PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

(1)

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Oleh

DODI RAHMAD AFEBRATA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Oleh

DODI RAHMAD AFEBRATA

Faktor penting dalam budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah

ketersediaan pakan dalam jumlah yang memadai, namun kebutuhan tepung jagung sebagai bahan baku pakan ikan masih diimpor. Dibutuhkan bahan pakan alternatif untuk mengatasi masalah pengurangan impor tepung jagung ke Indonesia. Negara Indonesia khususnya Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil singkong dengan hasil limbah tapioka berupa onggok singkong. Penelitian dilakukan untuk mengetahui proporsi tepung onggok singkong dalam pakan ikan nila. Rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan digunakan pada penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penggunaan onggok singkong dengan proporsi 5% memberikan kandungan nutrisi dan laju pertumbuhan terbaik dibandingkan

perlakuan lain. Kandungan nutrisi yang dihasilkan adalah protein (31,51%), lemak (12,83%), abu (11,86%), serat kasar (20,14%), BETN (23,66%), kadar air

(10,22%) dan laju pertumbuhan 12,45 g.


(3)

(4)

(5)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya tulis ilmiah ini sebagai

tanda bakti dan ucapan terima kasih ku kepada :

Ayah dan ibunda tercinta

“Do’a yang tak henti, dukungan moral dan

material yg tak ada batas t’lah diberikan

kepadaku serta curahan hati dan kasih sayang

sampai saat ini dan sampai akhir hayat nanti”

Adikku

“Popy Rahmaniati”

tersayang

Motivasi dan kerja keras yg diberikan sangat

luar biasa, you is spirit for me

Almamater Universitas Lampung

“Ilmu, Pengetahuan dan Keterampilan selama

pendidikan”


(6)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... III DAFTAR GAMBAR ... IV DAFTAR LAMPIRAN ... V I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pemikiran ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Hipotesis... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila ... 5

2.2 Kebutuhan Nutrisi Nila ... 8

2.3 Onggok Singkong ... 9

2.4 Pertumbuhan ... 11

2.5 Rasio Konversi Pakan ... 13

2.6 Kelangsungan Hidup ... 14

2.7 Kualitas Air Media ... 15

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2Alat dan Bahan ... 17

3.3Metode Penelitian ... 18

3.3.1Persiapan Penelitian ... 18

3.3.2 Penelitian Utama ... 18

3.4 Rancangan Penelitian ... 19

3.5 Analisis Data ... 21

3.5.1 Kelangsungan Hidup ... 21

3.5.2 Pertambahan Bobot ... 21

3.5.3 Rasio Konversi Pakan ... 22

3.5.4 Kualitas Air ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fisik Pakan ... 25

4.1.1Daya Tahan Pakan ... 25

4.2 Uji Kimia Pakan (Proksimat) ... 26

4.3 Uji Biologi ... 32

4.3.1 Kelangsungan Hidup Benih ikan Nila... 32


(7)

4.3.3 Pertumbuhan Berat Harian Benih Ikan Nila ... 35 4.3.4 Kualitas Air ... 36 V. KESIMPULAN DAN PEMBAHASAN

5.1Kesimpulan ... 38 5.2 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA


(8)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan budidaya ikan nila secara intensif di Indonesia belum begitu menggembirakan karena beberapa faktor antara lain masih rendahnya efisiensi produksi, harga ikan dipasaran masih murah, serta sulitnya pengadaan benih dan induk yang bermutu. Seiring peningkatan produksi ikan nila di Indonesia meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 jumlah produksi ikan nila mencapai 469.173 ton, tahun 2011 meningkat menjadi 639.300 ton, dan pada tahun 2012 mencapai 850.000 ton (KKP, 2013).

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan budidaya ikan nila yaitu ketersediaan pakan yang terbatas baik jumlah maupun kualitasnya, dan penyediaan pakan buatan yang membutuhkan biaya relatif tinggi. Untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi ikan nila, maka bahan baku pakan seperti tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, dan bahan lainnya masih harus diimpor. Menurut Suprayudi (2010), syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan baku adalah mengandung nutrien yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan, diutamakan dari sumber nabati, tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan manusia, berbasis limbah, dan jumlah tersedia melimpah.

Sebagai upaya pengurangan ketergantungan terhadap bahan baku pakan impor, maka perlu diupayakan solusi yaitu dengan pemanfaatan salah satu bahan


(9)

2 baku lokal yang banyak tersedia sebagai bahan baku pakan ikan, diantaranya adalah onggok singkong. Onggok singkong merupakan limbah dari produksi tapioka yang ketersediaannya terus meningkat sejalan dengan perkembangan industri tapioka. Pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan dibatasi oleh rendahnya kandungan protein dan onggok hanya digunakan sebagai sumber energi. Secara umum limbah pertanian seperti onggok singkong memiliki

kandungan nutrisi yang rendah seperti protein. Oleh karena itu untuk menciptakan pakan dari bahan baku tepung onggok singkong yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan diperlukan adanya penelitian yang mempelajari tentang pemanfaatan tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan nila.

1.2 Kerangka Pemikiran

Budidaya ikan nila secara intensif memerlukan pakan sebagai faktor utama dalam pemeliharaan ikan nila. Hal ini dikarenakan ikan nila membutuhkan pakan sebagai pertumbuhan bagi ikan. Pada saat ini pakan buatan yang

dimanfaatkan bagi ikan yaitu pakan yang memiliki kualitas nutrisi dan jumlah yang mencukupi. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan budidaya ikan nila yaitu ketersediaan pakan yang terbatas baik jumlah maupun kualitasnya, dan penyediaan pakan buatan yang membutuhkan biaya relatif tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ikan nila, maka bahan baku pakan seperti tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, dan bahan lainnya masih harus diimpor.

