PISA Programme International for Student Assesment

8 a. penyajian, penyajian matematika di sekolah tidak harus diawali dengan teorema atau definisi, tetapi harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa; b. pola pikir, pembelajaran matematika di sekolah dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan topik bahasan dan tingkat intelaktual siswa, sebagai kriteria umum, biasanya di SD menggunakan induktif terlebih dahulu karena hal ini lebih memungkinkan siswa menangkap pengertian yang dimaksud, sedangkan untuk siswa SMP dan SMA sudah menekankan pola pikir deduktif; c. semesta pembicaraan, sesuai dengan tingkat intelektual siswa, maka matematika yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga menyesuaikan dalam kekomplekan semestanya, semakin meningkat tingkat perkembangan intelektual siswa, maka semesta matematikanya semakin diperluas; d. tingkat keabstrakan, tingkat keabstrakan matematika juga harus menyesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa, di SD dimungkinkan untuk “menkonkretkan” objek-objek matematika agar siswa lebih memahami pelajaran. Namun, semakin tinggi jenjang sekolah, tingkat keabstrakan objek semakin diperjelas. Matematika sekolah memiliki peranan yang sangat penting, baik bagi siswa maupun matematika itu sendiri. Bagi siswa, matematika sebagai bekal pengetahuan dan membantu membentuk sikap serta pola pikir matematis logis, sistematis, analitis, dan kritis pada siswa. Bagi matematika, bermanfaat dalam upaya pelestarian pengembangan matematika itu sendiri.

2.3 PISA Programme International for Student Assesment

Pisa merupakan sebuah proyek dari OECD organization for Economic Co- operation and Development , dan OECD adalah organisasi yang terbentuk dari negara-negara yang memiliki kerjasama dalam bidang ekonomi dan pembangunan. PISA bertujuan untuk menilai sejauh mana kemampuan siswa dalam menguasai pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk dapat berpartispasi sebagai warga negara atau anggota masyarakat yang membangun dan bertanggungjawab. Terdapat 3 9 hal yang dinilai oleh PISA, yaitu: literasi matematika, literasi membaca, dan literasi sains Wardhani dan Rumiati, 2011:15. Pisa melaksanakan survei setiap 3 tahun sekali. Pada awal pelaksanaan survei mengenai kemampuan literasi matematika, literasi membaca, dan literasi sains yang menjadi responden hanya siswa-siswa dari negara anggota OECD, tetapi kemudian banyak negara yang tertarik dan akhirnya ikut berpartisipasi dalam survei yang dilakukan oleh PISA. Indonesia pertama kali mengikuti survei yang dilakukan oleh PISA pada tahun 2000, kemudian berlanjut pada tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012. Sebanyak 41 negara berpartisipasi dalam survei PISA pada tahun 2000, pada tahun 2003, jumlah negara yang berpartisipasi berkurang menjadi 40. Pada tahun 2006 menjadi 57 negara, dan pada mulai tahun 2009 sampai sekarang jumlah negara yang berpatisipasi dalam survei PISA sebanyak 65 negara, termasuk Indonesia. Teknis penyelenggaran studi PISA dikoordinasikan oleh konsorsium international yang diketuai oleh Australian Council for Educational Research ACER yang berkedudukan di Melbourne, Australia. Konsorsium ini terdiri atas lembaga penelitian dan pengujian yang terkemuka di dunia, yaitu The Netherlands National Institute for Educational Measurment CITO, Belanda; Educational Testing Service ETS, Amerika Serikat; Westat Amerika Serikat; dan National Institute for Educational Reseacrh NIER, Jepang Tjalla, 2001:11. Oleh karena itu, setiap negara yang berpartispasi dalam survei PISA harus mengikuti prosedur operasi standar yang telah ditetapkan, seperti pelaksanaan uji coba dan survei, penggunaan tes dan angket, penentuan populasi dan sampel, pengelolaan dan analisis data, dan pengendalian mutu. Menurut Hadi dan Mulyaningsih 2009:2, Assessment yang digunakan dalam penilaian literasi matematika, literasi bahasa, dan literasi sains, tidak sekedar terfokus pada sejauh mana siswa telah menguasai kurikulum sekolah. Namun lebih kepada kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan tujuan 10 kurikulum, dari apa yang bisa pahami menjadi lebih mengarah kepada apa yang dapat dilakukan oleh siswa dengan materi yang telah dipelajari di sekolah.

2.4 Literasi Matematika