Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
membayangkan betapa parah dan mematikannya cedera yang didera korban. Kelima, gangguan psikis haruslah merupakan gangguan psikis serius.
B. Ganti Rugi di dalam KUHPerdata
Belakangan ini cukup banyak aksi ganti rugi warga masyarakat terhadap pemerintah, karena dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum onrechtmatige
overheids daad. Makin maraknya gugatan terhadap pemerintah itu menandakan adanya kesadaran hukum warga masyarakat akan haknya dan keberanian untuk
menggapai keadilan melalui saluran hukum yang berlaku. Pejabat pemerintah yang digugat di pengadilan, tidak perlu menganggap sebagai tamparan yang merongrong
kewibawaannya, tapi sebagai peringatan agar senantiasa berhati-hati dalam melaksanakan tugas.
Perbuatan melanggar hukum yang dijadikan dasar menuntut ganti rugi pada umumnya disebutkan dalam pasal 1365 Kitab Undang-undang HukumPerdata
KUHPerdata, yang merupakan duplikasi pasal 1401 BW Belanda. Untuk memahami konsepsi perbuatan melanggar hukum itu hakim di Indonesia mengikuti paham
yang dianut di negeri Belanda, dimana sejak tahun 1919 hingga kini berpegang pada putusan Hoge Raad 31 Januari 1919 yang dikenal dengan arrest drukker. Menurut
arrest tersebut, perbuatan melanggar hukum tidak lagi ditafsirkan secara sempit sebagai perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang saja, tetapi juga
perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat sendiri, atau bertentangan dengan kesusilaan atau kepatutan dalam masyarakat, baik terhadap diri
maupun barang orang lain
25
25
Riduan Syahrani, Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa, diakses dari situs :
.
http:www.hukumonline.com , tanggal 4 April 2006.
Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Khusus mengenai perbuatan melanggar hukum oleh penguasa, dunia peradilan di Belanda sempat menganut ajaran yang membedakan antara perbuatan
penguasa di bidang hukum publik dan hukum privat. Sehingga aksi ganti rugi karena kelalaian penguasa dalam melaksanakan tugasnya di bidang hukum publik dinyatakan
tidak dapat diterima niet onvankelijk verklaard. Tetapi sejak putusan Hoge Raad 21 November 1924 yang masyhur dengan
sebutan Ostermann arrest, ajaran yang memilah perbuatan penguasa tidak dipakai lagi. Hoge Raad di Belanda menganut asas pertanggungan jawab negara, tanpa
membedakan perbuatan melanggar hukum privat atau hukum publik. Sama seperti warga biasa yang melanggar hukum pidana. Atas dasar itulah Hoge Raad
membenarkan tuntutan ganti rugi Ostermann seorang pedagang yang gagal mengekspor barang dagangannya karena izin untuk itu tidak diberikan oleh pejabat
bea dan cukai di Amsterdam. Padahal, izin ekspor tersebut tidak diberikan bukan berdasarkan undang-undang, tetapi sebaliknya bertentangan dengan undang-undang.
Jadi penguasa dalam kasus ini disalahkan karena tidak melaksanakan kewajiban hukum publik-nya sendiri
26
Jika kelalaian penguasa dalam melaksanakan tugas di bidang hukum publik tidak dinyatakan sebagai perbuatan melanggar hukum, dan karenanya tidak dapat
dituntut membayar ganti rugi berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, maka hukum akan kehilangan fungsinya yang ideal, sebagai sarana untuk memotivasi penguasa agar
dapat melakukan peran yang seharusnya. Dalam kaitan itu, tidak mustahil akan banyak warga masyarakat yang menderita kerugian karena kelalaian penguasa dalam
melaksanakan tugasnya, tanpa dapat menuntut kompensasi melalui pengadilan. Dan itu, jelas tidak sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
.
26
Ibid, hal. 3
Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Dengan demikian, putusan pengadilan dalam kasus lubang riol di Medan tadi sepatutnya dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam mengadili kasus-kasus yang
substansinya sama. Namun bukan berarti setiap tuntutan ganti rugi terhadap pemerintah -karena dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum niscaya
dikabulkan. Bagaimanapun, dapat atau tidaknya tuntutan ganti rugi tersebut dikabulkan, masih harus dipertimbangkan perhitungannya dan kasualitasnya secara
kasuistis, agar putusan yang diberikan betul-betul mencerminkan rasa keadilan
27
27
Ibid, hal. 4
.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Ganti Rugi adalah pembayaran sejumlah uang kepada orang atau badan hukum perdata atas beban Badan Tata Usaha Negara berdasarkan putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara karena adanya kerugian materiil yang diderita oleh penggugat.
