Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang Kitosan-Sitrat sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang Mengandung Verapamil Hidroklorida

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PREPARASI DAN KARAKTERISASI

KITOSAN-SITRAT SAMBUNG SILANG SEBAGAI EKSIPIEN

DALAM SEDIAAN FILM YANG MENGANDUNG

VERAPAMIL HIDROKLORIDA

SKRIPSI

RIZKA NURBAITI

1111102000091

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015


(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PREPARASI DAN KARAKTERISASI

KITOSAN-SITRAT SAMBUNG SILANG SEBAGAI EKSIPIEN

DALAM SEDIAAN FILM YANG MENGANDUNG

VERAPAMIL HIDROKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

RIZKA NURBAITI

1111102000091

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015


(3)

(4)

iv

Nama : Rizka Nurbaiti

Nim : 1111102000091

Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang Kitosan Sitrat sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang Mengandung Verapamil Hidroklorida.

Disetujui oleh:

Pembimbing I

Yuni Anggraeni, M.Farm.,Apt NIP.198310282009012008

Pembimbing II

Dra. Herdini, M.Si., Apt NIP.01971042

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Yardi, Ph.D., Apt. NIP.197411232008011014


(5)

v

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Rizka Nurbaiti

Nim : 1111102000091

Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang Kitosan-Sitrat sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang Mengandung Verapamil Hidroklorida

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperolah gelar Sarjana Faemasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dam Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Yuni Anggraeni, M.Farm.,Apt. ( )

Pembimbing : Dra. Herdini, M.Si., Apt. ( )

Penguji : Nelly Suryani, Ph.D.,Apt. ( )

Penguji : Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. ( )

Ditetapkan di : Ciputat


(6)

Nama : Rizka Nurbaiti Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Preparasi dan Karakterisasi Kitosan-Sitrat Sambung Silang sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang Mengandung Verapamil Hidroklorida

Kitosan memiliki gugus amino yang dapat bereaksi secara ionik dengan senyawa anion melalui ikatan sambung silang. Agen sambung silang yang digunakan pada penelitian ini yaitu natrium sitrat. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi eksipen kitosan sitrat sambung silang dalam sediaan film yang mengandung verapamil hidroklorida. Eksipien kitosan sitrat sambung silang dibuat dengan tiga formula F1, F2, dan F3 dengan perbedaan pH larutan natrium sitrat yaitu pH 4; 5; dan 7. Eksipien yang telah dihasilkan dikarakterisasi yang meliputi turbidimetri, penampilan fisik, derajat keasaman, derajat substitusi, dan analisis gugus fungsi. Film dibuat dari eksipien kitosan-sitrat sambung silang pH 4; 5; dan 7 dan juga kitosan sebagai film pembanding yang secara berturut-turut disebut F1, F2, F3, dan F4. Film yang dihasilan dikarakterisasi yang meliputi uji organoleptis film, ketebalan film, keragaman bobot, daya mengembang, keseragaman kandungan, ketahanan pelipatan, sifat mekanik, dan uji pelepasan verapamil HCl. Hasil uji turbidimetri dan derajat substitusi menunjukkan bahwa sambung silang antara kitosan dengan sitrat yang terbanyak adalah F3. Sifat mekanik pada film F1, F2, F3, dan F4 secara berturut-turut yaitu 309,42; 374,77; 499,83; 239,99 N/cm2. Persen kumulatif pelepasan verapamil HCl dalam film F1, F2, F3, dan F4 pada jam ke dua secara berturut-turut 94,04 %; 90,04 %; 78,28 % ; 96,34%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat pH larutan natrium sitrat maka akan meningkatkan derajat sambung silang kitosan sitrat. Hal tersebut menyebabkan peningkatan sifat mekanik film dan penurunan persen kumulatif pelepasan verapamil dari film.

Kata Kunci : Kitosan, natrium sitrat, kitosan sambung silang sitrat, eksipien, film,


(7)

Name : Rizka Nurbaiti

Major : Pharmacy

Judul Penelitian : Preparation and Characterization of Crosslinked Chitosan Citrate as Excipient in Film Containing Verapamile Hidrochloride.

Chitosan has amino groups that can reacted ionically with anion molecules by crosslinking. Crosslinker that used of this research is sodium citrate. The objectives of this research were to study preparation and charactererzation of excipient croslinked chitosan citrate in film containing verapamile hidrochloride. Excipient croslinked chitosan citrate were formulated in three formulas termed F1, F2, and F3 with varying pH of sodium citrate solution including pH 4; 5; and 7. The resulting excipient were charaterized including turbidimetry, physical appearance, degree of acidity (pH), degree of subtitution, and functional group analysis. Film were prepared by excipient crosslinked chitosan citrate pH 4; 5; 7 and chitosan as comparative film were termed F1, F2, F3, and F4, respectively. The resulting film were characterized, including organoleptic of film, measurement of film thickness, uniformity of weight, degree of swelling, content uniformity of verapamile HCl in film, folding endurance, mecanical properties, and release profile of verapamile HCl from film. The result of turbidimetry and degree of substitution showed that the most crosslinking between chitosan and citrate was F3. Mechanical properties of film F1, F2, F3, and F4 respectively were 309.42; 374.77; 499.83; 239.99 N/cm2.

Cumulative release of verapamil HCl form F1, F2, F3, dan F4 film at secound hours respectively were 94.04 %; 90.04 %; 78.28%; 96.34 %. Based on the result can be concluded that increased of pH solution sodium citrate induces increase in degree of crosslinked chitosan-citrate. It influence increase in mechanical properties and decrease in cumulative release of verapamile HCl in film.

Keywords : Chitosan, sodium citrate, crosslinked citosan citrate, excipient, film, verapamile hidrochloride, and ionically crosslinked.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang Kitosan-Sitrat sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang mengandung Verapamil Hidroklorida” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan Dra. Herdini, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, pemikiran, tenaga, saran, dan dukungan selama penelitian berlangsung.

2. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan.

4. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan berlangsung.

5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.

6. Kedua orang tua, ayah tersayang Paruhuman Lubis dan ibunda tercinta Nirwana yang selalu memberikan kasih sayang, doa yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materil.


(9)

7. Kakak dan adikku tersayang Siti Aisyah, Dessy Dini Yanti dan Firdiyanti Nidya yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan setiap waktu sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

8. Wa fitri, tante linda, wa mala yang telah memberikan dukungan, nasehat dan doa yang telah diberikan selama perkuliahan hingga penelitian.

9. Kakak-kakak laboran FKIK, kak Rahmadi, kak Eris, kak Ani s , ka Lilis, Mba Rani, k a k l i s n a , kak Tiwi, dan kak Liken atas dukungan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian.

10.Ichsana Eskha Widya atas kerja sama, bantuan dan semangat yang telah diberikan selama penelitian ini.

11.Ageng, Nova, Shela, Herlin, Evi, Lela, Nurul dan teman-teman “Tableters” yang telah banyak memberi semangat , batuan dan kebersamaannya

12.Kak delvina dan kak dwiki yang telah memberikan bantuan, arahan dan dukungannya.

13.Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2011 atas kebersamaan dan dukungannya.

14. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungannya. 15.Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini.

Ciputat, 3 Juli 2015 Penulis


(10)

(11)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Kitosan ... 5

2.2. Natrium Sitrat ... 12

2.3. Verapamil Hidroklorida ... 13

2.4. Asam Asetat ... 14

2.5. Gliserin ... 14

3. METODE PENELITIAN ... 16

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian... 16

3.2. Bahan ... 16

3.3. Peralatan ... 16

3.4. Cara Kerja ... 17

3.4.1. Penelitian Pendahuluan ... 17

3.4.1.1. Optimasi Konsentrasi Larutan Natrium Sitrat... 17

3.4.1.2. Uji Turbidimetri ... 17

3.4.1.3. Uji Kelarutan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 17

3.4.2. Pembuatan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 18

3.4.3. Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 18

3.4.3.1. Uji Turbidimetri ... 18

3.4.3.2. Uji Penampilan Fisik ... 18


(12)

xii

3.4.3.5. Analisis Gugus Fungsi ... 20

3.4.4. Pembuatan Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 20

3.4.5. Karakterisasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 21

3.4.5.1. Viskositas ... 21

3.4.5.2. Organoleptis Film ... 21

3.4.5.3. Uji Ketebalan Film ... 21

3.4.5.4. Uji Keragaman Bobot ... 21

3.4.5.5. Uji Daya Mengembang ... 22

3.4.5.6. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Verapamil ... 22

3.4.5.7. Pembuatan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl ... 22

3.4.5.8. Keseragaman Kandungan Verapamil Dalam Film ... 22

3.4.5.9. Penetapan Kadar Verapamil Dalam Film ... 23

3.4.5.10. Uji Ketahanan Pelipatan Film ... 24

3.4.6.11. Sifat Mekanik Film ... 24

3.4.6.12. Uji Pelepasan Obat Secara In Vitro ... 24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Uji Pendahuluan ... 26

4.2. Preparasi Eksipien Sambung Silang Kitosan sitrat... 28

4.3. Karakterisasi Eksipien sambung silang kitosan sitrat ... 28

4.3.1. Uji Turbidimetri ... 28

4.4.2. Uji penampilan Fisik ... 29

4.4.3. Penentuan Derajat Keasaman ... 30

4.4.4. Derajat Substitusi ... 30

4.4.5. Analisis Gugus Fungsi ... 31

4.4. Preparasi Film ... 33

4.5. Karakterisasi Film sambung silang kitosan sitrat ... 33

4.5.1. Viskositas ... 33

4.5.2. Organoleptis Film ... 34

4.5.3. Uji Ketebalan Film ... 36

4.5.4. Uji Keragaman Bobot Film ... 36

4.5.4. Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl ... 37

4.5.5. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl ... 38

4.5.6. Penetapan Kadar Verapamil HCl ... 40

4.5.7. Sifat mekanik Film ... 41

4.5.8. Daya Mengembang Film ... 43

4.5.9. Pelepasan Verapamil HCl Secara In Vitro ... 45

5. Kesimpulan ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(13)

xiii

Tabel 3.4. Formula Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 18

Tabel 3.4. Formula Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 21

Tabel 4.1. Karakteristik Cairan Pembentuk Eksipien dan Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat dengan Variasi Konsentrasi ... 26

Tabel 4.3. Uji Turbidimetri Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 29

Tabel 4.3. Uji Derajat Keasaman Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 30

Tabel 4.3. Uji Derajat Substitusi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 30

Tabel 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan ... 32

Tabel 4.5. Viskositas Cairan Pembentuk Film dari Keempat Formula Film ... 33

Tabel 4.5. Ketebalan Film Keempat Formula Film ... 36

Tabel 4.5. Keragaman Bobot Keempat Formula Film ... 36

Tabel 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl ... 37

Tabel 4.5. Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 ... 38

Tabel 4.5. Hasil Optimasi Waktu Ektraksi Verapamil Hcl dalam Film ... 39

Tabel 4.5. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl di dalam Satu Cetakan Film.. 40

