KAJIAN INTERSEPSI CAHAYA MATAHARI PADA TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN KERAPATAN TANAMAN BERBEDA PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

(1)

ABSTRAK

KAJIAN INTERSEPSI CAHAYA MATAHARI PADA TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor(L.) Moench) DENGAN KERAPATAN TANAMAN BERBEDA PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN

UBIKAYU (Manihot esculentaCrantz) Oleh

APRI ARIYANTO

Tumpangsari tanaman sorgum dengan tanaman ubikayu merupakan usaha pemanfaatan ruang kosong pada tanaman ubikayu untuk meningkatkan penggunaan lahan. Persaingan cahaya matahari antartanaman yang ditumpangsarikan merupakan permasalahan dalam sistem ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola intersepsi cahaya matahari tiga varietas sorgum pada tingkat kerapatan tanaman berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dari bulan Agustus sampai November 2014. Percobaan disusun secara faktorial (4x3) dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanaman (p), dan faktor kedua adalah varietas sorgum (g). Data dianalisis dengan analisis ragam dan untuk penentuan perbedaan nilai tengah dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 5%.


(2)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kerapatan empat tanaman per lubang tanam memiliki persentase intersepsi cahaya matahari tertinggi, (2) intersepsi cahaya matahari ketiga varietas sorgum menunjukkan pola yang relatif sama pada berbagai umur pengamatan (3) interaksi antara varietas dengan kerapatan tanaman memberikan perbedaan intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada tumpangsari dengan ubikayu pada umur 5 dan 7 mst dan (4) persentase intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum nyata berkorelasi negatif dengan jumlah biji per malai, bobot biji per malai, bobot biji per m2, bobot 100 butir, dan bobot brangkasan kering.

Kata kunci:intersepsi cahaya matahari, kerapatan tanaman, tumpangsari, varietas sorgum.


(3)

KAJIAN INTERSEPSI CAHAYA MATAHARI PADA TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN KERAPATAN

TANAMAN BERBEDA PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

Oleh

APRI ARIYANTO Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

KAJIAN INTERSEPSI CAHAYA MATAHARI PADA TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN KERAPATAN

TANAMAN BERBEDA PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

(Skripsi)

Oleh

APRI ARIYANTO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak percobaan ... 19

2. Tata letak lubang tanam/ petak ... 20

3. Pola intersepsi cahaya matahari tiga varietas sorgum ... 25

4. Pola intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada berbagai kerapatan tanaman ... 26

5. Tanaman sorgum anaman sorgum pada umur 3 hst ... 71

6. Tanaman sorgum dengan kerapatan satu tanaman per lubang ... 71

7. Tanaman sorgum dengan kerapatan dua tanaman per lubang ... 72

8. Tanaman sorgum dengan kerapatan tiga tanaman per lubang ... 72

9. Tanaman sorgum dengan kerapatan empat tanaman per lubang .. 73


(6)

iii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum ... 7

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum ... 8

2.3 Kerapatan Tanaman ... 9

2.4 Tumpangsari ... 10

2.5 Intersepsi Cahaya Matahari ... 11

III. BAHAN DAN METODE ... 12

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Bahan dan Alat ... 12

3.3 Metode Penelitian ... 13

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 14


(7)

iv

3.4.2 Pembuatan petak percobaan ... 14

3.4.3 Penanaman ... 14

3.4.4 Penjarangan ... 15

3.4.5 Pemupukan ... 15

3.4.6 Pemeliharaan ... 15

3.5 Variabel yang diamati ... 16

3.5.1 Pengukuran intensitas cahaya matahari ... 16

3.6 Variabel pendukung ... 17

3.6.1 Jumlah biji per malai ... 17

3.6.2 Bobot biji per malai ... 17

3.6.3 Bobot 100 butir biji kering ... 17

3.6.4 Bobot brangkasan basah ... 18

3.6.5 Bobot brangkasan kering ... 18

3.6.6 Biji per m2 ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil Penelitian ... 21

4.1.1 Intersepsi cahaya matahari ... 22

4.1.2 Pola intersepsi cahaya matahari ... 25

4.1.3 Korelasi ... 26

4.2 Pembahasan ... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 34

PUSTAKA ACUAN ... 35


(8)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kombinasi perlakuan varietas tanaman dan kerapatan

tanaman dalam percobaan. ... 13 2. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kerpatan

tanaman terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum. .... 21 3. Pengaruh varietas dan kerapatan tanaman terhadap intersepsi

cahaya matahari tanaman sorgum pada 4 dan 10 mst. ... 22 4. Pengaruh interaksi varietas dan kerapatan tanaman terhadap

intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada 5 mst. ... 23 5. Pengaruh interaksi varietas dan kerapatan tanaman terhadap

intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada 7 mst. ... 24 6. Korelasi intersepsi cahaya matahari dengan hasil tanaman

sorgum dengan varietas berbeda. ... 27 7. Korelasi intersepsi cahaya matahari dengan hasil tanaman

sorgum dengan kerapatan tanaman berbeda. ... 28 8. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi

tanaman sorgum pada 4 mst. ... 39 9. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi

tanaman sorgum pada 4 mst. ... 40 10. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi

tanaman sorgum pada 5 mst. ... 41 11. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi

tanaman sorgum pada 5 mst. ... 42 12. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi


(9)

vi 13. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi

tanaman sorgum pada 6 mst. ... 44 14. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi

tanaman sorgum pada 7 mst. ... 45 15. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi

tanaman sorgum pada 7 mst. ... 46 16. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi

tanaman sorgum pada 8 mst. ... 47 17. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi

tanaman sorgum pada 8 mst. ... 48 18. Data pengamatan intensitas cahaya matahari (atas kanopi)

tanaman sorgum pada 10 mst. ... 49 19. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi

tanaman sorgum pada 10 mst. ... 50 20. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi

tanaman sorgum pada 11 mst. ... 51 21. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi

tanaman sorgum pada 11 mst. ... 52 22. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi

tanaman sorgum pada 13 mst. ... 53 23. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi

tanaman sorgum pada 13 mst. ... 54 24. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 4 mst. ... 55 25. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 4 mst. ... 55 26. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 5 mst. ... 55 27. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada

5 mst. ... 55 28. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum


(10)

vii 29. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 6 mst. ... 55 30. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 7 mst. ... 56 31. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 7 mst. ... 56 32. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 8 mst. ... 56 33. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 8 mst. ... 56 34. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 10 mst. ... 56 35. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 10 mst. ... 56 36. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 11 mst. ... 57 37. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 11 mst. ... 57 38. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 13 mst. ... 57 39. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

pada 13 mst. ... 57 40. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum

umur 4 mst. ... 58 41. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum

umur 4 mst. ... 58 42. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum

umur 5 mst. ... 59 43. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum


(11)

viii 44. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur

6 mst. ... 60

45. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 6 mst. ... 60

46. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 7 mst. ... 61

47. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 7 mst. ... 61

48. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 8 mst. ... 62

49. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 8 mst. ... 62

50. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 10 mst. ... 63

51. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 10 mst. ... 63

52. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 11 mst. ... 64

53. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 11 mst. ... 64

54. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 13 mst. ... 65

55. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 13 mst. ... 65

56. Deskripsi Varietas Numbu. ... 66

57. Hasil penelitian Rahmawati tentang Varietas Keller. ... 66

58. Hasil penelitian Rahmawati tentang Varietas Wray. ... 67

59. Data analisis tanah sebelum dan sesudah dilakukan penelitian. ... 67

60. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada umur 4 mst. ... 68


(12)

ix 61. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada

umur 5 mst. ... 68 62. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada

umur 6 mst. ... 68 63. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada

umur 7 mst. ... 69 64. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada

umur 8 mst. ... 69 65. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada

umur 10 mst. ... 69 66. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada

umur 11 mst. ... 70 67. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada


(13)

(14)

(15)

(16)

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

(QS. Al-Mujadalah: 11)

Sukses terdiri 1% bakat dan 99% keringat (Thomas Alva Edison)


(17)

PERSEMBAHAN

✁ ✂✄ ☎✆ ✝✁ ✞✁ ✁✄✂✞ ✟✄ ✠ ✠✞ ✁✄✁ ✄ ☎✞ ✡

Dengan Ketulusan Hati dan Rasa Penuh Syukur, Kupersembahkan Karya ini Kepada:

Kedua Orang Tuaku

Bapak Damitri dan Ibu Sumirah untuk Kasih Sayang, Pengorbanan dan Doa yang Tiada Henti

Kakak dan Adikku

Budi Setiawan dan Dani Syahrul Rammadhan yang Menjadi Kebanggaanku

Para Sahabat yang Selalu Menemani dalam Suka Duka


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pulau Tengah pada tanggal 26 April 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Damitri dan Ibu Sumirah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD N Pulau Tengah dan lulus pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Penengahan dan lulus pada tahun 2008, pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Kalianda dan lulus pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Tertulis, dan sebagai penerima

Beasiswa Bidik Misi angkatan kedua. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Dasar-Dasar Budidaya Tanaman dan Produksi Tanaman Pangan tahun ajaran 2014/2015. Pada tahun 2014 penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Lampung di Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Kebun Percobaan Natar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung.


(19)

i SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, tempat kita memuja, meminta petunjuk dan memohon pertolongan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang tidak disengaja. Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Muhammad Syamsoel Hadi, M.Sc., selaku pembimbing pertama atas waktu, saran, nasehat, bantuan, bimbingan dan motivasi selama pelaksanaan penelitian hingga proses penulisan skripsi.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., selaku pembimbing kedua atas waktu, saran, nasehat, bantuan, bimbingan dan motivasi selama pelaksanaan penelitian hingga proses penulisan skripsi.

3. Bapak Ir. Sunyoto, M.Agr., selaku pembimbing akademik sekaligus dosen penguji yang telah memberikan saran, nasehat, motivasi, serta kritik dan saran dalam penulisan skripsi.

4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(20)

ii 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Program Studi

Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Kebun Percobaan (KP) Natar, Bapak Jumari, Pakde dan Bukde Untung dan segenap pegawai BPTP Lampung atas segala bantuan selama penelitian berlangsung.

8. Kedua orangtuaku Bapak Damitri dan Ibu Sumirah, serta kakakku Budi Setiawan dan adikku Dani Syahrul Rammadhan terimakasih atas semua doa, kasih sayang, perhatian, bantuan, dan motivasi yang selalu diberikan hingga saat ini.

9. Teman seperjuangan dalam melaksanakan penelitian Anggi Anggrestyas Siwi, Agung Dwi Saputro, Ade Fitri Anggraeni, Christy Gomgom Ebeneer Sitorus, atas kerjasama, semangat dan bantuannya.

10. Sahabat-sahabat yaitu Erdiana Damayanti, Anggi, Agung DS., Ade Fitri A., Christy Gomgom E.S. , Agnesi Deria H., Abdul Rohman, Arief Dwi P., Bayu K.W., Andika Putra, Andrestu K., Benny K., dan segenap teman-teman di Jurusan Agroteknologi 2011 atas bantuan, doa dan persahabatan yang terjalin.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Penulis


(21)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Pada setiap daerah tanaman sorgum dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Di daerah Jawa sorgum dikenal dengan namaCanteldan umumnya ditanam di lahan tegalan sebagai tanaman sela atau ditumpangsarikan dengan tanaman pangan lainnya (Talanca, 2011). Secara umum, sorgum mempunyai potensi besar untuk

dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang cukup luas. Tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat

berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama dan penyakit. Biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan, bahan baku industri pakan dan pangan seperti industri gula, monosodium glutamat (MSG), asam amino, dan industri minuman (Sirappa, 2003).

