2.3.2. Sumber-sumber Biodiesel
Soerawidjaja 2005 menyebutkan adanya 50 spesies tanaman di Indonesia yang bisa menghasilkan biodiesel, contoh yang popular adalah sawit, kelapa, jarak pagar,
kapok atau randu. Pada negara berkembang, biodiesel diperoleh dari kacang kedelai, lobak,bunga
matahari, kacang tanah dan sebagainya. Diantara jenis sumber minyak nabati, ha- rusnya minyak yang tidak dapat dimakan cocok untuk menghasilkan biodiesel, karena
minyak yang dapat dimakan laku dijual dan mahal untuk dijadikan bahan bakar alternatif. Salah satu sumber minyak yang tidak dapat dimakan, jatropha curcas
diidentifikasi sebagai sumber biodiesel yang berpotensi dan dapat dibandingkan dengan sumber yang lain dimana memiliki keuntungan diantaranya pertumbuhannya
cepat, produksi tinggi, cocok untuk daerah tropis maupun sub tropis http:www- .Iptek.co.id Mengenal Biodiesel: Karakteristik, Produksi hingga Performansi Mesin1
Minyak jarak pagar diharapkan menjadi minyak atau lemak non-pangan sebagai bahan baku utama pembuatan biodiesel. Hambatan utama yang dihadapi dalam
pengembangan biodiesel dari minyak jarak pagar adalah ketersediaan bahan baku yang masih sangat rendah, mengingat perkebunannya baru dikembangkan. Syah,andi.
2006 Salah satu cara untuk mengurangi biaya produksi biodiesel yaitu dengan
menggunakan minyak yang tidak bisa makan, yang cenderung sangat murah dibandingkan minyak tumbuhan yang dapat dimakan Mittelbach,M,2004
2.3.3. Keunggulan dan Kelemahan Biodiesel
Biodiesel mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi.Biodiesel diproses berdasarkan reaksi kimia yang disebut
dengan transesterifikasi Syah, Andi, 2006. Biodiesel merupakan bahan bakar ideal untuk industri transportasi karena dapat
digunakan pada berbagai mesin diesel, termasuk mesin-mesin pertanian. Hu, dkk 2005 menemukan bahwa unrefined biodiesel memiliki sifat pe-
lumasan yang lebih baik dibandingkan refined biodiesel. Dari analisis efek senyawa penyusun terhadap sifat pelumasan bahan bakar, Hu dkk 2005 menyimpulkan bahwa
ester metil dan monogliserida adalah dua komponen yang paling berpengaruh terhadap sifat pelumasan biodiesel secara signifikan.
Januardo Purba : Pembuatan dan Karakterisasi Metil Ester Asam Lemak Minyak Jarak Pagar yang Digunakan…, 2007 USU Repository © 2008
Penggunaan biodiesel sebagai aditif pelumasan pada solar berkdar sulfur rendah memiliki keuntungan dibandingkan dengan aditif lain, karena biodiesel sekaligus
merupakan bahan bakar mesin diesel Dua ahli bahan bakar hayati dari Departemen Pertanian Amerika Serikat,
Gerhard Knothe dan Robert O. Dunn, di dalam tinjauan komprehensif berjudul “Biofuels derived from vegetable oils and fats” 2001 mengemukakan, dua aldehid
yang paling banyak terdapat dalam emisi gas buang mesin diesel berbahan bakar SVO adalah formaldehid dan akrolein propenal.
Zat yang disebut terakhir ini jauh lebih berbahaya dibanding formaldehid dan diduga terbentuk dari dekomposisi gugus gliserol dalam SVO. Kebanyakan ahli bahan
bakar hayati berpendapat sama, dampak negatif penggunaan SVO sebagai bahan ba- kar di dalam mesin diesel tersebut di atas disebabkan tiga faktor, yaitu SVO memiliki
kekentalan viskositas yang jauh lebih besar dari minyak dieselsolar. Pompa peng- injeksi bahan bakar di dalam mesin diesel tak mampu melakukan pengabutan atomi-
zation yang baik saat SVO disemprotkan ke ruang pembakaran. Kebanyakan SVO memiliki angka setana cetane rating yang rendah, yaitu 32 – 40. Angka setana ada-
lah tolok ukur kemudahan menyalaterbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel. Persyaratan angka setana solar di Indonesia sekarang minimal 45, sedangkan di
negara-negara maju lebih tinggi lagi, minimal 50. Zat-zat penyusun SVO, yaitu trigli- serida adalah zat-zat berberat molekul besar, sehingga jika terpanaskan tanpa kontak
dengan udara oksigen akan mengalami perengkahan cracking menjadi aneka mole- kul kecil, semisal formaldehid dan akrolein.
Ada dua cara alternatif yang bisa ditempuh untuk mengatasi hambatan-hambatan terhadap pemanfaatan SVO sebagai bahan bakar mesin diesel yang telah diuraikan di
atas. Kedua cara tersebut adalah ; 1.
