 menit. Dari hasil analisa dengan alat Spektrometer Serapan Atom, pada pH = 5 asam sitrat dapat melepaskan ion Fe2+ = 89,21 %. Sedangkan asam oksalat hanya dapat melepaskan ion Fe2+ = 75,00 %.

Dalam penelitian ini asam sitrat lebih baik melepaskan ion Fe2+ daripada asam oksalat.

Kata kunci : Larutan standar besi, Larutan kitosan, adsorpsi, desorpsi konsentrasi, pH, Waktu, Spektrometer Serapan Atom ( SSA ).


(18)

RECOVERY COMPLEXES CHITOSAN OF FERUM (II)

USING CHELATING CITRIC AND OXALIC

ABSTRACT

The research on the use of chitosan as an absorbent in the standard solution of iron (II) 1000 ppm. Has been done chitosan adsorption process is based on the binding of metal ions through the trending biopolymer functional groups such as amino and hydroxyl groups in chitosan. Chitosan absorption results were analyzed by using Atomic absorption spectrophotometer (AAS). Desorption process is then performed by using citric acid and oxalic acid as the chelating agent. It turns out that the adsorbed Fe2+ ions by chitosan can be desorpted by citric acid and oxalic acid respectively – each variation of pH = 2, 3, 4,and 5 with a contact time of 60 minutes. Throungh the analysis with atomic absorption spectrophotometer, the pH = 5 citric acid can release Fe2+ ions = 89,21 %. Meanwhile, oxalic acid can only release the ions Fe2+ = 75,00 %.

In this research, citric acid is better to realese of ions Fe2+ than oxalic acid.

Keywords : Iron standard solution, chitosan solution, adsorption, desorption, concentration, pH, time, atomic absorption spectrophotometer (AAS).


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Balakang

Senyawa koordinasi merupakan senyawa yang tersusun atas atom pusat danligan (sejumlah anion atau molekul netral yang mengelilingi atom atau kelompok atom pusat tersebut) dimana keduanya diikat dengan ikatan koordinasi. Pembentukan senyawa koordinasi dapat terjadi pada atom pusat umumnya dari logam transisi dengan ligan-ligan anion maupun molekul netral.Ditinjau dari konsep asam-basa Lewis, atom pusat dalam senyawa koordinasi berperan sebagai asam Lewis (akseptor penerima pasangan elektron), sedangkan ligan sebagai basa Lewis (donor pasangan electron). (Nuryono, 2003).

Ion cadmium dapat diikat dalam jumlah yang besar (2-1700 ppm) menggunakan kitosan , juga ion merkuri dan ion nikel. Untuk menghemat biaya kitosan, maka kitosan yang telah dipakai perlu didaur ulang, dengan proses desorpsi untuk melepaskan ion logam dari kitosan.

Muzarelitt 1974 melaporkan merkuri dari kitosan dengan memberikan larutan 10 mM KI, sementara Randall 1979 telah meregenerasi kitosan menggunakan larutan 0,2 N NH4Cl. Pemakaian bahan untuk desorpsi ini menunjukkan adanya pengaruh pH

larutan pengadsorpsi ( Jha, 1988 ).

Perlakuan proses desorpsi ion Cd dalam bebagai pH lebih lanjut (Tzu and Yu, 2012 ) telah dipelajari.

Dalam penelitian ini telah dipelajari penggunaan asam pengkelat seperti asam sitrat dan asam oksalat yang dapat memberikan proton dan juga membentuk suatu komplek antara logam Fe dengan ion pengkelat tersebut.

Kitosan adalah suatu polimer alam yang mengandung gugus NH2 sehingga dapat

membentuk senyawa koordinasi dengan ion logam transisi.

Kitosan (bahasa Inggris: Chitosan), pertama kali ditemukan oleh Rouget pada 1859, adalah biopolimer polisakarida penting dan sangat melimpah.


(20)

Kitosan dihasilkan oleh deasetilasi molekul basa N (nitrogen) parsial pada kitin, yang secara komersil diekstrak dari kulit udang dan kerang. Deasetilasi tersebut berlangsung secara enzimatis dibantu oleh kitin deasetilase.

Polimer kitosan dapat terbentuk dari berbagai tingkat deasetilasi. Kitosan secara alami ditemukan paada dinding sel fungi kelas Zygomycetes dan pada kutikula serangga.Informasi mengenai peran biologis kitosan didapat dari penelitian menggunakan model khamir Saccharomyces cerevisiae.

Kitosan diproduksi secara komersil dalam skala besar di berbagai belahan dunia, termasuk Jepang, Amerika Utara, Polandia, Italia, Rusia, Norwegia, dan India. Banyaknya permintaan akan kitosan dipicu fakta akan keunikan karakteristik biologisnya seperti biodegradabilitas, biokompabilitas, dan tidak beracun, sehingga memungkinkan aplikasi di berbagai bidang.Meskipun sangat berlimpah di alam, namun pemanfaatan kitosan baru berkembang pada dua dekade terakhir. Kini kitosan banyak digunakan di bidang pangan, farmasi, medis, tekstil, pertanian, dan industri lain misalnya purifikasi limbah. Beberapa tahun terakhir, kitosan menarik banyak perhatian karena menunjukkan aktivitas anti mikrobial terhadap fungi, bakteri, dan virus. Aplikasi komersil dari aktivitas komersil kitosan antara lain penggunaan sebagai pengawet makanan, obat anti infeksi, dan tekstil bebas mikroba.

Selain bahan pengawet, kitosan telah berperan sebagai pengikat logam berat seperti Pb,Cd,Hg,Cu,Zn telah dilaporkan oleh beberapa peneliti seperti (Hutahaean, 2001), maka kaitan ini akan dipelajari bagaimana pengaruh Kitosan terhadap absorbansi dari Fe.

Kitosan adalah poli (2-amino-2-deoksi-β-(1,4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n.

Kitosan dapat terlarut dalam beberapa organik,HCl encer,HNO3 encer,H3PO4

encer,dan CH3COOH encer,tetapi tidak larut dalam basa kuat dan asam kuat pekat.

Dalam kondisi asam berair,gugus amino(-NH2) kitosan akan menangkap H+ dari


(21)

inilah yang menyebabkan kitosan bertindak sebagai garam,sehingga dapat larut dalam air,analog dengan pelarutan garam dapur dalam air.

Pasangan elektron pada gugus –OH dan –NH2 akan berperan sebagai ligan

(basa lewis,donor pasangan electron) yang dapat berinteraksi dengan zat warna kationik atau kation logam melalui mekanisme pembentukan ikatan kovalen koordinasi (kompleks).

Jumlah gugus –NH2 kitosan lebih banyak dibandingkan dengan kitin,kemampuan

adsorpsi kitosan lebih tinggi dari pada kitin terhadap logam besi (Fe).

Dalam hal diatas, penulis tertarik meneliti larutan yang mengandung logam besi dapat diadsorpsi oleh kitosan dan kemudian didesorpsi oleh pengkelat asam sitrat juga asam oksalat.Akan tetapi masih sedikit dilaporkan bagaimana logam mengalami desorpsi daripada kitosan. Telah dilaporkan bahwa cadmium yang teradsorpsi pada kitosan dapat terdesorpsi dengan adanya ion H+ dalam konsentrasi tertentu (Tzu dan Yu, 2012 ).

Seperti penelitian desorpsi ion Cd dari kitosan maka akan dipelajari bagaimana ion besi terikat pada kitosan dilepaskan ( terdesorpsi) menggunakan asam sitrat dan asam oksalat sebagai sumber ion H+.

1.2.Permasalahan

Dalam penelitian ini akan dicoba memperoleh kembali kitosan yang sudah dipakai untuk mengabsorpsi besi ( II ) dengan menggunakan asam sitrat dan asam oksalat sebagai pengkelat.

1. Apakah kitosan terkompleks besi dapat diperoleh kembali dengan menggunakan asam sitrat dan asam oksalat.

2. Bagaimana pelepasan kembali kitosan dari kitosan terkompleks besi ( II ) dengan menggunakan asam sitrat dan asam oksalat.

1.3.Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi dengan


(22)

2. Eksperimen terhadap kadar ion besi(Fe2+) pada larutan sediaan dengan menggunakan kitosan

1.4.Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan kembali kitosan dari kitosan besi ( II ) terkompleks sehingga dapat digunakan kembali.

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan tujuan tersebut diatas penelitian ini bermanfaat :

1. Bahan informasi penggunaan kitosan sebagai absorben besi ( II ) dan juga asam sitrat dan asam oksalat sebagai zat pengkelat yang dapat mengembalikan kembali kitosan .

2. Memberikan manfaat kepada penulis dalam usaha mengembangkan pengetahuan dan pengalaman ilmiah dalam bidang penelitian.