Biji sorgum memiliki kandungan energi metabolisme sebesar 3288 kkal/kg, protein kasar 8,8%, lisin 0,2% dan metionin 0,16% . Kandungan zat hijau setara


(22)

2 dengan rumput gajah yaitu protein kasar 3,3% dan serat kasar 32,2% (Hartadi dkk., 1980). Limbah sorgum (daun dan batang segar) dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Potensi daun sorgum manis sekitar 14−16% dari bobot

segar batang atau sekitar 3 ton daun segar/ha dari total produksi 20 t/ha (Sirappa, 2003).

Salah satu usaha intensifikasi pangan adalah dengan dilakukan penanaman ganda atau tumpangsari. Menurut Warsana (2009), tumpangsari adalah suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada satu lahan dan waktu yang sama.

Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, atau pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda.

Berdasarkan penelitian Lesoing dan Francis (2000) tumpangsari tanaman sorgum dengan kedelai menunjukan peningkatan hasil tanaman sorgum, namun terjadi penurunan hasil kedelai dibandingkan dengan monokulturnya.

Menurut Hamim dkk. (2012), sistem tumpangsari sorgum dengan tanaman ubikayu merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan pada lahan yang terbatas. Persaingan unsur hara, air dan cahaya matahari merupakan

permasalahan dalam sistem ini. Persaingan yang sangat berpengaruh dalam sistem tumpangsari adalah penyerapan cahaya matahari. Oleh karena itu, untuk menghindari persaingan antartanaman yang ditumpangsarikan dalam hal

mendapatkan sinar matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antartajuk tanaman yang ditumpangsarikan. Tinggi dan lebar tajuk antartanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari. Menurut Willey dalam Kantur dkk. (2006), persaingan antartanaman terhadap


(23)

3 cahaya dapat dikurangi dengan mengatur waktu tanam, jarak tanam, kerapatan tanaman, dan defoliasi daun.

Intersepsi cahaya matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang dengan radiasi yang ditransmisikan. Intersepsi cahaya matahari dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya ILD (Indeks Luas Daun), jarak tanam dan populasi tanaman. Persentase maksimum intersepsi didapat dari populasi tanaman tinggi, jika populasi tanaman rendah maka jumlah radiasi yang diintersepsi akan

berkurang sehingga mengurangi bobot tanaman (Fachrudin, 2003 dalam Suryadi dkk.,2013). Efisiensi penggunaan cahaya merupakan komponen penentu pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dihubungkan dengan produksi akumulasi biomassa dari intersepsi cahaya (Pembengo dkk., 2012).

Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1) Apakah kerapatan tanaman dapat berpengaruh terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum?

2) Apakah varietas dapat berpengaruh terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum?

3) Apakah interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas dapat berpengaruh terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum?

4) Apakah terdapat korelasi antara persentase intersepsi cahaya matahari dengan hasil tanaman sorgum yang ditanam dengan kerapatan berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.


(24)

4 1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mengetahui pola intersepsi cahaya matahari pada tingkat kerapatan tanaman sorgum berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

2) Mengetahui pola intersepsi cahaya matahari pada varietas sorgum yang berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

3) Mengetahui pengaruh interaksi kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

4) Mengetahui korelasi antara persentase intersepsi cahaya matahari dengan hasil sorgum yang ditanam dengan kerapatan berbeda pada sistem

tumpangsari dengan ubikayu.

1.3 Kerangka Pemikiran

Tanaman sorgum merupakan tanaman pangan alternatif yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Menurut Sirappa (2003), tanaman sorgum memiliki keunggulan toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan

hama/penyakit.

Pola tanam tumpangsari tanaman sorgum dan ubikayu dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas lahan. Pada saat tanaman ubikayu belum menghasilkan, tanaman sorgum dapat ditanam di sela-sela tanaman ubikayu yang


(25)

5 memiliki jarak yang cukup lebar, hal ini merupakan cara untuk mengefisienkan penggunaan lahan. Namun persaingan antartanaman sering menjadi masalah utama dalam hal ini, oleh sebab itu pengaturan waktu tanam dan populasi tanaman harus sangat diperhatikan guna mendapatkan hasil tanaman yang baik.

Menurut Willey dalam Kantur dkk. (2006), persaingan antartanaman terhadap cahaya dapat dikurangi dengan mengatur waktu tanam, jarak tanam, kerapatan tanaman, dan defoliasi daun. Kerapatan tanaman mempengaruhi jumlah tanaman per satuan lahan. Semakin tinggi kerapatan tanaman akan meningkatkan populasi tanaman sehingga produksi sorgum akan meningkat. Namun, populasi tanaman yang tinggi akan meningkatkan persaingan air, hara, dan cahaya antartanaman.

Intersepsi cahaya matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang dengan radiasi yang ditransmisikan. Intersepsi cahaya dapat dipengaruhi oleh faktor antara lain ILD (Indeks Luas Daun), jarak tanam dan populasi tanaman. Persentase maksimum intersepsi didapat dari populasi tanaman tinggi, jika populasi tanaman rendah maka jumlah radiasi yang diintersepsi akan berkurang sehingga mengurangi bobot tanaman (Fachrudin, 2003).

Setiap tanaman memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Menurut penelitian yang dilakukan Septiani (2009), genotipe mengacu kepada gen

yang mengendalikan sifat suatu tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat tergantung kepada sifat genetik tanaman, tetapi sifat genetik suatu genotip tanaman masih dapat berubah akibat pengaruh lingkungan. Lingkungan adalah suatu faktor luar yang mepengaruhi kinerja gen termasuk didalamnya adalah kesuburan tanah, kandungan hara tanah, pH tanah, suhu, cahaya dan air.


(26)

6 1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

1) Intersepsi cahaya matahari maksimum akan cepat terjadi pada tanaman sorgum dengan kerapatan tanaman tertinggi.

2) Varietas sorgum yang berbeda akan menghasilkan pola intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum yang berbeda.

3) Adanya interaksi varietas sorgum dengan kerapatan tanaman berbeda terhadap pola intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.

4) Persentase intersepsi cahaya matahari akan berkorelasi dengan hasil tanaman sorgum.