Sebagai upaya pengurangan ketergantungan terhadap bahan baku pakan impor, maka perlu diupayakan solusi yaitu dengan pemanfaatan salah satu bahan


(10)

3 baku lokal yang banyak tersedia sebagai bahan baku pakan ikan, diantaranya adalah onggok singkong. Pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan dibatasi oleh rendahnya kandungan protein dan onggok hanya digunakan sebagai sumber energi. Dari konsep kerangka pikir penelitian ini, untuk menciptakan pakan dari bahan baku tepung onggok singkong yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan diperlukan adanya penelitian yang mempelajari tentang pemanfaatan tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan nila.

Limbah pertanian sebagai bahan baku pakan ikan

Kandungan Nutrisi rendah

Serat kasar tinggi Adanya zat antinutrisi yaitu HCN

Onggok Singkong Ketersediaan melimpah

Tidak bersaing dengan bahan pangan manusia Berpotensi sebagai sumber energi

Bahan baku pakan ikan Bahan Baku Pakan Import

Ketersediaan Bahan baku yang butuh biaya relatif tinggi


(11)

4 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proporsi tepung onggok singkong dalam pakan ikan nila (Oreochromisniloticus).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada para pembudidaya ikan bahwa tepung onggok singkong dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ikan nila (Oreochromisniloticus)

1.5 Hipotesis

Ho : τi = 0 tidak ada pengaruh penggunaan tepung onggok singkong dalam bahan baku pakan terhadap pertumbuhan ikan nila.

H1 : τi ≠ 0 minimal ada satu pengaruh penggunaan tepung onggok singkong dalam bahan baku pakan terhadap pertumbuhan ikan nila.


(12)

5 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Nila

Ikan nila (Oreochromisniloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk dalam famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd, 2004). Ikan ini merupakan jenis ikan yang di introduksi dari luar negeri, ikan tersebut berasal dari Afrika bagian Timur di sungai Nil, danau Tangayika, dan Kenya lalu dibawa ke Eropa, Amerika, Negara Timur Tengah dan Asia. Di Indonesia benih ikan nila secara resmi didatangkan dari Taiwan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Ikan ini merupakan spesies ikan yang berukuran besar antara 200 - 400 gram, sifat omnivora sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan (Amri dan Khairuman, 2003).

Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan

perairan dengan kadar DissolvedOxygen (DO) antara 2,0 - 2,5 mg/l. Secara umum nilai pH air pada budidaya ikan nila antara 5 sampai 10 tetapi nilai pH optimum adalah berkisar 6 - 9. Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk, rawa, sawah dan saluran irigasi, memiliki toleransi terhadap salinitas sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak di perairan payau dengan salinitas 20 - 25‰ (Setyo, 2006).


(13)

6 Adapun klasifikasi ikan nila (Sugiarto, 1988) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Osteichthyes Sub Class : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphi Sub Order : Percoidea Family : Cichlidae Genus : Oreochromis

Species : Oreochromis niloticus

Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan Oreochromis memang berbeda dengan kelompok tilapia. Secara umum, bentuk tubuh nila memanjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Bentuk matanya besar dan menonjol dengan tepi berwarna putih. Gurat sisi (linealateralis) terputus di bagian tengah tubuh, kemudian berlanjut lagi, tetapi letaknya lebih ke bawah dibandingkan dengan letak garis yang memanjang di atas sirip dada. jumlah sisik pada gurat sisi 34 buah. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip duburnya memiliki jari-jari

D.XVII.13; V.15; P.15; A.III.10; dan C.18. Sirip punggung dan sirip dada berwarna hitam. Pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam.

Nila memiliki lima sirip, yaitu satu sirip punggung (dorsalfin), sepasang sirip dada (pectoralfin), sepasang sirip perut (venteralfin), sepasang sirip anal (analfin), dan satu sirip ekor (caudalfin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup ingsang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu


(14)

7 buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat. Morfologi ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber : http://perikananindonesia.com (2013)

Ikan nila bersifat omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan seperti plankton hewani, plankton nabati, dan daun tumbuhan yang halus. Selain itu ikan nila dapat diberi pakan buatan seperti pellet dan pakan tambahan seperti dedak halus, tepung bungkil sawit, dan ampas kelapa (Sayed, 1999). Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan serta kelangsungan hidupnya ikan memerlukan pakan yang cukup dari segi kualitas dan kuantitas. Pakan yang bermutu baik, salah satunya ditentukan oleh kandungan gizi (protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral) dalam komposisi yang tepat.

Mata

Mulut

Lineal Lateralis (LL)

Sirip ekor (Caudal fin)

Sirip Anus (Anal fin) Sirip Punggung

(Dorsal fin)

Sirip Perut (venteral fin)

Sirip Dada (Pectoral fin)


(15)

8 2.2 Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila

Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan nila yaitu protein,

karbohidrat, dan lemak. Kandungan nutrisi yang tidak tepat dapat mempengaruhi pertumbuhan seperti kurangnya protein yang menyebabkan ikan hanya

menggunakan sumber protein untuk kebutuhan dasar dan kekurangan untuk pertumbuhan. Kandungan protein yang berlebih, menyebabkan protein akan terbuang dan menyebabkan bertambahnya kandungan amoniak dalam perairan. Kebutuhan nutrisi ikan akan terpenuhi dengan adannya protein dalam pakan. Protein merupakan kompleks yang terdiri dari asam amino esensial yang merupakan senyawa molekul mengandung gugus fungsional amino (-NH2) maupun karboksil (-CO2H) dan non esensial (NRC, 1993).

Kandungan karbohidrat merupakan kelompok organik terbesar yang terdapat pada tumbuhan, terdiri dari unsur Cn (H2O)n dan karbohidrat salah satu komponen yang berperan sebagai sumber energi bagi ikan serta bersifat sparing effect bagi protein. Karbohidrat lebih mudah larut dalam air dan dapat digunakan sebagai perekat untuk memperbaiki stabilitas pakan. Kekurangan karbohidrat dan lemak dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat karena ikan menggunakan protein sebagai sumber energi lemak dan karbohidrat yang seharusnya sebagai sumber energi. Kebutuhan karbohidrat yang memiliki kecernaan tinggi dan aktitas enzim amilase pada ikan nila akan mempengaruhi daya cerna karbohidrat yang meningkat (Pascual, 2009).

