BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Akhlak
1. Pengertian akhlak Islam menempatkan akhlak dalam posisi penting yang harus
dipegang teguh para pemeluknya. Bahkan, tiap aspek dari ajaran Islam selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik kebahasaan dan pendekatan
terminologik peristilahan.
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar
bentuk infinitif dari kata قأخلا,
, اخلاقا sesuai dengan
timbangan wazan tsulasi majid, ﺎ ا
أ yang berarti ﺠ ا ﺔ
perangai, ﻄ ا
ﺔ kelakuan, tabi’at, watak dasar,
ةدﺎ ا kebiasaan, kelaziman, ا
ﺔ وﺮ peradaban yang baik, dan
ﺪ ا agama.
9
Menurut Prof. Dr. H. Moh. Ardani secara linguistik kebahasaan, kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu keadaan
isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata
atau yang artinya
sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas.
10
9
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet.ke-4, h.1.
10
Moh. Ardani, Nilai-nilai AkhlakBudi Pekerti Dalam Ibadat, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001, cet. ke-1, h. 25.
Baik kata akhlaq atau khuluq keduanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, sebagai berikut:
. ا
: 4
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. QS. al-Qalam, 68:4.
لﺎ و ﷲا ﻰ ا نا ﷲا ﺿر ةﺮ ﺮه ﻰ ا
: ﺜ ﺎ ا
ق ﻷا مرﺎﻜ ﻷ ا اور
ىرﺎ
“Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus Allah SWT untuk menyempurnakan keluhuran budi
pekerti”. HR. Al-Bukhari.
Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq secara kebahasaan berarti “budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang
sudah menjadi tabi’at”.
11
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai “budi pekerti atau kelakuan”.
12
Sedangkan dari segi istilah, menurut Prof. Dr. Achmad Ameen menerangkan bahwa
sebagian ulama juga menerangkan bahwa khuluq itu adalah kehendak yang dibiasakan, yakni bahwa kehendak itu jika
dibiasakan akan sesuatu, maka kebiasaan tersebut dinamakan akhlak”.
13
Imam al-Ghazali dalam kitabnya “Al-Ihya ‘Ulum Al-Din” menerangkan bahwa akhlak ialah suatu bentuk atau sifat yang tertanam
11
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 3.
12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, cet. ke-2, edisi III, h. 20.
13
Achmad Ameen, Kitab al-Akhlaq, Kairo: An-Nahdlah, 1967, cet.ke-9, h.50.
dalam jiwa manusia daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan
terlebih dahulu. Apabila sifat-sifat tersebut menimbulkan perbuatan- perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal pikiran dan syara’ maka itu
dinamakan akhlak yang baik. Dan apabila sifat itu menimbulkan perbuatan- perbuatan yang jelek, maka sifat yang menjadi sumbernya dinamakan
akhlak yang buruk.
14
Menurut Ibn Miskawaih w. 421 H1030 M yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu
mendefinisikan akhlak sebagaimana dikutip oleh Dr. H. Abuddin Nata, M.A. yaitu:
15
ﺔ ؤر و ﺮﻜ ﺮ ﻏ ﺎﻬ ﺎ ا ﻰ ا ﺎﻬ ﺔ ار لﺎﺣ
ا
“akhlak ialah suatu keadaan jiwa atau sikap yang mendorong mengajak untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa berpikir dan
dipertimbangkan terlebih dahulu ”. Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya “Pendidikan
Islam Dalam Keluarga dan Sekolah” menerangkan bahwa akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,
perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu; membentuk satu kesatuan
14
Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Kairo: Maktabah Matba’ah al-Masyhad al- Husainy, 1939, Juz III, h.56.
15
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet.ke-3, h.3.
tindakan akhlak yang ditaati dalam kenyataan hidup sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
16
Menurut Anwar Masy’ari bahwa akhlak adalah sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang
dapat kita lihat sebenarnya adalah: “merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa”.
17
Keseluruhan definisi akhlak di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang
lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi.
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah kelakuan yang
timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu yang mendorong mengajak untuk melakukan
perbuatan-perbuatan baik maupun buruk tanpa berpikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu.
perbuatan yang menjadi kebiasaan dan hal itu merupakan gambaran dari keadaan atau sifat dalam jiwa manusia yang dilakukan tanpa pemikiran
dan pertimbangan terlebih dahulu. 2. Macam-macam Akhlak
Dalam berbagai literatur tentang Ilmu Akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagian, yaitu
16
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV. Ruhama, 1995, cet. ke-2, h. 10.
