Akhlak LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Akhlak

1. Pengertian akhlak Islam menempatkan akhlak dalam posisi penting yang harus dipegang teguh para pemeluknya. Bahkan, tiap aspek dari ajaran Islam selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik kebahasaan dan pendekatan terminologik peristilahan. Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar bentuk infinitif dari kata قأخلا, , اخلاقا sesuai dengan timbangan wazan tsulasi majid, ﺎ ا أ yang berarti ﺠ ا ﺔ perangai, ﻄ ا ﺔ kelakuan, tabi’at, watak dasar, ةدﺎ ا kebiasaan, kelaziman, ا ﺔ وﺮ peradaban yang baik, dan ﺪ ا agama. 9 Menurut Prof. Dr. H. Moh. Ardani secara linguistik kebahasaan, kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu keadaan isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata atau yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas. 10 9 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet.ke-4, h.1. 10 Moh. Ardani, Nilai-nilai AkhlakBudi Pekerti Dalam Ibadat, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001, cet. ke-1, h. 25. Baik kata akhlaq atau khuluq keduanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, sebagai berikut: . ا : 4 “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. QS. al-Qalam, 68:4. لﺎ و ﷲا ﻰ ا نا ﷲا ﺿر ةﺮ ﺮه ﻰ ا : ﺜ ﺎ ا ق ﻷا مرﺎﻜ ﻷ ا اور ىرﺎ “Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus Allah SWT untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti”. HR. Al-Bukhari. Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq secara kebahasaan berarti “budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at”. 11 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai “budi pekerti atau kelakuan”. 12 Sedangkan dari segi istilah, menurut Prof. Dr. Achmad Ameen menerangkan bahwa sebagian ulama juga menerangkan bahwa khuluq itu adalah kehendak yang dibiasakan, yakni bahwa kehendak itu jika dibiasakan akan sesuatu, maka kebiasaan tersebut dinamakan akhlak”. 13 Imam al-Ghazali dalam kitabnya “Al-Ihya ‘Ulum Al-Din” menerangkan bahwa akhlak ialah suatu bentuk atau sifat yang tertanam 11 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 3. 12 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, cet. ke-2, edisi III, h. 20. 13 Achmad Ameen, Kitab al-Akhlaq, Kairo: An-Nahdlah, 1967, cet.ke-9, h.50. dalam jiwa manusia daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. Apabila sifat-sifat tersebut menimbulkan perbuatan- perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal pikiran dan syara’ maka itu dinamakan akhlak yang baik. Dan apabila sifat itu menimbulkan perbuatan- perbuatan yang jelek, maka sifat yang menjadi sumbernya dinamakan akhlak yang buruk. 14 Menurut Ibn Miskawaih w. 421 H1030 M yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu mendefinisikan akhlak sebagaimana dikutip oleh Dr. H. Abuddin Nata, M.A. yaitu: 15 ﺔ ؤر و ﺮﻜ ﺮ ﻏ ﺎﻬ ﺎ ا ﻰ ا ﺎﻬ ﺔ ار لﺎﺣ ا “akhlak ialah suatu keadaan jiwa atau sikap yang mendorong mengajak untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa berpikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu ”. Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya “Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah” menerangkan bahwa akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu; membentuk satu kesatuan 14 Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Kairo: Maktabah Matba’ah al-Masyhad al- Husainy, 1939, Juz III, h.56. 15 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet.ke-3, h.3. tindakan akhlak yang ditaati dalam kenyataan hidup sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. 16 Menurut Anwar Masy’ari bahwa akhlak adalah sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang dapat kita lihat sebenarnya adalah: “merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa”. 17 Keseluruhan definisi akhlak di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi. Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu yang mendorong mengajak untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik maupun buruk tanpa berpikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu. perbuatan yang menjadi kebiasaan dan hal itu merupakan gambaran dari keadaan atau sifat dalam jiwa manusia yang dilakukan tanpa pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. 