6. Abul Mahasin Zainal Abidin 1690-1733
Masyarakat dan budanya Banten yang agraris itu mencapai puncak perkembangan Tamaddun
nya yaitu sekitar XVI-XVII Masehi dan ketika itu sosialisasi Islam mencapai puncak pertumbuhannya. Akan tetapi pada abad XVIII-XIX di Banten sering terjadi
peperangan, bencana alam, wabah, pemberontakan dan penindasan berkepanjangan dari penjajah bangsa Eropa, khususnya Belanda,
17
yang akhirnya berbuntut pada pemecahan wilayah yang dilakukan oleh Belanda terhadap kesultanan Banten mengakibatkan
rakyat Banten terpuruk dalam bidang ekonomi, politik dan budaya. Meskipun demikian kehidupan religius masyarakat masih tetap terjaga dan menjadi tumpuan utama
masyarakat Banten, dan kharisma sultan yang hilang berpindah ke tangan para ulama.
A. Masyarakat dan Struktur Sosial
Yang dimaksud masyarakat Banten adalah orang atau penduduk dan warga negara yang tinggal serta bermukim di wilayah Kesultanan Banten, baik dalam
jangka waktu tertentu maupun selamanya, secara langsung maupun tidak langsung terkait oleh peraturan yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah. Secara kultur,
masyarakat yang menduduki wilayah kesultanan terdiri dari berbagai etnik atau suku bangsa. Mayoritas menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasi sehari-
hari. Sementara itu di wilayah Banten Utara suku bangsa Jawa merupakan sebuah komunitas yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi. Komunitas
ini datang bersamaan dengan didirikannya kesultanan Banten oleh Syarif Hidayatullah dan putranya Maulana Hasanuddin.
17
Ibid., h. 3
Selain dua suku bangsa itu, di Pelabuhan Banten berdiam pula berbagai etnis pendatang dari Eropa, Cina, Arab, dan lain-lain. Orang Eropa merupakan sebuah
komunitas yang mendiami daerah perkotaan. Demikian pula dengan orang-orang Cina yang pada awalnya mendiami daerah atau pusat-pusat perekonomian. Pada
abad ke-17 mereka telah memiliki perkampungan sendiri dan memainkan peranan yang cukup penting di bidang ekonomi. Sementara itu, orang-orang Arab memberi
dampak pada agama Islam di Banten. Mereka tidak terlalu dominan dalam bidang ekonomi namun cukup memiliki peranan penting dalam bidang sosial
kemasyarakatan. Pada awal pertumbuhan kekuasaan Eropa di Banten, struktur sosial yang ada
tidak didasarkan pada etnissuku bangsa tertentu, melainkan lebih didasarkan pada status sosial mereka. Ketika kekuasaan Asing makin besar maka struktur sosialpun
bergeser sehingga menjadikan etnissuku bangsa sebagai salah satu kriteria pelapisan sosial. Berdasarkan kriteria ini masyarakat terbagi ke dalam beberapa
golongan, yaitu bangsa Eropa, golongan masyarakat Cina, Arab, dan golongan Pribumi.
Menurut Prof. Uka Tjandrasasmita, golongan masyarakat Banten terbagi ke dalam empat golongan, yakni golongan sultan dan keluarganya, golongan elit,
golongan non elit masyarakat biasa dan golongan Budak.
18
Golongan pertama adalah sultan sebagai penguasa secara turun temurun beserta keluarganya;
sedangkan golongan keduanya dikategorikan sebagai pejabat tinggi kesultanan seperti mangkubumi, menteri, kadi, senopati, laksamana, dan syahbandar.
18
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993, h. 234
B. Keadaan Keagamaan