STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA ANTARA PEMBELAJARAN DENGAN METODE SCIENTIFIC INQUIRY DAN DISCOVERY PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 13 BANDAR LAMPUNG

(1)

(2)

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA ANTARA PEMBELAJARAN DENGAN METODE SCIENTIFIC

INQUIRY DAN DISCOVERY PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 13

BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

DEDO PRIMA PUTRA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA ANTARA PEMBELAJARAN DENGAN METODE SCIENTIFIC

INQUIRY DAN DISCOVERY PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 13

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Dedo Prima Putra

Metode belajar yang konvensional membuat siswa jenuh dan kurang tertarik mengikuti pembelajaran dengan baik yang mengkibatkan rendahnya hasil belajar fisika. Variasi metode pembelajaran yang sesuai dimana dalam prosesnya siswa dijadikan pusat dari pembelajaran menimbulkan antusiasme pada diri siswa dalam mengikuti pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar ranah kognitif siswa pada pembelajaran fisika dengan metode scientific inquiry dan dengan metode discovery. Desain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentuk Pre- Eksperimental Design dengan tipe Pretest-Post test Equivalent Group Design. Teknik analisis data hasil belajar siswa menggunakan skor gain dan N-gain sedangkan pengujian hipotesis menggunakan uji Paired Sample T Test dan Independent Sample T Test.


(4)

Dedo Prima Putra Berdasarkan skor rata-rata N-gain diperoleh rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dengan metode pembelajaran scientific inquiry sebesar 0,66 (kategori sedang) dan berdasarkan skor gain diperoleh kenaikan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 57,27. Pada kelas eksperimen dengan metode pembelajaran discovery diperoleh skor N-gain rata-rata hasil belajar siswa sebesar 0,56 (kategori sedang) dengan kenaikan rata-rata hasil belajar sebesar 49,73. Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode scientific inquiry lebih baik digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.


(5)

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA ANTARA PEMBELAJARAN DENGAN METODE SCIENTIFIC

INQUIRY DAN DISCOVERY PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 13

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Dedo Prima Putra Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

Judul Skripsi : STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA METODE

PEMBELAJARAN DENGAN METODE SCIETIFIC INQUIRY DAN DISCOVERY PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 13 BNDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Dedo Prima Putra Nomor Pokok Mahasiswa : 0743022010 Program Studi : Pendidikan Fisika Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Drs. I Dewa Putu Nyeneng, M.Sc. Dr. Abdurrahman, M.Si.

NIP 19580603 198303 1 002 NIP 19681210199303 1 002

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Drs. Arwin Achmad, M.Si.


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. I Dewa Putu Nyeneng, M.Sc.

Sekretaris : Dr. Abdurrahman, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Undang Rosidin, M.Pd.

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1 003


(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah: Nama : Dedo Prima Putra NPM : 0743022010 Fakultas/Jurusan : FKIP/P MIPA Program Studi : Pendidikan Fisika

Alamat : Jl. Masjid An-nur No. 51, Kadora, Kec. Bukit Kemuning, Kab. Lampung Utara

Menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Februari 2012 Yang Menyatakan,

Dedo Prima Putra NPM. 0743022010


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat pada tanggal 22 April1989, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Daswal dan Ibu Edwita.

Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1994 di TK Raudhatul Athfal (RA) Muslimin Kecamatan Bukit Kemuning Kabupaten Lampung Utara. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SDN 2 Bukit Kemuning, dan tamat pada tahun 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Bukit Kemunig hingga tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 3 Kotabumi dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa non-regular program studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung melalui jalur non-reguler.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himasakta 2008/2009 sebagai pengurus divisi SOSMAS, pengurus divisi EKSMUD Himasakta

2009/2010, FPPI 2007/2008 sebagai GEMA. Pada tahun 2011 penulis melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Surya Dharma 2 Bandar


(10)

MOTTO

1. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali mereka sendiri yang merubahnya… (QS. Ar-Ra’da : 11)

2. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyroh : 5)

3. Allah maha tahu apa yang pantas kamu dapatkan kemarin, hari ini dan nanti. (Dedo Prima Putra)

4. Impian adalah bunga kehidupan yang harus diperjuangkan, meski terkadang apa yang kita impikan tidak sesuai dengan apa yang kita dapatkan. (Dedo Prima Putra)


(11)

PERSEMBAHAN

Teriring do’a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT, ku persembahkan skripsi ini sebagai tanda cinta dan kasihku yang tulus kepada:

1. Apa dan Ama tercinta yang telah membesarkan, mendidik, selalu mendoakan dan memberikan yang terbaik untuk menuju keberhasilanku.

2. Adik-adikku tersayang Wilya Devita Putri dan Vera “Ndut” Chania Putri yang menjadikanku lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak.

3. Keluarga besar “Apa dan Ama”, terimakasih atas doa dan dukungannya.

4. Pendidikan Fisika Nonreguler 2007


(12)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT. karena kasih sayang dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Studi Perbandingan Hasil Belajar Fisika Antara Pembelajaran dengan Metode Scientific Inquiry dan Discovery pada kelas X SMA Negeri 13 Bandar Lampung” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung. 2. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA. 3. Bapak Dr. Undang Rosidin, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Fisika, dan Pembahas yang telah memberikan bimbingan dan saran atas perbaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. I Dewa Putu Nyeneng, M.Sc. selaku Pembimbing Akademik, Pembimbing I atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan, mengarahkan dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku Pembimbing II atas kesediaan dan

keikhlasannya memberikan bimbingan, mengarahkan dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.


(13)

6. Bapak dan ibu dosen program studi pendidikan fisika yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya selama menempuh pendidikan bangku perkuliahan. 7. Bapak dan ibu dosen serta staf jurusan pendidikan MIPA.

8. Bapak Triyatmo, S.Pd. selaku Kepala SMA Negeri 13 Bandar Lampung atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.

9. Bapak M. Arif, S.Pd, S.Kom. selaku guru mitra penelitian di SMA Negeri 13 Bandar Lampung terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama

penelitian berlangsung.

10. Bapak dan Ibu Guru serta Staf SMA Negeri 13 Bandar Lampung. 11. Siswa-siswi kelas X3 dan X6 SMA Negeri 13 Bandar Lampung.

12. Yeni yulia yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan serta motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini.

13. Rekan-rekan pendidikan fisika nonreguler 2007 dan Fisika Bolang FC terimakasih atas persaudaraan dan kebersamaannya semoga kita menjadi orang-orang yang berhasil kelak.

14. Tim seperjuangan skripsi : Arif H, Cahyo, Bayu Anton, Yudi “Codet”, dan Suharnani terima kasih atas dukungan, kritik, dan saran serta kebersamaannya kita menjadi orang-orang yang berhasil kelak.

15. Rekan-rekan fisika reguler 2007 : Made “Kuntet”, Budi, Mas Saiful, Ayu, dan lainnya terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya semoga kita menjadi orang-orang yang berhasil kelak.

16. Kakak tingkat 2005 dan 2006 serta adik-adik tingkat angkatan 2008, 2009, 2010, dan 2011 yang tidak dapat semua disebutkan namanya terima kasih atas


(14)

x

kebersamaan dan dukungannya semoga kelak kita menjadi pendidika yang professional.

17. Sahabat-sahabat di kos banyu biru terima kasih atas kebersamaannya serta dukungannya.

18. Pengurus Himasakta 08/09 dan 09/10, terimakasih atas kebersamaan dan persaudaraannya.

19. Teman-teman alumni SMAN 3 Kotabumi angkatan 2007 yang tidak bisa disebutkan semua terima kasih atas persahbatan dan kebersamaannya.

20. Sahabat kecilku alumni SDN 2 dan SMPN 1 Bukit Kemuning yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu terima kasih atas kebersamaannya.