Memodifikasi mengubah mesin diesel agar dapat menggunakan langsung SVO sebagai bahan bakar kata straight pada istilah SVO
sebenarnya adalah sinonim dari unmodified. 2.
Memodifikasi SVO atau minyak lemak agar sesuai dengan persyaratan bahan bakar mesin-mesin diesel yang lazim sudah banyak
tersedia. Modifikasi ini bertujuan mengubah minyak-lemak menjadi bahan bakar yang
berberat molekul lebih kecil, kekentalannya hampir sama dengan minyak dieselsolar,
Januardo Purba : Pembuatan dan Karakterisasi Metil Ester Asam Lemak Minyak Jarak Pagar yang Digunakan…, 2007 USU Repository © 2008
dan berangka setana besar http:www.Iptek.co.id Mengenal Biodiesel: Karakteristik, Produksi hingga Performansi Mesin 3.
2.3.4.Karakteristik Umum Biodiesel
A. Bilangan Iodine
Bilangan iodine didefenisikan sebagai jumlah garam iodin yang diserap oleh 1 gram minyak. Metode penentuan bilangan iodine dilakukan dengan metode Wijs
Apriyantono et al, 1989. Bilangan Iodine pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa
penyusun biodiesel. Di satu sisi, keberadaan senyawa lemak tak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada temperatur rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh
Melting point yang lebih rendah Knothe, 2005. Sehingga berkorelasi pada cloud point dan pour point yang juga rendah.
Namun disisi lain, banyaknya senyawa lemak tak jenuh dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen diatmosfer dan bisa ter-
polimerisasi membentuk material serupa plastik Azam et al,2005 Oleh karena itu, terdapat terdapat batasan maksimal harga iodine yang
diperbolehkan untuk biodiesel, yakni 115 berdasarkan standart eropa EN 14214. Disamping itu, konsentrasi asam linolenit dan asam yang memiliki 4 ikatan ganda
masing-masing tidak boleh melebihi 12 dan 1 azam et al,2005. Sebuah penelitian yang dilakukan di Mercedez-Benz menunjukkan bahwa
bilangan iodine lebih dari 115 tidak bisa digunakan pada kendaraan diesel karena menyebabkan deposit karbon yang berlebihan www.ec.gc.ca.
B. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah pengukuran asam mineral dan asam lemak bebas yang terdapat dalam sampel bahan bakar. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah
miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak Apriyantono et al, 1989.
Januardo Purba : Pembuatan dan Karakterisasi Metil Ester Asam Lemak Minyak Jarak Pagar yang Digunakan…, 2007 USU Repository © 2008
C. Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk
mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan un-tuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena mempeng-aruhi
kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pa-da viskositas tekanan injeksi serta ukuran lubang injektor.
Pada umumnya ,bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah dapat mengalir dan teratomisasi. Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat mem-
butuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula Shreve, 1956. Cara pengukuran besarnya viskositas adalah bergantung pada alat viskosimeter
yang digunakan, dan hasilnya besar viskositas yang didapat harus dibubuhkan nama viskosimeter yang digunakan serta temperatur minyak pada saat pengukuran
Pertamina, 2003..
D. Flash point
Titik nyala adalah sesuatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar minyak dimana akan timbul pernyalaan api sesaat, apabila pada permukaan
minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Titik nyala ini diperlukan sehubungan dengan adanya pertimbangan
pertimbangan mengenai keamanan safety dari penimbunan minyak dan pengangkutan bahan baker minyak terhadap bahaya kebakaran. Titik nyala ini tidak
mempunyai pengaruh yang besar dalam persyaratan pemakaian bahan bakar minyak
untuk mesin diesel atau ketel uap Pertamina, 2003.
E. Berat jenis
Berat jenis BJ adalah perbandingan berat dari volume sampel minyak dengan berat air yang volumenya sama pada suhu tertentu 25
C Apriyantono et al, 1989. Penggunaan spesifik gravity adalah untuk mengukur beratmassa minyak bila
volumenya telah diketahui. Bahan bakar minyak pada umumnya mempunyai spesifik gravity antara 0,74-0,94. Dengan kata lain bahan bakar minyak lebih ringan daripada
air Pertamina, 2003
Januardo Purba : Pembuatan dan Karakterisasi Metil Ester Asam Lemak Minyak Jarak Pagar yang Digunakan…, 2007 USU Repository © 2008
F. Angka Setana
Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri auto ignition. Skala untuk angka setana biasanya menggunakan referensi berupa
campuran antara normal setana C
16
H
34
dengan alpha methyl naphthalene C
10
H
7
CH
3
atau dengan heptamethyl-nonane C
16
H
34
. Normal setana memiliki angka setana 100, alpha methyl naphtalene memiliki angka setana 0, dan heptamethylnonane
memiliki angka setana 15. Angka setana suatu bahan bakar biasanya didefinisikan sebagai persentase volume dari normal setana dengan campurannya tersebut.
Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya angka setana rendah menunjukkan
bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana yang tinggi dapat mencegah
terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi
Shreve, 1956.
2.3.5. Standar Mutu Biodiesel