ANALISIS IMPELMENTASI PUTUSAN HAKIM TENTANG REHABILITASI PENGGUNAAN NARKOTIKA (STUDI KASUS NOMOR : 466/PID/SUS/2011/PN.TK)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS IMPELMENTASI PUTUSAN HAKIM TENTANG REHABILITASI PENGGUNAAN NARKOTIKA

(STUDI KASUS NOMOR : 466/PID/SUS/2011/PN.TK)

Oleh Alana Arum Sari

Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan . Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkoba digunakan untuk hal-hal negatif. Penyalahgunaan narkoba saat ini sudah pada tingkat yang menghawatirkan, mulai dari anak sekolah hingga orang dewasa bahkan pegawai pemerintahan, baik miskin maupun kaya menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Mengenai Putusan Hakim Nomor: 466/PID/SUS/2011/PN.TK pelaku dijatuhi hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan dan memerintahkan untuk segera menjalani pengobatan dan perawatan melalui Rehabilitasi medis di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Lampung. Putusan tersebut mengacu pada Pasal 54 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyebutkan bahwa pencandu Narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Permasalahan yang ditarik yaitu bagaimanakah pengaturan hukum positif tentang rehabilitasi terhadap pencandu narkotika pada putusan hakim Nomor : 466/PID/SUS/2011/PN.TK dan Bagaimanakah implementasi putusan hakim tentang rehabilitasi penggunaan narkotika terhadap putusan hakim Nomor : 466/PID/SUS/2011/PN.TK.

Pembahasan dalam penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, data primer dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan yang ditunjang literatur, bahan-bahan hukum yang barkaitan dengan permasalahan ini sebagai data sekunder.

Pengaturan hukum positif tentang rehabilitasi pecandu narkotika pada Putusan Hakim Nomor : 466/PID/SUS/2011/PN.TK pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang kemudian diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pada Putusan tersebut hukuman terdakwa berdasarkan Pasal 127 ayat (1) dengan memperhatikan Pasal 127 Ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 seseorang dijatuhi pidana dengan ketentuan pada Pasal 116 dan 127 berupa adanya kehendak yang disadari (asas kesalahan), dapat

ALANA ARUM SARI dipertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku mampu bertanggung jawab, tidak memenuhi syarat-syarat alasan penghapus pidana. Peraturan hukum positif mengenai rehabilitasi terhadap pencandu narkotika diatur pada Pasal 54 dan 103 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 yang menjelaskan bahwa pecandu dan korban narkotika harus melakukan rehabilitasi baik yang


(2)

terbukti bersalah maupun yang tidak terbukti bersalah. Implementasi putusan hakim tentang rehabilitasi penggunaan narkotika terhadap putusan hakim Nomor: 466/PID/SUS/2011/PN.TK sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Pasal 103 UU No. 35 Tahun 2009 bahwa hakim memutuskan pencandu narkotika melakukan rehabilitasi baik ia bersalah maupun tidak. Hakim menunjuk dengan tegas lembaga rehabilitasi yang terdekat dengan amar putusan yaitu RSJ Provinsi Lampung. Namun penerapan rehabilitasi penggunaan narkotika belum berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, disebabkan beberapa faktor berupa belum tersedianya tempat rawat inap bagi pencandu narkotika dan juga belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai rehabilitasi rawat inap sehingga sulit untuk diawasi (hanya sekedar kontrol dan mengambil obat saja) dan hasilnya pun tidak maksimal. Selain itu hukuman yang diberikan hakim kepada pelaku kurang memberikan efek jera sehingga masih banyak pelaku yang kembali menggunakan narkoba.

Penulis menyarankan untuk perlunya Peraturan Khusus mengenai rehabilitasi rawat inap berdasarkan standar operasional (SOP) sehingga pencandu narkotika dapat di awasi dengan baik sampai benar-benar pulih, perlunya koordinasi yang baik antara lembaga penegakan hukum dengan lembaga sosial dan lembaga medis dalam hal rehabilitasi pencandu narkotika, terutama mengenai informasi mengenai tempat rawat inap, dan perlunya ditingkatkan kesadaran mengenai bahaya narkotika dan pentingnya rehabilitasi pencandu narkotika sehingga dapat berlaku secara efektif meskipun masih pada tahap rawat jalan.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika digunakan untuk hal-hal negatif, contohnya narkotika digunakan oleh 2 personil Kangen Band yang digunakan hanya untuk kepuasan semata (http://aurapesona.com/andhika-dan-izzy-kangen-band-resmi-menjadi-tahanan/1515/ diakses pada 11 oktober 2011). Di dunia kedokteran, narkotika banyak digunakan khususnya dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi mengingat di dalam narkotika terkandung zat yang dapat mempengaruhi perasaan, pikiran, serta kesadaran pasien. Oleh karena itu, agar penggunaan narkotika dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia, peredarannya harus diawasi secara ketat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:

a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika;

c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan Prekusor narkotika; dan

d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalahguna dan pecandu narkotika.


(4)

Penyalahgunaan narkotika saat ini sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan, mulai dari anak sekolah hingga orang dewasa bahkan pegawai pemerintahan, baik yang miskin maupun yang kaya tidak pandang bulu semuanya korban penyalahgunaan narkotika. Narkotika sebenarnya merupakan obat yang sangat diperlukan dalam bidang pengobatan dan ilmu pengetahuan, sehingga ketersediaannya perlu dijamin, melalui kegiatan produksi dan impor. Namun sebaliknya, narkotika dapat juga menimbulkan bahaya yang sangat merugikan apabila disalah gunakan atau dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan yang seksama.

Penyalahgunaan narkotika dapat menyebabkan kematian, ketagihan dan terkena berbagai penyakit, meningkatnya kekerasan dan kriminalitas serta hancurnya sebuah masyarakat atau hilangnya generasi (lost genearation) sehingga jika masyarakat sudah ketagihan dan terkena berbagai penyakit dapat mengancam ketahanan nasional. Apalagi dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat mengakibatkan peredaran gelap narkotika semakin meluas dan berdimensi internasional.