21. Semua pemain Bluequthuk FC baik yang senior dan junior yang tidak dapat disebutkan semua namanya terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya, serta suka cita di lapangan.

22. Team pondok Akang terima kasih atas dukunganya.

23. Teman-teman PPL di SMA Surya Dharma 2 terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.

24. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, serta berkenan membalas semua budi yang diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, Januari 2011


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ...xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis ... 7

1. Hasil Belajar ... 7

2. Metode Scientific Inquiry ... 9

3. Metode Discovery ... 12

B. Kerangka Pemikiran ... 21

C. Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN A. Populasi ... 24

B. Sampel Penelitian ... 24

C. Desain Penelitian ... 24

D. Variabel Penelitian ... 25


(16)

F. Analisis Instrumen ... 25

1. Uji Validitas ... 26

2. Uji Reliabilitas ... 27

G. Teknik Pengumpulan Data ... 28

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 29

1. Analisis Data ... 30

2. Pengujian Hipotesis ... 30

a) Uji Normalitas ... 30

b) Uji Hipotesis ... 31

 Untuk data terdistribusi normal 1)Uji T untuk Dua Sampel Berpasangan (Paired Sample T Test) ... 31

2)Uji T untuk Dua Sampel Bebas (Independent Sample T Test) ... 33

 Untuk data tidak terdistribusi normal 1) Uji T Dua Sampel Berhubungan (Dependen) ... 34

2) Uji T Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independen) ... 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38

1. Tahapan Pelaksanaan ... 38

a. Kelas Eksperimen 1 ... 38

b. Kelas Eksperimen 2 ... 40

2. Hasil Uji Penelitian ... 42

a. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

1)Hasil Uji Validitas ... 42

2)Hasil Uji Reliabilitas ... 43

b. Hasil Uji Normalitas Skor Pretest dan Posttest ... 43

c. Hasil Uji Normalitas Skor N-gain ... 44

d. Hasil Uji Paired Sample T Test Hasil Belajar Siswa ... 45

e. Hasil Uji Independent Sample T Test Hasil Belajar Siswa ... 46


(17)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 Silabus ... 59

2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 1 ... 61

3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 2 ... 71

4 Lembar Kerja Kelompok Kelas Eksperimen 1 ... 83

5 Lembar Kerja Kelompok Kelas Eksperimen 2 ... 91

6 Lembar Penilaian (LP-01) ... 99

7 Kisi-Kisi Pretes dan Post test ... 103

8 Rubrikasi Penilaian Pretest dan Post test ... 106

9 Absen Kelas Eksperimen 1 ... 111

10 Absen Kelas Eksperimen 2 ... 112

11 Hasil Uji Validitas Butir Soal ... 113

12 Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal ... 114

13 Data Hasil Pretest Kelas Eksperimen 1 ... 115

14 Data Hasil Post test Kelas Eksperimen 1 ... 116

15 Data Hasil Pretest Kelas Eksperimen 2 ... 117

16 Data Hasil Post test Kelas Eksperimen 2 ... 119

17 Data N-gain Kelas Eksperimen 1 ... 121

18 Data N-gain Kelas Eksperimen 2 ... 123

19 Hasil Uji Normalitas Skor Pretest dan Post test ... 125

20 Hasil Uji Normalitas Skor N-gain ... 126

21 Hasil Uji Paired Samples T-Test Metode Scientific Inquiry ... 127

22 Hasil Uji Paired Samples T-Test Metode Discovery ... 128

23 Hasil Uji Independent Sample T-Test ... 129

24 Surat Izin penelitian ... 130

25 Surat Ketearangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 131


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Pretest hasil belajar tiap indikator ... 28

2. Data Post test hasil belajar tiap indicator ... 29

3. Data rekapitulasi N-gain hasil belajar ... 29

4. Hasil Uji Validitas ... 42

5. Hasil Uji Reliabilitas ... 43

6. Normalitas Skor Pretest dan Post Test ... 44

7. Normalitas Skor N-gain ... 45

8. Hasil Uji Paired Sample T Test Hasil Belajar Siswa ... 46


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram Kerangka Pemikiran ... 22 2. Desain eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design ... 25 3. Grafik Persentase rata-rata hasil belajar siswa sebelum dan sesudah

penerapan metode pembelajaran... 48 4. Grafik Persentase Perbandingan Hasil Belajar per kelas eksperimen ... 51


(20)

1

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hasil belajar merupakan suatu kemampuan yang didapat dari kegiatan belajar yang merupakan kegiatan kompleks. Artinya dengan memiliki hasil belajar, seseorang akan mampu mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi suatu buah pikiran dalam

memecahkan suatu permasalahan tertentu termasuk dalam bidang mata pelajaran fisika di sekolah.

Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam yang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri di jenjang SMA karena tujuan penyelenggaraan mata pelajaran fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk melatih dan mendidik para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep, dan prinsip fisika, memiliki kecakapan ilmiah, kritis dan mampu bekerjasama dengan orang lain. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran


(21)

2 pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk menempuh jenjang yang lebih tinggi.

Berdasarkan hal tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal telah berusaha melaksanakan kegiatan yang mengarah pada tercapainya tujuan pendidikan nasional. Namun ketercapaian tujuan ini bukan tidak ada halangan dan masalah. Salah satu permasalahan pokok dalam proses pembelajaran saat ini yaitu kesulitan siswa dalam menerima, merespon, serta mengembangkan materi yang diberikan oleh guru. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik apabila di dalamnya terdapat kesiapan antara guru dengan peserta didik. Guru sebagai fasilitator dituntut untuk bisa membawa siswanya ke dalam pembelajaran yang aktif, inovatif dan menyenangkan, sehingga siswa dapat menikmati pembelajaran dan dapat menjangkau semua sudut kelas. Bukan merupakan pembelajaran dengan metode konvensional yang selama ini berpusat pada guru, akan terkesan merugikan siswa, terutama siswa yang berkemampuan rendah siswa terlihat cenderung jenuh dalam pembelajaran, sehingga berdampak pada hasil belajar yang rendah.

Dari uraian di atas dan disesuaikan dengan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, ternyata yang menjadi masalah rendahnya hasil belajar fisika selama ini adalah metode yang dipakai oleh guru dalam mengajar. Metode yang dipakai masih bersifat satu arah dan berpusat pada guru saja. Seharusnya dalam pembelajaran fisika, guru harus cermat dalam memilih metode

pembelajaran sehingga yang pada mulanya pembelajaran berpusat pada guru akan bergeser menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa.


(22)

3 Seiring dengan perkembangan zaman, metode pembelajaran pun ikut

berkembang, banyak sekali metode-metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Tapi tidak semua metode dapat dipakai pada

pembelajaran fisika, metode yang dapat dipakai pada pembelajaran fisika haruslah metode yang didalamnya terkandung suatu proses ilmiah, sehingga nantinya dapat membuat siswa mampu dengan sendirinya menemukan konsep-konsep yang terkandung didalam pembelajaran tersebut. Berdasarkan hal itu, metode pembelajaran scientific inquiry dan metode pembelajaran discovery tepat sebagai solusi untuk memecahkan masalah yang dialami siswa.

Metode scientific inquiry adalah metode pembelajaran yang inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Melalui pembelajaran metode inkuiri, siswa belajar sains sekaligus juga belajar metode sains. Proses inkuiri memberi kesempatan kepada siswa untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif, siswa dilatih bagaimana memecahkan masalah sekaligus membuat keputusan. Pembelajaran berbasis inkuri memungkinkan siswa belajar sistem, karena pembelajaran inkuiri memungkinkan terjadi integrasi berbagai disiplin ilmu. Ketika siswa melakukan eksplorasi, akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang melibatkan matematika, bahasa, ilmu sosial, seni, dan juga teknik. Peran guru di dalam pembelajaran inkuiri lebih sebagai pemberi bimbingan, arahan jika diperlukan oleh siswa. Dalam proses inkuiri


(23)

4 siswa dituntut bertanggung jawab penuh terhadap proses belajarnya, sehingga guru harus menyesuaikan diri dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa, sehingga tidak menganggu proses belajar siswa.