1.6. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan kimia Analitik FMIPA-USU

1.7. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.Metode Eksperimen

2.Metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). 3.Metode pengadukan


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam

Logam menurut pengertian orang awam adalah barang yang padat dan berat, biasanya digunakan orang untuk alat atau perhiasan yaitu besi, baja, emas, dan perak. Padahal masih banyak logam lain yang penting dalam proses biologis mahluk hidup misalnya kobalt, mangan, dan lain-lain.

Pada dasarnya logam dibagi menjadi 2 bagian yaitu logam esensial dan logam non esensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu dalam proses fisiologis mahluk hidup yaitu membantu kerja enzim atau pembentukan organ dari mahluk hidup itu sendiri. Sedangkan logam non esensial adalah logam yang peranannya dalam tubuh mahluk hidup belum diketahui, kandungannya dalam jaringan sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi dapat merusak organ-organ tubuh mahluk hidup yang bersangkutan (Darmono,1995).

2.2. Besi(Fe)

Besi atau ferum (Fe) adalah berwana putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Di alam didapat sebagai hermatit. Di dalam air minum Fe menimbulkan rasa, warna (kuning), pengendapan pada dinding pipa,pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan.Besi dibutuhan oleh tubuh dalam pembentukan hemoglobin sehingga jika kekurangan Fe akan mempengaruhi pembentukan Hb tersebut.Sel darah merah muda (korpuskula) mengandung Hb dan bahan ini diproduksi oleh sumsum tulang untuk mengganti sel darah merah yang rusak. Kemudian dari sel darah merah yang rusak ini besi dibebaskan dan dipakai lagi untuk bahan pembentukan sel darah merah muda.Besi juga terdapat dalam serum protein yang disebut “transferin” yang berperan dalam mentranspor besi dari jaringan satu ke jaringan lain.

Besi juga berperan dalam aktifitas beberapa enzim seperti sitokrom dan flavor protein.Banyaknya Fe didalam tubuh dikendalikan pada fase absorbsi. Tubuh tidak


(24)

dapat mengekskresikan Fe. Karenanya mereka sering mendapat transfuse darah, warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe (Juli Soemirat,1996)

Kekurangan Fe dalam diet akan mengakibatkan defiensi Fe,kasus defiensi ini merupakan factor yang di sebabkan oleh malnutrisi, hambatan absorbsi, pendarahan dan hamil yang berulang kali. Karena tubuh sangat efisien dalam menyimpan Fe, diet yang sangat rendah jarang menyebabkan defisiensi Fe. Dua penyebab utama kasus difiensi pada orang dewasa adalah kehilangan darah yang berat pada penderita tumor pada saluran pencernaan ,ulcer lambung dan pendarahan waktu mensturasi. disamping itu defiensi disebabkan oleh penyakit parasit dan penurunan daya absorbs Fe ini menyebabkan Anemia. Gejala klinis dari anemia karena defiensi Fe adalah : kelemahan, fatigue, sulit bernafas waktu berolahraga, kepala pusing, nausea, konstipasi atau diare, penurunan nafsu makan,kulit,dan selaputlendir terlihat pucat karena penurunan sirkulasi hemoglobin, kuku menjadi pucat dan tipis berkerut,kasar dan cekung serta terasa dingin pada tangan dan kaki (Darmono 1995).

Sekalipun Fe itu diperlukan oleh tubuh, tetapi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Debu Fe juga dapat diakumulasi didalam alveori dan menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru (Juli Soemirat,1996).

Ligan dapat dikelompokkan atas monodentat, bidentat, polidentat.

a. Ligan Monodentat yaitu ligan yang hanya mampu memberikan satu pasang elektron

kepada satu ion logam pusat dalam senyawa koordinasi. Misalnya : ion halida, H2O

dan NH3. Atom N dan O dapat mendonorkan sepasang electron kepada atom pusat

seperti ion Fe2+

b. Ligan Bidentat yaitu ligan yang mempunyai dua atom donor sehingga mampu memberikan dua pasang elektron. Dalam pembentukan ikatan koordinasi, ligan bidentat akan menghasilkan struktur cincin dengan ion logamnya (sering disebut cincin kelat). Ligan bidentat dapat berupa molekul netral (seperti diamin, difosfin, disulfit) atau anion (C2O42-, SO42-, O22-).


(25)

c. Ligan Polidentat yaitu ligan-ligan yang memiliki lebih dari dua atom donor. Ligan ini dapat disebut tri, tetra, penta, atau heksadentat, bergantung pada jumlah atom donor yang ada.Ligan polidentat tidak selalu menggunakan semua atom donornya untuk membentuk ikatan koordinasi. Misalnya : EDTA sebagai heksadentat mungkin hanya menggunakan 4 atau 5 atom donornya bergantung pada ukuran dan stereokimia kompleks.

Berdasarkan jenis ikatan koordinasi yang terbentuk, ligan dapat dikelompokkan sebagai berikut.

a. Ligan yang tidak mempunyai elektron sesuai untuk ikatan π dan orbital kosong

sehingga ikatan yang terbentuk hanya ikatan σ, seperti H-, NH3, SO32-, atau

RNH2.

b. Ligan yang mempunyai dua atau tiga pasang elektron bebas yang selain membentuk ikatan σ, juga dapat membentuk ikatan π dengan ion logam, seperti N3-, O2-, OH-, S2-, NH2-, R2S, R2O, NH2, dan ion benzena.

c. Ligan yang memiliki orbital π-antiikatan kosong dengan tingkatan benzene

rendah yang dapat menerima elektron yang orientasinya sesuai dari logam, seperti CO, R3P, CN-, py, dan acac.

d. Ligan yang tidak ada pasangan elektron bebasnya, tetapi memiliki electron ikatan-π, seperti alkena, alkuna, benzena, dan anion siklopentadienil.

e. Ligan yang membentuk dua ikatan σ dengan dua atom logam terpisah dan

kemudian membentuk jembatan. Sebagai contoh, OH-, O2-, CO. (Nuryono, 2003)

Menurut Kirk dan Othmer ( 1965 ), senyawa pembentuk kompleks merupakan sejenis molekul organic ( ligan ) yang menyebabkan sebuah ion logam memiliki lebih dari satu posisi, misalnya melalui dua atau lebih grup electron donor dalam ligan. Pembentukan senyawa kompleks dapat terjadi jika ada reaksi antara ion logam yang dinamakan ion inti dengan komponen-komponen lain yang disebut ion negatif atau molekul yang disebut ligan. Dalam pembentukan senyawa kompleks ligan akan


(26)

mengikat ion logam melalui ikatan koordinat kovalen, dimana yang bertindak sebagai donor electron disini adalah ligan. Senyawa kompleks yang terbentuk bisa bermuatan negative, positif, atau nol.

2.3. Kitin dan Kitosan

Rumus molekul kitosan adalah (C6H11NO4)n yaitu suatu poli (2-amino-2-deoksi-β-(1→

4)-D-glukopiranosa yang memiliki radikal-radikal CH2OH, -NH2,-OH, dan-CH3.

Kitin dan kitosan merupakan suatu polimer alami berbentuk lurus yang mempunyai berat molekul besar dan masing- masing unit berikatan sacara β –D(1-4), dapat dibiodegradi secara alami, tidak toksik, bersifat adsorben, sukar larut dalam pelarut selulosa, dan reaktivitas rendah.

Kitin dan kitosan mempunyai jumlah nitrogen 6,8%, dibandingkan dengan selulosa yang disubstitusi secara sintetis (1,25%), karena mengandung nitrogen maka kitin dan kitosan sangat berguna sebagai chelating agent.

Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larut dalam basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3PO4 dan larut dalam H2SO4.Kitosan tidak

beracun, mudah mengalami biogradasi dan bersifat polielektolik dan tidak larut dalam air [Hirano, 1986]. Disamping itu kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada beberapa bidang industri terapan dan industri kesehatan [Muzzarelli, 1986]. Meskipun sumber kitin di alam bermacam-macam, namun sampai saat ini sumber utama yang praktis dieksplorasi adalah kulit udang-udangan yang secara ekonomis sangat potensial. Misalnya udang windu, lobster,kepiting dan lain-lain. Kulit udang-udangan ini merupakan sumber utama yang saat ini cukup banyak tersedia dapat mencukupi kebutuhan kitin di negara industri.


(27)

Rumus struktur kitin dan kitosan dapat dilihat pada gambar 2.1dan 2.2 dibawah ini.

