Implementasi pemikiran politik Abu al A’la al-Maududi dalam dinamika politik kontemporer

(1)

IMPLEMENTASI PEMIKIRAN POLITIK

ABU AL A’

LA AL-MAUDUDI

DALAM DINAMIKA POLITIK KONTEMPORER

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk memenuhi persyaratan

Gelar Sarjana Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

MUHAMMAD IQBAL

NIM: 101033221838

Program Studi Pemikiran Politik Islam

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta


(2)

(3)

! " " "!" # " $ "

% & """" ! '

$ """ ( )%

* $ +

(

""""$ """" $ $


(4)

* , *,

-# .

""" /

""" /

! !

0 + """ """

$ """

% %

" '

"""

""" """ """ """

""" % 0 """ % """


(5)

(6)

__ __

__

______ (fathah) = a ______ =

______ (kasrah) = i ______ = PEDOMAN TRANSLITERASI

= tidak dibaca = dh

= a = th

= b = zh

= t = ‘

= ts = gh

= j = f

= h = q

= kh = k

= d = l

= dz

= m

= r

= n

"

= z

#

= w

$

= s

%

= h

&

= sy

'

= …’…

(

= sh

)

= y

Vocal Pendek : Vocal Panjang :

a

i

__ _ (dhammah) = u

#

__ __ = u

Kata Sandang : Diftong :

qamariyah = al

#

______ = au

syamsiah = sesuai dengan bunyi

______ = ai

#

__ __ = uw

(u pada akhir kata) ______ = iy


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat-Nyadalam wujudtaufikhidayahserta‘inayah-Nya kepada penulis, sehingga karenanya selesailah penyusunan skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda mulia Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak luput dari bantuan serta dorongan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Sirojuddin Aly, MA yang telah dengan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama masa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta selama penyusunan sampai selesai penulisan skripsi ini.

2. Bapak Nawirudin, MA yang telah dengan sungguh-sungguh memberikan bimbingan selama penyusunan dan penulisan skripsi ini sampai selesai.

3. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan tuntunan dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan

4. Bapak Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. 5. Bapak Syamsuri, MA Ketua Jurusan Program Studi Pemikiran Politik Islam


(8)

6. Ibu Dra. Hj.Hermawati, MA dan Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA selaku ketua dan sekretaris Panitia Ujian, Bapak Dr. Masykur Hakim selaku Penguji I dan Bapak Agus Nugraha selaku Penguji II, yang senantiasa membangkitkan nalar sekaligus menggoncang rasionalitas penulis dalam meneliti lebih jauh materi politik Islam dan juga dalam memberikan semangat dan kemudahan kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan detik-detik Ujian Munaqosah yang menegangkan.

7. Yang terhormat Ayahanda tercinta Dr. K.H.D. Silahuddin, MA dan Ibunda tercinta Ny. E. Maemunah,yangsenantiasamemberikandorongansertado’a restu terutama cinta dan kasih sayangnya kepada Ananda selama penulisan skripsi ini, ~tiada terkira jasa dan pengorbananmu tuk ananda, kini kepadamu kesarjanaan ini kupersembahkan~ Robbigfirli Waliwalidayya Warhamhuma Kama Robbayani Shaghira. Takkan pernah Ananda lupakan pesanmutukselalumengucapkan“Bismillah “dalam melakukansesuatu pekerjaan. Ayah...Ibu... Kaulah Inspirasiku...

8. Adik-adikku tercinta, Muhammad Ihsan Fauzy, Ira Nadya Octavira, Muhammad Haikal Rahmatullah, Muhammad Rijaluddin Hakim, Muhammad HilalFathurahman,yangsenantiasamemberikansemangatdando’akepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kekasih Setia Penulis, penghibur hati pelipur lara, Silvia Rahmah “Teteh” yang senantiasa menjadi tumpuan hati penulis dikala resah dan kalut yang


(9)

sekaligus menjadi tempat berbagi rasa terutama dalam menyelesaikan skripsi ini. ~Semoga hatimu cukup teguh seperti waktu untuk tetap memiliki, mencintai dan menyayangiku... apapun adanya aku~ Cinta dan kasih sayangmu begitu berarti untukku. Kepadamu pula skripsi ini kupersembahkan 10. Keluargaterhormatdari“teteh”BapakK.H. Hamdun Ahmad, M.A beserta

Ny. Endah Huwaida. Dikala mengingat mereka, senantiasa hadir Semangat dan cinta kasih mereka hingga membuat penulis selalu tegar dalam menulis skripsi ini. Tidak luput pula tuk A Daden, Teh Ai, Teh Ade, A Jajat, Lisda, Iqbal dan Fakri. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang kalian berikan. 11. PengurusPondokPesantrenUlumulQur’an,terutamaBapakUstadzUjang

Saepudin, S.Pd.I dan adik-adik santri yang selalu membantu penulis dalam proses terjelmanya skripsi ini, terutama untuk Dede Kobong, Saleh Sandriana, Isan, Ira, Ikal, Ijal, Ilal.

12. Teman- teman kos-an 87 yang pernah bikin film dokumenter, Abdul Manaf, Ginanjar, dan Pak Dukun, Hilman, de-el-el, canda tawa kalian semua selalu memberikan semangat bagi penulis dalam mengarungi hari-hari di kos-an. Terutama untuk Bapak Ibrahim beserta Ibu Pemilik Kos yang senantiasa memberikan fasilitas kamar untuk penulis.

13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan serta partisipasi positif dalam proses terjelmanya skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan tuntas.


(10)

14. Sahabat karib diskusiku di bangku kuliah PPI kelas B, Wahyu, Ramdhan, Manaf, Agus, Ajid, Susan, Adi, kuharap tali silaturahmi kita tidak putus

15. Semua sahabat dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis serahkan, semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dengan balasan yang lebih baik., Amin ya mujibas- sailin

Jakarta, 13 Juli 2006 Penulis


(11)

. . . DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSEMBAHAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN... v

KATAPENGANTAR……… vi

PEDOMAN TRANSLITERASI... x

DAFTAR ISI……… xi

BAB I PENDAHULUAN………...……… . 1

A. Latar Balakang Masalah……… . 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……… 10

C. Tujuan Penelitian……… 10

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan……… 11

E. Sistematika Penulisan……… 12

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI……… 14

A. Biografi Abu al-A’la al-Maududi……… 14

B. Posisi Abu al-A’la al-Maududi dalam Kancah Pemikiran Politik Islam……… 23


(12)

.

.

C. Karya-karya Abu al-A’la al-Maududi……… 26

1. Risalah Intelektual Abu al-A’la al-Maududi………. 26

2. Karya-karya Abu al-A’la al-Maududi……… 29

BAB III ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK ABU AL’ALA AL-MAUDUDI……….… 30

A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’la al-Maududi……… 30

B. Ijtihad Al-Maududi Dalam Pemikiran Politik Islam………….… 33

1. Konsep Theo-Demokrasi…….……… 33

2. Khilafah‘AlaMinhaj al-Nubuwwah……… 37

3. PandangantentangNegaraIslam………….……… 39

BAB IV PEMIKIRAN POLITIK ABU AL A’LA AL-MAUDUDI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEHIDUPAN KONTEMPORER……….…… 45

A. Negara dan Pemerintahan……… 45

1. Kepala negara dan pemilihannya……….…… 47

2. Penguasa dan Persyaratannya……… .………… 50

3. Lembaga Negara Islam dan Fungsinya………….……… 57

4. Konsep Islam mengenai Kedaulatan……….……… 62

5. Kewarganegaraan……… .… 64


(13)

B. Relevansi Pemikiran Politik al-Maududi dengan masa Depan

Pemikiran Politik Islam………...………... 69

C. Telaah Kritis……… 71

1. Jama’atalIslami; Revolusi Damai……… 71

2. Gerakan Revolusi ...……… 78

BAB V PENUTUP……… 82

A. Kesimpulan ……… 82

B. Saran-Saran……… . 83

DAFTARPUSTAKA……… 84


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ditinjau dari kacamata teori politik modern atau teori politik sekuler, teori politik Islam seperti yang dikembangkan oleh Maududi kelihatan unik, bahkan mungkin“ganjil”.Keunikan atau katakanlah keganjilan teori politik Maududi terletak pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan (souverenitas) ada di tangan Tuhan, bukan di tangan manusia. Jadi berbeda dengan teori demokrasi dalam tatanan sistem politik modern pada umumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Dalam kenyataannya, kata-kata ”kedaulatan rakyat” sering kali menjadi kata-kata kosong karena partisipasi rakyat dalam kebanyakan negara demokrasi hanyalah dilakukan empat atau lima tahun sekali dalam bentuk pemilu, sedangkan kendali pemerintah sesungguhnya berada di tangan sekelompok kecil penguasa yang menentukan seluruh kebijaksanaan dasar negara. Sekelompok penguasa itu bertindak atas nama rakyat, sekalipun sebagian pikiran dan tenaga yang mereka kerahkan bukan untuk rakyat, tetapi hanyalah untuk melestarikan kekuasaan yang mereka pegang dan untuk mengamankan vested interests mereka sendiri.