(27)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum

Tanaman sorgum merupakan tanaman serealia yang berasal dari Ethiopia dan Sudan di Afrika. Di Indonesia tanaman sorgum memiliki beberapa nama seperti gandrung, jagung pari, dan jagung cantel. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolorL. Moench) termasuk dalam divisiSpermatopytha, kelas Monokotiledonae, ordo Poales, dan familiGraminae. Tanaman sorgum memiliki akar tunggal yang terbentuk oleh kecambah biji, kemudian dari pangkal batang akan tumbuh tunas akar serabut. Kedalaman perakaran mencapai 30 cm (Sorghum bicolor, 2008).

Batang sorgum berbentuk silindris, beruas-ruas, dan mengandung gula, yaitu 55% sukrosa (berat kering) dan 3,2% glukosa (berat kering), juga mengandung selulosa 12,4% dan hemiselulosa 10,2%. Kandungan sukrosa, glukosa, dan fruktosa akan meningkat setelah bunga mekar (Almodares dan Hadi, 2009). Batang sorgum dapat dipanen pada saat kemasakan optimal, pada umumnya terjadi pada umur 16 –18 minggu (112–126 hari), sedangkan biji sorgum umumnya matang pada umur 90–100 hari. Oleh karena itu biji sorgum dipanen terlebih dahulu (Sumantri, 1996).

Tanaman sorgum termasuk dalam tanaman C-4. Karakteristik tanaman C-4 yaitu penyinaran tinggi dan suhu panas tanaman ini mampu berfotosintesis lebih cepat


(28)

8 sehingga menghasilkan biomassa lebih banyak dibandingkan dengan tanaman C-3 (Salisbury and Ross, 1985). Selain sebagai tanaman C-4, tingginya produktivitas tanaman sorgum juga didukung oleh fakta bahwa permukaan daunnya dilapisi oleh lilin yang dapat mengurangi laju transpirasi dan mempunyai sistem perakaran yang ekstensif. Kedua faktor ini menjadikan sorgum sangat efisien dan efektif dalam pemanfaatan air, sehingga produktivitas biomassa sorgum lebih tinggi dibandingkan jagung atau tebu (Hoeman, 2007).

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum

Tanaman sorgum merupakan tanaman asli daerah tropis yang dapat beradaptasi di daerah sedang (temperate) dan sub tropis. Tanaman ini mampu beradaptasi pada daerah mulai 45oLU sampai dengan 40oLS, dari daerah dengan iklim tropis-kering (semi arid) sampai daerah beriklim basah. Tanaman sorgum masih dapat menghasilkan pada lahan marginal. Sorgum dapat tumbuh pada tanah liat berat ataupun tanah pasir yang ringan. Kisaran pH optimalnya adalah antara 5,0–8,5 sehingga jika pH 13 rendah perlu dilakukan pengapuran untuk perbaikan (Suwelo, 1978).

Tanaman sorgum dapat tumbuh pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Tanaman sorgum lebih cocok di daerah yang bersuhu panas, suhu optimum untuk sorgum yaitu 28oC–30oC. Kelembaban tanah pada 40% - 60% kapasitas lapang menghasilkan perkecambahan yang terbaik. Curah hujan yang diperlukan berkisar 375 - 425 mm/musim tanam dan tanaman sorgum dapat beradaptasi dengan baik pada tanah yang sering tergenang air pada saat turun hujan apabila sistem perakarannya sudah kuat (Sumantri, 1996).


(29)

9 2.3 Kerapatan Tanaman

Populasi tanaman yang tinggi akan meningkatkan Indeks Luas Daun (ILD) sehingga jumlah cahaya matahari yang dimanfaatkan lebih banyak dalam proses fotosintesis. Takagi dan Sumadi (1984) berpendapat bahwa Indeks Luas Daun (ILD) meningkat dengan meningkatnya populasi tanaman. Namun, luas daun tanaman menurun jika populasi tanaman meningkat, sedangkan jumlah buku per tanaman berkurang (Fadhly dkk., 2000).

Kerapatan tanaman yang lebih tinggi akan menyebabkan tanaman lebih cepat menutupi permukaan tanah dan terjadi saling menaungi. Semakin banyak tanaman per satuan luas maka semakin tinggi ILD sehingga persen cahaya yang diterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat adanya penghalang cahaya oleh daun-daun di atasnya (Hanafi, 2005). Kompetisi pada keadaan ekstrim (ILD yang terlalu tinggi) mengakibatkan penyerapan cahaya matahari oleh daun-daun bagian bawah begitu rendah sehingga hasil fotosintesis tidak mencukupi untuk kebutuhan respirasi (Sugito, 1999).

Persaingan antartanaman terhadap cahaya matahari, unsur hara, dan air merupakan permasalahan utama yang muncul. Semakin tinggi kerapatan tanaman, maka akan meningkatan kompetisi yang terjadi antartanaman.

Pengaturan kerapatan tanaman yang sesuai dapat mengurangi terjadinya kompetisi terhadap faktor-faktor tumbuh tanaman (Aribawa dkk., 2007)

2.4 Tumpangsari


(30)

10 lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda.

Sistem tanam tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpangsari antara lain: 1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan

maupun penyerapan cahaya matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu

komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Warsana, 2009).

Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan. Sebaran cahaya matahari penting, hal ini bertujuan untuk menghindari persiangan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antar tajuk tanaman yang ditumpangsarikan.


(31)

11 2.5 Intersepsi Cahaya Matahari

Cahaya matahari merupakan sumber energi utama bagi bumi. Energi ini dipancarkan sejauh kurang lebih 150 miliar km melewati ruang angkasa dalam bentuk radiasi. Radiasi dengan panjang gelombang antara 400-700 μ m adalah yang digunakan tumbuhan untuk proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis tanaman, yang sangat berpengaruh terhadap produksi bahan keringnya adalah kualitas sinar (panjang gelombang), intensetas sinar (kuat pinyinaran) dan lama penyinaran (duration) (Ashari (2006) dalam Suryadi, 2013). Intersepsi cahaya matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang dengan radiasi yang ditransmisikan. Intersepsi cahaya matahari dapat dipengaruhi oleh faktor antara lain ILD (Indeks Luas Daun), jarak tanam dan populasi tanaman (Fachrudin, 2003).