H CH2OH H CH2OH

O O

O

OH

NHCOCH3 H NHCOCH3 OH n

Gambar 2.1: Struktur kitin.(Muzzarelli, 1977 )

H CH2OH H CH2OH

O O

O

OH H

H NH2 H NH2 n

Gambar 2.2: Struktur kitosan( Muzzarelli, 1977 ) 2.3.1. Derajat Deasetilasi

Derajat deasetilasi adalah persentasi gugus asetilasi yang berhasil dihilangkan selama proses deasetilasi kitin. Derajat deasetilasi berperan penting dalam proses penyerapan. Pertambahan nilai derajat deasetilasi menyebabkan bertambahnya jumlah gugus amina bebas ( Milot, 1998 ). Berat molekul kitosan dan derajat deasetilasi juga dapat mempengaruhi kelarutan kitosan dalam suasana asam dan membawa pengaruh pada

H

OH OH

H

OH H

H

OH OH

H


(28)

proses penyerapan. Beberapa publikasi menyatakan bahwa derajat deasetilasi akan dapat meningkatkan keupayaan dalam proses penyerap ion logam. Ini disebabkan meningkatnya gugus amina bebas didalam praktiknya berat molekul dan derajat deasetilasi bertambah nilainya juga membawa pengaruh pada sifat fisik dan fisikokimia pada porositas, viskositas, dan titik leburnya ( Agusnar H., 1990 ). Perbedaan antara kitin dengan kitosan terdapat dalam derajat deasetilasinya. Kitosan mempunyai derajat deasetilasi 80 – 90 % akan tetapi kebanyakan publikasi menggunakan istilah kitosan apabila derajat deasetilasi lebih besar dari 70 %.

Tabel 2.1.Karakteristik kitosan dengan beberapa parameter yang penting ______________________________________________________

No Parameter Nilai

_______________________________________________________ 1 Bentuk partikel Dari bubuk sampai serpihan 2 Kadar air (%) <10

3 Kadar abu (%) <2 4 Derajat deasetilasi (%) >70 5 Warna larutan Jernih 6 Viskositas (cps)

7 Rendah <20

8 Medium 200 – 799

9 Tinggi 800 – 2000

10 Ekstra tinggi >2000

_______________________________________________________

Kualitas kitosan berdasarkan penggunaannya dapat dibagi kedalam 3 jenis yaitu: 1.Kualitas teknis,

2.Pangan 3.Farmasi


(29)

2.3.2.Sifat dan kegunaan Kitosan

1. Merupakan Polimer poliamin berbentuk linear 2. Mempunyai gugus amina aktif

3. Mempunyai kemampuan untuk mengkhelat beberapa logam. Sedangkan sifat biologi kitosan antara lain :

1. Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alam tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba. 2. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.

3. Mampu meningkatkan pembentukan tulang

4. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, anti tumor, anti kolesteroersifat 5. Bersifat sebagai depresan pada sistim saraf pusat. (Rismana, 2008).

Potensi kitosan sebagai sumber daya alam banyak digunakan oleh pelbagai industri antara lain industri farmasi, kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri, industri tekstil, industri perkaiuan, industri kertas, dan industri elektronika.( Agusnar H, 2008 ).

Aplikasi khusus dari sifat yang dimiliki kitosan antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai penukar ion dalam meminimalisasi logam-logam berat, mengkoagulasi minyak atau lemak, serta mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produk industri pangan.

2.3.3.Sumber-sumber Kitosan

Kitosan adalah modifikasi dari senyawa polimer karbohidrat yang berasal dari kitin.Kitin banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae terutama udang, kepiting dan sotong.( Agusnar H, 2008 ).

Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air,larutan basa kuat,sedikit larut dalam HCl,HNO3,H3PO4 dan tidak larut dalam H2SO4. Kitosan tidak beracun, mudah

mengalami biodegradasi, bersifat polielektrolit dan dapat berinteraksi dengan zat-zat organic lainnya seperti protein.Bentuk, sifat daan kegunaan kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini.


(30)

Tabel 2.2.Bentuk,sifat dan kegunaan Kitosan.( Hirano.S, 1984 ) No Bentuk Sifat dan Kegunaan

1 Serbuk -Dapat diubah dari kasar menjadi halus -Mudah dilarutkan

-Kemurnian yang tinggi 2 Film -Transparan

-Mudah melekat pada permukaan 3 Fiber -Kuat,Kenyal

-Dapat diuraikan secara biologi 4 Gel -Kekuatan Gel yang tinggi

-Dapat dibentuk dengan Poli anion 5 Manik -Mudah dibuat

-Dapat menyerap logam -Dapat dilakukan ikat silang -Dapat ,memadatkan enzim 6 Larutan -Sifat kejernihan yang tinggi

-Menghasilkan bentuk garam -DAPAT MENYERAP LOGAM 7 Pasta -Mudah untuk diformulasikan

-Daya pelembab yang baik.

2.3.4. Pembentukan Kompleks Kitosan dengan Logam

Kitosan bersifat polikationik dapat mengikat lemak dan logam berat pencemar. Kitosan memiliki gugus amina yaitu pada unsur N yang bersifat sangat reaktif dan bersifat basa. Limbah cair yang mengandung logam berat apabila direaksikan dengan kitosan maka akan berubah menjadi koloid yang disebut flok. Prinsip koagulasi kitosan adalah penukar ion dimana garam amina terbentuk karena reaksi amina dengan


(31)

asam akan mempertukarkan proton yang dimiliki logam dengan electron yang dimiliki oleh (N).

Proses koagulasi logam besi oleh kitosan dapat dilihat dalam Gambar 2.3 dibawah ini.

CH2OH H NH2

o NH2 O o- N o

+ Fe2+ Fe + 2H+

O N NH2

H NH2 CH2OH

OH

Gambar 2.3: Mekanisme pengikatan logam besi oleh kitosan.( Schmuhl R, 2001) 2.3.5. Interaksi Kitosan Dengan Ion Logam

Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana pertukaran ion,penyerapan dan pengkhelatan terjadi selama proses berlangsung. Ketiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing – masing. Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu pula pada logam yang bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah.( Muzzarelli., 1973, dan 1977 ). Sifat penyerapan ion logam yang sangat baik oleh kitosan dengan selektif dan kapasitas penyerapan yang tinggi yang disebabkan tiga sifat yaitu :

1. Sifat hidrofilik kitosan dengan jumlah yang besar pada gugusan hidroksil. 2. Gugus amina primer dengan aktivitas yang tinggi.

3. Struktur rantai polimer kitosan yang fleksibel yang dapat membentuk konfigurasi untuk pengkompleksan kitosan dengan ion logam. Kitosan mempunyai

oH


(32)

kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks logam - kitosan. (Mc Kay , 1987 ) Contoh mekanisme yang terjadi seperti dibawah ini.

2R-NH3 + Fe+²+2Cl¯ 2 ( RNH3 )FeCl2

Dalam larutan asam gugus amina bebas sangat cocok sebagai polikationik untuk mengkhelat logam atau membentuk disperse.Karena dalam larutan asam kitosan akan menjadi polimer dengan struktur lurus sehingga berguna untuk flokulasi (Ornum,1992).

Dalam suasana asam gugus amina dari kitosan akan terprotonasi membentuk gugus amina kationik NH3+.(Sanford,1989).

Kitosan mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai sepasang elektron yang dapat berkoordinat untuk membentuk ikatan – ikatan aktif dengan kation – kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan dikatakan sebagai gugus yang aktif berkordinat dengan kation logam. ( Hutahahean., 2001 ).

2.4. Pengkelatan

Pengkelatan merupakan proses pengikatan logam dengan cara menambah senyawa pengkelat yang membentuk kompleks logam (Ekholm, 2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama dengan adsorpsi hanya dengan mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Beberapa senyawa yang dapat berfungsi sebagai bahan pengkelat diantaranya asam sitrat, asam oksalat, asam malat, asam tartarat dan EDTA (Karmelita, 1991). Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan komplek logam dengan senyawa pengkelat membentuk senyawa kompleks. Proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa yang ada, jenis pengkelat, kecepatan dan cara pengadukan, pH waktu kontak dan teknik penyaringan (Karmelita, 1991). Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks ion logam dengan ligan (sequestran). Secara umum keseimbangan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:


(33)

L + S LS dimana:

L = ion logam

S = sequestran (ligan)

LS= komplek logam squestran

Proses pengikatan logam oleh asam sitrat dan asam oksalat dapat dilihat dalam Gambar 2.4 dibawah ini :

H O H2C C=O

H-C – C -OH H- C

O O + 2H+

H-C – C - OH + Fe2+ C Fe

O HO- C O O

HO-C – C-OH H C = O

H OH

Gambar 2.4: Mekanisme pengikatan logam Fe2+ oleh Asam sitrat (Muller B, 1997).

O O

C - OH C O

+ Fe2+ Fe + 2H+

C - OH C O

O O

Gambar 2.5 : Mekanisme pengikatan logam Fe2+ oleh Asam oksalat ( Muller B, 1997 ).