Sedangkan Metode discovery Metode discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut

misalnya mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, sedangkan guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Oleh karena itu, pada penelitian ini telah dilakukan sebuah eksperimen yang mencoba memberikan sebuah solusi bagi permasalahan di atas dengan cara menerapkan metode pembelajaran scientific inquiry dan discovery yang didalamnya terdapat proses ilmiah dimana akan memberikan pengalaman belajar secara langsung bagi sisiwa. Dengan demikian setalah diterapkannya metode tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi

permasalahan sekarang adalah metode pembelajaran yang memberikan hasil yang lebih baik terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Untuk menjawab

pertanyaan tersebut telah dilakukan penelitian dengan judul “Studi perbandingan hasil belajar fisika antara pembelajaran dengan metode Scientific Inquiry dan discovery pada siswa kelas X SMA Negeri 13 Bandar


(24)

5

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1) Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode pembelajaran scientific inquiry?

2) Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode pembelajaran discovery?

3) Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika pada pembelajaran dengan metode scientific inquiry dan discovery?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah dapat mengetahui :

1) Perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa sebelum dan sesudah

pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran scientific inqury. 2) Perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa sebelum dan sesudah

pembelajran dengan menggunakan metode pembelajaran discovery. 3) Perbedaan rata-rata hasil belajar fisika pada pembelajaran dengan metode

scientific inquiry dan discovery.

D.Manfaat Penelitian


(25)

6 (1) Dapat menjadi alternatif baru bagi guru dalam menyajikan materi

pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan hasil belajar.

(2) Sebagai penambahan wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dengan terjun langsung ke lapangan dan memberikan pengalaman belajar yang menumbuhkan kemampuan dan keterampilan meneliti serta pengetahuan lebih mendalam terutama pada bidang yang dikaji.

E.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

(1) Metode pembelajaran fisika dengan scientific inquiry dimana dalam proses pembelajarannya siswa merumuskan masalah, membuat hipotesa,

merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, mengumpulkan data mengambil atau membuat suatu kesimpulan.

(2) Metode pembelajaran fisika dengan discovery langkah-langkah yang akan ditempuh siswa mulai dari pemberian stimulasi (stimulation), membuat suatu perumusan masalah, melakukan pengumpulan data, menganalisis analisis data (data processing), melakukan verifikasi (verification), dan membuat suatu kesimpulan (generalisasi)

(3) Hasil belajar aspek kognitif siswa, yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,seperti pengetahuan, pengertian,dan keterampilan berpikir.

(4) Materi pembelajaran yang diajarkan dalam penelitian ini adalah materi Dinamika Patikel pada sub pokok bahasan Hukum II Newton.


(26)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Kerangka Teoritis

1. Hasil Belajar Fisika

Hasil belajar berasal dari dua kata dasar yaitu hasil dan belajar, istilah hasil dapat diartikan sebagai sebuah prestasi dari apa yang telah dilakukan. Menurut Hamalik (2004), hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam

perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Didukung oleh Munawar (2009: 15) :

hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Dari pendapat di atas dapat dipahami hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor siswa yang jauh lebih baik daripada sebelum mendapat pelajaran yang diberikan oleh guru. Artinya setelah guru memberikan pelajaran maka adanya perubahan mental ke arah yang lebih dapat terwujud.


(27)

8 Selain itu menurut Hamalik (2004: 30)

hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh

perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes dilakukan. Menurut Bloom, dalam Dimyati (2002: 26) :

Ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar yaitu:

(1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

(2) Ranah Afektif

Ranah afektif terdiri dari lima perilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.

(3) Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang telah diperoleh setelah siswa menerima pengetahuan, dimana hasil belajar mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.


(28)

9

2. Metode Scientific Inquiry

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Menurut pendapat Schmidt dalam Ibrahim (2010) :

inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis.

Inkuiri sebenarnya merupakan prosedur yang biasa dilakukan oleh ilmuwan dan orang dewasa yang memiliki motivasi tinggi dalam upaya memahami fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Piaget dalam Rhyno (2010: 1) metode inkuiri adalah, Pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbul-simbul dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri,

menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.

Tujuan utama dari pembelajaran melalui metode inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan ketrampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa keingintahuan mereka. Siswa memegang peranan


(29)

10 yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan metode pembelajaran inkuiri menurut Prambudi (2010), yaitu berorientasi pada pengembangan

intelektual, Prinsip Interaksi, Prinsip Bertanya, Prinsip Belajar untuk Berpikir, Prinsip keterbukaan.

Melalui pembelajaran metode inkuiri, siswa belajar sains sekaligus juga belajar metode sains. Proses inkuiri memberi kesempatan kepada siswa untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif, siswa dilatih bagaimana memecahkan masalah sekaligus membuat keputusan.

Pembelajaran berbasis inkuri memungkinkan siswa belajar sistem, karena pembelajaran inkuiri memungkinkan terjadi integrasi berbagai disiplin ilmu. Ketika siswa melakukan eksplorasi, akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang melibatkan matematika, bahasa, ilmu sosial, seni, dan juga teknik. Peran guru di dalam pembelajaran inkuiri lebih sebagai pemberi bimbingan, arahan jika diperlukan oleh siswa. Dalam proses inkuiri siswa dituntut bertanggung jawab penuh terhadap proses belajarnya, sehingga guru harus menyesuaikan diri dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa, sehingga tidak menganggu proses belajar siswa.

Dalam Ibrahim (2010) langkah pembelajaran metode inkuri dimulai dari: 1) Observasi atau pengamatan terhadap berbagai fenomena alam 2) Mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi 3) Mengajukan dugaan atau kemungkinanjawaban

4) Mengumpulkan data berkait dengan pertanyaan yang diajukan 5) Merumuskan kesimpulan berdasarkan data.


(30)

11 Joice dan Well dalam Ibrahim (2010), mengungkapkan bahwa terdapat dua model inkuiri, yaitu latihan inkuiri dan inkuri sains.

Sintaks inkuiri sains terdiri atas empat fase, yaitu: 1) Fase investigasi dan pengenalan kepada siswa 2) Pengelompokan masalah oleh siswa

3) Identifikasi masalah dalam penyelidikan

4) Memberikan kemungkinan mengatasi kesulitan/masalah Sintaks latihan inkuiri terdiri atas:

1) Orientasi masalah;

2) Pengumpulan data dan verifikasi; 3) Pengumpulan data melalui eksperimen;

4) Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, dan 5) Analisis proses inkuiri.

Pembelajaran inkuri dapat dimulai dengan memberikan pertanyaan dan cara bagaimana menjawab pertanyaan tersebut. Melalui pertanyaan tersebut siswa dilatih melakukan observasi terbuka, menentukan prediksi dan kemudian menarik kesimpulan. Kegiatan seperti ini dapat melatih siswa membuka pikirannya sehingga mampu membuat hubungan antara kejadian, objek atau kondisi dengan kehidupan nyata.

Menurut Prambudi (2010: 4), langkah-langkah pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut: Orientasi, (2) Merumuskan Masalah, (3) Merumuskan Hipotesis, (4) Mengumpulkan Data, (5) Menguji Hipotesis, (6) Merumuskan Kesimpulan.