2. Macam-macam Akhlak Dalam berbagai literatur tentang Ilmu Akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagian, yaitu 16 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV. Ruhama, 1995, cet. ke-2, h. 10. 17 Anwar Masy’ari, Akhlak al-Quran, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990, cet. ke-1, h. 3. “akhlak yang baik al-akhlaq al-mahmudah dan akhlak yang buruk al- akhlaq al- mazmumah”.18 a. Akhlak Mahmudah Bahwasanya “akhlak mahmudah meliputi sifat-sifat: amanah, birrul waalidaini, haya’, ‘iffah, iqtishad, qana’ah dan zuhud, rahman dan shidqu .” 19 Berikut uraiannya: Amanah berlaku jujur, menurut bahasa Arab amanah berarti: kejujuran, kesetiaan dan ketulusan hati. Menurut Dr. H. Hamzah Ya’qub pengertian amanat ialah: “... suatu sifat dan sikap di dalam melaksanakan suatu yang dipercayakan kepadanya, berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban”. Pelaksanaan amanat dengan baik disebut al amin yang berarti: yang dapat dipercaya, yang jujur, yang setia dan yang aman. Birrul Waalidaini berbuat baik kepada kedua orang tua, perwujudan dari sifat terpuji berbuat baik kepada ayah dan ibu meliputi segala aspek kegiatan manusia, baik perbuatan maupun ucapan. Dapat dinilai sebagai berbuat baik kepada orang tua, jika anak mendoakan kepada Allah agar keduanya mendapat rahmatNya, bertingkah laku sopan, lemah lembut dan hormat di hadapan keduanya. Berbuat baik dalam ucapan berarti anak merendahkan suara dan bertutur kata sopan terhadap keduanya. Perintah berbuat baik kepada orang tua telah tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23 sebagai berikut: 18 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet. ke-4, h. 43. 19 Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994, cet. ke-1, h. 209. ⌧ ☺ ☺ ⌧ ⌧ ☺ ☺ ☺ ☺ “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. Haya’ perasaan malu, menurut bahasa alhaya berarti: malu. Sedangkan menurut pengertian etika Islam, sifat malu termasuk akhlak yang terpuji akhlak mahmudah.Yang dimaksud dengan malu di sini ialah: Perasaan mundur seseorang sewaktu lahir atau tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia tercela. ‘Iffah memelihara kesucian diri, sifat al’iffah pada hakikatnya merupakan keadaaan jiwa yang mampu untuk menjaga diri dari perbuatan jahat. Al’iffah termasuk dalam rangkaian fadilah atau akhlaqul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dn memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada setiap waktu. Menjaga diri dengan secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian. Iqtishad berlaku hemat, termasuk salah satu sifat mahmudah menurut etika Islam ialah hemat. Dalam penggunaan harta, hemat merupakan jalan tengah antara boros dan kikir, yang berarti pula perbuatan tersebut merupakan langkah untuk membelanjakan harta kekayaan dengan sebaik-baiknya, dengan cara-cara yang wajar.Yang dimaksud dengan hemat دﺎ ا ialah menggunakan segala sesuatu yang tersedia berupa harta benda, waktu dan sebagainya menurut ukuran keperluan, mengambil jalan tengah, tidak kurang dan tidak berlebihan. Qana’ah atau Zuhud Berlaku Sederhana, kedua sifat tersebut secara hakiki adalah sifat yang semata-mata muncul dari hati sanubari karena sadar akan nikmat, rahmat dan anugerah Ilahi yang secara metafisik berada segala keadaan. Menurut bahasa qana’ah berarti: Menerima apa adanya atau tidak serakah. Sedangkan zuhud berarti: Sederhana. Kedua istilah tersebut tak mmiliki perbedaan makna yang prinsipil. Dari segi etika Islam sifat qana’ah atau zuhud merupakan keadaan jiwa yang mampu menerima dengan ikhlas apa yang ada pada dirimu, juga merupakan suatu perasaan berkecukupan dengan segala apa yang dimiliki baik yang bersifat materiil maupun non materiil. Rahman dan Barr rasa kasih sayang, salah satu sifat luhur dan terpuji adalah kasih sayang. Sifat tersebut merupakan pembawaan naluri setiap orang. Perwujudan sifat kasih sayang di dalam etika Islam meliputi: Perlakuan kasih sayang di dalam keluarga, lingkungan dan antar bangsa. Jika seseorang memiliki rasa kasih sayang, maka ia akan memiliki tingkah laku: suka menyambung tali kekeluargaan, memilki persaudaraan yang erat, mudah damai, suka menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan, mudah memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain kepadanya.dan bersifat pemurah. Shidqu berlaku benar, secara