Tabel 4.5. Penetapan Kadar dan Persentase Kadar Verpamil HCl dalam Film ... 40

Tabel 4.5. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan pada saat Putus Film ... 41

Tabel 4.5. Uji Daya Mengembang Film ... 43

Tabel 4.5. Pelepasan Kumulatif Verapamil HCl dari Keempat Formula ... 45

Tabel 4.5. Model Kinetika Pelepasan Keempat Formula Film Verapamil HCl ... 46


(14)

xiv

Gambar.2.1. Stuktur Kimia Kitosan ... 5

Gambar.2.1. Stuktur Hidrogel Kitosan ... 7

Gambar.2.1. Stuktur Kimia Sambung Silang Kitosan-Sitrat ... 10

Gambar.2.2. Stuktur Kimia Natrium Sitrat ... 12

Gambar.2.2. Diagram Kesetimbangan Asam Sitrat Diantara pH 1,5 – pH 8 ... 13

Gambar.2.3. Struktur Verapamil Hidroklorida ... 13

Gambar.2.4. Stuktur Kimia Asam Asetat ... 14

Gambar.2.5. Stuktur Kimia Gliserin ... 14

Gambar.3.4. Contoh Potongan Film Untuk Uji Sifat Mekanik ... 24

Gambar 4.1. Cairan Pembentuk Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat 1%; 1,5% ; dan 2% serta Kitosan Pembanding ... 26

Gambar 4.3. Penampilan Fisik Kitosan dan Sambung Silang Kitosan Sitrat ... 29

Gambar 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan ... 31

Gambar 4.5. Pengamatan Visual Keempat Formula Film ... 34

Gambar 4.5. Penampang Membujur Keempat Formula Film ... 35

Gambar 4.5. Penampang Melintang Keempat Formula Film ... 35

Gambar 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verpamil HCl ... 37

Gambar 4.5. Kurva Kalibrasi Verpamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 ... 38

Gambar 4.5. Kekutan Tarik dan Perpanjangan Putus Film ... 42

Gambar 4.5. Daya Mengembang Film Keempat Formula ... 44

Gambar 4.5. Profil Pelepasan Verapamil HCl pada Keempat Formula Film dalam Medium Dapar Fosfat pH 6,8 ... 46


(15)

xv

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 53

Lampiran 2. Alat-alat yang Digunakan ... 54

Lampiran 3. Preparasi Larutan Asam Asetat ... 54

Lampiran 4. Preparasi Larutan Kitosan 2% ... 55

Lampiran 5. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1%; 1,5% dan 2% ... 55

Lampiran 6. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1,5 % dengan pH 4; 5; dan 7 ... 55

Lampiran 7. Preparasi Larutan Kalium Dihidrogen Fosfat 0,2 N ... 55

Lampiran 8. Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N ... 55

Lampiran 9. Preparasi Larutan Dapar Fosfat pH 6,8 ... 55

Lampiran 10. Pembuatan Larutan NaOH 1N ... 56

Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Larutan HCl 1 N ... 56

Lampiran 12. Perhitungan Kadar Verapamil HCl dalam Preparasi Film ... 56

Lampiran 13. Spektrum FTIR Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat ... 57

Lampiran 13. Uji Derajat Substitusi ... 59

Lampiran 14. Cairan Pembentuk Film ... 60

Lampiran 16. Penetapan Derajat Keasaman Eksipien Sambung ... 60

Lampiran 17. Uji Daya Mengembang Film ... 61

Lampiran 18. Uji Ketahanan Pelipatan Film ... 61

Lampiran 19. Tabel Derajat Keasaman Eksipien ... 61

Lampiran 20. Data Kestabilan Bobot ... 61

Lampiran 21. Uji Sifat Mekanik Keempat Formula Film ... 62

Lampiran 22. Analisis Statistik Kekuatan Tarik Film ... 63

Lampiran 23. Uji Keragaman Bobot Film ... 64

Lampiran 24. Uji Ketebalan Film Keempat Formula... 64


(16)

xvi

Lampiran 27. Optimasi Waktu Ekstraksi ... 69

Lampiran 30. Persen Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl Dalam Medium Dapar Fosfat 6,8 ... 69

Lampiran 31. Kuva Kinetika Pelepasan Verapamil HCl ... 70

Lampiran 32. Analisa Statistik Kinetika Pelepasan Verapamil HCl dari Keempat Formula Film ... 72

Lampiran 33. Perhitungan Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl dalam Film Satu Cetakan ... 76

Lampiran 33. Perhitungan Persen Kadar Verapamil HCl pada Uji Keseragaman Kandungan ... 76

Lampiran 35. Perhitungan % Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl dari Film ... 77

Lampiran 36. Perhitungan Parameter Kinetika Pelepasan ... 78

Lampiran 37. Sertifikat Analisis Kitosan ... 79

Lampiran 38. Sertifikat Analisis Verapamil Hidroklorida ... 80


(17)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kitosan merupakan polimer karbohidrat alami modifikasi yang diperoleh dari parsial N-deasetilasi kitin. Kitin merupakan polisakarida kedua yang paling melimpah di alam setelah selulosa. Sumber alam yang menghasilkan polimer ini adalah cangkang krustasea seperti kepiting, udang dan lobster, dan juga ditemukan di beberapa mikroorganisme, ragi dan jamur (Sailaja et al., 2010). Kitosan memiliki sifat nontoksik, biokompatibel, dan biodegradabel sehingga kitosan banyak digunakan sebagai eksipien dalam sediaan farmasi dan kosmetik (Rowe, Sheskey et al., 2006). Selain itu kitosan juga memiliki sifat bioadhesi yang baik dan dapat meningkatkan permeasi obat melalui ikatannya dengan permukaan jaringan biologi (Chinta, durga praveena

et al., 2013). Oleh karena karakteristik yang dimiliki kitosan tersebut ia dapat

dijadikan sebagai polimer pembentuk film yang baik.

Parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan adalah berat molekul dan derajat deasetilasi (Varshosaz, Jaleh dan Reza Alinagari, 2005). Selain itu kitosan dapat dilakukan modifikasi akibat adanya sejumlah gugus amino yang membuat kitosan dapat bereaksi secara ionik dengan senyawa anion, modifikasi tersebut dapat menghasilkan perubahan sifat fisikokimia dari kitosan (Rowe, Sheskey dan owen, 2009). Metode modifikasi yang dapat dilakukan, yaitu melalui sambung silang secara kovalen dan interaksi ionik. Pada proses sambung silang secara kovalen dibutuhkan suatu senyawa agen penyambung silang seperti dialdehid misalnya glutaraldehid dan glioksal. Namun kebanyakan agen sambung silang yang digunakan untuk sambung silang secara kovalen bersifat toksik. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan metode penyiapan hidrogel dengan sambung silang secara ionik yang bersifat reversibel. Proses sambung silang secara ionik menggunakan senyawa agen


(18)

sambung silang seperti sitrat dan tripolifosfat. Pelepasan obat pada film sambung silang kitosan dipengaruhi oleh kerapatan sambung silang yang dimilikinya (Berger et al., 2004). Sehingga pelepasan obat dapat dikontrol dengan mengatur kerapatan sambung silang dari hidrogel kitosan tersebut dan membuatnya dapat dijadikan sebagai eksipien pada sistem penghantaran obat.

Penggunaan suatu ekspien dalam sediaan farmasi didasarkan pada karakteristik eksipien tersebut. Penelitian mengenai preparasi dan karakterisasi tripolifosfat telah dilakukan. Modifikasi kitosan-tripolifosfat menyebabkan peningkatan nilai kekuatan perenggangan, persentase elongasi, dan fleksibilitas film (Nur, iftah, 2011). Selain modifikasi kitosan dengan tripolifosfat, sambung silang kitosan secara ionik juga dapat dilakukan dengan menggunakan agen sambung silang natrium sitrat. Pembuatan film sambung silang kitosan-sitrat sudah pernah dilakukan. Film sambung silang kitosan-sitrat dilakukan dengan metode perendaman film kitosan ke dalam larutan sitrat (Shu,X.Z et al., 2001). Film sambung silang kitosan-sitrat menunjukan bahwa adanya hubungan antara pH larutan natrium sitrat dengan kemampuan mengembang dan sifat pelepasan obat (Shu,X.Z et al., 2001). Film sambung silang kitosan dengan natrium sitrat juga telah dibuat sebagai sistem penghantaran obat moksifloksasin. Film sambung silang kitosan-sitrat dibuat menggunakan metode perendaman yaitu film kitosan yang terbuat dari larutan kitosan 4% dalam asam asetat 4% direndam dengan larutan natrium sitrat 4% dengan pH 5 menghasilkan kekuatan perenggangan film dan ketahanan pelipatan film yang baik, dan juga menghasilkan sifat fisikokimia yang baik (Chinta, durga praveena et al., 2013).

Pada penelitian ini akan dilakukan preparasi dan karakterisasi sambung silang kitosan-sitrat sebagai eksipien dalam sediaan film. Derajat sambung silang kitosan-sitrat dipengaruhi oleh pH larutan natrium sitrat. Selain itu pH larutan natrium sitrat berpengaruh terhadap kemampuan mengembang dan sifat pelepasan obat pada film sambung silang kitosan-sitrat (Shu,X.Z et al., 2001). Berdasarkan hal tersebut maka preparasi


(19)

sambung silang kitosan-sitrat pada penelitian ini dilakukan pada tiga nilai pKa natrium sitrat yaitu 4; 5; dan 7. Zat aktif yang digunakan pada sediaan film ini adalah verapamil HCl. Verapamil HCl diabsorpsi 90% dari saluran gastrointestinal, tetapi mengalami metabolisme lintas pertama di hati sehingga bioavailbilitasnya hanya sekitar 20% (Martindale, 2009). Oleh karena itu, verapamil HCl sesuai untuk dijadikan sebagai zat aktif pada sediaan film.

Eksipien sambung silang kitosan-sitrat yang dihasilkan akan dikarakterisasi yang meliputi uji turbidimetri, FTIR (fourier transform infrared), uji organoleptis, derajat substitusi, dan derajat keasaman (pH). Film sambung silang kitosan-sitrat dilakukan karakterisasi yang meliputi uji viskositas, pengukuran ketebalan film, keragaman bobot, uji kemampuan daya mengembang, penetapan kadar obat, uji ketahanan pelipatan, uji kekuatan perenggangan film, dan uji pelepasan obat secara in vitro.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana preparasi eksipien sambung silang kitosan-sitrat ? 2. Bagaimana preparasi film sambung silang kitosan-sitrat ?

3. Bagaimana pengaruh pH larutan natrium sitrat terhadap karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mempelajari preparasi eksipien sambung silang kitosan-sitrat. 2. Mempelajari preparasi film sambung silang kitosan-sitrat.