Tampaknya Maududi sangat memahami praktek “kedaulatan rakyat” sebagaimana yang dikemukakan oleh teori demokrasi. Siapapun yang sedikit mendalami praktek demokrasi memang akan menyadari bahwa yang paling sering berlaku adalah hukum besi oligarki (the iron law of oligarchy), yaitu bahwa


(15)

2

sekelompok penguasa saling bekerja sama untuk menentukan berbagai kebijaksanaan politik, sosial dan ekonomi negara tanpa harus menanyakan bagaimana sesungguhnya aspirasi rakyat yang sebenarnya. Juga tidak boleh kita lupakan bahwa kelompok oligarch tersebut, yang berkuasa atas nama rakyat, selalu berusaha memperpanjang, bahkan jika mungkin melestarikan dan memonopoli kekuasaan yang dipegangnya dengan selubung ideologi tertentu, dengan dalih konsensus nasional dan tindakan- tindakan semacam, dan pada saat yang sama para oligarch tersebut memojokkan setiap oposisi yang menentang legitimasi pemerintahannya dengan tuduhan-tuduhan subversi dan disloyalitas pada Negara. Di samping itu Maududi juga pasti sangat memahami bahwa suara mayoritas yang biasanya menentukan dalam sistem demokrasi, dapat menjurus kepada kesalahan–kesalahan fatal, karena mesin propaganda yang digerakan oleh pemerintah dapat saja menceritakan suara mayoritas yang“telahdiatur”.1

Itulah sebabnya mengapa Maududi tidak bergairah menyetujui demokrasi seperti yang dipraktekkan oleh kebanyakan negara modern, yang ternyata sistem politik yang dianggap modern itu gagal menciptakan keadilan sosio-ekonomi, sosio- politik dan juga keadilan hukum. Jurang lapisan kaya dan lapisan miskin tetap menganga lebar, hak-hak politik rakyat hanya terbatas sampai pada formalitas empat atau lima tahun sekali dan, dalam prakteknya, yang memperoleh perlindungan hukum hanyalah mereka yang datang dari lapisan atas, sedangkan bagi rakyat kebanyakan,

1 Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam,


(16)

3

rule of law tetap merupakan selogan kosong tanpa dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari dalam negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi (seperti misalnya negara –negara Barat yang mengagungkan demokrasi), bahkan juga negara- negara marxis yang menyebut dirinya sebagai demokrasi rakyat (people’s democracy).2

Penolakan Maududi terhadap teori kedaulatan rakyat bukan terutama berdasarkan bukti-bukti praktek demokrasi terlalu sering menyeleweng, namun terutama berdasar pemahamannya tentang ayat-ayat al-Quran yang menunjukan bahwa otoritas dan souverenitas tertinggi ada di tangan Tuhan. Di samping itu Tuhan sajalah yang berhak memberikan hukum (law-giver) bagi manusia. Manusia tidak berhak menciptakan hukum, menentukan apa yang boleh (halal) dan apa yang terlarang (haram). Hukum di sini berarti norma-norma dasar bagi penciptaan masyarakat yang adil dan sejahtera. Bukan hukum-hukum administratif atau hukum- hukum lalu lintas dan lain sebagainya.

2

Maududi secara meyakinkan telah menunjukan kelemahan teori kedaulatan rakyat seperti yang dipraktekkan dalam demokrasi sekuler Barat. Di atas telah diterangkan bahwa sebagian besar rakyat tidak ikut dalam proses pemerintahan dan legislasi atau pembuatan hukum karena secara teoretis mereka telah mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para wakil rakyat lewat sistem pemilihan umum. Para wakil rakyat membuat dan memberlakukan hukum atas nama rakyat. Akan tetapi karena politik dan agama telah dipisahkan sama sekali sebagai akibat sekularisasi, masyarakat pada umumnya dan mereka yang aktif dalam bidang politik pada khususnya tidak lagi menganggap penting moralitas dan etik. Di samping itu mereka yang dapat mencapai puncak-puncak kekuasaan dalam negara biasanya adalah orang-orang yang berhasil mempengaruhi massa rakyat lewat tekanan kekuasaan, propaganda palsu atau uang. Dalam kenyataannya, para pemimpin ini bekerja dan berjuang bukan untuk kesejahteraan rakyat yang telah memilihnya, namun pertama-tama dan terutama untuk kepentingan kelompok atau kelasnya (sectoral or class interest) dan tidak jarang para pemimpin ini memaksakan kehendaknya kepada rakyat di negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi sekuler ( Inggris, Amerika, dan lain-lain.) yang dianggap sebagai surga demokrasi sekuler. Lihat Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h. 26-27


(17)

4

Tuntutan untuk menggali kembali landasan konsep hak-hak asasi manusia yang kelak menjadi dasar demokrasi, telah kembali menjadi wacana praksis yang terus menerus. Abu al-‘Ala Al-Maududi, salah seorang pemikir terbesar dari dunia Islam dan pakar yang sangat besar pengaruhnya terhadap rakyat di berbagai penjuru, telah membahas masalah ini dalam konteks pedoman Tuhan yang terkandung dalam Qur’andanSunnah melalui koridor bukan Demokrasi melainkan Theo-Demokrasi.3 Namun sebenarnya, Al-Maududi menyimpan sebuah proyek raksasa, yang merupakan sebuah keinginan untuk mengimplementasikan pemikirannya, yang pada muaranya menjelma dalam koridor Negara Pakistan melalui Jama’atalIslamy. Hal ini yang mendorong Maududi mencari solusi sosio politik menyeluruh yang baru, untuk melindungi kaum muslimin.4

Al-Maududi dalam formula strategi implementasi pemikiran politiknya seringkalimempergunakanistilah“Revolusi“untukmenunjukanperubahanradikal yang ia usahakan. Penggunaan istilah ini tidak menunjukan pilihannya kepada proses

3

Abu al‘Ala al Maududi menciptakan istilah theo-demokrasi untuk menyimpulkan konsep politik dan pemerintahan dalam Islam. Secara esensial, theo-demokrasi Islam itu berarti bahwa Islam memberikan kadaulatan kepada rakyat, akan tetapi kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi oleh norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, kedaulatan rakyat terbatas dibawah pengawasan Tuhan, atau a limited popular soverignty under the suzerainty of God seperti diistilahkan olehAbual‘Ala.Maududi,Khilafah dan kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h.24

4

Sisa terakhir pemerintahan Muslim pada saat itu kelihatan semakin tidak pasti. Maududi pun berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan Muslim. Dia berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada pemerintah saat itu, namun tidak digubris.Thariq Ramadhan, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr sampai Nasr dan Qardhawi, (Jakarta : PT Mizan Publika), h. 228


(18)

5

atau metode yang dipergunakan oleh gerakan-gerakan revolusioner yang modern untuk mencapai tujuan mereka.

Dalam studi kritis tentang Revolusi Perancis, Revolusi Rusia dan Revolusi Musthafa Kemal di Turki, Al-Maududi menunjukkan bahwa pendekatan revolusioner dari Barat cenderung ke arah ekstremitas. Namun, yang ada bagi gerakan-gerakan revolusioner kontemporer adalah dugaan bahwa apabila kerangka sosial, ekonomi dan politik, pola kehidupan manusia dari segi materi dan sosial berubah, maka suatu perubahan radikal untuk kebaikan akan tercapai.

Gerakan revolusioner Barat di atas menurut Al-Maududi temasuk gerakan yang sifatnya jahiliyah.5 Islam menurutnya berusaha untuk membawa revolusi total dalam kehidupan manusia dengan maksud membentuk kehidupan itu sesuai dengan petunjuk Tuhan. Revolusi ini mulai dengan memberikan manusia serangkaian kepercayaan, pandangan hidup, konsepsi realitas, skala baru dari nilai-nilai, keterikatan moral yang segar, dan transformasi motivasi dan pribadi. Ini membuka proses murni yang menghasilkan seluruh rangkaian perubahan dalam kehidupan individu, yang membawa individu itu mengembangkan masyarakat imani.

5

Maududi mempergunakan istilah Jahiliyah sebagai antitesis terhadap Islam. Ia memperghunakan istilah itu untuk menunjuk semua pandangan dunia dan sistem berfikir, kepercayaan dan perbuatan yang menolak kekuasaan Allah dan petunjukNya. Lih Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998), h.254


(19)

6

Masyarakat itu tumbuh sebagai gerakan ideologi yang berusaha untuk membawa perubahan sosial pada arah yang dikehendaki. 6

Usaha ini bermaksud untuk membina kembali kehidupan manusia secara utuh dan membawa kepada berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, kepada penegakkan orde baru, suatu orde yang dalam bentuk idealnya disebutkan oleh Al- Maududisebagai“Khilafah‘ala Minhaj Al-Nubuwah”yaknikekhilafahanataspola ke-Nabi-an, dan menjadi pola yang ideal dari orde sosial politik, di mana umat Muslim harus berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam konteks kekinian dan kedisinian.7

Situasi dewasa ini dalam pandangan Al-Maududi, bahwa masyarakat Muslim berangsur-angsur menjauh dari tatanan yang ideal yang ditegakkan oleh Rasulullah saw yang terus dan berkembang dalam garis yang sama pada zaman Khulafaur Rasyidin. Perubahan penting pertama dalam tubuh politik Islam adalah perubahan dari khilafah kepada monarkhi, dengan akibat-akibat perubahan yang penting pada peranan agama dalam kehidupan sosio-politik. Berangsur-angsur ide yang sangat penting tentang kesatuan hidup menjadi lemah, dan sadar atau tidak sadar pemisahan antara agama dan politik pun terjadi.8

6

Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h. 39.

h.255

7 Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998)

8 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,


(20)

7

Al-Maududi telah berusaha sekeras-kerasnya untuk mengembangkan program komprehensif yang akan mengubah dunia menjadi suatu masyarakat dan negara Islam yang ideal. Organisasi yang ia pimpin, Jama’atalIslami merupakan alat utama yang dengan itu ia berusaha untuk melaksanakan program raksasa ini.

Sebelum membahas rencana itu, tampaknya merupakan suatu keharusan untuk memahami dasar-dasar pertimbangan gerakan Al-Maududi. Pertimbangan itu adalah bahwa kaum intelektual memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap masyarakat umat manusia terutama dalam masyarakat modern. Ia menekankan bahwa Islam akan menjadi realitas yang operatif pada masa kita sekarang ini, apabila manusia yang memiliki iman, integritas dan visi yang jelas tentang tatanan Islam, orang-orang yang di baris depan dari kehidupan intelektual manusia dan mempunyai kemampuan untuk mengurus masalah-masalah dunia akan memegang tampuk kepemimpinan.9

Istilah pimpinan biasanya dipergunakan dalam arti yang luas, dan bisa juga dikatakan untuk menunjuk orang-orang yang mengurus suatu masyarakat, orang- orang yang perbuatannya dicontoh orang lain dan kata-katanya diikuti. Secara luas mereka termasuk pada kelas terdidik, yang sementara dari mereka kebetulan juga mengawasi organ-organ negara dan bahkan mempunyai peranan yang lebih efektif dalam kehidupan manusia.