Metode inkuiri memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan metode-metode pembelajaran lain. Keunggulan metode inkuiri menurut Suhana, Cucu & Hanafiah (2009: 79) :

a) Membantu peserta didik untuk mengembangkan kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif


(31)

12 b) Peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual

sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam pikirannya c) Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta didik

untuk belajar lebih giat lagi

d) Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing

e) Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada peserta dengan peran guru yang sangat terbatas.

Metode inkuiri juga mempunyai beberapa kelemahan menurut Prambudi (2010: 6) :

1) Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

2) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit

menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

3) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka startegi ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

Berdasarkan pendapat Prambudi maka metode inkuiri akan efektif siswa dapat menemukan jawaban sendiri dari suatu permasalahan yang

dipecahkan. Bahan pelajaran pun bukan berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, melainkan sebuah kesimpulan yang memerlukan pembuktian. Proses pembelajaran bermula dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu dan peserta didik memiliki kemauan dan kemampuan untuk berfikir. Jumlah siswa pun harus ideal dengan kapasitas guru agar alokasi waktu mencukupi untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.

3. Metode Discovery

Menurut Suriadi (2006:9), devinisi metode discovery adalah metode


(32)

13 metode pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.

Pembelajaran metode discovery adalah pembelajaran penemuan yang sedemikian rupa dirancang oleh guru untuk membantu siswa menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip sendiri dibawah arahan guru.

Rusmini (2010:17), juga menjelaskan tentang konsep penemuan : Dalam hal ini penemuan terjadi apabila siswa dalam proses mentalnya seperti mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, mengukur, menjelaskan, menarik kesimpulan untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Penemuan yang dimaksudkan di sini bukanlah penemuan

sungguh-sungguh, sebab apa yang ditemukan itu sebenarnya sudah ditemukan orang. Jadi penemuan di sini artinya siswa dituntut untuk mampu menemukan kembali, baik itu konsep, pinsip, atau rumus matematika melalui langkah-langkah yang diberikan oleh gurunya.

Carin A.A dan Sund dalam Suriadi (2006: 7), memberikan arti tentang belajar penemuan “the mental process of assimilating concepts and principles, learning how to use the mind to discovery”. Pendapat tersebut menyatakan bahwa penemuan merupakan proses mental, dimana siswa terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.

Metode discovery menurut Roestiyah (2001:20), adalah metode mengajar yang mempergunakan teknik penemuan.


(33)

14 Metode discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati,

menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, sedangkan guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Menurut Ruseffendi (2006: 328) metode discovery adalah

metode discovery adalah suatu pendekatan di dalam mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Dalam prosesnya itu melalui pemberitahuan, tetapi sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.

Bruner dalam Suriadi (2006: 8), menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut belajar penemuan. Penemuan yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk

menemukan suatu konsep atau prinsip. Riedesel dalam Supriyadi (2000: 8) :

menyatakan bahwa cara mengajar penemuan menekankan kepada pencarian hubungan antara bentuk atau pola dan untuk memahami struktur fisika. Jika siswa tidak dapat menyelesaikan persoalan maka guru membantunya. Belajar penemuan ini penting di dalam matematika karena pada mulanya matematika timbul dari hasil pemikiran, ide-ide atau gagasan-gagasan yang kemudian

dikembangkan menjadi konsep, dan aturan-aturan struktur fisika.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ruseffendi (2006: 260), yang menyatakan bahwa fisika itu timbul dari pemikiran manusia, yang berhubungan dengan ide-ide, proses, dan penalaran.


(34)

15 Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

menggunakan metode penemuan menekankan kepada belajar siswa aktif. Artinya siswa sendiri atau berkelompok secara aktif mencari informasi baru berdasarkan informasi yang telah diketahui sebelumnya dengan bimbingan guru.

Pada pembelajaran metode discovery, konsep, dalil, prosedur dan

semacamnya yang dipelajari siswa itu merupakan hal baru, belum diketahui sebelumnya, tetapi gurunya sendiri sudah tahu apa yang ditemukan itu. Dengan metode ini anak melakukan terkaan, mangira-ngira, coba-coba sesuai dengan pengalamannya untuk sampai pada konsep yang harus ditemukannya itu. Oleh karena itu, metode penemuan ini sukar

diorganisasikan (disusun) dari permulaan sebab sangat bergantung kepada kemampuan siswa, sehingga pengajaran harus disesuaikan terus sesuai dengan pengetahuan baru siswa.

Menurut Suherman (2003:179), untuk merencanakan pengejaran dengan metode discovery, hendaknya diperhatikan hal-hal berikut ini:

1) Aktivitas siswa untuk belajar sendiri sangat berpengaruh. 2) Hasil harus ditemukan sendiri oleh siswa.

3) Prasyarat-prasyarat yang diperlukan sudah dimiliki siswa. 4) Guru hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing saja,

bukan pemberitahuan.

Cara mengajar dengan metode discovery menurut Mulyasa dalam Prayito (2008), harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

(a) Adanya masalah yang akan dipecahkan, (b) Sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik, (c) Konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh peserta didik melalui kegiatan tersebut perlu dikemukakan dan ditulis secara jelas, (d) Harus tersedia alat dan bahan yang diperlukan, (e) Susunan kelas diatur


(35)

16 sedemian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar, (f) Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengumpulkan data, (g) Guru harus memberikan jawaban dengan tepat dengan data serta informasi yang diperlukan peserta didik.

Ada lima tahap yang harus ditempuh dalam metode discovery menurut Rohani dalam Prayito (2008) yaitu:

(a) Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik. (b) Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis, (c) Peserta didik mencari informasi, data, fakta, yang

diperlukanuntuk menjawab atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis,

(d) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi, (e) Aplikasi kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.

Adapun pembelajaran dengan metode discovery yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini mengacu pada tahapan-tahapan metode discovery yang dikemukakan oleh Makmun dalam Astuti (2006: 24-25) sebagai berikut:

a) Stimulasi (stimulation)

Guru memulai dengan bertanya atau mengatakan persoalan, atau menyuruh siswa membaca, mendengarkan uraian yang memuat permasalahan (problematic).

b) Perumusan masalah (problem statement)

Siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan yang relevan sebanyak mungkin. Kemudian mereka harus membatasi dan memilih yang dipandang paling menarik dan feasible untuk dpecahkan. Permasalahan yang dipilih selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis (pernyataan), sebagai jawaban sementara atas pertanyaan tersebut.

c) Pengumpulan data (data collection)

Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau tidak hipotesis yang dibuat, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan dengan jelas, dengan melakukan telaahan literatur, mengamati objeknya, mewawancarai nara sumber, mencoba sendiri, dsb.

d) Analisis data (data processing)

Semua informasi (hasil bacaan, wawancara, observasi, dll.) diolah (dicek, diklasifikasikan, ditabulasikan, bahkan kalau perlu dihitung dengan menggunakan cara tertentu) serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

e) Verifikasi (verification)

Berdasarkan hasil pengolahan data dan tafsiran atas informasi yang ada tersebut (available-information), pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan kemudian dicek apakah terjawab atau dengan kata lain terbukti atau tidak. f) Generalisasi (generalization)


(36)

17 Tahap akhir, berdasarkan hasil verifikasi yang telah dilakukan, siswa belajar menarik generalisasi atau kesimpulan tertentu.

Dari semua keterangan-keterangan yang telah dijelaskan di atas, dapat dimaknai bahwa belajar melalui discovery selalu berpusat kepada siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar menukar pendapat dengan diskusi, membaca sendiri, mencoba sendiri sehingga anak mampu belajar madiri di dalam rancangan kegiatan yang dibuat oleh guru sehingga dapat meminialisir ada kesalahan pemahaman konsep. Selain itu siswa dituntut untuk senantiasa aktif di dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung, artinya siswa baik secara individu ataupun kelompok secara aktif mencari informasi baru yang belum dikenalnya berdasarkan informasi yang diketahui sebelumnya dan tugas guru hanyalah sebagai pengawas, pembimbing, dan pengarah saja.