3. Mempelajari pengaruh pH larutan natrium sitrat terhadap karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat yang dihasilkan.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang preparasi eksipien sambung silang kitosan-sitrat sebagai polimer pembentuk film.

2. Memberikan informasi mengenai karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat.

3. Memberikan informasi tentang pengaruh perbedaan pH sitrat terhadap karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat.


(21)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

2.1.1. Sifat Fisikokimia Kitosan

Kitosan merupakan polisakarida linear yang dihasilkan dari deasetilasi senyawa kitin yang terkandung dalam cangkang suku crustaceae

seperti udang, lobster, kepiting dan sebagainya (Sakkinen, 2003).

(Sumber: Pierog, Milena, Magdalena Gierszewska-Drzynska et al., 2009)

Gambar 2.1. Struktur Kimia Kitosan

Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Kitosan merupakan kopolimer dari β-(1→4)–linked-2-acetamido-2-deoxy-β-D-glucopyranose dan 2-amino-2-deoxy- β-D-glucopyranose (Pierog, Milena et al, 2009). Kitosan bersifat nontoksik dan biodegradabel. Kitosan sendiri tidak larut dalam air pada pH netral, sehingga aplikasi kitosan terbatas (Sashiwa, H., 2002). Polimer kitosan memiliki bobot molekul bervariasi dari 10000-1000000 (Rowe, Sheskey et al., 2006).

Kitosan memiliki derajat deasetilasi antara 40-98% (Illum, 1998). Derajat deasetilasi adalah persentasi gugus asetilasi yang berhasil dihilangkan selama proses deasetilasi kitin. Derajat deasetilasi berperan penting dalam proses penyerapan. Penambahan nilai derajat deasetilasi menyebabkan bertambahnya jumlah gugus amina bebas. Berat molekul kitosan dan derajat deasetilasi juga dapat mempengaruhi kelarutan kitosan dalam suasana asam dan membawa pengaruh pada proses penyerapan (Roberts, 1992).


(22)

Kitosan dengan derajat deasetilasi 40% larut sampai pH 9, sedangkan kitosan dengan derjat deasetilasi sekitar 85% larut hanya sampai pH 6,5. Kitosan tidak larut pada pH netral dan alkali. Sifat fungsional kitosan yang cukup besar peranannya sebagai eksipien dalam sediaan farmasi adalah profil viskositasnya. Viskositas kitosan meningkat dengan peningkatan konsentrasi kitosan dan penurunan temperatur. Viskositas juga meningkat dengan peningkatan derajat deasetilasi (Sakkinen, 2003).

Kitosan merupakan poliamin dengan densitas muatan tinggi pada pH <6,5, sehingga menempel pada permukaan yang bermuatan negatif dan mengkelat ion logam. Sifat kitosan berhubungan pada polielektrolitnya dan sifat karbohidrat polimer. Adanya sejumlah gugus amino membuat kitosan dapat beraksi secara kimia dengan senyawa anion, yang mana menghasilkan perubahan sifat fisikokimia dari kombinasi tersebut. Hampir semua sifat fungsional kitosan bergantung pada panjang rantai, muatan densitas, dan distribusi muatan (Rowe, Sheskey dan owen, 2009).

Ketika kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat, gugus amino dari kitosan menjadi terprotonasi dan terhubung dengan sejumlah ion dari asetat (Soheyla Honary*, Behnam Hoseinzadeh and Payman Shalchian, 2010).

2.1.2. Modifikasi kitosan

Modifikasi hidrogel kitosan diklasifikasikan menjadi hidrogel kimia dan fisika. Hidrogel kimia terbentuk oleh ikatan kovalen ireversibel. Ikatan kovalen irreversibel membentuk hidrogel sambung silang kitosan secara kovalen. Hidrogel fisika atau hidrogel sambung-silang ionik dibentuk oleh ikatan reversibel. Hidrogel sambung-silang ionik memiliki interaksi ionik (Berger et al, 2004).

Interaksi yang terbentuk ikatan kovalen atau ikatan ionik tergantung pada sifat alami penaut silangnya (Berger et al., 2004).


(23)

2.1.2.1. Kitosan Sambung Silang Secara Kovalen

Hidrogel yang didasarkan pada kitosan sambung silang kovalen dapat dibagi dalam tiga berdasarkan strukturnya: sambung silang kitosan-kitosan, hybrid polymer network (HPN), semi- or full-interpenetrating

polymer networks (IPN) (Berger et al., 2004).

(Sumber: Berger et al, 2004)

Gambar. 2.1. Stuktur Hidrogel Kitosan yang terbentuk oleh (a) sambung silang kitosan-kitosan; (b) hybrid polymer network (HPN),

(c) semi or full-interpenetrating polymer networks (IPN)

dan (d) sambung silang kitosan ionik.

Ikatan sambung silang kitosan-kitosan terjadi antara dua unit struktural pada rantai polimer kitosan yang sama. Sedangkan pada HPN, reaksi penaut silang terjadi antara satu unit dari struktur rantai kitosan dan unit lain dari struktur polimer tambahan berbeda dengan HPN, semi-IPN atau IPN penuh jika ditambahkan polimer lain yang tidak bereaksi dengan larutan kitosan sebelum terjadi ikatan sambung silang. Agen sambung silang yang dapat membentuk ikatan kovalen yaitu suatu senyawa dengan berat molekul rendah, minimal memiliki dua gugus fungsi reaktif sehingga

dapat terbentuk suatu “jembatan” yang menghubungkan antar rantai

polimer (Berger et al., 2004).

Pembuatan hidrogel terdiri dari penaut silang kitosan kovalen dan pelarut penaut silang. Komponen lain yang dapat ditambahkan yaitu polimer tambahan untuk membentuk HPN atau IPN (Berger et al., 2004).


(24)

Sambung silang kovalen terbentuk dari jaringan permanen yang menyebabkan difusi bebas dari air dan meningkatkan sifat mekanis dari gel. Agen penaut silang yang paling umum digunakan pada kitosan adalah golongan seperti glioksal dan glutaraldehid. Pada reaksi taut silang kovalen tersebut, gugus aldehid dari penaut silang beraksi dengan gugus amin dari kitosan membentuk ikatan imin kovalen. Namun, penggunaan agen taut silang tersebut dapat menginduksi sifat toksik dimana glutaraldehid memiliki sifat neurotoksik dan glioksal memiliki sifat mutagenik (Berger et al., 2004).

2.1.2.2. Kitosan Sambung Silang Ionik

Agen sambung silang kovalen umumnya bersifat toksik, untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan agen sambung silang ionik yang bersifat reversibel. Kitosan merupakan polimer polikationik. Sifat tersebut menyebabkan dapat terjadinya interaksi dengan komponen bermuatan negatif (anionik). Interaksi ionik terjadi antara muatan negatif dari agen penaut silang dengan muatan positif dari kitosan. Dalam proses pembuatannya, agen penaut silang yang umum digunakan adalah golongan senyawa fosfat, seperti natrium tripolifosfat. Metode sambung silang ionik merupakan prosedur yang sederhana dan mudah. Modifikasi sambung silang dapat menghasilkan eksipien dengan daya mengembang pada medium pH asam maupun pH basa. Selain itu, adanya sambung silang ionik memungkinkan kitosan termodifikasi dibentuk menjadi berbagai sistem penghantaran obat, seperti mikropartikel dan nanopartikel (Berger et al., 2004).

Reaksi sambung silang dipengaruhi oleh ukuran agen sambung silang dan muatan dari kitosan dan agen sambung silang. Muatan densisitas molekul ionik dipengaruhi oleh nilai pKa dan pada pH dari larutan selama reaksi. Kitosan memiliki pKa 6,5. Muatan densisitas kitosan dan agen sambung silang harus cukup tinggi agar dapat berinteraksi dan membentuk hidrogel. Hal tersebut berarti bahwa pH selama reaksi sambung silang harus berada pada interval pKa kitosan dan agen sambung silang. Ini harus dicatat


(25)

bahwa jika pH terlalu tinggi, muatan positif dari kitosan akan ternetralisasi dan sistem ini tidak menjadi sambung silang secara ionik tetapi mengalami koaservasi-inversi, karena kitosan mengendap. Untuk menghidari pengendapan kitosan, pH larutan tidak boleh lebih tinggi dari pH 6. Agen sambung silang yang memiliki muatan densistas yang tinggi seperti tripolifosfat, untuk dapat memberikan pH-dependent swelling, proses sambung silang harus dibuat secara tidak sempurna. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperpendek durasi sambung silang dan menurunkan konsentrasi agen sambung silang. Selain itu untuk mendapatkan jaringan yang optimal, yang secara mekanik stabil tetapi dengan daya mengembang dan pelepasan obat yang tinggi, yaitu dengan menggunakan kombinasi sambung silang seperti sitrat dan tripolifosfat (Berger, J., M. Reist, J.M. Mayer, O. Fel et al., 2004).

Sambung silang ionik dapat dilakukan dengan metode klasik yaitu dengan menambahkan agen taut silang ke dalam larutan kitosan. Kitosan juga dapat disambung silang dengan menambahkan larutan kitosan melalui

syringe ke dalam larutan agen taut silang (Berger, J., M. Reist, J.M. Mayer,

O. Fel et al., 2004).

2.1.3. Film Kitosan

Sifat film kitosan bergantung pada morfologinya yang dipengaruhi oleh sistem pelarut, berat molekul, derajat N-asetilasi, penguapan pelarut, dan mekanisme regenerasi amin bebas. Polimorfisme kitosan bergantung pada kondisi preparasi dan memainkan peranan penting dalam sifat tensile

strength yang dihasilkan (Rathke & Hudson, 1994).

Film kitosan dari 10% larutan asam asetat yang dikeringkan pada 125oC menunjukkan bahwa kisi-kisi dalam film meningkat dengan meningkatnya derajat N-asetilasi. Hal ini menyebabkan penurunan ikatan antar rantai (Rathke & Hudson, 1994).

Sifat mekanik film kitosan yaitu kekuatan tarik, dapat ditingkatkan dengan menambahkan penyambung silang untuk membentuk ikatan silang antarpolimer kitosan. Kekuatan tarik film kitosan sambung silang meningkat


(26)

baik dalam keadaan kering maupun basah tanpa mengurangi sifat elongasi secara signifikan (Rathke & Hudson, 1994).

Larutan polimer membentuk film melalui beberapa tahap. Ketika larutan polimer dicetak pada suatu cetakan, gaya kohesi membentuk ikatan diantara molekul polimer. Ketika kekuatan gaya kohesi dari molekul polimer tinggi, selanjutnya permukaan dari polimer mengalami koalesen. Koalesen dari molekul polimer yang berdekatan membentuk lapisan melalui difusi. Pada saat evaporasi pelarut, terjadi peningkatan gelasi dan rantai polimer menjadi mendekat satu sama lain. Ketika terdapat gaya tarik kohesi yang cukup di antara molekul molekulnya, dan penguapan air yang sempurna, ikatan polimer bergabung satu sama lain untuk membentuk film. Selama proses pembentukkan film, penyusutan dari film akibat penguapan air atau pengeringan yang cepat sering menyebabkan film patah atau keriting (Nadarajah, Kandasamy, 2005).