9

Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhammad al Baqir, (Bandung Mizan 1996) h. 69-72


(21)

8

Pendekatan Al-Maududi mengenai perubahan dalam tatanan masyarakat Islam bisa diperoleh dengan perantaraan tajdid. Tajdid menunjukkan kesinambungan misi dari para nabi untuk melaksanakan Islam. Ia tumbuh dari keyakinan yang kukuh, dari tekad yang membaja, untuk melaksanakan kamauan Tuhan. Jiwanya adalah kreativitas. Ia memperoleh inspirasi dari cita-cita yang tinggi, sekalipun usaha itu sendiri harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh realisme, dan disertai dengan persiapan moral dan material yang penuh.10 Hal ini melibatkan tiga langkah pendahuluan :

Menganalisis situasi yang ada dalam hubungan dengan konflik antara Islam dengan jahiliyah dalam konteks waktu dan tempat. Penilaian yang jelas dan langsung tentang situasi itu merupakan suatu keharusan untuk mengetahui bentuk-bentuk jahiliyah, sumber-sumber darimana ia tumbuh, dan segi-segi yang sensitif di mana ketegangan dan konflik terdapat antara Islam dan jahiliyah. Sumber-sumber kelemahan dalam kehidupan Muslim kontemporer juga harus diteliti, dan diagnosis yang tepat harus dilakukan hingga orang dapat memperoleh kejelasan tentang penyakit utama yang diderita masyarakat muslim dalam suatu periode sejarah tertentu.

Tujuan pokok dari usaha intelektual ini adalah untuk memperkukuh strategi yang didasarkan kepada analisis tersebut, hingga prinsip-prinsip Islam sekali lagi terlaksana dalam kehidupan muslim

10

Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h. 18.


(22)

9

Guna mempersiapkan strategi yang realistis adalah juga penting untuk meneliti sumber-sumber yang terdapat dalam periode tertentu. Adalah hanya dalam evaluasi sendiri dan penelitian yang hati-hati terhadap sumber-sumber mental, moral dan material yang ada, maka rencana untuk kebangkitan Islam kembali bisa dilakukan. Usaha itu harus memanfaatkan cara-cara dan jalan yang paling efektif untuk mencapai tujuan proyek raksasa tersebut.11

Pada titik ini, kita bisa melihat bahwa Al-Maududi telah berhasil menempatkan kajian Islam pada dimensi epistemologis dan ideologisnya. Keduanya terkait erat dengan corak Fundamentalisme sebagai faktor pembentuknya. Dan hal inilah yang menurut penulis sangat perlu dibahas berkaitan dengan pola dan formula pemikiran politik Islam yang disodorkan al-Maududi yang bisa jadi menambah khasanah pertimbangan sistem politik yang berkembang saat ini.

Namun demikian, Al-Maududi telah memberikan kontribusi besar bagi munculnya kajian-kajian kritis atas Islam, khususnya melalui temuan-temuan metodisnya. Karena itu, para pemikir muslim pasca dirinya bisa mengambil pelajaran sekaligusmelakukankontekstualisasiatas“simbiosis mutualistik”antaraIslam dan budayanya masing-masing.

h.256

11


(23)

10

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Fokus utama skripsiiniadalah “ImplementasiPemikiran Politik Islam Maududidalam DinamikaPolitikKontemporer”.Dalam skripsiini,dirumuskanke dalam beberapa sub masalah yaitu : (1) bagaimana corak dan konsep pemikiran politik Islam Maududi? (2) bagaimana Implementasi Pemikiran politik Maududi dalam kehidupan politik kontemporer ? (3) apa relevansi gagasan autentisitas Al- Maududi bagi masa depan pemikiran Islam dan dimana Posisi Abu al-‘Ala Al- Maududi dalam kancah politik Islam?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini, secara khusus adalah mengangkat nilai positif sejarah perjuangan tokoh Islam masa lalu yakni Abu alA’la al Maududi yang merupakan kontribusi positif atas percaturan politik kontemporer.

Secara metodologis tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana corak dan konsep pemikiran politik Islam Al-Maududi.

2. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pola implementasi pemikiran politik Al-Maududi dalam menghadapi dinamika politik kontemporer 3. Untuk mengetahui sejauh mana relevansi gagasan autentisitas Al-Maududi

bagi masa depan pemikiran Islam dan sekaligus mengetahui dimanakah posisi Al-Maududi dalam kancah politik Islam


(24)

11

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Pembahasan mengenai Al-Maududi mempunyai keterkaitan erat dengan dua macam disiplin ilmu yakni, Pertama, menyangkut ilmu ketatanegaraan, dan kedua sangat berkaitan erat dengan ilmu Agama Islam, yakni berkenaan dengan wacana Pemikiran Politik Islam. Dalam pembahasan, kedua pendekatan keilmuan itu dituangkan secara terpadu, hingga pembahasannya menjadi terfokus.

Lingkup pembahasan diarahkan sekitar pembentukan nalar politik Al Maududi yang berkaitan dengan karakter dasar pemikiran Al-Maududi, kebijakan politiknya, situasi dan kondisi politik pada masa itu, serta kondisi lingkungan yang ada pada waktu itu. Berdasarkan hal tersebut, sebagaimana telah dirumuskan dalam pembatasan masalah, maka masalah pokok tersebut akan diuraikan dengan membahas corak dan konsep politik Islam Al-Maududi, implementasi pemikiran politik Al- Maududi, relevansi gagasan Al-Maududi bagi masa depan politik Islam dan Posisi Abu al-‘Ala Al-Maududi dalam kancah politik Islam.

Pada akhir pembahasan akan dirumuskan kesimpulan yang bersifat menjawab masalah pokok di atas setelah terlebih dahulu dikemukakan isi pembahasan. Penelitian terhadap masalah dilakukan melalui library research. Literatur sejarah yang mencatat perjuangan gerakan politik Al-Mududi dijadikan sumber utama, terutama sekali yang lebih fokus membahas pemikiran dan gerakan Al-Maududi seperti buku- buku karya Al-Maududi serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan hal tersebut. Buku-buku yang membahas politik dan ilmu hukum, juga dijadikan sumber


(25)

12

komplementer dalam penelitian. Buku-buku tulisan orientalis pun dipakai sebagai bahan serta data yang bersifat komparatif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang fokusnya adalah analisa dan pemberian makna data.

Metode yang akan digunakan untuk membahas berbagai aspek pembahasan adalah metode deskripsi. Metode deskripsi digunakan untuk menguraikan kondisi politik Islam pra Al-Maududi hingga terciptanya gagasan Al-Maududi di Pakistan melalui organisasi yang dipimpinnya yaitu Jama’atalIslami.Juga digunakan metode induktif yakni ketika menguraikan gagasan utama dari Al-Maududi. Dengan melalui metode induktif segala makna yang terkandung pada materi penelitian diangkat menjadi sebuah kesimpulan dari wacana penelitian

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan menggunakan sistematika pembahasan bab per bab, kemudian dijelaskan dalam sub-sub bab tema pembahasannya. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:

Bab pertama adalah Pendahuluan, yang terdiri atas sub-sub bab yang menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab kedua penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang Abu al- A’la Al- Maududi”yangmeliputibiografi,baikyangbersifatpribadimaupunsosial.Babini


(26)

13

juga membahas risalah intelektualnya dan karya-karya Al-Maududi sejauh terkait dengan gagasan politiknya

Bab ketiga penulis menjelaskan tentang anatomi dan kerangka pemikiran politik Abu al-A’la al-Maududi yang meliputi dasar pemikiran politiknya dan juga ijtihad Abu al-A’la al-Maududi dalam pemikiran politiknya.

Bab keempat merupakan inti pembahasan tentang Pemikiran Politik Islam Al-Maududi. Bab ini merupakan evaluasi kritis penulis atas pemikiran Al-Maududi, sekaligusproyekbesarnya “ImplementasiPemikiranPolitikIslam”.Evaluasiini terdiri atas kritik konsep pembaharuannya tentang sistem kenegaraan Islam ‘theo- demokrasi’sekaliguseksplikasiatasdimensiideologisdanpraksisdaripemikiranAl- Maududi kemudian menimbang relevansi gagasan pembaharuan tersebut bagi masa depan pemikiran Islam dan posisi Al-Maududi dalam kancah politik Islam.

Bab kelima merupakan penutup yang berisi dari masalah yang dibahas dan disertai saran-saran ihwal studi lebih lanjut tentang Implementasi Politik Islam dalam pemikiran Abu al-A’la Al-Maududi.


(27)

14

BAB II

DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI

A. Biografi Abu al-A'la al-Maududi

Sayyid1 Abu al-A'la Al-Maududi merupakan salah seorang pemikir dan perombak sosial terbesar dalam dunia Islam. Beliau dilahirkan di Aurangabad (Hiderabad, Deccan, India), pada tanggal 25 September 1903 dan memulai karier kemasyarakatannya sebagai seorang wartawan pada tahun 1920.2

Ayah Abu al-A'la al-Maududi, Ahmad Hasan yang dilahirkan pada tahun 1855 M di Delhi, berasal dari keluarga terhormat yang silsilah keturunannya dapat ditelusuri sampai kepada Nabi Muhammad Saw Keluarga Abu al-A'la al•Maududi telah mempunyai tradisi kepemimpinan spiritual yang terkenal sejak lama karena sebagian besar dari nenek moyangnya merupakan pemimpin dari tarekat-tarekat yang terkemuka. Nenek moyang Abu al-A'la al-Maududi datang ke anak benua Indo-Pakistan sejak lahir abad ke - 13 H atau abad ke 15 M. Sedangkan Ibu Abu al-A'la al-Maududi yang bernama Sayyidah Ruqayyah, adalah putri bungsu dari Mirza Qurban Ali Bik. Mirza adalah keturunan Turki dan berprofesi sebagai tentara, di samping sebagai pujangga dan sastrawan.3

1 Sayyid artinya Tuan; nama gelar kehormatan atau sebutan kepada orang Arab keturunan

Nabi Muhammad saw. Lih. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta :Balai Pustaka, 1995). h. 885

2

Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.6

3


(28)