Hal yang menarik dalam undang-undang tentang narkotika adalah kewenangan hakim untuk menjatuhkan vonis bagi seseorang yang terbukti sebagai pecandu narkotika untuk dilakukannya rehabilitasi. Secara tersirat, kewenangan ini, mengakui bahwa pecandu narkotika, selain sebagai pelaku tindak pidana juga sekaligus korban dari kejahatan itu sendiri. Uraian dalam pasalnya menitikberatkan pada kekuasaan hakim dalam memutus perkara narkotika. Namun, rumusan tersebut tidak efektif dalam kenyataannya. Peradilan terhadap pecandu napza sebagian besar berakhir dengan vonis pemenjaraan dan bukan vonis rehabilitasi sebagaimana pelaksanaan putusan hakim yang berdasarkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997.


(5)

Keberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika berjalan hampir selama 12 tahun, pada tahun 2009 Mahkamah Agung mengeluarkan sebuah surat edaran (SEMA RI No. 7/2009) yang ditujukan kepada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi diseluruh Indonesia untuk menempatkan pecandu narkotika di panti rehabilitasi. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009 disebutkan bahwa sebagian besar Narapidana dan tahanan kasus narkoba adalah masuk kategori pemakai atau bahkan sebagai korban yang jika dilihat dari aspek kesehatan mereka sesungguhnya orang-orang yang menderita sakit, oleh karena itu memenjarakan yang bersangkutan bukanlah langkah yang tepat karena telah mengabaikan kepentingan perawatan dan pengobatan. Surat Edaran Mahkamah Agung ini merupakan langkah maju didalam membangun paradigma penghentian kriminalisasi atau dekriminalisasi terhadap pecandu narkotika. Dekriminalisasi adalah proses perubahan dimana penggolongan suatu perbuatan yang tadinya dianggap sebagai tindak pidana menjadi perilaku biasa. Hukuman penjara bagi penyalahguna narkotika terbukti tidak dapat menurunkan jumlah penyalahguna narkotika. Kemudian pada tahun 2010 Mahkamah Agung kembali mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial yang merupakan revisi dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009.

(http://www.ikonbali.org/09/03/2010/dokumentasi/sema-dan-legitimasi-dekriminalisasi-pecandu,html. diakses pada tanggal 28 September 2011.

Pada tahun 2011 Pemerintah kembali mengeluarkan peraturan mengenai Rehabilitasi bagi pecandu narkotika yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Dimana di dalam Peraturan Pemerintah tersebut, juga mengatur tentang kewenangan penempatan rehabilitasi yang sudah dapat diberikan sejak


(6)

dalam tahap penyidikan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 Ayat (3) Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial.

Salah satu fenomena putusan hakim yang memutuskan perkara tindak pidana narkotika berdasarkan Pasal 127 ayat (1) huruf (a) UU RI No.35 Tahun 2009, yaitu pada kasus Nomor Perkara 466 / PID / SUS / 2011 / PN.TK yang menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan dan memerintahkan untuk segera menjalani pengobatan dan perawatan melalui Rehabilitasi Medis di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Lampung terhadap terdakwa Ahmad Muhammad Bin Zainal Arifin yang telah menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri.

Undang-undang tentang narkotika dalam perkembangannya telah diperbaharui dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Telah terjadi suatu pembaharuan hukum dalam ketentuan undang-undang ini, yakni dengan adanya dekriminalisasi para pelaku penyalahgunaan narkotika. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyebutkan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Digunakannya pidana sebagai sarana untuk mempengaruhi tindak laku seseorang tidak akan begitu saja berhasil, apabila sama sekali tidak diketahui tentang orang yang menjadi objeknya. Hal yang paling diinginkan dari pidana tersebut adalah mencegah si pembuat untuk tidak mengulangi perbuatannya. Oleh karena itu, agar penggunaan narkotika dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia, peredarannya harus diawasi secara ketat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.


(7)

Menurut UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana narkoba cukup berat, di samping dikenakan hukuman badan, juga dikenakan hukuman denda, tetapi pada kenyataannya hukuman tersebut tidaklah membuat jera pelakunya malah semakin meningkat dan berulang-ulang sebab sesudah selesai menjalani hukuman atau pidananya tidak berapa lama menghirup udara bebas sudah berbuat lagi. Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan pidana tidak memberikan dampak ataudifferent effectterhadap para pelakunya (Siswanto Sunarso, 2004: 8), dan berdasarkan pengamatan terhadap kinerja pengadilan dalam memproses pelaku kejahatan di sidang pengadilan, diketahui bahwa vonis hakim terhadap tindak pidana narkoba belum seberat ketentuan dalam undang-undang di dalam penjatuhan pidananya. Aturan hukum menetapkan hukuman maksimal, tetapi sebagian hakim lainnya tidak pernah menerapkan hukuman maksimal tersebut. Padahal Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan tegas mengatur sanksi pidana termasuk pidana mati. Pidana mati adalah suatu upaya yang radikal untuk meniadakan orang-orang yang tak dapat diperbaiki lagi, dan dengan adanya pidana mati ini maka hilanglah pula kewajiban untuk memelihara mereka dalam penjara-penjara yang demikian besarnya (Andi Hamzah, 1984: 27).

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahuinya lebih lanjut dalam penuliasan hukum yang berjudul “Analisis Implementasi Putusan Hakim Tentang Rehabilitasi Penggunaan Narkotika (STUDY KASUS NOMOR : 466 / PID / SUS / 2011 / PN.TK).”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian


(8)

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat ditentukan beberapa masalah sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pengaturan hukum positif tentang rehabilitasi terhadap pecandu narkotika pada putusan hakim Nomor : 466 / PID / SUS / 2011 / PN.TK ?

2) Bagaimanakah implementasi putusan hakim tentang rehabilitasi penggunaan narkotika terhadap putusan hakim Nomor : 466 / PID / SUS / 2011 / PN.TK ?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini, adalah putusan hakim putusan hakim Nomor : 466 / PID / SUS / 2011 / PN.TK. Sedangkan yang menjadi lingkup pembahasan penelitian ini adalah pengaturan hukum tentang rehabilitasi terhadap pecandu narkotika dan implementasi putusan hakim tentang rehabilitasi penggunaan narkotika.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

1) Mengetahui pengaturan hukum positif tentang rehabilitasi terhadap pecandu narkotika pada putusan hakim Nomor : 466 / PID / SUS / 2011 / PN.TK.

2) Mengetahui implementasi putusan hakim tentang rehabilitasi penggunaan narkotika terhadap putusan hakim Nomor : 466 / PID / SUS / 2011 / PN.TK..

2. Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis


(9)

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran secara teoritis dalam pengembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum pidana mengenai penanganan kasus penyalahgunaan narkotika.

b. Memberikan wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai analisis implementasi putusan hakim tentang rehabilitas penggunaaan narkotika.

2) Secara praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

a. Aparat penegak hukum agar dapat mengetahui bagaimana tindakan penegakan hukum dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika.

b. Bagi pemerintah sebagai sumbangan pemikiran terhadap pembaharuan hukum pidana dalam perumusan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika.

c. Sebagai bahan acuan dan sumber informasi bagi yang membutuhkan d. Sebagai sumber atau literatur data di perpustakaan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peniliti. ( Soerjono Soekanto, 1985 : 123 ).


(10)

Penjatuhan pidana merupakan upaya mempertahankan hukum pidana materil. Dalam hal ini penjatuhan pidana merupakan upaya agar tercipta suatu ketertiban, keamanan, keadilan, serta kepastian hukum. Dan bagi yang bersangkutan agar dapat menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana ( Bambang Waluyo, 2004 : 35 ).

Proses penjatuhan pidana dibagi menjadi dua, yaitu terhadap orang dewasa antara lain tunduk sepenuhnya kepada KUHAP, sedangkan terhadap anak ada perlakuan-perlakuan khusus sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Menurut Herman Pritchett, pengadilan merupakan suatu kelompok pengambil keputusan yang pola sikap tindaknya dalam pemilihan dan opini akan dapat dijelaskan melalui sikap-sikap para hakim terhadap berbagai masalah haluan politik dibidang publik, dan melalui analisa kuantitatif terhadap berbagai kasus, akan dapat diketahui adanya kesepakatan antara beberapa, hakim tertentu mengenai masalah-masalah tertentu (Soerjono Soekanto, 1985 : 120 ).

Menurut E. Green, faktor-faktor yang menentukan pengaturan hukuman oleh pengadilan adalah faktor-faktor yuridis yang antara lain mencakup kejahatan itu sendiri, dasar-dasar hukuman dari tuduhan,peraturan-peraturan yang dilanggar, dan juga data mengenai kejahatan-kejahatan yang pernah dilakukan oleh terdakwa. Faktor-faktor non-yuridis, antara lain mencakup jenis kelamin, umur, ras dan tempat lahir (Soerjono Soekanto, 1985 : 76 ).

Secara relative, maka ancaman-ancaman hukuman yang tercantum didalam peraturan–peraturan pidana, merupakan ukuran-ukuran terhadap berat ringannya tindak-tindak pidana tertentu. Para hakim mempergunakan ukuran-ukuran tersebut dengan cara yang tidak terlampau ketat dan ada ketidak seragaman di dalam penjatuhan hukuman.


(11)

Faktor yang mempengaruhi penjatuhan hukuman pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang sifatnya rasionil. Kriteria penghukuman yang rasionil dan didasarkan pada hukum yang berlaku, sifat dari kejahatan yang dilakukan maupun faktor kejahatan yang pernah dilakukan oleh terdakwa, merupakan hal-hal yang secara langsung mempengaruhi hukuman yang dijatuhkan.

Menurut analisa ilmu hukum pemegang peran atau kedudukan, disebut sebagai subjek hukum. Kedudukan merupakan suatu wadah atau rangkuman hak dan kewajiban, yang mana hak merupakan suatu wewenang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dan kewajiban merupakan tugas seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Di dalam sosiologi hak dan kewajiban juga disebut sebagai peranan.

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini dijelaskan tentang berbagai macam istilah yang akan dipergunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut dijelaskan dengan singkat guna menghindari penyimpangan pembahasan dari topik penelitian.

a. Implementasi adalah tindakan-tindakan oleh individu publik dan swasta (atau kelompok) yang diarahkan pada prestasi tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya. (Subarsono, 2006 : 100)

b. Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 11 KUHAP).


(12)

c. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP).

d. Terdapat dua bentuk rehabilitasi yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. (Pasal 54 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika)

e. Pengguna atau Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunkana Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis (UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika).

f. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. (Pasal 1 ayat 1 UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika).

E. Sistematika Penulisan

Penulisan dalam penelitian hukum ini penulis mencoba akan memaparkan sistematika penulisannya terlebih dahulu sebagai berikut ini.

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab.1 diuraikan mengenai pendahuluan yang berisi penjelasan tentang latar belakang permasalahan, pokok pemasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka konseptual,


(13)

dan sistimatika penulisan hukum yang digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi penelitian ini secara garis besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kemudian di dalam Bab.2 penulis memaparkan secara singkat mengenai ketentuan pidana penggunaan narkotika, pengertian putusan hakim, dan rehabilitasi pengunaan narkotika.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Selanjutnya pada Bab.3 dibahas dalam setiap subbab mengenai jenis penelitian yang digunakan penulis, sumber data/ bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini, teknik pengumpulan data/bahan hukum yang digunakan penulis, dan teknik analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Selanjutnya pada Bab.4 dibahas pengaturan hukum tentang rehabilitasi terhadap pecandu narkotika dan implementasi putusan hakim tentang rehabilitasi penggunaan narkotika.

BAB V PENUTUP

Kemudian terkahir dalam Bab.5 penulis uraikan simpulan tentang penelitian ini dengan mengacu pada pertanyaan yang terdapat dalam pokok permasalahan, serta

memberikan saran-saran yang relevan dengan penelitian tersebut. DAFTAR PUSTAKA

Berisi sumber-sumber pustaka yang dikutip dalam penulisan hukum baik langsung maupun tidak langsung yang dilampirkan pada setiap bab pada skripsi ini.


(14)

(15)

Literatur :

Hamzah, Andi, dkk. 1984. Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini dan di Masa Depan, Ghalia Indonesia. Jakarta.

Soekanto, Soerjono, dan Sri Pamuji. 1985. Penelitian Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Rajawali, Jakarta.

Subarsono, AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik. Konsep, Teori, dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sunarso, Siswanto. 2004. Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Waluyo, Bambang. 2004. Pidana dan Pemidanaan.Sinar Grafika. Jakarta.

