sebenarnya terhadap kondisi penutupan lahan yang akan dilakukan klasifikasi pada
citra yang diinterpretasi. Adapun terjun lapang harus memperhatikan wilayah mana
yang akan dilakukan kunjungan untuk pengecekan lapang. Wilayah yang dilakukan
pengecekan lapang yaitu wilayah yang terlihat kontras perbedaannya dari tahun
1992 ke tahun-tahun berikutnya, dengan mengetahui perbedaannya tingkat rona
kecerahan pada landsat, dan juga memastikannya menggunakan data historis
dari penduduk setempat sudah dapat diketahui kondisi lapang yang sebenarnya
pada tahun akuisisi tersebut.
Adapun wilayah yang dilakukan pengecekan yaitu wilayah yang mempunyai
perubahan besar pada RTH, RTB, dan badan air. Untuk pemekaran RTB yaitu pada
wilayah Jakarta timur, barat, dan selatan. Dimana pada wilayah Jakarta timur yaitu
pada wilayah pondok kopi yang dahulu merupakan kebun campuran perkampungan
pada tahun 1990-1998, sekarang telah menjadi pemukiman padat dan akses jalan
baru. Dan wilayah Jakarta selatan yaitu di tebet yang merupakan pemakaman dan
kebun campuran namun telah didirikan gedung apartemen dan pemukiman lainnya,
sedangkan untuk wilayah cibubur yang dahulunya merupakan perkampungan yang
terdiri dari berbagai kebun campuran sekarang menjadi kawasan perumahan elit
dan sentra pertokoan.
Untuk perubahan badan air dilakukan kunjungan ke wilayah utara yang mengalami
perubahan besar, yaitu wilayah pantai indah kapuk dan pluit terjadinya pengurukan rawa
dan air laut untuk pusat kawasan pemukiman elit dan sentra bisnis, sedangkan
untuk wilayah yang masih terdapat badan air yaitu sunter dengan waduk dan danaunya.
Tabel 1 Koordinat pengecekan lapang No S
E Nama
Tempat Keterangan
1 06
o
0543.9 106
o
4304.5 Kamal Muara
Pertambakan ikan 2 06
o
0645.1 106
o
4512.7 PIK, Pluit
Perubahan Badan air menjadi RTB Pengurukan Rawa dan air laut menjadi
pemukiman 3 06
o
1022.0 106
o
4354.0 Waduk Sunter
Badan air waduk buatan untuk rekreasi dan kawasan penyangga
4 06
o
0932.0 106
o
4541.5 Sunter Perubahan kebun campuran menjadi Jalan
tol dan pemukiman 5 06
o
1041.8 106
o
4932.2 Silang Monas
RTH Taman kota, Hutan kota, JHJ 6 06
o
1213.8 106
o
4841.3 Taman Suropati
Taman Kota 7 06
o
1341.8 106
o
5012.2 Taman Menteng Taman Kota
8 06
o
1436.8 106
o
5610.6 Tebet
Perubahan pemakaman menjadi RTB 9 06
o
1158.2 106
o
5537.8 Pondok Kopi
Perubahan kebun campuran menjadi pemukiman
10 06
o
1142.2 106
o
5438.1 Penggilingan Perubahan kebun campuran menjadi
pemukiman
4.3 Nilai RTH dari Citra Satelit
LANDSAT TMETM +
Untuk menentukan nilai luasan RTH pada LANDSAT hal yang harus dilakukan
yaitu pengklasifikasian penutupan lahan yang telah dijelaskan pada sub-bab
sebelumnya diperoleh tiga jenis tipe penutupan lahan diantaranya RTH, RTB,
dan Badan air.
