Kerangka Teori Dan Konsepsi

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

Dalam penelitian hukum, adanya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis menjadi syarat yang penting. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, dan di dalam landasan kerangka teoritis diuraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu sistem aneka “theore’ma” atau ajaran. 13 Kerangka teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap masalah-masalah yang diteliti. Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo “teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan kausal yang logis diantara perubahan variabel dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka fikir frame of thinking dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tertentu. 14 Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa maksud kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul. 13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed. 1, Cet. 7, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 6 14 Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adijoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Jakarta, CV. Haji Mas Agung, 1988, hal 12. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Dalam hal ini fungsi kerangka teori selaras dengan apa yang digunakan oleh Sugiyono bahwa “teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti. Setara sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan.” 15 Berangkat dari dasar pemikiran tentang ciptaan-ciptaan atau karya cipta, sudah sewajarnya apabila negara menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikirnya baik di bidang ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. Kerangka atau dasar pemikiran diberikannya kepada seorang individu perlindungan hukum terhadap ciptaannya bermula dari teori yang tidak lepas dari dominasi pemikiran Mazhab atau Doktrin Hukum Alam yang menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal seperti yang di kenal dalam Sistem Hukum Sipil yang merupakan sistem hukum yang dipakai di Indonesia. 16 Pengaruh Mazhab Hukum Alam ini terhadap seorang individu yang menciptakan berbagai ciptaan yang kemudian memperoleh perlindungan hukum atas ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual. Berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang menetapkan : “Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendapat perlindungan atas kepentingan-kepentingan moral dan material yang merupakan hasil dari ciptaannya di bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni”. 17 15 Sugiyono, Metode penelitian Administrasi, Bandung, Alfa Beta, 1983, hal. 200. 16 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Edisi ke-2 Cetakan ke-3, Bandung, Alumni, 2005, hal.17. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Dengan adanya pengakuan secara universal ini, sudah tidak diragukan lagi bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi sehingga menimbulkan adanya tiga macam konsepsi : 1. Konsepsi kekayaan: 2. Konsepsi Hak; 3. Konsepsi Perlindungan hukum. Kehadiran tiga konsepsi ini lebih lanjut menimbulkan kebutuhan adanya pembangunan hukum dalam bentuk pelbagai perundang-undangan misalnya mengenai HAKI. Tentang pembangunan hukum ini, Mochtar Kusumaatmadja mempunyai pendapat dan pemikiran bahwasanya hukum adalah sebagai sarana bagi pembangunan dan sarana pembaharuan masyarakat. 18 Pendapatnya yang demikian ini bertolak dari pandangan tentang fungsi hukum dalam masyarakat yang dapat dikembalikan pada pertanyaan dasar : Apakah tujuan hukum itu ? Jawaban atas pertanyaan yang diajukan itu adalah bahwa : pada analisis terakhir tujuan pokok daripada hukum, apabila akan direduksi pada suatu hal saja, adalah ketertiban order. 19 Disamping ketertiban, tujuan lain daripada hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda sisi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai kepastian dalam suatu masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam suatu masyarakat yang teratur. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya tidak mungkin mengembangkan 18 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, Alumni, 2002, hal. 13-14. 19 Eddy Damian, Op.Cit., hal. 19. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal di dalam masyarakat tempat ia hidup. Selaras dengan pemikiran diatas, dapat diketahui bahwa pengembangan bakat- bakat dan kemampuan manusia memerlukan adanya upaya-upaya untuk mewujudkan termasuk melalui penumbuhan pelbagai aturan yang mendukungnya sehingga tercapai suatu kepastian hukum. Penumbuhan pelbagai aturan ini diperlukan sehingga timbullah sikap dan kebutuhan masyarakat yang memberi penghargaan, penghormatan, dan perlindungan terhadap bakat-bakat dan kemampuan yang dimiliki seseorang, yang diwujudkan dalam bentuk karya. 