Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN INSTRUMEN
GUGATAN CLASS ACTION DALAM PROSES GANTI RUGI KASUS-KASUS KORUPSI DI INDONESIA
E. Gugatan Class Action Untuk Kasus-Kasus Korupsi
Tentunya kita masih ingat, ketika 15 orang warga yang mengatasnamakan seluruh warga DKI Jakarta melakukan gugatan class action kepada Presiden RI,
Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat akibat banjir yang melanda Jakarta. Atau perkara gugatan class action sembilan konsumen elpiji se-Jabotabek kepada
Pertamina atas kenaikan harga elpiji. Di Bogor, masyarakat melakukan gugatan class action atas penggalian situs Batu Tulis. Gugatan class action juga pernah dilakukan
atas pembangunan “Sport Mall” di Kelapa Gading. Kasus terbaru adalah gugatan Class Action dari beberapa orang yang mengatasnamakan rakyat Indonesia atas
kenaikan harga BBM
28
Gugatan Class Action di Indonesia sudah dimulai pada 1987 dalam Kasus RO Tambunan melawan Bentoel Remaja, Perusahaan Iklan, dan Radio Swasta Niaga
Prambors yang diajukan di PN Jakarta Pusat dan gugatan Class Action yang diajukan oleh Mochtar Pakpahan melawan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1988 dalam kasus
. Tujuannya untuk memperjuangkan kepentingan para penggugat itu sendiri dan
sekaligus mewakili kepentingan puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan orang lain yang mengalami penderitaan atau kerugian yang sama Kelebihannya, gugatan class
action ini menjadikan proses berperkara lebih efisien, biaya lebih ekonomis, mencegah pengulangan proses perkara dan mencegah putusan-putusan yang berbeda
atau putusan yang tidak konsisten.
28
Sudaryatmo, Op.cit, hal. 17.
Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Demam Berdarah. Namun karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Class Action, kedua kasus tersebut ditolak oleh hakim.
Untuk kasus korupsi, baik dalam UU No. 28 tahun 1999 maupun UU No 31 Tahun 1999, meski bersifat limitatif telah memberikan peluang terlibatnya peran serta
masyarakat atau partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindaka pidana korupsi. Kedua undang-undang anti KKN tersebut tidak secara rinci
menerangkan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan sama sekali tidak mengatur tentang keterlibatan masyarakat atau organisasi
masyarakatLSM untuk mengajukan Class Action ataupun Legal Standing dalam kasus-kasus korupsi. Kasus-kasus korupsi seperti dalam perkara Jamsostek, Kasus
Bulog, Kasus penyalahgunaan dana JPS sangat potensial untuk diajukan melalui gugatan Class Action. Setidaknya ada 4 empat alasan yang dapat memperkuat
argumen bahwa Class Action dalam kasus korupsi dapat digunakan, yaitu
29
1. Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa extra ordinary crime sehingga penangulangannya pun harus menggunakan cara-cara yang luar biasa pula.
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sedemikian sistematik dan meluas, terjadi hampir disemua lingkungan yudikatif, eksekutif dan legislatif. Bukan hanya
merupakan ancaman dan serangan yang merugikan keuangan negara, akan tetapi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara
luas. Sehingga korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan, sebagai kejahatan luar biasa extra-ordinary crimes. Cara–cara
pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan pendekatan yang “konvensional” :
29
Kadir Mappong, Prosedur Pengajuan Gugatan Perwakilan Classs Action dan Kaitannya dengan Hukum Acara Perdata, bahan makalah Seminar Sehari : Meningkatkan Peran Serta
Masyarakat dalam Rangka Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Negara Melalui PERMA No. 12002, Oktober 2002, hal. 5.
Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
terbukti tidak berhasil dan mengecewakan. Penerapan Class Action terhadap kasus-kasus korupsi merupakan salah satu cara yang luar biasa dan khusus dalam
penanggulangan korupsi. 2. Beberapa kasus korupsi memenuhi syarat-syarat diajukannya class action. Dalam
pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2002 menyebutkan suatu gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan cara Class Action apabila jumlah anggota kelompok
sedemikan banyak sehingga tidaklahefektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-diri dalam satu gugatan, terdapat kesamaan fakta peristiwa dan
kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat subtansial serta adanya kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok.