bahasa adalah benar dan jujur. Dalam pengertian etika Islam, sifat ashshidqu adalah sikap mental yang mampu memberi dorongan kuat untuk beramal sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya baik dalam ucapan maupun perbuatan. Berkaitan dengan hal tersebut, Allah berfirman di dalam surah Ath-Taubah ayat 119, yaitu: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. b. Akhlak Mazmumah Banyak yang termasuk akhlak mazmumah, di antaranya yaitu: zalim, dengki, menipu, ria, ujub, lemah dan malas. Berikut uraiannya: 20 Zalim, orang Islam tidak boleh menganiaya dan jangan mau dianiaya. Maka kezaliman tidak boleh muncul dari orang Islam dan jangan pula dirinya mau dianiaya oleh siapa pun. Sebab, kezaliman itu dengan 20 Minhaj al-Muslim oleh abu Bakr al-Jaza’iri, Hasanuddin dan Didin Hafidhuddin, Pedoman Hidup Muslim , Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa, 2003, cet. ke-2, h. 278-291. ketiga macamnya diharamkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Ketiga macam zalim itu adalah: 1. Zalim terhadap Allah, seperti kufur kepada-Nya. 2. Zalim kepada sesama manusia dan sesama makhluk, seperti berlaku aniaya atas kehormatan, fisik, dan hartanya tanpa hak. 3. Zalim terhadap diri sendiri, seperti mengotori diri sendiri dengan berbagai dosa, kejahatan dan keburukan yang berupa maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengki, sifat dengki atau hasad dibenci oleh Islam karena menentang pembagian yang ditetapkan Allah dari karunia yang diberikan kepada makhluk-Nya. Hasad ada dua macam. Pertama, seseorang mengharapkan hilangnya nikmat berupa harta, ilmu, pangkat atau kekuasaan dari orang lain agar pindah kepada dirinya. Kedua, mengharapkan agar nikmat itu hilang dari orang lain walaupun ia tidak mengharap untuk memperolehnya. Macam hasad yang kedua adalah yang paling buruk. Sedangkan igtibat tidak termasuk hasad. Igtibat adalah berharap memperoleh nikmat seperti yang didapatkan orang lain baik berupa ilmu, kekayaan dan kebaikan tanpa menginginkan agar nikmat itu lenyap dari orang lain. Menipu, bentuk-bentuk perbuatan menipu yang tercela ini tergambar dalam: a Pernyataan seseorang kepada sesamanya tentang sesuatu yang buruk atau rusak bahwa itu adalah baik dengan maksud agar orang yang ditipu terjerumus di dalamnya. b Hanya memperlihatkan sesuatu kepada sesamanya yang baiknya saja, sedang yang buruk disembunyikan. c Apa yang diperlihatkan lain dengan hakikat yang sebenarnya. Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud memperdaya orang lain. d Perbuatan seseorang yang dengan sengaja ingin merusak harta orang lain, menodai istri, anaknya, pembantu, dan kawannya. Hal ini dilakukan dengan cara memecah belah atau mengadu domba. e Janji seseorang bahwa ia akan menjaga jiwa, harta atau menyimpan rahasia sesamanya, tetapi kemudian mengkhianati atau menipunya. Orang Islam dalam menjauhi penipuan dan pengkhianatan adalah semata-mata atas dasar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, karena ketiga macam bentuk kezaliman itu diharamkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Ria, hakikat ria yaitu perbuatan taat yang dilakukan seseorang kepada Allah dengan dilatarbelakangi maksud agar ia mendapat tempat di hati sesama manusia. Firman Allah dalam surat al-Ma’un ayat 4-7 sebagai berikut: ☺ . ⌧ . . ☺ ☺ . “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang- orang yang lalai dari shalatnya, Orang-orang yang berbuat ria, dan enggan menolong dengan barang berguna”. Ria itu tampak dalam hal-hal sebagai berikut: a Seseorang semakin taat bila dipuji dan akan berkurang bahkan ditinggalkannya bila dicela atau diejek. b Seseorang mau bersedekah bila dilihat orang lain. Sedangkan bila tidak, ia tidak akan bersedekah. c Seseorang rajin beribadah bila bersama orang lain dan malas ibadah bila sendirian. d Seseorang mengatakan yang hak dan kebaikan, atau beramal dan berbuat kebajikan tetapi bukan karena Allah, melainkan karena menginginkan sesuatu dari manusia. Ujub dan Sombong; orang Islam harus waspada dari sikap ujub dan sombong. Dengan sekuat tenaga ia harus melepaskan diri dari kedua sifat tersebut dalam berbagai hal, karena kedua sifat tersebut merupakan penghalang terbesar untuk mencapai kesempurnaan. Seringkali nikmat berubah menjadi azab karena ujub dan sombong. Sungguh banyak orang mulia menjadi hina