Kandungan lemak merupakan senyawa organik yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) sebagai unsur utama. Beberapa di antaranya ada yang mengandung nitrogen dan fosfor. Lemak berguna sebagai


(16)

9 sumber energi dalam beraktifitas dan membantu penyerapan mineral tertentu. Lemak juga berperan dalam menjaga keseimbangan dan daya apung pakan dalam air. Kandungan lemak pakan yang dibutuhkan ikan nila antara 3 - 6% dengan energi dapat dicerna 85 - 95% (Mahyuddin, 2008).

Menurut BBAT (2005), ikan nila tumbuh maksimal pada pemberian pakan dengan kadar protein 25 - 30%. Adapun kebutuhan nutrisi pakan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan nila dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi pada ikan nila

No Kebutuhan Nutrisi Umur Nilai

1 2 3 4 5 6 7 Protein Asam amino - Arginin - Histidin - Isoleusin - Leusin - Lysine

- Metionin + Cystin - Phenilalanin - Threonin - Tritopan - Valin Lemak

Asam lemak essensial Pospor

Karbohidrat

Digestibiliti energy

Larva

Benih– konsumsi

35% 25 - 30%

4,2% 1,7% 3,1% 3,4% 5,1% 3,2% (Cys 0,5 ) 5,5% (Tyr 1,8 )

3,8% 1,0% 2,8% 6 – 10% 0,5 % - 18:2n-6

< 0,9 % 25 %

2500 – 4300 Kkal/kg Sumber : BBAT Sukabumi (2005)

2.3 Onggok Singkong

Onggok merupakan limbah dari produksi tepung tapioka yang

ketersediaannya terus meningkat sejalan dengan perkembangan industri tapioka. Pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan dibatasi oleh rendahnya kandungan


(17)

10 protein. Onggok hanya dapat digunakan sebagai sumber energi dan karbohidrat. Hal ini dikarenakan kandungan karbohidrat pada onggok singkong seperti serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) memiliki nilai yang tinggi.

Produksi singkong di Lampung tercatat mencapai 8,3 juta ton yang diolah sebagai keperluan pangan dan industri (BPS, 2012). Peningkatan potensi limbah onggok sejalan dengan peningkatan produksi tapioka, hal ini dikarenakan setiap 1.000 kg ubi kayu menghasilkan 250 kg (25%) tapioka, 114 kg (11,4%) onggok, dan 636 kg (63,6%) Air. Dengan demikian potensi onggok di Provinsi Lampung sebesar 946.200 ton/tahun atau 78.850 ton/bulan. Ketersediaan ubi kayu pada tahun 2011 bila diakumulasi menjadi limbah onggok dapat mengganggu lingkungan (Tabrani et,al. 2002). Onggok biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bahan baku pembuatan saus, bioetanol, dan media pertumbuhan mikroba.

Menurut Fitriliyani (2010), onggok sebagai pakan ternak memiliki kadar protein yang rendah, namun memiliki kadar karbohidrat yang cukup tinggi. Pati yang tertinggal menyebabkan onggok memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 50 - 70%, sehingga dimanfaatkan sebagai media tumbuh mikroba. Untuk lebih jelas onggok singkong dapat dilihat pada Gambar 2.


(18)

11 Onggok sering dipergunakan sebagai substrat untuk produksi selulase, amylase, dan amiloglukosidase. Kandungan zat yang dimiliki onggok singkong adalah protein kasar 1,88%, serat kasar 15,62%, lemak kasar 0,25%, abu 1,15%, Ca 0,31%, P 0,05% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 81,10% (Wizna, 2008). Komposisi onggok memiliki kandungan asam sianida (HCN), kandungan nutrisi onggok dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan nila. Untuk lebih jelas kandungan nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi pada onggok murni

No Komponen Kandungan nutrisi (%)

a b c d

1 2 3 4 5 6 Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Air 3,6 2,3 65,9 8,1 4,4 20,31 1,88 0,25 81,10 15,62 1,15 20 1,87 0,33 6,50 8,90 2,4 19,8 1,28 0,55 87,24 8,92 2,01 8,27

Sumber : Hasbullah (2002) Keterangan : (a). Sutardi (2008)

(b). Wizna (2008) (c). Deptan (2009)

(d). BPBAT (2013)

2.4 Pertumbuhan

Proses pertumbuhan pada budidaya ikan secara umum dipengaruhi oleh jumlah pakan yang diberikan. Namun tidak semua energi pakan akan digunakan untuk pertumbuhan. Pertambahan berat terjadi ketika ada kelebihan input energi dan asam amino setelah kebutuhan dasar ikan dari pakan tersebut terpenuhi. Kebutuhan dasar tersebut antara lain adalah untuk metabolisme, bergerak, perkembangan organ seksual, dan perawatan sel tubuh untuk mengganti sel-sel yang tua atau rusak. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya


(19)

12 pertumbuhan ikan budidaya yaitu faktor pakan yang diberikan, dan faktor

lingkungan yang mendukung seperti media tempat dan kualitas air.

Pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Pemberian pakan yang kurang menyebabkan ikan mudah terserang penyakit dan bahkan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar ikan itu sendiri seperti untuk

metabolisme, akibatnya pertumbuhan terhambat dan bahkan bisa menyebabkan penurunan pertumbuhan dan kematian. Pemberian pakan yang berlebihan akan menyebabkan perairan menjadi kotor dan mengurangi nafsu makan ikan itu sendiri sehingga pertumbuhan menjadi terhambat. Dalam hal kegiatan

pemeliharaan dan pemberian pakan yang tercampur dengan enzim akan dapat dicerna dengan baik dan yang tidak dicerna akan dikeluarkan bersama kotoran.