Kuantitas radiasi matahari yang diintersepsi tanaman tergantung pada kuantitas radiasi datang yaitu radiasi yang sampai pada permukaan tajuk tanaman, tingkat luas daun yang biasa dinyatakan dalam satuan indeks luas daun (ILD), kedudukan atau sudut daun dan distribusi daun dalam tajuk. Radiasi yang diabsorbsi dalam tajuk tanaman dapat ditaksir dari selisih radiasi yang sampai pada permukaan atas tajuk tanaman dengan radiasi yang lolos pada permukaan tanah dibawah tajuk. Peningkatan produktivitas tanaman yang ditanam dibawah naungan dapat didekati melalui peningkatan efisiensi intersepsi dan absorbsi cahaya serta efisiensi

konversi energi cahaya yang diintersepsi menjadi biomasa tanaman (Sitompul, 2002).


(32)

12

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dari bulan Agustus sampai November 2014.

Lahan penelitian berada pada ketinggian 135 mdpl, mempunyai jenis tanah latosol dan sebagian podsolik merah kuning, dengan tingkat kesuburan sedang. Iklim di sekitar KP natar termasuk tipe B menurut Schmith dan Firguson (1951) dengan curah hujan rata-rata 1786 mm/tahun. Mempunyai lama bulan kering 2-3 bulan per tahun, yang terjadi pada bulan Juni-Agustus dengan curah hujan bulan kering antara 10,6–57 mm/bulan. Untuk lama bulan basah sekitar 7 sampai 9 bulan terjadi mulai bulan Oktober sampai bulan Mei hanya 8 bulan tiap tahun dengan curah hujan bulan basah antara 103-481 mm/bulan (BPTP Lampung, 2009).

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 3 varietas sorgum, yaitu Numbu, Keller, dan Wray. Tanaman ubikayu yang digunakan adalah Varietas Kasetsart. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah Urea, SP-36 dan KCl, dengan dosis masing-masing sebesar 200, 100, dan 100 kg/ha.


(33)

13 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: cangkul, koret, timbangan, arit, ajir bambu, meteran, tali raffia, label, alat penugal, alat penyedot air, selang, kamera, lux meter, dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

Percobaan disusun secara faktorial (4x3) dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanaman (p) yang terdiri dari empat taraf, yaitu satu tanaman per lubang (p1), dua tanaman per lubang (p2), tiga tanaman per lubang (p3), dan empat tanaman per lubang (p4). Faktor kedua adalah varietas sorgum (g) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu Varietas Numbu (g1), Varietas Keller (g2), dan Varietas Wray (g3). Dengan demikian diperoleh 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Dengan susunan perlakuan sebagai berikut :

Tabel 1. Kombinasi perlakuan varietas tanaman dan kerapatan tanaman dalam percobaan.

Perlakuan Keterangan

g1p1 Varietas Numbu + Satu tanaman/lubang tanam g1p2 Varietas Numbu + Dua tanaman/lubang tanam g1p3 Varietas Numbu + Tiga tanaman/lubang tanam g1p4 Varietas Numbu + Empat tanaman/lubang tanam g2p1 Varietas Keller + Satu tanaman/lubang tanam g2p2 Varietas Keller + Dua tanaman/lubang tanam g2p3 Varietas Keller + Tiga tanaman/lubang tanam g2p4 Varietas Keller + Empat tanaman/lubang tanam g3p1 Varietas Wray + Satu tanaman/lubang tanam g3p2 Varietas Wray + Dua tanaman/lubang tanam g3p3 Varietas Wray + Tiga tanaman/lubang tanam g3p4 Varietas Wray + Empat tanaman/lubang tanam


(34)

14 Petak percobaan yang digunakan pada penelitian ini berukuran 4 m x 5 m. Data dianalisis dengan analisis ragam dan untuk penentuan perbedaan nilai tengah antar perlakuan dilanjutkandengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α= 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara pembalikan tanah,

penggemburan tanah, perataan tanah dan pembuatan petakan percobaan.

3.4.2 Pembuatan Petak Percobaan

Persiapan yang dilakukan adalah dengan membuat petak percobaan, dengan panjang petakan 5 m dan lebar petakan 4 m. Kemudian hal lain yang dilakukan adalah mempersiapkan bibit ubikayu dan benih sorgum 3 varietas untuk ditanam.

3.4.3 Penanaman

Penanaman antara tanaman ubikayu dan tanaman sorgum dilakukan pada waktu yang bersamaan. Tanaman ubikayu ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 60 cm, kemudian tanaman sorgum ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 20 cm. Tanaman ubikayu yang digunakan adalah Varietas Kasetsart, dan benih sorgum Varietas Numbu, Keller, dan Wray.


(35)

15 3.4.4 Penjarangan

Penjarangan dilakukan untuk menyesuaikan dengan perlakuan yaitu jumlah tanaman per lubang. Penjarangan dilakukan dengan cara mencabut tanaman sorgum secara perlahan agar tidak merusak perakaran tanaman sorgum lain yang dipertahankan. Penjarangan dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam dan dipilih tanaman yang mampu tumbuh dan berkembang dengan dengan baik.

3.4.5 Pemupukan

Pemupukan tanaman sorgum dibagi menadi dua kali. Pemupukan pertama yaitu pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan perbandingan sebanyak 1/3 : 1 : 1 bagian diberikan pada umur dua minggu setelah tanam. Pemupukan kedua yaitu pupuk Urea 2/3 bagian (sisa) diberikan pada umur enam minggu setelah tanam.

Kemudian pemupukan tanaman ubikayu digunakan pupuk Urea 120 Kg/ha, SP-36 30 Kg/ha, dan KCl 50 Kg/ha pada umur 60 hst.