Film kitosan juga telah dibuat dengan sambung silang kimia melalui interaksi elektrostatik antara multivalent fosfat dan kitosan (Soheyla Honary*, Behnam Hoseinzadeh and Payman Shalchian, 2010).

2.1.4. Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat

(Sumber: Pierog, Drzynska, dan Czubenko, 2009)


(27)

Sitrat merupakan anion dengan tiga gugus karboksilat dan kitosan merupakan polibasa dengan kation. Muatan densisitas sitrat dan kitosan dapat dikontrol oleh pH larutan (Soheyla Honary*, Behnam Hoseinzadeh and Payman Shalchian, 2010).

Reaksi turbidimetri menunjukan adanya interaksi ionik antara natrium sitrat dan kitosan pada pH natrium sitrat ph 4,3 - 7,6 dimana interaksi tersebut bergantung pada pH natrium sitrat (Shu, X.Z et al., 2001). Natrium sitrat pH rendah (kurang dari 4,1) ionisasi gugus karboksil ditekan (biasanya kurang dari 0,3%) dengan kata lain sitrat hanya memiliki kurang dari satu muatan negatif. Asam sitrat pada pH 1-4, muatan densisitas sitrat rendah, dan pada pH lebih dari 4,3 turbiditasnya mulai meningkat dan larutan mulai berpisah menjadi dua fase (Shu, X.Z et al., 2001).

Ionisasi gugus amin menurun pada pada pH larutan lebih dari 6. Pada pH larutan lebih 7,5 ionisasi gugus amin kurang dari 10 %. Kitosan pada pH lebih dari 6,3 memiliki penurunan muatan densisitas. Turbiditas paling rendah pada pH 7,6 dan turbiditas meningkat pada pH >7,6 yang menyebabkan kelarutan kitosan menurun pada daerah pH tersebut (Shu,X.Z

et al., 2001).

Derajat ionisasi sitrat dan kitosan dikotrol oleh pH larutan. Pada pH 5,5 dan 6,5 menunjukkan penurunan rasio daya mengembang yaitu 2,45 - 2,5, hal ini berhubungan dengan penarikan elektrostatik antara sitrat dan kitosan. Penurunan pH melemahkan ikatan garam dan memfasilitasi waktu mengembang (pH 4,5 memiliki rasio daya mengembang sebesar 2,83). Pada pH medium kurang dari 4.5 dapat meningkatkan swelling film kitosan-sitrat. Pada pH lebih dari 6,5 mengakibatkan pelemahan ikatan garam dan menghasilkan rasio swelling lebih besar yaitu 2,95 pada pH 7,4. Pada pH 8,5 dan 9,5 menyebabkan penurunan rasio daya mengembang yaitu 2,58 & 2,46 (Shu,X.Z et al., 2000).

Sambung silang kitosan-sitrat digunakan dalam formulasi film moksifloksasin untuk pengobatan perindontis. Film sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan metode perendaman. Pada penelitian tersebut menunjukan variasi konsentrasi (3-5%), pH dan waktu perendaman natrium


(28)

sitrat (1-4 jam) dapat mempengaruhi morfologi permukaan film kitosan-sitrat. Film kitosan-sitrat dengan variasi konsentrasi natrium sitrat dan durasi perendaman menghasilkan film dengan keuatan tarik 20,16 hingga 28,7 kg/cm2. Nilai ketahanan pelipatan dengan varisi konsentrasi tersebut yaitu

295-300. Hal ini menunjukkan formulasi film sambung silang kitosan-sitrat dapat diaplikasikan sebagai film untuk mengobati periodontitis (Chinta, durga praveena et al., 2013).

2.2 . Natrium Sitrat

(Sumber: Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006)

Gambar 2.2. Struktur Kimia Natrium Sitrat

Natrium sitrat memiliki rumus molekul C6H5Na3O7.2H2O dan berat

molekul 294,10. Natrium sitrat memiliki pH 7-9 (5% b/v air) (Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006).

Natrium sitrat larut 1 bagian dalam 1,5 bagian air, 1 bagian dalam 0,6 air mendidih dan praktis tidak larut dalam etanol (95%) (Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006).

Natrium sitrat merupakan suatu agen sambung silang anion dengan mekanisme interaksi elektrostatik antara kitosan dengan natrium sitrat (Shu, Zhu dan Song, 2000). Asam sitrat memiliki tiga nilai pKa yaitu 3,14; 4,77; dan 6,39 (Doores S., 2005). Muatan negatif pada molekul asam sitrat meningkat dengan peningkatan pH akibat deprotonasi dari gugus asam karboksilat.


(29)

(Sumber: Billo, E. J, 2001)

Gambar 2.2. Diagram Kesetimbangan Asam Sitrat Diantara pH 1.5 – pH 8

2.3. Verapamil Hidroklorida

(Sumber : Brithis Pharmacopeia, 2009)

Gambar 2.3. Struktur Kimia Verapamil Hidroklorida

Verapamil hidroklorida memiliki rumus molekul C27H38N2O4HCl

dan berat molekul 491,107. Verapamil hidroklorida larut dalam air; mudah larut dalam kloroform; agak sukar larut dalam etanol; praktis tidak larut dalan eter. Verapamil hidroklorida berbentuk serbuk hablur berwarna putih atau hampir putih, praktis tidak berbau dan memiliki rasa pahit (Departemen Kesehatan RI, 1995). Panjang gelombang maksimum verapamil hidroklorida 278 nm (USP 30 th-NF 25, 2007).

Verapamil hidroklorida merupakan turunan papaverin, menyekat kanal Ca2+ di membran otot polos dan otot jantung (Departemen

Farmakologi FK UI, 2007). Verapamil diabsorpsi 90% dari saluran gastrointestinal, tetapi verapamil mengalami metabolisme lintas pertama di hati dan bioavailbilitas verapamil hanya sekitar 20% (Martinale, 2009). Verapamil memiliki kinetika eliminasi dua atau tiga fase dan telah


(30)

dilaporkan memiliki waktu paruh plasma dua sampai delapan jam setelah dosis oral tunggal atau intravena.

2.4. Asam Asetat

(Sumber: Rowe, Sheskey dan Owen, 2006)

Gambar 2.4. Struktur Kimia Asam Asetat

Asam asetat memiliki rumus empiris C2H4O2 dan berat molekul

60,05. Asam asetat glasial berupa massa kristalin atau larutan yang mudah menguap dan tidak berwarna dengan bau tajam (Rowe et al., 2009).

Larutan asam asetat 1 M memiliki pH 2,4; larutan asam asetat 0,1 M memiliki 2,9; dan larutan asam asetat 0,01 M memiliki pH 3,4. Konstanta disosiasi (pKa) asam asetat adalah 4,76. Kelarutan asam asetat yaitu dapat bercampur dengan etanol, eter, gliserin, air, dan minyak yang mudah menguap (Rowe et al., 2009).

Stabilitas dan kondisi penyimpanan asam asetat yaitu disimpan pada wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering (Rowe et al., 2009).

2.5. Gliserin

(Sumber: Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006)

Gambar 2.6 . Struktur Kimia Gliserin

Gliserin memiliki rumus empiris C3H8O3dan berat molekul 92,09.

Gliserin berbentuk cairan jernih kental yang tidak berwarna, tidak berbau, memiliki rasa manis dan bersifat higroskopis (Rowe et al., 2009).


(31)

Gliserin digunakan pada sediaan farmasi sebagai humektan, emolien, kosolven, dan pelarut pada sediaan cair dan setengah padat. Selain itu gliserin pada sediaan kapsul gelatin lunak digunakan sebagai zat pemberi sifat plastis (plasticizer) (Rowe et al., 2009).

Film dari polimer saja cenderung rapuh dan sering retak pada saat pengeringan. Penambahan agen pemberi sifat plastis (plasticizer) pada cairan pembentuk film dapat mengurangi permasalahan tersebut. Ketika

plasticizer ditambahkan, rigiditas molekular dari polimer berkurang akibat

pengurangan kekuatan rantai intermolekular polimer. Molekul plastisizer

menempatkan dirinya diantara rantai polimer, kemudian memecahkan interaksi polimer-polimer tersebut. Plasticizer meningkatkan fleksibilitas dan mengurangi kerapuhan dari film (Nadarajah, Kandasamy, 2005).


(32)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Formulasi Sediaan Padat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Penelitian I FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Farmakologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Kimia Obat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Riset UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan P3TIR BATAN Pasar Jum’at. Penelitian dilaksanakan pada Januari 2015.

3.2. Bahan

Kitosan (PT. Biotech Surindo, Indonesia; berat molekul sedang; derajat deasetilasi 86,51%), trisodium sitrat dihidrat (Merck, Jerman), verapamil hidroklorida (Kimia Farma, Indonesia), asam asetat glasial (Merck, Jerman), asam klorida, natrium hidroksida (PT. Brataco), kalium hidrogen fosfat (PT. Brataco), kalium biftalat, indikator fenolftalein LP, indikator metil merah, natrium karbonat anhidrat dan aqua destilata.

3.3 Alat

Oven (Eyela NDO-400, Jepang), pH meter (Horiba F-52), lumpang dan alu, desikator, pengaduk magnetik (SRS 710H Adventec, Jepang), stand up stirrer (IKA RW 20 Digital), mikroskop optik (Olympus IX 71, Jepang), mikrometer digital (Mitutoyo, Jepang), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-290), Fourier Transform

Infrared (Shimadzu), viskotester HAAKE 6R, alat potong dumb bell (Saitama dengan

standar ASTM –D 1822-1, Jepang), tensile tester Storograph R1 (Toyoseiki, Jepang), seperangkat alat disolusi (Erweka DT626HH), timbangan analitik (AND GH-120), buret dan statis, mikropipet (Bio Rad), saringan membran 0,45 µm, spuit dan alat-alat gelas.


(33)

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Penelitian Pendahuluan

3.4.1.1. Optimasi Konsentrasi Natrium Sitrat

Sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan tiga variasi konsentrasi larutan natrium sitrat yaitu 1%; 1,5% dan 2% dengan pH 5. Larutan natrium sitrat dengan berbagai konsentrasi tersebut ditambahkan tetes demi tetes ke dalam larutan kitosan 2% sambil diaduk menggunakan

stand up stirrer dengan kecepatan 1300 rpm. Penambahan larutan natrium

sitrat ke dalam larutan kitosan dengan perbandingan 1:5 v/v (larutan natrium sitrat : larutan kitosan) (Nur, ifthah, 2011 dengan modifikasi). Amati penampilan cairan pembentuk eksipien dan diuji turbidimetri. Kemudian cairan pembentuk eksipien tersebut dikeringkan dengan oven pada suhu 55oC sampai kering, lalu dihaluskan hingga menghasilkan bentuk serbuk untuk selanjutnya dilakukan uji kelarutan.