Perundang-undangan :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (LN Tahun 1997 Nomor 67, TLN Nomor 3698)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (LN Tahun 2009 Nomor 143)

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (LN Tahun 2011 Nomor 46)

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 Website :

http://www.ikonbali.org http://aurapesona.com


(16)

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif ).Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normative adalah perbuatan seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkrit. Mengenai pengertian tindak pidana ( strafbaar feit) beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda sebagai berikut :

a. Pompe :

Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu

1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feit yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

b. Simons :

Tindak pidana adalah “kelakuan/handeling yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab”


(18)

Perbuatan pidana (tindak pidana) adalah “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut”

Berdasarkan pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar di atas, dapat diketahui bahwa pada tataran teoritis tidak ada kesatuan pendapat di antara pakar hukum dalam memberikan definisi tentang tindak pidana ( Tri Andrisman, 2009 : 69 ).

B. Penjatuhan Pidana dan Pemidanaan

Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat). Sebagai Negara hukum, Indonesia menganut salah satu asas yang penting yakni asas praduga tak bersalah (presumption of ennocence). Dalam peraturan perundang-undangan Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 8 Ayat (1) menyebutkan :

"setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan dan menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Putusan pengadilan merupakan tonggak yang penting bagi cerminan keadilan, termasuk putusan pengadilan yang berupa penjatuhan pidana dan pemidanaan. Lahirnya penjatuhan pidana dan pemidanaan bukan muncul begitu saja, melainkan melalui proses peradilan. Proses yang dikehendaki undang-undang adalah cepat, sederhana, dan biaya ringan. Biasanya asas itu masih ditambah bebas, jujur, dan tidak memihak serta adil.


(19)

Penjatuhan pidana merupakan upaya mempertahankan hukum pidana materil. Dalam hal ini penjatuhan pidana merupakan upaya agar tercipta suatu ketertiban, keamanan, keadilan, serta kepastian hukum. Dan bagi yang bersangkutan agar dapat menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana ( Bambang Waluyo, 2004 : 35 )

Pasal 193 Ayat (1) KUHAP menyebutkan Putusan pemidanaan merupakan salah satu bentuk putusan Pengadilan Negeri. Putusan pemidanaan terjadi, jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Dan dalam Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Hakim dalam hal menjatuhkan pidana harus dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seseorang. Jadi, bukan balas dendam, rutinitas pekerjaan ataupun bersifat formalitas. Memang apabila kita kembali pada tujuan hukum acara pidana, secara sederhana adalah untuk menemukan kebenaran materiil. Bahkan sebenarnya tujuannya lebih luas yaitu tujuan hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran materiil itu hanya merupakan tujuan antara. Artinya ada tujuan akhir yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia, dalam hal itu mencapai suatu masyarakat yang tertib, tentram, damai, adil, dan sejahtera ( Andi Hamzah, 1985 : 19).

Penjatuhan pidana dan pemidanaan dapat dikatakan cermin peradilan pidana kita. Apabila proses peradilan berakhir dengan penjatuhan pidana itu berjalan sesuai asas peradilan, niscaya peradilan kita dinilai baik. Apabila sebaliknya, tentu saja dinilai sebaliknya pula. Bahkan dapat dianggap sebagai kemerosotan kewibawaan hukum.


(20)

C. Ketentuan Pidana Penggunaan Narkotika

Pasal 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang.

Perundang-undangan tentang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997 telah diperbaharui kedalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2009.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini, mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 juga mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecendrungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Ketentuan pidana mengenai tindak pidana narkotika diatur dalam BAB XV pasal 111 sampai dengan pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

Menggunakan narkotika bagi diri sendiri mengandung maksud bahwa penggunaan narkotika tersebut dilakukan tanpa melalui pengawasan dokter. Penggunaan narkotika tanpa melalui


(21)

pengawasan dokter tersebutlah yang merupakan suatu perbuatan “tanpa hak dan melawan hukum” .

Di dalam undang-undang yang baru yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga diatur mengenai ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan narkotika dalam Pasal 116, yang memberikan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi orang yang memberikan narkotika golongan I bagi orang lain. Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa apabila penggunaan narkotika tersebut mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pada Pasal 121 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menegaskan bahwa pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) bagi orang yang memberikan narkotika golongan II bagi orang lain. Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa apabila penggunaan narkotika tersebut mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3(sepertiga).


(22)

Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa Setiap Penyalah Guna narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, pengguna narkotika golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun, dan pengguna narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun .

Tidak semua pasal dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan hukuman kepada pengguna narkoba. Pada Pasal 127 ayat (3) UU Narkotika menyebutkan bahwa apabila pengguna narkoba bagi diri sendiri dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalahguna tersebut wajib atau dapat menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Berdasarkan pasal 53 dan pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dalam hal ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan narkotika, menerapkan ketentuan pidana yang diikuti dengan kewajiban untuk memperhatikan ketentuan mengenai pengobatan dan rehabilitasi terhadap pecandu narkotika. Sehingga Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 memberikan peluang yang lebih besar bagi pecandu narkotika untuk divonis menjalani rehabilitasi.

D. Pengertian Putusan Hakim

Pasal 1 butir 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa, Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.


(23)

Putusan pengadilan diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa:

1) Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan , juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

2) Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim-hakim yang memutuskan dan panitera yang ikut serta bersidang.

Setiap keputusan hakim merupakan salah satu dari tiga kemungkinan berikut ini: a. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan atau tata tertib

b. Putusan Bebas

c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum

Syarat sahnya suatu putusan hakim sangat penting artinya karena akan dilihat apakah suatu putusan memiliki kekuatan hukum atau tidak. Pasal 195 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana merumuskan bahwa “Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dimuka sidang yang terbuka untuk umum.” Dari hal itu dapat dilihat bahwa syarat sahnya suatu putusan hakim adalah :

1) Memuat hal-hal yang diwajibkan

2) Diucapkan di sidang yang terbuka untuk umum

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 menyebutkan bahwa :

1) Pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana dengan kehadiran terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain.

2) Dalam hal terdakwa tidak hadir, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa.


(24)

Dengan demikian pada saat hakim menjatuhkan putusan, terdakwa harus hadir dan mendengarkan secara langsung tentang isi putusan tersebut. Apabila terdakwa tidak hadir, maka penjatuhan putusan tersebut harus ditunda, kecuali dalam hal terdapat lebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, tidak harus dihadiri oleh seluruh terdakwa. Berdasarkan Pasal 196 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada. Dan dalam penjelasan Pasal 196 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa setelah diucapkan putusan tersebut berlaku baik bagi terdakwa yang hadir maupun yang tidak hadir.

