PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP KERAGAAN DAUN, PERTUMBUHAN BIJI DAN DAYA KECAMBAH BENIH BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP KERAGAAN DAUN, PERTUMBUHAN BIJI DAN DAYA KECAMBAH BENIH BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor(L.) Moench) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta

Crantz)

Oleh

ANGGI ANGGRESTYAS SIWI

Sorgum merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat yang cukup penting bagi penduduk dunia. Alternatif pengembangan sorgum yaitu dengan melakukan pola tanam tumpangsari. Salah satu upaya peningkatan produksi tanaman sorgum yaitu dengan pengaturan kerapatan tanaman. Hasil penelitian Pithaloka (2014)

menunjukkan bahwa sorgum yang ditanam dengan kerapatan tinggi (3-4 tanaman/lubang) menghasilkan produksi biji per satuan luas lahan lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan tanaman (1-2 tanaman/lubang). Daun sebagai organ fotosintesis yang dapat menghasilkan fotosintat yang selanjutnya disimpan di dalam biji sebagai cadangan makanan. Pertumbuhan biji sorgum sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.


(2)

Tujuan dari penelitan ini adalah (1) Mengetahui tingkat kerapatan tanaman terbaik untuk keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu; (2) Mengetahui pengaruh perbedaan varietas terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu; (3)

Mengetahui pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji, dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

Perlakuan disusun secara faktorial (3X4) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanaman dan faktor kedua adalah varietas. Kerapatan tanam (P) dibagi menjadi empat taraf, yaitu satu (p1), dua (p2), tiga (p3), empat (p4) tanaman/ lubang tanam. Varietas (G) yang digunakan ada tiga, yaitu Numbu (g1), Keller (g2), dan Wray (g3).Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman rendah (1 dan 2 tanaman/lubang)

menghasilkan keragaan daun dan pertumbuhan biji yang lebih baik dibandingkan dengan kerapatan tinggi (3-4 tanaman/lubang).


(3)

PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP KERAGAAN DAUN, PERTUMBUHAN BIJI, DAN DAYA KECAMBAH BENIH BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

Oleh

ANGGI ANGGRESTYAS SIWI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP KERAGAAN DAUN, PERTUMBUHAN BIJI, DAN DAYA KECAMBAH BENIH BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

(SKRIPSI)

Oleh

ANGGI ANGGRESTYAS SIWI

AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.Tata letak Percobaan. ... 24

2.Tata letak lubang tanam per satuan percobaan. ... 25

3. Daya Berkecambah beberapa varietas sorgum pada hari setelah berbunga (hsb). ... 61

4. Malai tanaman sorgum Varietas Numbu. ... 125

5. Malai tanaman sorgum Varietas Keller. ... 125


(6)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Susunan perlakuan dalam penelitian ... 22 2. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh kerapatan tanaman,

varietas, dan interaksi pada keragaan daun, pertumbuhan biji,

dan daya kecambah benih sorgum ... 32 3. Pengaaruh kerapapatan tanaman dan varietas terhadap jumlah

daun sorgum pada umur 5, 7, dan 8 mst... 35 4. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas terhadap panjang

daun tanaman sorgum pada umur 9 mst... 37 5. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas terhadap lebar daun

tanaman sorgum pada umur 4 dan 9 mst... 38 6. Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

lebar daun tanaman sorgum pada umur 5 mst... 39 7. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas terhadap tingkat kehijauan

daun tanaman sorgum pada umur 4, 5, 6, 7 dan 8

mst... 40 8. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas terhadap umur berbunga

tanaman sorgum pada saat berbunga... 43 9. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas terhadap panjang malai

Tanaman sorgum pada umur 20,30, dan 40 hsb... 44 10.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

bobot kering malai tanaman sorgum pada umur 20 hsb ... 46 11.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

bobot kering malai tanaman sorgum pada umur 30 hsb ... 47 12.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap


(7)

iv

13.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

jumlah biji per malai tanaman sorgum pada umur 20 hsb ... 49 14.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

jumlah biji per malai tanaman sorgum pada umur 30 hsb ... 50 15.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

jumlah biji per malai tanaman sorgum pada umur 40 hsb ... 51 16.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

bobot biji per malai tanaman sorgumpada umur 20 hsb... 52 17.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

bobot biji per malai tanaman sorgum pada umur 30 hsb... 53 18.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

bobot biji per malai tanaman sorgum pada umur 40 hsb... 54 19.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

laju pengisian biji tanaman sorgum pada umur 20 hsb ... 55 20.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

laju pengisian biji tanaman sorgum pada umur 30 hsb... 56 21.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

laju pengisian biji tanaman sorgum pada umur 40 hsb... 57 22.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

daya kecambah biji sorgum pada 20 hsb... 58 23.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

daya kecambah biji sorgum pada 30 hsb... 59 24.Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap

daya kecambah biji sorgum pada 40 hsb... 60 25.Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 4 mst... 77 26.Analisis Ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur

4 mst... 77 27.Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 5 mst... 78


(8)

v

28.Analisis Ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur

5 mst... 78 29.Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 6 mst... 79 30.Analisis Ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur

6 mst... 79 31.Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 7 mst... 80 32.Analisis Ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur

7 mst... 80 33. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 8 mst... 81 34.Analisis Ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur

8 mst... 81 35.Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 9 mst... 82 36.Analisis Ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur

9 mst... 82 37.Rata-rata panjang daun tanaman sorgum pada umur 4 mst... 83 38.Analisis Ragam untuk panjang daun tanaman sorgum pada umur

4 mst. ... 83 39.Rata-rata panjang daun tanaman sorgum pada umur 5 mst... 84 40.Analisis Ragam untuk panjang daun tanaman sorgum pada umur

5 mst. ... 84 41.Rata-rata panjang daun tanaman sorgum pada umur 6 mst... 85 42.Analisis Ragam untuk panjang daun tanaman sorgum pada umur

6 mst. ... 85 43.Rata-rata panjang daun tanaman sorgum pada umur 7 mst... 86 44.Analisis Ragam untuk panjang daun tanaman sorgum pada umur

7 mst. ... 86 45.Rata-rata panjang daun tanaman sorgum pada umur 8 mst... 87


(9)

vi

46.Analisis Ragam untuk panjang daun tanaman sorgum pada umur

8 mst. ... 87 47.Rata-rata panjang daun tanaman sorgum pada umur 9 mst... 88 48.Analisis Ragam untuk panjang daun tanaman sorgum pada umur

9 mst. ... 88 49.Rata-rata lebar daun tanaman sorgum pada umur 4 mst... 89 50.Analisis Ragam untuk lebar daun tanaman sorgum pada umur

4 mst. ... 89 51.Rata-rata lebar daun tanaman sorgum pada umur 5 mst... 90 52.Analisis Ragam untuk lebar daun tanaman sorgum pada umur

5 mst. ... 90 53.Rata-rata lebar daun tanaman sorgum pada umur 6 mst... 91 54.Analisis Ragam untuk lebar daun tanaman sorgum pada umur

6 mst. ... 91 55.Rata-rata lebar daun tanaman sorgum pada umur 7 mst... 92 56.Analisis Ragam untuk lebar daun tanaman sorgum pada umur

7 mst. ... 92 57.Rata-rata lebar daun tanaman sorgum pada umur 8 mst... 93 58.Analisis Ragam untuk lebar daun tanaman sorgum pada umur

8 mst. ... 93 59.Rata-rata lebar daun tanaman sorgum pada umur 9 mst... 94 60.Analisis Ragam untuk lebar daun tanaman sorgum pada umur

9 mst. ... 94 61.Rata-rata tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur 4 mst.... 95 62.Analisis ragam tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur

4 mst. ... 95 63.Rata-rata tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur 5 mst.... 96


(10)

vii

64.Analisis ragam tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur

5 mst. ... 96

65.Rata-rata tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur 6 mst.... 97

66.Analisis ragam tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur 6 mst. ... 97

67.Rata-rata tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur 7 mst.... 97

68.Analisis ragam tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur 7 mst. ... 99

69.Rata-rata tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur 8 mst.... 99

70.Analisis ragam tingkat kehijauan daun tanaman sorgum umur 8 mst... 100

71.Rata-rata umur berbunga tanaman sorgum... 101

72.Analisis Ragam umur berbunga tanaman sorgum ... 101

73.Rata-rata panjang malai tanaman sorgum pada umur 20 hsb... 102

74.Analisis Ragam untuk panjang malai tanaman sorgum pada umur 20 hsb. ... 102

75. Rata-rata panjang malai tanaman sorgum pada umur 30 hsb... 103

76. Analisis Ragam untuk panjang malai tanaman sorgum pada umur 30 hsb. ... 103

77. Rata-rata panjang malai tanaman sorgum pada umur 40 hsb... 104

78. Analisis Ragam untuk panjang malai tanaman sorgum pada umur 40 hsb. ... 104

79. Rata-rata bobot kering malai tanaman sorgum pada umur 20 hsb.. 105

80. Analisis Ragam bobot kering malai tanaman sorgum pada umur 20 hsb ... 105


(11)

viii

82. Analisis Ragam bobot kering malai tanaman sorgum pada umur

30 hsb. ... 106 83. Rata-rata bobot kering malai tanaman sorgum pada umur 40 hsb... 107 84. Analisis Ragam bobot kering malai tanaman sorgum pada umur