(34)

Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pembentuk kompleks adalah asam sitrat, asam oksalat, asam tartarat, asam glukonat, asam etilen diamin tetra asetat (EDTA), asam nitrotriasetat (NTA), polifosfat, poliamin, dan asam isoaskorbat (Kirk ,

1965). Asam sitrat atau β-3-hidroksi trikarbosiklis, 2-hidroksi-1,2,3-propana

trikarbosiklis, mempunyai rumus kimia C6H8O7. Sifat dari asam sitrat adalah agen

pengkelat (chelating agent) dimana senyawa ini dapat mengikat logam-logam divalen

atau lebih, seperti Mn, Mg dan Fe yang sangat diperlukan sebagai katalisator dalam reaksi oksidasi sehingga reaksi ini dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat (Laksmi, 1974). Asam sitrat berfungsi sebagai agen pengkelat dimana senyawa ini memiliki kemampuan untuk mengikat logam-logam divalen seperti Mn, Mg, dan Fe.Asam sitrat merupakan larutan asam yang paling populer digunakan untuk tujuan ini karena selain dapat mengikat ion logam juga dapat membersihkan oksigen bebas.(Laksmi, 1974 ).

2.5. Asam sitrat

Nama Asam sitrat

Rumus kimia

C6H8O7, atau:

CH2(COOH)•COH(COOH)•CH2(COOH)

Bobot

rumus 192,13 u

Nama lain Asam 2-hidroksi-1,2,3-Propanatrikarboksilat Sifat perubahan fase


(35)

Asam sitrat merupakan asamorganiklemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan.

Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang terjadi di dalam mitokondria, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup. Zat ini juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan.

Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada jeruk lemon dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk purut).

Temperatur penguraian termal

448 K (175 °C)

Sifat asam-basa pKa1 3,15

pKa2 4,77

pKa3 6,40

Sifat padatan

ΔfH0 -1543,8 kJ/mol S0 252,1 J/(mol·K)

Cp 226,5 J/(mol·K)

Densitas 1,665 ×103 kg/m3

Keamanan

Efek akut Menimbulkan iritasi kulit dan mata. Efek kronik Tidak ada.


(36)

Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7 (strukturnya ditunjukkan pada tabel informasi

di sebelah kanan). Struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam 2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat.

2.5.1. Sifat Fisika dan Kimia

Sifat-sifat fisis asam sirat dirangkum pada tabel di sebelah kanan. Keasaman asam sirat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air (lihat keterangan tentang kegunaan di bawah).

Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih. Serbuk kristal tersebut dapat berupa bentuk anhydrous (bebas air), atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat. Bentuk

anhydrous asam sitrat mengkristal dalam air panas, sedangkan bentuk monohidrat didapatkan dari kristalisasi asam sitrat dalam air dingin. Bentuk monohidrat tersebut dapat diubah menjadi bentuk anhydrous dengan pemanasan di atas 74 °C.

Secara kimia, asam sitrat bersifat seperti asam karboksilat lainnya. Jika dipanaskan di atas 175 °C, asam sitrat terurai dengan melepaskan karbon dioksida dan air.

2.5.2. Sejarah

Asam sitrat diyakini ditemukan oleh alkimiawan Arab-Yemen (kelahiran Iran) yang hidup pada abad ke-8, Jabir Ibn Hayyan. Pada zaman pertengahan, para ilmuwan Eropa membahas sifat asam sari buah lemon dan limau; hal tersebut tercatat dalam ensiklopediaSpeculum Majus (Cermin Agung) dari abad ke-13 yang dikumpulkan oleh Vincent dari Beauvais. Asam sitrat pertama kali diisolasi pada tahun 1784 oleh kimiawan Swedia, Carl Wilhelm Scheele, yang mengkristalkannya dari sari buah


(37)

lemon. Pembuatan asam sitrat skala industri dimulai pada tahun 1860, terutama mengandalkan produksi jeruk dari Italia.

Pada tahun 1893, C. Wehmer menemukan bahwa kapang Penicillium dapat membentuk asam sitrat dari gula. Namun demikian, pembuatan asam sitrat dengan mikroba secara industri tidaklah nyata sampai Perang Dunia I mengacaukan ekspor jeruk dari Italia.

Pada tahun 1917, kimiawan pangan Amerika, James Currie menemukan bahwa galur tertentu kapang Aspergillus niger dapat menghasilkan asam sitrat secara efisien, dan perusahaan kimia Pfizer memulai produksi asam sitrat skala industri dengan cara tersebut dua tahun kemudian.

2.5.3. Pembuatan

Dalam proses produksi asam sitrat yang sampai saat ini lazim digunakan, biakan kapang Aspergillus niger diberi sukrosa agar membentuk asam sitrat. Setelah kapang disaring dari larutan yang dihasilkan, asam sitrat diisolasi dengan cara mengendapkannya dengan kalsium hidroksida membentuk garam kalsium sitrat. Asam sitrat di-regenerasi-kan dari kalsium sitrat dengan penambahan asam sulfat.

Cara lain pengisolasian asam sitrat dari hasil fermentasi adalah dengan ekstraksi menggunakan larutan hidrokarbon senyawa basa organik trilaurilamina yang diikuti dengan re-ekstraksi dari larutan organik tersebut dengan air.

2.5.4. Kegunaan

Limun, jeruk dan buah-buahan semacam ini mengandung banyak asam sitrat. Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa dan pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan. Kode asam sitrat sebagai zat aditif makanan (E number ) adalah E330. Garam sitrat dengan berbagai jenis logam digunakan untuk menyediakan logam tersebut (sebagai bentuk biologis) dalam banyak suplemen makanan.


(38)

Sifat sitrat sebagai larutan penyangga digunakan sebagai pengendali pH dalam larutan pembersih dalam rumah tangga dan obat-obatan.

Kemampuan asam sitrat untuk meng-kelat logam menjadikannya berguna sebagai bahan sabun dan deterjen. Dengan meng-kelat logam pada air sadah, asam sitrat memungkinkan sabun dan deterjen membentuk busa dan berfungsi dengan baik tanpa penambahan zat penghilang kesadahan. Demikian pula, asam sitrat digunakan untuk memulihkan bahan penukar ion yang digunakan pada alat penghilang kesadahan dengan menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi pada bahan penukar ion tersebut sebagai kompleks sitrat.

Asam sitrat digunakan di dalam industri bioteknologi dan obat-obatan untuk melapisi (passivate) pipa mesin dalam proses kemurnian tinggi sebagai ganti asam nitrat, karena asam nitrat dapat menjadi zat berbahaya setelah digunakan untuk keperluan tersebut, sementara asam sitrat tidak.Asam sitrat dapat pula ditambahkan pada es krim untuk menjaga terpisahnya gelembung-gelembung lemak.Dalam resep makanan, asam sitrat dapat digunakan sebagai pengganti sari jeruk.

2.5.5. Keamanan

Asam sitrat dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan pengawasan makanan nasional dan internasional utama. Senyawa ini secara alami terdapat pada semua jenis makhluk hidup, dan kelebihan asam sitrat dengan mudah dimetabolisme dan dihilangkan dari tubuh.

Paparan terhadap asam sitrat kering ataupun larutan asam sitrat pekat dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata. Pengenaan alat protektif (seperti sarung tangan atau kaca mata pelindung) perlu dilakukan saat menangani bahan-bahan tersebut. 2.6. Asam oksalat, dan sifat-sifatnya.

Asam Oksalat terdapat pada selada, kobis, bunga kol (terutama brokoli), kacang hijau, buncis dan dalam jumlah sedikit pada semua sayuran dan buah-buahan.Tapi tau ga, asam oksalat bersama-sama dengan kalsium dalam tubuh manusia membentuk senyawa yang tak larut dan tak dapat diserap tubuh, dan mencegah penggunaan


(39)

kalsium yang juga terdapat dalam produk-produk yang mengandung oksalat. Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya terdiri dari dua atom C pada masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Karena letak gugus karboksilat yang berdekatan, asam oksalat mempunyai konstanta dissosiasi yang lebih besar daripada asam-asam organik lain. Besarnya konstanta disosiasi (K1) = 6,24.10-2 dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan yang demikian dapat

dikatakan asam oksalat lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon lebih panjang.

Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10o C) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali (Na, K), yang larut dalam air (5-25 %), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air.Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium.

Asam oksalat dapat ditemukan dalam bentuk bebas ataupun dalam bentuk garam.Bentuk yang lebih banyak ditemukan adalah bentuk garam.Bahan makanan yang mengandung oksalat dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu;

1. Produk-produk dimana miliequivalen asam oksalat yang terkandung jumlahnya 2-7 kali lebih besar daripada kalsium, seperti bayam, orach, daun beet dan akar beet,sorrel, sorrel kebun, kelembak dan bubuk kakao.

