Gugatan Ganti Rugi Terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik (Studi Kasus No. 76/Hak Cipta/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst)

(1)

Gugatan Ganti Rugi Terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik

(Studi Kasus No. 76/Hak Cipta/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum

Oleh

Paramita br. Sinaga Nim: 070200146

Departemen Hukum Perdata Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Gugatan Ganti Rugi Terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik

(Studi Kasus No. 76/Hak Cipta/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum

Oleh

Paramita br. Sinaga Nim: 070200146

Departemen Hukum Perdata Program Kekhususan Hukum Perdata BW

Ketua departemen Hukum Perdata

(Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum.) NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum.) (Syamsul Rizal, SH., M.Hum.) NIP: 195611101985031002 NIP: 196402161989111001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

ABSTRAKSI... iii

KATA PENGANTAR... iv

Bab I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 6

C. Tujuan dan manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian penulisan ... 8

E. Tinjauan pustaka ... 9

F. Metode penelitian ... 11

G. Sistematika penulisan ... 13

Bab II. PEMBUKTIAN TERHADAP TERJADINYA PEMBAJAKAN KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK ... 15

A. Pengertian Hak Cipta dan Hak Cipta Lagu dan Musik ... 15

B. Hak Eksklusif Pemegang Hak Cipta dan Hak Cipta Lagu dan Musik ... 29

C. Bentuk-Bentuk Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik ... 43

D. Pembuktian terhadap Terjadinya Pembajakan ... 51

Bab III. GUGATAN GANTI RUGI TERHADAP PELAKU PEMBAJAKAN KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK ... 59

A. Kompetensi Mengadili Gugatan Ganti Rugi terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik ... 59

B. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Gugatan Ganti Rugi ... 68

C. Hal-Hal yang dapat Digugat dalam Gugatan Ganti Rugi ... 73

D. Pembuktian dalam Gugatan Ganti Rugi terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik ... 75

1. Pembuktian terhadap Perbuatannya ... 81

2. Pembuktian terhadap Jumlah Kerugian ... 82


(4)

Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan... .... 104

B. Saran... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN


(5)

Gugatan Ganti Rugi Terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik

(Studi Kasus No. 76/Hak Cipta/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst)

ABSTRAKSI Oleh: Paramita br. Sinaga

Pelanggaran hak cipta adalah pelanggaran terhadap hak eksklusif yang terdapat di dalamnya, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Di dalam karya cipta lagu dan musik, salah satu bentuk pelanggarannya adalah pembajakan. Pembajakan merupakan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh si pembajak sehingga menimbulkan kerugian terhadap hak ekonomi dan hak moral Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Pembajakan yang dilakukan dapat melalui berbagai bentuk. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana alat bukti yang digunakan dalam membuktikan terjadinya pembajakan karya cipta lagu dan musik serta bagaimana bentuk ganti rugi yang dapat digugat terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan dan studi kasus. Metode penelitian kepustakaan, penulis mengumpulkan data berdasarkan sumber-sumber kepustakaan, pendapat sarjana, dan Peraturan Perundang-undangan. Metode studi kasus, penulis melakukan analisa terhadap Perkara Nomor 76/Hak Cipta/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Di dalam kasus ini, bentuk pembajakan yang terjadi adalah mencantumkan namanya sebagai pencipta lagu padahal dia bukan pencipta lagu tersebut dan sekaligus mengganti dan mengubah judul serta sebagian dari isi lagu. Dalam publikasi dan pengumumannya, pembajak seolah-olah mengatakan bahwa dia lah Pencipta lagu tersebut padahal sebenarnya bukan. Dalam hal ini dia telah menimbulkan kerugian moril dan materiil yang cukup besar kepada Pencipta yang sebenarnya berhak atas semua keuntungan yang didapat dari publikasi dan pengumuman lagu tersebut.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu kepada Tuhan Yang Maha Baik pemilik langit dan bumi yang senantiasa memberikan kasih karunia dan anugerah selama penulis hidup. Atas perkenan-Nya juga penulis dapat mengecap studi di kampus serta menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

Adalah sebuah sukacita besar dan kesempatan yang luar biasa manakala penulis dapat merampungkan pembuatan skripsi ini. Seperti kita ketahui bahwa skripsi merupakan merupakan salah satu syarat bagi Mahasiswa/i pada umumnya dan Mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada khususnya guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa. Dimana skripsi ini diberi judul GUGATAN GANTI RUGI TERHADAP PELAKU PEMBAJAKAN KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK (STUDI KASUS NO. 76/HAK CIPTA/2008/PN.NIAGA.JKT.PST) untuk dituangkan dalam tulisan skripsi ini. Tak ada gading yang tak retak. Kira-kira pepatah demikianlah yang sangat cocok untuk mendeskripsikan keadaan skripsi ini yang masih sangat jauh dari kata sempurna. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan disana-sini dalam isi maupun bagian skripsi ini. Namun atas dasar sifat manusiawi yang bisa dan sering melakukan kesalahan, dengan segala hormat penulis meminta maaf. Oleh karenanya tak pelak bahwa saran, kritik, dan ide-ide baru yang konstruktif mengomentari bagian skripsi ini sangat penulis butuhkan dan karenanya akan diterima dengan senang hati serta penuh bijaksana. Di atas


(7)

semuanya, perkenankanlah dengan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Runtung,SH,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan,SH,MH,DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni,SH,M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr.Hasim Purba, SH.,M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Syamsul Rizal, SH.,M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Kekhususan Hukum Perdata BW Hukum Universitas Sumatera Utara. 7. Bapak Prof.Dr.Runtung,SH,M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang

dengan penuh kesabaran menghadapi penulis selama menulis skripsi. 8. Bapak Syamsul Rizal, SH.,M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang

banyak menuntun penulis dari awal sampai akhir pembuatan skripsi. 9. Seluruh staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis ketika duduk di bangku perkuliahan.

10. Seluruh Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(8)

Akhir kata semoga penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan membuka sebuah cakrawala berpikir yang baru bagi kita semua yang membacanya.

Medan, Februari 2011 Penulis


(9)

Gugatan Ganti Rugi Terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik

(Studi Kasus No. 76/Hak Cipta/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst)

ABSTRAKSI Oleh: Paramita br. Sinaga

Pelanggaran hak cipta adalah pelanggaran terhadap hak eksklusif yang terdapat di dalamnya, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Di dalam karya cipta lagu dan musik, salah satu bentuk pelanggarannya adalah pembajakan. Pembajakan merupakan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh si pembajak sehingga menimbulkan kerugian terhadap hak ekonomi dan hak moral Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Pembajakan yang dilakukan dapat melalui berbagai bentuk. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana alat bukti yang digunakan dalam membuktikan terjadinya pembajakan karya cipta lagu dan musik serta bagaimana bentuk ganti rugi yang dapat digugat terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan dan studi kasus. Metode penelitian kepustakaan, penulis mengumpulkan data berdasarkan sumber-sumber kepustakaan, pendapat sarjana, dan Peraturan Perundang-undangan. Metode studi kasus, penulis melakukan analisa terhadap Perkara Nomor 76/Hak Cipta/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Di dalam kasus ini, bentuk pembajakan yang terjadi adalah mencantumkan namanya sebagai pencipta lagu padahal dia bukan pencipta lagu tersebut dan sekaligus mengganti dan mengubah judul serta sebagian dari isi lagu. Dalam publikasi dan pengumumannya, pembajak seolah-olah mengatakan bahwa dia lah Pencipta lagu tersebut padahal sebenarnya bukan. Dalam hal ini dia telah menimbulkan kerugian moril dan materiil yang cukup besar kepada Pencipta yang sebenarnya berhak atas semua keuntungan yang didapat dari publikasi dan pengumuman lagu tersebut.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Kita mengetahui bahwa Negara Indonesia ini terdiri dari berbagai suku tersebar di seluruh daerah. Keberadaan suku-suku tersebut menyebabkan adanya keanekaragaman budaya, karya seni dan sastra yang diciptakan. Sejalan dengan itu keanekaragaman secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi.

Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kenyataan itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdangangan dan industri yang melibatkan para penciptanya. Dengan demikian, kekayaan intelektual yang dilindungi tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan Negara.

Pada zaman globalisasi sekarang ini yang setiap bangsa, termasuk manusia-manusia di dunia ini, secara tidak langsung diharuskan mengikuti perkembangan teknologi digital yang mengharuskan semuanya berhadapan dengan teknologi-teknologi yang serba canggih. Dengan adanya perkembangan teknologi yang super canggih tersebut mendorong daya kreativitas para pencipta untuk menciptakan sesuatu.


(11)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan suatu paradigma baru dalam konsepsi ekonomi. Paradigma yang dimaksud saat ini bahwa harus diyakini pengetahuan sudah menjadi landasan dalam pembangunan ekonomi (knowledge based economy). Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan jawaban atas paradigma ini. Oleh karena itu, tak mengherankan bahwa hampir setiap Negara di dunia ini mulai melirik bahwa Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu jalan alternatif dalam pembangunan ekonomi bangsa. Hal ini tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia.1

Seseorang yang menciptakan sesuatu yang merupakan hasil karya ciptanya pada umumnya selain untuk digunakan sendiri, juga kemudian diperbanyak untuk dapat dimanfaatkan kepada orang lain. Sebuah barang hasil karya cipta biasanya Perkembangan teknologi industri yang terjadi pada hampir di setiap negara telah mendorong kepada persaingan yang makin ketat terutama dalam memasarkan produk yang sejenis ke negara lain. Dalam dunia bisnis sering kali ditemukan suatu praktek yang dikategorikan sebagai persaingan curang (Unfair

Competition), seperti misalnya dengan cara pemalsuan merek, pencurian

teknologi maupun pembajakan ciptaan orang lain. Perbuatan demikian sangat merugikan pemilik hak bahkan mengelabui konsumen yang dapat menjatuhkan reputasi barang asli.