Ruseffendi (2006: 329), mengungkapkan bahwa metode discovery itu penting, sebab :

1) Pada kenyataanya ilmu-ilmu itu diperoleh melalui penemuan; 2) fisika adalah bahasa yang abstrak; konsep dan lain-lainnya itu

akan lebih melekat bila melalui penemuan dengan jalan memanipulasi dan berpengalaman dengan benda-benda kongkrit;

3) Melalui penemuan, generalisasi yang diperoleh akan lebih mantap;

4) Dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah; 5) Setiap anak adalah makluk kreatif;

6) Menemukan sesuatu oleh sendiri dapat menumbuhkan rasa percaya terhdap diri sendiri, dapat meningkatkan motivasi (termasuk motivasi intrinsik), melakukan pengkajian lebih lanjut; dapat menumbuhkan sikap positif terhadap fisika.

Biknell-Holmes dan Hoffman dalam Astuti (2008), menjelaskan tiga sifat utama dari metode discovery yaitu:

(1) Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk membuat, mengintegrasikan, dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) siswa


(37)

18 dibimbing untuk melakukan aktivitas berdasarkan ketertarikannya, dan menentukan tahapan dan frekuensi kerjanya sendiri; serta (3) aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa mendorong terjadinya integrasi pengetahuan baru ke dalam pengetahuan siswa sebelumnya yang telah ada.

Pada metode discovery, situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi situasi student dominated learning. Mealui pembelajaran dengan metode discovery, pembelajaran tidak

didominasi oleh guru tetapi banyak melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

Metode discovery mempunyai beberapa kelebihan. Menurut Dean dalam Supriyadi (2000: 8)

metode discovery membantu siswa dalam memproses pembuktian fisika yang membutuhkan penggunaan dan hubungan konsep serta konjengtur yang tepat, bahkan belajar dengan metode discovery dapatdigunakan pada pemecahan masalah.

Selanjutnya menurut Keegen dalam Supriyadi (2000: 9), metode discovery dapat mendorong siswa untuk meningkatkan konsep dan mempunyai efek positif untuk belajar dan mengembangkan pengetahuan.

Sedangkan menurut Dagher dalam Supriyadi (2000: 9), metode discovery dapat mengaktifkan faktor psikologi untuk membangun suatu pengetahuan, memberi pengayaan imaginasi, dan memformulasikan pemahaman yang komprehensif.


(38)

19 Menurut Roestiyah (2001: 20), metode discovery memiliki keunggulan sebagai berikut:

(a) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta panguasaan keterampilan dalam proses kognitif pengenalan siswa, (b) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut, (c) Dapat meningkatkan kegairahan belajar para siswa.

Menurut Suherman (2001: 179), metode discovery memiliki keunggulan sebagai berikut:

1) Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. 2) Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami

sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat.

3) Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat.

4) Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode discovery akan lebih mampu mentrasfer pengetahuannya ke berbagai konteks.

5) Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

Walaupun demikian, pembelajaran dengan metode discovery mempunyai kelemahan. Seperti yang diungkapkan Hudoyo dalam Supriyadi (2000: 11) yaitu :

1) Metode discovery pada umumnya memerlukan waktu yang lama. 2) Tidak semua guru mempunyai kemampuan dan keahlian dengan cara ini. 3) Sulit untuk memperhitungkan kesiapan mental semua siswa secara tepat. Bimbingan yang diberikan harus tepat sesuai dengan kebutuhan siswa. 4) Metode ini tidak dapat digunakan untuk setiap topik fisika. 5) Kelas tidak bisa terlalu besar, karena memerlukan perhatian guru terhadap setiap siswa.

Selanjutnya Depdikbud dalam Supriyadi (2000: 11), menyatakan bahwa kelemahan metode discovery antara lain:

1) Waktu yang tersita lebih lama

2) Tidak semua siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan cara ini, beberapa siswa lebih mudah mengerti dan terkesan dengan metode ceramah.

3) Tidak semua topik, cocok disampaikan dengan metode ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsif dapat


(39)

20 dikembangkan dengan metode discovery.

4) Kelas tidak terlalu besar karena memerlukan bimbingan guru terhadap setiap siswa.

Sedangkan menurut Suherman (2001: 179), kelemahan metode discovery adalah sebagai berikut:

1) Metode ini banyak menyita waktu dan tidak menjamin siswa tetap bersemangat mencari penemuan-penemuan.

2) Tidak setiap guru mempunyai selera atau kemampuan mengajar dengan penemuan.

3) Tidak semua anak mampu melakukan penemuan.

4) Metode ini tidak dapat dilakukan untuk mengajar tiap topik. 5) Kelas yang banyak muridnya akan sangat merepotkan guru

dalam memberikan bimbingan dan pengarahan belajar dengan metode penemuan.

Berdasarkan pendapat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa tidak

seutuhnya discovery bisa cepat diterima di sekolah secara langsung, karena banyak faktor lainnya yang harus dipertimbangkan sebelum mengajar.

Castranova dalam Suriadi (2006: 4), mengemukakan bahwa perbedaan fundamental metode discovery dengan bentuk-bentuk pembelajaran konvensional adalah :

(1) pembelajaran aktif daripada pasif; (2) pembelajaran berorientasi pada proses daripada isi; (4) kegagalan adalah penting; (4) umpan balik adalah penting; dan (5) pemahaman lebih dalam.

Berdasarkan pendapat diatas metode discovery merupakan salah satu metode yang memungkinkan siswa dengan mudah dalam menerima konsep-konsep fisika yang diajarkan disekolah dibandingkan dengan metode-metode konvensional yang hanya menjadikan siswa cenderung pasif mendengarkan guru bercerita.


(40)

21

B.Kerangka Pemikiran

Pembelajaran dengan metode scientific inquiry dan discovery merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada proses ilmiah seperti penyelidikan, penyusunan, pengujian, hingga mendapatkan suatu kesimpulan. Akan tetapi dalam penerapannya kedua metode tersebut memiliki perbedaan. Pada Metode scientific inquiry siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk

mengembangkan kemampuannya secara optimal. Sedangkan pembelajaran dengan metode discovery memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sesuatu melalui proses mental dengan mengasimilasi atau tanpa mengasimilasi pengetahuan yang sudah ada sebelumnya dibatasi oleh langkah-langkah kerja yang telah di tentukan terlebih dahulu oleh guru.

Variabel pada penelitian ini yaitu, metode pembelajaran scientific inquiry sebagai variabel bebas (X1) yang diterapkan dalam penelitian pada kelas eksperimen 1 sehingga nantinya akan dilihat bagaimana perbedaanya sebelum dan sesudah ditepakannya metode terhadap hasil belajar siswa, dimana hasil belajar merupakan variabel terikat (Y1) pada penelitian di kelas eksperimen 1. Sedangkan pada kelas kelas eksperimen 2, variabel bebasnya adalah

pembelajaran dengan metode discovery (X2), dan hasil belajar pada kelas eksperimen 2 merupakan variabel terikatnya (Y2). Selanjutnya dalam penelitian ini sebelum diterapkannya metode setiap kelas eksperiment diberikan pretest untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum diterapkannya pembelajaran scientific inquiry dan discovery. Setelah perlakuan, kedua kelas diberikan posttest untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran


(41)

22 scientific inquiry dan discovery. Hasil belajar sesudah dan sebelum

diterapkannya pembelajaran scientific inquiry dan discovery dianalisis, kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis untuk mengetahui pembelajaran yang lebih efektif. Diagram kerangka berpikir penelitian ditampilkan pada Gambar 1.