2. Pada produk-produk seperti kentang, amaranth, gooseberries, dan currants, asamoksalat dan kalsium terdapat dalam jumlah yang hampir setara (1±0,2), dengan demikian diantara keduanya saling menetralkan/menghapuskan, oleh karena itu tidak memberikan kalsium yang tersedia bagi tubuh. Tetapi mereka tidak merngganggu penggunaan kalsium yang diberikan oleh produk lain dan oleh karena itu tidak menimbulkan pengaruh anti mineralisasi.

3. Bahan makanan yang meskipun mengandung asam oksalat dalam jumlah yang cukup banyak, tapi karena pada bahan tersebut kaya akan kalsium, maka bahan makanan tersebut merupakan sumber kalsium. Yang termasuk dalam kelompok ini


(40)

adalah selada, dandelion, cress, kobis, bunga kol (terutama brokoli), kacang hijau, dan terutam green peas, koherabbi, block raddish, green turnip, dan dalam jumlah sedikit pada semua sayuran dan buah-buahan.

2.6.1. Pengaruh Asam Oksalat terhadap tubuh manusia.

Asam oksalat bersama-sama dengan kalsium dalam tubuh manusia membentuk senyawa yang tak larut dan tak dapat diserap tubuh, hal ini tak hanya mencegah penggunaan kalsium yang juga terdapat dalam produk-produk yang mengandung oksalat, tetapi menurunkan CDU dari kalsium yang diberikan oleh bahan pangan lain.

Hal tersebut menekan mineralisasi kerangka dan mengurangi pertambahan berat badan. Asam oksalat dan garamnya yang larut air dapat membahayakan, karena senyawa tersebut bersifat toksis. Pada dosis 4-5 gram asam oksalat atau kalium oksalat dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi biasanya jumlah yang menyebabkan pengaruh fatal adalah antara 10 dan 15 gram. Gejala pada pencernaan (pyrosis, abdominal kram, dan muntah-muntah) dengan cepat diikuti kegagalan peredaran darah dan pecahnya pembuluh darah inilah yang dapat menyebabkan kematian. Mengurangi Konsumsi senyawa Asam Oksalat Karena pengaruh distropik oleh oksalat tergantung pada ratio molar antara asam oksalat dan kalsium, hal itu dapat dicegah melalui cara, yaitu

1. Menghilangkan oksalat dengan membatasi konsumsi bahan makanan yang banyak mengandung oksalat yang larut, yaitu dengan menghindari makan dalam jumlah besar atau juga menghindari makan dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang. Mengkombinasikan beberapa makanan yang banyak mengandung oksalat perlu juga dihindari.

2. Dengan cara menaikkan supply kalsium yang akan dapat menetralkan pengaruh dari oksalat.

3. Memasak bahan makanan yang mengandung asam oksalat hingga mendidih 4. Dan membuang airnya sehingga dapat memperkecil proporsi asam oksalat


(41)

2.7. Adsorpsi

2.7.1.Pengertian Adsorpsi

Peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain disebut adsorbs. Zat yang diserap disebut fase terserap sedangkan zat yang menyerap disebut adsorben.Kecuali zat padat, adsorbens dapat pula berupa zat cair. Karena itu adsorbsi dapat terjadi antara: zat padat dan zat cair, zat padat dan gas, zat cair dan zat zat cair, atau gas dan zat cair.

Proses adsorbs ini disebabkan oleh gaya tarik molekul-molekul di permukaan adsorben. Adsorbsi berbeda dengan adsorbs, karena pada adsorbsi zat yang diserap masuk ke dalam adsorbens.

Berkat selektivitasnya yang tinggi, proses adsorbs sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi.

Adsorbsi digunakan dalam pegolahan air buangan industri, terutama untuk mengurangi komponen-komponen organik misalnya warna, fenol, detergen, zat-zat toksik dan zat-zat organik yang sukar diuraikan(nonbiodeyadable).

Sesuai dengan jenis ikatan yang terdapat antara bahan yang diadsorbsi dan adsorbennya, maka dibedakan antara adsorbsi fisika dan adsorbsi kimia.

Adsorbsi fisika, merupakan interaksi van der waals antara adsorben dengan adsorbat yang berarti pembentukan ikatan sementara, oleh karena itu adsorbsi fisika merupakan reaksi reversible.

Sedangkan adsorbsi kimia adalah merupakan interaksi antara elektron-elektron pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul adsorbat membentuk ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan adsorbsi fisika dan proses ini merupakan irreversible(Bemasconi, 1995).

Kecepatan adsorbs tidak hanya tergantung pada perbedaan konsentrasi dan pada luas permukaan adsorben, melainkan juga pada suhu, tekanan(untuk gas), ukuran partikel dan porositas adsorben.Juga tergantung pada ukuran molekul bahan yang akan disorbsidan pada viskositas campur yang akan di pisahkan (padat,cair gas), konsentrasi


(42)

bahan yang akan dipisahkan, adsorben yang paling cocok, metode regenerasi yang di perlukan maupun pertimbangan ekonominya.

Proses adsorbsi meliputi 3 tahap mekanisme yaitu:

a. Pergerakan molekul-molekul adsorbat menuju permukaan adsorben. b. Penyebaran molekul-molekul adsorbat ke dalam rongga-rongga adsorben. c. Penarikan molekul-molekul adsorbat oleh pennukaan aktif membentuk

ikatan, yang berlangsung sangat cepat (Metcalf , 1979).

Pada adsorbs di dalam hamparan tetap konsentrasi fase fluida dan fase zat padat berubah menurut waktu dan menurut posisinya di dalam hamparan. Kinetika adsorbsi dapat di anggap sebagai laju reaksi yang merupakan perubahan waktu.

2.7.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Adsorpsi 1. Pengadukan

Kecepatan adsorpsi dipengaruhi oleh difusi pori tergantung pada jumlah atau lama pengadukan dam sistem.

2.Ukuran Partikel

Ukuran partikel dan luas permukaan adalah sifat penting dari kitosan yang berhubungan dengan kegunaannya sebagai adsorben. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan ukuran partikel kitosan yang menurun.

3. Jumlah Adsorben

Waktu yang dibutuhkan untuk proses adsorpsi berbanding terbalik terhadap jumlah adsorben yang dibutuhkan. Artinya semakin besar jumlah adsorben maka waktu yang dibutuhkan semakin sedikit.

4. pH

Asam organic lebih cepat diadsorpsi pada pH rendah, sedangkan basa organic lebih cepat pada pH tinggi. pH optimum untuk proses adsorpsi ditentukan oleh uji laboratorium ( Khopkar, 1990 ).


(43)

2.7.3. Menentukan konsentrasi logam yang terserap dengan menggunakan persamaan :

Konsentrasi ion logam terserap = C awal – C akhir

2.7.4. Menentukan persen desorpsi besidihitungdenganrumus :

Konsentrasi besi ter-desorpsi

% Besi terdesorpsi = __________________________________ x 100 %

Konsentrasi besi ter-adsorpsi

2.7.5. Tipe Sistem Adsorpsi

Sistem adsorbsi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: a. Cara Batch

Cara ini menggunakan bejana, air limbah yang akan diaiialiasis di aduk bersama adsorben dengan kecepatan dan waktu tertentu. Selanjutnya proses adsorbs dibiarkan sampai mencapai kesetimbangan.

Sistem batch sering digunakan apabila air limbah yang akan diolah volumenya relatif tidak terlalu besar, dan digunakan untuk proses penjemihan air (Mc.Cabe , 1999). b.Cara kolom

Cara kolom adalah menggunakan silinder vertical atau horizontal. Air limbah yang akan diolah dialirkan secara tenis-menerus ke dalam suatu kolom adsorbsi. Sistem kolom ini luas penggunaanya, rerutama untuk pengolahan limbah cair industridan sangat cocok untuk air limbah ke dalam kolom vertikal dapat dilakukan dan atas ke bawah, atau dari bawah ke atas.

Cara vertical ini dapat dibagi atas pararel ataupun san, dan ini juga ditentukan oleh sifat adsorben dan adsorbat (Mc.Cabe , 1999).

2.8. Adsorben

Adsorben (untuk adsorbsi fisik) adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang


(44)

halus pada padatan tersebut. Biasanya luasnya berada dalam order 200 – 1000 m2 /g adsorben. Diameter pori sebesar 0.0003 – 0,002mm.

Disamping luas spesifik dan diameter pori, maka kerapatan unggun, distribusi ukuran partikel maupun kekerasannya merupakan data karakteristik yang penting dari suatu adsorben. Tergantung pada tujuan penggunaannya, adborsen dapat berupa granulat (dengan ukuran butir sebesa rbeberapa mm) atau serbuk (khusus untuk adborsi campuran air) (Mc.Cabe ,1999).

Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben diantaranya yaitu: a. Karbonaktif

Karbon aktif dibuat dan bahan organik yang dapat di karbonisasi,misalnya kayu, humus, batubara coklat, dan tempurung kelapa.