15

Nama Maududi memang dikenal luas baik dikalangan orang-orang Islam maupun kalangan orang-orang di luar Islam. Di antara mereka ada yang memuji dan tidak sedikit pula yang mencibir keilmuan beliau. Guru pertama Maududi adalah ayahnya sendiri yang pernah berprofesi sebagai pengacara yang taat beragama. Ayahnya, Ahmad Hasan, sendiri pernah belajar di Universitas Aligarh,4 (Universitas yang ditujukan untuk meneruskan perjuangan Sayyid Ahmad Khan)5 tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena pola pendidikan di Universitas tersebut sangat kebarat-baratan. Ketika dia menjalankan profesinya sebagai pegacara, dia sangat teliti dalam memilih pelanggannya. Dia tidak mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akhlak Islami dan hati nuraninya sehingga dia ditinggalkan oleh para pelanggannya. Dengan demikian berhentilah dia dari profesi tersebut. Setelah itu beliau hanya memusatkan pada pengajaran dan pendidikan anaknya. Maududi memulai pendidikanya di rumah sampai tamat tingkat dasar. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar tersebut, dia melanjutkan studinya di madrasah Fauqaniyah yang memadukan pendidikan modern barat dengan pendidikan Islam tradisional. Dia

4 Aligarh adalah gerakan yang merupakan kelanjutan dari usaha pembaruan Sayyid Ahmad

Khan di bidang Pendidikan. Didirikan pada tahun 1875 di Aligarh, India dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan di kalangan umat Islam. Gerakan ini muncul setelah meninggalnya Sayyid Ahmad Khan tahun 1988. lembaga ini dikembangkan dan namanya kemudian diganti dengan “MohammadenAnglo-OrientalColege”( MAOC ), kemudian namanya berubah lagi diganti dengan UnivesityofAligarh”. Universitas ini dikenal sebagai pusat gerakan pembaruan Islam di India. Lihat : HasanMu’arifAmbary(et.al)Esiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.120

5

Sayyid Ahmad Khan ( w. 1898 ) tokoh reformer dan modernis berkebangsaan India yang menyerukan agar bangsa India mengambil ide-ide dari Barat. Beliau mendirikan “Mohammaden Anglo-OrientalColege” yang kemudian diganti namanya menjadi “UniversitasAligarh“,Hasan Mu’arifAmbary(et.al)Esiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.213


(29)

16

dikenal sebagai seorang anak yang cerdas, dan menyelesaikan pendidikannya tepat pada waktunya dengan mendapatkan ijazah Maulawi6

Selanjutnya Maududi berkeinginan untuk memasuki perguruan tinggi, tetapi keadaan ekonomi dan kesehatan ayahnya yang semakin memburuk menyebabkannya tidak bisa mewujudkan cita-citanya tersebut. Akhirnya Maududi ikut berpindah bersama ayahnya ke Hyderabad, dimana dia dapat melajutkan pendidikannya di Dar al-Ulum, di Deoband, suatu lembaga yang banyak mencetak ulama-ulama kharismatik di India pada masa itu. Pendidikan Maududi hanya berlangsung selama enam bulan karena harus merawat ayahnya yang akhirnya meninggal dunia. Meskipun pendidikan formal Maududi terhenti, dia terus menerus belajar sendiri untuk menambah ilmu. Hal ini bisa terjadi karena didukung oleh kemampuannya dalam menguasai beberapa bahasa asing. Selain menguasai Urdu sebagai bahasa Ibunya, Maududi juga memahami dengan baik bahasa Arab, Persia7 dan Inggris. Dengan berbekal bahasa tersebut, dia mampu menerima pelajaran dan bimbingan dari ulama-ulama yang berkompeten.8

Setelah pendidikan formal Maududi terputus, dia menjadikan jurnalisme sebagai mata pencahariannya. Pada tahun 1918, dia telah menyumbangkan

6

Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 159

7

Persia adalah bahasa yang digunakan oleh warga Iran. Merupakan bahasa dari etnis Persia dan merupakan etnis terbesar yang ada di Iran ( 63 % ), lihat : Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1986 ) cet ke-1, h.172

8

Dengan kemampuannya berbahasa Arab, dan Urdu dengan baik pada usia empat belas tahun, dia sudah bisa menerjemahkan Al-Mir’atAl-Jadidah (wanita modern) karya Qasim Amin, dari bahasa Arab ke Urdu., Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.103


(30)

17

tulisan- tulisan kepada surat kabar setempat yang berbahasa Urdu. Pada usia tujuh belas tahun, beliau menjadi redaktur harian Taj, Jabalpur dan kemudian redaktur al-Jami'ah, Delhi , satu di antara surat kabar Muslim India abad ke 19-20 yang paling populer. Tahun 1929, saat beliau berusia dua puluh enam tahun, beliau menerbitkan karyanya yang cemerlang dan monumental, al-Jihad fi al-lslam (Perang Suci dalam Islam). Buku ini belum pernah terdapat sebelumnya dalam literatur Islam dan tiada bandingannya sekalipun dalam bahasa Arab. Belakangan Abu al-Ala al-Maududi pindah dari Delhi ke Hyderabad (Deccan) dan pada tahun 1932 mulai menerbitkan Tarjuman al-Qur'an jurnal bulanan yang dipersembahkan guna kebangkitan Islam. Jurnal ini telah memelopori kebangkitan kembali kaum elit terpelajar India.9

Pada tahun 1937, Dr Muhammad lqbal10 menulis surat kepada Abu al-A'la al - Maududi untuk pindah ke Punjab dan bekerja sama dengannya dalam karya riset raksasa rekonstruksi dan kodifikasi yurisprudensi Islam. Korespondensi ini diikuti dengan dua perternuan antara kedua tokoh tersebut. Akhirnya diputuskan babwa Abu al-A’la al-Maududi harus pindah ke Punjab dan memimpin suatu lembaga riset Islam Dar al-Islam. Abu al-A'la al-Maududi meninggalkan Hyderabad dan tinggal di Punjab pada bulan Maret 1938. Akan tetapi takdir menentukan lain, Dr. Muhammad

9

Buku Tarjuman Al-Qur’an merupakan buku yang mendapatkan sambutan hangat dari kaum Muslim sekaligus menegaskan bahwa al-Maududi merupakan tokoh yang sangat dihormati karena keluhuran intelektualnya, Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.106

10

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1876 ( 1291 H ) dari keluarga golongan menengah Punjab, India. Pergi ke Lahore untuk meneruskan studinya hingga maraih gelar Master. Usia 29 tahun ia melanjutkan studinya di bidang filsafat Universitas Cambridge, Inggris. Dua tahun kemudian melanjutkan studinya di Munich Jerman Barat dan meraih gelar Ph.D. tesisnya yang terkenal adalah The Development of Metafisich in Persia, lihat : Harun Nasution (et al), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djembatan, 1992 ) cet ke-1, h.933


(31)

18

lqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir, dan meninggalkan tugas yang maha berat yang seharusnya digarap bersama. Oleh karena itu Maududi terpaksa pindah meninggalkan Punjab untuk kemudian pindah ke Lahore, dimana dia menjadi staf pengajar pada Fakultas Ushuluddin di Islamiyah College tanpa bayaran.11

Setelah itu, tepatnya pada tahun 1948, Maududi pernah menyampaikan lima buah ceramah lewat Radio Pakistan, yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Islam bukan hanya di Pakistan melainkan juga di seluruh dunia. Ceramah tersebut mencakup lima bidang pokok dalam kehidupan umat Islam, yaitu bidang moral, politik, sosial, ekonomi dan spiritual. Kelima ceramah tersebut kemudian diterbitkan oleh Islamic Research Academy dalam bentuk buku yang diberjudul Islamic Way of Life.12

Di Lahore, Abu al-A'la al-Maududi juga bekerja selama hampir dua tahun sebagai Dekan Fakultas Theologi, Islamia College, Lahore, Tahun 1941 beliau mengorganisasikan Gerakan Renaisans13 Jama’atal-Islami14 dan terpilih sebagai ketuanya. Setelah pembagian India - Pakistan, beliau mencanangkan gerakan

11

Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’la al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, (Bandung: Risalah, 1984 ), h.5

12

Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’la al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, (Bandung: Risalah, 1984 ), h.16

13

Gerakan Renaisan adalah gerakan pembangunan dan pengembangan kembali keilmuan untuk menghadap masa depan. Lihat : Anton M. Moelyono dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 1988 ) , cet ke-1, h. 741

14

Jama’atal-Islami adalah partai revivalis Islam di Pakistan. Organisasi ini merupakan salah satu gerakan Islam tertua dan paling berpengaruh dalam perkembangan revivalisme Islam di seluruh dunia Islam umumnya dan di Pakistan khususnya. Organisasi ini didirikan di Lahore, Pakistan pada tanggal 26 Agustus 1941. Dalam format besarnya, Jama’atinidibentukuntukmenyaingiLigaMuslim dalam memimpin gerakan di pakistan, khususnya setelah resolusi Lahore tahun 1940 yang diusulkan oleh Liga Muslim untuk menciptakan negara Muslim yang terpisah dari India, lihat : Jhon Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 42


(32)

19

Konstitusi Islam dan Jalan Kehidupan Islam, kemudian Beliau ditahan pada tanggal 4 Oktober 1948. Setelah dua puluh bulan dalam penjara, beliau dibebaskan pada bulan Mei 1950. Sekali lagi, pada tahun 1953 beliau divonis mati dengan tuduhan menulis selebaran gelap yang sebenarnya tidak terlarang. Vonis ini diremisi menjadi hukuman seumur hidup, yang berarti kurungan ketat selama empat belas tahun. Tanggal 28 April 1955 dengan keputusan Mahkamah Agung beliau dilepaskan. Sekali lagi, pada tanggal 6 Januari 1964 beliau ditahan untuk ketiga kalinya, ketika Jama’at al Islami dilarang oleh Ayub Khan,15 tanggal 9 Oktober 1964, beliau dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Punjab. Keempat kalinya, beliau ditahan pada tanggal 29 Januari 1967 karena menentang rezim Ayub Khan untuk merayakan Idul Fitri sebelum ru'yah al-hilal. Akibat adanya petisi tertulis, pemerintah membebaskan Abu al-A'la al Maududi setelah 2,5 bulan ditahan pada tanggal 15 Maret 1967.16

Abu al-A’la al-Maududi mulai menulis karyanya Tafhim al-Qur'an (Ke Arah Pemahaman al-Quran) pada bulan Februari 1942. Ini merupakan karya paling revolusioner dan mengejutkan di zaman itu. Buku ini diselesaikan enam jilid setelah memakan waktu tiga puluh tahun empat bulan, tepatnya selesai pada tanggal 7 Juni 1972. Tafsir yang ditulis Maududi ini merupakan yang terbesar yang dipersiapkannya selama tiga puluh tahun. Ciri-ciri utama tafsir ini adalalah menyajikan arti dan risalah al-Qur'an dengan berbagai problema sehari-hari, baik secara individual maupun

15

Ayub Khan (w.1969 ) adalah Jenderal Angkatan Bersenjata Pakistan, menjadi kepala negara tahun 1958. John Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, (Bandung : Mizan. 2001), h. 116

16

Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.7


(33)

20

secara kolektif maupun sosial. Dia berusaha menjelaskan ayat-ayat Allah dalam konteks pesan yang menyeluruh.