Pada dasarnya manusia itu mempunyai banyak kreativitas dalam menciptakan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan sejak zaman dahulu kala. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan hidup sehari-hari agar dapat dipenuhi dengan baik.

1 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2004, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya


(12)

dapat diperbanyak oleh orang lain karena orang yang menciptakan kemampuannya terbatas, sehingga tidak mampu mengerjakan sendiri dalam jumlah banyak sesuai permintaan masyarakat.

Sebagaimana diketahui bahwa menciptakan suatu karya cipta bukan sesuatu yang mudah dilakukan seseorang. Oleh karena itu, orang lain diwajibkan untuk menghormatinya dan hal ini merupakan sebuah kebutuhan yang tidak boleh dilalaikan begitu saja. Orang lain sudah pasti mengetahui sebuah karya cipta pasti ada penciptanya sehingga tidak dapat seenaknya mengatakan itu sebagai karyanya atau meniru ciptaan yang bukan karyanya. Apabila hendak memperbanyak ada sopan santunnya yaitu meminta ijin kepada pemiliknya.

Sebaliknya bagi orang yang menciptakan (pencipta) mempunyai hak yang timbul atas ciptaan dan mengawasi terhadap karya cipta yang menggunakan ciptaannya yang beredar di masyarakat. Hanya Pencipta yang berhak mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya, sehingga apabila ada yang melanggar haknya tersebut maka Pencipta berhak pula menuntut orang yang bersangkutan secara hukum. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan pencipta diperlukan sebuah pengakuan baik oleh masyarakat maupun hukum.

Adapun latar belakangnya adalah menyangkut bidang ekonomi, karena sesuatu ciptaan yang diperbanyak tanpa izin penciptanya kemudian dijual kepada masyarakat, maka akan menguntungkan orang lain yang memperbanyak ciptaan tersebut. Sedangkan pihak pencipta akan merasa dirugikan atas perbuatan tersebut karena secara moril nama pencipta yang dijual dan secara materiil pencipta tidak memperoleh keuntungan dari ciptaan yang diperbanyak orang lain.


(13)

Di bidang ciptaan diperlukan campur tangan negara dengan tujuan untuk menyeimbangkan antara kepentingan pencipta dengan kepentingan masyarakat dan juga kepentingan negara itu sendiri. Seperti yang diketahui bahwa pencipta mempunyai hak untuk mengontrol masyarakat dalam mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, di lain pihak warga masyarakat dapat menggunakan ciptaan secara resmi dan menghindari peredaran barang bajakan, sedangkan negara kepentingannya dapat menjaga kelancaran dan keamanan masyarakat di bidang ciptaan.

Untuk kepentingan tersebut alat yang dipergunakan adalah dengan cara membentuk undang-undang yang mengatur bidang ciptaan. Undang-undang pada hakekatnya adalah merupakan perjanjian antara rakyat dengan pemerintah sehingga peraturan ini mengikat seluruh rakyat maupun pemerintah termasuk kepada para pejabatnya, sehingga siapapun yang melanggar undang-undang wajib dilakukan penindakan. Hal ini sejalan dengan Negara kita yang menganut paham negara hukum, bahwa semua tingkah laku warga negara dan para pejabatnya wajib dilandasi atas hukum yang berlaku.

Di Negara kita sejak tahun 1982 telah mempunyai Undang-Undang Hak Cipta yang bersifat nasional dan sekarang telah disesuaikan dengan ketentuan TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights) atau aspek-aspek hak kekayaan intelektual yang terkait dengan perdagangan, karena Indonesia ikut menandatangani perjanjian Putaran Uruguay dalam rangka pembentukan World

Trade Organization dan telah pula meratifikasi dengan Undang-Undang No. 7


(14)

Organization. Setelah mengalami perubahan beberapa kali, sekarang peraturan di

bidang ciptaan adalah Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Salah satu hak cipta yang dilindungi dalam ketentuan Undang-Undang Hak Cipta tersebut adalah Hak Cipta atas Karya Musik dan Lagu. Musik terlahir dari kekuatan cipta, karsa dan karya serta pengorbanan pikiran, tenaga dan waktu penciptanya, dan juga merupakan cerminan peradaban manusia. Di dalamnya terdapat norma-norma hasil jerih payah penciptanya.

Bila disadari peran perlindungan hukum terhadap hak cipta maka perlindungan hukum terhadap hak cipta musik memberikan nilai ekonomi yang cukup besar bagi Negara, dimana ketika nada-nada mulai tersusun rapi lewat lantunan lirik seorang pencipta lagu, yang kemudian secara intuitif terlahir pulak susunan kata-kata yang terikat erat pada komposisi melodi yang kemudian terciptalah sebuah lagu. Nilai inlah yang menjadi sebuah kekayaan intelektual bagi si Pencipta yang didalamnya terdapat hak moral dan hak ekonomi.2

Seiring dengan perkembangan jaman, bentuk-bentuk pelanggaran hukum terhadap karya musik dan lagu ini banyak terjadi mulai dari penjiplakan lagu, pembajakan kaset, VCD, DVD, pembajakan peer to peer atau program napster

Oleh karena hak cipta ini memiliki nilai ekonomi dan nilai moral yang cukup menjanjikan keuntungan ekonomi secara bisnis, maka hak cipta ini sering diperdagangkan oleh orang-orang tertentu ataupun badan-badan hukum untuk mendapatkan keuntungan yang amat besar tanpa izin atau persetujuan dari penciptanya. Memperdagangkan atau menjual hak cipta ini tidak hanya dilakukan oleh pihak-pihak lokal melainkan juga terjadi dalam dunia internasional.

2 Husain Audah, Hak Cipta dan Karya Cipta, Cetakan Pertama, PT Pustaka Litera


(15)

sampai kepada pemakaian karya cipta musik dan lagu tanpa mencantumkan nama penciptanya pada program-program televisi ataupun siaran radio. Problematika yang sering terjadi di dalam masyarakat berkaitan dengan karya cipta musik dan lagu adalah kurangnya kesadaran untuk melakukan perndaftaran karya cipta musik tersebut.

Maraknya pelanggaran hukum terhadap karya cipta musik dalam masyarakat modern sekarang ini tidak terlepas dari kurangnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap penghargaan kreativitas para insan musik. Mengumumkan atau memperbanyak karya musik dan lagu tanpa izin pencipta ataupun mengkomersialkan musik tradisional oleh beberapa pihak tanpa izin Negara dan masyarakat adat itu sendiri tentulah merugikan berbagai pihak baik itu pencipta lagu, masyarakat dan Negara. Untuk itu penegakan atau perlindungan hukum atas karya cipta musik dan lagu harus didukung oleh semua pihak baik itu aparat penegak hukum maupun masyarakat itu sendiri.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan merupakan acuan untuk melakukan penelitian dan juga menentukan bahasan selanjutnya sehingga sasaran dapat tercapai. Dapat juga dikatakan secara singkat bahwa “tiada suatu penelitian tanpa adanya masalah”. Selain itu, pokok materi pembahasan dan tujuan dari penelitian ini tergambar dari permasalahan yang dikemukakan oleh penulis.

Untuk mendapatkan dan mendekati nilai objektif dalam penelitian, maka penulis membatasi masalah yang menyangkut Gugatan Ganti Rugi terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik, adalah sebagai berikut:


(16)

1. Bagaimana alat bukti yang digunakan dalam membuktikan terjadinya pembajakan karya cipta lagu dan musik?

2. Bagaimana bentuk ganti rugi yang dapat digugat terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Beberapa tujuan yang ingin penulis sampaikan dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. untuk mengetahui alat bukti apa yang digunakan dalam membuktikan terjadinya pembajakan karya cipta lagu dan musik.

b. untuk mengetahui bentuk ganti rugi apa saja yang dapat digugat terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik.

2. Manfaat Penulisan

Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

a. secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian ataupun masukan terhadap langkah-langkah gugatan ganti rugi terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik.

b. secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan ataupun sumbangan untuk sumbangan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, dalam pembinaan dan pengembangan hukum khususnya bagi penegak hukum dalam memberikan perlindungan terhadap karya cipta musik dan lagu dan juga meberi manfaat bagi dunia Perguruan


(17)

Tinggi dan masyarakat pada umumnya. Selain itu diharapkan agar tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

D. Keaslian Penulisan

Dalam hal penulisan skripsi ini, penulis mencoba menyajikan sesuai dengan fakta-fakta yang akurat dan sumber yang terpercaya sehingga skripsi ini tidak jauh dari kebenarannya. Penulisan skripsi ini sendiri adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri, yang mana setelah penulis membaca dan melihat bahwa pada saat sekarang ini banyak sekali terjadi pembajakan terhadap karya cipta lagu dan musik, maka penulis merasa tertarik untuk membahasnya lebih lanjut menjadi sebuah skripsi.

Kemudian setelah penulis memeriksa judul-judul skripsi yang ada di Fakultas Hukum USU, maka judul mengenai Gugatan Ganti Rugi terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik belum ada yang mengangkatnya, atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini secara ilmiah.

Untuk menghasilkan tulisan yang maksimal, penulis menggunakan tata bahasa sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta bahasa Inggris yakni dengan menggunakan kamus bahasa Indonesia dan kamus bahasa Inggris yang telah diakui di Indonesia.


(18)

E. Tinjauan Kepustakaan

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata gugatan adalah tuntutan; celaan; kritikan; sanggahan. 3

Ganti rugi adalah uang yang diberikan sebagai pengganti kerugian.