Dari segi bentuknya, karton aktif terbagi atas karbon cetak (misalnya granujat berbentuk sihinder), karbon bongkahan (bentuknya tak teratur) dan karbon serbuk. Yang terakhir ini terutama dimanfaatkan untuk adsorbs, cairan (penghilangan warna). Karena sifatnya yang hidrofobik, karbon aktif sangat sesuai untuk adsorbs pelarut yang tidak dapat bercampur dengan air (misalnya benzene) (Bemasconi,1995).

Untuk tujuan penggunaannya, seringkali diameter pori dari karbon aktif menjadi dasar pemilihan Misalnya untuk adsorbsi karbon bahan bennolekul besar digunakan jenis karbon dengan pori yang besar dan untuk bahan bennolekul kecil yang sesuai adalah karbon berpori halus.

b.Silika gel

Silika gel terdiri atas silisium dioksida (SiO2) yang berbentuk koloida, hampir tidak

mengandung air dan mempunyai banyak sekali pori yang halus. Bahan ini dibuat secara sintetik dengan mengolah silikat alkali dengan asam sulfat.Silika gel seringkali dibuat dengan bentuk butiran (sebagai granulat) dan tergantung pada tujuan pemanfaatannya, dapat berpori sempit atau lebar. Kemampuan adsorbsi terhadap uap air yang sangat besar dank arena itu seringkali digunakan untuk pengeringan gas yang lembab, contohnya pada instalasi pengeringan udara atuapun di gunakan untuk menjaga agar kemasan dan instrumen yang peka terhadap kelembapan tetap kering.


(45)

Silika gel yang dilengkapi dengan indikator kelembaban disebut sebagai gel biro. Dengan indikator ini. Yang mempuyai warna reversibel yaitu biru (kering) dan merah jambu (lembab), dapat diketahui apakah adsorben sudah terbebani dan sudah waktunya harus diregenasi atau di ganti.

Silika gel dapat diregenasi dengan cara yang sederhana yaitu dengan pemanasan pada 120-180 0C .Pemanasan dapat dilakukan secara langsung, misalnya dengan mengalirkan udara panas atau secara tidak langsung dengan perantaran alat penukar panas (Bernasconi, 1995).

c. Tapis molekuler (molecular sieves)

Tapis molekuler adalah silikat alkali atau silikat alumunium alkali tanah dengan ukuran lubang dan rongga yang telah tertentu sesuai dengan struktur Kristal bahan.Tapis ini dibuat secara sintetik, misalnya dari natrium silikat, tanah liat dan natrium hidroksida.

Setelah air Kristal dikeluarkan, bahan akan memiliki struktur yang sangat berpori. Diameter pori berkisar antara 0,3 -1nm (3 – 10A0)dan merupakan besaran karakteristik terpenting dari adsorben ini.

Tapis molekuler tidak hanya mampu mengadsorbsi bahan tunggal, melainkan juga dapat memisahkan campuran berdasarkan ukuran molekul, polaritas, jenis ikatan karbon (jenuh atau tidak jenuh) dan massa molekul (Dixon, 1989).

2.9. Desorpsi

Dua tipe eksperiman desorpsi yaitu: 1. Desorpsi tahap tunggal

Dalam eksperimen tahap tunggal, ion cadmium yang diserap padakitosan dilepas

kembali ke dalam larutan dengan penambahan sejumlah besar ion H+.(Tzu and Yu,2012).


(46)

2. Desorpsi multi tahap

Dalam eksperimen multi tahap, cadmium yang diserap diperlihatkan oleh serangkaian penambahan dosis kecil H+.( Tzu and Yu, 2012).

pH optimum dan konsumsi ion hidrogen ditambahkan untuk menggantikan ion cadmium yang diserap pada gugus amina dari bead kitosan. Oleh karena itu, jumlah ion hidrogen yang berbeda ditambahkan ke dalam bejana untuk menentukan pengaruh konsumsi ion hidrogen pada persentase desorpsi cadmium dan nilai pH akhir dari larutan cadmium yang diperoleh dalam satu proses desorpsi tahapan tunggal.( Tzu and Yu, 2012).

Konsumsi ion hidrogen dan kisaran pH optimum untuk regenerasi kitosan setelah adsorpsi cadmium akan dilakukan dalam reaktor spining bakset dengan pengukuran pH untuk menentukan pengaruh pH dan konsumsi H+ atas desorpsi cadmium dan juga efisiensi regenerasi kitosan ini adalah menentukan pH yang layak dan konsumsi H+ untuk regenerasi kitosan yang menyerap cadmium. pH mempengaruhi adsorpsi cadmium dan desorpsi pada kitosan.( Tzu and Yu, 2012).

2.10. Metode Destruksi

Beberapa cara analisis logam telah banyak dilakukan baik untuk secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Sistem kualitatif dilakukan jika hanya ingin mengetahui jenis logam yang ada tetapi tidak jumlahnya. Sedangkan system kuantatif dilakukan untuk mengetahui secara detail berapa ppm logam tersebut (Darmono, 1995).

Destruksi merupakan suatu cara perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsure-unsur sehingga dapat di analisa, dengan kata lain perombakan bentuk organic dari logam menjadi bentuk logam – logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal yaitu : destruksi kering dan destruksi basah(Raimon, 1992) a. Destruksi Kering

Destruksi kering adalah perombakan sampel oraganik dengan jalan pengabuan dalam tanur pada suhu 400 – 500oC, hal ini tergantung pada sampelnya. Metode destruksi


(47)

kering merupakan perombakan logam yang tidak mudah menguap yang akan membentuk oksidasi logamnya. Oksidasi ini kemudian dilarutkan kedalam pelarut asam, setelah itu dianalisa dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

b. Destruksi Basah

Destruksi basah adalah perombakan sampel organic dengan asam – asam kuat baik tunggal maupun campuran. Metode destruksi basah digunakan untuk merombak logam – logam yang mudah menguap . Asam – asam yang digunakan adalah asam Nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl) dan dapat digunakan secara tunggal

maupun campuran.

2.11. Prinsip Dasar Analisa Spektrometri Serapan Atom (SSA).

Prinsip penentuan metode ini didasarkan pada penyerapan energi radiasi oleh atom-atom netral pada keadaan dasar, dengan panjang gelombang tertentu yang menyebabkan tereksitasinya dalam berbagai tingkat energi. Keadaan eksitasi ini tidak stabil dan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh energieksitasinya dalam bentuk radiasi.Sumber radiasi tersebut dikenal sebagai lampu katoda berongga.

Bagan Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dapatdilihat dalam Gambar 2.6 dibawah ini.

A B C D E F

Gambar 2.6. Skematis SSA Ket:

A : Lampu Katoda Berongga B :Chopper

C :Tungku

D ;Monokromator E :Detektor


(48)

2.11.1.Sumber Radiasi

Suatu sumber radiasi yang digunakan harus memancarkan spektrum atom dari unsur yang ditentukan. Spektrum atom yang dipancarkan harus terdiri dari garis tajam yang mempunyai setengah lebar yang sama dengan garis serapan yang dibutuhkan oleh atom-atom dalam contoh.Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampukatodaberongga (hallow chatode lamp).Untuk penerapan apa saja yang diminta, lampu katoda berongga yang digunakan mempunyai sebuah katoda pemancar yang tebuat dari unsur yang sama yang akan dipelajari dalam nyala ini.(Bassett ,1994). 2.11.2. Nyala.

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjdi bentuk uap atomnya dan juga berfungsi untuk atomisasi. Untuk Spektroskopi nya suatu persyaratan yang penting adalah bahwa nyala yang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari 20000K. Konsentrasi atom-atom dalam bentuk gas dalam nyala, baik dalam keadaan dasar maupun keadaan tereksitasi, dipengaruhi oleh komposisi nyala.

Komposisi nyala asitilen-udara sangat baik digunakan untuk lebih dari 30 unsur sedangkan komposisi nyala propane-udara disukai untuk logam yang mudah diubah menjadi uapatomi.(Bassett, 1994).

2.11.3.Sistem Pembakar-Pengabut (nebulizer)

Tujuan sitem pembakar-pengabut adalah untuk mengubah larutan uji menjdi atom-atom dalam bentuk gas. Fungsi pengabut adalah menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji. Larutan yang akan dikabutkan ditarik kedalam pipa kapiler,diperlukan aliran gas bertekanan tinggi untuk menghasilkan aerosol yang halus (Bassett, 1994)


(49)

2.11.4. Monokromotor

Dalam Spektroskopi Serapan Atom fungsi monokromator adalah untuk memisahkan garis resonansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi.

Dalam kebanyakan instrument komersial digunakan kisidifraksi karena sebaran yang dilakukan oleh kisi seragam daripada yang dilakukan oleh prisma dan akibatnya instrument kisi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi sepanjang jangka panjang gelombang yang lebih besar (Braun,R.D,1982).

