Alat Rancangan Percobaan Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai

4 dengan kedelai yang tidak layak dan pengotor non-kedelai. Hasil sortasi tersebut kemudian ditimbang secara terpisah dan dihitung dengan membandingkan gram pengotor per 100 gram kedelai. Hasil perhitungan dinyatakan dalam persen . Gambar 1 Diagram alir penelitian 2.3.2. Penelitian Utama Pembuatan Tempe Proses pembuatan tempe dilakukan dengan mengikuti prosedur yang diterapkan di Rumah Tempe Indonesia. Proses pembuatan tempe diawali dengan penyortiran kedelai, pencucian, perendaman, perebusan I, perendaman kembali selama semalam, pengupasan kulit, pemisahan dari kulit ari, pencucian, perebusan II, penirisan dan pendinginan, peragian, pencetakan, dan fermentasi. Bagan alir pembuatan tempe secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2. Kedelai Impor 1 Kedelai Impor 2 Kedelai Lokal 1 Kedelai Lokal 2 Kedelai Lokal 3 1. Analisis Fisik  Dimensi biji panjang, lebar, tebal  Densitas kamba  Volume biji  Berat per 100 biji  Persen impuritas 2. Analisis Kimia  Kadar air  Kadar abu  Kadar protein  Kadar lemak  Kadar karbohidrat Penelitian Pendahuluan 1. Perhitungan Rendemen 2. Analisis Efektivitas Biaya 3. Analisis Fisik  Tekstur  Warna 4. Analisis Kimia  Kadar air  Kadar abu  Kadar protein  Kadar lemak  Kadar karbohidrat  Kapasitas antioksidan  Kadar serat pangan 5. Analisis Sensori 6. Analisis Umur Simpan Penelitian Utama Produksi Tempe 5 Gambar 2 Diagram alir pembuatan tempe Direndam dalam air rebusan selama semalam Ditiriskan, didinginkan, dan dikeringkan dengan hembusan udara Direndam selama 2 jam Disortir dari pengotor Direbus T= 100 o C selama 30 menit Direbus T= 100 o C selama 30 menit Inokulasi dengan ragi Dicuci Dipisahkan dari kulit dan lembaga Dikupas kulitnya dan dibelah menjadi dua dengan mesin dehuller Dikemas dalam plastik yang telah dilubangi berjarak 2 cm x 2 cm Difermentasi pada suhu 30 C dan RH 80 selama 40 jam Kedelai Ragi Raprima 0.2 Kedelai bersih tanpa kulit Kedelai tak layak pakai dan non- kedelai Tempe 6 Rendemen Rendemen diukur dengan membandingkan berat tempe yang dihasilkan dengan total kedelai kering yang digunakan sebelum diberi perlakuan apapun. Hasil penimbangan kemudian dibandingkan dan dihitung. Hasil perhitungan yang diperoleh dinyatakan dalam satuan persen. Analisis Efektivitas Biaya Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan membandingkan total keuntungan yang dihasilkan dari penjualan tempe dengan total biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan tempe tersebut pada satuan berat yang sama. Total biaya merupakan gabungan dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap diperoleh dengan menjumlahkan biaya penyusutan peralatan setiap produksi, sedangkan biaya variabel diperoleh dengan menjumlahkan biaya komponen- komponen yang terkait langsung dengan produksi, seperti biaya bahan baku, tenaga kerja, listrik, dan bahan penolong lainnya. Analisis Tekstur dengan Penetrometer Pengukuran tekstur dengan penetrometer diawali dengan pemilihan probe yang sesuai, dalam penelitian ini digunakan probe jarum tanpa beban. Setelah probe dipasang, tombolclutchditekan untuk mengunci probe. Probe kemudian diturunkan hingga hampir menyentuh sampel dan tombol run ditekan. Setelah lima detik, pangkal besi diangkat dan skala yang tertera pada display dibaca. Hasil dinyatakan dalam kedalaman mm. Analisis Warna dengan Chromameter Mugendi et al. 2010 Setelah alat dihidupkan, dilakukan pengaturan indeks data dengan cara menekan tombol Index Set, lalu dilanjutkan dengan menekan tombol Scroll Bar dan Enter untuk mengaktifkan perintah pengukuran warna. Pengukuran warna dilanjutkan denganmendekatkan kamera pengukur warna sampel dan menekan tombol Target Color Set. Data hasil pengukuran warna L, a, dan b akan tercatat pada alat Paper Sheat.Nilai L menyatakan parameter kecerahan lightness yang mempunyai nilai dari 0 hitam sampai 100 putih.Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a positif dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a negatif dari 0--80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b positif dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b negatif dari 0--70 untuk warna biru. Kadar Air AOAC 2005 Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Penetapan kadar air diawali dengan pengeringan cawan alumunium pada suhu 105 o C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium tersebut dan dikeringkan dalam oven 7 pada suhu 105 o C selamalima jam lalu didinginkan dalam desikator, danditimbang sampai diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan. Kadar Abu AOAC 2005 Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105 o C selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2-3 gram sampel ditimbang di dalam cawan porselen tersebut. Selanjutnya cawan porselen berisi sampel dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 o C sampai pengabuan sempurna berat konstan. Setelah pengabuan selesai, cawan berisi contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar Protein Metode Kjeldahl AOAC 2005 Sebanyak 300 mg sampel ditimbang menggunakan neraca analitik. Selanjutnya sampel akan melalui tiga tahap, yaitu tahap digesti, destilasi, dan titrasi. Kadar Lemak Metode Soxhlet SNI 1992 Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebelum pengukuran kadar lemak, sampel dihidrolisis terlebih dahulu. Hasil hidrolisis kemudian dibungkus dengan selongsong dengan sumbat kapas dan dimasukan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet yang dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak.Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 4 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai bobot konstan. Kadar Karbohidrat Metode By Difference Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein. Kapasitas Antioksidan modifikasi Kubo et al. 2002 Analisis kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH Radical Scavenging Activity.Sebanyak 0.1 ml ekstrak pengenceran10x ditambah 2 ml buffer asetat dan divortex. Kemudian ditambah 3.75 ml metanol p.a. dan0.2 larutan DPPH 1 mM dalam pelarut metanol p.a. Campuran divortex dan didiamkan di ruang gelap selama 30 menit.Metanol disiapkan sebagai blanko tanpa ekstrak sampel.Kurva standar disiapkan dengan menggunakan asam askorbat dalam pelarut air dengan berbagai konsentrasi 0-200 mgl.Setelah 30 menit, absorbansi diukur pada panjang gelombang 517 nm. 8 Kadar Serat Pangan Metode Multienzim Asp et al. 1983 Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudianditambahkan buffer Na-phospat 0,1 M pH 6 dan diaduk agarterbentuk suspensi. Selanjutnya ditambahkan multienzim dengan pH dan suhu yang disesuaikan seperti suhu tubuh saat terjadi metabolisme.Residu serat pangan tak larut diperoleh dengan mencuci sampel dengan 2 x 10 ml etanol 95 dan 2 x 10 ml aseton.Sampel lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C, ditimbang,dan diabukan dengan tanur pada suhu 550°C selama 5 jam,didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.Adapun serat pangan larut diperoleh dengan mencuci filtrat dengan 2 x 10 mletanol 78, 2 x 10 ml etanol 95, dan 2 x 10 ml aseton. Selanjutnyafiltrat dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C ditimbang, dan diabukan dengan tanurpada suhu 550°C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator, danditimbang. Analisis Sensori Adawiyah dan Waysima 2009 Analisis sensori dilakukan dengan uji rating hedonik pada atribut warna, aroma, rasa, kenampakan, tekstur, dan secara keseluruhan. Sampel tempementah dan tempe yang telah digoreng disajikan di atas piring, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian. Skala yang digunakan adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka1, tidak suka2, agak tidak suka 3, netral 4, agak suka 5, suka 6, dan sangat suka 7. Panelis yang diambil responnya adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Analisis Umur Simpan Pengujian umur simpan tempe dilakukan dengan menggunakan uji penerimaan konsumen oleh 10 orang panelis terlatih. Tempe yang diuji disimpan pada suhu ruang 27 o C dan suhu rendah 4-7 o C. Uji penerimaan ini meliputi parameter warna, aroma, tekstur, kenampakan, dan keseluruhan atribut sensori overall. Penilaian dilakukan dengan 7 skala penilaian, yaitu sangat tidak suka 1, tidak suka 2, agak tidak suka 3, netral 4, agak suka 5, suka 6, dan sangat suka 7. Penilaian dilakukan hingga panelis memberikan nilai minimal 2.