4

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan ; pemeran, pemain ; yang melakukan suatu perbuatan, subjek (dalam suatu kalimat dsb) ; yang merupakan pelaku utama dalam perubahan situasi tertentu. 5

Pembajakan buku dan rekaman adalah tindak pidana kejahatan pelanggaran hak cipta, pekerjaannya liar, tersembunyi, tidak diketahui otang banyak, apalagi oleh petugas pajak. Pembajak tidak mungkin membayar pajak kepada Negara. Pembajakan ciptaan atau rekaman disamping merugikan Pencipta atau Pemegang hak cipta juga merugikan Negara. Pembajakan merupakan salah satu dampak negatif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang grafika dan elektronika yang dimanfaatkan secara melawan hukum (illegal). 6

Pelanggaran hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Perbuatan pelanggaran hak cipta dapat berupa perbuatan-perbuatan mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak atau mengumumkan sebagian atau seluruhnya ciptaan orang lain tanpa izin penciptanya atau pemegang hak cipta atau yang dilarang undang-undang atau melanggar perjanjian. Dilarang

3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2007), hal. 373.

4 Ibid., hal. 334. 5 Ibid., hal. 628.

6 Abdulkadir Muhammad, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT.


(19)

undang-undang artinya undang-undang tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan karena :

1. merugikan pencipta atau pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi sebagian ciptaan orang lain kemudian diperjualbelikan kepada masyarakat. 2. merugikan kepentingan Negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang

bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan.

3. bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual video disc (VCD) porno.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002, hak cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau Penerima Hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian hak cipta yang diberikan World Intellectual Property

Organization adalah:

“Copy right is a legal describing right given to creator for their literary and artistic works. 7

Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

Hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada Pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.”

8

7 Husain Audah, Op.cit., hlm. 6.


(20)

Landasan Yuridis yang dijadikan acuan defenisi hak cipta musik atau lagu di Indonesia diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, menyebutkan dengan jelas bahwa lagu atau musik dengan atau tanpa teks merupakan bagian dari hak cipta sekaligus merupakan bagian Hak Atas Kekayaan Intelektual yang juga harus mendapat perlindungan hukum.

Lebih tegas lagi, Penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf (d) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menjelaskan dengan jelas bahwa lagu atau musik dalam undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri dari unsur atau melodi, syair atau lirik dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta.

F. Metode Penelitian

Metode dapat diartikan sebagai suatu cara untuk memperoleh sesuatu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia metode diartikan sebagai cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud, cara menyelidiki. Soerjono Soekanto berpendapat menurut kebiasaan, metode dirumuskan dengan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian; 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan;

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.

Penelitian itu sendiri berasal dari bahasa Inggris “research” yang berasal dari kata re yang artinya kembali dan to search yang berarti mencari. Dengan demikian secara harfiah kata research berarti mencari kembali.


(21)

Jadi, tujuan dari diadakannya penelitian oleh penulis adalah untuk menjawab setiap permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya.

Agar diperoleh data yang akurat, penulis menggunakan bentuk atau model Penelitian Kepustakaan (library research). Di dalam penelitian kepustakaan terdapat 3 (tiga) jenis bahan hukum yang dapat digunakan, yaitu:

1. bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari:

a. norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; b. peraturan dasar, yaitu:

− batang tubuh UUD 1945; − ketetapan-ketetapan MPR(S); c. Peraturan Perundang-Undangan:

− Undang-undang atau perpu; − Peraturan pemerintah; − Keputusan presiden; − Keputusan menteri; − Peraturan daerah.

d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, misalnya hukum adat; e. Yurisprudensi;

f. Traktat;

g. Bahan hukum dari zaman penjajajahan yang hingga kini masih berlaku, misalnya KUHP dan KUHPerdata;

2. bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya Rancangan Undang-Undang (RUU), Rancangan Peraturan


(22)

Pemerintah (RPP), hasil penelitian (hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya.

3. bahan hukum tertier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus-kamus (hukum), ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir.9

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan sistematika yang secara garis besar terdiri dari 4 bab dan sejumlah sub bab. Dengan harapan agar mudah dalam penyusunan dan pemahaman isi serta pesan yang ingin disampaikan maka penulis menguraikan secara ringkas pembahasan dalam skripsi ini.

Secara sistematis penulis membagi skripsi ini kedalam beberapa bab, dimana setiap bab terdiri dari sub bab, antara lain :

BAB I : PENDAHULUAN, dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang pemikiran penulis sehingga mengangkat permasalahan tersebut, perumusan masalah, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui penulisan skripsi ini, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian yang dipakai serta sistematika penulisan.

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, 2005, PT RajaGrafindo Persada,


(23)

BAB II :PEMBUKTIAN TERHADAP TERJADINYA PEMBAJAKAN KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK,

pada bab ini penulis akan membahas mengenai pengertian hak cipta dan hak cipta lagu dan musik, hak eksklusif pemegang hak cipta lagu dan musik, bentuk-bentuk pembajakan karya cipta lagu dan musik, dan pembuktian terhadap terjadinya pembajakan.

BAB III :GUGATAN GANTI RUGI TERHADAP PELAKU

PEMBAJAKAN KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK, bab ini khusus membahas mengenai kompetensi mengadili gugatan ganti rugi terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik, pihak-pihak yang terlibat dalam gugatan ganti rugi, hal-hal yang dapat digugat dalam gugatan ganti rugi, dan pembuktian dalam gugatan ganti rugi terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik yang terdiri atas pembuktian terhadap perbuatannya dan pembuktian terhadap jumlah kerugian.

BAB IV :PENUTUP, bab ini merupakan bagian terakhir yang memuat kesimpulan dan saran atas setiap permasalahan yang telah dikemukakan.


(24)

BAB II

PEMBUKTIAN TERHADAP TERJADINYA PEMBAJAKAN

KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK

A. Pengertian Hak Cipta dan Hak Cipta Lagu dan Musik 1. Pengertian Lagu dan Musik

Apakah lagu dan musik? Samakah pengertian lagu dan musik? Dalam pengertian sehari-hari kedua istilah itu cenderung digunakan untuk maksud yang sama. Kedua istilah itu sungguh tidak bisa dipisahkan. Secara etimologi bahwa lagu dan musik sebenarnya memiliki perbedaan arti. Lagu adalah suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan pelbagai nada yang berurutan. Setiap lagu ditentukan oleh panjang-pendek dan tinggi-rendahnya nada-nada tersebut. Di samping itu irama juga memberi corak tertentu kepada suatu lagu.10

Adapun pengertian musik menurut Ensiklopedia Indonesia adalah seni menyusun suara atau bunyi. Musik tidak bisa dibatasi dengan seni menyusun Menurut Ensiklopedia Indonesia sebuah lagu terdiri dari beberapa unsur, yaitu: melodi, lirik, aransemen, dan notasi. Melodi adalah suatu deretan nada yang, karena karena kekhususan dalam penyusunan menurut jarak dan tinggi nada, memperoleh suatu watak tersendiri dan menurut kaidah musik yang berlaku membulat jadi suatu kesatuan organik. Lirik adalah syair atau kata-kata yang disuarakan mengiringi melodi. Aransemen adalah penataan terhadap melodi. Selanjutnya, notasi adalah penulisan melodi dalam bentuk not balok atau not angka.

10 Ensiklopedia Indonesia, buku 4, Penerbit PT. Ichtiar baru – Van Hoeve, Jakarta, tanpa


(25)

bunyi atau suara indah semata-mata. Suara atau bunyi sumbang (disonansi) telah lama digunakan, dan banyak komponis modern bereksperimen dengan suara atau bunyi semacam itu.

Walaupun pengertian lagu dan musik berbeda, tetapi kepustakaan hak cipta tampaknya tidak membedakannya. Di dalam kepustakaan hukum internasional, istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan lagu atau musik adalah musical work. Konvensi Bern menyebutkan salah satu work yang dilindungi adalah komposisi musik (music competitions) dengan atau tanpa kata-kata (with or without words). Tidak ada uraian yang tegas dalam Konvensi Bern tentang apa sesungguhnya musical work itu. Namun, dari ketentuan yang ada dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis ciptaan musik yang dilindungi hak cipta, yaitu musik dengan kata-kata dan musik tanpa kata-kata. Musik dengan kata-kata berarti adalah lagu yang unsurnya terdiri dari melodi, lirik, aransemen, dan notasi, sedangkan musik tanpa kata-kata adalah musik yang hanya terdiri dari unsur melodi, aransemen, dan notasi.

Dalam Undang-Undang Hak Cipta (penjelasan Pasal 12 huruf d) terdapat rumusan pengertian lagu atau musik sebagai berikut:

“Lagu atau musik dalam undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta.”


(26)

1. lagu dan musik dianggap sama pengertiannya;

2. lagu atau musik bisa dengan teks, bisa juga tanpa teks;

3. lagu atau musik merupakan satu karya cipta yang utuh, jadi unsur melodi, lirik, aransemen, dan notasi, bukan merupakan ciptaan yang berdiri sendiri.11

David Bainbridge (1999: 50) membuat pengertian yang sederhana tentang

musical work dengan mengatakan:

“A musical work is one consisting of music, exclusive of any words or action intended to be sung, spoken or performed with music, (dari pengertian ini

tampak ada tiga unsur karya musik, yaitu musik, syair, dan penampilan musik).”

Suatu pengertian yang lebih luas disampaikan oleh David A. Weinstein (1987:19) dengan mengatakan:

Musical works are generally deemed to be those which consist of combination of varying melody, harmony, rhythm, and timbre regardless of the material objects in which they are embodied. They can be manifested in terms of notation (musical notes on a staff with or without accompanying words) as found on sheet music and lead sheets. Or they can be manifested in other visually perceptible forms like player piano rolls, for instance. Further, they may expressed in formats you cannot see (e.g., sounds) when they are embodied in phonograph records, cassette tapes, or disk.”