Pakan yang diproses dalam tubuh ikan dan unsur-unsur nutrisi atau gizinya akan diserap oleh tubuh ikan untuk membangun jaringan dan daging sehingga pertumbuhan ikan akan terjamin. Laju pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlahnya mencukupi, kondisi lingkungan mendukung, dan dapat dipastikan laju pertumbuhan ikan nila akan menjadi cepat sesuai dangan yang diharapkan (Khairuman dan Amri, 2003).

Kemampuan mengkonsumsi pakan buatan juga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan. Dengan adaptasi terhadap pakan buatan dengan kandungan nutrisi yang tinggi akan mengakibatkan laju pertumbuhannya semakin cepat dan ukuran maksimum bertambah (Effendi, 2004).


(20)

13 2.5 Rasio Konversi Pakan

Untuk memperoleh rasio konversi pakan lebih rendah harus disesuaikan dengan cara atau kebiasaan makan pada jenis ikan dan bentuk pakan. Rasio konversi pakan adalah jumlah berat makanan yang dibutuhkan oleh ikan sebanyak 20 - 25% yang digunakan untuk tumbuh atau menambah bobot tubuh, selebihnya digunakan untuk energi dan sebagian yang tidak dapat dicerna oleh ikan.

Makanan nabati faktor konversinya lebih besar dari pada makanan hewani. Ini berarti untuk menambah berat 1 kg daging ikan dibutuhkan makanan nabati lebih banyak dari pada makanan hewani. Konversi makanan dipengaruhi oleh jumlah gizi dan cara pemberian makanan serta bobot dan umur ikan (Mujiman, 2004).

Pascual (2009), menjelaskan bahwa semakin rendah nilai konversi pakan, semakin baik karena jumlah pakan yang dihabiskan untuk menghasilkan berat tertentu adalah sedikit. Tinggi rendahnya nilai rasio konversi pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kualitas dan jumlah pakan, spesies ikan, ukuran ikan dan kualitas air.

2.6 Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup akan menentukan produksi ikan yang dipanen dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan hidup benih ikan nila ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air maupun perbandingan antara jumlah pakan dan kepadatannya (Effendi, 2004).

Menurut Kafuku (1983), padat tebar yang tinggi dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat kelangsungan hidup suatu organisme. Hal ini


(21)

14 akan mengalami mortalitas (kematian). Nilai tingkat kelangsungan hidup ikan rata-rata yang baik berkisar antara 73,5 - 86,0 %. Kelangsungan hidup ikan

ditentukan beberapa faktor, diantaranya kualitas air meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), dan tingkat keasaman (pH) perairan.

2.7 Kualitas Air Media

Kualitas air merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan budidaya ikan nila. Penurunan kualitas air akan menyebabkan timbulnya penyakit, gangguan reproduksi pada ikan, pertumbuhan ikan terhambat, pengurangan rasio konversi pakan bahkan dapat menyebabkan kematian. Adapun parameter kualitas air yang biasa diamati yaitu kandungan oksigen terlarut, tingkat keasaman, suhu, dan amoniak.

Kuantitas air merupakan jumlah air yang tersedia dari sumber air seperti : sungai, saluran irigasi, bendungan, dan sumur bor untuk mengairi kolam.

Sementara itu, kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi air. Sifat fisika meliputi suhu, kecerahan air, kekeruhan, dan warna air. Sifat kimia air meliputi derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), karbondioksida, amoniak, dan alkalinitas. Sedangkan sifat biologi air meliputi plankton, benthos, dan tanaman air. Variabel dalam kualitas air tersebut akan mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup, dan perkembangbiakan ikan.

Ikan nila tidak terlalu membutuhkan debit air yang besar, seperti halnya ikan mas dan ikan tawes. Sumber air untuk usaha pembenihan harus bersih dan jernih. Biasanya air tersebut berasal dari air sumur baik dari sumur bor dengan menggunakan pompa hisap maupun sumur galian biasa. Air yang tidak


(22)

15 memenuhi syarat dari segi kualitas air akan berakibat buruk terhadap

kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan. Adapun kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan nila dapat dilihat di Tabel 3.

Tabel 3. Kualitas air untuk ikan nila

No Parameter Kandungan air yang dianjurkan 1

2 3 4 5 6 7 8 9

Suhu 25-30 o C pH 6,5-8,5 Oksigen terlarut (O2) > 3 mg/l

Amonia total maksimum 1 (mg/l total amonia) Kekeruhan maksimum 50 NTU

Karbon dioksida (CO2) maksimum 11 (mg/l) Nitrit minimum 0,1 (mg/l)

Alkalinitas minimum 20 (mg/l CaCO3) Kesadahan total minimum 20 (mg/l CaCO3) Sumber : Sunarso (2008)

Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak atau limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat

pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya fitoplankton. Air yang kaya fitoplankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau kecokelatan. Sedangkan fitoplankton dari jenis alga biru (blue green algae) kurang baik untuk pertumbuhan ikan. Tingkat kecerahan air karena fitoplankton harus dikendalikan dan dapat diukur dengan alat yang disebut secchi disc. Kecerahan air yang baik untuk kolam ataupun tambak adalah antara 20 - 35 cm dari permukaan. Nilai tingkat keasaman (pH) air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6 - 8,5. Suhu air yang optimal berkisar antara 25 - 30 oC (Lestari, 1992).


(23)

16 Sementara itu, kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi air. Sifat fisika meliputi suhu, kecerahan air, kekeruhan, dan warna air. Sifat kimia air meliputi derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), karbondioksida, amoniak, dan alkalinitas. Sedangkan sifat biologi air meliputi plankton, benthos, dan tanaman air. Variabel dalam kualitas air tersebut akan mempengaruhi

pengelolaan, kelangsungan hidup, dan perkembangbiakan ikan. Kelangsungan hidup ikan ditentukan beberapa faktor, diantaranya kualitas air meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), dan tingkat keasaman (pH) perairan.