Berikut merupakan hasil klasifikasi dari LANDSAT yang dibagi menjadi tiga jenis
penutupan lahan di DKI Jakarta, sebagai berikut,
Tabel 2 Luasan wilayah klasifikasi lahan
LANDSAT DKI Jakarta ha Tahun RTH
Lahan Terbangun
Badan air
1992 28002.4 36290.4 2046.7 1997 21283.3 43904.7 1151.9
1999 19735.2 45280.3 1324.4 2000 18191.3 46844.8 1303.8
2001 17462.8 47163.5 1713.6 2004 14905.5 49573.0 1861.4
2006 12778.3 51616.1 1945.5
Tabel 3 Luasan wilayah klasifikasi lahan LANDSAT DKI Jakarta
Tahun RTH Lahan
Terbangun Badan
air 1992 42.2 54.7
3.1 1997 32.1 66.2
1.7 1999 29.7 68.3
2.0 2000 27.4 70.6
2.0 2001 26.3 71.1
2.6 2004 22.5 74.7
2.8 2006 19.3 77.8
2.9
Gambar 8 Dinamika tutupan lahan DKI Jakarta
Luasan wilayah DKI Jakarta yang diperoleh dari pengolahan LANDSAT yaitu
sebesar 663.4 km2, hal ini sedikit berbeda dengan luasan wilayah sesuai dengan
Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun 1989, karena luasan cropping pada
LANDSAT sedikit lebih melebar, sehingga luasannya terakumulasi.
Dari perolehan klasifikasi LANDSAT, nilai diatas menunjukkan, luasan RTH terus
mengalami penurunan dari tahun 1992 hingga tahun 2006, yaitu dari 28002.4 Ha
menjadi 12778.3 Ha, Hal ini menjelaskan bahwa, wilayah Jakarta mengalami
pengurangan RTH sebesar 15224.1 Ha atau sebesar 22.9 dari luasan total wilayah
Jakarta. Dan sebaliknya, luasan lahan terbangun semakin meningkat dari tahun
1992 hingga tahun 2006, yaitu dari 36290.4 Ha menjadi 51616.1 Ha, yang berarti lahan
terbangun mengalami peningkatan sebesar 15325.6 Ha atau sebesar 23.1 dari luasan
total wilayah Jakarta.
a b
c Gambar 9 Tiga jenis bentuk penutupan lahan di wilayah DKI Jakarta: a RTH lokasi : Taman
Suropati, b Lahan terbangun lokasi : Kota Jakarta c Badan air lokasi: Waduk Sunter.
Perubahan yang terjadi di DKI Jakarta pada periode tahun 1992 s.d tahun 2006
diantaranya Urban atau penambahan RTB yang terjadi melalui pemekaran pemukiman
yang semakin bertambah ke wilayah Jakarta timur, Barat, dan Selatan, distribusinya
terlihat pada Gambar 10 s.d gambar 16 terutama sekitar perbatasan Bekasi,
Tanggerang dan Bogor. Untuk perubahan RTH terlihat perbedaan yang cukup
mencolok dari tahun 1992 ke tahun 1997 dst. Terlihat warna hijau masih cukup luas
pada tahun 1992 namun sudah berkurang menjadi warna bekas RTH menjadi merah,
hal ini hampir di seluruh wilayah DKI Jakarta banyak mengalami perubahan
menjadi urban, terutama wilayah Jakarta Pusat dan Utara keberadaan RTH semakin
sedikit. Untuk Badan air seperti danau, sungai, rawa yang merupakan daerah
penyangga air nampak semakin kritis kondisinya, lingkungannya sudah tercemar,
dan sungai yang melewati kota semakin kotor, sehingga sering terjadi genangan air
terutama di wilayah sekitar bantaran sungai dan sekitar muara sungai akibat proses
sedimentasi endapan lumpur akibat sampahlimbah, sedangkan untuk danau dan
rawa semakin berkurang karena semakin bertambahnya bangunan yang diperuntukkan
untuk pemukiman yang secara besar-besaran terjadi pada wilayah Jakarta utara yaitu
daerah sunter, pulo mas, pluit dan pantai indah kapuk dimana rawa dan danau diuruk
menjadi pemukiman. Dan pada tahun 2006, terdapatnya sedikit penambahan badan air
dikarenakan dibangunnya beberapa banjir kanal dibeberapa wilayah.