Some musical works are expressed solely in terms of notation (e.g., a symphonic score) while others are expressed in terms of words integrally associated with notation (e.g., an opera or popular song). The fact that words compose part of musical work will not make any difference insofar as classification is conserned. The combination is still treated as a musical work. This one exception to the classification of works comprised of words as literary. However, when words are created independent of musical notation

11 Dr. Otto Hasibuan, SH., MM., Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta


(27)

with no intention at the time of creation to combine them with music (e.g, poetry), and subsequently they are so combined, the words will be classified as a literary work.

Dari pengertian ini jelas sekali bahwa musik memiliki unsur yang sangat kompleks, yakni melody, harmony, rhythm, and timbre regardless, words (lyric),

notation. Di samping itu, bahwa musik juga memiliki dimensi yang begitu luas,

bukan saja untuk dinyayikan atau ditampilkan, melainkan juga disajikan dalam bentuk sheet music dan direkam dalam bentuk kaset dan disk.

Tabel Pengertian Lagu atau Musik dalam Beberapa Konteks

No. Konteks Istilah Pengertian

1. Etimologi (menurut Ensiklopedia Indonesia)

Lagu dan musik dibedakan

Lagu adalah suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan pelbagai nada yang berurutan.

Musik adalah seni menyusun suara atau bunyi.

2. Pendapat Ahli

(David Bainbridge)

Musical Work A musical work is one consisting of music, exclusive of any words or action intended to be sung, spoken or performed with music.

3. Konvensi Bern Musical compositions with or without words.

Tidak diuraikan pengertiannya.

4. UUHC Lagu atau musik

dengan atau tanpa teks

Lagu atau musik diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan


(28)

satu kesatuan karya cipta.

2. Pengertian Hak Cipta Lagu dan Musik

Di Indonesia istilah Hak Cipta sudah sejak lama dikenal, untuk pertama kalinya diusulkan oleh Moh. Syah, pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951. istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah Belanda

Auteurs Recht.12

Di dalam Universal Copy Right Convention Pasal V menyatakan, Hak Cipta meliputi hak tunggal si Pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.13

Istilah Hak Cipta atau droit d’auteur adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau Penerima Hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.14

Hal yang mempengaruhi dan menyebabkan disepakatinya sebuah perlindungan terhadap karya yang digolongkan dalam ruang lingkup Hak Cipta,

Berbicara tentang Hak Cipta secara umum, akan dihadapkan pada sebuah pemikiran yang dapat dikatakan cukup rumit namun sekaligus menarik. Apalagi di era teknologi sekarang ini, aktifitas budaya tidak hanya berbentuk konvensional, namun telah merambah ke dunia maya yang dijadikan batas-batas wilayah Negara di dunia sudah terkesan tanpa pagar.

12 Ajip Rosidi, Undang-Undang Hak Cipta 1982: Pandangan Seorang Awam,

Djambatan, Jakarta, 1984, hlm. 3.

13 Ibid., hlm. 30.

14 Jurnal Hukum Bisnis, Julius Indra Dwipayono Singara: Hak Cipta Versus Teknologi

Peer to Peer, Volume 24 No. 1 Tahun 2005, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2005, hlm. 74.


(29)

sebenarnya berawal dari terciptanya alat-alat pengganda atau pengkopian seperti percetakan, mesin duplicating atau apa pun bentuknya. Dari alat cetak tertua

Guttenberg sampai alat yang tercanggih dalam bentuk digital. Sebelum alat-alat

tersebut ada, orang tidak meributkan masalah hak Cipta karena semua karya yang dibuat selalu ditampilkan dan dibawakan secara eksklusif atau setidak-tidaknya karya tersebut tidak disebarkan dan tidak dieksploitir secara besar-besaran.15

Terdapat 2 (dua) unsur penting yang terkandung dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 tersebut, yaitu :

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 berbunyi :

“Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

16

1. hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain;

2. hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya, seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan dan integritas ceritanya.

Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu Ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut

15 Husain Audah, Hak Cipta dan Karya Cipta Musik, PT. Litera Antarnusa, Jakarta, 2004,

hlm.4.

16 Rachmadi sman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi


(30)

peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002). Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.

Pengertian “mengumumkan atau memperbanyak” termasuk juga kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam dan mengkomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun.

Bertolak dari rumusan Pasal 1 tersebut, beberapa pengertian di dalam Hak Cipta antara lain :

1. Pencipta (Author)

Pasal 1 angka 1 UUHC No. 19 Tahun 2002 menentukan bahwa, Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk khas dan bersifat pribadi.

Defenisi tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya yang digolongkan sebagai Pencipta adalah seorang yang melahirkan suatu Ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama yang mempunyai hak-hak sebagai Pencipta dan lebih ringkasnya disebut Hak Cipta.

Mengetahui siapa yang merupakan Pencipta pertama suatu Ciptaan adalah sangat signifikan, karena :


(31)

a. hak-hak yang dimiliki seorang Pencipta pertama sangat berbeda dengan hak-hak Pencipta dan hak-hak yang berkaitan dengan Hak Cipta.

b. masa berlakunya perlindungan hukum bagi Pencipta biasanya lebih lama dari orang yang bukan Pencipta pertama.

c. pengidentifikasian Pencipta pertama secara benar, merupakan syarat bagi keabsahan pendaftaran Ciptaan (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002), walaupun pendaftaran tidak mutlak harus dilakukan.

2. Ciptaan (Work)

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, yang dimaksud dengan Ciptaan adalah hasil karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Menunjuk keaslian artinya bukan tiruan atau jiplakan dari Ciptaan orang lain. Ciptaan itu bersifat pribadi artinya berasal dari kemampuan intelektual yang menyatu/manunggal dengan diri Pencipta.

Hal yang dilindungi Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 adalah Pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perlu ada keahlian Pencipta untuk dapat melakukan karya cipta yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi Pencipta. 17

17 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Penerbit Alumni, Bandung, 2002, hlm, 131.


(32)

a. Karya tulis berupa buku, program komputer, pamphlet, perwajahan (lay

out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.

Menurut penjelasan perubahan ini hanya merupakan penataan ulang dari rumusan mengenai jenis-jenis Ciptaan yang termasuk dalam lingkup Hak Cipta telah dikelompokkannya sesuai dengan jenis dan sifat Ciptaannya. b. Karya lisan, berupa ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis

dengan itu yang diwujudkan dengan cara diucapkan.

c. Karya alat peraga, berupa alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

d. Karya seni rupa, berupa lukisan, gambar ukiran, kaligrafi, pahatan, patung, seni terapan berupa kerajinan tangan.

e. Karya seni musik, berupa lagu atau musik dengan atau tanpa teks termasuk karawitan dan rekaman suara. Jelas bahwa lagu dan musik juga dapat merupakan Ciptaan yang diberikan perlindungan Hak Cipta.

f. Karya tampilan dan siaran, berupa drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim, pertunjukan, konser, film.

g. Karya seni gambar, berupa fotografi, sinematografi, seni batik, peta, arsitektur.

h. Karya pengalihwujudan berupa terjemahan, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya hasil pengalihwujudan. Bahwa terjemahan juga dapat merupakan suatu Hak Cipta tersendiri dan dapat dipandang sebagai wajar jika memang diingat pada berapa besarnya usaha yang harus dilakukan untuk melakukan terjemahan secara tepat. 18

3. Pemegang Hak Cipta (Copyright Holder)

Setiap Pencipta adalah pemilik Hak Cipta, kecuali jika diperjanjikan lain dalam hubungan kerja. Pemegang Hak Cipta adalah :

a. Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta

b. Penerima hak dari Pencipta, yaitu ahli waris atau penerima hibah atau penerima wasiat atau penerima hak berdasarkan perjanjian lisensi.

c. Orang lain sebagai penerima lebih lanjut hak dari penerima Hak Cipta. Walaupun bukan Pencipta, Negara adalah pemegang Hak Cipta atas karya: a. Peninggalan sejarah, prasejarah, dan benda budaya nasional.

18 Sudargo Gautama, Rizawanto Winata, Pembaharuan Undang-Undang hak Cipta,


(33)

b. Hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama dipelihara dan dilindungi oleh Negara. Negara hanya pemegang hak cipta terhadap luar negeri.

c. Ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan.19

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 diadakan perubahan untuk menegaskan status daripada Hak Cipta jika Pencipta karya tidak diketahui dan juga belum diterbitkan atau tidak terbit, seperti lazimnya Ciptaan itu diwujudkan. Sebagai contoh, dalam Penjelasan dinyatakan misalnya dalam hal karya musik, Ciptaan tersebut belum diterbitkan dalam bentuk buku atau direkam. Dalam hal ini, maka karya cipta bersangkutan dipegang oleh Negara untuk melindungi Hak Cipta bagi kepentingan Penciptanya. Sedangkan apabila karya tersebut berupa karya tulis dan telah diterbitkan, maka Hak Cipta dipegang oleh Penerbit. Penerbit juga dianggap pemegang Hak Cipta atau Ciptaan yang diterbitkan dengan menggunakan nama samaran penciptanya.

Suatu Ciptaan yang diterbitkan dengan “pseudoniem”, dan tidak diketahui siapa Penciptanya kalau telah memakai nama samaran dari Penciptanya, maka Penerbit yang namanya tertera di dalam Ciptaan tersebut adalah Pencipta. Hal ini tidak berlaku jika Pencipta dapat membuktikan bahwa Ciptaan tersebut adalah Ciptaannya.

Dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dinyatakan :


(34)

“Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.”