17
Anwar Masy’ari, Akhlak al-Quran, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990, cet. ke-1, h. 3.
“akhlak yang baik al-akhlaq al-mahmudah dan akhlak yang buruk al- akhlaq al-
mazmumah”.18 a.
Akhlak Mahmudah Bahwasanya “akhlak mahmudah meliputi sifat-sifat: amanah,
birrul waalidaini, haya’, ‘iffah, iqtishad, qana’ah dan zuhud, rahman dan shidqu
.”
19
Berikut uraiannya: Amanah
berlaku jujur, menurut bahasa Arab amanah berarti: kejujuran, kesetiaan dan ketulusan hati. Menurut Dr. H. Hamzah Ya’qub
pengertian amanat ialah: “... suatu sifat dan sikap di dalam melaksanakan suatu yang dipercayakan kepadanya, berupa harta benda, rahasia maupun
tugas kewajiban”. Pelaksanaan amanat dengan baik disebut al amin yang berarti: yang dapat dipercaya, yang jujur, yang setia dan yang aman.
Birrul Waalidaini berbuat baik kepada kedua orang tua,
perwujudan dari sifat terpuji berbuat baik kepada ayah dan ibu meliputi segala aspek kegiatan manusia, baik perbuatan maupun ucapan. Dapat
dinilai sebagai berbuat baik kepada orang tua, jika anak mendoakan kepada Allah agar keduanya mendapat rahmatNya, bertingkah laku
sopan, lemah lembut dan hormat di hadapan keduanya. Berbuat baik dalam ucapan berarti anak merendahkan suara dan bertutur kata sopan
terhadap keduanya. Perintah berbuat baik kepada orang tua telah tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23 sebagai berikut:
18
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet. ke-4, h. 43.
19
Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994, cet. ke-1, h. 209.
⌧ ☺
☺ ⌧
⌧ ☺
☺ ☺
☺
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia”.
Haya’ perasaan malu, menurut bahasa alhaya berarti: malu.
Sedangkan menurut pengertian etika Islam, sifat malu termasuk akhlak yang terpuji akhlak mahmudah.Yang dimaksud dengan malu di sini
ialah: Perasaan mundur seseorang sewaktu lahir atau tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia tercela.
‘Iffah memelihara kesucian diri, sifat al’iffah pada hakikatnya
merupakan keadaaan jiwa yang mampu untuk menjaga diri dari perbuatan jahat. Al’iffah termasuk dalam rangkaian fadilah atau akhlaqul karimah
yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dn memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada setiap waktu. Menjaga
diri dengan secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian.
Iqtishad berlaku hemat, termasuk salah satu sifat mahmudah
menurut etika Islam ialah hemat. Dalam penggunaan harta, hemat merupakan jalan tengah antara boros dan kikir, yang berarti pula perbuatan
tersebut merupakan langkah untuk membelanjakan harta kekayaan dengan sebaik-baiknya, dengan cara-cara yang wajar.Yang dimaksud dengan
hemat دﺎ
ا ialah menggunakan segala sesuatu yang tersedia berupa harta benda, waktu dan sebagainya menurut ukuran keperluan, mengambil
jalan tengah, tidak kurang dan tidak berlebihan. Qana’ah
atau Zuhud Berlaku Sederhana, kedua sifat tersebut secara hakiki adalah sifat yang semata-mata muncul dari hati sanubari
karena sadar akan nikmat, rahmat dan anugerah Ilahi yang secara metafisik berada segala keadaan. Menurut bahasa qana’ah berarti: Menerima apa
adanya atau tidak serakah. Sedangkan zuhud berarti: Sederhana. Kedua istilah tersebut tak mmiliki perbedaan makna yang prinsipil. Dari segi
etika Islam sifat qana’ah atau zuhud merupakan keadaan jiwa yang mampu menerima dengan ikhlas apa yang ada pada dirimu, juga
merupakan suatu perasaan berkecukupan dengan segala apa yang dimiliki baik yang bersifat materiil maupun non materiil.
Rahman dan Barr rasa kasih sayang, salah satu sifat luhur dan
terpuji adalah kasih sayang. Sifat tersebut merupakan pembawaan naluri setiap orang. Perwujudan sifat kasih sayang di dalam etika Islam meliputi:
Perlakuan kasih sayang di dalam keluarga, lingkungan dan antar bangsa.
Jika seseorang memiliki rasa kasih sayang, maka ia akan memiliki tingkah laku: suka menyambung tali kekeluargaan, memilki persaudaraan yang
erat, mudah damai, suka menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan, mudah memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain
kepadanya.dan bersifat pemurah. Shidqu
berlaku benar, secara bahasa adalah benar dan jujur. Dalam pengertian etika Islam, sifat ashshidqu adalah sikap mental yang
mampu memberi dorongan kuat untuk beramal sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya baik dalam ucapan maupun perbuatan. Berkaitan
dengan hal tersebut, Allah berfirman di dalam surah Ath-Taubah ayat 119, yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.
b. Akhlak Mazmumah
Banyak yang termasuk akhlak mazmumah, di antaranya yaitu: zalim, dengki, menipu, ria, ujub, lemah dan malas. Berikut uraiannya:
20
Zalim, orang Islam tidak boleh menganiaya dan jangan mau dianiaya. Maka kezaliman tidak boleh muncul dari orang Islam dan jangan
pula dirinya mau dianiaya oleh siapa pun. Sebab, kezaliman itu dengan
20
Minhaj al-Muslim oleh abu Bakr al-Jaza’iri, Hasanuddin dan Didin Hafidhuddin, Pedoman Hidup Muslim
, Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa, 2003, cet. ke-2, h. 278-291.
ketiga macamnya diharamkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Ketiga macam zalim itu adalah:
1. Zalim terhadap Allah, seperti kufur kepada-Nya.
2. Zalim kepada sesama manusia dan sesama makhluk, seperti berlaku
aniaya atas kehormatan, fisik, dan hartanya tanpa hak. 3.
Zalim terhadap diri sendiri, seperti mengotori diri sendiri dengan berbagai dosa, kejahatan dan keburukan yang berupa maksiat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Dengki, sifat dengki atau hasad dibenci oleh Islam karena
menentang pembagian yang ditetapkan Allah dari karunia yang diberikan kepada makhluk-Nya. Hasad ada dua macam. Pertama, seseorang
mengharapkan hilangnya nikmat berupa harta, ilmu, pangkat atau kekuasaan dari orang lain agar pindah kepada dirinya. Kedua,
mengharapkan agar nikmat itu hilang dari orang lain walaupun ia tidak mengharap untuk memperolehnya. Macam hasad yang kedua adalah yang
paling buruk. Sedangkan igtibat tidak termasuk hasad. Igtibat adalah berharap memperoleh nikmat seperti yang didapatkan orang lain baik
berupa ilmu, kekayaan dan kebaikan tanpa menginginkan agar nikmat itu lenyap dari orang lain.
Menipu, bentuk-bentuk perbuatan menipu yang tercela ini tergambar dalam:
a Pernyataan seseorang kepada sesamanya tentang sesuatu yang buruk
atau rusak bahwa itu adalah baik dengan maksud agar orang yang ditipu terjerumus di dalamnya.
b Hanya memperlihatkan sesuatu kepada sesamanya yang baiknya saja,
sedang yang buruk disembunyikan. c
Apa yang diperlihatkan lain dengan hakikat yang sebenarnya. Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud memperdaya orang lain.
d Perbuatan seseorang yang dengan sengaja ingin merusak harta orang
lain, menodai istri, anaknya, pembantu, dan kawannya. Hal ini dilakukan dengan cara memecah belah atau mengadu domba.
e Janji seseorang bahwa ia akan menjaga jiwa, harta atau menyimpan
rahasia sesamanya, tetapi kemudian mengkhianati atau menipunya. Orang Islam dalam menjauhi penipuan dan pengkhianatan adalah
semata-mata atas dasar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, karena ketiga macam bentuk kezaliman itu diharamkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
Ria, hakikat ria yaitu perbuatan taat yang dilakukan seseorang kepada Allah dengan dilatarbelakangi maksud agar ia mendapat tempat di
hati sesama manusia. Firman Allah dalam surat al-Ma’un ayat 4-7 sebagai berikut:
☺ .
⌧ .
. ☺
☺ .
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang- orang yang lalai dari shalatnya, Orang-orang yang berbuat ria, dan enggan
menolong dengan barang berguna”.
Ria itu tampak dalam hal-hal sebagai berikut: a
Seseorang semakin taat bila dipuji dan akan berkurang bahkan ditinggalkannya bila dicela atau diejek.
b Seseorang mau bersedekah bila dilihat orang lain. Sedangkan bila
tidak, ia tidak akan bersedekah. c
Seseorang rajin beribadah bila bersama orang lain dan malas ibadah bila sendirian.
d Seseorang mengatakan yang hak dan kebaikan, atau beramal dan
berbuat kebajikan tetapi bukan karena Allah, melainkan karena menginginkan sesuatu dari manusia.
Ujub dan Sombong; orang Islam harus waspada dari sikap ujub dan
sombong. Dengan sekuat tenaga ia harus melepaskan diri dari kedua sifat tersebut dalam berbagai hal, karena kedua sifat tersebut merupakan
penghalang terbesar untuk mencapai kesempurnaan. Seringkali nikmat berubah menjadi azab karena ujub dan sombong. Sungguh banyak orang
mulia menjadi hina dan yang kuat menjadi lemah karena dua perangai tersebut. Contoh sikap ujub adalah ketika para sahabat Rasulullah saw
merasa bangga dengan banyaknya pasukan di waktu perang Hunain. Mereka berkata: Hati ini kami tidak akan kalah oleh musuh yang sedikit.
Lalu mereka ditimpa kekalahan yang pahit, hingga bumi yang luas itu terasa sempit oleh mereka. Kemudian mereka lari tunggang langgang.
Sedangkan contoh daripada bentuk kesombongan dalam harta seperti orang menjadi sombong karena banyak harta dan kekayaan, lalu ia menghambur-
hamburkan kekayaan dan melecehkan kebenaran hingga ia binasa karenanya.
Lemah dan malas; orang Islam tidak boleh tampak lemah dan malas. Karena mungkin dia akan berpangku tangan atau tidak bersungguh-
sungguh dalam mencari sesuatu yang berguna, padahal dia percaya terhadap hukum sebab akibat dan sunnatullah di alam semesta. Atas dasar
apa orang Islam bisa malas, padahal dia percaya terhadap seruan Allah dalam firman-Nya Surah al-Hadid ayat 21 agar selalu memacu diri:
⌧ ☺
....
“Berlomba-lombalah kamu kepada mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi...”
Beberapa bentuk sifat lemah dan malas sebagai berikut: a
Seseorang yang mendengar seruan adzan untuk shalat dikala ia sedang asyik tidur, ngobrol atau mengerjakan sesuatu yang tidak penting,
tetapi ia tidak mau beranjak dari keasyikannya itu sampai akhirnya tidak shalat.
b Orang yang berjam-jam nongkrong di warung kopi dan di tempat-
tempat hiburan, padahal ia punya pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi ia biarkan terbelangkalai.
c Seseorang tinggal di rumah gubuk atau kumuh. Ia tidak berusaha
mencari tempat tinggal yang lebih baik yang dapat lebih menjamin agama, kemuliaan dan kehormatannya.
3. Sumber Akhlak Dalam tuntunan Islam telah ditetapkan bahwa yang menjadi sumber
dalam Islam yang menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan adalah al-Qur’an dan al-Hadits.
Kedua sumber di atas memberikan bimbingan kepada manusia dalam hubungannya dengan Allah subhanahu wata’ala maupun dalam
hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungan. Berdasarkan aturan- aturan dalam agama itu sendiri akhlak yang bersumber dari agama
mempunyai dua pendorong yaitu iman kepada kekuatan gaib dan sangsi- sangsi yang dikenakan oleh masyarakat.
Batasan-batasan akhlak di dalam agama Islam, baik akhlak terhadap Sang Pencipta, sesama manusia maupun terhadap alam telah ditentukan
oleh al-Qur’an dan al-Hadits sehingga manusia dapat menjadikan kedua sumber tersebut sebagai pedoman dalam berakhlak. Lebih ditegaskan,
bahwa yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan
sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk ialah al-Qur’an dan al-Hadits.
21
a. al-Qur’an sebagai sumber akhlak dalam Islam. Berikut ini salah satu ayat
mengenai akhlak:
⌧ ☺
⌧ ⌧
⌧ .
بﺰﺣﻷا :
21
“Sesungguhnya Telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. QS. Al- Ahzab 33:21.
b. al-Hadits sebagai sumber akhlak dalam Islam. Berikut ini salah satu
hadits yang berkenaan dengan akhlak:
ق ﻷا مرﺎﻜ ﻷ ﺜ ﺎ ا .
ﺪ ﺣا اور نا ﷲا ﺿر ةﺮ ﺮه ﻰ ا
لﺎ و ﷲا ﻰ ا
: ق ﻷا مرﺎﻜ ﻷ ﺜ ﺎ ا
ىرﺎ ا اور
“Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus Allah SWT untuk menyempurnakan keluhuran budi
pekerti”. HR. Al-Bukhari.
Maka jelaslah bahwa al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber akhlak dalam Islam.
B. Bimbingan Akhlak