3.4.1.2. Uji Turbidimetri

Pengujian turbidimetri dilakukan untuk memilih konsentrasi optimal natrium sitrat dengan melihat dari nilai kekeruhan yang dihasilkan oleh masing-masing formula tersebut. Cairan pembentuk eksipien sambung silang kitosan-sitrat diukur turbiditas pada 420 nm dengan spektrofotometer visibel dan kekeruhan dinyatakan dengan 100-T%. Pengukuran turbidimetri ini juga dilakukan terhadap larutan kitosan 2% dalam asam asetat 1 % yang ditambahkan aquades sebanyak volume sitrat yang digunakan pada proses sambung silang kitosan tersebut (Shu, X.Z et al.,2001 dengan modifikasi).

3.4.1.3. Uji Kelarutan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat

Uji kelarutan eksipien sambung silang kitosan-sitrat dilakukan dengan melarutkan eksipien kitosan sitrat 0,6 g didalam asam asetat 4% hingga mencapai volume 15 ml (Agusnar, Harry, 2007 dengan modifikasi).


(34)

3.4.2. Pembuatan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat

Eksipien sambung silang kitosan sitrat dibuat seperti yang tertera pada optimasi konsentrasi natrium sitrat. Eksipien sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan konsentrasi natrium kitosan-sitrat optimum yaitu 1,5%. Larutan natrium sitrat dibuat dengan tiga variasi pH yaitu 4, 5, dan 7.

Tabel 3.4. Formula Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat Formula Larutan kitosan 2% dalam

asam asetat 1% (ml)

Larutan natrium sitrat 1.5 % (ml) pH 4 pH 5 pH 7

F1 50 10 - -

F2 50 - 10 -

F3 50 - - 10

3.4.3. Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat 3.4.3.1. Uji Tubidimetri

Interaksi sambung silang natrium sitrat dengan kitosan diuji dengan pengujian turbidimetri. Cairan pembentuk eksipien sambung silang kitosan-sitrat diukur turbiditas pada 420 nm dengan spektrofotometer UV-Vis dan kekeruhan dinyatakan dengan 100-T%. Pengukuran turbidimetri ini juga dilakukan terhadap larutan kitosan 2% dalam asam asetat 1 % yang ditambahkan aquades sebanyak volume sitrat yang digunakan pada proses sambung silang kitosan tersebut (Shu, X.Z et al.,2001 dengan modifikasi).

3.4.3.2 Uji Penampilan Fisik

Uji penampilan fisik dilakukan terhadap kitosan dan kitosan-sitrat yang meliputi uji terhadap bentuk, warna dan bau (Nur, ifthah, 2011).

3.4.3.3 Penentuan Derajat Keasaman (pH)

Penentuan derajat keasaman dilakukan terhadap kitosan dan eksipien sambung silang kitosan sitrat. Eksipien kitosan dan kitosan-sitrat sebanyak 1 g didispersikan dalam aquadestilata 50 ml yang diaduk dengan bantuan pengaduk magnetik selama 15 menit. Kemudian dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi (Nur, ifthah, 2011).


(35)

3.4.3.4. Derajat Substitusi

1) Pembakuan NaOH 1,0 N

Pembakuan NaOH 1,0 N dilakukan dengan menggunakan kalium biftalat P. Timbang saksama 1,0005 g kalium biftalat P yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan selama 2 jam pada suhu 105oC, dan dilarutkan dalam 75 ml aquades. Indikator fenolftalein LP ditambahkan sebanyak 2 tetes dan kemudian larutan dititrasi dengan NaOH 1 N hingga menjadi warna merah muda.

NNaOH = � � ��� �� ���

� �� �� ��� � � � �

BE Kalium biftalat = 204,2

(Departemen kesehatan RI, 1995 dengan modifikasi).

2) Pembakuan HCl 1 N

Pembakuan HCl 1,0 N dilakukan dengan cara natrium karbonat anhidrat ditimbang saksama 1,5000 g baku primer yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 1 jam. Natrium karbonat anhidrat dilarutkan dalam 100 ml air dan ditambahkan 2 tetes metil merah LP. Asam klorida ditambahkan perlahan-lahan dari buret sambil diaduk hingga larutan berwarna merah muda pucat.kmuds Larutan dipanaskan hingga mendidih, kemudian didinginkan dan titrasi dilanjutkan. Panaskan lagi hingga mendidih, dan dititrasi lagi hingga warna merah muda pucat tidak hilang dengan pendidihan lebih lanjut. Normalitas HCl dihitung dengan:

NHCl = � � � � � � �

� � � � � � � � � �

BE natrium karbonat anhidrat = 52,99

(Departemen kesehatan RI, 1995 dengan modifikasi)

3) Penetapan Derajat Substitusi (DS)

Kitosan sitrat ditimbang seksama sebanyak 100 mg dan dilarutkan dalam 15,0 ml NaOH 1,0 N yang telah dibakukan. Medium ditambahkan indikator metil merah sebanyak 3 tetes. Kelebihan NaOH dititrasi dengan


(36)

HCl 1,0 N yang telah dibakukan sampai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi jingga kemerahan.

DS (mol / gram) =

(Yuliani, andi adha, 2012 dengan modifikasi).

3.4.3.5. Analisis Gugus Fungsi

Analisis gugus fungsi menggunakan alat spektrometer infra merah dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan gugus fungsi pada eksipien kitosan-sitrat. Sejumlah sampel yang akan diuji ditambahkan ke dalam KBr. Campuran tersebut kemudian digerus hingga homogen. Pemeriksaan gugus fungsi dilakukan pada bilangan gelombang 500-4000 cm-1 (De Moura M,

Auada FA et al., 2009 dengan modifikasi).

3.4.4. Pembuatan Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat

Eksipien kitosan-sitrat 4 g (dengan pH larutan natrium sitrat yang berbeda yaitu 4, 5, dan 7), gliserin 2,8 gram dan verapamil HCl 2,4 gram dilarutkan dalam asam asetat 4% 90,8 gram. Campuran tersebut diaduk hingga homogen dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 1 jam. Cairan pembentuk film (CPF) yang dihasilkan didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan gelembung. CPF kemudian dituang ke dalam cetakan film (8 x 3,5 cm) sebanyak 10 gram lalu dikeringkan dengan oven 50oC selama 20 jam.Setelah kering, film dipotong sehingga mempunyai ukuran 3,5 x 2 cm2. Film kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan dalam desikator untuk pengujian selanjutnya. Pembuatan film seperti diatas juga dilakukan untuk membuat film kitosan pembanding. Film tersebut menggunakan kitosan sebagai eksipien pembentuk film.


(37)

Tabel 3.4. Formula Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat Formula Eksipien kitosan-sitrat

(gram)

Kitosan (gram)

Gliserin (gram)

Verapamil (gram)

Asam asetat 4 %

(gram) pH 4 pH 5 pH 7

F1 4 - - - 2,8 2,4 90,8

F2 - 4 - - 2,8 2,4 90,8

F3 - - 4 - 2,8 2,4 90,8

F4 - - - 4 2,8 2,4 90,8

3.4.5 Karakterisasi Film Sambung-silang Kitosan-Sitrat 3.4.5.1.Viskositas

Cairan pembentuk film (CPF) F1, F2, F3 dan F4 diuji viskositas dengan menggunakan viskotester HAAKE 6R dengan nomor spindel 3R dan kecepatan putaran spindel 60 rpm pada suhu ruang (Rane dan Kale, 2009 dengan modifikasi).

3.4.5.2. Organoleptis Film

Pengamatan organoleptis film dilakukan secara mikroskopik dan makroskopik. Pengamatan mikroskopik film dilakukan pada penampang membujur dan melintang dari film tersebut. Pengamatan makroskopik film dilakukan dengan mengamati secara visual warna dan tekstur permukaan film (J.Balasubramanian et al., 2012).

3.4.5.3. Uji Ketebalan Film

Pengukuran ketebalan film diukur dengan menggunakan mikrometer pada keenam sisi di sekeliling film. Kemudian dihitung rata-rata ketebalannya dan dinyatakan dalam satuan mikrometer (µm) (Semalty,

M. et al., 2008 dengan modifikasi).

3.4.5.4.Uji Keragaman Bobot

Film dari semua formulasi yang memiliki ukuran yang sama (3,5 x 2 cm2) ditimbang dan rata-rata berat film tersebut dihitung. Pengujian ini dilakukan sebanyak tiga film pada masing masing formula. Kemudian


(38)

standar deviasi dari masing-masing formula dihitung (Chinta, Durga Praveena et al, 2013 dengan modifikasi).

3.4.5.5.Uji Daya Mengembang film

Film dengan ukuran 3,5x2 cm2 dibiarkan mengembang di dalam 15 ml medium dapar fosfat pH 6,8 pada cawan penguap. Film ditimbang pada waktu ke 5, 10, 15, 30, 60, 90 dan 120 menit. Sebelum ditimbang film dihilangkan airnya dengan kertas saring. Persen mengembang dapat diukur dengan persamaan berikut:

Indeks Mengembang % = W −WW X %

Dimana Wt adalah berat pada waktu t dan Wo adalah berat pada waktu 0 (Mahalaxmi et al., 2010). Hasil yang diperoleh dianalisa secara statistik mengunakan sofware SPSS

3.4.5.6. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl

Dilakukan scanning panjang gelombang dari larutan standar verapamil HCl dengan konsentrasi 40 ppm menggunakan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 200-400 nm (USP-NF, dengan modifikasi).

3.4.5.7. Pembuatan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl

Kurva kalibrasi verapami HCl diukur dengan melarutkan 100 mg verapamil HCl dalam 100 ml dapar fosfat, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 ppm. Kemudian dibuat seri konsentrasi 0,10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 ppm. Seri konsentrasi verapamil HCl tersebut diukur menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum verapamil HCl yaitu 277,6 nm (Ajeng, Wisnu, 2012 dengan modifikasi).

3.4.5.8. Keseragaman kandungan Verapamil HCl dalam Film 3.4.5.8.1. Optimasi Waktu ekstraksi Verapamil HCl dari Film

Film yang terdapat didalam cetakan keseluruhannya ditimbang kemudian dipotong potong. Film yang telah terpotong potong tersebut dimasukkan ke dalam 100 ml medium dapar fosfat pH 6,8 kemudian


(39)

dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnetik selama 6 jam dan kemudian didiamkan selam 18 jam. Pada setiap jam saat pengadukan dengan pengaduk magnetik dan saat terakhir setelah didiamkan selama 18 jam larutan diambil sampelnya sebanyak 5 ml untuk kemudian diukur kadar verapamil HCl yang terkandung didalamnya dan larutan yang diambil tersebut digantikan dengan 5 ml dengan dapar fosfat pH 6,8. Sampel tersebut disaring dengan penyaring membran 0,45 µm. Kemudian 0,5 ml larutan uji diencerkan dengan medium dapar fosfat pH 6,8 hingga 25 ml. kemudian diukur kandungan verapamil tersebut dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 277,6 nm. Uji ini dilakukan triplo.