3.4.6 Pemeliharaan

Pada tumpangsari tanaman ubikayu dengan tanaman sorgum pemeliharaan meliputi beberapa kegiatan yaitu:

A. Penyiraman

Penyiraman dilakukan sebanyak dua kali dalam satu minggu dengan menggunakan mesin penyedot air.


(36)

16 B. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pada penelitian ini, serangan hama dan penyakit pada tanaman sorgum tidak banyak menyebabkan kerugian, sehingga tidak dilakukan pengendalian.

C. Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan dikoret menggunakan sabit atau cangkul.

3.5 Variabel yang diamati

Setiap petak perlakuan jumlah tanaman yang diamati sebanyak 3 tanaman yang dipilih secara acak. Adapun kegiatan pengamatan yang dilakukan adalah:

3.5.1 Pengukuran Intensitas Cahaya Matahari

Pengukuran intensitas cahaya matahari pada tanaman sorgum dilakukan dengan menggunakan alat Lux Meter. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur intesitas cahaya matahari di atas dan bawah kanopi tanaman sorgum. Pengamatan dimulai pada umur 4 minggu setelah tanam dengan interval pengamatan setiap 1 minggu. Persentase intersepsi cahaya matahari dapat dihitung dengan rumus:

I = × 100%

Keterangan:

I : Persentase intersepsi cahaya matahari a: Jumlah radiasi datang (di atas kanopi)


(37)

17 3.6 Variabel pendukung

Data komponen hasil tanaman sorgum digunakan dalam analisis korelasi. Variabel komponen hasil tanaman sorgum diantaranya sebagai berikut:

3.6.1 Jumlah biji per malai

Jumlah biji per malai dihitung dengan menggunakan alatSeed Counter yang dinyatakan dalam satuan butir.

3.6.2 Bobot biji per malai

Bobot biji per malai dihitung dengan menggunakan timbangan elektrik dalam satuan gram (g).

3.6.3 Bobot 100 butir biji kering

Bobot biji kering didapatkan dengan pengovenan selama tiga hari dengan suhu 80oC. Dipilih 100 butir biji tanaman sorgum untuk dilakukan pengamatan kadar air, setelah diketahui persen kadar air setiap sampel maka dilakukan perhitungan untuk penyetaraan kadar air 14%. Pengamatan ini menggunakan timbangan elektrik danMoisture Meter.Penyetaraan bobot 100 butir biji kering dengan kadar air dihitung dengan rumus:

100 kadar air terukur

100 14% x bobot 100 butir terukur

Bobot 100 butir biji kering yang sudah disetarakan dengan kadar air 14% dinyatakan dalam satuan gram (g).


(38)

18 3.6.4 Bobot brangkasan basah

Bobot brangkasan basah didapat dari tanaman sampel sorgum yang telah dipanen kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dan dinyatakan dalam satuan gram (g).

3.6.5 Bobot brangkasan kering

Bobot brangkasan kering didapat dari tanaman sampel sorgum yang telah dijemur dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 80oC selama 3 hari dan ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik dan dinyatakan dalam satuan gram (g).

3.6.6 Bobot biji per m2

Bobot biji per m2dihitung dari nilai rata-rata bobot biji/malai pada tiap petak percobaan dengan menggunakan rumus:


(39)

19

Gambar 1. Tata Letak Percobaan

16 m

g2p4 g3p3

g1p1 g2p1 g2p3 g1p3 g3p1 g3p2 g1p4

g3p4 g2p2

g1p2

g2p3 g2p2

g3p4 g3p2 g1p1 g1p3 g2p4 g2p1 g1p4

g3p3 g1p2

g3p1

g3p4 g2p3

g3p3 g2p2 g2p4 g1p4 g1p2 g3p1 g3p2

g1p3 g2p1 g1p1 65 m 1 m 0,5 m Ulangan I Ulangan II Ulangan III

S

T

U

B

19


(40)

20

4 m

5

Keterangan :

Gambar 2. Denah Tata Letak Tanaman Sorgum Pada Petak Percobaan

Gambar 2. Tata letak lubang tanam/ petakan Keterangan:

x : Tanaman Ubikayu dengan jarak tanam 60 cm x 80 cm 0 : Tanaman Sorgum dengan jarak tanam 20 cm x 80 cm

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


(41)

33

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap pola intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum. Secara umum kerapatan empat tanaman per lubang tanam memiliki pesentase intersepsi cahaya matahari tertinggi.

2. Intersepsi cahaya matahari ketiga varietas sorgum menunjukkan pola yang relatif sama pada berbagai umur tanaman.

3. Interaksi antara varietas dengan kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada tumpangsari dengan Ubi kayu pada umur 5 dan 7 mst.

4. Persentase intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum nyata berkorelasi negatif dengan jumlah biji per malai, bobot biji per malai, bobot biji per m2, bobot 100 butir, dan bobot berangkasan kering.


(42)

34 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan untuk melakukan penelitian yang sama dengan menambahkan variabel pengamatan seperti indeks luas daun (ILD) dan pada musim tanam yang berbeda.


(43)

35

PUSTAKA ACUAN

Almodares A., and M.R. Hadi. 2009. Production of bioethanol from sweet sorghum: A Review. African Journal Agric. Research4(9): 772-780. Aribawa, I. B., S. Mastra , dan I.K. Kariada. 2007. Uji adaptasi beberapa

varietas jagung di lahan sawah. Balai Penelitian Teknologi Pertanian Bali dan Nusa Tenggara Barat. 8 hal.

BPTP Lampung. 2009. Sekilas Kebun Pecobaan Natar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Lampung. 10 hal.

Balai Penelitian Tanaman Serelia. 2013. Varietas numbu (sorgum).

http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_conten t&view=article&id=117:numbu-sorgum&catid=47:database-gandum-dan-sorgum. Diakses pada tanggal 30 Mei 2015.

Fachrudin, J. 2003. Intersepsi radiasi matahari pada pertumbuhan dan produksi tanaman padi dengan beberapa varietas dan jarak tanam yang berbeda. (Skripsi).Jurusan Geofisika dan Meteorologi. ITB. Bogor. 25 hal. Fadhly, A. F., Subandi, A. Roslina, T. Fahdiana, dan E.O. Momuat. 2000.