(24)

17 III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei – 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, sedangkan analisis proksimat dilakukan di Laboratotium Balai Penelitian dan Budidaya Air Tawar, Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : akuarium berukuran 50 x 30 x 40 cm3 sebanyak 18 buah, aerator, selang aerasi, serokan, ember plastik, timbangan analitik multi purpose merek Hanna (Made in Taiwan) High accuracy 1/5000. Alat pengukur kualitas air thermometer air raksa (Made in Indonesia), DO meter digital merek Hanna (Made in Taiwan), dan pH meter merek Hanna (Made In Taiwan).

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Tepung onggok singkong, tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, premix/vitamin, minyak ikan, tepung terigu, air, dan benih ikan nila ukuran 2 - 3 cm (20 ekor).


(25)

18 3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Persiapan Penelitian

Tahapan penelitian meliputi pengadaan bahan tepung onggok singkong yang telah dilakukan pembuatan pakan ikan dengan proporsi onggok singkong yang berbeda-beda, dan analisis uji proksimat protein, serat kasar, lemak, kadar air dan abu pada pakan yang memiliki bahan baku onggok dengan proporsi yang berbeda.

3.3.2 Penelitian Utama

Proses penelitian utama meliputi persiapan tempat pemeliharaan yang meliputi persiapan wadah akuarium berukuran 50 x 30 x 40 cm3 dilengkapi aerasi sebagai suplai oksigen dalam air yang telah di isi 20 - 30 liter. Kemudian di isi bibit ikan nila ukuran 2 – 3 cm sebanyak 20 ekor/akuarium.

Tahap pemberian pakan dilakukan dua kali dalam satu hari yaitu pagi hari pukul 08.00 wib dan sore hari pukul 16.00 WIB, pakan diberikan 5% dari bobot tubuh ikan. Selama masa penelitian pemeliharaan ikan nila perlu

diperhatikan kualitas air dengan cara disiphon kotoran atau sisa pakan

menggunakan selang. Pergantian penambahan air baru agar kondisi lingkungan tetap normal, dan pengukuran kualitas air dilakukan 5 hari sekali. Pengukuran pada proses penelitian ini meliputi pengukuran terhadap pertumbuhan berat bobot ikan nila menggunakan timbangan analitik, kelangsungan hidup dengan

penghitungan secara visual dan kualitas air dengan alat pengukur kualitas air yang dapat dilakukan 10 hari sekali.


(26)

19 3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Pada penelitian ini dilakukan penggunaan tepung onggok singkong dengan proporsi yang berbeda. Penempatan akuarium dilakukan secara acak. Presentase penambahan onggok yang dilakukan yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Adapun perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Perlakuan A : Pakan buatan tanpa onggok (kontrol) Perlakuan B : Pakan buatan dengan proporsi onggok 5%. Perlakuan C : Pakan buatan dengan proporsi onggok 10%. Perlakuan D : Pakan buatan dengan proporsi onggok 15%. Perlakuan E : Pakan buatan dengan proporsi onggok 20%. Perlakuan F : Pakan buatan dengan proporsi onggok 25%.

Pada proses pembuatan pakan buatan, formulasi pakan ditentukan berdasarkan bahan baku pakan dan hasil analisis proksimat bahan dasar pakan. Adapun komposisi bahan baku pakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi bahan baku pakan

No Bahan Baku Pakan Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D Perlakuan E Perlakuan F 1 2 3 4 5 6 7 Tepung Ikan Tepung Kedelai Tepung Jagung Tepung Onggok Vitamin/Premix Minyak Ikan Tepung Terigu 35 % 30 % 25 % 0 % 2 % 3 % 5 % 35 % 30 % 20 % 5 % 2 % 3 % 5 % 35 % 30 % 15 % 10 % 2 % 3 % 5 % 35 % 30 % 10 % 15 % 2 % 3 % 5 % 35 % 30 % 5 % 20 % 2 % 3 % 5 % 35 % 30 % 0 % 25 % 2 % 3 % 5 %

Total 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %


(27)

20 Sumber protein hewani dari bahan baku pakan yaitu tepung ikan dan tepung kedelai dengan proposi bahan baku yang sama, sedangkan sumber protein nabati berasal dari tepung onggok dan tepung jagung.

Adapun model rancangan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

I = Perlakuan A, B, C, D, dan E j = Ulangan 1, 2, dan 3

Yij = Nilai pengamatan dari pengaruh pemberian pakan dengan proporsi onggok singkong yang berbeda ke – i dan ulangan ke – j

µ = Nilai tengah pengamatan

τi = Pengaruh pemberian pakan dengan proporsi onggok singkong yang berbeda ke – i terhadap pertumbuhan, rasio konversi pakan, dan kelangsungan hidup benih ikan nila ke – j

εij = Pengaruh galat percobaan dari pengaruh pemberian pakan dengan proporsi onggok yang berbeda ke – i dan ulangan ke – j.

Untuk menguji perbedaan perlakuan digunakan uji F pada taraf

kepercayaan 95%. Apabila berbeda nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (Steel and Torrie, 1991).


(28)

21 3.5 Analisis Data

Parameter penelitian yang diamati yaitu uji fisik pakan (Water stability), uji kimia (Proksimat), dan uji biologi meliputi: tingkat kelangsungan hidup, pertambahan bobot tubuh, rasio konversi pakan, dan kualitas air media.

3.5.1 Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup dihitung berdasarkan rasio jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan dan jumlah ikan yang ditebar awal pemeliharaan dengan menggunakan rumus Effendi (2004) :

Keterangan :

SR = Tingkat kelangsungan hidup ikan Nt = Jumlah ikan akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan awal penebaran

3.5.2 Pertambahan bobot

Pertumbuhan benih ikan nila meliputi pengukuran bobot tubuh ikan dan panjang ikan nila. Proses pengukuran dilakukan dengan timbangan analitik selama sepuluh hari sekali. Berdasarkan data tersebut dilakukan penghitungan

pertambahan bobot dengan rumus Effendi (2004) sebagai berikut : SR = (Nt/No) x 100%


(29)

22 Wm = Wt – Wo

Keterangan :

Wm = Pertambahan bobot (g) Wt = Bobot rata-rata akhir (g) Wo = Bobot rata-rata awal (g)

3.5.3 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan adalah jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram daging. Menurut Djarijah (1995), rumus untuk menghitung konversi pakan (FCR) sebagai berikut.