Putusan hakim tersebut baru dapat dilaksanakan apabila putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Tugas pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ini dibebankan kepada penuntut umum (Jaksa) sebagaimana diatur dalam Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan :

“Pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam perkara pidana dilakukanoleh jaksa”.

Penjabaran Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ini dilaksanakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang diatur dalam Pasal 270 sampai dengan 276.”

Berdasarkan penjelasan mengenai Pasal 54 ayat (1) tersebut, dapat dilihat dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang menyatakan :

1) Ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.


(25)

2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 menyebutkan putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, hukum dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

Namun di dalam pelaksanaannya, terpidana tetap harus menjalankan putusan pengadilan tingkat pertama tersebut disamping melakukan upaya banding kepada pengadilan tinggi. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 54 dan 55 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengenai pelaksanaan putusan pengadilan.

E. Rehabilitasi Pengguna Narkotika

Pemidanaan mempunyai beberapa tujuan yang bisa diklasifikasikan berdasarkan teori-teori tentang pemidanaan. Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika menganut teori treatment sebab rehabilitasi terhadap pecandu narkotika merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan. Hal tersebut sesuai dengan pemidanaan yang dimaksudkan pada aliran teori treatment yaitu untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Pelaku kejahatan adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation).

Rehabilitasi dijelaskan dalan Pasal 97 ayat (1) KUHAP sebagai berikut : “Seorang berhak memperoleh Rehabilitasiapabila oleh pengadilan diputus


(26)

bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”

Ketentuan mengenai rehabilitasi terhadap pecandu narkotika diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04Tahun 2010 yang merupakan revisi dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009 dan Perautaran Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011.

Ketentuan mengenai rehabilitasi terhadap pecandu narkotika yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 54 dan 103. Pasal 54 Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Serta Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa:

1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat:

a. Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau

b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

Kemudian di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 yang mengatur ketentuan mengenai rehabilitasi terhadap pecandu narkotika diatur di dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa :


(27)

1) Pecandu Narkotika yang telah melaksanakan Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi social sesuai dengan rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (2).

2) Kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berlaku juga bagi Pecandu Narkotika yang diperintahkan berdasarkan :

a. Putusan pengadilan jika Pecandu Narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika;

b. Penetapan pengadilan jika Pecandu Narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.

3) Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial.

4) Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum, atau bahkan hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaaan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter.

5) Ketentuan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) dan Ayat (4) berlaku juga bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika. 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis

dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.

Hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian besar narapidana dan tahanan kasus narkotika adalah termasuk kategori pemakai atau bahkan sebagai korban yang jika dilihat dari aspek kesehatan mereka sesungguhnya orang-orang yang menderita sakit, oleh karena itu memenjarakan yang bersangkutan bukanlah langkah yang tepat karena telah mengabaikan kepentingan perawatan dan pengobatan.

Kondisi Lembaga Pemasyarakatan dalam hal pemberdayaan dan pengobatan terhadap pecandu dan penyalahguna narkotika pada saat ini tidaklah mendukung proses penyembuhan baik mental maupun fisik pecandu dan penyalahguna narkotika, karena dampak negatif keterpengaruhan oleh


(28)

perilaku kriminal lainnya dapat semakin memperburuk kondisi kejiwaan, kesehatan yang diderita para narapidana narkotika akan semakin berat.

DAFTAR PUSTAKA Literatur :

Andrisman, Tri. 2009.Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Hamzah, Andi. 1985.Pengantar Hukum Pidana Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Waluyo, Bambang. 2004. Pidana dan Pemidanaan.Sinar Grafika. Jakarta.

Perundang-undangan :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (TLN Nomor 5076) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (LN Tahun 2009 Nomor 143)

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (LN Tahun 2011 Nomor 46)


(29)

(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian ini merupakan penelitian yang dirumuskan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini. Sedangkan yuridis empiris adalah menelaah hukum terhadap objek penelitian sebagai pola perilaku yang nyata dalam masyarakat yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan putusan Hakim tentang rehabilitasi pengguna narkotika Nomor: 466/PID/SUS/2011/PN.TK.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lapangan dan kumulatif. Sedangkan jenis data meliputi :

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian lapangan yang berkaitan dengan Putusan Hakim tentang rehabilitasi pengguna narkotika Nomor: 466/PID/SUS/2011/PN.TK.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum yang terdiri dari :


(31)

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki (Johnny Ibrahim, 2008 : 282). Seperti peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan putusan hakim, narkotika dan rehabilitasi terhadap pengguna narkotika, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2009 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku, jurnal-jurnal hukum, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.

a. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari objek pengamatan atau objek penilitian ( Burhan Ashofa, 1996 : 79 ).


(32)

Dari populasi tersebut ditentukan sampel yang akan diteliti dengan menggunakan purposive sampling, yaitu sampel yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dan dianggap telah mewakili terhadap permasalahan yang hendak digambarkan dan dicapai. Responden yang akan dijadikan sampel sejumlah 4 (empat) orang dengan rincian sebagai berikut :

1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang 2. Direktur Rumah Sakit Jiwa Propinsi Lampung : 1 orang 3. Dosen Fakultas Hukum Unila : 1 orang +

Jumlah : 3 orang

D. Analisa Data

Keseluruhan data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Analisa kualitatif ini akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, kemudian dianalisa secara deskriptif sehingga dapat menggambarkan dan mengungkapkan kesimpulan deduktif.


(33)

Literatur :

Ashofa, Burhan. 1996.Metodelogi Penelitian Hukum. PT.Rineka Cipta, Bandung.

Ibrahim, Johnny, 2008, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya.


(34)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada pembahasan dan hasil penelitian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaturan hukum positif tentang rehabilitasi pecandu narkotika pada Putusan Hakim Nomor : 466/PID/SUS/2011/PN.TK pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pada Putusan tersebut hukuman terdakwa berdasarkan Pasal 127 ayat (1) dengan memperhatikan Pasal 127 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 seseorang dijatuhi pidana dengan ketentuan pada Pasal 116,121,dan 127, yaitu:

a. Adanya kehendak yang disadari (asas kesalahan) b. Dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya c. Pelaku mampu bertanggung jawab

d. Tidak memenuhi syarat-syarat alasan penghapus pidana.