Pengaruh N dan kepadatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Risalah penelitian jagung dan serealia lain. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 4: 35-40. Ferdian, B. 2013. Akumulasi bahan kering beberapa varietas tanaman sorgum

(Sorghum bicolor(L.) Moench)ratoon1 pada tingkat kerapatan tanaman berbeda. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung. 90 hal.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. Diterjemahkan oleh Susilo, H. dan Subiyanto. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI press). Jakarta. 428 hal.

Hamim, H., R. Larasati dan M. Kamal. 2012. Analisis komponen hasil sorgum yang ditanam tumpangsari dengan ubi kayu dan waktu tanam berbeda. Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPIHIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan. p 91-94. Bogor, 1-2 Mei 2012.


(44)

36 Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh kerapatan tanam terhadap pertumbuhan dan hasil

tiga kultivar jagung (Zea maysL.) untuk produksi jagung. (Semi Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 213 hal.

Hartadi, H, S., Reksohadiprojo, L., Soekanto, A. D., Tillman, L. C. Kearl, dan L. E. Haris. 1980. Komposisi bahan makanan ternak untuk Indonesia. Yayasan Rockefeller, Yogyakarta. 145 hal.

Hoeman, S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah

pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta.10 hal.

Kantur, D., Dj. Prajitno, dan P. Yudono. 2006. Kajian defoliasi sorgum pada tumpangsari dengan kacang hijau. Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hal: 57–65. Lesoing, 1995. and Ch.A. Francis, 2000. Strip intercropping effects on yield and

yield components of corn, grain sorghum, and soybean. Agron J.91: 422-426.

Pembengo, W., Handoko, dan Suwarto. 2012. Efisiensi penggunaan cahaya matahari oleh tebu pada berbagai tingkat pemupukan nitrogen dan fosfor. J. Agron. Indonesia40(3): 211 -217.

Rahmawati, A. 2013. Respon Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench) Terhadap Sistem Tumpangsari Dengan Ubikayu (Manihot esculentaCrantz). (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 97 hal.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross, 1985. Plant Physiology. Third Edition. Wadsworth Publishing Company. Belmont, California. 540 p.

Sari, L.W., N. Nugrahaeni, Kuswanto, dan N. Basuki. 2013. Interakasi genotipe x lingkungan galur-galur harapan kedelai (Glycine max(L)). Jurnal

Produksi Tanaman1(5): 436.

Septiani, R. 2009. Evaluasi pertumbuhan dan hasil beberapa genotipe sorgum (Sorghum bicolor(L) Moench)ratoon1. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 97 hal.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek pembangunan sorgum di Indonesia sebagai

komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian22(4): 133-140.

Sitompul, S.M. 2002. Radiasi dalam Sistem Agroforestri. Bahan Ajar 5.

http://www.worldagroforestry.org/downloads/WaNuLCAS/LectureNotes/ LectureNote5.pdf. Diakses pada tanggal 2 September 2014.


(45)

37 Sorghum bicolor. 2008. www.Plants.usda.gov/java/profil?SymbolSOBI2.

Diakses pada tanggal 29 Agustus 2014. Bandar Lampung.

Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya: Malang.60 hal.

Sumantri, A. 1996. Pedoman Teknis Budidaya Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Industri Gula. Kerjasama Direktorat Jenderal Perkebunan dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula: Indonesia. 28 hal.

Suryadi, L. Setyobudi, dan R. Soeliytyono. 2013. Kajian intersepsi cahaya matahari pada kacang tanah (Arachis hypogeae L.) di antara tanaman melinjo menggunakan jarak tanam berbeda. Jurnal Produksi Tanaman 1(4): 49.

Suwarto, S., Y. Handoko dan M. A. Chozin. 2005. Kompetisi tanaman jagung dan ubikayu dalam sistem tumpangsari. Jurnal Agronomi2(33): 1-7. Suwelo, I. S. 1978. Prospek Pengembangan Sorgum (Sorgum vulgarePers.)

untuk Penganekaragaman Pangan di Indonesia. Dalam Bagian Agronomi LPPP Bogor (Ed). Laporan kemajuan penelitian pemuliaan jagung, sorgum dan ganduum MK 1997 dan MH 1977/1978.

Takagi, H dan S. Sumadi. 1984. Growth of soybean as affected by plant density. Penelitian Pertanian4(2): 83-86.

Talanca, A.H. 2011. Status sorgum sebagai bahan baku bioetanol.Seminar nasional 3-4 Oktober 2011. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Hal: 556-560.

Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 25 Februari 2009. BPTP Jawa Tengah.


(1)

5

Keterangan :

Gambar 2. Denah Tata Letak Tanaman Sorgum Pada Petak Percobaan

Gambar 2. Tata letak lubang tanam/ petakan Keterangan:

x : Tanaman Ubikayu dengan jarak tanam 60 cm x 80 cm 0 : Tanaman Sorgum dengan jarak tanam 20 cm x 80 cm

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

x x x x x x

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap pola intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum. Secara umum kerapatan empat tanaman per lubang tanam memiliki pesentase intersepsi cahaya matahari tertinggi.

2. Intersepsi cahaya matahari ketiga varietas sorgum menunjukkan pola yang relatif sama pada berbagai umur tanaman.

3. Interaksi antara varietas dengan kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada tumpangsari dengan Ubi kayu pada umur 5 dan 7 mst.

4. Persentase intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum nyata berkorelasi negatif dengan jumlah biji per malai, bobot biji per malai, bobot biji per m2, bobot 100 butir, dan bobot berangkasan kering.


(3)

(4)

PUSTAKA ACUAN

Almodares A., and M.R. Hadi. 2009. Production of bioethanol from sweet sorghum: A Review. African Journal Agric. Research4(9): 772-780. Aribawa, I. B., S. Mastra , dan I.K. Kariada. 2007. Uji adaptasi beberapa

varietas jagung di lahan sawah. Balai Penelitian Teknologi Pertanian Bali dan Nusa Tenggara Barat. 8 hal.