3.4.5.8.2. Uji Keseragaman Kandungan Film

Tiga unit film berukuran 3,5 x 2 cm2 yang berasal dari satu cetakan film yang sama dari setiap formula diambil untuk dilakukan pengujian keseragaman kandungan dalam film tersebut. Film yang telah dipotong-potong dimasukkan ke dalam 100 ml medium dapar fosfat pH 6,8. Kemudian dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnetik selama 6 jam dan didiamkan selama 18 jam. Larutan uji diambil 5 ml kemudian disaring dengan penyaring membran 0,45 µm. Larutan tersebut diambil sebanyak 0,5 ml kemudian di encerkan kedalam labu ukur 5 ml. Setelah itu larutan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum verapamil HCl 277,6 nm. Uji ini dilakukan secara triplo (Deshmane, Subhash V et al., 2009 dengan modifikasi).

3.4.5.9. Uji Penetapan Kadar Verapamil HCl dalam Film

Penetapan kadar verapamil HCl dilakukan dengan cara seperti pada keseragaman kandung film, tetapi sampel film yang digunakan merupakan film dengan bobot yang sama atau hampir sama. Penetapan kadar film dengan menggunakan film dengan bobot yang hampir sama bertujuan untuk mengetahui kadar verapamil HCl di dalam film yang memiliki bobot yang mirip sebagai acuan pemilihan sampel untuk uji pelepasan obat.


(40)

3.4.5.10. Uji Ketahanan Pelipatan Film

Daya tahan pelipatan diukur dengan melipat film sebanyak 300 kali secara terus menerus. Daya tahan dapat dilihat dari jumlah pelipatan yang dilakukan di tempat yang sama sampai film sobek (Koland, Charyulu dan Prablu, 2010).

3.4.5.11. Sifat Mekanik Film

Sifat mekanik film diuji berdasarkan kekuatan tarik (tensile

strength) dan perpanjangan pada saat putus (elongation at breaks).

Pengujian sifat mekanik dilakukan dengan menggunakan alat tensile tester

Storograph R1. Film dipotong dengan bentuk halter dengan dumbbell Astm-D-1822 L Crosshead seperti berikut:

(Sumber : http://www.dumbbell.co.jp, 2014)

Gambar 3.4. Contoh potongan film untuk uji sifat mekanik

Film ditarik dengan gaya 100 kg, dengan kecepatan 25 mm/menit, dan dibaca dengan kertas grafik dengan skala terkecil 0,01 kg. Pengukuran % elongasi dan kekuatan peregangan dilakukan dengan rumus berikut: Perpanjangan putus (%) = Pa a a i i −Pa a awa i

Pa a awa i

Kekuatan tarik = Gaya a i N

L a a a i 2

Hasil yang diperoleh dianalisa secara statistik mengunakan sofware SPSS (Abbaspour, M.R., S. Makhmalzadeh, dan S. Jalali, 2010 dengan modifikasi).

3.4.5.12. Uji Pelepasan Verapamil HCl secara In vitro

Uji pelepasan obat secara invitro dari film 3,5 x 2 cm2 dilakukan dengan menggunakan metode dayung berputar. Uji disolusi dilakukan


(41)

dalam larutan buffer fosfat pH 6,8 sebanyak 400 mL pada suhu 37°C ± 0,5°C, dan dengan kecepatan putaran 50 rpm. Film dimasukkan ke dalam medium disolusi tersebut. Sampel sebanyak 5 ml ditarik pada interval waktu yang telah ditentukan dan diganti dengan sejumlah larutan dapar fosfat pH 6,8 dengan volume yang sama. Sampel disaring melalui penyaring membran 0,45 µm dan dianalisis dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum verapamil HCl 277,6 nm. Durasi pengujian disolusi ditentukan dengan optimasi terlebih dahulu dan pengujian dilakukan secara triplo. Hasil yang diperoleh dianalisa secara statistik mengunakan sofware SPSS (Deshmane, Subhash V et al., 2009 dengan modifikasi).


(42)

26 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Pendahuluan

4.1.1. Optimasi Konsentrasi Larutan Natrium Sitrat

Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan yaitu optimasi konsentrasi larutan natrium sitrat. Optimasi ini bertujuan agar mendapatkan konsentrasi natrium sitrat yang terbaik yang dapat menghasilkan ikatan sambung silang kitosan dengan sitrat dan dapat dilarutkan dalam asam asetat 4%. Variasi konsentrasi natrium sitrat yang digunakan yaitu 1%; 1,5%; dan 2%. Konsentrasi natrium sitrat yang optimal ditentukan dengan uji turbidimetri dan uji kelarutan.

Gambar 4.1. Cairan Pembentuk Eksipien Kitosan Sitrat Sambung Silang 1%; 1,5%; dan 2% serta Kitosan Pembanding

Tabel 4.1. Karakteristik Cairan Pembentuk Eksipien dan Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat dengan Variasi Konsentrasi

No Nama sampel Bentuk Cairan Pembentuk Eksipien

% Kekeruhan (100-T%) 1 Kitosan

pembanding

Koloidal, bening, tanpa terlihat

bentuk partikel 41,0 % 2 Kitosan-sitrat 1% Koloidal, sedikit keruh, tanpa

terlihat bentuk partikel 42,5% 3 Kitosan-sitrat

1,5%

Kolidal, keruh, tanpa terlihat

bentuk partikel, 63,1% 4 Kitosan-sitrat 2% Koloidal, sangat keruh terlihat


(43)

Kekeruhan merupakan salah satu tanda terjadinya ikatan sambung silang antara kitosan dan natrium sitrat, semakin banyak ikatan sambung silang antara kitosan dan natrium sitrat maka semakin meningkat kekeruhannya. Interaksi sodium sitrat dan kitosan diuji dengan uji turbidimetri, metode pengujian ini telah dilakukan oleh park et al. (Park et al., 1992; Mattison et al., 1995).

Berdasarkan uji pendahuluan pembentukan eksipien dengan variasi natrium sitrat menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium sitrat yang digunakan maka semakin besar persentase kekeruhan yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka semakin tinggi konsentrasi natrium sitrat menghasilkan ikatan sambung silang yang semakin tinggi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi natrium sitrat akan meningkatkan derajat ikatan sambung silang sehingga menurunkan daya mengembang film tersebut (Ashok Kumar Tiwary dan Vikas Rana, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, Ikatan sambung silang yang terbesar terdapat pada eksipien sambung silang kitosan sitrat dengan konsentrasi natrium sitrat sebesar 2%. Ikatan sambung silang yang semakin besar dapat menghambat pelepasan obat pada film, selain itu juga akan menurunkan daya mengembang film (Honary, Soheyla, Behnam Hoseinzadeh dan Payman Shalchian, 2010). Sehingga dari hasil turbidimetri tersebut menunjukkan jika larutan narium sitrat dengan konsentrasi 2% dan pH 5 dapat menghambat pelepasan obat secara signifikan pada film yang akan dibuat. Pengahambatan pelepasan obat yang terlalu besar ini tidak diharapkan karena dapat membuat persentase kumulatif obat pelepasan obat dari film tidak mencapai 100%.

Eksipien sambung silang kitosan sitrat dengan variasi konsentrasi natrium sitrat tersebut selanjutnya diuji kelarutan dalam asam asetat 4%. Konsentrasi asam asetat dipilih berdasarkan konsentrasi asam asetat yang digunakan untuk membentuk film. Dari hasil uji kelarutan tersebut semua variasi konsentrasi larutan natrium sitrat dapat larut dalam asam asetat 4% dengan membentuk koloidal kental berwarna bening kekuningan.


(44)

Berdasarkan uji turbidimetri dan kelarutan maka dipilih konsentrasi natrium sitrat 1,5%. Konsentrasi tersebut dipilih karena pada konsentrasi tersebut menghasilkan ikatan sambung silang yang cukup baik dan dapat larut dalam asam asetat 4%.

4.2. Preparasi Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat

Eksipien sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan tiga variasi pH larutan natrium sitrat yaitu pH 4, 5, dan 7 dengan konsentrasi 1,5%. Ketiga variasi pH ini dipilih berdasarkan tiga nilai pKa asam sitrat yaitu 3,14; 4,77; dan 6,39 (Doores S., 2005). Variasi pH ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan pH larutan natrium sitrat terhadap karakterisik eksipien sambung silang kitosan sitrat. Eksipien sambung silang kitosan sitrat dibuat dengan menambahkan larutan natrium sitrat dengan berbagai pH ke dalam larutan kitosan sambil diaduk dengan menggunakan stand up stirrer 1300 rpm. Setelah itu cairan pembentuk eksipien diuji turbidimetri dan viskositasnya. Setelah diujikan cairan pembentuk eksipien tersebut dikeringkan dengan mengggunakan oven suhu 55oC. Sambung silang kitosan sitrat yang telah kering dihaluskan menggunakan lumpang dan alu dengan sesegera mungkin. Hal tersebut karena eksipien sambung silang kitosan sitrat yang terbentuk bersifat higroskopis sehingga jika terlalu lama terpapar udara akan membuat eksipien tersebut menjadi elastis dan tidak dapat dihaluskan sehingga tidak dapat membentuk serbuk.

4.3. Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat 4.3.1 Uji Turbidimetri

Interaksi antara kitosan dan natrium sitrat akan dianalisa menggunakan uji turbidimetri. Perubahan turbiditas akan ditentukan dengan spetrofotometer visibel pada panjang gelombang 420 nm dan turbiditasnya dihitung dengan 100 - T%.


(45)

Tabel 4.3. Uji Turbidimetri Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat No Nama sampel % kekeruhan (100 - T%)

1 Kitosan pembanding 39,7 %

2 F1 39,8 %

3 F2 61,4 %

4 F3 76,1 %

Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa sambung silang kitosan sitrat pH 7 memiliki nilai kekeruhan yang paling tinggi kemudian kekeruhan semakin menurun secara berturut-turut pada larutan natrium sitrat ph 5 dan pH 4. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat pH larutan natrium sitrat maka ikatan sambung silang kitosan sitrat yang terbentuk akan semakin meningkat (Shu, X.Z et al.,2001).