POSTEST POSTEST

METODE DISCOVERY

Langkah-langkah : 1.Stimulasi (stimulation) 2.Perumusan masalah 3.Pengumpulan data 4.Analisis data

5.Verifikasi (verification) 6.Generalisasi

METODE SCIENTIFIC INQUIRY

Langkah-langkah : 1. Merumuskan masalah 2. Membuat hipotesa 3. Merencanakan kegiatan 4. Melaksanakan kegiatan 5. Mengumpulkan data

6. Mengambil kesimpulan

Hasil belajar siswa Hasil belajar siswa

gain& N-gain

MATERI FISIKA

KELAS A KELAS B

PRETEST PRETEST

gain& N-gain

DIBANDINGKAN

Rata-rata hasil belajar sesudah dan sebelum menggunakan pembelajaran

scientific inquiry dibandingkan dengan rata-rata hasil pembelajaran sebelum dan sesudah mengunakan metode discovery


(42)

23

C.Hipotesis

Hipotesis Pertama

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode pembelajaran scientific inquiry.

1

H : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode pembelajaran scientific inquiry.

Hipotesis Kedua

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode pembelajaran discovery.

1

H : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode pembelajaran discovery.

Hipotesis Ketiga

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika dengan metode scientific inquiry dan discovery.

1

H : Rata-rata hasil belajar fisika siswa dengan metode scientific inquiry lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil belajar fisika siswa dengan metode discovery.


(43)

24

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas X SMA Negeri 13 Bandar Lampung pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012 yang terdiri atas 7 kelas berjumlah 240 siswa.

B. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

Purposive Sampling. Berdasarkan populasi yang terdiri dari 7 kelas diambil 2 kelas secara acak sebagai sampel dengan asumsi setiap kelas memiliki

kemampuan yang homogen. Sampel yang diperoleh adalah kelas X3 kelompok eksperimen 1 dan kelas X6 sebagai kelompok eksperimen 2.

C. Desain Penelitian

Desain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentuk

Pre-Eksperimental Design dengan tipe One-Group Pretest-Posttest Design. Pada desain ini, terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :


(44)

25

Keterangan:

1

O : nilai pretest

2

O : nilai posttest

1

X : pembelajaran metode scientific inquiry

2

X : pembelajaran inkuiri discovery

1

O X1 O2

1

O X 2 O2

Gambar 2. Desain eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design

(Sugiyono, 2010: 110-111)

D. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua bentuk variabel yaitu variabel bebas dan veriabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode scientific inquiry (X1) dan pembelajaran dengan metode discovery (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar kognitif metode scientific inquiry (Y1) dan hasil belajar kognitif metode discovery (Y2).

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah soal uraian hasil belajar kognitif siswa pada saat pretest dan posttest.

F. Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.


(45)

26

1. Uji Validitas

Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk

mengevaluasinya harus valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:

∑ ∑ ∑

√{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }

(Arikunto, 2008: 72)

Dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05 maka koefisien korelasi tersebut signifikan.

Item yang mempunyai kerelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3.

(Masrun dalam Sugiyono, 2010: 188)

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated item – total correlation


(46)

27 lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data merupakan construck yang kuat (valid).

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

∑ Di mana:

r11 = reliabilitas yang dicari

Σσi2 = jumlah varians skor tiap-tiap item σt2 = varians total

(Arikunto, 2008: 109)

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan

menggunakan SPSS 17.0 dengan metode Alpha Cronbach’s yang diukur berdasarkan skala alpha cronbach’s 0 sampai 1.

Menurut Sayuti dikutip oleh Sujianto dalam Saputri (2010: 30), kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha yang diinterprestasikan sebagai berikut:


(47)

28 1) Nilai Alpha Cronbach’s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang

reliabel.

2) Nilai Alpha Cronbach’s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel. 3) Nilai Alpha Cronbach’s 0,41 sampai dengan 0,60 berarti cukup reliabel. 4) Nilai Alpha Cronbach’s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel. 5) Nilai Alpha Cronbach’s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat reliabel

Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan pada sampel yang sesungguhnya. Skor total setiap siswa diperoleh dengan

menjumlahkan skor setiap nomor soal.

G.Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data berbentuk tabel yang diperoleh dari skor pretest dan posttest untuk setiap hasil belajar siswa dan data rekapitulasi N-gian siswa. Adapun bentuk pengumpulan datanya berupa tabel yang dijelaskan pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5

sebagai berikut:

Tabel 1. Data Pretest hasil belajar tiap indikator

NO Nama Siswa

Pada Soal Ke-

Skor Pretest

1 2 3 4 5 … …

1 Siswa 1

2 Siswa 2

3 Siswa 3

Skor Tertinggi

Skor Terendah

Jumlah


(48)

29 Tabel 2. Data Post test hasil belajar tiap indikator

NO Nama Siswa

Pada Soal Ke-

Skor Postest

1 2 3 4 5 … …

1 Siswa 1

2 Siswa 2

3 Siswa 3

Skor Tertinggi

Skor Terendah

Jumlah

Skor rata-rata

siswa

Tabel 3. Data rekapitulasi N-gain hasil belajar

NO Nama

Siswa PRETEST

POST TEST

N-Gain Rerata

Kategori

PRETEST POST

TEST N-Gain

1 Siswa 1

2 Siswa 2

3 Siswa 3

Skor Tertinggi Skor Terendah Jumlah Skor rata-rata siswa

H.Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis Data

Untuk menganalisis kategori kemampuan hasil belajar siswa digunakan skor gain yang ternormalisasi (N-gain). N-gain diperoleh dari pengurangan skor pretest dengan postest dibagi oleh skor maksimum dikurang skor pretest. Jika dituliskan dalam persamaan adalah :


(49)

30 Keterangan:

g = N-gain

post

S = Skor post test

pre

S = Skor posttest

max

S = Skor maksimum Kategori:

Tinggi : 0,7 N-gain  1 Sedang : 0,3  N-gain < 0,7

Rendah : N-gain < 0,3 Meltzer (2002) dikutip oleh Marlangen (2010:34)

Untuk menganalisis peningkatan hasil belajar siswa digunakan skor gain dengan persamaan:

gain = Skor Post test – Skor Pretest

% Kenaikan Skor = x100% al

SkorMaksim gain

Peningkatan skor antara Pretest dan Post test dari variabel tersebut merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan hasil belajar pada pembelajaran fisika dengan scientific inquiry dan discovery

2. Pengujian Hipotesis

a) Uji Normalitas

Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal, dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik

Kolmogorov-Smirnov. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:

O


(50)

31 1

H : data tidak terdistribusi secara normal Pedoman pengambilan keputusan:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal.

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya adalah normal.

b) Uji Hipotesis

Jika data terdistribusi normal maka pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan statistik parametrik tes.

1) Uji T untuk Dua Sampel Berpasangan (Paired Sample T Test)

Paired Sample T Test digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan). Maksudnya di sini adalah sebuah sampel tetap mengalami dua perlakuan yang berbeda. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Hipotesis Pertama

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika dengan metode pembelajaran scientific inquiry.

1

H : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika dengan metode pembelajaran scientific inquiry.


(51)

32                     2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 _____ 2 ____ 1 2 n s n s r n s n s X X t Hipotesis Kedua O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika dengan metode pembelajaran discovery.

1

H : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika dengan metode pembelajaran discovery.

Rumus perhitungan Paired Sample T Test adalah sebagai berikut :

Dimana t adalah t hitung. Kemudian t tabel dicari pada tabel distribusi t dengan  = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-1. Setelah diperoleh besar t hitung dan ttabel maka dilakukan pengujian dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

Kriteria pengujian

HO diterima jika -ttabelthitungttabel

HO ditolak jika -thitung < -ttabel atau thitung > ttabel

Berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas:

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO

diterima.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO


(52)

33               2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 _____ 2 ____ 1 1 1 2 ) 1 ( ) 1 ( n n n n s n s n X X t

2) Uji T untuk Dua Sampel Bebas (Independent Sample T Test)

Independent Sample T Test digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Hipotesis Ketiga

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika dengan metode scientific inquiry dan discovery.