20 Termasuk didalamnya berbagai kekayaan intelektual yang lebih besar, lebih baik dan lebih banyak yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia sebagai refleksi kepribadiannya alter- egonya Untuk mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk menghasilkan kemampuan intelektual manusia, menumbuhkan suatu kebutuhan yaitu perlindungan hukum. Kebutuhan akan perlindungan hukum ini sebenarnya adalah wajar. Di balik perlindungan terhadap hak cipta ada serangkaian pemikiran konsepsional yang dapat diuraikan , bahwa pemilik hak cipta telah mencurahkan karya, pikiran, tenaga, dan dana untuk memperoleh kekayaan tersebut . Apabila kekayaan intelektual tersebut digunakan untuk maksud komersial , maka dianggap wajar bila pemilik hak cipta tersebut memperoleh kompensasi dari pengguna kekayaan tadi. 20 Ibid., hal. 20. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Secara simplisitis, pertama, bentuk penggunaan komersial dari kekayaan intelektual dapat dilakukan langsung oleh pemilik kekayaan kekayaan intelektual tersebut. Dengan demikian, maka pemilik memperoleh kompensasi secara langsung bagi dirinya. Kedua, pemilik dapat menjual atau memperoleh kompensasi finansial dengan memperbolehkan penggunanaan kekayaan intelektual tersebut kepada orang lain. Ketiga, pemilik hak kekayaan intelektual tersebut dapat mencegah pihak lain memperoleh dan mempergunakannya. 21 Pemikiran tadi telah menjadi titik awal kesadaran masyarakat internasional, regional, dan domestik akan pentingnya memberikan penghargaan, berupa perlindungan hukum terhadap hak atas kekayaan intelektual. Perlindungan hak atas kekayaan intelektual juga sebagai bentuk pengakuan hak azasi manusia seseorang bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan untuk kepentingan moral dan materil yang diperoleh dari ciptaan ilmiah, kesusteraan atau artistik dalam hal dia sebagai pencipta. Kepentingan moral ini direfleksikan dengan tersedianya hak moral dalam hak kekayaan intelektual yang tidak dapat dicabut dari pencipta. 22 Hak cipta sebagai salah satu kekayaan intelektual telah dikenal sejak lama. Namun ironisnya, pelanggaran akan hak cipta ini lebih banyak terjadi dibanding kekayaan intelektual lainnya. Oleh karena itu, hak cipta merupakan salah satu hak 21 Ahmad M. Ramli, Fathurahman P., Film Independen Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilman Indonesia, Bandung, Ghalian Indonesia , 2004, hal.17. 22 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni Bekerjasama dengan Asian Law Group Pty Ltd., 2003, hal. 14. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 atas kekayaan intelektual yang sangat rentan dieksploitasi sehingga diperlukan pengaturan komprehensif disetiap negara sebagai langkah antisipatif. Perlindungan dan penegakan hukum hak atas kekayaan intelektual ditujukan untuk memacu penemuan baru dibidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta penyebaran teknologi, dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan pengguna pengetahuan tentang teknologi dan dilakukan dengan cara yang menunjang kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Globalisasi yang juga identik dengan kompetisi dan sekaligus transparansi memberi pengaruh yang sangat besar terhadap perlindungan hak atas kekayaan intelektual karena, pertama, bahwa perlindungan hak atas kekayaan intelektual secara memadai akan mendorong terjadinya kompetisi yang sehat dan sebaliknya, perlindungan yang buruk di bidang ini justru akan melahirkan persaingan curang unfair competition. Kedua, bahwa globalisasi perdagangan juga menuntut transparansi di bidang hukum , termasuk di bidang hak atas kekayaan intelektual, peraturan perundang – undangan yang baik dan dapat melindungi pemilik hak atas kekayaan intelektual secara memadai serta sikap konsisten pengadilan dan aparat dalam penegakan hukum law enforcement atas ketentuan-ketentuan tersebut akan menjadi salah satu obyek monitoring internasional, sehingga kelemahan di bidang ini akan menjadi salah satu alasan keraguan untuk menentukan investasi, bahkan dapat dijadikan dasar tindakan-tindakan balasan negara yang merasa dirugikan, berupa sanksi-sanksi di bidang ekonomi dan perdagangan. 23 23 Ahmad M. Ramli, Fathurahman P., Op.Cit, hal. 14. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Hukum hak atas kekayan intelektual adalah hukum yang mengatur perlindungan bagi para penciptanya dan penemuan karya-karya inovatif sehubungan dengan pemanfaatan karya-karya mereka secara luas dalam masyarakat. Karena itu, tujuan hukum hak atas kekayaan intelektual adalah menyalurkan kreativitas individu untuk kemanfaatan manusia secara luas. Sebagai suatu hak eksklusif, hak atas kekayaan intelektual secara umum mendapatkan tempat yang sama dengan hak-hak milik lainnya. Beberapa alasan mengapa hak atas kekayaan intelektual harus dilindungi dapat dikemukakan sebagai berikut : Pertama, bahwa kepada pencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra ataupun penemu di bidang teknologi baru yang mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri, diberikan suatu penghargaan dan pengakuan serta perlindungan hukum atas keberhasilan upayanya dalam melahirkan ciptaan baru itu. 24 Dengan demikian, atas usaha dari pencipta ataupun penemu yang telah mengeluarkan tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya, kepadanya layak diberikan hak-hak eksklusif untuk mengeksploitasi hak cipta guna meraih kembali apa yang telah dikeluarkannya. Dengan demikian, insentif harus diberikan untuk merangsang kreativitas dalam upaya menciptakan karya-karya baru di bidang teknologi. Hal ini juga sejalan dengan prinsip bahwa hak atas kekayaan intelektual merupakan alat untuk meraih dan mengembangkan ekonomi. Kedua, bahwa hak atas kekayaan intelektual yang merupakan hasil ciptaan atau penemuan bersifat rintisan, membuka kemungkinan risiko pihak lain akan dapat 24 Ibid., hal. 15. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 melampaui atau mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan oleh penemu. 25 Oleh karenanya, penemuan – penemuan mendasar itu pun harus dilindungi, meskipun mungkin belum bisa memperoleh perlindungan di bawah hukum paten, tetapi dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang atau informasi yang dirahasiakan. Hak atas kekayaan intelektual memiliki lingkup yang luas di mana di dalamnya tercukup karya-karya kreatif di bidang hak cipta copyright dan hak-hak terkait serta hak milik industri industrial property. Ketiga, bahwa pada bidang tertentu, seperti paten pada dasarnya terbuka, artinya penemunya berkewajiban untuk menguraikan atau membeberkan penemuannya dengan cukup jelas dan terperinci, sehingga orang lain dapat belajar atau melaksanakan penemuan tersebut, sebagai imbalannya kepada penemu diberikan hak eksklusif untuk dalam jangka waktu tertentu melakukan eksploitasi atas penemuannya. 26 Bertolak dari uraian tersebut di atas, situasi pada masa kini sangat kondusif bagi penciptaan suatu kepastian hukum dan pengayoman atau perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, sehingga pembangunan hukum pada umumnya, dan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual pada khususnya perlu segera ditingkatkan lebih cepat menuju terwujudnya sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu. 25 Ibid., hal 15 26 Ibid., hal. 15. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Dalam rangka pemikiran yang demikian, tidaklah terlalu berlebihan untuk meneliti kembali apakah perlindungan hukum pada tingkat nasional terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual khususnya hak cipta, berdasarkan beberapa perundang- undangan nasional terutama Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, telah berhasil dan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. 1. Latar Belakang Munculnya Hak Kekayaan Intelektual Istilah hak atas kekayaan intelektual merupakan terjemahan dari istilah Intellectual Property Rights Bahasa Inggris. Sedangkan istilah hak atas milik intelektual merupakan terjemahan dari istilah intellectuele eigendomsrecht Bahasa Belanda dalam sistem hukum Kontinental. 27 Menurut Ahmad M. Ramli bahwa milik atau kepemilikan lebih tepat digunakan dari pada kata kekayaan karena pengertian hak milik memiliki ruang lingkup lebih khusus dibandingkan dengan istilah kekayaan menurut sistem hukum kita, hukum harta kekayaan itu meliputi hukum kebendaan dan hukum perikatan. Intellectual Property Rights merupakan kebendaan immaterial yang juga menjadi objek hak milik sebagaimana di atur dalam hukum kebendaan. Karena itu lebih tepat kalau kita menggunakan istilah Hak atas Kepemilikan Intelektual HAKI pada istilah Hak atas Kekayaan Intelektual. 28 27 Menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul “Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual” menyatakan Hak Kekayaan Intelektual adalah kekayaan bagi pemiliknya.Kekayaan tersebut dapat dialihkan pemanfaatan atau penggunaannya kepada pihak lain, sehingga pihak lain itu memperoleh manfaat dari Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Hak pemanfaatan atau penggunaan ini di sebut hak yang diperoleh karena izin lisensi dari pemiliknya. 28 Ahmad M. Ramli, Hak atas Kepemilikan Intelektual : Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, Bandung, CV. Mandar Maju, 2000, hal. 23. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Istilah Property Rights diterjemahkan dengan istilah Hak atas Kekayaan Intelektual yang berarti suatu hak atas milik yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra, pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya, diantaranya berupa ide. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional dan bahkan internasional tidak lepas dari pembentukan organisasi perdagangan dunia World Trade Organisation WTO. Pembentukan WTO sendiri mempunyai sejarah yang cukup panjang, yakni ditandai dengan masalah perundingan tarif dan perdagangan General Agreement Tariff and Trade GATT. Dengan dibentuknya Organisasi Perdagangan Dunia WTO, maka isu masalah Hak Kekayaan Intelektual semakain muncul ke permukaan, mengapa? Karena masalah perdagangan dewasa ini semakin mengglobal. Tujuan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual digunakan untuk inovasi teknologi atau penyebaran teknologi, dalam menunjang kesejahteraan sosial ekonomi, keseimbangan hak dan kewajiban. Indonesia sendiri telah mengantisipasi masalah ini. Hal ini dapat di lihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean. Menurut Pasal 54 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 menyebutkan: “Atas permintaan pemilik barang atau pemegang hak atas merek atau cipta, Ketua Pengadilan Negeri Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 setempat dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat bea cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, di duga merupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta dilindungi di Indonesia”. Dari latar belakang munculnya WTO tersebut, dapat dipahami bahwa masalah HAKI cukup erat kaitannya denga dunia bisnis. Untuk itu tidaklah heran apabila para pelaku bisnis mengeluarkan cukup banyak dana, untuk melakukan penelitian dan pengembangan dari hasil. Maksud dari riset tersebut adalah untuk mengetahui apa yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat, ataupun melakukan suatu penelitian dalam bidang teknologi yang hasilnya kelak dapat di jual.

2. Konvensi Internasional Tentang Hak Cipta

Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Kreativitas dan aktivitas para pencipta dalam rangka memacu pertumbuhan untuk mendorong karya cipta tentu sangat berarti jika perlindungan itu di jamin di setiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar mereka peroleh. Konvensi Internasional adalah perjanjian internasional. Mochtar memberikan defenisi bahwa, “Perjanjian Internasional itu adalah suatu perjanjian yang Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 diadakan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu”. 29 Suatu hal yang penting adalah bahwa suatu perjanjian internasional tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ke tiga tanpa persetujuan pihak ke tiga. Untuk keadaan seperti ini dalam teori mengenai perjanjian internasional disebutkan sebagai “treaty contract”, yaitu menimbulkan hukum bagi para peserta, sedangkan yang berikutnya adalah “law making treaty” yaitu secara langsung menimbulkan kaedah-kaedah bagi semua masyarakat Internasional dan tidak hanya bagi pihak-pihak peserta. 30 Selanjutnya mengenai prosedur ratifikasi tergantung pula konstitusi masing- masing negara, Untuk Indonesia, hal ini di atur dalam pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :”Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang dan membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. Dari ketentuan itu untuk Indonesia dapat di lihat bahwa prosedur ratifikasi itu dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Maka dengan pemberian ratifikasi tersebut berarti suatu negara yang bersangkutan telah menyatakan persetujuannya untuk mengikatkan dirinya pasa suatu perjanjian. Sebaliknya apabila ratifikasi itu di tolak maka perjanjian itu 29 Moctar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Binacipta, 1978, hal. 111. 30 Ibid., hal. 115. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 hapus sama sekali, walaupun tadinya telah ditandatangani oleh wakil-wakil negara yang bersangkutan. 31 Di atas telah disebutkan bahwa dengan perjanjian itu dimaksudkan menimbulkan akibat hukum tertentu. Secara yuridis perjanjian internasional itu akan menerbitkan hak-hak dan kewajiban bagi negara peserta. Maka apabila persetujuan telah tercapai timbullah hak-hak dan kewajiban bagi para negara peserta yang telah mengikatkan dirinya. Hak yang ada pada kita menimbulkan pula kewajiban kepada orang lain untuk menghormatinya, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan diadakannya perjanjian internasional adalah untuk melindungi atau memberikan kepastian hak atas suatu hak yang ditimbulkan dari suatu perjanjian tersebut kepada setiap peserta negara anggota. Kesimpulan tersebut jika dikaitkan dengan Konvensi Internasional tentang hak cipta, maka akan memperoleh suatu tujuan yaitu untuk melindungi hak cipta secara internasional. Oleh karena itu perlindungan hak cipta secara internasional adalah suatu keharusan. Untuk perlindungan hak cipta secara internasional saat ini ada beberapa konvensi internasional antara lain : a. Persetujuan TRIP’s 31 Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual Intellectual Property Rights, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hal. 204. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Persetujuan TRIP’s Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights : Aspek-aspek Perdagangan yang bertalian dengan Hak Milik Intelektual, merupakan salah satu issue dari 15 issue dalam Persetujuan GAAT Putaran Uruguay yang mengatur masalah Hak Milik Intelektual secara global. Keikutsertaan Indonesia dalam Persetujuan ini sejak tahun 1989. Di dalam persetujuan ini terdapat beberapa aturan baru di bidang Hak Milik Intelektual dengan standar pengaturan dan perlindungan yang lebih dari memadai dibandingkan dengan pengaturan perundang-undangan nasional, dengan disertai pula sanksi keras berupa pembalasan cross retaliation di bidang ekonomi yang ditujukan kepada suatu negara anggota yang tidak memenuhi ketentuannya. TRIP’s memiliki ketentuan-ketentuan dan prinsip –prinsip dasar bagi para anggotanya dalam melaksanakan aturannya. Ketentuan-ketentuan dan prinsip- prinsip dasar ini tertuang dalam Bab I pasal 1-8. Ketentuan dan prinsip-prinsip dasar tersebut antara lain : 32 1 Ketentuan Free to Determine, yaitu ketentuan yang memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk menentukan cara-cara yang di anggap sesuai untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam TRIPs ke dalam sistem dan praktek hukum mereka. 2 Ketentuan Intellektual Property Convention, yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya menyesuaikan aturan perundang-undangan dengan berbagai konvensi internasional di bidang Hak Milik Intelektual. 32 Ibid., hal. 207-209. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 3 Ketentuan National Treatment, yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya memberikan perlindungan Hak Milik Intelektual yang sama antara warga negaranya sendiri dengan warga negara anggota lainnya. 4 Ketentuan Most Favoured Nation Treatment, yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya memberikan perlindungan Hak Milik Intelektual yang sama terhadap seluruh anggotanya. 5 Ketentuan Exhaution, yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya, dalam menyelesaikan sengketa, untuk tidak menggunakan suatu ketentuan di dalam Persetujuan TRIPs sebagai alasan tidak optimalnya pengaturan Hak Milik Intelektual di dalam negeri mereka. Adapun TRIP’s bertujuan untuk melindungi dan menegakkan hukum Hak Milik Intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, peralihan, serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban Pasal 7 TRIP’s. Untuk itu perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam perdagangan internasional, dengan mengingat kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap Hak Milik Intelektual yang kemudian tidak menjadi penghalang bagi perdagangan yang sah. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Ada beberapa hal penting di dalam Persetujuan TRIP’s ini yang menyangkut bidang Hak Cipta bila dikaitkan dengan Undang-Undang Hak Cipta nasional yaitu: 33 1 Di dalam persetujuan ini perlindungan hak cipta atas program komputer lamanya harus tidak dikurangi dari lima puluh tahun pasal 12 TRIP’s, sementara dalam Undang-Undang Hak Cipta Nasional juga telah disesuaikan menjadi lima puluh tahun Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997. 2 Di dalam persetujuan ini dikenal adanya Hak penyewaan Rental Rights bagi pemegang hak cipta karya film video dan program komputer Pasal 11 TRIP’s, yaitu hak yang diberikan kepada pencipta atas kegiatan penyewaan yang bersifat komersial. Pengaturan ini sudah ada dalam Undang-Undang Hak Cipta Nasional. 3 Dalam Persetujuan ini terdapat pengaturan yang tegas terhadap pelaku pertunjukan, prosedur rekaman musik dan badan peyiaran, hal mana dalam Undang-Undang Hak Cipta Nasional yang baru sudah di atur secara tegas. b. Bern Convention. Konvensi Bern yang mengatur tentang perlindungan karya tulis dan artistik, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1986, dan telah berulang kali mengalami revisi serta penyempurnaan. Yang menjadi obyek perlindungan hak 33 Ibid., hal. 211-212. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 cipta dalam konvensi ini adalah karya-karaya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun, demikian yang dapat ditangkap dari rumusan pasal 2 Konvensi Bern. Di samping karya asli dari Pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya turunan salinan seperti terjemahan, saduran, aransemen musik, karya fotografis. Salah satu hal yang paling penting dalam Konvensi Bern adalah menegani perlindungan yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Pasal 5 setelah direvisi di Paris tahun 1971 adalah merupakan pasal yang terpenting. Menurut pasal ini para pencipta akan menikmati perlindungan yang sama seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri atau perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini. 34 Konvensi Bern telah mengalami beberapa revisi. Revisi yang penting artinya terutama bagi negara-negara dunia ketiga adalah revisi di Stockholm tanggal 14 Juli 1967 yang memuat suplemen perjanjian utama yang memperhatikan kepentingan negara-negara berkembang Developing Countries. Dalam Pasal 21 naskah Konvensi Bern hasil protokol Stockholm ditentukan : “Ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan negara-negara berkembang dimasukkan dalam appendix tersendiri yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konvensi ini”. 35 34 Ibid., hal. 217. 35 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal.36. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Berdasarkan protokol Stockholm tersebut, maka negara-negara berkembang memperoleh pengecualian mengenai perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Bern. Pengecualian tersebut hanya berlaku bagi negara-negara yang meratifikasi protokol perjanjian utama Konvensi Bern. Negara yang ingin melakukan pengecualian semacam itu dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau budaya nya. Pengecualian tersebut dapat dilakukan terhadap: 36 a. Hak terjemahan; b. Jangka waktu perlindungan; c. Hak mengutip artikel-artikel berita pers; d. Hak melakukan siaran radio; e. Perlindungan karya sastra dan seni semata-mata untuk pendidikan, ilmu, atau sekolah. Protokol Stockholm juga memuat kemungkinan memperoleh lisensi izin secara paksa untuk menerjemahkan karya cipta luar negeri. Di samping itu, memuat juga ketentuan mengenai pembatasan jangka waktu perlindungan hak cipta. Ketentuan 50 lima puluh tahun dalam Konvensi Bern, melalui protokol Stockholm untuk negara berkembang dikurangi menjadi 25 dua puluh lima tahun setelah meninggalnya pencipta. c. Universal Copyright Convention 36 Ibid., hal.36. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Universal Copyright Convention ditandatangani di Jenewa pada tanggal 6 September 1992 dan baru berlaku pada tanggal 16 September 1955. Setelah perang dunia II muncul gagasan yang ingin menyatukan sistem hukum Hak Cipta yang universal. Gagasan tersebut timbul dari peserta Konvensi Bern dan Amerika Serikat peserta dari Konvensi Pan Amerika. 37 Konvensi ini mengalami revisi pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris. Konvensi ini terdiri dari 21 pasal dilengkapi dengan 3 protokol. Protokol I mengenai perlindungan karya dari orang-orang pelarian. 38 Ini dapat dimengerti bahwa secara Internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta itu dapat tercapai, yaitu untuk mendorong aktivitas dan kreativitas para pencipta tidak terkecuali terhadap terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau pelarian. Dengan dilindungi hak ciptanya mereka mendapatkan kepastian hukum. Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya-karya daripada organisasi-organisasi Internasional tertentu. 39 Hal ini erat kaitannya dengan keinginan PBB untuk dapat hidup bersama secara harmonis. Dan inilah yang menjadi dasar diciptakannya konvensi ini yang merupakan usaha dari UNESCO, oleh karenanya dalam protokol ini di atur pula secara khusus tentang perlindungan karya-karya dari badan organisasi internasional. 37 Ibid., hal. 37. 38 OK. Saidin., Op.cit., hal. 219. 39 Ibid., hal. 219. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Protokal III berkenaan dengan cara-cara untuk memungkinkan turut sertanya negara dalam konvensi ini dengan cara bersyarat. Apabila diperbandingkan antara Konvensi Bern dan Konvensi Jenewa, maka di situ terdapat perbedaan mengenai dasar falsafah yang di anut Konvensi Bern menganut dasar falsafah Eropa yang menganggap Hak Cipta sebagai hak alamiah pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang menimbulkan hak monopoli. Sedangkan Konvensi Jenewa di samping kepentingan individu juga memperhatikan kepentingan umum. Konvensi Jenewa mencoba untuk mempertemukan antara falsafah Eropa dan falsafah Amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada Pencipta diupayakan pula agar memperhatikan kepentingan umum 40 Sehingga Konvensi Jenewa atau yang biasa di sebut Universal Copyright Convention menganggap bahwa hak cipta itu ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.