Perbedaan antara Pencipta dan Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta merupakan seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002). Sedangkan Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima lebih lanjut dari pihak yang menerima hak tersebut (Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002). Dengan demikian, Pencipta otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta yang merupakan Pemilik Hak Cipta, sedangkan yang menjadi Pemegang Hak Cipta tidak harus Penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.

3. Pengaturan Hak Cipta Lagu dan Musik

Walaupun seni musik atau lagu sudah sangat lama dikenal, khasanah perlindungan terhadap ciptaan lagu atau musik baru muncul belakangan. Para seniman musik, baik sebagai pencipta, pemusik, maupun penyanyi mungkin saja mendapat tempat yang terhormat di masyarakat sejak dahulu kala dan mendapat penghargaan baik secara moral maupun ekonomis dari penguasa. Meskipun


(35)

demikian, tidak ada bukti autentik bahwa hak-hak pencipta lagu atau musik, pemusik, dan penyanyi telah mendapat perlindungan hukum sejak dahulu kala.

Memang, pembicaraan tentang perlindungan hak cipta baru muncul ke permukaan sejak penemuan mesin cetak (moveable type) oleh Gutenberg pada tahun 1455 dan hal ini berkaitan dengan karya tulis. Kemudian, hukum hak cipta yang pertama melindungi hak pencipta baru lahir pada tahun 1709 (Statute of

Anne, di Inggris), tetapi hak cipta yang dilindungi masih terbatas pada karya tulis.

Penemuan mesin cetak, lahirnya hukum hak cipta yang pertama di Inggris, dan berbagai pemikiran yang berkembang tentang perlunya penghormatan terhadap hak milik telah mendorong para pencipta di berbagai bidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan menuntut perlindungan atas haknya dari upaya peniruan atau penggandaan oleh orang lain.

Di Inggris, perlindungan terhadap karya musik baru dimasukkan dalam undang-undang pada tahun 1883. jika dilihat Undang-Undang Hak Cipta Inggris yang terakhir (The 1956 Copyright Act), ciptaan yang dilindungi dibagi atas tiga kelompok, yaitu:

a. Literary, dramatic and musical work, to which are often assimilated;

b. Artistic works, and in a special section;

c. Sound recording, cinematograph films and broadcasts. (Edward W.

Ploman and L. Clark Hamilton, 1980: 91).

Dalam pasal 2 ayat (1) Konvensi Bern (sesuai hasil revisi tahun 1971 di Paris atau yang sering disebut Paris Act 1971), disebutkan sebagai berikut:


(36)

The expression “literary and artistic works” shall include every production in the literary, scientific and artistic domain, whatever may be the mode or form of its expression, such as books, pamphlets and other writings, lecturers, sermons and other works of the same nature, dramatic or a dramatico-musical works; choreographic works and entertainments in dumb show; musical compositions with or without words…

Kemudian, di dalam pasal 2 ayat (6) Konvensi Bern dikatakan bahwa:

“The works mentioned in this article shall enjoy protecyion in all countries of the Union. This protection shall operate for the benefit of author and his succerssors in title.”

Menurut Undang-Undang Hak Cipta, lagu dan musik dianggap sama pengertiannya. Lagu atau musik bias dengan teks dan bisa juga tanpa teks, lagu atau musik merupakan satu karya cipta yang utuh: unsur melodi, lirik, aransemen, dan notasi bukan merupakan ciptaan yang berdiri sendiri. Pengertian yang demikian ini sekilas tidak menimbulkan masalah, tetapi jika disimak lebih jauh akan menciptakan kerancuan, karena:

Pertama, ada kalanya sebuah lagu menggunakan lirik yang berasal dari

sebuah puisi, sementara puisi termasuk ciptaan karya sastra yang mendapat perlindungan tersendiri, baik dalam Konvensi Bern maupun Undang-Undang Hak Cipta.

Kedua, aransemen musik adalah karya turunan yang menurut Konvensi

Bern dilindungi sebagai ciptaan yang berdiri sendiri, setara dengan karya terjemahan. Anehnya, dalam Undang-Undang Hak Cipta diakui bahwa karya


(37)

terjemahan merupakan ciptaan yang dilindungi secara tersendiri, tetapi aransemen musik tidak.

Ketiga, dalam Undang-Undang Hak Cipta diakui bahwa pemusik

merupakan salah satu unsur dari pelaku yang merupakan pemegang hak terkait. Akan tetapi, tidak ada penjelasan apakah pemusik yang disebut pelaku itu adalah penata musik atau pemain musik, atau keduanya.20

Dalam keadaan sekarang ini, pada umumnya pencipta lagu membuat karya lagu adalah untuk dinyanyikan atau direkam. Sebelum karya diserahkan kepada Hak cipta hanya melindungi ide yang sudah berwujud atau memiliki bentuk dan asli. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Cipta dijelaskan bahwa perlindungan hak cipta tidak diberikan pada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, dan keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca dan didengar.

Jadi, jelas bahwa yang terkait dengan hak cipta adalah bentuk nyata karya intelektual, bukan pada ide yang melatarbelakanginya. Orang bernyanyi-nyanyi dengan nada dan syair sembarangan atau memainkan musik dengan nada-nada yang tidak jelas, kemudian tidak ada bentuknya yang nyata yang bisa dilihat atau didengar lagi, misalnya tidak ada rekaman suaranya yang bisa didengar dan tidak ada liriknya yang bisa dibaca, sehingga nyanyian dan musik semacam itu tidak termasuk dalam perlindungan hak cipta.

20 Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu,


(38)

produser rekaman suara, karya lagu atau musik tersebut sudah dalam bentuk yang bisa didengar (direkam dalam pita kaset) atau bisa dilihat (lirik dan notasinya dituliskan). Setelah itu lagu atau musik terwujud dalam bentuk rekaman pita kaset atau tertulis dalam bentuk lirik yang disertai notasi, pada saat itu sudah lahir hak cipta lagu atau musik. Jadi, lahirnya hak cipta lagu atau musik tidak harus dengan dinyanyikannya lagu dan direkam oleh produser rekaman suara atau didaftarkan ke Direktorat HKI. Menurut Penjelasan Pasal 35 ayat (4):

“Pendaftaran Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini berarti suatu Ciptaan, baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar, tetap dilindungi.”

B. Hak Eksklusif Pemegang Hak Cipta Lagu dan Musik

Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta disebutkan bahwa: “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Dari pengertian hak cipta yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta dapat diketahui bahwa hak cipta sebagai hak eksklusif. Keberadaan hak eksklusif melekat erat kepada pemiliknya atau pemegangnya yang merupakan kekuasaan pribadi atas ciptaan yang bersangkutan.


(39)

Oleh karena itu tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak cipta kecuali atas izin pemegangnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran, bahwa untuk menciptakan suatu ciptaan bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Menciptakan suatu ciptaan diawali dengan mencari inspirasi terlebih dahulu kemudian menggunakan sebuah pemikiran untuk dapat mewujudkan ciptaan.

Dengan latar belakang tersebut orang lain tidak boleh langsung meniru atau menjiplak suatu ciptaan karena setiap ciptaan selalu ada penciptanya. Kalau hendak meniru sebuah ciptaan maka harus permisi atau minta izin dulu kepada penciptanya.

Munculnya hak eksklusif adalah setelah sebuah ciptaan diwujudkan dan sejak saat itu hak tersebut mulai dapat dilaksanakan. Dengan hak ekslusif seorang pencipta/pemegang hak cipta mempunyai hak untuk mengumumkan, memperbanyak ciptaannya serta memberi izin kepada pihak lain untuk melakukan perbuatan tersebut.

Sebuah ciptaan yang telah diwujudkan bentuknya oleh seorang pencipta yang sekaligus sebagai pemegang hak cipta dapat mengumumkan dengan cara seperti melakukan pameran atau pementasan sehingga diketahui oleh orang lain.

Di lain pihak apabila pencipta/pemegang hak cipta mengetahui ciptaannya ditiru serta diperdagangkan oleh orang lain maka dia berhak untuk melarangnya dan bahkan berhak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan niaga. Selain itu sebagai pihak korban berhak pula melaporkan kepada petugas yang berwenang agar pelanggaran hak cipta dapat diproses secara pidana.

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:


(40)

1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik);

2. mengimpor dan mengekspor ciptaan;

3. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan);

4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum;

5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.

Begitu juga dengan musik atau lagu. Undang-Undang Hak Cipta jelas memberikan perlndungan terhadap lagu atau musik sebagai suatu ciptaan. Hal ini jelas terlihat di dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta. Tentunya, maksud perlindungan terhadap Ciptaan lagu atau musik adalah untuk melindungi hak-hak pencipta lagu, penyanyi, pemusik, dan pihak-pihak terkait lainnya yang telah mencurahkan tenaga, karsa, cipta, waktu dan biaya demi lahirnya ciptaan lagu atau musik tersebut.

Undang-Undang Hak Cipta menegaskan bahwa Pencipta lagu memiliki hak cipta, yakni hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, penyanyi dan pemusik memiliki hak terkait, yaitu hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.


(41)

Pasal 24 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Cipta:

“(1) Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaannya.

(2) Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia.”

Pasal 1 angka 1 dan Pasal 24 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Cipta mencantumkan hak-hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta yang secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Hak Ekonomi (Economic Rights)

Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya yang terdiri dari hak untuk:

a. Memproduksi karya dalam segala bentuk; b. Mengedarkan perbanyakan karya kepada publik; c. Menyewakan perbanyakan karya;

d. Membuat terjemahan atau adaptasi; e. Mengumukan karya kepada publik.

Hak cipta sebagai hak ekonomi dapat dilihat dari penerapan hak eksklusif. Seorang pencipta/pemegang hak cipta melakukan perbanyakan ciptaan kemudian dijual di pasaran, maka ia memperoleh keuntungan materi dari perbanyakan ciptaan tersebut.