Pada tahun 1937, dia mulai betul-betul memperhatikan soal-soal politik. Mulai tahun itu dia terlibat lebih mendalam dan langsung. Ketika itu, India telah mendekati titik-titik kemerdekaan setelah kira-kira 150 tahun dikuasai oleb kerajaan Inggris. Pada saat itu, pengaturan konstitusional masa depan India yang merdeka telah menjadi perdebatan berbagai partai di India yang menentang Inggris. Dalam keadaan seperti itu, Maududi menyadari akan bahaya besar yang akan mengancam eksistensi kaum Muslimin.17

Menurutnya, umat Islam India dan umat-umat lain, terutama umat Hindu, bukanlah bangsa yang sama. Dengan tegas dia menyatakan bahwa kaum Muslimin memiliki identitas dan kebangsaan sendiri, yaitu Islam. Lebih jauh lagi dia mengungkapkan bahwa kaum Muslimin bersatu bukan karena ikatan ras,18 geografis, bahasa, kepentingan bersama, ekonomi atau budaya, melainkan karena komitmen mereka untuk mengikuti kehendak Allah dalam kehidupan mereka. Maududi menolak keras paham nasionalisme,19 karena sangat merugikan dan memojokkan Islam.

17

CharlesJAdams,“Maududi dan Negara Islam”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Voiceofresurgent Islam”,(Jakarta : CV.Rajawali, 1987 ), cet ke-1 h. 115

18

Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik suatu rumpun bangsa. Lihat : Anton M. Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 729

19

Nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri yang dibatasi oleh suku, bangsa dan wilayah teritorial. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 610., Dengan runtuhnya Gerakan Khilafah pada tahun 1924, kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap Nasionalisme yang diyakininya saat itu karena dia berpendapat bahwa Nasionalisme menyesatkan orang Turki dan Mesir yuang menyebabkan mereka morongrong kesatuan Muslim dengan cara menolak imperium


(34)

21

Maududi menolak faham demokrasi20 dan sekuler21 yang dinyatakannya sebagai faham yang bertentangan dengan agama. Dia menyerukan kaum Muslimin untuk tidak berjuang atas faham-faham tersebut karena akan merugikan kelompok Muslim yang minoritas. Dia mendesak kaum Muslimin untuk tidak ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan yang dipimpin Kongres Nasional India dan para pendukung nasionalisme. Karena hal itulah, akhirnya Maududi memulai usaha pembaharuan Islam dengan mendirikan suatu organisasi, yaitu Jama'at al-Islami di Lahore pada bulan Agustus 1941, dan dia terpilih sebagai Amir (pemimpin) sampai tahun 1972.22

Pada tanggal 28 Maret 1953, Maududi ditangkap dan dipenjarakan sehubungan dengan tulisannya yang berjudul “The Qadiani Problems" Tulisan Maududi ini bertujuan untuk mendukung tuntutan rakyat yang menginginkan agar

‘UtsmaniahdankekhalifahanMuslim.Lih.Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.105

20

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang segenap rakyatnya diberikan kesempatan untuk turut serta dipemerintahan dengan perataraan wakilnya. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 195., Adapun pernyataannya dengan faham demokrasi, dia melontarkan kritikan keras, karena menurutnya faham itu hanya akan menjadi tirani mayoritas. Jika kaum Muslimin menerima faham tersebut, mereka akan hancur dan kehilangan identitasnya.lihat CharlesJAdams,“Maududi dan NegaraIslam”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Voiceof resurgent Islam, h. 115

21

Sekuler adalah faham kenegaraan yang menghendaki suatu kesusilaan atau budi pekerti tidak berdasarkan ajaran agama atau pemerintahan yang tidak mengikatkan ajaran agama sebagai landasan negara, Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), h. 797, Maududi mengkritik faham sekularisme karena suatu tatanan sosial tanpa agama tidak dapat diterima dan bertentangan dengan Islam. Dia menegaskan bahwa suatu sistem pemerintahan sekuler, secara teoritis akan mengambil sikap netral tersebut dalam prakteknya tidak akan pernah terwujud di India, Karena pemerintah hanya akan bersikap sekuler terhadap kelompok-kelompok agama minoritas, yaitu tidak membantu ataupun menekan mereka dan sebaliknya akan membantu dan mendukung agama mayoritas. lihat CharlesJAdams,“Maududi dan Negara Islam”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “VoiceofresurgentIslam, h. 117

22

CharlesJAdams,“Maududi dan Negara Islam”,dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Voiceofresurgent Islam, h. 119


(35)

22

orang-orang Qadiani harus diperlakukan sebagai kelompok minoritas, alias non-Muslim dalam Konstitusi Pakistan, tetapi pemerintah tidak menerima tuntutan tersebut bahkan Maududi dituduh oleh pemerintah sebagai penghasut. Berkaitan dengan peristiwa itu, Maududi oleh pengadilan darurat dijatuhi hukuman mati ditiang gantungan. Ketika mendengar vonis pengadilan itu, Maududi sedikit pun tidak bergetar,bahkansebaliknyadiaberkata:“Jika ajal saya telah tiba, tak seorangpun dapat mencegah saya darinya; dan jika ajal belum tiba, mereka tidak dapat menggiring saya ke tiang gantungan meskipun mereka menggantung diri mereka sendiri unluk menggantung saya".23 Karena desakan dan protes yang berdatangan dari umat Islam baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya pemerintah terpaksa mengubah keputusan dan menggantikannya dengan hukuman empat belas tahun penjara.24

Akan tetapi, pada tanggal 25 Mei 1955, Maududi dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tinggi karena undang-undang yang menyebabkannya itu ditahan telah dibatalkan.25 Meskipun sering dipenjara, perjuangannya tidak pernah terhenti demi tercapainya cita-citanya, yaitu tegaknya tatanan Islam di negara Pakistan.

Dalam usianya yang semakin lanjut, Maududi selalu aktif dalam berbagai kegiatan untuk mewujudkan negara Pakistan yang bedasarkan al-Qur'an dan al - Sunnah. Sebagaimana diketahui, perjuangan Maududi selama enam puluh tahun

23

Lihat Al Maududi dalam Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.3

24

Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’la al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, h. 27

25

Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.52


(36)

23

berhenti ketika ayahnya tiba pada tanggal 23 September 1979, yaitu setelah dirawat beberapa hari di sebuah rumah sakit di kota New York.

Akhirnya umat Islam telah kehilangan salah seorang pejuang gigih yang terus berusaha dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini. Kegigihan dan ketekunannya dalam menegakkan ajaran Islam ini telah menimbulkan semangat kepada orang-orang yang ditinggalkannya untuk terus berusaha dalam menegakkan ajaran Islam.

B. Posisi Abu al-A’la al-Maududi Dalam Kancah Pemikiran Politik Islam

Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat memperhatikan terhadap doktrin dan ajaran Islam, Maududi selalu berusaha untuk membangun paradigma pemikirannya berdasarkan al-Qur'an dan al-Sunnah. Seperti kita ketahui bahwa Abu al-A'la al Maududi termasuk ulama yang berpikiran fundamentalis, yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna.

Dalam hal ini Munawir Sadjali dalam analisisnya berpendapat bahwa terdapat tiga aliran dalam umat Islam tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Para penganut aliran ini pada umumnya berpendirian bahwa :


(37)

24

1. Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Didalamnya terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat.

2. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad saw dan nempat al-Khulafa al-Rasyidin.

Tokoh-tokoh utama dari aliran ini antara lain Syekh Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan yang paling vokal adalah Maulana Abu alA’la al Maududi.

Aliran Kedua berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini Nabi Muhammad hanyalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur; dan Nabi tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai negara. Tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini antara lain Ali Abd Raziq dan Dr. Thaha Husein.

Aliran ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang seba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya


(38)

25

mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Diantara tokoh-tokoh dari aliran ketiga ini yang terhitung cukup menonjol adalah Dr, Mohammad Husein Haikal, seorang pengarang Islam yng cukup terkenal dan penulis buku Hayatu Muhammad dan Fi Manzil al-Wahyi26

Dari penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwa dalam hal ini al-Maududi termasuk pada tokoh yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang kaffah dan Univarsal yang di dalamnya terdapat berbagai aspek aturan kehidupan termasuk dalam hal ketatanegaraan.

Di negaranya, Maududi sering sejalan dengan pandangan ulama konservatif hingga hal itu menimbulkan kesan seolah-olah dia adalah seorang konservatif. Beliau sendiri menyatakan bahwa tidak ada ijtihad selain yang telah dijelaskan dalam nash syari'ah. Maududi mengakui keabsahan metodologi hukum Islam yang dikembangkan oleh para imam yang mendirikan madzhab. Maududi sering berbeda pendapat dengan kaum modernis dalam setiap pemahamannya, meskipun kaum modernis menyerukan untuk kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah serta menganjurkan ijtihad.27

Sebagaimana pola pemikiran kaum fundamentalis yang lain, Maududi berpaling kepada masa lampau sedang kaum modernis memandang ke masa depan.