2.11.5.Detektor.

Detektor pada spektrofotometer absorpsi serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik. Pada Spektrofotometer Serapan Atom yang umum dipakai sebagai detector adalah tabung penggandaan foton.(PMT=Photo Multiplier Tube Detektor) (Mulja,1997).

2.11.6.Read Out.

Reat out merupakan Systim pencatatan hasil.Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kuva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Braun,R.D,1982).

2.11.7.Cara Kerja SSA :

1. Pertama-tama gas di buka terlebih dahulu, kemudian kompresor, lalu ducting, main unit, dan komputer secara berurutan.

2. Di buka program SAA (Spectrum Analyse Specialist), kemudian muncul perintah

”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti klik Yes dan jika

tidak No.

3. Dipilih yes untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan nomor lampu katoda yang dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian di klik setup, kemudian soket lampu katoda akan berputar menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau ditambahkan dengan mudah.


(50)

4. Dipilih No jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru.

5. Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element and workingmode. Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada symbol unsur yang diinginkan

6. Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan condition settings. Diatur Parameter yang dianalisis dengan mensetting fuel flow :1,2 ;measurement; concentration ; number ofsample: 2 ; unit concentration : ppm ; number of standard : 3; standard list : 1 ppm, ppm, 9 ppm.

7. Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up.

8. Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah pembakar dan lampu menyala alat siap digunakan untuk mengukur logam.

9. Pada menu measurements pilih measure sample.

10.Untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapanyang sama untuk

11.Jika data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran ulang, dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun danlurus.

12.Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan pengukuran 13.Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2.

14.Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklik icon print atau pada baris menu dengan mengklik file lalu print.

15.Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk membilas Burner selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada komputer dimatikan,lalu main unit AAS, kemudian kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat-alat yang digunakan

1. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-6300 2. Alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratoriun Pyrex

3. Beaker glas Pyrex

4. Erlenmeyer Pyrex

5. Gelas Kimia Pyrex

6. Neraca Analitis, Presisi 0,001 g Mettler PM 2000 7. Gelas Ukur

8. Labu Takar

9. Hot plate PMC 502

10. pH meter WTW 330i

11. Pengaduk 12. Pipet Tetes

13. Kertas saring Whatman No 1. 3.1.2. Bahan-bahan yang digunakan 1. Air Suling

2. HCl(p) 37 % p.a (E.Merck)

3. Larutan Standar Besi 1000 ppm (Fe) p.a (E.Merck) 4. Kitosan

5. Larutan CH3COOH 1 %

6. Asam asetat Glacial 7. Asam Oksalat 8. Asam Sitrat 9. Ortho Penantrolin


(52)

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Pembuatan larutan HCl encer

Sebanyak 60 ml HCl 37 % diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml hingga garis tanda.

3.2.2. Pembuatan larutan baku Fe2+ 1000 mg/l

a. Kedalam Labu takar 1000 ml dimasukkan 4,975 gram FeSO4.7H2O ( Mr = 279 )

b. Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda 3.2.3. Pembuatan larutan asam asetat 1 %.

Pipet 10 ml asam asetat glasial dan dimasukkan kedalam labu takar 1000 ml, kemudian ditambahkan aquades sampai garis tanda lalu dihomogenkan.

3.2.4. Pembuatan Asam Sitrat pH=2

a. Kedalam Labu takar 250 ml dimasukan 7,3549 gram C6H8O7.

b. Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda..

Contoh perhitungan: Asam Sitrat (Ka=7,1 x 10-4) ; Mr = 210,14 g/mol

pH= 2 pH= - log H+ 2 =-log H+ H+ = 10-2

H+ = √ Ka.M

10-2 = √7,1 x 10 -4x M ( 10-2)2 = 7,1 x 10-4 x M

10-4

M = _______________


(53)

1

M =__________ = 0,14 M 7,1

g/Mr Maka :M= ____________

V V = 1000 ml G = 0,14 M x Mr = 0,14 x 210,14 g/mol

= 0,14 mol/L x 210,14 g/mol

= 29,4196 gram dalam 1000 ml aquadest Atau

Ditimbang 7,3549 gram dalam 250 ml aquadest.

3.2.5.Pembuatan Asam Sitrat pH =3

a. Kedalam labu takar 1000 ml dimasukkan 0,29 gram C6H8O7( Mr = 192 )

b. Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda. 3.2.6.Pembuatan Asam Sitrat pH= 4

a. Kedalam labu takar 1000 ml dimasukkan 0,0029 gram C6H8O7.( Mr = 192 )

b. Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda.

3.2.7. Pembuatan Asam Sitrat pH= 5

a. Kedalam labu takar 1000 ml dimasukkan 0,000029 gram C6H8O7. ( Mr =192 )

b. Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda

3.2.8. Pembuatan Asam Oksalat pH= 2

a. Kedalam Labu takar 250 ml dimasukkan 5,63 gram C2H2O4 ( Mr = 90 )


(54)

Contoh : Asam oksalat ( Ka = 5,6 x 10-2) ; Mr = 126,07 g/ mol. Perhitungan dan Rumus sama dengan penentuan pH Asam Sitrat.

3.2.9. Pembuatan Asam Oksalat pH= 3

a. Kedalam labu takar 1000 ml dimasukkan 0,0023 gram C2H2O4 ( Mr = 90 )

b. Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda.

3.2.10.Pembuatan AsamOksalat pH=4 dan 5

Untuk Asam oksalat pH = 4 dan 5,diperoleh dari pengenceran larutan asam oksalat pH=3 yang pengukuran pH nya menggunakan pH meter.

3.2.11.Penggunaan kitosan untuk menyerap logam besi (Fe)

a. Pipet 100 ml larutan Fe 1000 mg/l kemudian tambahkan dengan 40 ml larutan Kitosan 1%

b. Diaduk selama 60 menit

c. Disaring dengan kertas saring Whatman No.1 d. Filtrat diuji dengan analisa SSA.

e. Endapan dikeringkan dan kemudian di cuci dengan Aquadest f. Selanjutnya ditimbang untuk mengetahui koagulasi logam besi.

3.2.12.Uji desorpsi Fe2+dengan asam sitrat dan oksalat. Metode ini diadopsi menurut caraTzu-and Yu, 2012

a. Timbang padatan kitosan-besi 0,475 gr, masukkan kedalam Erlenmeyer

b. Kemudian tambahkan dengan asam sitrat dan asam oksalat pH= 2, 3, 4, dan 5 sebagai bahan pengkelat.

c. Diaduk selama 60 menit

d. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No.1


(55)

f. Endapan dikeringkan kemudian ditimbang untuk mengetahui berat koagulasi logam besi.

3.2.13.Prosedur kerja dan pembuatan kurva kalibrasi (SNI 01-4866-1998) a. Optimalkan alat SSA sesuai petunjuk penggunaan alat

b. Ukur masing-masing larutan kerja yang telah dibuat pada panjang gelombang 193.7 nm

c. Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi d. Lanjutkan dengan pengukuran contoh uji yang sudah dipersiapkan e. Hasil data secara otomatis akan diperoleh.

3.3.Bagan penelitian

3.3.1.Pembuatan larutan asam asetat 1%

Pipet 10ml asam asetat glacial

Masukkan ke dalam labu takar 1 L

Tambahkan Aquadest sampai garis tanda.

Dihomogenkan

Gambar 3.1: Bagan pembuatan larutan asam asetat 1% Pembuatan larutan asam asetat 1 %


(56)

3.3.2. Pembuatan larutan kitosan pengkelatFe2+

Masukkan 100 ml larutan asam asetat 1 %

Diaduk/dihomogenkan selama±30 menit

Gambar 3.2: Bagan pembuatan larutan kitosan pengkelat Fe2+ 1 g Kitosan


(57)

3.3.3. Adsorpsi Fe2+ dengan larutan kitosan

Ditambahkan 100 ml Larutan Fe2+ 1000 ppm

Diaduk selama 60 menit Didiamkan

Disaring Vacum

Dicuci dengan aquadest

Sebanyak2 kali Analisa SSA

Dikeringkan Vacum

Diuji kadar Fe dengan menggunakan SSA

Gambar 3.3: Bagan adsorpsi Fe2+ dengan larutan kitosan 40 ml larutan Kitosan 1 %

Endapan/padatan- Fe2+

Filtrat

Hasil Hasil


(58)

3.3.4. Desorpsi Fe-kitosan dengan larutan asam sitrat dan asam oksalat pada berbagai variasi pH.

Ditambahkan 100 ml Asam Sitrat dan Asam Oksalat

pH = 2,3,4, dan 5

Diaduk selama 60 menit Disaring

Uji dengan SSA

Uji dengan SSA

Gambar 3.4: Bagan desorpsi Fe-kitosan dengan larutan asam sitrat dan asam oksalat pada berbagai variasi pH

Fe-Kitosan

Endapan Filtrat


(59)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil penelitian dan pengolahan data.