40 hsb. ... 107 85. Rata-rata jumlah biji/malai tanaman sorgum pada umur 20 hsb... 108 86. Analisis Ragam jumlah biji/malai tanaman sorgum pada umur

20 hsb... 108 87. Rata-rata jumlah biji/malai tanaman sorgum pada umur 30 hsb... 109 88. Analisis Ragam jumlah biji/malai tanaman sorgum pada umur

30 hsb... 109 89. Rata-rata jumlah biji/malai tanaman sorgum pada umur 40 hsb... 110 90. Analisis Ragam jumlah biji/malai tanaman sorgum pada umur

40 hsb ... 110 91. Rata-rata bobot biji/malai tanaman sorgum pada umur 20 hsb... 111 92. Analisis Ragam bobot biji/ malai tanaman sorgum pada umur

20 hsb. ... 111 93. Rata-rata bobot biji/malai tanaman sorgum pada umur 30 hsb... 112 94. Analisis Ragam bobot biji/ malai tanaman sorgum pada umur

30 hsb. ... 112 95. Rata-rata bobot biji/malai tanaman sorgum pada umur 40 hsb... 113 96. Analisis Ragam bobot biji/ malai tanaman sorgum pada umur

40 hsb. ... 113 97. Rata-rata laju pengisian biji tanaman sorgum pada umur 20 hsb... 114 98. Analisis Ragam laju pengisian biji tanaman sorgum pada umur


(12)

ix

99. Rata-rata laju pengisian biji tanaman sorgum pada umur 30 hsb... 115

100. Analisis Ragam laju pengisian biji tanaman sorgum pada umur 30 hsb. ... 115

101. Rata-rata laju pengisian biji tanaman sorgum pada umur 40 hsb... 116

102. Analisis Ragam laju pengisian biji tanaman sorgum pada umur 40 hsb. ... 116

103. Rata-rata daya kecambah biji tanaman sorgum pada umur 20 hsb.... 117

104. Analisis Ragam daya kecambah biji tanaman sorgum pada umur 20 hsb. ... 117

105. Rata-rata daya kecambah biji tanaman sorgum pada umur 30 hsb... 118

106. Analisis Ragam daya kecambah biji tanaman sorgum pada umur 30 hsb. ... 118

107. Rata-rata daya kecambah biji tanaman sorgum pada umur 40 hsb... 119

108. Analisis Ragam daya kecambah biji tanaman sorgum pada umur 40 hsb. ... 120

109. Uji Homogenitas lebar daun pada umur 4 mst... 120

110. Uji Aditivitas lebar daun pada umur 4 mst... 120

111.Uji Homogenitas lebar daun pada umur 5 mst... 120

112. Uji Aditivitas lebar daun pada umur 5 mst... 120

113. Uji Homogenitas lebar daun pada umur 6mst... 120

114. Uji Aditivitas lebar daun pada umur 6 mst ... 120

115. Uji Homogenitas lebar daun pada umur 7 mst... 120

116. Uji Aditivitas lebar daun pada umur 7 mst... 120


(13)

x

118. Uji Aditivitas lebar daun pada umur 8 mst... 121 119. Uji Homogenitas lebar daun pada umur 9 mst ... 121 120. Uji Aditivitas lebar daun pada umur 9 mst ... 121 121. Data Analisis tanah sebelum dan sesudah dilaksanakan penelitian .... 122 122. Deskripsi sorgum Varietas Numbu ... 123 123. Hasil penelitian Rahmawati tentang Varietas Keller ... 124 124. Hasil penelitian Rahmawati tentang Varietas Wray ... 124


(14)

(15)

(16)

Moto :

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kamu. Dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kamu. Allah Maha

mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui” (Al-Baqarah: 216)

Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada

pada diri mereka sendiri ( QS.An Anfaal 8 : 53 )

“Kesabaran dan Usaha Keras akan sanggup Menghilangkan Kesulitan dan Melenyapkan Rintangan”(Mario Teguh)


(17)

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kupersembahkan karya kecil ini dengan rasa syukur yang selalu teriring kepada Orang tuaku, khususnya Papah sebagai ungkapan rasa kasih dan salah satu tanda

baktiku kepada mereka yang kusayangi.

Almarhumah Mamah yang yang memberikan kasih sayang, nasehat, dukungan yang menjadikan semangat yang sangat kuat hingga penulisan karya kecil ini

terselesaikan, semoga menjadi salah satu alasan senyuman disana. Amin ....

Tante Menik, om Budi, mbah Sri Rahayu serta adikku Aditya Naufal Givari yang senantiasa memberikan semangat, dukungan, cinta, dan kasih sayang serta

menjadi penghapus lelah selama ini. Almamater tercinta

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Semoga ilmu dan karya kecil ini bermanfaat dan mendapatkan ridho dari Allah SWT.


(18)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat melaksanakan penelitan dan mampu menyelesaikan skripsi ini. Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Pertama selaku pembimbing utama yang telah membimbing penulis, memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Bapak Ir. Sunyoto, M.Agr., selaku Dosen Pembimbing Kedua atas bimbingan, bantuan, saran, nasihat, dan motivasi yang diberikan selama pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai;

3. Bapak Dr. Ir. Kuwanta Futas Hidayat, M.P., selaku Dosen Penguji dan Ketua Jurusan Agroteknologi atas segala saran yang diberikan kepada penulis hingga penulisan skripsi ini selesai;

4. Ibu Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik; 5. Bapak Prof. Dr. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Bidang Budidaya


(19)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakari, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

7. Balai Pengkajian Teknologi Pangan (BPTP) Lampung Kebun Percobaan (KP) Natar dan segenap karyawan khususnya Bapak Dr. Ir Arifin Rivai,M.Si., Bapak Sumarko, Bapak Jumari, dan Bapak Untung atas bantuan, arahan, dan pengalaman teknis selama penelitian;

8. Orangtua penulis khususnya Papah Agus Rohman, Almh. Mamah Suryati, adiku Aditya Naufal Givari, mbah Sri Rahayu yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, perhatian, doa dan dukungan kepada penulis; 9. Teman seperjuangan dalam melaksanakan penelitian Ade Fitri, Agung Dwi

Saputro, Apri Ariyanto, dan Cristy gomgom atas kerjasamanya dalam melaksanakan penelitian.

10. Sahabat-sahabat Agroteknologi 2011 Amelia Eka Prasetio, Alpenda Putri, Bayu Kesuma W, Andrestu Kesuma ,Adawiah, Af Idatim, Agnesi Deria, Sherly Isti A, Susan Desi Liana S, atas persahabatan, motivasi, bantuan, dan perhatian selama perkuliahan sampai penulisan skripsi ini;

Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 10 Agustus 2015


(20)

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 6

1.3 Kerangka Pemikiran... 7

1.4 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Morfologi Tanaman Sorgum... 10

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum ... 13

2.3 Kandungan Gizi Sorgum... 14

2.4 Kerapatan Tanaman ... 14

2.5 . Varietas ... 16

2.6 Tumpangsari ... 16

2.7 Kualitas Benih Sorgum ... 18

III. BAHAN DAN METODE ... 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20


(22)

ii

3.3 Metode Penelitian ... 21 3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 26 3.4.1 Pengolahan Tanah ... 26 3.4.2 Pembuatan Petakan ... 26 3.4.3 Penentuan Jarak Tanam ... 26 3.4.4 Pemupukan ... 26 3.4.5 Penyulaman dan Penjarangan ... 27 3.4.6 Pemeliharaan ... 27 3.5 Variabel yang diamati ... 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33 4.1 . Hasil Penelitian ... 33 4.1.1 Jumlah Daun ... 34 4.1.2 Panjang daun... 36 4.1.3 Lebar daun... 38 4.1.4 Tingkat kehijauan daun ... 40 4.1.5 Umur berbunga ... 42 4.1.6 Panjang malai ... 43 4.1.7 Bobot kering malai ... 46 4.1.8 Jumlah biji per malai... 49 4.1.9 Bobot biji permalai ... 52 4.1.10 Laju pengisian biji ... 54 4.1.11 Daya kecambah ... 57 4.2 Pembahasan... 61 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70 5.1 Kesimpulan ... 70 5.2 Saran ... 71 PUSTAKA ACUAN ... 72 LAMPIRAN ... 76


(23)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Usaha peningkatan produksi bahan pangan terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama makanan pokok yang terus meningkat sejalan dengan laju pembangunan dan pertambahan penduduk. Usaha ini tidak terbatas pada tanaman pangan utama (padi) melainkan penganekaragaman (diversifikasi) dengan mengembangkan pangan alternatif seperti sorgum (Sorghum bicolor [L.]Moench). Sorgum merupakan komoditas pangan alternatif yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia. Biji sorgum dapat

digunakan sebagai bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat, sebagai bahan dasar pembuatan minuman dan pakan ternak (Suprapto dan Mudjishono , 1987).