26

Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 1-2

27

Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.53


(39)

26

Kedua kelompok itu mengklaim sebagai reformis atau pembaharu, tetapi pembaharuan mereka berbeda. Kaum fundamentalis termasuk Maududi mengusahakan agar Islam pada masa klasik dapat diterapkan kembali. Dengan demikian,kelompokinilebihcocokdisebutsebagi“pemurni’”daripadapembaharu, sedangkan yang merupakan pembaharu adalah kaum modernis.28 Jadi dalam hal ini ini kita bisa mengambil gambaran bahwa posisi al-Maududi dalam dinamika politik saat itu berada pada posisi ~atau bisa kita sebut sebagai tokoh~ Fundamentalis.

Akan tetapi terdapat pula perbedaan antara Maududi dengan pemikiran kaum fundamentalis yang lain. Hal ini dikarenakan Maududi telah melakukan pembaharuan dalam bidang kenegaraan. Di bidang ini, terdapat beberapa konsep Maududi yang membedakannya dengan kaum konservatif maupun dengan kaum modernis. Misalnya konsep kedaulatan Tuhan dalam negara Islam. Pemahaman ini memunculkan faham theo-demokrasi, yaitu kekuasaan Tuhan berada ditangan umat Islam yang melaksanakannya sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah. Dalam konsep khilafah, Maududi berpendapat bahwa bukan hanya kepala negara yang menjadi khalifah, melainkan semua orang baik laki-laki maupun perempuan.

C. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi

1. Risalah Intelektual Abu al-A’la al-Maududi

Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat produktif dalam menghasilkan karya-karya besar khususnya bagi pembaharuan dunia pemikiran Islam. Maududi

28


(40)

27

juga aktif dalam berbagai pergerakan yang merupakan manifestasi dari setiap buku yang berhasil ia buat. Adapun buku-buku yang berhasil ia buat meliputi berbagai disiplin ilmu, yaitu: tafsir, hadits, hukum, teologi, filsafat, sejarah dan berbagai bidang ilmu lainnya.

Dalam mempelajari risalah pemikiran Maududi tidak bisa dihilangkan khasanahsejarahpemikir‘JamaludinalAfghani’yangmenjaditokohutamayang memancarkankan bias difergen pemikiran Islam. Beliau salah satu tokoh yang menyatakan kembali tradisi Muslim dengan cara yang sesuai dengan berbagai problem penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik Timur Tengah di abad kesembilan belas. Dengan menolak tradisionalisme murni yang mempertahankan warisan Islam secara tidak kritis di satu pihak, dan peniruan membabi buta terhadap Barat di lain pihak, Afghani menjadi perintis penafsiran ulang Islam, yang menekankan kualitas yang diperlukan di dunia modern, seperti penggunaan akal, aktivisme politik, serta kekuatan Islam, Afghani mampu dan mempengaruhi kaum Muslim, suatu hal yang tak dapat dilakukan oleh mereka yang hanya meminjam gagasan Barat begitu saja. Karena seringnya dia melakukan perjalanan, khususnya ketika berada di Mesir dan India, dua wilayah yang menjadi perintis pembaruan Islam, maka tidak bisa dipungkiri juga bahwa Maududi pun terinspirasi oleh pemikiran murni dan hegemonik dari Afghani.

Maududi tidak pernah mempelajari secara teknis dalam masalah ilmu-ilmu sosial, tetapi dengan ketekunannya dalam membaca berbagai buku yang membahas


(41)

28

berbagai disiplin ilmu tersebut disamping terus mengamati keadan dan kondisi masyarakat Islam serta perubahan yang dialaminya. Maududi dianggap sebagai pembaharu besar yang dapat disejajarkan dengan Hasan al-Banna29 di Mesir, Muhammad Natsir30 diIndonesia,AliSyari’ati31 dan Mehdi Bazargan32 di lran dan masih banyak lainnya. Dalam menentukan pijakan berfikirnya beliau selalu menyandarkan perhatiannya kepada al-Qur'an dan Hadits yang shahih. Seperti halnya para mujtahid yang lain, beliau menjadikan ijma (konvensi) dan qiyas (analogi) kerangka awal dan pijakan berpikirnya.

Uraian-uraian diatas, dapat diketahui betapa besarnya peranan yang dimainkan oleh Maududi, baik dalam percaturan sosial politik maupun dalam pembaharuan pemikiran keagamaan baik dinegaranya maupun di dunia Islam pada umumnya. Hal ini

dapat kita lihat dengan karya-karya beliau baik melalui buku yang beliau tulis sendiri atau hasil ceramahnya yang kemudian dipublikasikan oleh orang lain.

29 Hasan al-Banna (1906-1949 ) adalah pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir, lahir di

Mahmudi yah Iskandariyah, Mesir. Lihat : Jhon L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 234

30

Muhammad Natsir (1908-1993 ) adalah cendikiawan, penulis, dan politikus Islam. Seorang nasionalis yang keras dan idealis Muslim yang konsisten dengan ajaran Islam. Natsir berpendapat bahwa kembali kepada tradisi Islam klasik yang intelektual dan mengacu kepada kitab suci merupakan langkah kunci untuk modernisasi masyarakat Muslim. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h.276

31

AliSyari’ati(1933-1977 ) adalah seorang pemikir Islam sosial yang sangat penting abad 20. Lahir di desa Mazinan tepi gurun pasir Dasht-i-kavir, provinsi Khurasan bagian timur laut Iran. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 294

32

Mehdi Bazargan ( lahir 1907 ) adalah pembaharu dan modernis Iran. Ia merupakan salah satu tokoh oposisi Islam pada era pra dan pasca revolusi. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 304


(42)

29

2. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi

Selama mengarungi perjalanan intelektual, Al-Maududi membuat karya-karya keilmuan hasil karya dari pemikirannya yang sangat mengagumkan banyak pemikir dan kaum intelektual di dunia. Di antara karya-karya beliau yaitu :

1. Birth Control, Delhi, Markazy Maktaba Islami, 1980 2. Islamic Way of Life, Pakistan: Islamic Publishing 1987 3. Islam Today, Kuwait: Dar al-Qolam, 1968

4. Islam and Nationalism: an Analysies of the Views of Azad, Iqbal and Maududi, Kuala Lumpur, 1994

5. Introduction to the Study of the Qur'an, Delhy: Markazy Maktabah Islami, tth 6. Toward Understanding Islam, Lahore: Islamic Foundation, 1966

7. Al-Riba, Jedah: Dar al-Suudiyah, 1987

8. The Islamic Law and Constitution, Lahore: Islamic Publication, 1975 9. Unity of the Muslim Worl'd, Lahore: Islamic Publication 1967

10. Purdah and Status of Women in Islam, Delhy, Markazy maktabah Islami, 1995 11. A Short History of the Revivalism Movement in Islam, Lahore: Islamic

Publication, 19721

12. Usus al-Iqtishad Baina al-Islam wa al-Nuzum al-Mu'ashirah wa Manzilat al- Iqtishad wa Haluha fi al-Islam, Lahore: Islamic Publication, 1971

13. Our Message, Lahore: Islamic Publication, 1988


(43)

BAB III

ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK

ABU AL-A’LA AL-MAUDUDI

A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’la al-Maududi

Elemen dasar dari pola pikir Al Maududi adalah konsepnya tentang ketauhidan yang sangat kental yang mendarah daging. Memang konsepsinya tentang Tuhan inilah yang ia tekankan dan ia menganggap bahwa konsepsi itu merupakan konsepsi tentang Tuhan yang genuine, sebagaimana diterangkan oleh semua Nabi dan Rasul Allah. Pernyataan "tidak ada tuhan melainkan Allah",1 suatu pernyataan yang tampaknya hanya mengakui dengan kukuh tentang keesaan sang Pencipta. Bagian pertama dari syahadat itu bukan hanya menerangkan tentang keesaan Tuhan sebagai Pencipta atau bahkan sebagai satu-satunya dzat yang wajib disembah, tetapi ia juga menerangkan tentang tidak adanya sesuatu yang menyerupai Tuhan sebagai yang Maha Kuasa, sebagai yang Maha Pengatur. Sebenarnya hanya Tuhanlah yang mempunyai hak untuk memberikan perintah yang menuntut manusia untuk beribadat dan berbakti dan menuntut ketaatan manusia secara total. Dalam hal ini Al-Maududi merujuk pada ayat al Qur’an surat al Maidah ayat 1 sebagai berikut :

1

Hendaklah manusia tidak berkeyakinan bahwa selain Allah itu ada Pelindung, sandaran, yang dapat mencukupi keperluannya. Yang dapat menghilangkan kesulitan-kesulitan, dapat mengabulkan permohonan. Karena selain Allah itu tidak memiliki kekuasaaan sedikitpun. Lih .Muhammad Al-Jab’bary,Gerakan Kebangkita Islam, Studi Literatur Gerakan Islam Kontemporer dan teori dalam berbagai gerakan reformasi Islam, penerjemah Abu Ayyub Al Anshari, (Solo : Duta Rahmah 1996 ), h.258-259


(44)

Masyarakatiniterbentukdarihasil‘kontrak’yangterjadiantaramanusiadanKhaliq- nya.3

Gagasan tentang Tuhan ini sangat prinsipil dan menjadi otoritas pertama yang menjadi dasar dalam mengarungi hidup di dunia. Semua prinsip, hukum, adat kebiasaan, yang berbeda dengan petunjuk Tuhan harus dijauhi. Semua teori atau ajaran yang tidak mengacu kepada petunjuk Tuhan diangggap sebagai menolak kedaulatan Tuhan dan membuat tuhan-tuhan selain dari pada Tuhan yang Maha Esa yang sebenarnya. Tunduk dan patuh kepada Tuhan berarti membawa seantero hidup manusia ini sesuai dengan kemauan Tuhan yang diwahyukan.4

Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia diberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya. Dalam kapasitasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur semua persoalan dunia ini sesuai dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk mempergunakan semua kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas yang ditentukan oleh-Nya.