BPTP Lampung. 2009. Sekilas Kebun Pecobaan Natar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Lampung. 10 hal.

Balai Penelitian Tanaman Serelia. 2013. Varietas numbu (sorgum).

http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_conten t&view=article&id=117:numbu-sorgum&catid=47:database-gandum-dan-sorgum. Diakses pada tanggal 30 Mei 2015.

Fachrudin, J. 2003. Intersepsi radiasi matahari pada pertumbuhan dan produksi tanaman padi dengan beberapa varietas dan jarak tanam yang berbeda. (Skripsi).Jurusan Geofisika dan Meteorologi. ITB. Bogor. 25 hal. Fadhly, A. F., Subandi, A. Roslina, T. Fahdiana, dan E.O. Momuat. 2000.

Pengaruh N dan kepadatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Risalah penelitian jagung dan serealia lain. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 4: 35-40. Ferdian, B. 2013. Akumulasi bahan kering beberapa varietas tanaman sorgum

(Sorghum bicolor(L.) Moench)ratoon1 pada tingkat kerapatan tanaman berbeda. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung. 90 hal.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. Diterjemahkan oleh Susilo, H. dan Subiyanto. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI press). Jakarta. 428 hal.

Hamim, H., R. Larasati dan M. Kamal. 2012. Analisis komponen hasil sorgum yang ditanam tumpangsari dengan ubi kayu dan waktu tanam berbeda. Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPIHIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan. p 91-94. Bogor, 1-2 Mei 2012.


(5)

Yayasan Rockefeller, Yogyakarta. 145 hal.

Hoeman, S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah

pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta.10 hal.

Kantur, D., Dj. Prajitno, dan P. Yudono. 2006. Kajian defoliasi sorgum pada tumpangsari dengan kacang hijau. Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hal: 57–65. Lesoing, 1995. and Ch.A. Francis, 2000. Strip intercropping effects on yield and

yield components of corn, grain sorghum, and soybean. Agron J.91: 422-426.

Pembengo, W., Handoko, dan Suwarto. 2012. Efisiensi penggunaan cahaya matahari oleh tebu pada berbagai tingkat pemupukan nitrogen dan fosfor. J. Agron. Indonesia40(3): 211 -217.

Rahmawati, A. 2013. Respon Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench) Terhadap Sistem Tumpangsari Dengan Ubikayu (Manihot esculentaCrantz). (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 97 hal.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross, 1985. Plant Physiology. Third Edition. Wadsworth Publishing Company. Belmont, California. 540 p.

Sari, L.W., N. Nugrahaeni, Kuswanto, dan N. Basuki. 2013. Interakasi genotipe x lingkungan galur-galur harapan kedelai (Glycine max(L)). Jurnal

Produksi Tanaman1(5): 436.

Septiani, R. 2009. Evaluasi pertumbuhan dan hasil beberapa genotipe sorgum (Sorghum bicolor(L) Moench)ratoon1. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 97 hal.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek pembangunan sorgum di Indonesia sebagai

komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian22(4): 133-140.

Sitompul, S.M. 2002. Radiasi dalam Sistem Agroforestri. Bahan Ajar 5.

http://www.worldagroforestry.org/downloads/WaNuLCAS/LectureNotes/ LectureNote5.pdf. Diakses pada tanggal 2 September 2014.


(6)

Sorghum bicolor. 2008. www.Plants.usda.gov/java/profil?SymbolSOBI2. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2014. Bandar Lampung.

Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya: Malang.60 hal.

Sumantri, A. 1996. Pedoman Teknis Budidaya Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Industri Gula. Kerjasama Direktorat Jenderal Perkebunan dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula: Indonesia. 28 hal.

Suryadi, L. Setyobudi, dan R. Soeliytyono. 2013. Kajian intersepsi cahaya matahari pada kacang tanah (Arachis hypogeae L.) di antara tanaman melinjo menggunakan jarak tanam berbeda. Jurnal Produksi Tanaman 1(4): 49.

Suwarto, S., Y. Handoko dan M. A. Chozin. 2005. Kompetisi tanaman jagung dan ubikayu dalam sistem tumpangsari. Jurnal Agronomi2(33): 1-7. Suwelo, I. S. 1978. Prospek Pengembangan Sorgum (Sorgum vulgarePers.)

untuk Penganekaragaman Pangan di Indonesia. Dalam Bagian Agronomi LPPP Bogor (Ed). Laporan kemajuan penelitian pemuliaan jagung, sorgum dan ganduum MK 1997 dan MH 1977/1978.

Takagi, H dan S. Sumadi. 1984. Growth of soybean as affected by plant density. Penelitian Pertanian4(2): 83-86.

Talanca, A.H. 2011. Status sorgum sebagai bahan baku bioetanol.Seminar nasional 3-4 Oktober 2011. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Hal: 556-560.

Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 25 Februari 2009. BPTP Jawa Tengah.


Dokumen yang terkait

DISTRIBUSI BAHAN KERING BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) YANG DITUMPANGSARIKAN DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz.)

0 4 23

AKUMULASI BAHAN KERING BEBERAPA VARIETAS TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON 1 PADA TINGKAT KERAPATAN TANAMAN BERBEDA

0 7 47

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I PADA TINGKAT KERAPATAN TANAMAN YANG BERBEDA

1 12 57

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I PADA TINGKAT KERAPATAN TANAMAN YANG BERBEDA

4 33 57

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

1 18 55

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench)

2 13 55

RESPONS BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorgum bicolor [L.] Moench) TERHADAP SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz)

8 37 27

PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP KERAGAAN DAUN, PERTUMBUHAN BIJI DAN DAYA KECAMBAH BENIH BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

0 10 59

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA SORGUM, PERTUMBUHAN, DAN HASIL UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) PADA SISTEM TUMPANGSARI SORGUM DENGAN UBIKAYU

5 30 67

PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

0 8 65