Demikian pula dengan memberikan izin kepada pihak lain untuk memproduksi, memperbanyak, dan menjual hasil copy-an ciptaan adalah


(42)

bukan semata-mata karena perbuatan memberi izin saja melainkan pencipta/pemegang hak cipta juga bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari perbuatan tersebut. Hal ini memang wajar pencipta/pemegang hak cipta ikut serta mendapat bagian keuntungan, karena pihak yang diberi izin mendapatkan keuntungan dari penerimaan izin tersebut.

Aplikasi dari hak ini adalah bahwa pencipta hendaknya mendapatkan manfaat ekonomi berkaitan dengan pengumuman atau perbanyakan ciptaannya. Demikian pula pelaku atau penyanyi dan pemusik mendapatkan manfaat ekonomi berkaitan dengan kegiatan perbanyakan dan penyiaran dari rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.

Dalam rangka mewujudkan hak ekonomi Pencipta lagu, penyanyi, dan pemusik, sehubungan dengan hak mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan Ciptaan/rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya, Pasal 45 Undang-Undang Hak Cipta mengatur bahwa:

(1) Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;

(2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia;

(3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi;

(4) Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah


(43)

berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.

Dari ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Hak Cipta tersebut, ada dua hal pokok berkaitan dengan pengalihan hak cipta maupun hak terkait dari pemilik hak kepada pihak lain, yaitu:

a. Lisensi – apabila orang lain hendak melakukan perbuatan perbanyakan dan pengumuman Ciptaan serta kegiatan perbanyakan dan penyiaran dari rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan, harus mendapat lisensi dari Pencipta atau pemegang hak terkait; dan

b. Royalti – penerima lisensi wajib memberi royalti kepada Pencipta atau pemegang hak terkait.21

Dalam sebuah karya cipta lagu atau musik, setelah sebuah karya lagu atau musik selesai dikerjakan, setidak-tidaknya ada melodi (dengan atau tanpa lirik) yang sudah final, orang yang menciptakan karya lagu atau tersebut secara otomatis memiliki hak cipta, baik hak moral maupun hak ekonomi. Mencakup apa saja hak ekonomi Pencipta lagu tidak spesifik diatur dalam Undang Hak Cipta. Yang disebutkan dalam Undang-Undang Hak Cipta adalah hak ekonomi Pencipta pada umumnya.

Menurut berbagai sumber kepustakaan, terminologi yang digunakan untuk berbagai hak ekonomi yang dimiliki Pencipta lagu adalah sebagai berikut:

a. Hak merekam (the mechanical right);

b. Hak memperbanyak (the reproduction right);

Memperbanyak secara mekanis (mechanical reproduction);


(44)

Memperbanyak secara cetak/tertulis (printing reproduction); Memperbanyak untuk karya audio visual (synchronization); c. Hak mengalihwujudkan (the adaptation right);

d. Hak menyiarkan (the broadcasting and cablecasting right) atau hak mengumumkan (the performing right);

e. Hak menjual (the selling right);

f. Hak mengedarkan (the distribution right); g. Hak menyebarkan (the publication right);

Agar lagu yang tercipta samapai kepada umum tersedia bagi masyarakat dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, Pencipta lagu menyerahkan lagu itu kepada produser rekaman suara untuk direkam. Setelah itu, rekaman lagu akan diperbanyak, kemudian disebarkan kepada masyarakat atau dijual.

Dalam hubungan kerja sama antara Pencipta lagu dan produser rekaman suara ada kesepakatan-kesepakatan yang kemudian dituangkan dalam suatu surat perjanjian. Ada empat macam bentuk perjanjian antara Pencipta lagu dengan produser rekaman berdasarkan pembayaran honorarium Pencipta lagu, yaitu:

a. Flat pay sempurna atau jual putus;

b. Flat pay terbatas atau bersyarat;

c. Royalti; dan d. Semi royalti.

Akan tetapi, bagaimana substansi yang sebenarnya dari perjanjian antara Pencipta lagu dan produser rekaman adalah sangat bergantung


(45)

kepada kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Menurut Mertokusumo, pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yang saling berhadapan, yaitu penawaran oleh pihak penawar dan penerimaan oleh pihak penerima. Diantara pihak penawar dan pihak penerima tersebut harus mencapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak.22

a. Hak merekam lagu;

Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata ayat (1) yang menyatakan:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Berkaitan dengan pemakaian lagu oleh produser rekaman suara, Pencipta lagu setidaknya menyerahkan empat macam hak ekonominya, yaitu:

b. Hak memperbanyak rekaman lagu;

c. Hak mengedarkan dan memasarkan rekaman lagu, termasuk di dalamnya memasarkan melalui media tertentu, seperti media digital, internet, sistem telepon, dan sistem suara lainnya;dan

d. Hak mengumumkan, khususnya memperdengarkan lagu kepada publik.

Secara praktik, dalam kerja sama antara Pencipta lagu dengan produser rekaman suara, pada umumnya surat perjanjian sudah disipakan oleh produser rekaman suara. Jadi Pencipta lagu tinggal

22 Mertokusumo, Sudikno. Sejarah Peradilan dan Perundang-Undangannya di Indonesia


(46)

menandatanganinya saja. Akan tetapi, selalu diberi kesempatan kepada Pencita lagu untuk mempelajari konsep surat perjanjian yang ditawarkan oleh produser rekaman suara untuk ditandantangani. Jadi, penyiapan surat perjanjian semata-mata adalah untuk tujuan praktis.

Terlepas dari bahwa pada umumnya produser rekaman suara selalu menjaga hubungan baik dengan para Pencipta lgu, secara praktik memang

bargaining position Pencipta lagu sering lebih rendah daripada produser

rekaman suara. Hal itu disebakan produser rekaman cenderung tampil sebagai pengusaha atau investor yang memiliki modal, sementara Pencipta lagu tampil seolah-olah sebagai pekerja. Jadi, hubungan Pencipta lagu dan produser rekaman tidak seimbang.

Dalam kaitan ini, permasalahan yang sering terjadi dalam hubungan kerja samanya antara lain adalah:

1) Dalam sistem pembayaran flat pay atau jual putus, produser menghargai sebuah lagu pada umumnya sangat rendah; dan

2) Dalam hal pembayaran dengan sistem royalti, produser rekaman suara sering tidak transparan mengenai jumlah produk rekaman suara yang diproduksi dan yang terjual.

Alasan yang sering diungkapkan oleh produser rekaman suara untuk menghargai suatu lagu sangat rendah karena tidak ada jaminan produk rekaman suara yang diterima oleh pasar dan karena produser sering merugi akibat ulah pembajak. Begitu juga alasan mengapa produksi kaset atau CD sangat sedikit dan yang terjual hanya sedikit juga selalu dikaitkan dengan maraknya pembajakan di Indonesia.


(47)

Peranan seorang penyanyi sangat dominan menentukan berhasil tidaknya sebuah lagu di masyarakat. Jika ada sebuah lagu yang populer di masyarakat, kebanyakan orang tidak tahu siapa penciptanya, siapa produser rekaman suaranya dan siapa pemusiknya. Yang diketahui orang adalah siapa yang menyanyikan lagu itu sehingga menjadi hit.

Penyanyi adalah salah satu yang disebut sebagai pemegang hak terkait, yang bekerja sama dengan aktor, pemusik, dan penari yang disebut sebagai pelaku atau penampil. Hak para pelaku ini juga sering disebut sebagai hak penampilan.

Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta, penyanyi sebagai pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:

1) Membuat rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya; 2) Memperbanyak rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya; 3) Menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.

Menurut WPPT (WIPO Performance and Phonograms Treaty) 1996, yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2004, hak-hak pelaku, termasuk disini penyanyi, adalah hak moral dan hak ekonomi. Inti dari hak moral pelaku adalah hak untuk disebut namanya atau dinyatakan sebagai pelaku atas karya pertunjukannya. Sementara hak ekonomi pelaku, WPPT menjabarkannya dalam empat macam hak, yaitu:

1) Hak Reproduksi, yaitu hak khusus untuk melarang atau memberi izin penggandaan dalam segala bentuk dan cara, baik langsung maupun


(48)

tidak langsung, karya pertunjukan yang telah diwujudkan dalam rekaman;

2) Hak Distribusi, yaitu hak untuk melarang atau memberi izin untuk menyediakan rekaman pertunjukan asli atau salinannya kepada masyarakat baik melalui cara-cara pengalihan pemilikan lainnya, baik yang dikaitkan dengan saat pertama kali dilakukan penjualan atau pengalihan kepemilikan rekaman asli atau salinannya, dengan persetujuan pelaku;

3) Hak Sewa, yaitu hak untuk melarang atau memberi izin penyewaan secara komersial rekaman asli karya pertunjukan atau salinannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan peraturan perundang-undangan nasional. Hal serupa berlaku sekalipun rekaman karya pertunjukan telah diedarkan dengan persetujuan pelaku;

4) Hak memberi kuasa untuk disajikan kepada publik, yaitu hak untuk melarang atau memberi izin untuk menyediakan rekaman pertunjukan, baik dengan menggunakan peralatan dengan kabel atau tanpa kabel dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap orang dapat menikmatinya dari tempat dan waktu yang dipilihnya sendiri.

Setelah Pencipta lagu menyerahkan lagunya ke produser rekaman suara untuk direkam, produser kemudian mencari penyanyi untuk menyanyikannya. Dapat juga terjadi, produser terlebih dahulu menemukan penyanyi dan setelah itu mencari lagu-lagu untuk dibawakan oleh penyanyi tersebut dan selanjutnya direkam.