dan yang kuat menjadi lemah karena dua perangai tersebut. Contoh sikap ujub adalah ketika para sahabat Rasulullah saw merasa bangga dengan banyaknya pasukan di waktu perang Hunain. Mereka berkata: Hati ini kami tidak akan kalah oleh musuh yang sedikit. Lalu mereka ditimpa kekalahan yang pahit, hingga bumi yang luas itu terasa sempit oleh mereka. Kemudian mereka lari tunggang langgang. Sedangkan contoh daripada bentuk kesombongan dalam harta seperti orang menjadi sombong karena banyak harta dan kekayaan, lalu ia menghambur- hamburkan kekayaan dan melecehkan kebenaran hingga ia binasa karenanya. Lemah dan malas; orang Islam tidak boleh tampak lemah dan malas. Karena mungkin dia akan berpangku tangan atau tidak bersungguh- sungguh dalam mencari sesuatu yang berguna, padahal dia percaya terhadap hukum sebab akibat dan sunnatullah di alam semesta. Atas dasar apa orang Islam bisa malas, padahal dia percaya terhadap seruan Allah dalam firman-Nya Surah al-Hadid ayat 21 agar selalu memacu diri: ⌧ ☺ .... “Berlomba-lombalah kamu kepada mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi...” Beberapa bentuk sifat lemah dan malas sebagai berikut: a Seseorang yang mendengar seruan adzan untuk shalat dikala ia sedang asyik tidur, ngobrol atau mengerjakan sesuatu yang tidak penting, tetapi ia tidak mau beranjak dari keasyikannya itu sampai akhirnya tidak shalat. b Orang yang berjam-jam nongkrong di warung kopi dan di tempat- tempat hiburan, padahal ia punya pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi ia biarkan terbelangkalai. c Seseorang tinggal di rumah gubuk atau kumuh. Ia tidak berusaha mencari tempat tinggal yang lebih baik yang dapat lebih menjamin agama, kemuliaan dan kehormatannya. 3. Sumber Akhlak Dalam tuntunan Islam telah ditetapkan bahwa yang menjadi sumber dalam Islam yang menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua sumber di atas memberikan bimbingan kepada manusia dalam hubungannya dengan Allah subhanahu wata’ala maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungan. Berdasarkan aturan- aturan dalam agama itu sendiri akhlak yang bersumber dari agama mempunyai dua pendorong yaitu iman kepada kekuatan gaib dan sangsi- sangsi yang dikenakan oleh masyarakat. Batasan-batasan akhlak di dalam agama Islam, baik akhlak terhadap Sang Pencipta, sesama manusia maupun terhadap alam telah ditentukan oleh al-Qur’an dan al-Hadits sehingga manusia dapat menjadikan kedua sumber tersebut sebagai pedoman dalam berakhlak. Lebih ditegaskan, bahwa yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk ialah al-Qur’an dan al-Hadits. 21 a. al-Qur’an sebagai sumber akhlak dalam Islam. Berikut ini salah satu ayat mengenai akhlak: ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ . بﺰﺣﻷا : 21 “Sesungguhnya Telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. QS. Al- Ahzab 33:21. b. al-Hadits sebagai sumber akhlak dalam Islam. Berikut ini salah satu hadits yang berkenaan dengan akhlak: ق ﻷا مرﺎﻜ ﻷ ﺜ ﺎ ا . ﺪ ﺣا اور نا ﷲا ﺿر ةﺮ ﺮه ﻰ ا لﺎ و ﷲا ﻰ ا : ق ﻷا مرﺎﻜ ﻷ ﺜ ﺎ ا ىرﺎ ا اور “Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus Allah SWT untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti”. HR. Al-Bukhari. Maka jelaslah bahwa al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber akhlak dalam Islam.

B. Bimbingan Akhlak

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kegiatan Muhadharah Diniyah terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Hidayatut Thalibin II Bogor

8 57 131

Pengaruh kebiasaan membaca al-Qur'an terhadap akhlak siswa pada madrasah diniyah as-salam joglo-Jakarta Barat

21 72 71

Analisis Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Guru di Yayasan Baitussalam Semarang.

0 10 11

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN AKHLAK MULIA PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PAI MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH (MDA).

3 7 75

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 7

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 32

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 23

STRATEGI MADRASAH DINIYAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI (Studi Multi Situs Di Madrasah Diniyah Mamba’ul Hikam Botoran Dan Madrasah Diniyah Mahir Ar-Riyadl Domasan) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 13