Keterangan :

F = Jumlah Pakan yang diberikan selama pemeliharaan Wo = Berat total ikan saat awal penebaran


(30)

23 3.5.4 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air meliputi yaitu : (1) Suhu

Pengukuran suhu media air dilakukan menggunakan alat termometer.

Proses pengukuran dimasukkan ke dalam air media dan dapat dilihat titik derajat calcius. Standar pengukuran suhu pada ikan nila berkisar antara 25 – 30oC. Pengukuran suhu dilakukan setiap 5 hari sekali pada pukul 09.00 pagi hari dan 15.00 sore hari.

(2) DO (Dysolvedoxygen)

Pengukuran oksigen terlarut dalam media pemeliharaan ikan nila dilakukan menggunakan DO meter. Proses pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan alat ke dalam air kemudian akan terlihat angka satuan DO secara otomatis. Standar DO pada ikan nila > 3 mg/l. Pengukuran DO akan dilakukan setiap 5 hari sekali pada pukul 09.00 pagi hari dan 15.00 sore hari.

(3) pH

Pengukuran pH dalam media pemeliharaan ikan nila dilakukan

menggunakan alat pH meter atau kertas lakmus. Proses pengukuran dengan cara memasukkan alat atau kertas lakmus ke dalam air kemudian akan terlihat angka satuan pH secara otomatis atau warna pada kertas lakmus. Standar pH pada ikan nila 6,5 - 8,5. Pengukuran pH akan dilakukan setiap 5 hari sekali sebanyak dua kali pada pukul 09.00 pagi hari dan 15.00 sore hari.


(31)

17

24

Gambar 3. RoadMap Penelitian PEMELIHARAAN IKAN

a. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 50 hari

b. Pemberian pakan dilakukan 3 kali dalam sehari pukul 08.00, 13.00, dan 17.00 WIB dengan feeding rate 5 % dari bobot ikan

c. Penyiponan dan pergantian air 20 % dari total volume air pemeliharaan

PERSIAPAN PENELITIAN PEMBUATAN PAKAN

a. Onggok singkong yang telah dijemur lalu dikukus selama 30 menit b. Onggok digiling hingga menjadi tepung onggok

c. Pencampuran bahan baku pakan disesuaikan dengan perlakuan sebagai berikut : A = Pakan acuan (tanpa onggok)

B = Pakan + onggok 5 % C = Pakan + onggok 10 % D = Pakan + onggok 15 % E = Pakan + onggok 20 % F = Pakan + onggok 25 % d. Pencetakan pakan

e. Pengeringan pakan dan pembentukan pakan f. Pengujian nutrisi pakan

PERSIAPAN IKAN UJI

a. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

b. Ikan uji berasal dari Balai Benih Ikan, Natar (Lampung Selatan) c. Ukuran 2-3 cm

d. Padat tebar 20 ekor/akuarium

Analisis data dengan uji sidik ragam

PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA a. Pembersihan akuarium

b. Pengisian air dan aerasi

c. Air diendapkan didalam tandon dan aerasi selama 2-3 hari

Penyusunan Laporan PARAMETER PENGAMATAN a. Analisis nutrisi pakan uji b. Pertumbuhan berat mutlak c. Pertumbuhan spesifik d. Kelangsungan hidup (SR) e. Kualitas air


(32)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan nila dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung onggok singkong dengan proporsi 5% sebagai bahan baku pakan memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan pada ikan nila.

5.2SARAN

Penelitian ini dapat dilanjutkan dan dikembangkan kembali mengenai penggunaan tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. dan Khairuman. 2003. Membuat pakan ikan konsumsi. Agromedia pustaka. Tanggerang. 45 hal

Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tanaman Ubi Kayu Seluruh Provinsi. Diakses pada tanggal 5 Maret 2013. 34 hal

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI01-6138-1999 (Induk Ikan Nila Hitam, Oreochromis Niloticus Bleeker Kelas Induk Pokok). Jakarta. 10 hal

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI01-6140-1999 (Induk Ikan Nila Hitam, Oreochromis Niloticus Bleeker Kelas Induk Pokok). Jakarta. 10 hal

BBAT Sukabumi. 2005. Kandungan Nutrisi Ikan Nila. SNI02-3151-2005. Sukabumi. Jawa Barat. 77 hal

Boyd. 2004. SNI 01-6139-1999 (Produksi induk ikan nila hitam, Oreochromis niloticus). Jakarta 4 hal

Deptan. 2009. Kandungan Nutrisi singkong bio etanol. Sumber : www.Deptan. go.id (27 Februari 2013). 2 hal

Djarijah, 1995. Onggok Untuk Bahan Pakan. Jurnal Poultry Indonesia. Jakarta. 56 hal

Effendi. 2004. Biologi Ikan Nila. Yayasan Pustaka Nusatama. Jakarta. 54 hal Fitriliyani, L. 2010. Evaluasi nilai nutrisi onggok singkong terhidrolisis

dengan ekstrak enzim cairan remen domba (Ovis aries) terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Akuakultur Indonesia, 9(1): 30-37 hal

Furuichi, M. 1988. Dietary Activity of Carbohydrates. In Fish nutrition and mariculture. Wantanabe. Departement of aquatic Biosciences Tokyo University of Fishes, Pp. 1-77 hal. Tokyo.