2.4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan dan penelitian utama adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan dua kali ulangan.Faktor yang digunakan adalah varietas kedelai, yaitu Impor 1, Impor 2, Lokal 1, Lokal 2, dan Lokal 3. Model matematik RAL tersebut adalah sebagai berikut: Yij = μ + Ai + Σ ij Di mana: Yij = Nilai pengamatan respon karena perbedaan varietas kedelai 9 µ = Nilai rata-rata umum Ai = Pengaruh varietas kedelai Σ ij = Galat percobaan 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kedelai

Kedelai merupakan alternatif sumber protein yang berasaldari golongan kacang-kacangan yang berperan penting dalam penyediaan protein dan asam amino essensial bagi keseimbangan gizi pangan di desa maupun di kota.Kedelai banyak diolah menjadi produk pangan melalui proses fermentasi dengan bantuan beberapa kapang, antara lain Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer, R. arrhizus, Aspergilus oryzae, dan Mucor. Produk-produk hasil fermentasi ini dikenal terutama di kawasan Asia seperti Jepang, Cina, dan Indonesia. Di Indonesia, sebagian besar kedelai yang masuk diolah menjadi tempe. Impor 1 Impor 2 Lokal 1 Lokal 2 Lokal 3 Gambar 3 Kenampakan lima varietas kedelai Karakteristik Fisik Lima jenis kedelai yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing memiliki karakteristik fisik yang berbeda Gambar 3. Secara umum, kelima jenis kedelai yang digunakan memiliki panjang 7.66-8.65 mm, lebar 5.18-6.01 mm, tebal 6.36-7.13 mm, volume 125-167 mm 3 per biji, dan densitas kamba 0.70-0.73 gml Tabel 1. Kedelai Lokal 1 mempunyai lebar lebih besar dibandingkan kedelai Lokal 2 dan Lokal 3, serta sama dengan kedelai Impor 1 dan Impor 2. Kedelai Lokal 1 mempunyai tebal yang sama dengan kedelai Impor 1 dan Impor 2. Selain itu, uji statistik menunjukkan bahwa volume dan densitas kamba biji kedelai tidak berbeda nyata p0.05. Berat per 100 biji kedelai berkisar 14.65-19.53 gram Tabel 1. Kedelai lokal cenderung memiliki berat per 100 biji yang lebih rendah dibandingkan kedelai impor, kecuali kedelai Lokal 1. Berat per 100 biji kedelai dapat digunakan sebagai ukuran besar biji Yuwono et al. 1999. Menurut klasifikasi ukuran biji kedelai oleh Susanto dan Saneto 1994, ukuran kelima jenis kedelai yang 10 digunakan dalam penelitian ini tergolong besar, yaitu 13 g100 biji. Kedelai Lokal 1 memiliki ukuran yang paling besar diantara jenis kedelai yang lain. Tabel 1 Karakteristik fisik lima varietas kedelai Karakteristik Fisik Jenis kedelai Impor 1 Impor 2 Lokal 1 Lokal 2 Lokal 3 Dimensi biji Panjang mm 7.66±0.40 a 7.84±0.39 a 8.65±0.20 a 7.75±0.41 a 8.15±0.16 a Lebar mm 6.01±0.18 b 5.36±0.25 b 5.64±0.14 b 5.18±0.20 a 5.22±0.15 a Tebal mm 6.86±0.24 ab 6.58±0.39 ab 7.13±0.14 b 6.36±0.24 a 6.54±0.14 ab Volume mm3 142.5±15.0 a 150.0±11.5 a 167.0±5.0 a 125.0±5.8 a 140.0±8.1 a Densitas Kamba gml 0.72±0.02 a 0.70±0.01 a 0.72±0.01 a 0.73±0.01 a 0.70±0.00 a Berat per 100 biji g 17.52±0.10 c 17.57±0.21 c 19.53±0.37 d 14.65±0.29 a 15.73±0.32 b Impuritas 0.50±0.03 b 0.30±0.00 b 1.14±0.17 c 0.36±0.08 b 0.03±0.00 a Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata p0.05 Persen impuritas merupakan perbandingan antara pengotor non-kedelai dan kedelai yang layak digunakan sebagai bahan baku tempe. Kedelai yangmemiliki persen impuritas tertinggi adalah Lokal 1, sedangkan yang terendah adalah Lokal 3 Tabel 1. Perbedaan impuritas tersebut disebabkan oleh perbedaan pengotor dan umur panen kedelai. Pengotor yangditemukan antara