Petunjuk Tuhan itu meliputi pengetahuan, kebijaksanaan dan kemurahan Allah yang tidak terbatas, maka prinsip-prinsip yang menjadi dasar dalam kehidupan Islam adalah baik dan sehat dan juga tidak bisa dibandingkan ketinggiannya dengan

h.59

3 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990),

4


(45)

33

sistem-sistem lain yang dibuat manusia. Pemikiran dan akal manusia mempunyai kesanggupan yang besar dalam bidang-bidang tertentu, umpamanya dalam bidang ilmu alam dan teknologi. Tetapi akal manusia tanpa dibantu oleh petunjuk Tuhan sama sekali tidak cukup untuk meletakkan prinsip-prinsip yang adil dan jujur terhadap segala macam aspek yang beraneka ragam dari kodrat manusia dan yang membawa kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Kadang-kadang hasil pengetahuan dan kebijaksanaan yang ada pada manusia demikian sedikitnya untuk bisa menunjukkan jalan yang sebenarnya bagi kehidupan manusia.5

Karena alasan inilah, kerangka dasar pemikiran Maududi selalu diwarnai dengan cara hidup Islami sebagaimana ditetapkan dalam Al-Qur’andanSunnah karena lebih baik dan lebih sesuai untuk dapat membawa kepada kebahagiaan manusia dan usaha untuk mencapai kebutuhannya apalagi keselamatannya di hari kiamat, lebih daripada sistem-sistem kehidupan yang dibuat oleh manusia baik dulu maupun sekarang.

B. Ijtihad Al-Maududi dalam Pemikiran Politik Islam

1. Konsep Theo-Demokrasi

Konsepsi Maududitentang negara Islam didasarkan atassyari’ah,yang memberikan prinsip-prinsipdasarnya.Dalam perspektifsyari’ah,menurutMaududi, ada empat prinsip yang mendasari negara Islam : mengakui kedaulatan Tuhan,

5

Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.157


(46)

34

mengakui otoritas Nabi, mengakui status perwakilan Tuhan6, dan menggunakan musyawarah bersama (mutual consultation). Dari titik pandang prinsip-prinsip ini, kedaulatan yang sebenarnya hanyalah milik Tuhan. Negara hanya berfungsi sebagai alat politik yang dengannya hukum-hukum Tuhan dijalankan, atau, meminjam ungkapan Charles Adams, ia tak punya hak untuk membuat atau menegakkan hukum atas namanya sendiri tapi bertindak sebagai agen dari pusatnya.7

Kalau begitu maka negara Islam yang dikonsepsikan Maududi adalah negara teokratis. Namun demikian, karena ia juga menekankan prasyarat-prasyarat Islam bagi musyawarah bersama (syura) di antara umat Islam dalam berbuat, maka negara ini

juga punya sifat demokratis. Bentuk negara demikian paling baik disebut, sebagaimana disarankan oleh Maududi sendiri, adalah ”theo-demokrasi”8, yakni “pemerintahan demokratisilahiah”dimanaumatIslam diberikedaulatan rakyat terbatas di bawah ke-Maha Kuasa-an Tuhan. Dengan theo-demokrasi Maududi ingin mengungkapkan suatu konsep antitesis atas demokrasi Barat sekuler yang

6

Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia diberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya. Dalam kapasitasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur semua persoalan dunia ini sesuai dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk mempergunakan semua kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas yang ditentukan oleh-Nya. Lih Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.157

7

Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya “Al-Khilafah wa Al-Mulk”, (Bandung : Mizan ), h. 64

8

Theo-Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan demokrasi Ilahi, karena di bawah naungan-Nya kaum Muslim telah diberi kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan. Dan juga dalam sistem ini diperlukan pola bermusyawarah untuk mufakat yang didasarkan atas al - Qurán dan Hadits. Lih Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 160


(47)

35

menurutnya didasarkan hanya pada kedaulatan rakyat, dan karena itu bertentangan dengan Islam. Negara Islam bertumpu pada dua prinsip : kedaulatan (sovereignty) Tuhan dan perwakilan (vicegerency) manusia.9

Dalam teorinya yang komprehensif tentang hakikat pemerintahan Islam, Maududi juga membahas tujuan pemerintahan Islam ini dan juga sifat-sifat dasarnya. Dengan merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an,misalnya QS : 57:25;10 22:41,11 Maududi menyatakan tujuan positif dari negara Islam, termasuk perlindungan umat manusia dari eksploitasi atau tirani, menjamin kebebasan, dan membangun sistem seimbang mengenai keadilan sosial. Negara Islam, menurut Maududi, bersifat universal dan juga ideologis. Ia universal karena mencakup seluruh aspek kehidupan dan pada hakikatnya bersifat totalitarian. Ia bersifat Ideologis dalam pengertian bahwa ia didasarkan atas, atau bekerja demi ideologi tunggal : ideologi Islam (nidzam-aI- Islami).12

9 M Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,

2001), h. 142

10

Dalam Al-Quran Surat Al-Hadiid ayat 25 yang menekankan tentang prinsip keadilan, yakni sbb : Øö Ó?Þö áú ÇÈö Ó? Ç?äáÇ ã?æÞõ í?öá ?äÇ?ÒíöãúáÇ?æ È? ÇÊó ßö áú Ç ?ãå?Ú??ã Çóäáú Ò?úäóÃ?æ Êö Çóä?í?ÈúáÇÈö Çäó áóÓ?Ñ? Çóäáú Ó?Ñ?óà Ï?Þó áó yang artinya : Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Neraca ( keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.

11 Surah Al-Hajj ayat 41 ini menekankan untuk selalu melakukan perbuatan yang baik agar

tercipta kondisi sistem sosial dan kemasyarakatan yang aman dan sejahtera. Ayat tersebut sebagai berikut : öÑæ?ãÃõúáÇ õÉ?ÈöÞÇ?Ú öå á?öáæ? öÑóßúä?ãúáÇ öäÚ? Çæ??å óä?æ öÝæ?Ñ?Ú?ãúáÇÈö Çæ?Ñ?ãóÃæ? óÉÇßó ?ÒáÇ Ç?æóÊÇ?Á?æ óÉÇóá?ÕáÇ Çæ?ãÇóÞóà öÖ?ÑóÃáúÇ íÝö ?ã?å Ç?ä?ß?ã ?äöÅ ?äíöÐ?áÇ yang artinya : (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi niscaya merekamendirikansembahyang,menunaikanzakat,menyuruhberbuatyangma’rufdanmencegah dari perbuatan yang munkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

12

Munawir Sadjali, Islam dan Tata Negara, Ajaran Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta UI Press, 1993), h.165


(48)

36

Dalam pandangan Maududi, ideologi Islam yang dirumuskan dari elaborasi sistematik atas wahyu al-Qur’an,dirumuskandalam semangatpenyerahanpadake- Esa-an dan kedaulatan Tuhan. Ia berfungsi sebagai acuan utama bagi sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya dari negara Islam. Karena menurut ideologi Islam, kedaulatan dan hak untuk membuat hak hanya milik Tuhan. Maududi menjelaskan bahwa legislasi hukum oleh lembaga-lembaga seperti badan legislatif dan konsultatif dibatasiolehsyari’ah.Maududi melihat empat bentuk ijtihad dalam proses legislasi yang dilakukan oleh badan konsultatif (ia menyebutnya MajlisSyura):ta’wil (penafsiran), ijtihad (deduksi), qiyas (analogi), dan istihsan. Untuk membangun pemerintahan yang berideologi Islam, Maududi melihat perlunya revolusi Islam. Ia yakin bahwa tidak ada perjuangan untuk mendirikan negara Islam yang berhasil tanpa revolusi, karena revolusi ini dapat menciptakan suatu kesadaran sosial dan iklim moral yang sesuai dengan tuntutan ideologi Islam. Keberhasilan revolusi Islam, menurutnya tergantung pada kondisi dan sikap moral tertentu pendukungnya. Ini mencakup keyakinan pada ke-Esa-an dan ke-Maha Kuasa-an Tuhan, pemahaman yang benar tentang Islam, kesamaan pandangan, kekuasaan hukum yang kuat, dan pengorbanan secara menyeluruh perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan yang sifatnya individualistik. Revolusi Islam Maududi dapat di tempuh dengan jihad, berjuang di jalan dan di dalam kehendak Tuhan. Ia menyatakan wajibnya jihad bagi umat Islam untuk menjaga negara Islam.


(49)

37

2. Khilafah‘Ala Minhaj al-Nubuwwah

Dalam Surat An Nur ayat 55 Allah swt berfirman :


(50)

38

Hal ini dilakukan untuk membina kehidupan manusia secara utuh menuju berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, yang disebutkan oleh Al-Maududi sebagai“Khilafah‘ala Minhaj Al-Nubuwah”yaknikekhilafahanataspolake-Nabi- an, yang menjadi pola ideal dari orde sosial politik, di mana umat muslim harus berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam konteks kekinian dan kedisinian.

Pola Implementasi ini bermaksud mengadakan perubahan total menuju tatanan Islam yangidealdalam koridor“khilafah‘ala minhaj al-Nubuwah”, maka dari itu terdapat elemen-elemen yang dibutuhkan di antaranya adalah :

a. tujuan dan prinsip-prinsip Islam harus dijabarkan kembali dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat pada waktunya. Ini mengharuskan bahwa konsep-konsep Jahiliyah yang berkembang pada suatu waktu tertentu harus dipelajari secara berhati-hati, dianalis dan teliti. Prinsip-prinsip Islam harus disampaikan sedemikian rupa sehingga relevansinya dan superioritasnya di atas prinsip-prinsip lain yang disampaikan oleh ideologi yang dibuat oleh manusia yang palsu menjadi jelas. Ini menuntut usaha intelektual yang keras, sehingga implementasi teoretis dan praktis dari pandangan Islam tentang dunia dengan jelas dapat dipahami, dan jalan hidup Islam dalam aneka ragamnya menjadi jelas.


