perkampungan warga, dsb. Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya RTH diklasifikasi
menjadi a bentuk RTH kawasan areal, non linear, dan b bentuk RTH jalur koridor,
linear, berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi
a RTH kawasan perdagangan, b RTH kawasan perindustrian, c RTH kawasan
permukiman, d RTH kawasan pertanian, dan e RTH kawasan-kawasan khusus,
seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah. Status kepemilikan RTH
diklasifikasikan menjadi a RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan
publik atau lahan yang dimiliki oleh peme- rintah pusat, daerah, dan b RTH privat
atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat LPL-IPB
2005.
a b
Gambar 1 Jenis RTH: a RTH alami, b RTH binaan
Bentuk RTH yang menyebar dan terdiri dari berbagai tingkatan vegetasi rumput,
semak, dan pohon dapat mengurangi kebisingan sebesar 6-30, debu sebesar
38-68 Irwan 1994. Purnomohadi 1995 mengkaji RTH mempunyai peran
dalam pengendalian pencemaran kualitas udara di DKI Jakarta, khususnya dalam
menekan emisi CO, NOx dan Pb melampaui baku mutu KepMenLH
021998 menekan emisi Pb sebesar 2 terhadap bobot emisi. Sehingga secara tidak
langsung kehadiran RTH lewat reduksi emisi gas seperti NOx termasuk gas rumah
kaca, yang mempunyai kemampuan menyerap panas 300 kali dibandingkan
dibandingkan CO2 akan mengurangi dampak pemanasan baik lokal, maupun
regional Effendy 2007.
Irwan 1994, mengemukakan peranan RTH dapat mengurangi kebisingan, yaitu
dengan menghalangi gelombang suara, dan juga menghalangi sumber suara. Jalur hijau
pepohonan yang tinggi dan padat yang dikombinasikan dengan semak, dan
digabungkan dengan permukaan halus lainnya, akan mengurangi kebisingan hingga
50. RTH juga dapat sebagai penahan angin dengan kriteria jenis tanaman diantaranya
daunnya tidak mudah gugur, batangnya kuat, perakaran dalam, tinggi dan cukup besar
sehingga dapat menghalangi intensitas cahaya matahari, serta RTH juga dapat
mengurangi peristiwa pencemaran udara seperti hujan asam, dan dapat dikatakan
sebagai sink melalui proses oksigenasi dan menghilangkan partikel gas serta bau di
atmosfer Purnomohadi 1995.
Moll 1997 merekomendasikan bahwa kota harus memiliki RTH dengan luasan
sekitar 40 dari luas totalnya atau setara dengan 20 pohon besar setiap 4000 m
2
, dan akan lebih efektif bila luasan RTH 40 dari
luasan kota.
2.2 Hubungan RTH dengan Suhu
Peningkatan suhu perkotaan merupakan fenomena pulau panas atau Urban Heat
Island UHI, fenomena ini merupakan terjadinya suhu rata-rata wilayah perkotaan
urban lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedesaan rural Effendy 2007.
Suhu permukaan sangat dipengaruhi oleh penutupan lahan, karena karakteristik
sifat emissivitas dan konduktifitas termalnya. Emissivitas adalah kemampuan
benda untuk menyerap radiasi dimana untuk setiap permukaan nilai emissivitas berbeda-
beda, bergantung dari kemampuan benda tersebut menyerap radiasi matahari. untuk
benda hitam black body emissivitas bernilai 1, untuk white body bernilai 0, dan
untuk benda-benda di alam bernilai 0.9-1.0 Handoko 1993, semakin besar nilai
emissivitas suatu penutupan lahan maka semakin besar daya serap radiasinya, untuk
vegetasi nilai emissivitasnya sebesar 0.96, untuk non vegetasi sebesar 0.92, dan badan
air sebesar 0.98 Weng 2001.
Konduktifitas termal adalah Jumlah aliran panas per satuan waktu dan luas fluks
panas, Wm
-2
tergantung dari sifat fisik medium yang dicerminkan Handoko 1993.
Untuk penutupan lahan seperti RTB mempunyai konduktifitas thermal yang
tinggi sehingga baik untuk menghantarkan panas, dan mengakibatkan suhu permukaan
yang tinggi, suhu permukaan akan mempengaruhi suhu udara melalui proses
konveksi ke lapisan udara diatasnya. RTH berkaitan erat dengan suhu udara yang
memberikan tingkat kenyamanan, menurut kajian Santosa 1998, suhu udara wilayah
Jakarta lebih tinggi 0.02 - 1.0
o
C dibandingkan wilayah pinggiran suburban
dan pedesaan rural. Fenomena terjadinya peningkatan suhu atau UHI salah satunya
disebabkan oleh terjadinya perubahan penutupan lahan atau berkurangnya RTH.
2.3 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu
objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji
Lillesand dan Kiefer 1997.
Terdapat empat komponen dasar pada sistem penginderaan jauh diantaranya
sumber energi, target, alur transmisi, dan sensor. Keempat komponen tersebut
bekerjasama mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh
objek yang dikaji.