Sorgum merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat yang cukup penting bagi penduduk dunia yang menduduki urutan kelima setelah gandum, beras, jagung dan barley (FAO, 2002). Sebagai pangan sorgum biasanya dikonsumsi dalam bentuk roti, bubur, dan minuman (sirup). Sebagai pakan sorgum dimanfaatkan dalam bentuk biji dan batang.


(24)

2 Selain sebagai sumber karbohidrat, sorgum memiliki kandungan protein, kalsium dan vitamin B1 yang lebih tinggi dibanding beras dan jagung sehingga tanaman sorgum sangat potensial sebagai bahan pangan utama. Di daerah Afrika, biji sorgum dikonsumsi dalam bentuk roti (unleavened breads), bubur (boiled porridge or gruel), minuman (malted beverages and beer), berondong (popped grain) dan keripik (Dickodkk.,2006).

Sebagai bahan pangan kandungan biji sorgum sangat bersaing dengan beras dan jagung, bahkan kandungan protein dan kalsium lebih tinggi. Kandungan protein dan kalsium pada sorgum mencapai 11,0 g dan 28,0 mg, pada beras 6,8 g dan 6,0 mg, sedangkan pada jagung 8,7 g dan 9,0 mg per 100 gram bagian dapat dimakan. Selain itu, sorgum juga mengandung zat besi, fosfor dan vitamin B1 pada sorgum berturut-turut 4,4 mg, 287 mg, dan 0,38 mg sedangkan pada beras kandungan ketiga zat tersebut hanya 0,8 mg, 140 mg, dan 0,12 mg (Direktorat Gizi

Departemen Kesehatan RI, 1992). Biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan serta bahan baku industri pakan dan pangan seperti industri gula,

monosodium glutamat (MSG), asam amino, dan industri minuman. Dengan kata lain, sorgum merupakan komoditas pengembang diversifikasi industri dan pangan (Sirrapa, 2003).

Tumpangsari adalah kegiatan penanaman dua jenis tanaman atau lebih di lahan dan waktu yang bersamaan dengan alasan utama adalah untuk meningkatkan produktivitas per satuan luas (Francis, 1986 dan Sullivan, 2003). Herawatidkk., (2012) dan Kamal (2011) melaporkan bahwa sorgum dapat ditanam secara tumpang sari dengan ubikayu. Penerapan tumpangsari dengan tanaman yang


(25)

3 secara ekonomi menguntungkan seperti ubikayu merupakan alternatif untuk pengembangan sorgum, sekaligus mengoptimalisasi penggunaan lahan. Sebaliknya, pengembangan sorgum secara monokultur dapat meningkatkan kompetisi penggunaan lahan (Herawatidkk., 2012).

Keuntungan dari pola tanam tumpangsari adalah meningkatkan produktivitas lahan per satuan waktu, mengefisienkan pemanfaatan faktor tumbuh (seperti air, unsur hara, cahaya matahari), mengurangi resiko kegagalan panen, menambah kesuburan tanah, dan menyebarkan input tenaga kerja yang lebih merata.

Keunggulan dari sistem tumpangsari sorgum dengan ubikayu adalah produktivitas lahan per satuan waktu akan meningkat dikarenakan produksi tanaman pokok ubikayu tetap dan mendapatkan produksi tambahan dari tanaman sorgum (Sullivan, 2003). Rahmawati (2013) melaporkan bahwa produktivitas sorgum yang ditumpangsarikan dengan ubikayu tidak berbeda nyata dengan sistem monokultur.

Salah satu upaya peningkatan produksi tanaman sorgum yaitu dengan pengaturan kerapatan tanaman. Melalui pengaturan kerapatan tanaman yang tepat, kompetisi antar tanaman bisa dikurangi sehingga produksi tanaman optimal. Hasil

penelitian Pithaloka (2014) menunjukkan bahwa sorgum yang ditanam dengan kerapatan tinggi (3-4 tanaman/lubang) menghasilkan produksi biji per satuan luas lahan lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan tanaman (1-2 tanaman/lubang).

Penentuan kerapatan tanam pada suatu areal pertanaman pada hakekatnya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil tanaman secara maksimal.


(26)

4 Dengan pengaturan kepadatan tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat memanfaatkan lingkungan tumbuhnya secara efisien. Kepadatan populasi berkaitan erat dengan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman. Kepadatan tanaman juga mempengaruhi persaingan antartanaman dalam

menggunakan unsur hara (Atus’sadiyah, 2004).

Daun merupakan organ utama pada tumbuhan karena berfungsi sebagai organ fotosintesis yang dapat menghasilkan fotosintat yang digunakan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis sangat ditentukan oleh luas daun. Indeks Luas Daun (ILD) menunjukkan rasio permukaan daun terhadap luas lahan yang ditempati Indeks luas daun sangat penting peranannya di dalam proses asimilasi karbon, sehingga pendugaan ILD memberikan gambaran pertumbuhan potensial tanaman. (Gardnerdkk.,1991).

Pertumbuhan biji sorgum sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Genetik berkaitan erat dengan varietas sorgum, dimana setiap varietas memiliki sifat genotipe yang berbeda-beda dan kemampuan genetik yang berbeda antar satu dengan lainnya yang juga akan berpengaruh terhadap hasil tanaman sorgum. Perbedaan varietas bisa menyebabkan perbedaan pertumbuhan biji sorgum. Demikian halnya, faktor lingkungan juga berpengaruh pada pertumbuhan biji sorgum. Hasil penelitan Pithaloka (2014) menunjukkan bahwa peningkatan jumlah tanaman per lubang tanam menurunkan jumlah biji per malai dan ukuran biji tanaman sorgum. Penurunan jumlah dan ukuran biji akibat kerapatan tanaman berkaitan erat dengan tingkat kompetisi antar tanaman sorgum. Budidaya sorgum


(27)

5 dengan kerapatan tanaman 3-4 tanaman per lubang masih menghasilkan produksi biomassa per satuan luas lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan tanam 1 dan 2 tanaman per lubang walaupun produksi ke tanaman mengalami penurunan (Pithaloka, 2014). Namun demikian, keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya kecambah dengan kerapatan tinggi (3-4 tanaman/lubang) pada sistem tumpangsari dengan ubikayu belum dilaporkan, oleh karena itu informasi pengaruh tingkat kerapatan tanaman terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji, dan daya kecambah beberapa varietas sorgum pada sistem tumpangsari perlu dilakukan secara cermat. Informasi ini sangat bermanfaat dalam pengembangan sorgum melalui sistem tumpangsari dengan ubikayu.

Kualitas benih juga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kualitas benih berkaitan dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen dan pascapanen

Menurut Kamaldkk. (2014), pada sistem tumpangsari dengan ubikayu, sorgum yang ternaungi oleh tajuk ubi kayu menunjukkan pertumbuhan yang terhambat dan memiliki serapan hara N,P, dan K yang lebih rendah dibandingkan dengan sorgum yang menerima radiasi surya lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan akibat kompetisi terhadap cahaya bisa berpengaruh negatif pada metabolisme karbon dan status hara dalam tanaman.


(28)

6 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah tingkat kerapatan tanaman dapat berpengaruh terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

2. Apakah varietas dapat berpengaruh terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu. 3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas

terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk :

1. Mengetahui tingkat kerapatan tanaman terbaik untuk keragaan daun,

pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

2. Mengetahui pengaruh perbedaan varietas terhadap keragaan daun,

pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji, dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.


(29)

7 1.3 Kerangka pemikiran

Sorgum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia Walaupun tanaman sorgum sangat potensial untuk dibudidayakan di Indonesia tetapi para petani enggan menanam sorgum secara monokulutur karena tidak memberikan keuntungan yang baik. Adapun alternatif pengembangan tanaman sorgum yaitu dengan melakukan pola tanam berganda atau tumpangsari dengan tanaman yang secara ekonomi menguntungkan seperti ubikayu.

Salah satu cara dalam mengoptimalisasikan lahan pertanian di Indonesia adalah dengan melakukan pola tanam berganda atau tumpangsari. Tumpangsari adalah usaha menanam dua atau lebih jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman, seperti penanaman sorgum dan ubikayu yang memiliki tajuk tinggi dan tajuk rendah tetapi harus di tanam dalam waktu yang sama agar tidak terjadi persaingan. Saling pengaruh dan persaingan akan terjadi apabila masing-masing tanaman memerlukan kebutuhan hidup yang sama dan unsur-unsur yang diperlukan dalam keadaan terbatas dan akibat langsung dari persaingan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, penghambatan pertumbuhan, dan penurunan hasil pada tanaman yang dibudidayakan secara keseluruhan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah kerapatan tanaman. Dimana kerapatan tanaman atau populasi per lubang tanam dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman yang dibudidayakan. Pada


(30)

8 penelitian ini tanaman sorgum ditanam pada kerapatan yang berbeda yaitu satu, dua, tiga, dan empat tanaman per lubang tanam. Dengan penambahan kerapatan tanaman, maka jarak tanam menjadi lebih dekat dan meningkatkan persaingan antar tanaman ( Farnhamm, 2001). Kerapatan tanaman berkaitan erat dengan kompetisi jumlah radiasi matahari yang dapat diserap tanaman dan juga mempengaruhi kompetisi diantara tanaman dalam menggunakan unsur hara (Atus’sadiyah, 2004). Hal ini disebabkan ketika jumlah populasi per lubang tanam meningkat, maka tingkat kompetisi pun akan meningkat (cahaya matahari, unsur hara, ruang tumbuh,air, dan tanaman sejenis).