Adapun peraturan hukum positif mengenai rehabilitasi terhadap pencandu narkotika diatur pada Pasal 54 dan 103 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 yang menjelaskan bahwa pecandu dan korban narkotika harus melakukan rehabilitasi baik yang terbukti bersalah maupun yang tidak


(35)

terbukti bersalah. Putusan tersebut mengacu pada Pasal 127 ayat (3) mengenai rehabilitasi terhadap pelaku sesuai Pasal 127 ayat (1).

2. Implementasi putusan hakim tentang rehabilitasi penggunaan narkotika terhadap putusan hakim Nomor: 466/PID/SUS/2011/PN.TK sesuai dengan Pasal 47 Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 bahwa hakim memutuskan pecandu narkotika melakukan rehabilitasi baik ia bersalah maupun tidak. Hakim menunjuk RSJ Provinsi Lampung untuk melakukan rahabilitasi terhadap terdakwa sampai benar-benar pulih . Namun penerapan rehabilitasi penggunaan narkotika belum berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, disebabkan beberapa faktor berupa belum tersedianya tempat rawat inap bagi pecandu narkotika dan juga belum ada PP yang mengatur mengenai rehabilitasi rawat inap sehingga sulit untuk diawasi ( hanya sekedar kontrol dan mengambil obat saja) dan hasilnya pun tidak maksimal. Selain itu hukuman yang diberikan hakim kepada pelaku kurang memberikan efek jera sehingga masih banyak pelaku yang kembali menggunakan narkotika. Adapun biaya rehabilitasi ditanggung oleh terdakwa.

B. Saran

1. Perlunya Peraturan Khusus mengenai rehabilitasi rawat inap sehingga pecandu narkotika dapat di awasi dengan baik sampai benar-benar pulih.


(36)

2. Perlunya koordinasi yang baik antara lembaga penegakan hukum dengan lembaga sosial dan lembaga medis dalam hal rehabilitasi pecandu narkotika, terutama mengenai informasi mengenai tempat rawat inap.

3. Perlunya ditingkatkan kesadaran mengenai bahaya narkotika dan pentingnya rehabilitasi pecandu narkotika sehingga dapat berlaku secara efektif meskipun masih pada tahap rawat jalan.


(37)

ANALISIS IMPLEMENTASI PUTUSAN HAKIM TENTANG REHABILITASI PENGGUNAAN NARKOTIKA

( STUDY KASUS NOMOR : 466 / PID / SUS / 2011 / PN.TK ) (Skripsi)

Oleh : Alana Arum Sari

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG


(38)

. DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 8

E. Sistematika Penulisan ... 12

Daftar Pustaka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana ... 14

B. Penjatuhan Pidana dan Pemidanaan ... 15

C. Ketentuan Pidana Pengguna Narkotika ... 17

D. Pengertian Putusan Hakim ... 20

E. Rehabilitasi Pengguna Narkotika ... 23

Daftar Pustaka III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 26

B. Sumber dan Jenis Data ... 26

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 28

D. Analisisa Data ... 28 Daftar Pustaka


(39)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden……… 29

B. Pengaturan Hukum Positif Tentang Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika Pada Putusan Hakim Nomor : 466 /

PID / SUS / 2011 / PN.TK………… ………... 30

C. Implementasi Hukum Positif Tentang Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika Pada Putusan Hakim Nomor : 466 /

PID / SUS /2011/PN.TK……… 42

Daftar Pustaka

V. PENUTUP

A. Kesimpulan……… 52


(40)

MOTTO

Hidup Terlalu Singkat Bukan Untuk Mengeluh, Teruslah Bermimpi Dan Meraihnya

(Alana Arum Sari)

Berdiri Pada Tempat, Waktu, Dan Keadaan Yang Tepat


(41)

ANALISIS IMPLEMENTASI PUTUSAN HAKIM TENTANG

REHABILITASI PENGGUNAAN NARKOTIKA

( Study Kasus Nomor : 466 / PID / SUS / 2011 / PN.TK )

Oleh:

Alana Arum Sari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(42)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. ………

Sekretaris/Anggota : Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. ………

Penguji Utama :Tri Andrisman, S.H., M.H. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H.,M.S. NIP 19621109 198703 1 003


(43)

Judul Skripsi : ANALISIS IMPLEMENTASI PUTUSAN HAKIM TENTANG REHABILITASI PENGGUNAAN

NARKOTIKA ( Study Kasus Nomor : 466 / PID / SUS / PN.TK ) Nama Mahasiswa :

Alana Arum Sari

No. Pokok Mahasiswa : 0852011019 Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati Maulani, S.H..M.H. Rinaldy Amrullah, S.H..M.H. NIP 19620817 198703 2 003 NIP 19770930 201012 1 002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H. NIP 19620817 198703 2 003


(44)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan kepada :

Kedua orangtuaku tercinta Bapak Irsan Rianto dan Mama Marfinia, sebagai wujud bakti pengabdian dan tanda kasih sebagai anak yang paling bahagia di dunia.

Kakak-kakak ku tercinta Putri Mayang Sari, M. Chardinal Irsan dan adik-adik ku tercinta A. Bima Sya’Putra dan Safira Ramadhani, dan keponakan ku M. Wira Ardana Setiawan, , yang

telah membuatku semakin termotivasi menjadi lebih baik dan benar, semoga aku bisa menjadi pribadi yang baik bagi kalian.


(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 6 Januari 1990 yang merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Irsan Rianto dan Ibu Marfinia. Pendidikan yang telah diselesaikan oleh penulis adalah Sekolah Dasar Negeri 2 (TELADAN) Rawa Laut Bandar Lampung pada Tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tanjung Karang Bandar Lampung yang diselesaikan pada Tahun 2004, lalu penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Bandar Lampung yang diselesaikan pada Tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada Tahun 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang bertempat pada Desa Mekar Sari Jaya Kec.Lambu Kibang Kab.Tulang Bawang Barat, Lampung. Sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, penulis melakukan penelitian pada Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung sebagai objek bahan penelitian penulisan skripsi.