(51)

39

b. Rangkaian moral dari kehidupan rakyat harus dibina kembali untuk mengembangkan ciri Islam yang sebenarnya dan melibatkannya dalam usaha untuk membawa reformasi dan pembinaan kembali. Kebiasaan sosial, adat istiadat, pendidikan, lembaga sosio-ekonomi dan kekuatan politik, semua itu harus berada dibawah usaha ini. Kehidupan sosial harus dibebaskan dari pelbagai macam bid’ah yang bertentangan dengan jiwa Islam, dan harus dibina kembali supaya sesuai dengan Sunnah.

c. Seluruh usaha ini mengharuskan adanya ijtihad fi al din. Ini berarti bahwa cita, nilai dan prinsip Islam harus dilaksanakan kembali dalam konteks perubahan. Pengertian yang jelas tentang cita Islam dan skema prioritas Islam, dan pembedaan yang teliti antara elemen-elemen yang esensial dan insidental yang terdapat dalam kehidupan nyata dari umat Muslim adalah soal yang sulit, yang harus dihadapi.13

3. Pandangan Tentang Negara Islam

Untuk mengetahui bagaimana pandangan politik dari Maududi tentang Negara Islam ini, perlu dilihat kembali pada ottobiografinya dan tulisan- tulisannya di antaranyayangberjudul“The Islamic Law and Constitution”yangberbicarasoal politik. Dari tulisannya itu dapat diketahui bahwa eksposisi ideologisnya menangkap

h.256


(52)

40

esensi ke Islaman yang menekankan pada pengertian Islam merupakan prinsip moral, etika, serta petunjuk di bidang politik. Secara rasional dia memandang Islam itu sebagai ideologis yang holistis seperti ideologi Barat, secara sistematis dapat terbentuk dalam gerakan kebangkitan Islam yang khas.14

Maududi mengemukakan ideologi Islam sebagai pengganti dari ideologi Barat. Menurutnya penyebab kemunduran Islam India adalah British Raj, dia meminjam konsep dan gagasan Barat untuk menyusun perlawanan Islam terhadap Barat, demi mengemukakan bahwa Islam itu merupakan sistem sosial –politik yang efektif untuk menggantikan sosialisme dan menentang kapitalisme. Tidak mengherankan bila dalam tulisannya terdapat kata-kataBaratseperti ‘Revolusi Islam,NegaraIslam,danIdeologiIslam’.SebagaimanaHasan Al-Banna, maka Maududi juga tidak ingin tasawuf dihapuskan, ia menginginkan membersihkan dari praktek yang tidak Islami. Tidak seperti Ayatullah Khomeini, yang sangat memperhatikan pemetaan jalan menuju kekuasaan; sementara Maududi hanya memperhatikan bentuk negara Islam yang berdasarkan pada Syari’ah.15

Pokok-pokok pikiran Maududi tentang kenegaraan, diikuti dengan telaah mendalam, mengingat dari sekian banyak pemikir politik Islam, hanya Maududi

14

Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya Al- “Khilafah wa Al-Mulk”, (Bandung : Mizan ), h 9-10

15

Sayyid Vali Reza Nashr, Editor Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung: Mizan, 1995), h. 109


(1)

Al-Qur’anal-Kariim

Abduh, Muhammad, Tafsir al-Manar, Mesir: Mathba'at al-Manar, Jilid I dan 5, 1954,

Adams, Charles J, Maududi dan, Negara Islam , dalam John L Esposito (Ed.),

Dinamika Kebangunan Islam, Terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul "Voices of Resurgent 1slam ", Jakarta: CV. Rajawali, 1987, cet. ke- I

Ahmad, Khursyid, Islamic Way of 1ife, Lahore: Islamic Publication LTD, tth

_____________& Anshari, Zafar Ishak, Maulana Sayyid Abu al-A'la al-Maududi an

Introduction to His Vision of Islam and 1slamic Revival, dalam Khursid Ahmad & Zafar Ishak Anshari (Ed.) "Islamic Perpectives Studies in Honour of Maulana Sayyid Abu al-A'la al--Maududi".

Leicester : Islamic Foundation, 1980, cet. ke-2

Ali, Ahmad Mukti., Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Jakarta: Rajawali,

1988, Cet. ke-2

____________, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung : Mizan,

1998 cet ke-4

Azzra, Azyumardi, dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Dinamika Masa Kini, PT


(2)

85

Azzam, Salim (ed), Concept of Islamic State, penerjemah, Malikul Awal dan Abu

Jalil, Beberapa Pandangan Tentang Pernerintahan Islam, Bandung:

Mizan, 1983, Cet. ke-1

Budiardjo, Meriam., Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, Pustaka Utama,

2002, cet. ke-12

Donohue, John J dan John L Esposito (ed), Islamic in Transition. Muslim Perspectives, penerjemah, Machnun Husein, Islam dan Pembaharuan, Ensiklopedi Masalah-masalah, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, Cet. ke- I

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan

Kitab Suci al-Qur'an Departemen Agama RI. 1988/1989

Echols, John M, and Hasan Shadili, Kamus Inggris - Indonesia, Jakarta: PT.Gramedia

Jakarta, 1989, cet. ke-27

Esposito, John L (ed), Voices of Resurgent Islam, penerjemah, Bakri Siregar,

Dinamika Kebangunan Islam, Watak., Proses dan Tantangan, Jakarta: CV. Rajawali, 1987, Cet. Ke- I

_____________, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, 2001, cet. ke-2

Gani, Soelistiyani Ismail, Pengantar 1lmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1987, cet. ke-I

Glasse, Cyril, Ensildopedi Islam, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1992, cet. ke- I

Harahap, Syahrin, Islam Dinamis, Menegakkan nilai-nilai Ajaran Al-Qur’andalam kehidupan Modern di Indonesia, Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogra, 1997


(3)

86

Hassan, Ahmad, The Concept of Ijma in Islam, Karachi: Islamic Publication, t. tp

Hikam, Muhammad AS, Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, cet. ke- I

Iqbal, Muhammad, Drs, M. Ag., Fiqh Siyasah-Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,

Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, cet. ke- I

Jameelah, Maryam, Islam and Modernism, Lahore: Islamic Publication, 1977

_____________, Biografi Abu al-A'la al-Maududi, terjemahan Dedi Djamaluddin

Malik dari buku aslinya "Who is Maoodudi", Bandung: Risalah, 1984

Khan, Qomaruddin, Pemikiran Politik Islam Ibn Taimiyah, penterjemah Ahmad

Wahyuddin, Bandung: Pustaka, 1983

Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Lentera, 1999

Ma'arif, Ahmad Syafi'i, IsIam dan Masalah kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1985, cet.

ke- I

Madjid, Nurcholis, 1slam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf

Paramadina, 1992, cet. ke-l

____________, Cita-Cita Politik Islam Modern, Jakarta: Paramadina, 2001, cet. ke- I

Mahendra, Yusril lhza, Modernisme dan fundamentalisme dalam Politik Islam,

Jakarta: Paramadina, 1999, Cet. ke- I

Al-Maududi, Abu al-A'la, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah

Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, Bandung: Mizan: 1984, cet. ke- I


(4)

87

_____________,Hukum dan Konstitusi, Sistem Polilik Islam, penerjemah, Asep Hikmat, Bandung: Mizan, 1990, cet. ke- I

______________, Human Right in Islam, penerjemah Ahmad Nashir Budiman, Hak

Asasi Manusia dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985, Cet. Ke-1

______________, The Islamic Law and Constitution, penerjemah Asep Hikmat,

Hukurn dan Konstitusi, Sistem Politik Islam, Bandung: Mizan, 1990, Cet. Ke- I

_____________, Esensi al-Quran, penerjemah, Ahmad Muslim, Bandung: Mizan, 1984, cet. ke-I

Al-Mawardi, Abu Hasan, Al-Ahkam al-Shulthaniyat, Beirut: Dar al-Fikr, tth

Moeliono, Anton M, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, t.tp

Mu'arif, Hasan Ambari, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999

Muhammad Al-Jab’bary,Hafizh.DR,Gerakan Kebangkitan Islam, Studi Literatur Gerakan Islam Kontemporer dan teori dalam berbagai gerakan reformasi Islam, penerjemah Abu Ayyub Al Anshari, Duta Rahmah, Solo 1996 cet 1

Mujib, Muhammad, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, cet. ke- I

Mutawalli, Abd al-Hamid, Mabadi Nizam al-Hukm fi al-Islam, Iskandariyat: al -

Ma'arif. 1978, cet. Ke- 4

Nasution, Harun., Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan,


(5)

88

___________, Teologi Islam, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1989

___________, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Djambatan, 1992, cet. ke-2

Noer, Deliar, Pengantar Ke Pemikiran Politik, Jakarta: CV. Rajawali, 1983, Cet. ke-1

___________, Gerakan Modern IsIam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1980, Cet. ke- I

Al-Qardhawi, Yusuf., Fiqh Siyasi, Kairo: Dar al-Qolam, 1996

Al-Qasimi, Ali Yusuf, A1-Mu’zamal-Arabi al-Asasi, Beirut: Al-Rous, t. tp

Rahman, Fazlur., Metode dan Alternatif, Neomodernisine lslam, penerjemah, Taufik

Adnan Amal, Bandung: Mizan, 1989, Cet. Ke-2

____________, Islam, Chicago: The University of Chicago Press, 1982, Cet. ke-2

____________, Islam dan Modernitas, tentang Trasformasi Intelektual, penerjemah Ahsin Muhammad, Bandung : Pustaka, 1995, cet ke-2

Rahnema, Ali, Para Perintis Zaman Baru Islam, terjemahan dari Pioneers of Islamic

Revival, terbitan Zed Book Ltd, 7 Cinthia Street, London, 1994, Bandung ; Mizan, 1998

Rais, M. Dhiauddin, Teori Politik Islam, Terjemahan Abdul Hayyie al Kattani, dkk,

Jakarta : Gema Insani Press, 2001

Rauf, Abdul, Al-Quran dan Ilmu Hukum, Jakarta: Bulan Bintang, 1970. Cet. ke- I

Sardar, Ziauddin, The Future of Muslim Civilization, penerjemah, Rahmani Astuti,

Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, Bandung: Mizan, 1986, cet. ke- I


(6)

8 9

Ash-Shadr, Sayyid Muhammad Baqir, Introduction to Islamic Political

System, terjemah: Arif Mulyadi, Sistem Politik Islam, Jakarta: Lentera Basritama, 1987, cet. ke-2

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta:

UI Press, 1990, cet. ke- I

Syamsuddin, M Din, Islam dan Politik Era Orde Baru, Jakarta : Logos Wacana

Ilmu, 2001

Sucipto, Hery, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi,