Secara teoritis, Shahrur menggunakan analisis matematis sebagai landasan bangunan teorinya, yaitu rumusan-rumusan matematika yang dikembangkan oleh Isac Newton
khususnya yang berkaitan dengan persamaan fungsi. Persamaan fungsi dirumuskan dengan Y=fx jika mempunyai satu variabel atau Y=fx,2
43
jika mempunyai dua variabel atau lebih. Rumusan ini berbentuk suatu garis yang memanjang keatas yang
disimbolkan dengan Y dan garis memanjang ke samping yang ditimbulkan X. Bagi Shahrur, persamaan fungsi ini dapat dijadikan basis teori pengembangan hukum
Islam
44
, karena teori ini mencakup dua karakter dari hukum Islam. Pertama, karakter permanen sabit dalam arti tetap dan tidak berubah dan universal. Karakter ini disebut
sebagai al-istiqamah, dalam arti berlaku secara umum dan terus menerus. Kedua, karakter dinamis dan cenderung pada perubahan al-hanifiyyah.
C. al-Istiqamah dan Al-hanifiyah
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa, teori batas dibangun atas dua pemahaman yakni al-istiqamah dan al-hanifiyah. Melalui analisis linguistik, Shahrur
menjelaskan bahwa kata hanif berasal dari kata hanafa, yang dalam bahasa Arab berarti bengkok, melengkung, hanafa atau juga bisa dikatakan orang yang berjalan diatas dua
kakinya ahnafa. Kata ini juga dibandingkan dengan kata janafa, yang berarti condong kepada kebagusan.
Adapun kata al-Istiqamah, derivasi dari kata qawm yang memiliki dua arti, yaitu kumpulan laki-laki dan berdiri tegak al-istisab atau kuat al-‘azm. Dari kata al-intisab
43
Ibid hal. 450
44
Ibid hal. 449
muncul kata al-mustaqim dan al-istiqama, lawan dari melengkung al-inhiraf. Sedangkan kata al-azm, muncul kata ad-din al-qayyim agama yang kuat dalam
kekuasaannya. •
Berbagai analisi linguistik terhadap term al-hanifiyyah dan al-istiqamah inilah yang kemudian membuat Shahrur sampai pada surat al-An’am :161. Terdapat tiga
terma pokok dalam ayat tersebut, yaitu: ad-din al-qayyim, al-mustaqim dan al-hanif yang kemudian menggelisahkannya. Bagaimana mungkin Islam menjadi kuat jika harus
disusun dari dua hal yang kontradiktif? Setelah menganalisa surah al-an’am , Shahrur memperoleh pemahaman bahwa al-hunafa adalah sifat alami dari seluruh alam. Langit
dan bumi yang nota bene sebagai susunan kosmos adalah bergerak dalam garis lengkung. Sifat inilah yang membuat tata kosmos menjadi teratur dan dinamis. Dengan demikian,
ad-din al-hanif adalah agama yang selaras dengan kondisi ini, karena al-hanif merupakan
pembawaan yang bersifat fitrah. Manusia sebagai bagian dari alam materi juga memiliki sifat pembawaan fitrah ini.
Sejalan dengan fitrah alam tersebut, dalam aspek hukum juga terjadi. Realitas masyarakat senantiasa bergerak secara harmonis dalam wilayah tardisi sosial serta
kebiasaan atau adat. Oleh karena itu, sebuah as-sirat al-mustaqim adalah keniscayaan untuk mengontrol dan mengarahkan perubahan tersebut. Itulah sebabnya, mengapa al-
Qur’an tidak pernah ditemui ayat “ihdina ila al-hanifiyah” melainkan “ihdina as-sirat al-mustaqim
”, karena memang al-hanifiyah adalah fitrah. Dengan demikian, as-sirat al- mustaqim
menjadi batasan ruang gerak dinamika manusia dalam menentukan hukum. Dari hal inilah kemudian muncullah teori batas hukum.
Selanjutnya Shahrur menetapkan enam prinsip batas hudud yang dibentuk oleh daerah hasil range dari perpaduan kurva terbuka dan tertutup pada sumbu X dan sumbu Y.
Perincian prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut : Pertama
, daerah hasil range yang berbentuk kurva tertutup yang memiliki satu titik balik maksimum berhimpit garis lurus yang sejajar dengan sumbu X. Posisi ini
diistilahkan oleh Shahrur dengan halal al-had al-a’la posisi batas maksimum
45
.
Pada posisi ayat-ayat hudud dalam umm al-Kitab hanya mempunyai batas maksimal saja sehingga penetapan hukum diperbolehkan bergerak tepat digaris batas atau dibawah garis
batas maksimal dan tidak diperbolehkan melampauinya. Ayat-ayat hudud yang termasuk dalam kategori ini adalah ayat-ayat yang menjelaskan hukum-hukum bagi kasus
pencurian dan pembunuhan. Q.S. al-Maidah: 38, Q.S. al-Isra’: 33, dan Q.S. al-Baqarah: 178
46
, Contoh:
TU VV8
CW X VV8
Y Z
C ?X
[ . 1
\T ]
[7 _`V=a
b= c 2 -
d c
e f] R
gA c
DOF
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” al-Maidah: 38
45
Ibid hal.450
46
Ibid hal 455-457
Ayat diatas menegaskan bahwa hukuman bagi pencuri adalah potong tangan. Namun perlu diperhatikan potong tangan merupakan hukuman maksimal menurut Shahrur bagi
pelaku pencurian. Tentunya alternatif hukuman disesuaikan oleh hukum yang berlaku disuatu negara yang melaksanakan hukuman itu.
Kedua , range yang berbentuk kurva terbuka yang memiliki satu titik balik minimum
yang berhimpit dengan garis lurus sejajar dengan sumbu X. Posisi ini diistilahkan dengan al-halah al-adna
posisi batas minimal
47
.
Pada posisi ini ayat-ayat hudud dalam umm al-Kitab hanya mempunyai batas minimal saja, sehingga penetapan hukum hanya diperbolehkan bergerak tepat digaris dan diatas
minimal dan tidak boleh melampauinya. Ayat-ayat hudud yang termasuk kategori ini adalah ayat-ayat tentang pakaian wanita Q.S. An-nur: 31, ayat-ayat tentang muharramat
orang-orang yang haram dinikahi Q.S. an-Nisa: 22-23, ayat tentang jenis-jenis makanan yang haram dimakan Q.S. al-Maidah: 3, ayat tentang utang piutang Q.S. al-Baqarah:
283-284
48
, Contoh:
hi Y
c = c 2
jBkT T
4 d
T `V
dl8
47
Ibid hal 450
48
Ibid hal 453-455
mi7n X
K o27n
p hk
W q r?n
T s=N7t
DuuF v+
jBt?NK jTcI. w
jTcC xl
jBtC 9 jTcIH[
jTcIK j
xl uy3
j xl
1 b3 jBt. w
z{|\ 8 jTcxl1C`E
jBtC 9 4
d WC`E}+8
B. w jTc~
`V7• jBtt€o
{|\ 8 •7z
jBk B,
- d
jTc~ `V7W•
{|\ 8 A
H-7.7 p7‚
j 8 Y
2 Tc A
ƒ 7.7 h=
xl jBt?NK
„ …€oK
jBt~ xl
z6|N 8 -
jBt7_K † p
Y C[,
451Q Fz1Q I1 b3
mi7n X
K c
m‡7n pX=a
l B=f
M[ }
DuF
Artinya: ”Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Seseungguhnya perbuatan itu amat keji dan
dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan yang ditempuh. Diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudara yang
perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-sauadara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu mertua, anak-anak isterimu
yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan isterimu itu dan sudah kamu ceraikan, maka tidak berdosa kamu
mengawininya, dan diharamkan bagimu isteri-isteri anak kandungmu menantu, dan
menghimpunkan dalam perkawinan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang, al-Nisa’: 22-23.
Ayat diatas menjelaskan haramnya menikahi al-aqarib yang tertera dalam dua ayat di atas. Dalam kondisi apapun, dan dengan alasan apapun kita dilarang mengawini
kelompok-kelompok al-aqarib tersebut. Karena hal tersebut merupakan batas legis minimal yang tidak bisa ditolerir lagi.
Ketiga , range-nya berupa gelombang gabungan antara kurva terbuka dan kurva tertutup
yang memiliki sebuah titik balik maksimum dan sebuah titik balik minimum, keduanya terhimpit pada garis lurus sejajar dengan sumbu X. Posisi ini diistilahkan dengan halah
al-haddain al-a’la wa al-adna ma’an posisi batas maksimal dan minimal bersamaan
49
Ayat-ayat hudud pada posisi ini mempunyai batas maksimal sekaligus batas minimalnya, sehingga penetapan hukumnya berkisar antara dua batas tersebut, atau mungkin saja bisa
jadi produk hukum yang dihasilkan berada tepat pada garis dua batas tersebut. Ayat-ayat
49
Ibid hal 450
hudud yang termasuk dalam kategori ini adalah ayat tentang waris Q.S. an-Nisa’: 11-14 dan ayat tentang poligami Q.S. an-Nisa’: 3
50
. Contoh :
ATc †
e Z•7z
jBk 81
Y +=a X
8 …1M
ˆ‰ Fz1Q N M2b3
p7‚ H-Ta
ŠT `V7•
U Fz1Q I ‹?A
H- .K MC CA
=Œ + Y
p7n 2X=a
x 9
.K •
d8 1
\3 Fˆ…Tc
8 _
K9 [•1•
d ‘
’V8 H[
=Œ + p7n
pX=a
8 {
p7‚ A 8
-Tc {
A
K d “`
•C ”b8 p7‚
pX=a •x
1 7n d “`
‘ ’V8
a- 1C
_W}N †
{ W•–
1 —z?6
c jTaT
T jTaT
xl hi
p ‘ j .R
˜ +?X Tc 8
lC? 2 Whg +
4 d
c p7n
pX=a s[ 7
M[ c
DEEF ‚
jBt 8 •
2 =Œ +
jBt 9 ?;
p7n A 8
-Tc H- . 8
{ p7‚
p hk
ƒ . 8
{ jBtK
+8 H[
-™k + a-
1C _W}N
† 45Q
† .7
1 5?6
ƒ . 8
+8 H[
A?a + p7n
j 8 -Bt
jTc 8 {
8 p7‚
p hk
jBt 8 {
H- .K
- [”M8 H[
\Tš™k + a-
d 1C
_W}N †
4‡ † C
.7 1
z?6 c
p7n 4‡X=a
•… ‹
› K hk
•x
+? fy
1 •1 w
Fˆ…Tc7 _
K9 [
.1l d
‘ ’V8
p7‚ Y
Z 2Xhk œ l™k
- _
89 : .
‘T Xhk œB•
•7z •C ”b8
a-
50
Ibid hal 457-463
1C _W}N
† {`
W•– 1
—z?6 œ+=f
8v hg
W}N †
- d
c e
A 7 „
gA 7 DEuF
4 +,
- .
+.123
456 7
. 4
89 : ; =?8
A BC?8
DEF F1C
H C I K
K L
2 M
7 .N
OP =N
O5Q7.R DEF
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak- anakmu. Yaitu: bahagian anak laki-laki sama dengan bahagian dua anak perempuan,
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka anak itu
memperoleh separoh harta. Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta peninggalan, jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika orang
yang meninggal itu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya saja maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara
maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat dan lebih banyak mamfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah lagi Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isterimu-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
isteri-isterimu mempunyai anak maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau dan sesudah dibayar
hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Dan jika kamu mempunyai anak maka para isterimu memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati baik laki-laki atau
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak tetapi mempunyai saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja,
maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris. Allah menetapkan yang demikian itu
sebagaisyariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. Hukum-hukum tersebut itu adalah ketentuan dari Allah. Barang siapa taat
kepada Allah dan Rasulnya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkan-Nyake dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan QS. An- Nisa: 11-14
Ayat di atas menjelaskan bahwa bagian laki-laki dua kali lipat perempuan. Dalam
konteks ini Syahrur menjelaskan bahwa bagian laki-laki adalah batasan maksimal dan tidak bisa ditambah lagi, sementara perempuan adalah batas minimal, jadi dalam kondisi
tertentu seorang perempuan berpotensi mempunyai bagian lebih. Keempat
, range yang dihasilkan berupa garis lurus sejajar dengan sumbu X. Karena berbentuk garis lurus posisi ini tidak memiliki titik balik mimimum, dengan aman, kedua
titik tersebut berada pada satu titik secara bersamaan sehingga titik balik maksimum identik dengan titik balik minimum. Posisi ini diistilahkan dengan halat al-hadd al-adna
wa halat a-hadd al-a’la ma’an fi nuqthatin wahidah Posisi batas minimal dan maksimal
berada pada titik secara bersamaan atau diistilahkan dengan halat al-musthaqim posisi lurus tanpa ada alternatif lain
Maksud dari tipe ini adalah dalam ayat-ayat hudud terdapat ayat-ayat yang tidak mempunyai batas maksimal atau minimal, ayat tersebut berada pada posisi lurus dan
harus berada pada batas itu sendiri, sehingga ia tidak mempunyai alternatif lain dalam penetapan hukumnya. Dengan demikian apa yang ada dalam ayat hudud itu sendirilah
yang nantinya akan menjadi penetapan hukum. Ayat-ayat hudud yang termasuk kategori ini adalah ayat yang menerangkan tentang hukuman bagi pelaku zina. Lihat an-Nur :2
51
CW N 2
]8 •7“
]8 Y
B 7
…Ta _
K9 [•1•
d W ŸY
x Y
hi TaNC3 ›
[•– •W
•7z Fz6
p7n 1\TšTa
p 1 C
7 ¡
N?8 +
Y W•¢
?8 [•
– =N
•W=~
- d
zQ 1
[?8 DuF
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap orang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman”
QS. An-Nur: 2 Artinya dalam ayat diatas para pelaku zina wajib di cambuk sebanyak seratus kali
tidak boleh kurang dan lebih karena hukuman tersebut dalam batas maksismal dan minimal.
