36
3 Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua
tersebut dalam Pasal 6 ayat 3 dan 4 Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat 2 pasal ini dengan tidak mengurangi
yang di maksud dalam Pasal 6 ayat 6.
Mengenai kawin hamil dari zina, dalam pasal 32 hukum perdata dengan keputusan hakim telah dinyatakan orang yang berzina dilarang kawin dengan teman
zina. Maksud pasal tersebut adalah berupa larangan, jangan terjadi hubungan- hubungan yang asusila, contoh hubungan diluar nikah antara laki-laki yang belum
beristri dengan perempuan yang sudah bersuami, atau hubungan antara perempuan yang belum bersuami dengan laki-laki yang sudah beristri. Dengan demikian, kalau
terjadi hal-hal diatas apakah dia telah melakukan zina harus ada keputusan hakim, sehingga diantara pihak-pihak yang telah melakukan zina tadi di larang untuk
melakukan perkawinan.
C. Kedudukan Anak
Dalam undang-undang perkawinan No I Tahun 1974, anak yang sah adalah 1 anak yang lahir dalam perkawinan yang sah 2 anak yang lahir sebagai akibat
perkawinan yang sah. Jadi kalau seorang wanita yang telah mengandung karena berbuat zina dengan orang lain, kemudian ia kawin sah dengan pria yang bukan
pemberi benih kandungan wanita itu, maka jika anak itu lahir itu adalah anak sah dari pernikahan itu dengan pria lain.
37
Mengenai anak yang tidak ada berbapak ini yang dikenal sebagai anak diluar kawin, dimana si anak hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya dan
keluarga ibunya,diatur dalam pasal 43 Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974. bahkan dalam Kompilasi Hukum Islam sekarang ini, kemungkinan bagi
seorang wanita yang hamil di luar nikah untuk kemungkinan dengan pria yang menghamilinya pasal 53 yang perlu dicatat adalah bahwa perkawinan ini dapat
segera dilaksanakan dan tidak usah menunggu sampai anak lahir. Dalam usahanya untuk menghindari keadaan seorang anak tidak mempunyai
bapak. Maka seorang anak perempuan yang hamil diluar perkawinan, itu agak dipaksakan untuk kawin, sedapat mungkin tentunya dengan seorang pria yang pernah
bersetubuh dengan si wanita itu juga dianggap penyebab hamilnya perempuan itu.
5
Seorang anak yang sah ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya. Dalam Undang-Undang tidak membolehkan pengakuan
terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perbuatan zina atau yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang yang dilarang kawin satu sama lain.
6
Seperti yang dijelaskan pada Undang-Undang Tahun 1974:
Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
5
Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-undang Perkawinan no.1 1974. Jakarta,Tinta Mas,1996, h. 125
6
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 2003, h. 50
38
Pasal 43
1 Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
2 Kedudukan anak tersebut ayat 1 di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
1 Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat
dari pada perzinaan tersebut.
2 Pengadilan memberikan keputusan tentang sahtidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan.
Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tidak diatur secara terperinci dalam bab atau pasal, yang membolehkan atau melarang perkawinan
wanita hamil. Namun dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam bagi peradilan agama d
alam Impres No. 1 Tahun 1991, dalam Bab VIII Kawin Hamil:
7
7
Tim Redaksi FOKUS MEDIA, Kompilasi Hukum Islam, Bandung, Fokus Media: 2007, h. 20
39
Pasal 53 1 Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya. 2 Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan
tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. 3 Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan
perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 53 di atas mengenai wanita hamil
terdapat batasan-batasan sebagai berikut:
8
1. Kawin dengan laki-laki yang menghamilinya.
2. Perkawinan langsung dapat dilakukan tanpa menunggu kelahiran bayi.
3. Tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Status sebagai anak yang dilahirkan diluar pernikahan merupakan suatu masalah bagi anak luar nikah tersebut, karena mereka tidak bisa mendapatkan hak-
hak dan kedudukan sebagai anak pada umumnya seperti anak sah karena secara hukumnya mereka hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya. Anak luar nikah tidak akan memperoleh hak yang menjadi kewajiban ayahnya, karena ketidak absahan pada anak luar nikah tersebut. Konsekuensinya
adalah laki-laki yang sebenarnya menjadi ayah tidak memiliki kewajiban memberikan hak anak tidak sah. Sebaliknya anak itupun tidak bisa menuntut ayahnya untuk
8
Huzaemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001, h. 92
40
memenuhi kewajibanya yang dipandang menjadi hak anak bila statusnya sebagai anak tidak sah. Hak anak dari kewajiban ayahnya yang merupakan hubungan
keperdataan itu, biasanya bersifat material.
Anak luar nikah dapat memperoleh hubungan perdata dengan bapaknya, yaitu dengan cara memberi pengakuan terhadap anak luar nikah. Pasal 280
– Pasal 281 KUHPerdata menegaskan bahwasanya dengan pengakuan terhadap anak di luar
nikah, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya. Pengakuan terhadap anak di luar nikah dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum
diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan pernikahan. Pengakuan demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pegawai Catatan Sipil,
dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan itu harus dicantumkan pada margin akta kelahirannya, bila akta itu ada. Bila pengakuan
anak itu dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada margin akta kelahirannya. Bagaimanapun
kelalaian mencatatkan pengakuan pada margin akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui
itu.
Adapun prosedur pengakuan anak diluar nikah, diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang
menegaskan hal-hal sebagai berikut :
41
1. Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana
paling lambat 30 tiga puluh hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan.
2. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikecualikan
bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir di luar hubungan pernikahan yang sah.
3. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Pejabat Pencatatan
Sipil mencatat pada Register Akta Pengakuan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak.
42
BAB IV ANALISIS FATWA MUI DKI JAKARTA TENTANG PERKAWINAN