4.3.2. Uji Penampilan Fisik

Keterangan: a) kitosan; b) kitosan sambung silang sitrat

Gambar 4.3. Penampilan Fisik Kitosan dan Sambung Silang Kitosan Sitrat Eksipien kitosan memiliki warna yang berbeda dengan eksipien sambung silang kitosan sitrat yaitu serbuk kitosan berwarna putih gading sedangkan kitosan yang telah tersambung silang oleh sitrat berwarna kuning. Perubahan warna ini terjadi akibat proses pengeringan cairan pembentuk eksipien.

Kitosan memiliki bentuk serbuk halus sedangkan eksipien sambung silang kitosan sitrat yang dihasilkan berbentuk serpihan. Perbedaan bentuk ini terjadi akibat proses penyerbukan yang tidak sempurna. Sifat eksipien sambung silang kitosan sitrat yang higroskopis membuat proses


(46)

penyerbukan menjadi sulit, sehingga eksipien sambung silang kitosan sitrat yang dihasilkan berupa serpihan.

Kitosan tidak berbau sedangkan kitosan sambung silang sitrat berbau asam. Bau asam dari kitosan sambung silang sitrat berasal dari asam asetat yang digunakan sebagai pelarut kitosan pada saat proses sambung silang dengan natrium sitrat.

4.3.3. Penentuan Derajat Keasaman (pH)

Tabel 4.3. Uji Derajat Keasaman Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat

No Nama sampel Derajat keasaman (pH) 1 Kitosan pembanding 7,844 ± 0.059

2 F1 5,242 ± 0,027

3 F2 5,275 ± 0,038

4 F3 5,275 ± 0,038

Penentuan derajat keasaman dilakukan terhadap kitosan dan kitosan sambung silang kitosan-sitrat dengan konsentrasi 2% dalam aquades. Dari hasil penentuan derajat keasaman (pH) kitosan memiliki pH 7,844 sedangkan kitosan yang telah disambung silang dengan sitrat pH 4, 5, dan 7 masing masing memiliki pH 5,242; 5,275; 5,275 secara berturut turut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kitosan sambung silang sitrat memiliki pH lebih rendah dari kitosan. Perubahan pH ini terjadi akibat penggunaan pelarut asam asetat pada proses sambung silang. Perbedaan pH eksipien sambung silang kitosan sitrat juga dipengaruhi oleh pH larutan natrium sitrat yang digunakan, semakin rendah pH natrium sitrat yang digunakan maka pH ekspien yang dihasilkan juga akan semakin rendah.

4.3.4. Derajat Substitusi

Tabel 4.3. Uji Derajat Substitusi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat

No Nama sampel Derajat Substitusi (g/mol)

2 F1 1,424

3 F2 5,399

4 F3 7,5

Pengujian derajat substitusi dari kitosan sambung silang sitrat dilakukan dengan menggunakan titrasi asam basa secara tidak langsung.


(47)

Eksipien F1, F2, F3 memiliki derajat subtitusi secara berturut turut 1,424; 5,399 ; dan 7,5 gram/mol. Hasil derajat substitusi tersebut menunjukkan bahwa F3 dengan sambung silang larutan natrium sitrat pH 7 memiliki jumlah kandungan sitrat yang paling besar yang selanjutnya diikuti oleh pH 5 dan pH 4. Hasil derajat substitusi ini sesuai dengan hasil turbidimetri yang menunjukan bahwa ikatan sambung silang kitosan dengan sitrat paling besar terjadi pada larutan natrium sitrat pH 7.

4.3.5. Analisa Gugus Fungsi


(48)

Tabel 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan

Gugus fungsi

Bilangan Gelombang (cm-1)

Kitosan sitarat pH 4

Kitosan sitarat pH 5

Kitosan sitarat pH 7

Kitosan pembanding -OH, -NH2 3476,84 3473,95 3476,84 3294,56

-NH3+ 3053,15 2879,85 3053,45 -

-N-H bend 1665,60 1656,92 1665,60 1556.92 -C=O 1589,41 1575,91 1589,41 1588,45

-COO- 1384,95 1409,06 1384,95 -

Analisis gugus fungsi dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan gugus fungsi pada eksipien kitosan-sitrat. Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR). Spektrum IR kitosan dan kitosan sitrat (pH 4; pH 5; & pH 7) ditunjukan pada gambar 4.3. Spektrum IR kitosan dan kitosan sitrat memiliki puncak pada 3500-3000 cm-1 yang menunujukkan terdapatnya gugus OH dan NH

2.

Kitosan sitrat (pH 4; pH 5; dan pH 7) terdapat puncak 3100- 3053 cm-1 yang menunjukkan terdapatnya gugus NH3+ gugus ini merupakan hasil interaksi

antara amida dari kitosan dengan sitrat. Pada spektrum kitosan puncak 1655 cm-1 dan 1600.02 cm-1 menunjukan adanya gugus N-H dan C=O, pada spektrum kitosan sitrat puncak yang menunjukkan gugus N-H dan C=O mengalami perubahan yaitu puncak 1656,92 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H memiliki serapan yang lebih rendah dari serapan dengan gugus yang sama pada spektrum kitosan. Puncak 1588,45 cm-1 pada spektrum kitosan sitrat yang merupakan gugus karbonil memiliki serapan yang lebih tajam dibandingkan dengan gugus karbonil pada spektrum kitosan. Hal tersebut terjadi karena terjadinya interaksi antara amida pada kitosan dengan karboksilat dari sitrat sehingga gugus amida berkurang karena berubah menjadi NH3+dan C=O bertambah akibat gugus karboksilat yang berasal

dari sitrat. Puncak 1375 cm-1 pada spektrum kitosan merupakan gugus C-O. Puncak 1407,13 pada spektrum kitosan sitrat merupakan gugus COOH

-yang terbentuk dari ikatan sambung silang atara kitosan dengan sitrat (Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S. Kriz, dan James R. Vyvyan, 2008).


(49)

4.4. Preparasi Film

Film dibuat dengan empat formula, perbedaan dari keempat formula tersebut adalah berdasarkan dari eksipien pembentuk filmnya. F1, F2 dan F3 menggunakan eksipien hasil sambung silang kitosan dengan natrium sitrat sedangkan F4 merupakan film pembanding sehingga eksipien yang digunakan sebagai pembentuk filmnya adalah kitosan yang tidak mengalami proses sambung silang. Film tersebut ditambahkan gliserin sebanyak 70 % v/b dari kitosan dan kitosan sitrat yang digunakan. Gliserin berfungsi sebagai plastisizer pada film sehingga mengurangi kerapuhan film (Nadarajah, Kandasamy, 2005). Kitosan, gliserin dan verapamil HCl dilarutkan dengan asam asetat 4% dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama satu jam. CPF yang telah homogen didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan gelembung. CPF tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC selama 20 jam. Selanjutnya film disimpan dalam wadah kedap udara sampai bobot konstan. Setelah dilakukan pengamatan kestabilan bobot maka diketahui film akan konstan pada hari ke 5.

4.5. Karakterisitik film 4.5.1. Viskositas

Tabel 4.5. Viskositas Cairan Pembentuk Film dari Keempat Formula Film

No Nama sampel Viskositas (cPs)

1 F1 590

2 F2 590

3 F3 581

4 F4 730

Viskositas cairan pembentuk film kitosan (F4) memiliki nilai viskositas lebih besar yaitu 730 cPs dari cairan pembentuk film yang berasal dari eksipien sambung silang kitosan sitrat pH 4, pH 5, pH, 7 yaitu 581, 590, dan 590 cPs. Viskositas dari cairan pembentuk film kitosan sitrat yang lebih rendah dapat terjadi akibat eksipien sambung silang kitosan sitrat mengandung natrium sitrat 15% dari total kitosan. Kitosan merupakan


(50)

polimer pembentuk film sehingga jika kitosan jumlahnya berkurang maka dapat membuat viskositas CPF menjadi lebih rendah.

4.5.2. Organoleptis Film

Gambar 4.5. Pengamatan Visual Keempat Formula Film

Berdasarkan pengamatan secara visual film F1, F2, F3 dan F4 berwarna kuning transparan berbau asam yang berasal dari asam asetat yang digunakan sebagai pelarut. Film F1 dan F2 saat setelah dikeringkan pada permukaan atas filmnya terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan. Tetesan tersebut berdasarkan uji spektrofotometer UV mengandung verpamil HCl. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidakstabilan verpamil HCl dengan formula yang digunakan. Pada F3 dan F4 tidak terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan tersebut namun permukaan film tersebut lengket yang menandakan bahwa verapamil HCl tersebut masih mengalami ketidakstabilan walaupun jumlahnya tidak sebanyak yang terjadi pada film F1 dan F2.

Pengamatan secara mikroskopik dilakukan pada penampang membujur dan melintang dengan perbesaran 100x. Hasil pengamatan mikroskopik tersebut terlihat pada gambar 4.5. Pengamatan mikroskopik dengan penampang membujur dilakukan dengan menggunakan sampel pada bagian permukaan bawah film.


(51)

Keterangan: Penampang membujur film: A) F1; B) F2; C) F3; D) F4 Gambar 4.5. Penampang Membujur Keempat Formula Film

Keterangan: Penampang melintang film: a) F1; b) F2; c) F3; d) F4 Gambar 4.5. Penampang Melintang Keempat Formula Film

Berdasarkan pada pengamatan penampang membujur tersebut terlihat bahwa verapamil hidroklorida terdapat banyak diluar permukaan film. Pada penampang melintang terlihat bahwa verapamil pada keempat formula film tersebar di bagian permukaan atas dan bawah serta terdapat dibagian tengah film. Pada gambar penampang membujur film F1, F2 dan F3 terlihat terdapat serat-serat halus yang menjerat verapamil HCl. Hal tersebut terjadi akibat proses sambung silang yang terjadi pada F1, F2 dan F3.


(52)

4.5.3. Uji Ketebalan Film

Tabel 4.5. Ketebalan Film Keempat Formula Film

Berdasarkan pengujian ketebalan film pada keempat formula, diketahui bahwa film yang dihasilkan ketebalannya tidak homogen. Hal ini terlihat dari besarnya simpangan baku yang diperoleh dari pengukuran ketebalan film bahkan di satu film yang sama. Ketebalan yang beragam ini dipengaruhi oleh kemirangan oven pada saat pengeringan film. Selain itu, ketebalan yang beragam ini juga disebabkan ukuran cetakan film yang telalu sempit mengakibatkan pada saat pengeringan CPF mudah untuk tertarik ketengah sehingga ketebalan film pada posisi tengah cetakan lebih besar dibandingkan dengan bagian pinggirnya.

4.5.4. Keragaman Bobot

Tabel 4.5. Keragaman Bobot Keempat Formula Film

Bobot film yang dihasilkan pada keempat formula terlihat beragam, hal ini terlihat pada besarnya simpangan baku yang dihasilkan dalam satu formula. Bobot film dipengaruhi oleh homogenitas film dan ketebalan film. Berdasarkan uji ketebalan film, terlihat bahwa ketebalan film tidak homogen sehingga hasil tersebut sesuai dengan hasil pengujian bobot film yang beragam.