(46)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Alhamdulillah, Allah telah memberikan segala kesempurnaan, kebahagiaan, kemudahan, dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Putusan Hakim Tentang Rehabilitasi Penggunaan Narkotika (Study Kasus Nomor : 466/PID/SUS/2011/PN.TK)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :

1. Terkhusus rasa cinta yang setulusnya kepada kedua orangtuaku Walid dan Mama, terima kasih telah melahirkan, membesarkan, menjaga, mendidik, membimbing serta memberikan fasilitas hidup yang sangat baik. Kepada Kakak, Kiay, Bung, Bima, Safira, dan Perwira, terima kasih kalian telah melengkapi kehidupanku.

2. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 3. Bapak Hi. Armen Yasir, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

4. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung, dan selaku Dosen Pembimbing I, yang telah sangat membantu dengan meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukannya sebagai Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung dalam memberikan masukan, pengarahan, ide perbaikan judul, langkah-langkah penulisan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(47)

5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung selaku Dosen Pembahas I, yang telah bersedia menjadi pembahas dengan memberikan kritik dan saran yang sangat baik terhadap penulisan skripsi, sehingga saya dapat memperbaiki dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah sangat membantu dalam memberikan bimbingan dan semangat disela-sela kesibukannya sebagai Ketua BKBH Universitas Lampung.

7. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II, yang telah memberikan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi, terima kasih atas kesediaannya yang selalu hadir pada seminar I dan II, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Ibu Desy Churul Aini S.H. selaku Pembimbing Akademik yang selalu bersedia meluangkan waktu dalam membantu proses perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini. 9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

10. Seluruh Civitas Akademik Fakultas Hukum Universitas Lampung.

11. Bapak Dr. Heri Djoko Subandriyo Sigit, M.KM., selaku Kepala Direktur RSJ Provinsi Lampung, terima kasih telah meluangkan waktu dan bersedia menjadi responden untuk memberikan informasi terkait permasalahan pada skripsi ini.

15. Ibu Sri Suharini, S.H., M.H., selaku Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, terima kasih telah meluangkan waktu dan bersedia menjadi responden untuk memberikan informasi terkait permasalahan pada skripsi ini.

16. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H.,M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum, terima kasih telah bersedia menjadi responden dan memberikan jawaban atas permasalahan dalam skripsi ini. 17. Mba Sri, Mba Yanti, Om Babe Narto, Ibu Arniah, Mba Yani, dan Mba Dian, terima kasih

telah membantu dalam mengurus borang pengajuan judul, pembuatan SK Seminar, jalannya seminar I dan II, pengurusan borang pengajuan SK Kompre sampai dengan pelaksanaan Ujian Kompre, dan segala kebaikan dan perhatian lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(48)

18. Ahmad Gemma Dwi Putra “ terima kasih untuk dukungan yang tak ada habisnya untuk menyelesaikan skripsi ini “

19. Sahabat-sahabatku : “kakak” Silca Ariani JB 210 (terima kasih ya kakak, gak pernah ngeluh kalo dimintain pertolongan,dan gak bosen temenan sama aku dari SD, SMP, SMA, sampai kuliah di Fak. Hukum Unila ini), “Cici” Asri Rejeki Utami 040 (terima kasih banyak Cici sahabatku selalu ada disaat susah ataupun senang. Maaf yaa cong gak bisa berjuang sama-sama, aku jadi SH duluan hihi :p), “teteh” Donna Nidya Yolanda 078 (terima kasih ya teh, atas dorongan dan dukungannya dalam menjalankan skripsi ini), “Dini” Rahandini Woro Patitis ( Maaf yaa Din aku menyandang gelar SH duluan,:p ), “Mpi” Selvi 205 ( makasih mpi udah banyak kasih tau aku ini itu selama perkuliahan) , “Uni” Wirda Apriliani 231 (si uni rempong temen seperjuangan dalam menjalankan skripsi, terus semangat uni, kita pasti bisa sukses hihi ) sayang kalian semuanya :* :*

20. Teman-teman seperjuangan skripsi dan EPT : “Cino” Sandi Saputra, “Habi” M. Habi Hendarso, Ria Andayani, Reza Fahlepi, Tria Anasya Achba, Raestin Silfani, Muhaiminul Aziziah, Busrmansyah, dan teman-teman 7 icons. (akhirnya bisa juga lulus EPT setelah test dua kali)

21. Kepala Desa Mekar Sari Jaya beserta Ibu dan seluruh warga Mekar Sari Jaya, Camat Lambu Kibang, serta teman-teman satu tim seperjuangan KKN : “Edy” teman yang selalu menghibur selama KKN , “Rangga” si kordes yang misterius , “Rafel” si rajanya maen game haha, “Fitrah” jubirnya selama KKN, “Rika” si encik yang centil, “Jihan” si pintar statistik, “Budi” makasi mas budi sering nimbain air hihi, “Feby” , “Angga”, “Rina”, “Fatimah”, “Evi”. Terima kasih telah membuat hari-hari selama KKN menjadi menggembirakan dan sangat dirindukan, kangen banget masa-masa KKN

22 Seluruh guru dan teman pada SDN 2 (TELADAN) Rawa Laut Bandar Lampung, SMPN 1 Tanjung Karang Bandar Lampung, SMAN 4 Bandar Lampung (tanpa jasa para guru dan kebersamaan bersama teman-teman dalam menjalani kehidupan pada masa-masa itu, saya tidak mungkin mencapai keberhasilan ini.)

23. Seluruh teman-teman pada Fakultas Hukum Universitas Lampung terkhusus Angkatan 2008, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(49)

Semoga Allah SWT membalas segala bentuk kebaikan kalian dengan kebaikan yang lebih besar. Amin.

Bandar Lampung, Februari 2012

Penulis


(1)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan kepada :

Kedua orangtuaku tercinta Bapak Irsan Rianto dan Mama Marfinia, sebagai wujud bakti pengabdian dan tanda kasih sebagai anak yang paling bahagia di dunia.

Kakak-kakak ku tercinta Putri Mayang Sari, M. Chardinal Irsan dan adik-adik ku tercinta A. Bima Sya’Putra dan Safira Ramadhani, dan keponakan ku M. Wira Ardana Setiawan, , yang telah membuatku semakin termotivasi menjadi lebih baik dan benar, semoga aku bisa menjadi pribadi yang baik bagi kalian.


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 6 Januari 1990 yang merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Irsan Rianto dan Ibu Marfinia. Pendidikan yang telah diselesaikan oleh penulis adalah Sekolah Dasar Negeri 2 (TELADAN) Rawa Laut Bandar Lampung pada Tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tanjung Karang Bandar Lampung yang diselesaikan pada Tahun 2004, lalu penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Bandar Lampung yang diselesaikan pada Tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada Tahun 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang bertempat pada Desa Mekar Sari Jaya Kec.Lambu Kibang Kab.Tulang Bawang Barat, Lampung. Sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, penulis melakukan penelitian pada Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung sebagai objek bahan penelitian penulisan skripsi.


(3)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Alhamdulillah, Allah telah memberikan segala kesempurnaan, kebahagiaan, kemudahan, dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Putusan Hakim Tentang Rehabilitasi Penggunaan Narkotika (Study Kasus Nomor : 466/PID/SUS/2011/PN.TK)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :

1. Terkhusus rasa cinta yang setulusnya kepada kedua orangtuaku Walid dan Mama, terima kasih telah melahirkan, membesarkan, menjaga, mendidik, membimbing serta memberikan fasilitas hidup yang sangat baik. Kepada Kakak, Kiay, Bung, Bima, Safira, dan Perwira, terima kasih kalian telah melengkapi kehidupanku.

2. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 3. Bapak Hi. Armen Yasir, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

4. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung, dan selaku Dosen Pembimbing I, yang telah sangat membantu dengan meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukannya sebagai Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung dalam memberikan masukan, pengarahan, ide perbaikan judul, langkah-langkah penulisan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(4)

5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung selaku Dosen Pembahas I, yang telah bersedia menjadi pembahas dengan memberikan kritik dan saran yang sangat baik terhadap penulisan skripsi, sehingga saya dapat memperbaiki dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah sangat membantu dalam memberikan bimbingan dan semangat disela-sela kesibukannya sebagai Ketua BKBH Universitas Lampung.

7. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II, yang telah memberikan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi, terima kasih atas kesediaannya yang selalu hadir pada seminar I dan II, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Ibu Desy Churul Aini S.H. selaku Pembimbing Akademik yang selalu bersedia meluangkan waktu dalam membantu proses perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini. 9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

10. Seluruh Civitas Akademik Fakultas Hukum Universitas Lampung.

11. Bapak Dr. Heri Djoko Subandriyo Sigit, M.KM., selaku Kepala Direktur RSJ Provinsi Lampung, terima kasih telah meluangkan waktu dan bersedia menjadi responden untuk memberikan informasi terkait permasalahan pada skripsi ini.

15. Ibu Sri Suharini, S.H., M.H., selaku Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, terima kasih telah meluangkan waktu dan bersedia menjadi responden untuk memberikan informasi terkait permasalahan pada skripsi ini.

16. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H.,M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum, terima kasih telah bersedia menjadi responden dan memberikan jawaban atas permasalahan dalam skripsi ini. 17. Mba Sri, Mba Yanti, Om Babe Narto, Ibu Arniah, Mba Yani, dan Mba Dian, terima kasih

telah membantu dalam mengurus borang pengajuan judul, pembuatan SK Seminar, jalannya seminar I dan II, pengurusan borang pengajuan SK Kompre sampai dengan pelaksanaan Ujian Kompre, dan segala kebaikan dan perhatian lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(5)

18. Ahmad Gemma Dwi Putra “ terima kasih untuk dukungan yang tak ada habisnya untuk menyelesaikan skripsi ini “

19. Sahabat-sahabatku : “kakak” Silca Ariani JB 210 (terima kasih ya kakak, gak pernah ngeluh kalo dimintain pertolongan,dan gak bosen temenan sama aku dari SD, SMP, SMA, sampai kuliah di Fak. Hukum Unila ini), “Cici” Asri Rejeki Utami 040 (terima kasih banyak Cici sahabatku selalu ada disaat susah ataupun senang. Maaf yaa cong gak bisa berjuang sama-sama, aku jadi SH duluan hihi :p), “teteh” Donna Nidya Yolanda 078 (terima kasih ya teh, atas dorongan dan dukungannya dalam menjalankan skripsi ini), “Dini” Rahandini Woro Patitis ( Maaf yaa Din aku menyandang gelar SH duluan,:p ), “Mpi” Selvi 205 ( makasih mpi udah banyak kasih tau aku ini itu selama perkuliahan) , “Uni” Wirda Apriliani 231 (si uni rempong temen seperjuangan dalam menjalankan skripsi, terus semangat uni, kita pasti bisa sukses hihi ) sayang kalian semuanya :* :*

20. Teman-teman seperjuangan skripsi dan EPT : “Cino” Sandi Saputra, “Habi” M. Habi Hendarso, Ria Andayani, Reza Fahlepi, Tria Anasya Achba, Raestin Silfani, Muhaiminul Aziziah, Busrmansyah, dan teman-teman 7 icons. (akhirnya bisa juga lulus EPT setelah test dua kali)

21. Kepala Desa Mekar Sari Jaya beserta Ibu dan seluruh warga Mekar Sari Jaya, Camat Lambu Kibang, serta teman-teman satu tim seperjuangan KKN : “Edy” teman yang selalu menghibur selama KKN , “Rangga” si kordes yang misterius , “Rafel” si rajanya maen game haha, “Fitrah” jubirnya selama KKN, “Rika” si encik yang centil, “Jihan” si pintar statistik, “Budi” makasi mas budi sering nimbain air hihi, “Feby” , “Angga”, “Rina”, “Fatimah”, “Evi”. Terima kasih telah membuat hari-hari selama KKN menjadi menggembirakan dan sangat dirindukan, kangen banget masa-masa KKN

22 Seluruh guru dan teman pada SDN 2 (TELADAN) Rawa Laut Bandar Lampung, SMPN 1 Tanjung Karang Bandar Lampung, SMAN 4 Bandar Lampung (tanpa jasa para guru dan kebersamaan bersama teman-teman dalam menjalani kehidupan pada masa-masa itu, saya tidak mungkin mencapai keberhasilan ini.)

23. Seluruh teman-teman pada Fakultas Hukum Universitas Lampung terkhusus Angkatan 2008, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(6)

Semoga Allah SWT membalas segala bentuk kebaikan kalian dengan kebaikan yang lebih besar. Amin.

Bandar Lampung, Februari 2012

Penulis