(49)

Jika penyanyi setuju untuk menyanyikan lagu-lagu untuk direkam, pada saat itu si penyanyi telah memberikan haknya kepada produser rekaman suara berupa hak membuat dan memperbanyak rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Tentunya atas penyerahan hak penyanyi kepada produser rekaman suara, penyanyi akan memperoleh imbalan tertentu, yang jumlah dan cara pembayarannya diperjanjikan oleh kedua belah pihak.

Sama halnya dengan perjanjian antara Pencipta lagu dan produser rekaman suara, bentuk-bentuk perjanjian antara penyanyi dan produser rekaman suara pun dapat dibedakan berdasarkan cara pembayaran honorarium, yaitu:

1) Perjanjian dengan sistem flat pay sempurna, yaitu penyanyi dibayar hanya dengan sekali dan lunas;

2) Perjanjian dengan sistem flat pay terbatas, yaitu penyanyi dibayar lunas sekaligus tetapi dibatasi jumlah produk rekaman suara yang diproduksi;

3) Perjanjian dengan sistem royalti, yaitu penyanyi mendapat bayaran berupa royalti dari penjualan produk rekaman suara;

4) Perjanjian dengan sistem semi royalti, yaitu penyanyi mendapat bayaran berupa uang muka dan royalti dari penjualan produk rekaman suara, dan uang muka yang diterima akan diperhitungkan sebagai bagian dari royalti.

Dalam praktik di Indonesia, hubungan kerja sama antara produser rekaman suara dengan pemusik berbeda dengan Pencipta lagu dan


(50)

penyanyi. Jika hubungan kerja sama antara produser rekaman suara dengan Pencipta lagu dan penyanyi pada umumnya dituangkan dalam suatu perjanjian dan pembayaran honorariumnya dapat dilakukan sekali bayar (putus) atau royalti, pada umumnya hubungan kerja sama produser rekaman suara dengan pemusik tidak dituangkan secara tertulis atau dalam suatu perjanjian dan pembayaran honorarium pemusik pada umumnya hanya sekali saja (putus), tidak bersifat royalti.

2. Hak Moral (Moral Rights)

Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta ataupun hak terkait telah dialihkan (Penjelasan umum Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002).

Secara umum, hak moral berhubungan dengan hubungan spirit atau jiwa dari pencipta dengan karyanya. Secara historis, hak moral berasal dari tradisi droit d’auteur (Perancis) yang melihat kreasi intelektual sebagai sebuah perwujudan semangat atau jiwa dari pencipta. Sedangkan Negara

Anglosaxon menganggap hak cipta dan hak terkait sebagai hak kebendaan

yang murni dan sederhana yang dapat dibeli, dijual, disewakan layaknya membeli sebuah rumah atau mobil. Perbedaan persepsi inilah yang membedakan perlindungan hukum terhadap hak moral di Negara Eropa Kontinental dan Anglo-Saxon. Negara Eropa pada umumnya memberikan perlindungan yang kuat sedangkan Negara Anglo-Saxon tidak seketat Negara Eropa Kontinental.


(51)

Tidak seperti hak ekonomi, hak moral adalah hak yang tidak dapat dialihkan. Ada 2 (dua) jenis hak moral, yaitu:

a. Hak untuk diakui sebagai pencipta

Jika karya dari seorang pencipta diperbanyak, dumumkan atau dipamerkan di hadapan publik, nama pencipta harus tercantum pada karya tersebut.

b. Hak keutuhan karya

Hak ini akan mencegah tindakan perubahan terhadap ciptaan yang berpotensi merusak reputasi dan kehormatan pencipta. Perubahan tersebut dapat berupa: pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, dan penggantian yang berhubungan dengan karya cipta.

Sesuai dengan Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, hak moral yang dimiliki pencipta adalah sebagai berikut:

a. Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya;

b. Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun hak ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya;

c. Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;

d. Dalam informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah;


(52)

e. Hak cipta atas suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta selama kepada pembeli ciptaan itu tidak diserahkan seluruh hak ciptanya oleh pencipta.

f. Hak cipta yang dijual sebagian atau seluruhnya tidak dapat dijual lagi untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama.

Dari hak moral di atas dapat diketahui bahwa hak tersebut sebagian berlaku bagi pencipta terhadap pihak lain, tetapi ada juga yang berlaku bagi pencipta sendiri. Hak moral yang berlaku bagi pencipta adalah yang huruf f, bahwa menjual kedua kalinya hak cipta oleh pemilik yang sama tidak diperbolehkan karena sebagai perbuatan yang tidak wajar atau tidak patut dan dapat merugikan pada para pembelinya.

C. Bentuk-Bentuk Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik

Pembajakan hak cipta merupakan suatu pelanggaran. Berdasarkan rumusan Pasal 72 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, maka unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut:

1. barangsiapa; 2. dengan sengaja; 3. tanpa hak;

4. mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual;


(53)

Jika kita menggunakan rumusan hak eksklusif Pencipta sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dan penjelasannya, perbuatan-perbuatan yang tergolong pelanggaran hak ekonomi Pencipta lagu adalah, antara lain:

1. Perbuatan tanpa izin mengumumkan Ciptaan lagu:

a. Menyanyikan dan mempertunjukkan lagu di depan umum (seperti dalam konser, pesta-pesta, bar, kafe dan pertunjukan musik hidup lainnya);

b. Memperdengarkan lagu kepada umum (memutar rekaman lagu yang ditujukan untuk umum, misalnya di diskotek, karaoke, taman hiburan, kantor-kantor, mal, plaza, stasiun angkutan umum, alat angkutan umum, dan lain-lain);

c. Menyiarkan lagu kepada umum (radio dan televisi yang menyiarkan acara pertunjukan musik/lagu atau menyiarkan rekaman lagu);

d. Mengedarkan lagu kepada umum (mengedarkan lagu yang sudah direkam dalam kaset, CD, dan lain-lain atau mengedarkan syair dan notasi lagu yang dicetak/diterbitkan atau mengedarkan syair dan notasi lagu yang dicetak/diterbitkan atau mengedarkan melalui internet, mengedarkan bagian lagu sebagai nada dering telepon, dan sebagainya);

e. Menyebarkan lagu kepada umum (sama dengan mengedarkan); dan

f. Menjual lagu (sifatnya sama dengan mengedarkan, tetapi lebih ditekankan untuk memperoleh pembayaran dari orang yang mendapatkan lagu tersebut).

2. Perbuatan tanpa izin memperbanyak Ciptaan lagu: a. Merekam lagu (dengan maksud untuk direproduksi);


(54)

b. Menggandakan atau mereproduksi lagu secara mekanik atau secara tertulis/cetak (misalnya memperbanyak kaset atau CD lagu atau mencetak dalam jumlah banyak lagu secara tertulis atau yang berupa syair dan notasi);

c. Mengadaptasi atau mengalihwujudkan lagu (misalnya dari lagu pop menjadi lagu dangdut);

d. Mengaransemen lagu (membuat aransemen lagu);

e. Menerjemahkan lagu (menerjemahkan syair lagu dari bahasa tertentu ke bahasa lainnya).

Berkaitan dengan hak penyanyi dan pemusik sebagai pelaku, yang tergolong perbuatan yang melanggar hak ekonomi mereka berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, adalah perbuatan tanpa izin:

1. membuat rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan; 2. memperbanyak rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan; 3. menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan.

Berkaitan dengan pelanggaran hak ekonomi Pencipta lagu, selama ini pelanggaran yang paling banyak mendapat sorotan adalah pembajakan

(pembajakan).

Pembajakan dapat dibagi ke dalam tiga kategori. Pertama, pembajakan sederhana, dimana suatu rekaman asli dibuat duplikatnya untuk diperdagangkan tanpa seizin produser atau pemegang hak yang sah. Rekaman hasil bajakan dikemas sedemikian rupa, sehingga berbeda dengan kemasan rekaman aslinya.


(55)

Kedua, rekaman yang dibuat duplikatnya, kemudian dikemas sedapat

mungkin mirip dengan aslinya, tanpa izin dari pemegang hak ciptanya. Logo dan merek ditiru untuk mengelabui masyarakat, agar mereka percaya bahwa yang dibeli itu adalah hasil produksi yang asli.

Ketiga, penggandaan perekaman pertunjukan artis-artis tertentu tanpa ijin

dari artis tersebut atau dari komposer atau tanpa persetujuan dari produser rekaman yang mengikat artis bersangkutan dalam suatu Perjanjian Kontrak.

Ketiga bentuk reproduksi tersebut di atas pada umumnya ditemukan dalam bentuk kaset atau compact, walaupun ada kalanya dalam bentuk disc.

Selanjutnya akibat kemajuan teknologi internet, bagi sebagian besar kalangan, kehadiran teknologi internet berupa teknologi MP3 (Moving Picture

Experts Group Layer 3) dan situs seperti Napster sangat mencemaskan.

Perkembangan teknologi internet merupakan ancaman bagi industri rekaman. Artis musik maupun pelaku bisnis industri rekaman musik dunia menyadari bahwa fenomena napster tidak sesederhana seperti yang diperkirakan, merupakan pembajakan rekaman musik yang rumit tetapi canggih. Ini merupakan kejahatan pada dunia maya (cyber crime).

Di Amerika Serikat dan dalam industri musik internasional, perbanyakan suatu ciptaan baik secara keseluruhan maupun pada bagian-bagian tertentu, dengan menggunakan bahan-bahan yang sama atau tidak sama tersebut dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu:


(56)

Counterfeit merupakan pembajakan atas karya rekaman yang dilakukan

dengan menggandakan langsung sebuah album yang sedang laris, kemasannya direproduksi sebagaimana aslinya.