2. Kompensasi adalah pembayaran sejumlah uang kepada orang atas beban Badan Tata Usaha Negara oleh karena putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di bidang
kepegawaian tidak dapat atau tidak sempurna dilaksanakan oleh Badan Tata Usaha Negara.
BAB II GANTI RUGI
Pasal 2
Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
1 Ganti Rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha Negara Pusat, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN.
2 Ganti Rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha Negara Daerah, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD.
Pasal 3
1 Besarnya ganti rugi yang dapat diperoleh penggugat paling sedikit Rp. 250.000,- dua ratus lima puluh ribu rupiah, dan paling banyak Rp. 5.000.000,- lima juta
rupiah, dengan memperhatikan keadaan yang nyata.
2 Ganti rugi yang telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara jumlahnya tetap dan tidak berubah sekalipun ada tenggang waktu antara tanggal
ditetapkannya putusan tersebut dengan waktu pembayaran ganti rugi.
Pasal 4
1 Tata cara pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
2 Tata cara pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 5
Pelaksanaan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 dilakukan oleh masing-masing pimpinan Badan yang bersangkutan.
Pasal 6
Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
1 Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berisikan kewajiban pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikirimkan kepada para pihak oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara yang menetapkan putusan, paling lama dalam jangka waktu 3 tiga hari setelah putusan tersebut ditetapkan.
2 Apabila putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau oleh Mahkamah Agung, maka putusan
tersebut dikirimkan pula kepada Pengadilan Tata Usaha Negara tingkat pertama.
Pasal 7
1 Permintaan pelaksanaan putusan Pengadilan, diajukan oleh pihak yang bersangkutan kepada Badan Tata Usaha Negara dalam jangka waktu paling
lambat 30 tiga puluh hari sejak tanggal penerimaan salinan putusan Pengadilan.
3 Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 disampaikan melalui surat tercatat dalam tenggang waktu 30 tiga puluh hari sejak tanggal penerimaan
permintaan tersebut.
Pasal 8
Apabila pembayaran ganti rugi tidak dapat dilaksanakan oleh Badan Tata Usaha Negara dalam tahun anggaran yang sedang berjalan, maka pembayaran ganti rugi
dimasukkan dan dilaksanakan dalam tahun anggaran berikutnya.
Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN INSTRUMEN
GUGATAN CLASS ACTION DALAM PROSES GANTI RUGI KASUS-KASUS KORUPSI DI INDONESIA
E. Gugatan Class Action Untuk Kasus-Kasus Korupsi
Tentunya kita masih ingat, ketika 15 orang warga yang mengatasnamakan seluruh warga DKI Jakarta melakukan gugatan class action kepada Presiden RI,
Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat akibat banjir yang melanda Jakarta. Atau perkara gugatan class action sembilan konsumen elpiji se-Jabotabek kepada
Pertamina atas kenaikan harga elpiji. Di Bogor, masyarakat melakukan gugatan class action atas penggalian situs Batu Tulis. Gugatan class action juga pernah dilakukan
atas pembangunan “Sport Mall” di Kelapa Gading. Kasus terbaru adalah gugatan Class Action dari beberapa orang yang mengatasnamakan rakyat Indonesia atas
kenaikan harga BBM
28
Gugatan Class Action di Indonesia sudah dimulai pada 1987 dalam Kasus RO Tambunan melawan Bentoel Remaja, Perusahaan Iklan, dan Radio Swasta Niaga
Prambors yang diajukan di PN Jakarta Pusat dan gugatan Class Action yang diajukan oleh Mochtar Pakpahan melawan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1988 dalam kasus
. Tujuannya untuk memperjuangkan kepentingan para penggugat itu sendiri dan
sekaligus mewakili kepentingan puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan orang lain yang mengalami penderitaan atau kerugian yang sama Kelebihannya, gugatan class
action ini menjadikan proses berperkara lebih efisien, biaya lebih ekonomis, mencegah pengulangan proses perkara dan mencegah putusan-putusan yang berbeda
atau putusan yang tidak konsisten.
28
Sudaryatmo, Op.cit, hal. 17.