lain berupa kerikil, ranting, kulit luar kedelai, jagung, serpihan kayu, dan lain-lain. Adapun umur panen kedelai berpengaruh terhadap kelayakan kedelai untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe. Umur panen kedelai yang tepat adalah antara 100-120 hari masa tanam kedelai Deptan 2008. Jika kurang dari 100 hari, maka kedelai masih berwarna hijau dan tidak layak digunakan sebagai bahan baku tempe dan dihitung sebagai pengotor. Setelah perebusan dan perendaman semalam, setiap jenis kedelai memiliki derajat pengembangan yang berbeda-beda, diukur dari peningkatan dimensi, volume dan densitas kamba Tabel 2. Perendaman kedelai yang telah direbus selama semalam dalam proses pembuatan tempe berfungsi untuk menurunkan pH kedelai sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan Babu et al. 2009. Perendaman selama semalam memberikan pengaruh yang nyata p0.05 terhadap kenaikan volume dan densitas kamba kedelai. Kedelai Lokal 1 hanya mengembang pada bagian panjang dan tebal saja, kedelai yang memiliki lebar paling besar adalah Impor 2. Secara umum, kelima jenis kedelai memiliki derajat pengembangan 214-280. Kedelai yang mengalami pengembangan paling besar hingga paling kecil berturut-turut adalah Lokal 2, Impor 2, Lokal 1, Impor 1, dan Lokal 3. Kedelai lokal 1 memiliki derajat pengembangan yang sama dengan kedelai Impor 2. Saat perendaman terjadi 11 penetrasi air ke dalam jaringan matriks biji sehingga biji mengalami pengembangan volume. Banyaknya air yang masuk ke dalam matriks biji dipengaruhi oleh lamanya waktu perendaman dan struktur matriks biji yang berbeda secara genetik Nout dan Kiers 2004. Secara umum, densitas kamba seluruh sampel mengalami penurunan setelah perendaman selama semalam. Tabel 2 Perubahan dimensi, volume, dan densitas kamba setelah perebusan dan perendaman biji kedelai selama semalam Parameter Jenis kedelai Impor 1 Impor 2 Lokal 1 Lokal 2 Lokal 3 Dimensi biji mm Panjang 11.87±0.37 a 11.83±0.43 a 13.52±0.43 c 12.51±0.88 b 12.81±0.44 b Lebar 6.01±0.23 b 6.49±0.28 c 5.99±0.22 b 5.46±0.21 a 5.53±0.16 a Tebal 7.53±0.16 a 7.80±0.44 ab 8.19±0.26 b 7.49±0.30 a 7.93±0.56 b Densitas kamba gml 0.62±0.00 ab 0.64±0.04 b 0.65±0.00 b 0.60±0.01 a 0.65±0.04 b Volume biji mm3 337.5±25.0 b 387.5±25.0 c 425.0±28.9 d 362.5±40.8 bc 300.0±0.0 a Derajat pengembangan 238.0±21.8 ab 258.9±17.9 bc 254.1±22.8 bc 280.4±34.0 c 214.8±12.6 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata p0.05. Komposisi Kimia Masing-masing kedelai memiliki komposisi kimia yang berbeda Tabel 3. Kelima jenis kedelai memiliki kadar air yang sangat berbeda nyata p0.01 dengan nilai yang bervariasi. Perbedaan kadar air kedelai dapat disebabkan oleh perbedaan proses penanganan, pengeringan, penyimpanan, dan distribusi kedelai oleh supplier. Namun, jika mengacu pada SNI 1995 kadar air kelima jenis kedelai tersebut masih memenuhi standar yaitu 13.Kadar air merupakan salah satu parameter penentu mutu dari kedelai, dimana semakin rendah kadar air kedelai maka semakin baik kualitas kedelai tersebut. Kadar abu menunjukkan adanya kandungan mineral dalam suatu bahan pangan, dimana semakin tinggi kadar abu suatu bahan maka semakin tinggi pula mineral yang terkandung di dalamnya. Kadar abu dari kelima jenis kedelai tersebut berkisar antara 5.27-6.33. Hasil analisis ragam menunjukkan varietas kedelai berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap kadar abu. Kedelai lokal 1 memiliki kadar abu yang lebih rendah dibandingkan kedelai Impor 1 dan Impor 2,