Gustiano, R., O.Z. Arifin, A. Widiyanti, L. Winarlin. 2003. Pertumbuhan jantan dan betina 24 famili ikan nila (Oreochromis niloticus ) pada umur 6 bulan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. 32 hal


(34)

Hardjamulia, A. 1978. Budidaya Ikan Gurame, Tambakan, Sepat siam, dan Nila.

SUPM Budidaya. Bogor. 32 hal

Hariadi, B. A. Haryono, U. Susilo. 2005. Evalusai efisiensi pakan dan efisiensi protein pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diberi pakan dengan kadar karbohidrat dan energi yang berbeda. Jurnal Ichtyos, 4(2): 88-92 hal

Hepher, B. 1988. Nutrition of pond fishes. Agromedia pustaka. Tanggerang. 54 hal

Hertrampt and Pescual, D.R.T, 2000. Tilapia Culture : Hatchery methods for Oreochromis mossambicus and O. niloticus. Institute of Aquaculture,

University of Stirling. Scotland. 154 pp

Kafuku, T. 1983. Modern Methods of Aquaculture Tilapia in Japan. Kodansha Ltd. Tokyo. 45-46 hal

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Data Informasi Peningkatan Budidaya Ikan Nila Di Indonesia. Sumber : www.KKP.go.id (20 Februari 2013).

Lestari. 1992. Tilapia Culture Management methods for Oreochromis mossambicus. University of Fishes, Pp. 1-77. Jakarta.

Mahyuddin, 2008. Mengolah Limbah Singkong Menjadi Pakan Ternak bergizi. Sumber:http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1298616362/59930/Men golah-limbah-singkong-menjadi-pakan-ternak-bergizi

Mudjiman, A. 2004. Pakan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 192 hal

NRC. 1993. Aquaculture Tilapia Management. Proceedings word congress of food science and technology. 25-28. Oreochromis sp. World Aquaculture Society, 1: 61-70 hal

Pascual, S. 2009. Nutrition and feeding of fish. Van nostrand Reinhold, p.11-91, New York.

Sayed, A. 1999. Onggok bahan baku pakan ternak. Sumber:http://peluangusaha. kontan.co.id/v2/read/1298616362/59930/Mengolah-limbah-singkong-menjadi- pakan-ternak-bergizi

Setyo , S. 2006. Fisiologi Nila (Oreochromis niloticus). Kanisius. Jakarta. 64 hal Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur statistika. PT. Gramedia


(35)

Sugiarto. 1988. Tekhnik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila. CV. Simplex. Bogor. 74 hal

Sunarso. 2008. Manajemen Kualitas Air. http:// pdf Water Engineer

.com/manajemen Kualitas Air.pdf. [Senin, 1 Juli 2013].

Suprayudi,T. 2010. Ikhtisar Ruminologi. Departemen Ilmu dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 42 hal

Sutardi. 2008. Potensi Limbah Tapioka sebagai Pakan Ternak. Departemen Ilmu dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 35 hal

Tabrani. 2002. Sulfonasi onggok sebagai superabsoerben. Institut Pertanian Bogor. 32 hal

Wanatanabe, A. 1988. Protein enrichment of cassava solid waste by ssf. Trends in food biotechology. Proceedings word congress of food science and technology. 25-28 hal

Wizna. 2008. Limbah untuk pakan ternak. Trubus Agrisana, Surabaya. 28 hal Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boom. 2010. Prinsip-prinsip budidaya ikan.


(1)

23

3.5.4 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air meliputi yaitu : (1) Suhu

Pengukuran suhu media air dilakukan menggunakan alat termometer. Proses pengukuran dimasukkan ke dalam air media dan dapat dilihat titik derajat calcius. Standar pengukuran suhu pada ikan nila berkisar antara 25 – 30oC. Pengukuran suhu dilakukan setiap 5 hari sekali pada pukul 09.00 pagi hari dan 15.00 sore hari.

(2) DO (Dysolved oxygen)

Pengukuran oksigen terlarut dalam media pemeliharaan ikan nila dilakukan menggunakan DO meter. Proses pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan alat ke dalam air kemudian akan terlihat angka satuan DO secara otomatis. Standar DO pada ikan nila > 3 mg/l. Pengukuran DO akan dilakukan setiap 5 hari sekali pada pukul 09.00 pagi hari dan 15.00 sore hari.

(3) pH

Pengukuran pH dalam media pemeliharaan ikan nila dilakukan

menggunakan alat pH meter atau kertas lakmus. Proses pengukuran dengan cara memasukkan alat atau kertas lakmus ke dalam air kemudian akan terlihat angka satuan pH secara otomatis atau warna pada kertas lakmus. Standar pH pada ikan nila 6,5 - 8,5. Pengukuran pH akan dilakukan setiap 5 hari sekali sebanyak dua kali pada pukul 09.00 pagi hari dan 15.00 sore hari.


(2)

17

24

Gambar 3. Road Map Penelitian PEMELIHARAAN IKAN

a. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 50 hari

b. Pemberian pakan dilakukan 3 kali dalam sehari pukul 08.00, 13.00, dan 17.00 WIB dengan feeding rate 5 % dari bobot ikan

c. Penyiponan dan pergantian air 20 % dari total volume air pemeliharaan

PERSIAPAN PENELITIAN

PEMBUATAN PAKAN

a. Onggok singkong yang telah dijemur lalu dikukus selama 30 menit b. Onggok digiling hingga menjadi tepung onggok

c. Pencampuran bahan baku pakan disesuaikan dengan perlakuan sebagai berikut : A = Pakan acuan (tanpa onggok)

B = Pakan + onggok 5 % C = Pakan + onggok 10 % D = Pakan + onggok 15 % E = Pakan + onggok 20 % F = Pakan + onggok 25 % d. Pencetakan pakan

e. Pengeringan pakan dan pembentukan pakan f. Pengujian nutrisi pakan

PERSIAPAN IKAN UJI

a. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

b. Ikan uji berasal dari Balai Benih Ikan, Natar (Lampung Selatan) c. Ukuran 2-3 cm

d. Padat tebar 20 ekor/akuarium

Analisis data dengan uji sidik ragam PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA

a. Pembersihan akuarium b. Pengisian air dan aerasi

c. Air diendapkan didalam tandon dan aerasi selama 2-3 hari

Penyusunan Laporan

PARAMETER PENGAMATAN a. Analisis nutrisi pakan uji b. Pertumbuhan berat mutlak c. Pertumbuhan spesifik d. Kelangsungan hidup (SR) e. Kualitas air


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan nila dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung onggok singkong dengan proporsi 5% sebagai bahan baku pakan memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan pada ikan nila.

5.2SARAN

Penelitian ini dapat dilanjutkan dan dikembangkan kembali mengenai penggunaan tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. dan Khairuman. 2003. Membuat pakan ikan konsumsi. Agromedia pustaka. Tanggerang. 45 hal

Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tanaman Ubi Kayu Seluruh Provinsi. Diakses pada tanggal 5 Maret 2013. 34 hal

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI01-6138-1999 (Induk Ikan Nila Hitam, Oreochromis Niloticus Bleeker Kelas Induk Pokok). Jakarta. 10 hal

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI01-6140-1999 (Induk Ikan Nila Hitam, Oreochromis Niloticus Bleeker Kelas Induk Pokok). Jakarta. 10 hal

BBAT Sukabumi. 2005. Kandungan Nutrisi Ikan Nila. SNI02-3151-2005. Sukabumi. Jawa Barat. 77 hal

Boyd. 2004. SNI 01-6139-1999 (Produksi induk ikan nila hitam, Oreochromis niloticus). Jakarta 4 hal

Deptan. 2009. Kandungan Nutrisi singkong bio etanol. Sumber : www.Deptan. go.id (27 Februari 2013). 2 hal

Djarijah, 1995. Onggok Untuk Bahan Pakan. Jurnal Poultry Indonesia. Jakarta. 56 hal

Effendi. 2004. Biologi Ikan Nila. Yayasan Pustaka Nusatama. Jakarta. 54 hal Fitriliyani, L. 2010. Evaluasi nilai nutrisi onggok singkong terhidrolisis

dengan ekstrak enzim cairan remen domba (Ovis aries) terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Akuakultur Indonesia, 9(1): 30-37 hal

Furuichi, M. 1988. Dietary Activity of Carbohydrates. In Fish nutrition and mariculture. Wantanabe. Departement of aquatic Biosciences Tokyo University of Fishes, Pp. 1-77 hal. Tokyo.

Gustiano, R., O.Z. Arifin, A. Widiyanti, L. Winarlin. 2003. Pertumbuhan jantan dan betina 24 famili ikan nila (Oreochromis niloticus ) pada umur 6 bulan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. 32 hal


(5)

Hardjamulia, A. 1978. Budidaya Ikan Gurame, Tambakan, Sepat siam, dan Nila. SUPM Budidaya. Bogor. 32 hal

Hariadi, B. A. Haryono, U. Susilo. 2005. Evalusai efisiensi pakan dan efisiensi protein pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diberi pakan dengan kadar karbohidrat dan energi yang berbeda. Jurnal Ichtyos, 4(2): 88-92 hal

Hepher, B. 1988. Nutrition of pond fishes. Agromedia pustaka. Tanggerang. 54 hal

Hertrampt and Pescual, D.R.T, 2000. Tilapia Culture : Hatchery methods for Oreochromis mossambicus and O. niloticus. Institute of Aquaculture, University of Stirling. Scotland. 154 pp

Kafuku, T. 1983. Modern Methods of Aquaculture Tilapia in Japan. Kodansha Ltd. Tokyo. 45-46 hal

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Data Informasi Peningkatan Budidaya Ikan Nila Di Indonesia. Sumber : www.KKP.go.id (20 Februari 2013).

Lestari. 1992. Tilapia Culture Management methods for Oreochromis mossambicus. University of Fishes, Pp. 1-77. Jakarta.

Mahyuddin, 2008. Mengolah Limbah Singkong Menjadi Pakan Ternak bergizi. Sumber:http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1298616362/59930/Men golah-limbah-singkong-menjadi-pakan-ternak-bergizi

Mudjiman, A. 2004. Pakan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 192 hal

NRC. 1993. Aquaculture Tilapia Management. Proceedings word congress of food science and technology. 25-28. Oreochromis sp. World Aquaculture Society, 1: 61-70 hal

Pascual, S. 2009. Nutrition and feeding of fish. Van nostrand Reinhold, p.11-91, New York.

Sayed, A. 1999. Onggok bahan baku pakan ternak. Sumber:http://peluangusaha. kontan.co.id/v2/read/1298616362/59930/Mengolah-limbah-singkong-menjadi- pakan-ternak-bergizi

Setyo , S. 2006. Fisiologi Nila (Oreochromis niloticus). Kanisius. Jakarta. 64 hal Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur statistika. PT. Gramedia


(6)

Sugiarto. 1988. Tekhnik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila. CV. Simplex. Bogor. 74 hal

Sunarso. 2008. Manajemen Kualitas Air. http:// pdf Water Engineer .com/manajemen Kualitas Air.pdf. [Senin, 1 Juli 2013].

Suprayudi,T. 2010. Ikhtisar Ruminologi. Departemen Ilmu dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 42 hal

Sutardi. 2008. Potensi Limbah Tapioka sebagai Pakan Ternak. Departemen Ilmu dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 35 hal

Tabrani. 2002. Sulfonasi onggok sebagai superabsoerben. Institut Pertanian Bogor. 32 hal

Wanatanabe, A. 1988. Protein enrichment of cassava solid waste by ssf. Trends in food biotechology. Proceedings word congress of food science and technology. 25-28 hal

Wizna. 2008. Limbah untuk pakan ternak. Trubus Agrisana, Surabaya. 28 hal Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boom. 2010. Prinsip-prinsip budidaya ikan.