3. Class Action telah diterima dalam aturan hukum di Indonesia. Saat ini di Indonesia telah memiliki 4 empat aturan hukum yang mengatur mengenai Class
Action, yaitu UU Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU tentang Perlindungan Konsumen, UU tentang Jasa Konstruksi dan UU tentang Kehutanan. Keberadaan
para wakil kelas yang memiliki kepentingan dan kedudukan hukum untuk mewakili anggota kelas yang jumlahnya besar dalam memperjuangkan hak-
haknya dalam praktik peradilan di Indonesia telah diakui dalam berbagaai putusan pengadilan, seperti Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara
Nomor. 50Pdt.G2000PN. JKT.PST mengenai keterwakilan 139 tukang becak atas 5000 orang beacak lainnya di Jakarta, Putusana Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat dalam perkara Nomor. 550Pdt.G2000PN. JKT.PST mengenai keterwakilan 9 orang konsumen LPG atas 200.000 konsumen LPG se-Jabotabek,
Putusan Pengadilan Negeri Pekan 3 Baru dalam perkara Nomor. 32Pdt.G2000PN. PBR mengenai keterwakilan Firdaus Basyir, SH atas 600.000
warga Riau yang terkena dampak Lab Clearing dengan pembakaran di Riau dan
Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
yang terakhir Putusana Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara Nomor. 493Pdt.G2001PN. JKT.PST, yaitu keterwakilan 8 masyarakat miskin kota
mewakili komunitas masyarakat miskin kota dari unsur pengemudi becak, pengamen, dan penghuni pemukiman miskin.
Gugatan Class Action untuk kasus korupsi sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2000 oleh Ali Sugondo dkk melawan 18 Anggota DPRD Jawa Timur Perkara
No. 593Pdt.G2000PN.SBY. Ali Sugondo dkk mengatasnamakan 34 juta wajib pajak warga Jawa Timur menggugat 18 orang anggota Komisi B DPRD yang
melakukan perjalanan studi banding ke Singapura dan Thailand dengan menggunakan dana dari APBD Jawa Timur. Penggugat menilai , sebagai wajib pajak masyarakat
merasa dirugikan karena kepergian mereka menggunakan dana APBD yang diambil dari pajak. Dalam persidangan karena gugatan mengatasnamakan 34 juta penduduk
Jawa Timur, hakim mempertanyakan apakah benar 34 juta orang tersebut dirugikan secara langsung atas kepergian anggota DPRD tersebut dan apakah 34 juta warga
Jawa timur semuanya adalah wajib pajak. Pada akhirnya gugatan Class Action tersebut ditolak oleh majelis hakim dengan alasan penggugat bukan merupakan pihak
yang dirugikan. Meski tidak ada alasan untuk tidak mengajukan gugatan Class Action kasus
korupsi, namun tidak berarti semua kasus korupsi dapat diajukan Class Action. Karena jika tanpa perhitungan atau asal mengajukan gugatan Class Action tanpa
adanya perhitungan dikhawatirkan gugatan tidak akan diterima oleh hakim. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajukan gugatan Class Action kasus
korupsi . Pertama , anggota kelompok class members dan wakil kelompok class representatif harus jelas. Kedua, harus ada kerugian yang nyata-nyata dialami oleh
anggota kelompok dan wakil kelompok. Oleh karena itu untuk mengajukan gugatan
Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Class Action kasus korupsi segala sesuatunya perlu diperhitungkan dan dipersiapkan secara matang.
Oleh karena itu sebagai salah satu upaya penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi, maka peran serta masyarakat harus dibuka seluas-luasnya
dengan memberi peluang kepada mereka untuk melakukan Class Action atau Legal Standing kasus-kasus korupsi. Revisi terhadap UU No. 31 tahun 1999 dengan
memasukkan aturan mengenai Class Action atau Legal Standing dalam kasus korupsi perlu dilakukan. Namun tidak perlu menunggu revisi UU Tindak Pidana Korupsi
untuk melakukan gugatan Class Action. Segala cara dan usaha dalam pemberantasan korupsi asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan adalah sah
untuk digunakan.
F. Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Kasus