Pengukuran kadar Fe2+ dalam penelitian dilakukan memakai alat SSA

4.1.1. Data hasil pengukuran kadar logam besi (Fe)

Hasil pengukuran dibandingkan dengan menggunakan kurva kalibrasi yang dibuat menurut data dibawah ini pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1.Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar Fe.

Standar Fe (ppm) Absorbansi Fe (A)

0,0000 0,0000

1,0000 0,0150

2,0000 0,0340

3,0000 0,0530

4,0000 0,0699


(60)

Digambar secara komputer diperoleh persamaan Y = 0,017 X

Gambar 4.1: Grafik Hasil pengukuran adsorbansi larutan standar Fe.

4.1.2. Adsorpsi Fe2+ pada kitosan.

Larutan kitosan dapat mengikat Fe2+.Untuk menghitung jumlah besi yang terikat pada kitosan,maka setelah itu pencampuran larutan kitosan dan larutan besi terjadi padatan, kemudian disaring dengan vacum sampai kering.

Sebanyak 100 ml larutan Fe2+ 1000 ppm dicampurkan dengan 40 ml larutan kitosan 1 % ( 0,4 g = 400 mg) maka diperoleh endapan sebanyak 0,476 g.Estimasi kandungan Fe2+ = 0,076 g = 76 mg. Kemudian analisa dengan menggunakan SSA= 76 mg

Daya serap kitosan terhadap besi Fe2+pada larutan standar besi yaitu: 76 mg

Fe2+=___________________ x 100 % = 19,00% 400 mg 0 0.015 0.034 0.053 0.0699 0.0871 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1

0 1 2 3 4 5 6

A b s o r b a n s i

Konsentrasi ( ppm )

Y = 0,017 X R2 = 0,998


(61)

4.1.3. Proses desorpsi Fe2+ dari kitosan besi

Kitosan besi sebanyak 0,476 gram dicampur dengan larutan 100 ml asam sitrat pH bervariasi,juga daya persentasi daya desorpsi Fe2+diperoleh hasil pada Tabel 4.2. Dengan menggunakan asam sitrat pH = 2 maka diperoleh Fe2+ terdesorpsi adalah.

Konsentrasi Fe2+ ter-desorpsi

____________________________ X 100 % Konsentrasi Fe2+ ter-adsorpsi

45,40 mg

= ___________________________________ X 100 % 76,00 mg

= 59,73 %

Tabel 4.2. Data desorpsi dengan menggunakan 100 ml larutan asam Sitrat dalam berbagai pH sebagai pengkelat.

Asam sitrat 100 ml pH Massa padatan Setelah desorpsi (g)

Fe2+ yang tertinggal dalam padatan

(mg)

Fe 2+ yang terdesorpsi

(mg)

Kandungan Fe2+ total

(mg)

Fe2+terdesorpsi ( % )

2 0,270 24,80 45,40 76 59,73

3 0,384 8,35 57,50 76 75,65

4 0,383 6,30 66,00 76 86,84

5 0,396 1,25 67,80 76 86,21

Hasil desorpsi menunjukkan trend, bahwa semakin besar pH asam sitrat menghasilkan proses desorpsi bertambah.

Ion Kadmium terikat pada kitosan semakin mudah dilepaskan pada reaksi netral.Tetapi pelepasan ini memerlukan ion hidrogen (H+) karena air pH netral tidak dapat melepaskan ion Cd yang terikat pada kitosan.(Tzu and Yu, 2012).


(62)

Perlakuan desorpsi ionbesi dengan menggunakan asam oksalat tidak dilakukan. Keadaan pengaruh bertambah naik pH membuktikan peristiwa desorpsi Fe2+ semakin besar terutama pada pH = 4.

Grafik penambahan pH terhadap jumlah Fe2+ terdesorpsi dapat dilihat seperti dibawah ini.

Gambar 4.2: Grafik Pengaruh pH asam sitrat terhadap persentase Fe2+ terdesorpsi

Dari grafik hubungan antara pH asam sitrat terhadap persentase Fe2+ terdesorpsi pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa semakin besar pH asam sitrat semakin besar nilai persentase Fe2+ yang terdesorpsi dan kembali turun. Titik puncak kenaikan Fe2+ terdesorpsi yaitu pada pH = 4 yaitu 86,84 % sedangkan pada pH = 5 kembali turun menjadi 86,21 %.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

2 3 4 5

% Fe terdes ops i pH

Asam Sitrat

Asam Sitrat 2+


(63)

Cara yang sama terhadap perlakuan yang mengandung 0,476 gram kitosan besi dicampurkan dengan 100 ml asam oksalat dengan pH bervariasi diperoleh hasil pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Data desorpsi dengan menggunakan 100 ml larutan asam oksalat dalam berbagai pH sebagai pengkelat.

Asam sitrat 100 ml pH Massa padatan Setelah desorpsi (g) Fe2+ yang tertinggal dalam padatan (mg)

Fe 2+ yang terdesorpsi

(mg)

Kandungan Fe2+ total

(mg)

Fe2+terdesorpsi ( % )

2 0,217 35,10 26,50 76 34,86

3 0,243 28,60 32,00 76 42,10

4 0,278 11,35 56,80 76 74,75

5 0,387 8,35 57,00 76 75,00

Hasil desorpsi menunjukkan trend, bahwa semakin besar pH asam oksalat menghasilkan proses desorpsi bertambah.

Grafik penambahan pH terhadap jumlah Fe2+ terdesorpsi dapat dilihat seperti dibawah ini


(64)

Gambar 4.3. Grafik Pengaruh pH asam oksalat terhadap persentase Fe2+ Terdesorpsi

Dari grafik hubungan antara pH asam oksalat terhadap persentase Fe2+ terdesorpsi pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa semakin besar pH asam oksalat semakin besar nilai persentase Fe2+ yang terdesorpsi . Titik puncak kenaikan Fe2+ terdesorpsi yaitu pada pH = 5 yaitu 75,00 %,karena mulai pH = 4 menunjukkan perubahan kenaikan persentase Fe2+ terdesorpsi yang sangat kecil terhadap pH = 5 yaitu 0,25 %.

4.2. Pembahasan

Hasil analisa membuktikan bahwa asam sitrat akan baik digunakan untuk melepaskan ion besi (II) dari kitosan besi dibandingkan dengan asam oksalat, karena asam sitrat memiliki gugus yang lebih banyak ( 3 gugus COOH) dibandingkan dengan asam oksalat yang memiliki 2 gugus COOH.

Setelah larutan standar ion besi ( II ) 1000 ppm dicampurkan dengan larutan kitosan 1% maka terbentuk endapan yang mengandung kitosan dan logam besi (Fe) atau kitosan kompleks besi.Selanjutnya dengan penambahan pengkelat asam sitrat

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

1 2 3 4 5

% Fe 2+ terdeso ps i pH

Asam Oksalat

Asam Oksalat


(65)

dan asam oksalat pada pH= 2,3,4, dan 5 dengan menggunakan pengadukan selama 60 menit ternyata mampu melepas logam besi yang terserap oleh kitosan.Terutama dengan pengkelat asam sitrat pH = 4 yang memiliki daya desorpsi 86,84 %.

Percobaan yang sama telah ditunjukkan oleh Tzu and Yu, (2012) dengan melepaskan Cd dari kitosan.

Asam sitrat dan asam oksalat digunakan sebagai pengkelat karena dengan penambahan asam sitrat dan asam oksalat, Besi ( II ) yang terikat pada kitosan kompleks tersebut terlepas dan diikat oleh asam tersebut ( Muller B, 1997 ).


(66)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kitosan dapat diperoleh kembali dari kitosan besi dengan perlahan menggunakan asam sitrat dan asam oksalat. Dimana Pada pH = 4 dengan menggunakan asam sitrat akan terdesorpsi ion Fe2+ sebanyak 86,84 % dan dengan asam oksalat pada pH = 5 akan terdesorpsi ion Fe2+ sebanyak 75,00 %.

5.2. Saran

Kitosan yang sudah di daur ulang perlu dicoba kembali sebagai bahan pengadsorpsi logam lain.


(1)

Gambar 12 :Proses penyaringan


(2)

Gambar 13 : Asam sitrat dan oksalat pH= 2, 3, 4, dan 5.


(3)

Lampiran 4 : Gambar- gambar cara melakukan percobaan

Gambar 1 : Menimbang FeSO4, Kitosan, Kitosan Besi.


(4)

Gambar 3 : Mengaduk pakai stir 60 menit.


(5)

Gambar 5 : Melihat Kitosan besi pd kertas saring bersama asisten laboratorium Cristina Aritonang.


(6)