1

H : Rata-rata hasil belajar siswa dengan scientific inquiry lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil belajar kognitif siswa dengan pembelajaran fisika discovery

Rumus perhitungan Independent Sample T Test adalah sebagai berikut

Dimana t adalah t hitung. Kemudian t tabel dicari pada tabel distribusi t dengan  = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah diperoleh besar thitung dan ttabel maka dilakukan pengujian dengan kriteria pengujian sebagai berikut : Kriteria pengujian


(53)

34

HO diterima jika -ttabelthitungttabel

HO ditolak jika -thitung < -ttabel atau thitung > ttabel

Berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas:

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO

diterima.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO

ditolak.

(Priyatno, 2010:32-41)

Jika data tidak terdistribusi normal maka pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan statistik non parametrik tes.

1) Uji Data Dua Sampel Berhubungan (Dependen)

Pada penelitian ini jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji data dari dua sampel yang berhubungan menggunakan Uji Peringkat-Bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Ranks Test). Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :

Hipotesis Pertama

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika dengan metode pembelajaran scientific inquiry.

1

H : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika dengan metode pembelajaran scientific inquiry.


(54)

35

Hipotesis Kedua

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika dengan metode pembelajaran discovery.

1

H : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika dengan metode pembelajaran discovery.

Jika sampel berukuran lebih besar dari 25 ini, boleh

diaproksimasikan ke dalam distribusi normal standart dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :

Hit

z merupakan z hasil perhitungan dengan statistik atau zoutput.

tabel

z dapat diperoleh dengan melihat tabel Wilcoxon dengan uji satu sisi dan  = 5%.

Kriteria Pengujian

 Jika zoutput > ztabel, maka HO ditolak

 Jika zoutput < ztabel, maka HO diterima

Berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO

diterima.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO


(55)

36

2) Uji Data Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independen)

Pada penelitian ini jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji data dari dua sampel yang tidak berhubungan

menggunakan Uji U Mann-Whitney. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :

Hipotesis Ketiga

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika dengan metode scientific inquiry dan discovery.

1

H : Rata-rata hasil belajar siswa dengan scientific inquiry lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil belajar kognitif siswa dengan pembelajaran fisika discovery

Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung nilai statistik U:

1 1

1 2

1n {n (n 1)}/2 R

n

U    

2 1

2 2

1n {n (n 1)}/2 R

n

U    

di mana R1 = jumlah peringkat yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1

R2 = jumlah peringkat yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2

Kedua rumus ini kemungkinan besar akan menghasilkan dua nilai yang berbeda bagi U. Nilai yang dipilih untuk U dalam pengujian hipotesis adalah nilai yang paling kecil dari kedua nilai tersebut.


(56)

37 Untuk memeriksa apakah perhitungan kita atas nilai U benar, rumus berikut dapat digunakan: Nilai U terkecil = n1n2 – nilai U terbesar

Kriteria Pengujian

 Jika Uoutput < Utabel, maka HO ditolak

 Jika Uoutput > Utabel, maka HO diterima

Berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO

diterima.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO

ditolak


(57)

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

1. Rata-rata hasil belajar siswa kelas X SMA N 13 Bandar Lampung pada pembelajaran dengan metode scientific inquiry meningkat dari 13,64 menjadi 70,91 dengan kenaikan skor rata-rata 57,27% dan perolehan skor N-gain rata-rata sebesar 0,66 (kategori sedang)

2. Rata-rata hasil belajar siswa kelas X SMA N 13 Bandar Lampung pada pembelajaran dengan metode scientific inquiry meningkat dari 11,62 menjadi 61,35 dengan kenaikan skor rata-rata 49,73% dan perolehan skor N-gain rata-rata sebesar 0,56 (kategori sedang)

3. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan skor N-gain rata-rata hasil belajar siswa pada kelas metode scientific inquiry dan metode discovery. Skor N-gain rata-rata hasil belajar kelas eksperimen metode scientific inquiry lebih tinggi 0,10 dari eksperimen metode discovery. Perolehan skor N-gain rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dengan metode scientific inquiry sebesar 0,66 (kategori sedang) dan kelas eksperimen dengan metode discovery sebesar 0,56 (kategori sedang) mengindikasikan bahwa metode pembelajaran scientific inquiry lebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.


(58)

55 B. Saran

Berdasarkan selama proses pembelajaran berlangsung dan juga analisis hasil belajar siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan metode scientific inquiry, guru harus memiliki keterampilan khusus dalam penyampaian materi dan menggunakan peralatan yang digunakan dalam proses pembelajaran harus lebih ditingkatkan dan harus lebih efektif.

2. Pengkondisian kelas pada masing-masing metode harus ditingkatkan karena sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa.

3. Guru harus memberikan instruksi yang jelas dan menjelaskan pentingnya bersosialisasi sehingga siswa dapat lebih meningkatkan kerja sama dalam kelompok dengan menunjukkan tanggung jawab yang besar terhadap keberhasilan kelompoknya. Selain itu, siswa juga harus lebih aktif dalam kegiatan diskusi kelompok seperti bertanya, menyumbangkan ide, menjadi pendengar yang baik dan menanggapi pendapat yang lain sehingga nilai perilaku berkarakter dan keterampilan sosial siswa meningkat.


(59)

56

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi): Jakarta : PT. Bumi Aksara

Astuti, D. P. 2008.”Pengaruh Implementasi Metode Discovery dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa”.Skripsi

FPMIPA UPI : Tidak diterbitkan. [On line]tersedia :

http://repository.upi.edu. Diunduh pada tanggal 10 Agustusi 2011 Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Ibrahim, Muslimin. 2010. Fenomena Fisika: Model Pembelajaran Inkuiri. [On line] tersedia: http://fisika21.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 21/01/2011. 1:39 WIB

Marlangen, Taranesia. 2010. Studi Kemampuan Berpikir Kritis dan Konsep Pada Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Multiple Representation. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Munawar, Indra. 2009. Hasil Belajar: Pengertian dan definisi. [On line] tersedia: http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html. Diunduh pada tanggal 23 juni 2011

Prambudi, Shoim. 2010. Strategi Pembelajaran Inkuiri. [On line] tersedia: http://shoimprambudi.wordpress.com/. Diunduh pada tanggal 17/6/2011. 19:41 WIB

Prayito. 2008. Metode Mengajar Discovery. [On line] tersedia : Error! Hyperlink reference not valid. Diunduh pada tanggal 10 agustus 2011

Rhyno. 2010. Inkuiri Melalui Kegiatan Laboratorium dalam Pembelajaran Sains. [On line] tersedia: http://www.rhynosblog.com. Diunduh pada tanggal 23/06/2011. 20:56 WIB


(60)

57 Russefendi, 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam pengajaran Fisika Untuk Menigkatkan CBSA, Bandung : PT. Tarsito

Rusmini, 2008. “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa SMP Melalui pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan program Match Lab”. Tesis pada PPS UPI Bandung : Tidak Diterbitkan. [On line] tersedia : http://repository.upi.edu. Diunduh pada tanggal 10 Juni 2011 Santoso, Singgih. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT

Elex Media Komputindo

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Suhana, Cucu & Hanafiah, Nanang. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.