Bentuk pembajakan ini dilakukan dengan menggandakan ulang suatu album rekaman, meniru persis bentuk album tersebut mulai dari susunan lagu, ilustrasi

cover, sampai ke bentuk kemasan album. Dalam industri musik nasional, counterfeit lebih dikenal sebagai album rekaman aspal (asli tapi palsu).

2. Piracy

Piracy merupakan bentuk pembajakan karya rekaman yang dilakukan dengan

menggunakan berbagai lagu dari yang sedang populer, dikenal dengan istilah “seleksi” atau “ketikan”. Bentuk pembajakan ini dilakukan dengan cara memproduksi album rekaman berupa kompilasi dari berbagai album rekaman yang diminati masyarakat, dibuat di pita yang berkualitas dan dijual dengan harga tinggi.23

23 “Biar Tegak Semua Hak”, Vista No. 109, 15 Pebruari 1991, hlm. 58.

Pirate juga merupakan duplikasi yang ilegal terhadap produk yang telah direkam terlebih dahulu. Produk album rekaman ada yang dikemas dengan baik seperti layaknya album rekaman resmi, ada pula yang dikemas secara sederhana, biasanya diedarkan melalui toko-toko kecil atau kaki-kaki lima dan dikenal dengan istilah “ketikan”. Bentuk pelanggaran ini menjadi momok bagi industri musik, karena dapat mematikan kesempatan penjualan bagi beberapa album sekaligus.


(57)

Pembajakan (piracy) terhadap hak kekayaan industri dan intelektual bukan merupakan fenomena yang baru. Pembajakan sudah terjadi dalam kurun waktu yang sangat panjang.

Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1997 dan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, tidak menggunakan istilah “bajakan”, yang berasal dari terjemahan piracy, namun istilah ini tertera pada Konsiderans Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1987 dan Penjelasan Umum dari Undang-Undang hak Cipta tersebut.

Pembajakan bukan merupakan sinonim dari peniruan yang illegal. Tidak semua peniruan (copying) adalah pembajakan dan tidak semua penyalinan disalahkan atau dihukum. Individu tidak dapat eksis di masyarakat tanpa melakukan peniruan terhadap pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang diperoleh melalui berbagai upaya, ide dan kebijaksanaan dari yang lainnya. Ini merupakan bagian dari proses belajar Fashion dan selera (taste) dikembangkan melalui peniruan terhadap gaya baru dan trend.

Pembajakan (piracy) dan pemalsuan (counterfeiting) adalah terminologi yang dapat saling dipertukarkan. Pembajakan mempunyai arti yang lebih luas, mencakup semua bentuk penjiplakan atau peniruan yang tidak sah terhadap karya orang lain, terhadap ide atau keterampilan dan kerja. Sedangkan pemalsuan

(counterfeiting) mempunyai arti yang lebih sempit, yaitu suatu penyalinan atau

peniruan yang disengaja yang diarahkan agar publik itu percaya bahwa peniruan atau pemalsuan itu adalah sesuatu yang benar.


(58)

3. Boot Legging

Bentuk pembajakan ini dilakukan dengan merekam langsung (direct dubbing) pada saat berlangsungnya pementasan karya musical di panggung (live show). Selanjutnya, hasil rekaman tersebut diedarkan sebagai album khusus “Live Show” dari artis pementas tersebut. Bentuk pembajakan seperti di atas sudah terjadi di Indonesia, ketika Rhoma Irama mengadakan konser di Taman Mini, lagu-lagunya dibajak secara langsung oleh pembajak. Hasil bajakan bootleg yang dilakukan di luar negeri sering diedarkan secara ilegal di Indonesia.

Sejak tahun 1960an, perbuatan piracy, counterfeiting dan bootlegging yang dilakukan terhadap suara rekaman terus menjadi masalah dan mendapat perhatian pada industri musik. Beberapa pengamat merasa khawatir bahwa penyalahgunaan hak cipta jenis-jenis ini dapat membangkrutkan perusahaan-perusahaan rekaman yagn menjalankan usahanya secara sah.24

Seperti yang kita ketahui bahwa hak cipta dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Berdasarkan Pasal 24 juncto Pasal 55 Salah satu dampak negatif dari kemajuan teknologi di bidang elektronika ialah tersedianya alat rekam gambar seperti audio dan video, yang dapat merekam lagu dan film karya orang lain tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta. Tujuannya ialah untuk memperoleh keuntungan tanpa membayar pajak dan royalti, sehingga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak cipta. Pelanggaran dapat berupa perbuatan mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak dan mengumumkan ciptaan orang lain, sebagian atau keseluruhan tanpa izin ini bertentangan dengan undang-undang hak cipta.

24 Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, 2003, Program Pascasarjana


(1)

Namun, seperti yang sudah diuraikan tadi, pemeriksaan lebih dahulu dari segi pidananya bukanlah merupakan suatu keharusan. Sebab tanpa diadakan terlebih dahulu pemeriksaan perkara pidananya, dapat ditempuh langsung gugatan sengketa niaga secara perdata.

Oleh karena pembuktian secara pidana dan perdata adalah berbeda satu sama lain, itulah sebabnya sehingga pemeriksaan perkara perdata tidak tergantung kepada pemeriksaan perkara pidananya, demikian sebaliknya.


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari seluruh uraian di atas dapat kita lihat bahwa sebenarnya pembuktian terhadap pembajakan hak cipta karya musik dan lagu tergolong sederhana. Alat bukti yang paling sering dan paling sempurna yang digunakan adalah alat bukti surat. Selain surat, alat bukti lain yang biasa digunakan adalah keterangan saksi. Keterangan saksi bisa memperkuat keterangan para pihak namun bisa juga malah melemahkan bagi pihak lain. Dari analisa kasus di atas dapat kita lihat bahwa keterangan saksi dan saksi ahli yang dibawa oleh pihak Tergugat II/Penggugat Rekonvensi bersifat menguatkan keterangannya.

2. Bentuk ganti rugi yang dapat dituntut terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik adalah menuntut pengembalian keadaan ciptaan seperti semula dan menuntut ganti kerugian dalam bentuk sejumlah uang. Menunut pengembalian keadaan ciptaan seperti semula dalam hal ini misalnya adalah apabila yang diganti judul lagu, agar mencantumkan judul ciptaan seperti aslinya. Apabila mengganti isi lagu ataupun mengganti nama penciptanya, agar mengembalikan lagi isi lagu dan nama penciptanya kepada keadaan yang sebenarnya. Hal tersebut merupakan pengembalian terhadap pelanggaran hak moral. Selain itu, apabila juga terbukti telah terjadi pelanggaran hak materiil, maka harus dihitung jumlah


(3)

yang melakukan pelanggaran harus mengganti dalam bentuk uang sejumlah yang sudah dihitung dan ditentukan oleh hakim.

B. Saran

Berkaitan dengan pembahasan bab-bab sebelumnya, Penulis mencoba memberikan saran, antara lain:

1. Sebagai salah satu dari Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi oleh Negara, hendaknya setiap Pencipta atau Pemegang Hak Cipta bisa langsung mendafarkan ciptaannya kepada Ditjen HKI. Memang perlindungan terhadap hak cipta bukan didapatkan berdasarkan pendaftaran, namun muncul secara otomatis sejak ciptaan itu ada, namun pendaftaran akan lebih mempermudah administrasi dan bisa sebagai alat di bukti di kemudian hari apabila terjadi sengketa, kecuali ada pihak lain yang keberatan dan berhasil membuktikan sebaliknya.

2. Kepada para pihak yang ingin menciptakan suatu karya cipta lagu atau musik, hendaknya membuat suatu karya yang asli atau orisinil sehingga tidak akan menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang seharusnya merupakan pencipta atau pemegang hak cipta bagi karya tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Atmadja, Hendra Tanu. 2003. Hak Cipta Musik atau Lagu. Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.

Audah, Husain. 2004. Hak Cipta dan Karya Cipta Musik. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa.

Budianto, Agus. 2009. Aspek Pidana Plagiarisme Musik dan Lagu, Jurnal Penegakan Hukum Vol. 6 No.2 Juli 2009. Bandung: Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.

Damian, Eddy. 2002. Hukum Hak Cipta. Bandung: PT. Alumni.

Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djamal. 2009. Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka Cipta.

Gautama, Sudargo dan Rizawanto Winata. 1997. Pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Hariyani, Iswi. 2010. Prosedur Mengurus HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) yang Benar. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Hasibuan, Otto. 2008. Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society. Bandung: PT. Almuni. Lutviansori, Arif. 2010. Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia.


(5)

Mertokusumo, Sudikno. 1983. Sejarah Peradilan dan Perundang-Undangannya di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti.

____________________. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Prodjodikoro, Wirjono. 2000. Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata. Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Rosidi, Ajip. 1984. Undang-Undang Hak Cipta 1982: Pandangan Seorang Awam. Jakarta: Djambatan.

Saidin, OK. 1995. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Inteleectual Property Rights). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sardjono, Agus. 2009. Membumikan HKI di Indonesia. Bandung: Nuansa Aulia. Setiadharma, Prayudi. 2010. Mari Mengenal HKI. Jakarta: Goodfaith Production. Singara, Julius Indra Dwipayono. 2005. Hak Cipta Versus Teknologi Peer to Peer,

Jurnal Hukum Bisnis Vol. 24 No. 1. Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis.

Sman, Rachmadi. 2003. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. Bandung: PT. Alumni.

Soenandar, Taryana. 2007. Perlindungan Hak Milik Intelektual di Negara-Negara Asean. Jakarta: Sinar Grafika.


(6)

Sunggono, Bambang. 2005. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Supramono, Gatot. 2008. Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

_______________. 2009. Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Utomo, Tomi Suryo. 2010. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Sebuah Kajian Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

B. Peraturan Perundang-Undangan