Gambar 10
Klasifikasi lahan citra LANDSAT TMETM+ Tahun
1992 DKI Jakarta.
Gambar 11
Klasifikasi lahan citra LANDSAT TMETM+ Tahun
1997 DKI Jakarta. Gambar
12 Klasifikasi lahan citra
LANDSAT TMETM+ Tahun 1999 DKI Jakarta.
Gambar 13 Klasifikasi lahan citra LANDSAT TMETM+ Tahun 2000 DKI
Jakarta
Gambar 14
Klasifikasi lahan citra LANDSAT TMETM+ Tahun
2001 DKI Jakarta.
Gambar 15
Klasifikasi lahan citra LANDSAT TMETM+ Tahun
2004 DKI Jakarta.
Gambar 16 Klasifikasi lahan citra LANDSAT TMETM+ Tahun 2006 DKI
Jakarta. Luasan RTH pada tahun 1992 sebesar
42.2 Tabel 3, hal ini menunjukkan wilayah DKI Jakarta pada tahun tersebut
masih dinyatakan layak, karena Moll 1997 merekomendasikan bahwa suatu kota akan
lebih efektif bila luasan RTH 40 dari luasan kota. Namun luasan RTH sebesar
42.2 di Jakarta, tidak mewakili wilayah- wilayah lainnya di bagian kotamadya
Jakarta. Hal ini dikarenakan pada umumya wilayah yang mengalami pembangunan
pesat yaitu wilayah pusat, hampir di wilayah tersebut sangat sedikit luasan RTH, bahkan
dari tahun 1992 wilayah Jakarta pusat sudah dipadati oleh pemukiman dan bangunan
dibandingkan dengan wilayah jakarta lainnya.
Seperti yang tercatat pada Dinas Tata Ruang 2006, Luasan RTH yang paling
sedikit yaitu terdapat pada wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, luasnya berturut-
turut sebesar 5.6 dan 3.0 dari luasan total wilayah kotamadya tersebut, sedangkan
untuk wilayah Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat masih memiliki luasan
RTH yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah Jakarta Pusat dan Selatan, yaitu
berturut-turut sebesar 12.0 , 16.9 , dan 13.4 , seperti pada tabel berikut,
Tabel 4 Luasan wilayah DKI Jakarta tahun
2006 Wilayah RTH
Lahan terbangun
Badan air
Pusat 5.6 92.1 2.2
Selatan 3.0 95.3 1.6 Timur 12.0 85.9 2.0
Utara 16.9 76.6 6.3
Barat 13.4 84.5 1.9
Sumber : Dinas Tata Ruang 2006 Dinamika penutupan lahan Jakarta
digambarkan pada Gambar 8, dimana grafik RTH semakin menunjukkan penurunan dan
Grafik Lahan terbangun semakin menunjukkan peningkatan secara signifikan.
Hal ini merupakan kebutuhan pembangunan suatu ibukota yang semakin meningkat
setiap tahunnya untuk mengikuti tren perkembangan zaman. Suatu wilayah
perkotaan menjadi wilayah yang semakin maju dan berkembang, disamping itu
padatnya lahan dan area pemukiman disebabkan karena meningkatnya akan
permintaan lahan bagi penduduk untuk menempati wilayah. Walaupun terdapat
penambahan beberapa RTH di beberapa wilayah di Jakarta, tetapi penambahan
tersebut tidak berpengaruh, hal ini dikarenakan, luasan penambahan lahan
terbangun lebih besar dibandingkan dengan luasan penambahan RTH. Hal ini telah
diupayakan oleh pemerintah dalam menata pembangunan tatakota yang lebih nyaman,
yaitu dengan dibangunnya beberapa RTH pada suatu wilayah tertentu oleh Dinas tata
ruang Jakarta seperti taman kota atau hutan kota, namun penambahan luasan RTH
tersebut belum memenuhi syarat dan kriteria luasan kenyamanan suatu kota yang efektif
yaitu pengadaan RTH sebesar 40 dari luasan total suatu kota tersebut Moll 1997.
4.4 Nilai Suhu Permukaan dari Citra LANDSAT TMETM