Kelima , rangenya berupa kurva terbuka dengan titik final yang cenderung
mendekati sumbu Y, sehingga bertemu pada daerah tak terhingga ‘ala al-aibayah. Demikian pula pada titik pangkalnya yang terletak pada daerah tak terhingga terhimpit
dengan sumbu X. Posisi ini di istilahkan dengan halat al-hadd al-‘ala li hadd al-muqarib duna al-mamas bi hadd abadan
Posisi batas maksimal cenderung mendekat tanpa ada persentuhan sama sekali kecuali di daerah tak terhingga
52
.
51
Ibid hal 463
52
Ibid hal 450-451
Daerah hasilnya berupa kurva terbuka yang terbentuk dari titik pangkal yang hampir berhimpit dengan sumbu X dan titik final yang berhimpit dengan sumbu Y.
Secara matematis, titik final hanya benar-benar berhimpit dengan sumbu Y pada daerah tak terhingga ‘ala la nihayah
Ayat-ayat hudud yang termasuk tipe ini adalah ayat tentang larangan mendekati zina. Q.S Al-Isra’:32. Tipe ini sangat terkait dengan kasus yang terjadi pada tipe
keempat. Pada ayat tersebut menjelaskan larangan “mendekati” hal yang membuka peluang terjadinya zina. Mendekati “hal” tersebut merupakan batas legis minimal yang
tidak boleh dilampaui.
hi Y
+?n •x“v]8
Y o27n
pX=a W q
T b=N7t
DuF
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah sesuatu yang keji dan sesuatu yang buruk.
QS. Al-Isra’ :32 Ayat diatas menjelaskan larangan mendekati hal yang berpeluang berbuat zina,
mendekati merupakan batas legis minimal yang tidak boleh dilampaui. Keenam
, rangenya berupa kurva gelombang dengan titik balik maksimal yang berada di daerah positif, berhimpit dengan garis lurus yang sejajar dengan sumbu X dan
titik balik minimum berada di daerah negatif berhimpit dengan garis lurus yang sejajar sumbu X. Posisi ini disebut halah al-hadd al-‘ala mujaban muqhallaqun la yajuzu
tazawujuhu wa al-hadd al-adna saliban yajuzu tajawuzuhu posisi batas maksimal positif
dan tidak boleh melampaui batas terendah negatif yang diperlukan untuk melampauinya
53
.
Pada posisi ini tergambarkan pada hubungan kebendaan dan kasus moneter. Dua batas akhir termuat dalam riba sebagai batas maksimal positif dan zakat sebagai batas
negatif, batas tertinggi riba tidak boleh dilanggar, namun batas terendahnya bisa dilanggar yaitu dengan adanya shadaqah. Karena pada posisi ini memilih dua batas, yaitu
batas maksimal pada daerah positif dan batas minimal pada daerah negatif, sebagai konsekuensi logisnya posisi ini pastilah mempunyai batas tengah munqatul in’itaf yang
berada diantara keduanya. Batas tengah ini disimbolkan dengan titik nol pada pertemuan kurva terbuka dan tertutup. Hal yang dijadikan patokan Shahrur dalam membahas
masalah adalah ayat tentang zakat dalam surat al-Tawbah:60
‚ [o27n
B X ¤•8 T
+ nB 8
FzQ c`V[?8 z¥7
[C?8 W•œK
„ W= 8=
[?8 j•„– C CX
¦7z |˜
Xv+8 zQ
+ ?8 ¦7z
F…N7t Fz?
F…N7tVV8 Y
Whg + 4
d c
e A 7
„ gAN t
D |F
53
Ibid hal 451
Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijakasana.”
Q.S. al-Tawbah:60 Ayat diatas menerangkan tentang konsep zakat, yang harus disalurkan kepada mereka
yang disebutkan oleh Allah dalam ayat tersebut. Namun, bagi Shahrur, zakat merupakan batas minimum dari harta yang wajib dikeluarkan. Bentuk harta yang dapat melampaui
batas zakat disebut dengan sedekah.
BAB IV
IMPLEMENTASI TEORI BATAS DALAM HUKUM WARIS
A. Ketentuan Umum Hukum Waris Dalam Al-Qur’an