Pengaruh kerapatan tanaman terhadap kompetisi cahaya matahari terjadi saat penyerapan cahaya matahari melalui permukaan daun, dengan semakin banyaknya jumlah populasi per lubang tanam, akan terjadi kompetisi antar sejenis tanaman tersebut dalam memanfaatkan cahaya matahari untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Gardenerdkk.(1991), jika kondisi tanaman terlalu rapat, akan menghambat perkembangan vegetatif dan menurunkan laju fotosintesis dan perkembangan daun.

Sorgum merupakan tanaman C4 yang lebih efisien dalam memanfaatkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, dimana fotosintesis tanaman C4 semakin efektif pada intensitas cahaya matahari yang semakin tinggi. Semakin tinggi laju fotosintesis, maka fotosintat yang dihasilkan semakin banyak dan hasil fotosintat pada daun dan sel-sel fotosintetik lainnya harus diangkut ke organ atau jaringan lain agar dapat dimanfaatkan oleh organ atau jaringan tersebut untuk pertumbuhan dan ditimbun sebagai cadangan makanan yang disimpan (Lawlor, 1993).


(31)

9 Penyimpanan cadangan makanan saat periode pengisian biji terjadi setelah

tanaman menyelesaikan fase vegetatifnya, sehingga fotosintat yang dihasilkan tidak lagi banyak digunakan untuk pertumbuhan seperti saat fase vegetatif berlangsung. Pada fase reproduktif inilah fotosintat dialirkan ke bagian-bagian tertentu tanaman untuk disimpan sebagai cadangan makanan. Salah satu tempat penyimpanan cadangan makanan tersebut adalah biji. Fotosintat akan terus dialirkan sampai periode tertentu pada saat pengisian biji sorgum (Nurhidayah, 2008). Semakin panjang periode tersebut, maka semakin banyak fotosintat yang dapat disimpan. dengan semakin banyaknya fotosintat yang tersimpan dalam biji tersebut akan menentukan kualitas benih sorgum.

1.4 Hipotesis

Adapun hipotesis yang digunakan dari penelitan ini yaitu :

1. Kerapatan tanaman yang berbeda akan memberikan perbedaan keragaan daun, pertumbuhan biji, dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

2. Perbedaan varietas sorgum memberikan perbedaan keragaan daun,

pertumbuhan biji, dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas pada keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.


(32)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Tanaman Sorgum

Sorgum merupakan tanaman yang termasuk di dalam familiGraminaebersama padi, jagung,tebu,gandum, dan lain-lain. Di jawa tengah dan jawa timur, sorgum dikenal dengan nama‘jagung cantel’, sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan nama‘jagung cantrik’dan‘batara tojeng’ di Sulawesi Selatan (Suprapto dan

Mudjisihono, 1987).

Berdasarkan klasifikasi botaninya,Sorghum bicolor[L.] Moench termasuk ke dalam :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Class : Liliopsida Ordo : Cyperales Family : Poaceae Genus : Sorghum


(33)

11 Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal (akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal (akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar-akar yang tumbuh dipermukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat dari panjang akar jagung pada tahap pertumbuhan yang sama sehingga merupakan faktor utama penyebab toleransi sorgum terhadap kekeringan (Dickodkk.,2006).

Menurut Dogget (1970), toleransi sorgum terhadap kekeringan disebabkan karena pada endodermis akar sorgum terdapat endapan silika yang berfungsi mencegah kerusakan akar pada kondisi kekeringan. Tanaman sorgum efisen dalam

penggunaan air karena didukung oleh sistem perakaran sorgum yang halus dan letaknya agak dalam sehingga mampu menyerap air dengan cukup intensif (Rismunandar, 2006).

Tanaman sorgum mempunyai batang berbentuk silinder, beruas-ruas (internodes) dan berbuku-buku (nodes). Setiap ruas memiliki alur yang berselang-seling. Diameter dan tinggi batang bervariasi. Ukuran diameter pangkal batang berkisar 0,5-5,0 cm dan tingginya berkisar 0,5-4,0 m tergantung varietasnya. Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m sehingga sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula (FAO, 2002). Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan.


(34)

12 Pada daerah dengan kelembaban sangat rendah,lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan (Supraptodkk., 1987).

Bunga sorgum tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada setiap malai sekitar 1500-4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7 cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai terbuka (Dickodkk., 2006).

Secara umum, biji sorgum dapat dikenali dengan bentuknya yang bulat lonjong atau bulat telur, dan terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu kulit luar (8%), lembaga (10%), dan endosperma (82%).Ukuran bijinya kira-kira adalah 4.0 x 2.5 x 3.5 mm, dan berat bijinya berkisar antara 8 mg sampai 50 mg dengan rata-rata 28 mg. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, biji sorgum dapat digolongkan sebagai biji berukuran kecil (8-10 mg), sedang (12-24 mg), dan besar (25-35 mg). Kulit bijinya ada yang berwarna putih, merah, atau coklat (Supraptodkk.,1987).

Warna dari biji sorgum bervariasi tergantung kultivar dan jenisnya ada yang berwarna putih hingga berwarna kekuningan dari merah hingga berwarna coklat gelap. Warna pigmen dari biji berasal dari pericarp atau testa bukan dari


(35)

13

pada jagung putih. Ukuran biji bervariasi tergantung varietas dan jenis dengan ukuran biji kira-kira 12.000-60.000 biji/pound (Dogget, 1970).

2.2 Syarat Tumbuh

Tanaman sorgum dapat tumbuh di daerah tropis maupun sub tropis dari dataran rendah hingga dataran tinggi yang mencapai ketinggian 1.500 m dpl

(Rismunandar, 2006). Sorgum ditanam pada daerah yang berketinggian >500 m dari permukaan laut tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan

memiliki umur yang panjang. Rukmana dan Oesman (2001) menambahkan bahwa tanaman sorgum memerlukan suhu optimal berkisar 23-30C, dengan kelembapan udara 20 % dan suhu tanah 250C.

Menurut Ismaildkk.(1977), sorgum dapat bertahan pada kondisi panas lebih baik dibandingkan tanaman lainnya seperti jagung, namun suhu yang terlalu tinggi dapat menurunkan produksi biji. Curah hujan yang diperlukan berkisar 375-425 mm/musim tanam dan tanaman sorgum dapat beradaptasi dengan baik pada tanah yang sering tergenang air pada saat turun hujan apabila sistem perakarannya sudah kuat. Laimeheriwa (1990) menyebutkan sorgum berproduksi baik pada lingkungan yang curah hujannya terbatas atau tidak teratur. Betidkk. (1990) menambahkan tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik pada tanah yang sedikit masam (pH 5) hingga sedikit basa (pH 7,5).

Sorgum relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya, karena kandungan taninnya yang tinggi. Sampai saat ini belum ada hama dan penyakit penting yang dapat mengakibatkan kerugian


(36)

14

besar pada sorgum di Indonesia. Sorgum tidak dapat bersaing dengan tumbuhan pengganggu terutama pada awal pertumbuhan karena pertumbuhan awalnya lebih lambat dibandingkan dengan tumbuhan penggangu, sehingga harus diusahakan agar pada masa tanaman muda tanah pertanaman bersih dari tumbuhan penggangu (Ismaildkk.,1977).

2.3 Kandungan Gizi Sorgum

Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang sangat penting untuk

memenuhi kebutuhan karbohidrat dan telah dimanfaatkan sebagai sumber pangan pokok ke-5 di dunia setelah gandum, padi, jagung, dan barley (FAO, 2002). Biji sorgum mengandung gizi yang tidak lebih rendah dari kandungan tanaman serealia lainnya. Sorgum mengandung karbohidrat 83 %, protein 11 %,

lemak 3,3 %, vitamin B1, Fe, P, dan Ca (Nurmala, 2003). Sebagai bahan pangan, kandungan gizi sorgum bersaing dengan beras dan jagung, bahkan kandungan protein, kalsium dan vitamin B1 sorgum lebih tinggi daripada beras dan jagung (DEPKES RI, 1992).

2.4 Kerapatan Tanaman

Penentuan kerapatan tanam pada suatu areal pertanaman pada hakekatnya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil tanaman secara maksimal. Dengan pengaturan kepadatan tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat memanfaatkan lingkungan tumbuhnya secara efisien. Kepadatan populasi berkaitan erat dengan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman.


(37)

15

Disamping itu, kepadatan tanaman juga mempengaruhi persaingan diantara tanaman dalam menggunakan unsur hara (Atus’sadiyah, 2004).

Pengaturan kerapatan tanam didalam satu areal penanaman sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya kompetisi diantara tanaman dan untuk memperoleh peningkatan hasil dari tanaman budidaya, yaitu dengan menambah kerapatan tanaman atau populasi tanaman (Gardnerdkk.,1991).

Kerapatan tanaman mempunyai hubungan erat dengan hasil tanaman. Kepadatan tanaman dapat diartikan sebagai jumlah tanaman yang terdapat dalam satuan luas lahan. Peningkatan kepadatan tanaman mempunyai arti meningkatkan jumlah tanaman. Bila jumlah tanaman meningkat dan diikuti dengan luas daun serta ILD-nya yang meningkat sehingga akan menigkatkan berat kering total tanaman. Kerapatan tanam merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena penyerapan energi matahari oleh permukaan daun yang sangat menentukan pertumbuhan tanaman juga sangat dipengaruhi oleh kerapatan tanaman ini, jika kondisi tanaman terlalu rapat maka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena dapat menghambat perkembangan vegetatif dan menurunkan hasil panen akibat menurunnya laju fotosintesis dan perkembangan daun (Gardner dkk., 1991).

Kerapatan tanaman akan meyebabkan terjadinya kompetisi diantara tanaman. Moenandir (1993) menjelaskan bahwa kompetisi akan terjadi bila timbul interaksi antar tanaman lebih dari satu tanaman. Terjadinya kompetisi tergantung dari sifat komunitas tanaman dan ketersedian faktor pertumbuhan. Tanaman yang


(38)

16

mempunyai sifat agresivitas dan habitus yang tinggi akan mempunyai daya saing yang kuat.

2.5 Varietas

Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menyatakan bahwa varietas adalah sub divisi spesies yang terdiri atas suatu populasi yang memiliki perbedaan karakter 11 morfologi dari spesies lain dan diberi nama latin menurut aturan kode tata nama botanis internasional.

Berdasarkan bentuk malai dan tipe spiklet, sorgum diklasifikasikan ke dalam 5 ras yaitu rasBicolor,Guenia,Caudatum,Kafir, danDurra. Ras Durra yang

umumnya berbiji putih merupakan tipe paling banyak dibudidayakan sebagai sorgum biji (grain sorgum) dan digunakan sebagai sumber bahan pangan. Diantara ras Durra terdapat varietas yang memiliki batang dengan kadar gula tinggi disebut sebagai sorgum manis (sweet sorghum). Sedangkan ras-ras lain pada umumnya digunakan sebagai biomassa dan pakan ternak. Program pemuliaan sorgum telah berhasil memperoleh varietas dengan kandungan gula yang tinggi (sweet sorghum) sehingga dapat menggantikan tanaman tebu sebagai penghasil bahan pemanis. Sorgum manis tersebut telah berhasil dibudidayakan di China sebagai bahan pembuat biofuel ( Kusumadkk.,2008).

2.6 Tumpangsari

Tumpang sari adalah kegiatan penanaman dua jenis tanaman atau lebih di lahan dan waktu yang bersamaan dengan alasan utama adalah untuk meningkatkan


(39)

17

produktivitas per satuan luas (Francis, 1986 dan Sullivan, 2003). Ketika dua atau lebih jenis tanaman tumbuh bersamaan akan terjadi interaksi, masing-masing tanaman harus memiliki ruang yang cukup untuk memaksimumkan kerjasama cooperation) dan meminumkan kompetisi (competition). Oleh karena itu, dalam tumpang sari perlu dipertimbangkan berbagai hal yaitu (1) pengaturan jarak tanam, (2) populasi tanaman, (3)umur panen tiap-tiap tanaman (Sullivan, 2003).

Pola tanam berganda merupakan sistem pengelolaan lahan pertanian dengan mengkombinasikan intensifikasi dan diversifikasi tanaman (Francis,1989). Pada umumnya sistem tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan sistem

monokultur karena produktivitas lahan menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi dan resiko

kegagalan dapat diperkecil (Beets, 1982).

Keuntungan secara agronomis dari pelaksanaan sistem tumpangsari dapat dievaluasi dengan cara menghitung Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL). Nilai ini menggambarkan efisiensi lahan, yaitu jika nilainya > 1 berarti menguntungkan. (Beets,1982). Sistem tumpangsari dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian jika jenis jenis tanaman yang dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi saling menguntungkan (Vandermeer,1989).

Penanaman tumpangsari menciptakan agroekosistem pertanaman yang komplek, yang mencakup interaksi antara tanaman sejenis maupun berbeda jenis.

Persaingan terjadi apabila masing-masing dua atau lebih spesies tanaman memerlukan kebutuhan hidup yang sama (Haryadi, 1996). Menurut Odum


(40)

18

(1997), kompetisi menunjukkan adanya upaya tanaman untuk memperoleh sumberdaya yang sama. Pada tingkat ekologi, kompetisi menjadi penting ketika dua organisme berjuang memperoleh sumberdaya yang sama yang jumlahnya tidak cukup untuk keduanya. Tanaman berkompetisi dalam memperoleh cahaya dan nutrisi.

Penurunan hasil pada salah satu atau kedua tanaman dalam sistem tumpangsari dapat disebabkan pengaruh penaungan dari salah satu tanaman oleh tanaman lainnya (Willey, 1979). Kompetisi antar tanaman terjadi untuk memperoleh air, hara, dan cahaya (Hariyadi, 1996).

2.7 Kualitas Benih Sorgum

Benih bermutu mempunyai pengertian bahwa varietasnya benar dan murni, mempunyai mutu genetis, mutu fisiologis, dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya (Wijayantidkk., 2013).

Sutopo (2010) menjelaskan bahwa : (1) Mutu fisiologis menampilkan kemampuan daya hidup atau viabilitas yang mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh benih. Bermula dari kemampuan daya hidup awal yang maksimum saat masak fisiologis dan tercermin pula pada saat daya simpannya selama periode tertentu, serta bebas dari kontaminasi hama dan penyakit benih ; (2) Mutu fisik merupakan penampilan benih secara prima bila dilihat secara fisik, antara lain dari ukuran yang homogen, bernas, bersih dari campuran benih lain, biji gulma, dan dari berbagai kontaminan lainnya, serta kemasan yang menarik; (3) Mutu genetik merupakan penampilan benih murni dari species atau varietas tertentu yang


(41)

19

menunjukkan identitas genetik dari tanaman induknya, mulai dari benih dasar, benih pokok, dan benih sebar.


(42)

20

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitan

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lampung Selatan yang dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember 2014. Kebun Percobaan ini berada pada ketinggian 135 m dpl dan mempunyai jenis tanah latosol dan sebagian podsolik merah kuning (PMK), serta memiliki iklim disekitar Kebun Percobaan Natar termasuk tipe B (Schmith dan Firguson, 1951) dengan curah hujan rata-rata 1.786 mm/ tahun (Departemen Pertanian, 2009).

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitan ini adalah tiga varietas sorgum yaitu Numbu (G1), Keller (G2) dan Wray (G3). Varietas ubi kayu yang

digunakan adalah Varietas Kasetsart. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah Urea, SP-36, dan KCl, dengan dosis 200, 100, dan 100 kg/ha. Varietas sorgum manis (Sweet sorgum) Numbu, Keller, dan Wray dipilih dengan alasan pada penelitian sebelumnya memiliki keunggulan masing-masing. Menurut


(43)

21 Putnamdkk., yang telah mengevaluasi 13 varietas sorgum manis memiliki kadar gulabrixhasil ekstaksi 5,8-13,7% dan hasil ekstraksi gula FC 2,3 ton-7,0 t/ha. Varietas Numbu memiliki bentuk malai yang lebih kompak, berbentuk elips, tinggi tanaman mencapai 187 cm (Balitsereal, 2013). Varietas Keller dan Wray memiliki diameter batang yang mencapai 1,77 cm dan 1,73 cm; untuk tinggi tanaman mencapai 269,10 cm dan 231,16 cm (Rahmawati, 2013). Varietas Numbu, Keller, dan Wray yang digunakan berasal dari BPPT (Balai Penelitian dan Pengkajian Pertanian) Sulusuban, Lampung Tengah. Benih ini merupakan introduksi yang diteliti oleh Prof. Dr. Soeranto Hoeman dan dibawa ke Lampung oleh Dr. Sungkono (Sungkonodkk., 2009)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bajak singkal, dan bajak rotari, cangkul,golok,sabit, carter, alat penyedot air, selang,bambu, label, sampel, gunting,meteran,oven, timbangan elektrik, klorofil meter, streples, tali raffia, plastik, karung, buku tulis, spidol, camera digital, pena.

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan disusun secara faktorial (3X4) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanaman dan faktor kedua adalah varietas. Kerapatan tanaman (P) dibagi menjadi empat taraf, yaitu satu (p1), dua (p2), tiga (p3), empat (p4) tanaman/ lubang tanam. Varietas (G) yang digunakan ada tiga, yaitu Numbu (g1), Keller (g2), dan Wray (g3).


(44)

22 Kombinasi perlakuan berjumlah 12 yang terbagi dalam 3 kelompok sebagai ulangan, sehingga terdapat 36 satuan percobaan.

Setiap satuan percobaan berukuran 5x4 m dan ditanami ubikayu dengan jarak tanam 80 x 60 cm. Tanaman sorgum ditanam diantara barisan tanaman ubikayu dengan jarak 20 cm sehingga dalam satuan percobaan terdapat 36 lubang tanaman singkong dan 120 lubang tanaman sorgum. Populasi per hektar untuk kerapatan tanaman 1 terdapat 60.000 populasi tanaman, kerapatan tanaman 2 terdapat 120.000 populasi, kerapatan tanaman 3 terdapat 180.000 populasi, dan kerapatan tanaman 4 terdapat 240.000 populasi. Susunan perlakuan pada penelitan ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Susunan perlakuan dalam penelitan. Perlakuan Keterangan

g1p1 Sorgum Varietas Numbu 1 tanaman/ lubang g1p2 Sorgum Varietas Numbu 2 tanaman/ lubang g1p3 Sorgum Varietas Numbu 3 tanaman/ lubang g1p4 Sorgum Varietas Numbu 4 tanaman/ lubang g2p1 Sorgum Varietas Keller 1 tanaman/ lubang g2p2 Sorgum Varietas Keller 2 tanaman/ lubang g2p3 Sorgum Varietas Keller 3 tanaman/ lubang g2p4 Sorgum Varietas Keller 4 tanaman/ lubang g3p1 Sorgum Varietas Wray 1 tanaman/ lubang g3p2 Sorgum Varietas Wray 2 tanaman/ lubang g3p3 Sorgum Varietas Wray 3 tanaman/ lubang g3p4 Sorgum Varietas Wray 4 tanaman/ lubang


(45)

23 Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlet dan aditivitas data di uji dengan uji Tukey. Bila kedua asumsi ini terpenuhi, maka data dianalisis dengan analisis ragam dan dilakukan pemisahan nilai tengah menggunakan uji Beda Nyata

Terkecil (BNT) pada taraf α5%. Denah tata letak percobaan dapat dilihat pada


(46)

24

Gambar 1. Tata Letak Percobaan Ulangan I Ulangan II Ulangan III

16

m

G1P2 G2P2 G3P2 2

G3P1 G1P3 G2P3 G2P1 G1P1 G3P4

G1P4 G3P3

G2P4

G2P3 G2P2

G3P3 G1P2 G3P1 G1P3 G2P4 G2P1 G1P4

G3P4 G3P2

G1P1

G3P4 G2P3

G2P2 G2P4 G1P4 G2P4 G1P2 G3P1 G3P2

G1P3 G2P1 G1P1

65 m

1 m 0,5 m

S

T

U

B


(47)

25

Keterangan :

X : Tanaman Ubikayu dengan jarak tanam 60 cm x 80 cm 0 : Tanaman Sorgum dengan jarak tanam 20 cm x 80 cm

Gambar 2. Tata Letak Tanaman Sorgum Pada Petak Percobaan

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 m


(48)

26 3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan tanah

Lahan yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan pengolahan sebanyak 2 kali, yaitu menggunakan bajak singkal yang berfungsi untuk membolak-balikan tanah, bajak rotari yang berfungsi untuk menghancurkan bongkahan tanah menjadi halus. Kemudian dibuat parit anatar petak maupun antar ulangan dengan jarak satu meter.

3.4.2 Pembuatan petakan

Tanah yang telah diolah kemudian dibuat menjadi petak-petak lahan dengan ukuran 5 m x 4 m dengan jumlah petak percobaan sebanyak 36 petak.

3.4.3 Penentuan jarak tanam

Adapun jarak tanam yang digunakan pada penelitian ini ubikayu adalah 80 x 60 cm dan tanaman sorgum ditanam disela tanaman ubikayu dengan jarak 80 x 20 cm. Sorgum ditanam pada hari yang sama saat ubikayu ditanam.

3.4.4 Pemupukan

Pemupukan Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis yang dianjurkan yaitu 200 : 100 : 100 kg/ha. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali, pemupukan pertama 1/3 : 1 : 1 bagian dari masing- masing pupuk dan diberikan pada umur 2 minggu setelah tanam (mst) dan 2/3 bagian dari pupuk Urea diberikan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah


(49)

27 tanam (mst). Pemupukan dilakukan dengan cara dilarik sedalam 5 cm dengan jarak 10 cm dari lubang tanam.

3.4.5 Penyulaman dan Penjarangan

Penyulaman dilakukan bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh. Hal ini dilakukan dengan cara menanam kembali benih sorgum pada lubang tanam benih sebelumnya yang tidak tumbuh. Penyulaman dilakukan paling lambat dua minggu setelah waktu awal pertanaman.

Penjarangan dilakukan terhadap tanaman sorgum yang tumbuh dengan jumlah melebihi kerapatan tanam yang telah ditentukan.

3.4.6 Pemeliharaan

Pemeliharaan dalam penelitian ini adalah penyiraman, penyiangan gulma, dan

pengendalian hama penyakit tanaman baik pada tanaman sorgum maupun pada tanaman ubikayu.

3.5 Variabel yang diamati

Pengamatan dilakukan pada 4 sampel tanaman sorgum yang dipilih secara acak pada setiap petaknya, sedangkan pada tanaman ubikayu tidak dilakukan pengamatan. Pengamatan tersebut meliputi :


(50)

28 1) Jumlah daun

Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka penuh dan berwarna hijau. Jumlah daun dihitung mulai dari umur 4 minggu setelah tanam (MST) dengan selang waktu setiap minggu hingga saat keluar malai. Satuan ukur yang digunakan adalah helai.

2) Panjang daun

Panjang daun yang diukur adalah 3 helai daun teratas. Panjang daun diukur mulai umur 4 MST dengan selang waktu setiap minggu hingga saat keluar malai. Satuan ukur yang digunakan adalah centimeter (cm).

3) Lebar daun

Lebar daun yang diukur yaitu 3 helai daun teratas. Lebar daun diukur saat tanaman berumur 4 MST dengan selang waktu setiap minggu hingga saat keluar malai. Satuan ukur yang digunakan adalah centimeter (cm).

4) Tingkat kehijauan daun

Tingkat kehijauan diukur menggunakan alat SPAD . Tingkat kehijauan daun diukur saat tanaman berumur 4 MST dengan selang waktu setiap minggu hingga saat keluar malai.


(51)

29 5) Umur berbunga

Umur berbunga dihitung saat 50% dari populasi tanaman berbunga. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jangka waktu dengan satuan hari dari awal tanam sampai berbunga lebih dari 50% untuk keseluruhan petak percobaan. Satuan yang digunakan adalah hari.

6) Panjang malai

Panjang malai diukur mulai dari pangkal hingga ujung malai yang ditandai dengan letak buku pertama. Diukur saat saat tanaman berumur 20 hari setelah berbunga (hsb) dengan selang waktu 10 hari sampai tanaman berumur 40 hsb. Satuan ukur yang digunakan adalah centimeter (cm).

7) Bobot kering malai

Bobot kering malai diukur dengan cara menimbang malai yang telah dikeringkan dalam oven bersuhu 700C selama 3 hari setelah terlebih dahulu dipipil bijinya. Satuan ukur yang digunakan adalah gram (g).

8) Jumlah biji per malai

Jumlah biji per malai ditentukan dengan cara memipil seluruh biji sorgum pada malai tanaman sampel kemudian dihitung menggunakan alatSeed Counter. Pengukuran dilakukan saat saat tanaman berumur 20 hsb dengan selang waktu 10 hari sampai tanaman berumur 40 hsb. Jumlah biji dinyatakan dalam satuan butir.


(52)

30 9) Bobot biji per malai

Bobot biji per malai diukur dengan cara menimbang seluruh biji yang sudah dipipil dari malai tanaman sampel dengan menggunakan timbangan elektrik.

Pengukuran dilakukan saat saat tanaman berumur 20 hsb dengan selang waktu 10 hari sampai tanaman berumur 40 hsb. Satuan ukur yang digunakan adalah gram (g).

10) Laju pengisian biji (LPB)

Laju pengisian biji diukur saat tanaman berumur 10 hsb dengan interval 10 hari sampai tanaman berumur 40 hsb dengan rumus berikut :

LPB = (x - y)/100 x 10 Keterangan :

x = bobot kering 100 butir biji minggu sekarang y = bobot kering 100 butir biji minggu lalu

satuan ukur yang digunakan adalah miligram per biji per hari (mg/b/h)

11) Daya kecambah

Daya kecambah diukur saat tanaman berumur 20 hsb dengan interval 10 hari sampai tanaman berumur 40 hsb dengan rumus berikut :

DK = b/c x 100% Keterangan :

DK = daya kecambah biji


(53)

31 c = jumlah biji yang ditanam

Pengecambahan dilakukan dengan metode uji daya kecambah diatas kertas didirikan dalam plastik (UDKDDP) dan disimpan dalam germinator tipe IPB 73-2A/B.


(54)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitan pengaruh varietas dan tingkat kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan biji dan kualitas benih sorgum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kerapatan tanaman rendah (1 dan 2 tanaman/lubang) menghasilkan keragaan daun dan pertumbuhan biji yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan tinggi (3 dan 4 tanaman/lubang).

2. Varietas Numbu lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Keller dan Wray dalam komponen pertumbuhan biji yaitu jumlah biji/tanaman dan bobot biji/tanaman.

3. Pengaruh kerapatan tanaman terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum tergantung pada varietas. Pada

kerapatan tanaman rendah (1 dan 2 tanaman/lubang) varietas Numbu memiliki jumlah biji/tanaman tertinggi dibandingkan dengan varietas Keller dan Wray, sementara pada daya kecambah varietas Wray tertinggi dibandingkan dengan varietas Numbu dan Keller.


(55)

71

5.2 Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan beberapa hal yaitu :

1. Untuk Produksi benih penulis menyarankan menggunakan kerapatan tanaman rendah (1 dan 2 tanaman/lubang) karena memberikan hasil yang lebih baik dalam pertumbuhan biji sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

2. Untuk Produksi benih penulis menyarankan penggunaan varietas Numbu untuk mendapatkan potensi pertumbuhan biji tertinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray yang telah diuji.


(56)

PUSTAKA ACUAN

Atus’sadiyah, M. 2004.Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus

vulgarisL) Tipe Tegak Pada Berbagai Variasi Kepadatan Tanaman dan

Waktu Pemangkasan Pucuk. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2013. Varietas Numbu (Sorgum).

http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content &view=articel&id=117:numbu-sorgum&catid=47:database-gandum-dan-sorgum. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2015.

Beets, W.C. 1982.Plant interrelationship and competition. In: Multiple Cropping and Tropical Farming Systems. Westerview Press. 178p.

Beti, Y. A., A. Ispandi dan Sudaryono. 1990.Sorgum. Monografi Balai Penelitian Tanaman. Malang No. 5. Malang.

Bouman, G. 1985.Developments in Agricultural Engineering : 4. Grain Handling and Storage. Elsevier Science Publishers; New York, USA.

Copeland, L. O. 1976.Principles of Seed Science and Technology.Burgess Publishing Company.Minnesota. 369p.

Departemen Kesehatan RI (Direktorat Gizi). 1992.Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara-Jakarta. Hal. 57.

Departemen Pertanian, 2009. Sekilas Kebun Percobaan Natar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung.

Dicko MH, Gruppen H, Traore AS, Voragen AGJ, Van Berkel WJH. 2006. Sorghum grain as human food in Africa, relevance of content of starch and amylase activities. African Journal of Biotechnology 5 (5):384-395 Dogget, H. 1970.Sorghum. Longmans Green & Co. Ltd. Cambridge, USA.


(57)

73 FAO, Agricultural Departement.2002.Sweet Sorghum in China. World Food

Summit,10-13 june 2002.(http://www.fao.org/agl). Diakses tanggal 28 Agustus 2014

Farnhamm, D.E.2001. Row Spacing, Plant Density, and Hybrid Effects on Corn Grain Yield and Moisture.J. Agron.93:1049-1053

Francis, C. A. 1986. Introduction: Distribution and importance of multiple cropping. In: Francis C.A. (ed.). Multiple Cropping System. p. 82–95.

Macmillan Publ. Co. New York.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991.Fisiologi Tanaman Budidaya Terjemahan Herawati Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 hal.

Hamim, H., R. Larasati dan M. Kamal. 2012.Analisis komponen hasil sorgum yang ditanam tumpang sari dengan ubi kayu dan waktu tanam berbeda. Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang

Berkelanjutan.p 91- 94. Bogor, 1-2 Mei 2012.

Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Kultivar Jagung (Zea maysL.) Untuk Produksi Jagung Semi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Hal 6-9. Haryadi.S.S., 1996.PengantarAgronomi.PT. GramediasPustakaUtama. Jakarta.

1997.

Hatta, M.2011. Pengaruh Tipe Jarak Tanam Terhadap Anakan, Komponen Hasil dan Hasil Dua Varietas Padi pada Metode SRI.J. Floratek. 6:104-113. Irwan, W., A. Wahyudin, R. Susilawati dan T. Nurmala, 2004. Interaksi jarak

tanam dan jenis pupuk kandang terhadap komponen hasil dan kadar tepung sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench) pada Inseptisol di Jatinangor. Jurnal Budidaya Tanaman. 4 :128-136.

Ismail, G. I. dan A. Kodir. 1977.Cara bercocok tanam sorgum. Buletin teknik lembaga pusat penelitian pertanian Bogor (2). 1-9.

Kamal,M.2011.Kajian Sinergi Pemanfaatan Cahaya dan Nitrogen Dalam

Produksi Tanaman Pangan. Pidato ilmiah dalam rangka pengukuhan guru besar dalam bidang ilmu tanaman Fakultas Pertanian Univeritas Lampung

di Bandar Lampung tanggal 23 Febuari 2011. Penerbit Universitas Lampung, Bandar Lampung. 68 hlm.

Kamal, M., M.S. Hadi, E. Heriyanto, Jumarko dan Ashadi. 2014. Grain Yield, and Nutrient and Starch Content of Sorghum (Sorghum bicolor(L.) Moench)


(58)

74 Genotypes as Affected by Date of Intercropping withCassavain

Lampung, Indonesia. J. ISSAAS . 20, 64-76

Kusuma, J.,F. N. Azis, Erifah, M. Iqbal, A. Reza, dan Sarno, 2008.Sorgum. Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.

Laimeheriwa, J. 1990.Teknologi budidaya sorgum.Departemen Pertanian. Balai informasipertanian. Irian Jaya. Leonard, W. H. & Martin, J. H.

1963.Cereal Crops. The Macmillan Company, USA, Pp679-735. 25

Lawlor, D.W. 1993.Photosynthesis: Molecular, Physiological and Environmental Processes. 2nd Ed. Longman Scientific & Technical. England. pp 12-15. Moenandir. 1993.Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Mudjisihono, R. dan H.S. Suprapto. 1987.Budidaya dan Pengolahan Sorghum. PenebarSwadaya, Jakarta.

Muryani. 1999.Budidaya Tanaman Jagung. Balai Informasi Penelitian Bengkulu. Nurmala, T. S.W. 2003.Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta. Jakarta.

Nurhidayah , E. 2008. Kajian Genotipe Periode Pengisian Biji, Kualitas Benih dan Ukuran Benih Berbagai Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Odum, E.P. 1997.Ecology: A Bridge Between Science and Society.Sinauer

Associates, Inc. Publ. Suderland, Massachusetts, USA. 331p.

Pithaloka, S. 2014. Pengaruh Kerapatan Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Sorgum (Sorgum bicolor(L.) Moench).Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rismunandar. 2006.Sorgum Tanaman Serba Guna. Sinar Baru. Bandung. Hal 71. Rahmawati, A.2013. Respon Beberapa Genotipe Sorgum (Sorgum bicolor L.

Moench) Terhadap Sistem Tumpangsari dengan Ubikayu (Manihot esculentaCrantz).Skripsi.Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rubatzky, E. V dan M. Yamaguchi. 1998.Sayuran Dunia 3. Prinsip Dan Gizi. Elia Herwood Publisher. Chitester England. p. 197-199.


(59)

75 Schmidt, F.H. and Ferguson, J.H.A. 1951.Rainfall Types Based on Wet and Dry

Period Rations for Indonesia and Western New Guinea VerhDjawatan

Mety. Dan Geofisik, Jakarta, Indonesia, 700 pp.

Sirappa, M. P. 2003.Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan.Pakan dan Industri.Jurnal Litbang Pertanian.

Sitompul, S.M.P.2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan, dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian 22 (4): 133-140.

Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995.Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press.Yogyakarta.

Sullivan, P. 2003 Intercropping Principles and Production Practices: Agronomy System Guide. (http://attra.ncat.org/attra-pub/PDF/intercrop.pdf) diakses tanggal 29 Agustus 2014

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, D.Wirnas, D. Soepandie, S. Human dan M.A. Yudiarto, 2009. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam.J. Agron. Indonesia. 37(3):220-225

Sutopo, L.2010.Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.237 hlm. Tabri, F. 2009. Teknologi Biomas Jagung Melalui Peningkatan Populasi

Tanaman. Prosiding Seminar Serealia 2009. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan.

Widajati, E., Murniati, E., Endah, R.P., Tatiek, K., M. R., Suhartanto, dan Abdul, Q. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press. Bogor. 173 hlm. Vandermeer, J., 1989.The Ecology on Intercropping.Cambridge

University.Press. New York.

Willey, R. W. 1979.Intercropping– it’s importance and research needs.Part I. Competition and yield advantages. Field Crop Abst. 32:1-10.

Wartoyo., Warsoko W., Sri N., Bambang., 2007.Buku Ajar Fisioogi Benih. UNS. Surakarta.


(1)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitan pengaruh varietas dan tingkat kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan biji dan kualitas benih sorgum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kerapatan tanaman rendah (1 dan 2 tanaman/lubang) menghasilkan keragaan daun dan pertumbuhan biji yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan tinggi (3 dan 4 tanaman/lubang).

2. Varietas Numbu lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Keller dan Wray dalam komponen pertumbuhan biji yaitu jumlah biji/tanaman dan bobot biji/tanaman.

3. Pengaruh kerapatan tanaman terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya kecambah benih sorgum tergantung pada varietas. Pada

kerapatan tanaman rendah (1 dan 2 tanaman/lubang) varietas Numbu memiliki jumlah biji/tanaman tertinggi dibandingkan dengan varietas Keller dan Wray, sementara pada daya kecambah varietas Wray tertinggi dibandingkan dengan varietas Numbu dan Keller.


(2)

71

5.2 Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan beberapa hal yaitu :

1. Untuk Produksi benih penulis menyarankan menggunakan kerapatan tanaman rendah (1 dan 2 tanaman/lubang) karena memberikan hasil yang lebih baik dalam pertumbuhan biji sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

2. Untuk Produksi benih penulis menyarankan penggunaan varietas Numbu untuk mendapatkan potensi pertumbuhan biji tertinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray yang telah diuji.


(3)

Atus’sadiyah, M. 2004.Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus

vulgarisL) Tipe Tegak Pada Berbagai Variasi Kepadatan Tanaman dan

Waktu Pemangkasan Pucuk. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2013. Varietas Numbu (Sorgum).

http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content &view=articel&id=117:numbu-sorgum&catid=47:database-gandum-dan-sorgum. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2015.

Beets, W.C. 1982.Plant interrelationship and competition. In: Multiple Cropping and Tropical Farming Systems. Westerview Press. 178p.

Beti, Y. A., A. Ispandi dan Sudaryono. 1990.Sorgum. Monografi Balai Penelitian Tanaman. Malang No. 5. Malang.

Bouman, G. 1985.Developments in Agricultural Engineering : 4. Grain Handling and Storage. Elsevier Science Publishers; New York, USA.

Copeland, L. O. 1976.Principles of Seed Science and Technology.Burgess Publishing Company.Minnesota. 369p.

Departemen Kesehatan RI (Direktorat Gizi). 1992.Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara-Jakarta. Hal. 57.

Departemen Pertanian, 2009. Sekilas Kebun Percobaan Natar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung.

Dicko MH, Gruppen H, Traore AS, Voragen AGJ, Van Berkel WJH. 2006. Sorghum grain as human food in Africa, relevance of content of starch and amylase activities. African Journal of Biotechnology 5 (5):384-395 Dogget, H. 1970.Sorghum. Longmans Green & Co. Ltd. Cambridge, USA.


(4)

73 FAO, Agricultural Departement.2002.Sweet Sorghum in China. World Food

Summit,10-13 june 2002.(http://www.fao.org/agl). Diakses tanggal 28 Agustus 2014

Farnhamm, D.E.2001. Row Spacing, Plant Density, and Hybrid Effects on Corn Grain Yield and Moisture.J. Agron.93:1049-1053

Francis, C. A. 1986. Introduction: Distribution and importance of multiple cropping. In: Francis C.A. (ed.). Multiple Cropping System. p. 82–95. Macmillan Publ. Co. New York.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991.Fisiologi Tanaman Budidaya Terjemahan Herawati Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 hal.

Hamim, H., R. Larasati dan M. Kamal. 2012.Analisis komponen hasil sorgum yang ditanam tumpang sari dengan ubi kayu dan waktu tanam berbeda. Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang

Berkelanjutan.p 91- 94. Bogor, 1-2 Mei 2012.

Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Kultivar Jagung (Zea maysL.) Untuk Produksi Jagung Semi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Hal 6-9. Haryadi.S.S., 1996.PengantarAgronomi.PT. GramediasPustakaUtama. Jakarta.

1997.

Hatta, M.2011. Pengaruh Tipe Jarak Tanam Terhadap Anakan, Komponen Hasil dan Hasil Dua Varietas Padi pada Metode SRI.J. Floratek. 6:104-113. Irwan, W., A. Wahyudin, R. Susilawati dan T. Nurmala, 2004. Interaksi jarak

tanam dan jenis pupuk kandang terhadap komponen hasil dan kadar tepung sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench) pada Inseptisol di Jatinangor. Jurnal Budidaya Tanaman. 4 :128-136.

Ismail, G. I. dan A. Kodir. 1977.Cara bercocok tanam sorgum. Buletin teknik lembaga pusat penelitian pertanian Bogor (2). 1-9.

Kamal,M.2011.Kajian Sinergi Pemanfaatan Cahaya dan Nitrogen Dalam

Produksi Tanaman Pangan. Pidato ilmiah dalam rangka pengukuhan guru besar dalam bidang ilmu tanaman Fakultas Pertanian Univeritas Lampung

di Bandar Lampung tanggal 23 Febuari 2011. Penerbit Universitas Lampung, Bandar Lampung. 68 hlm.

Kamal, M., M.S. Hadi, E. Heriyanto, Jumarko dan Ashadi. 2014. Grain Yield, and Nutrient and Starch Content of Sorghum (Sorghum bicolor(L.) Moench)


(5)

Genotypes as Affected by Date of Intercropping withCassavain Lampung, Indonesia. J. ISSAAS . 20, 64-76

Kusuma, J.,F. N. Azis, Erifah, M. Iqbal, A. Reza, dan Sarno, 2008.Sorgum. Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.

Laimeheriwa, J. 1990.Teknologi budidaya sorgum.Departemen Pertanian. Balai informasipertanian. Irian Jaya. Leonard, W. H. & Martin, J. H.

1963.Cereal Crops. The Macmillan Company, USA, Pp679-735. 25

Lawlor, D.W. 1993.Photosynthesis: Molecular, Physiological and Environmental Processes. 2nd Ed. Longman Scientific & Technical. England. pp 12-15. Moenandir. 1993.Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Mudjisihono, R. dan H.S. Suprapto. 1987.Budidaya dan Pengolahan Sorghum. PenebarSwadaya, Jakarta.

Muryani. 1999.Budidaya Tanaman Jagung. Balai Informasi Penelitian Bengkulu.

Nurmala, T. S.W. 2003.Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta. Jakarta.

Nurhidayah , E. 2008. Kajian Genotipe Periode Pengisian Biji, Kualitas Benih dan Ukuran Benih Berbagai Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Odum, E.P. 1997.Ecology: A Bridge Between Science and Society.Sinauer

Associates, Inc. Publ. Suderland, Massachusetts, USA. 331p.

Pithaloka, S. 2014. Pengaruh Kerapatan Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Sorgum (Sorgum bicolor(L.) Moench).Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rismunandar. 2006.Sorgum Tanaman Serba Guna. Sinar Baru. Bandung. Hal 71. Rahmawati, A.2013. Respon Beberapa Genotipe Sorgum (Sorgum bicolor L.

Moench) Terhadap Sistem Tumpangsari dengan Ubikayu (Manihot esculentaCrantz).Skripsi.Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rubatzky, E. V dan M. Yamaguchi. 1998.Sayuran Dunia 3. Prinsip Dan Gizi. Elia Herwood Publisher. Chitester England. p. 197-199.


(6)

75 Schmidt, F.H. and Ferguson, J.H.A. 1951.Rainfall Types Based on Wet and Dry

Period Rations for Indonesia and Western New Guinea VerhDjawatan

Mety. Dan Geofisik, Jakarta, Indonesia, 700 pp.

Sirappa, M. P. 2003.Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan.Pakan dan Industri.Jurnal Litbang Pertanian.

Sitompul, S.M.P.2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan, dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian 22 (4): 133-140.

Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995.Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press.Yogyakarta.

Sullivan, P. 2003 Intercropping Principles and Production Practices: Agronomy System Guide. (http://attra.ncat.org/attra-pub/PDF/intercrop.pdf) diakses tanggal 29 Agustus 2014

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, D.Wirnas, D. Soepandie, S. Human dan M.A. Yudiarto, 2009. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam.J. Agron. Indonesia. 37(3):220-225

Sutopo, L.2010.Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.237 hlm. Tabri, F. 2009. Teknologi Biomas Jagung Melalui Peningkatan Populasi

Tanaman. Prosiding Seminar Serealia 2009. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan.

Widajati, E., Murniati, E., Endah, R.P., Tatiek, K., M. R., Suhartanto, dan Abdul, Q. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press. Bogor. 173 hlm. Vandermeer, J., 1989.The Ecology on Intercropping.Cambridge

University.Press. New York.

Willey, R. W. 1979.Intercropping– it’s importance and research needs.Part I. Competition and yield advantages. Field Crop Abst. 32:1-10.

Wartoyo., Warsoko W., Sri N., Bambang., 2007.Buku Ajar Fisioogi Benih. UNS. Surakarta.


Dokumen yang terkait

DISTRIBUSI BAHAN KERING BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) YANG DITUMPANGSARIKAN DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz.)

0 4 23

Pengaruh Kerapatan Tanaman terhadap Produksi Biomassa dan Nira Beberapa Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Ratoon I

3 19 60

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I PADA TINGKAT KERAPATAN TANAMAN YANG BERBEDA

1 12 57

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I PADA TINGKAT KERAPATAN TANAMAN YANG BERBEDA

4 33 57

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

1 18 55

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

2 13 55

RESPONS BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorgum bicolor [L.] Moench) TERHADAP SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz)

8 37 27

KAJIAN INTERSEPSI CAHAYA MATAHARI PADA TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN KERAPATAN TANAMAN BERBEDA PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

2 17 45

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA SORGUM, PERTUMBUHAN, DAN HASIL UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) PADA SISTEM TUMPANGSARI SORGUM DENGAN UBIKAYU

5 30 67

PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

0 8 65