Formula Tebal (μm)

1 2 3 Rata rata

F1 319,33 ± 114,2 280,83 ± 92,9 245,83 ± 120,0 300,08 ± 36,8 F2 291,33 ± 145,4 350,17 ± 156,8 294,17 ± 183,1 311,89 ± 29,4 F3 238,67 ± 71,0 252,67 ± 132,6 260,67 ± 88,2 250,67 ± 27,3 F4 273,5 ± 71,1 234,83 ± 58,2 280,83 ± 44,3 263, 06 ± 27,3

Formula Berat Film (mg) Rata rata (mg)

1 2 3

F1 245,7 166,8 244,6 219,0 ± 45,2 F2 251,3 253,9 157,6 220,9 ± 54,9 F3 219,1 224,6 210,0 217,9 ± 7,4 F4 270,9 255,2 249,4 258,5 ±11,12


(53)

4.5.5. Panjang gelombang maksmum dan kurva kalibrasi Verapamil HCl

Gambar 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verpamil HCl

Tabel 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl

No Puncak (nm) Absorbansi

1 382,4 0,004

2 277,6 0,438

3 228,6 1,161

4 206,0 2,928

Verapamil hidroklorida 40 ppm dalam dapar fosfat pH 6,8 diukur panjang gelombang maksimumnya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektofotometer UV pada panjang gelombang 400-200 nm. Panjang gelombang maksimum verapmil hidroklorida yang didapatkan yaitu 277,6 nm. Pada panjang gelombang maksimum ini verapamil hidroklorida memiliki absorbansi 0,438.


(54)

Gambar 4.5. Kurva Kalibrasi Verpamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8

Tabel 4.5. Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8

No Absorbansi Konsentrasi (ppm)

1 0,000 0,000

2 0,116 10,000

3 0,211 20,000

4 0,328 30,000

5 0,437 40,000

6 0,533 50,000

7 0,637 60,000

8 0,739 70,000

9 0,823 80,000

Kurva kalibrasi verapamil hidroklorida dalam dapar fosfat pH 6,8 dilakukan pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh sebelumnya yaitu 277,6 nm. Kurva kalisasi diukur dengan seri konsentrasi 0 , 10, 20, 30, 40, 50 ,60, 70, dan 80 ppm. Hasil pengujian kurva kalibrasi memmberikan hasil persamaan regresi linear yaitu y = 0,0104x + 0,0104 dengan r2 yaitu 0,999 . panjang gelombang maksimum dan kurva kalibrasi yang diperoleh digunakan pada pengujian keseragaman kandungan, penetapan kadar dan uji pelepesan verapamil HCl.

4.5.6. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl

Pada pengujian keseragaman kandungan sebelumnya dilakukan optimasi untuk menentukan waktu ekstraksi verapamil HCl dalam film. Optimasi tersebut menggunakan sampel keseluruhan film satu cetakan yang telah diketahui mengandung verapamil HCl sebanyak 240 mg. Selanjutnya, dilakukan pengujian penetapan kadar film dalam satu cetakan keseluruhan

y = 0.0104x + 0.0104 R² = 0.999 0

0.2 0.4 0.6 0.8 1

0 50 100

A

UC

(m

A

U*

m

in

)


(55)

tersebut, pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan persentase kadar obat terhadap film yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode yang dilakukan. Berdasarkan hasil penetapan kadar pada sampel film keseluruhan satu cetakkan menunjukkan bahwa verapamil HCl dapat terektraksi sebanyak 95,11± 3,49 % dengan diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 6 jam kemudian didiamkan selama 18 jam.

Tabel 4.5. Hasil Optimasi Waktu Ektraksi Verapamil HCl dalam Film Formula Berat film (mg) Kadar (mg) % UPK (%) % kadar verapamil

dalam film (%)

F1 879,3 238,08 99,20 27,08

F2 895,3 228,97 95,40 25,57

F3 889,0 217,58 90,66 24,48

F4 969,4 228,4 95,17 23.56

Rata rata % UPK film (%) 95,11 ± 3,49

Persentase kadar verapamil HCl dalam film di masing masing formula berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh ketidakhomogenan kandungan verapamil HCl di dalam film karena verapamil HCl mengalami migrasi. Migrasi verapamil HCl menyebabkan verapamil HCl banyak berada di permukaan film. Hal tersebut membuat setiap perlakuan film seperti penimbangan dan pemotongan dapat mempengaruhi kadar verapamil HCl di dalam film.

Keseragaman kandungan dilakukan dengan menggunakan tiga film berukuran 3,5 x 2 cm2 yang berasal dari satu cetakan yang sama. Tujuan

pengujian keseragam kandungan film ini untuk mengetahui keseragaman kandungan verapamil HCl di dalam satu cetakan film yang berukuran 3,5 x 8 cm2. Hasil keseragaman kandungan film tersebut menunjukkan bahwa

kandungan verapamil HCl dalam satu cetakan film tidak homogen. Hal tersebut terlihat dari simpangan baku yang besar pada satu formula yang sama.


(56)

Tabel 4.5. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl di dalam Satu Cetakan Film Formula Berat film (mg) Kadar (mg) % kadar (%) Rata-rata kadar (mg)

F 1

245,7 53,92 21,95

47.93 ± 11.86

166,8 34,27 20,54

244,6 55,59 22,73

F 2

251,3 51,70 20.57

46.15 ± 8.87

253,9 50,84 20.02

157,6 35,92 22.79

F 3

219,1 47,92 21.87

49.77 ± 2.38

224,6 52,46 23.36

210,0 48,94 23.31

F 4

270,9 65,67 24.24

58.53 ± 6.43

255,2 56,72 22.23

249,4 53,20 21.33

4.5.7. Penetapan Kadar Verapamil HCl

Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan sampel film dengan bobot film yang hampir sama. Penetapan kadar pada film dengan bobot yang hampir sama ini bertujuan sebagai acuan pemilihan sampel untuk uji disolusi.

Tabel 4.5. Penetapan Kadar dan Persentase Kadar Verpamil dalam Film Formula Bobot film

(mg) Kadar verapamil (mg) % kadar (%) rata-rata kadar (mg) F1

239,0 55,60 23,26

55,67 ± 1,45

231,9 54,25 23,40

238,9 57,16 23,92

F2

238,5 56,48 23,68

56,22 ± 1,4

235,9 57,47 24,36

236,1 54,71 23,17

F3

235,4 56,90 24,17

56,40 ± 0,58

232,5 56,54 24,32

234,9 55,76 23,74

F4

239,6 52,07 21,73

51,35 ± 1,25

238,6 49,91 20,92

238,7 52,07 21,81

Rata-rata kadar (mg) 54,91 ± 2,39 Berdasarkan hasil penetapan kadar tersebut menunjukkan kadar verapamil HCl pada satu formula tidak memiliki perbedaan yang besar hal tersebut terlihat dari simpangan baku yang dihasilkan pada masing-masing formula cukup kecil. Rata rata kadar verapamil HCl di semua formula juga tidak memiliki perbedaan yang besar hal tersebut juga terlihat dari simpangan bakunya yang cukup kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 31.

Perhitungan % UPK pada Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl

dalam Film Satu Cetakan

% UPK (%) =

Kadar Verapamil (mg)

Berat Verapamil (mg)

x

%

Contoh perhitungan % UPK verapamil HCl pada uji optimasi waktu ekstraksi

verapamil HCl dalam film F1:

Diketahui

: Kadar verapamil

= 238,08 mg

Berat verapamil

= 240,00 mg

Optimasi waktu ekstraksi (%)

:

238,08 mg

240mg

x

%

= 99,2 %

Lampiran 32.

Perhitungan Persen Kadar Verapamil HCl pada Uji Keseragaman

Kandungan

% Kadar (%) =

Kadar verapamil mg

Bobot film mg

x

%

Contoh perhitungan persen kadar verapamil HCl pada uji keseragaman

kandungan dalam film F1:

Diketahui

: Kadar verapamil = 53,92 mg

Berat film

= 245,7 mg

% Kadar (%) :

53,92 mg245,7mg

x

%

= 21,95 %


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keterangan :

Xt

= Jumlah kumulatif verapamil yang terdisolusi pada waktu t

Xo

= Jumlah verapamil yang tekandung = % kadar film x bobot film uji

(% kadar F1= 27,08%; F2 = 25,57% ; F3 = 24,48; F4= 23.56 %)

C

= Konsentrasi verapamil yang terdisolusi pada waktu t

V1

= Volume medium disolusi (400 ml)

V2

= Volume cairan yang disampling (5 ml)

% KPV = % kumulatif pelepasan verapamil

Contoh perhitungan % kumulatif verapamil HCl yang terlepas darifilm F1:

Diketahui :

Bobot Film : 249,7 mg

Xo = 27,08% x 249,7 mg = 67,62 mg

Waktu (menit) C (ppm) Xt (mg)

5 8,338 , ppm × ml + × = 33,35

10 9,582 , ppm × ml + [ × , ] = 38,75

15 dst

11,117 , ppm × ml + [ × , + , ] = 45,84

% Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl pada menit ke-5:

% KPV menit ke-5

=

Xt

Xo

×

100% =

,

, 2

×

%

= 49,331 %

% KPV menit ke-10 =

Xt

Xo

×

100% =

,

, 2

×

%

= 57,31%

% KPV menit ke-15 =

Xt

Xo

×

100% =

,

, 2

×

%

= 67,81 %

Lampiran 34.

Perhitungan Parameter Kinetika Pelepasan

X

t

= V

1

. C +(V

2

.

(n-1)0

C

)

% KPV =

Xt


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Persamaan

y = a + bx

Orde nol

Mt/Mo = k0.t

Orde satu

Log (100- Mt/Mo) = log 100

k1.t/2,303

Higuchi

Mt/Mo = kH.t

1/2

Dengan mengolah data hasil disolusi menjadi persamaan y = a + bx, maka dapat

dihitung nilai koefisien laju pelepasan (k) dan r

2

:

Orde nol

:

k0

= b

Orde satu:

:

k1

= -b / 2,303

Higuchi

:

kH

= b

Contoh perhitungan kintika pelepasan orde satu dari film F1:

y = -0,0069x + 1,5749

R² = 0,9403

k = - b / 2,303 = -(-0,0069)/ 2,303 = 0,002996

y = -0.0069x + 1.5749 R² = 0.9403

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

0 50 100 150

lo g (100 -M t/ M o ) (% ) waktu (menit)

t (menit)

Mt/Mo

Log (100- Mt/Mo)

5 57,12 1,63

10 62,78 1,57

15 77,18 1,36

30 79,11 1,32

60 86,42 1,13


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 35.

Sertifikat Analisis Kitosan


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 36

. Sertifikat Analisis Verapamil Hidroklorida


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 37.

Sertifikat Analisis Trisodium Sitrat