Gambar 2 Komponen dasar pada sistem
penginderaan jauh Sumber energi yang dipakai pada
penginderaan jauh adalah matahari dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang
terdiri dari medan listrik dan medan magnet, gelombang yang sering digunakan dalam
sistem penginderaan jauh yaitu spektrum tampak 0.4-0.7 µm, infra merah pantulan,
inframerah termal, dan gelombang mikro Lillesand dan Kiefer 1997.
Energi berinteraksi dengan target melalui proses serapan absorpsi, pantulan
refleksi, dan hamburan scattering, dan meneruskan informasi dari target ke sensor.
Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi
elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses
menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian
diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya
berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan komputer dan
perangkat lunak pengolah citra.
Kualitas data penginderaan jauh ditentukan oleh karakteristik sistem sensor
yang ditunjukkan oleh resolusi, diantaranya resolusi spektral yaitu resolusi yang
berdasarkan pada bagian dari spektrum elektromagnetik yang diukur dan perbedaan
energi yang diamati, resolusi spasial yang didasarkan pada unit terkecil suatu objek
per piksel, dan resolusi temporal yaitu pengulangan pemotretan suatu citra.
Gambar 3 Proses Penginderaan Jauh Sumber : CCRSCCT
Penginderaan jauh untuk lingkungan hidup adalah penelitian mengenai interaksi
antara sistem alam di bumi menggunakan teknologi Penginderaan jauh. Berikut
merupakan beberapa keuntungan menggunakan teknik penginderaan jauh
diantaranya lebih luasnya ruang lingkup yang bisa dipelajari, lebih seringnya sesuatu
fenomena bisa diamati, dan dimungkinkannya penelitian di tempat-
tempat yang susah atau berbahaya untuk dijangkau manusia, sehingga peneliti dapat
tanpa kontak langsung menganalisis wilayah atau objek yang dikaji.
Pemanfaatan citra penginderaan jauh satelit pada umummnya yang paling banyak
digunakan di Indonesia adalah citra satelit LANDSAT. Citra satelit LANDSAT adalah
satelit penginderaan jauh untuk deteksi sumber daya alam yang beroperasi sejak
tahun 1972 dan tahap demi tahap kemampuan aplikasi terus ditingkatkan
sesuai dengan kebutuhan informasi sumber daya alam yang terus dituntut makin rinci
Suwargana, 2005.
Citra Landsat yang memiliki cakupan data yang luas 185 x 185 km, dapat dipakai
untuk kajian regional, memberikan informasi permukaan setiap 16 hari, serta
memiliki multi kanal termasuk kanal inframerah termal sehingga dapat
menghasilkan luaran beberapa parameter permukaan untuk sekali pengambilan data.
Terdapat dua jenis tipe LANDSAT diantaranya, LANDSAT TM Thematic
Mapper, yaitu satelit yang dapat digunakan untuk memantau sumberdaya alam, yang
pada awalnya digunakan dalam bidang geologi umum, namun berkembang pesat
dan dapat diaplikasi pada bidang selain geologi, sedangkan modifikasi dari
LANDSAT TM dengan seri baru yang dikeluarkan pada tahun 1999 hingga
sekarang yaitu LANDSAT ETM+ Enhanced Thematic Mapper Plus yang mempunyai 8
kanal dengan tambahan 1 kanal pankromatik Effendy, 2007.
Citra
LANDSAT TMETM+ memiliki masing-masing kanal yang dibedakan
berdasarkan sensor panjang gelombangnya. Kanal 1, 2, dan 3 merupakan kanal dengan
sensor panjang gelombang cahaya tampak. Kanal 4, 5, 6, dan 7 merupakan kanal
dengan sensor panjang gelombang inframerah dekat, inframerah tengah,
inframerah, dan inframerah jauh. Kanal 8 merupakan kanal dengan sensor panjang
gelombang cahaya tampak hanya hijau dan merah dan inframerah dekat. Kanal 1, 2, 3,
4, 5, dan 7 memiliki resolusi spasial 30 x 30 m, kanal 6 memiliki resolusi spasial 60 x 60
m, sedangkan kanal 8 memiliki resolusi spasial 15 x 15 m Lillesand dan Kiefer
1997. Kanal yang digunakan untuk
mengklasifikasi penutupan lahan pada penelitian ini yaitu kanal 5, 4, dan 2 atau
kanal RGB, kanal ini memiliki keunggulan dalam mendeteksi tanaman, membedakan
batas tanaman, daratan, awan, dan air. Dengan rentang nilai kanal 2 0.52 - 0.60
µm, kanal 4 0.76 - 0.90 µm, dan kanal 5 1.55 - 1.75 µm. Dan untuk analisis suhu
permukaan menggunakan kanal thermal yaitu kanal 6 dengan rentan panjang
gelombang 10.40 - 12.50 µm yang dapat mencari lokasi geothermal, mengukur
tingkat stres tanaman, kebakaran, kelembaban, dan gejala lain yang
berhubungan dengan panas Lillesand dan Kiefer 1997.
III. METODOLOGI