Bandung: PT. Refika Aditama

Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : UPI-JICA

.2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika (textbook). Bandung : UPI-JICA

Supriyadi, K. 2000. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Penemuan. Tesis PPS UPI : Tidak diterbitkan. Tidak diterbitkan [On line] tersedia : http://repository.upi.edu. Diunduh pada tanggal 10 Juni 2011 Suriadi, 2006. Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan

Aspek Analogi untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA. Tesis PPS UPI : Tidak diterbitkan. [On line] tersedia : http://repository.upi.edu. Diunduh pada tanggal 10 Juni 2011


(1)

36 2) Uji Data Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independen)

Pada penelitian ini jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji data dari dua sampel yang tidak berhubungan

menggunakan Uji U Mann-Whitney. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :

Hipotesis Ketiga

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika dengan metode scientific inquiry dan discovery.

1

H : Rata-rata hasil belajar siswa dengan scientific inquiry lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil belajar kognitif siswa dengan pembelajaran fisika discovery

Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung nilai statistik U:

1 1

1 2

1n {n (n 1)}/2 R

n

U    

2 1

2 2

1n {n (n 1)}/2 R

n

U    

di mana R1 = jumlah peringkat yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1

R2 = jumlah peringkat yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2

Kedua rumus ini kemungkinan besar akan menghasilkan dua nilai yang berbeda bagi U. Nilai yang dipilih untuk U dalam pengujian hipotesis adalah nilai yang paling kecil dari kedua nilai tersebut.


(2)

37 Untuk memeriksa apakah perhitungan kita atas nilai U benar, rumus berikut dapat digunakan: Nilai U terkecil = n1n2 – nilai U terbesar

Kriteria Pengujian

 Jika Uoutput < Utabel, maka HO ditolak  Jika Uoutput > Utabel, maka HO diterima

Berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO

diterima.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO

ditolak


(3)

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

1. Rata-rata hasil belajar siswa kelas X SMA N 13 Bandar Lampung pada pembelajaran dengan metode scientific inquiry meningkat dari 13,64 menjadi 70,91 dengan kenaikan skor rata-rata 57,27% dan perolehan skor N-gain rata-rata sebesar 0,66 (kategori sedang)

2. Rata-rata hasil belajar siswa kelas X SMA N 13 Bandar Lampung pada pembelajaran dengan metode scientific inquiry meningkat dari 11,62 menjadi 61,35 dengan kenaikan skor rata-rata 49,73% dan perolehan skor N-gain rata-rata sebesar 0,56 (kategori sedang)

3. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan skor N-gain rata-rata hasil belajar siswa pada kelas metode scientific inquiry dan metode discovery. Skor N-gain rata-rata hasil belajar kelas eksperimen metode scientific inquiry lebih tinggi 0,10 dari eksperimen metode discovery. Perolehan skor N-gain rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dengan metode scientific inquiry sebesar 0,66 (kategori sedang) dan kelas eksperimen dengan metode discovery sebesar 0,56 (kategori sedang) mengindikasikan bahwa metode pembelajaran scientific inquiry lebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.


(4)

55 B. Saran

Berdasarkan selama proses pembelajaran berlangsung dan juga analisis hasil belajar siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan metode scientific inquiry, guru harus memiliki keterampilan khusus dalam penyampaian materi dan menggunakan peralatan yang digunakan dalam proses pembelajaran harus lebih ditingkatkan dan harus lebih efektif.

2. Pengkondisian kelas pada masing-masing metode harus ditingkatkan karena sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa.

3. Guru harus memberikan instruksi yang jelas dan menjelaskan pentingnya bersosialisasi sehingga siswa dapat lebih meningkatkan kerja sama dalam kelompok dengan menunjukkan tanggung jawab yang besar terhadap keberhasilan kelompoknya. Selain itu, siswa juga harus lebih aktif dalam kegiatan diskusi kelompok seperti bertanya, menyumbangkan ide, menjadi pendengar yang baik dan menanggapi pendapat yang lain sehingga nilai perilaku berkarakter dan keterampilan sosial siswa meningkat.


(5)

56

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi): Jakarta : PT. Bumi Aksara

Astuti, D. P. 2008.”Pengaruh Implementasi Metode Discovery dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa”.Skripsi

FPMIPA UPI : Tidak diterbitkan. [On line]tersedia :

http://repository.upi.edu. Diunduh pada tanggal 10 Agustusi 2011 Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Ibrahim, Muslimin. 2010. Fenomena Fisika: Model Pembelajaran Inkuiri. [On line] tersedia: http://fisika21.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 21/01/2011. 1:39 WIB

Marlangen, Taranesia. 2010. Studi Kemampuan Berpikir Kritis dan Konsep Pada Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Multiple Representation. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Munawar, Indra. 2009. Hasil Belajar: Pengertian dan definisi. [On line] tersedia: http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html. Diunduh pada tanggal 23 juni 2011

Prambudi, Shoim. 2010. Strategi Pembelajaran Inkuiri. [On line] tersedia: http://shoimprambudi.wordpress.com/. Diunduh pada tanggal 17/6/2011. 19:41 WIB

Prayito. 2008. Metode Mengajar Discovery. [On line] tersedia : Error! Hyperlink reference not valid. Diunduh pada tanggal 10 agustus 2011

Rhyno. 2010. Inkuiri Melalui Kegiatan Laboratorium dalam Pembelajaran Sains. [On line] tersedia: http://www.rhynosblog.com. Diunduh pada tanggal 23/06/2011. 20:56 WIB


(6)

57 Russefendi, 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam pengajaran Fisika Untuk Menigkatkan CBSA, Bandung : PT. Tarsito

Rusmini, 2008. “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa SMP Melalui pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan program Match Lab”. Tesis pada PPS UPI Bandung : Tidak Diterbitkan. [On line] tersedia : http://repository.upi.edu. Diunduh pada tanggal 10 Juni 2011 Santoso, Singgih. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT

Elex Media Komputindo

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Suhana, Cucu & Hanafiah, Nanang. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.

Bandung: PT. Refika Aditama

Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : UPI-JICA

.2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika (textbook). Bandung : UPI-JICA

Supriyadi, K. 2000.Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Penemuan. Tesis PPS UPI : Tidak diterbitkan. Tidak diterbitkan [On line] tersedia : http://repository.upi.edu. Diunduh pada tanggal 10 Juni 2011 Suriadi, 2006. Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan

Aspek Analogi untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA. Tesis PPS UPI : Tidak diterbitkan. [On line] tersedia : http://repository.upi.edu. Diunduh pada tanggal 10 Juni 2011


Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR PKn ANTARA YANG MENGGUNAKAN METODE MENGAJAR CERAMAH BERVARIASI DENGAN DISKUSI KELOMPOK PADA SISWA KELAS X SMA N 13 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2009/2010

0 7 11

PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP ASAM-BASA ANTARA PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN GUIDED DISCOVERY SISWA KELAS XI IPA SMA AL-KAUTSAR BANDAR LAMPUNG

1 15 78

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY INQUIRY DENGAN PROBLEM POSING

0 4 61

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP DI SMA NEGERI 13 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 6 83

PERBANDINGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DENGAN PEMBELAJARAN MODIFIED FREE DISCOVERY-INQUIRY

0 7 50

EFEK MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN MOTIVASI TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA SMP.

2 4 35

EFEK MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KETERAMPILAN BERPIKIR FORMAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA.

0 2 27

STUDI KOMPARASI METODE DISCOVERY INQUIRY DENGAN STUDI KOMPARASI METODE DISCOVERY INQUIRY DENGAN KONVENSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI GUMPANG 1 KARTASURA.

0 0 15

Korelasi antara sikap siswa terhadap pembelajaran fisika dengan hasil belajar fisika di kelas X-A SMA Negeri 4 Yogyakarta.

0 11 158

PERBANDINGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DENGAN PEMBELAJARAN MODIFIED FREE DISCOVERY-INQUIRY

0 0 10