3. Pengertian Hak Cipta

Istilah “hak” berasal dari bahasa Arab. Hak berarti milik atau kepunyaan. Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasaannya dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati 40 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 38. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 manfaatnya. Dalam Bahasa Belanda dikenal istilah Auteurs Recht yang berarti hak pengarang. Kemudian istilah hak pengarang itu di ganti dengan istilah hak cipta. 41 Menurut bahasa Indonesia, istilah hak cipta berarti hak seseorang sebagai miliknya atas hasil penemuannya yang berupa tulisan, lukisan dan sebagainya yang dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam bahasa Inggris disebut Copy Right yang berarti hak cipta. Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya oleh St. Moh. Syah, pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang di anggap kurang luas cakupan pengertiannya. 42 Dinyatakan “kurang luas” karena hak pengarang itu memberikan kesan “penyempitan” arti, seolah-olah yang di cakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak dari para pengarang saja, yang ada sangkut pautnya dengan karang mengarang. Sedangkan istilah hak cipta itu lebih luas, dan ia mencakup juga tentang karang mengarang. Lebih jelas batasan pengertian ini dapat kita lihat dalam Pasal 2 Undang- Undang Hak Cipta No. 12 Tahun 1997 serta Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002. Menurut Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. 41 Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004, hal. 206. 42 OK. Saidin, Op.Cit.,hal. 58. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Menurut Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 yang di maksud dengan Hak Cipta adalah Hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. Sebagai perbandingan dalam penulisan ini dikemukakan juga pengertian hak cipta menurut Auteurswet 1912 dan Universal Copyright Convention. Auteurswet 1912 dalam pasal 1 menyebutkan, “hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan – pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.” Kemudian Universal Copyright Convention dalam pasal V menyatakan sebagai berikut, “Hak Cipta meliputi hak tunggal sipencipta untuk membuat menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.” 43 Bila dilihat perbandingan pengerian hak cipta yang diberikan oleh ketiga ketentuan di atas hampir dapat disimpulkan bahwa ketiganya memberikan pengertian yang sama walaupun menggunakan kata-kata yang berbeda, seperti kata “Hak Tunggal” dalam Auteurswet 1912 dan Universal Copyright Convention adalah sama pengertiannya dengan perkataan “Hak Eksklusif” yang terdapat pada Undang-Undang Hak Cipta 2002. 43 Ibid., hal. 58-59. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Dalam Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 yang di maksud dengan hak khusus dari pencipta ialah tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu atau orang lain kecuali dengan izin pencipta. Sedangkan dalam penjelasan Pasal 2 Undang- Undang Hak Cipta 2002, yang di maksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Perkataan “tidak ada orang lain” mempunyai pengertian yang sama dengan hak tunggal yang menunjukkan hanya pencipta saja yang boleh melakukan hal itu. Inilah yang di sebut dengan hak yang bersifat eksklusif. Oleh karena itu pengertian “mengumumkan atau memperbanyak” adalah termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalih wujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun. Lebih lanjut dalam Undang-Undang Hak Cipta disebutkan yang di maksud dengan : a. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 b. Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat di baca, di dengar atau di lihat oleh orang lain. c. Perbanyakan adalah menambah jumlah suatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama. Termasuk mengalih wujudkan sesuatu ciptaan. d. Ciptaan adalah setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. 44 Setelah di bahas mengenai beberapa pengertian tersebut di atas, perlu juga kiranya mengetahui tentang pengertian pemegang hak cipta. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas. 45 Walaupun bukan Pencipta, negara adalah Pemegang Hak Cipta atas karya : 1 Peninggalan sejarah, prasejarah, dan benda budaya nasional. 2 Hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama di pelihara dan dilindungi oleh negara. Negara hanya pemegang hak cipta terhadap luar negeri. 44 Sentosa Sembiring, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Dibidang Hak Cipta Paten Dan Merek, Bandung, CV. Yrama Widya, 2002, hal. 18. 45 Widyopramono, Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya, Jakarta, Sinar Grafika, 1992, hal.2. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 3 Ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan. 46 Dalam pasal 11 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dinyatakan : “Jika suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, negara memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya”. Perbedaan antara Pencipta dan Pemegang Hak Cipta adalah : Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan fikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan dan keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Sedangkan Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut Pasal 1 ayat 4 Undang- Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Dengan demikian, Pencipta otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta, yang merupakan Pemilik Hak Cipta, sedangkan yang menjadi Pemegang Hak Cipta tidak harus Penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan. 46 Sudargo Gautama, Rizawanto Winata, Pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 114. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Sebagai Hak Khusus Exclusive Rights, Hak Cipta mengandung 2 dua esensi hak, yaitu Hak Ekonomi Economic Rights dan Hak Moral Moral Rights. 47 Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait, oleh karena hak cipta itu dapat menghasilkan berupa uang dari royalti yang di terima, maka penghasilan yang halal di peroleh dari profesi sebagai hak cipta atas karya tulisnya, karya pelaku aktor, penyanyi, pemusik, penari, sastra, dan karya seni lainnya wajib mengeluarkan zakatnya zakat profesi apabila telah mencapai nishab. Kandungan hak ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaan tersebut. Jenis Hak Ekonomi pada Hak Cipta adalah seperti berikut: 1. Hak Perbanyak penggandaan, yaitu penambahan jumlah ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk pengalihwujudkan ciptaan. 2. Hak adaptasi penyesuaian, yaitu penyesuaian dari satu bentuk ke bentuk lain, seperti penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang lain,novel dijadikan sinetron, patung dijadikan lukisan, drama pertunjukan dijadikan radio. 3. Hak pengumuman penyiaran, yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara 47 Iman Sjahputra, Hak Atas Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Jakarta, Harvarindo, 2007, hal. 118. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 sedemikian rupa, sehingga ciptaan dapat di baca, di dengar, di lihat, di jual atau di sewa oleh orang lain. 4. Hak pertunjukan penampilan, yaitu mempertontonkan, mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan di bidang seni oleh musisi, seniman, peragawati. 48 Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau di hapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Yang dimaksud hak ini adalah hak cipta untuk mengklaim sebagai pencipta untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya, yang dapat meragukan kehormatan dan reputasi pencipta. 49 Oleh karena itu hak moral bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan, dan itegritas yang hanya dimiliki oleh Pencipta atau Penemu. Kekal artinya melekat pada Pencipta atau Penemu selama hidup bahkan setelah meninggal dunia. Termasuk dalam hak moral adalah hak-hak yang berikut ini : 1. Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama Pencipta atau Penemu tetap dicantumkan pada ciptaan atau penemuannya. 2. Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan atau penemuan tanpa persetujuan Pencipta, Penemu, atau ahli warisnya. 48 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal.19-20. 49 Eddy Damian, Op.cit., hal. 62 Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 3. Hak Pencipta atau Penemu untuk mengadakan perubahan pada ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat. 50 Hak Moral berasal dari sistem hukum kontinental yaitu dari Perancis. Menurut konsep hukum kontinental, Hak Pengarang author right terdiri dari Hak Ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai uang dan Hak Moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi Pencipta. Sedangkan menurut Komen dan Verkade , Hak Moral yang dimiliki Pencipta Meliputi : 1. Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan. 2. Larangan mengubah judul. 3. Larangan mengubah penentuan pencipta. 4. Hak untuk mengadakan perubahan. 51 Kandungan hak moral meliputi hak untuk menuntut agar nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya, hak untuk melarang perubahan suatu ciptaan tersebut. Dalam masyarakat, bentuk pelanggaran Hak Moral yang dapat diamati sering terjadi terutama pada karya pertunjukan, misalnya lagu, tarian, drama. Orang 50 Ibid, Hal. 22. 51 Ibid., Hal. 22. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 seenaknya saja membawakan atau mempertunjukkan ciptaan itu pada pesta ulang tahun, pesta taman, pertunjukan karaoke, tanpa menyebutkan nama penciptanya. Pencipta atau ahli waris dapat menuntut pelanggaran semacam itu. Akan tetapi penuntut jarang atau tidak dilakukan di Indonesia karena segi penegakan hukum belum mapan. Apalagi ada anggapan, karya cipta itu dipertunjukkan oleh orang lain sudah cukup sebagai amal. Hak-hak moral adalah hak-hak pribadi pencipta atau pengarang untuk dapat mencegah perubahan atas karyanya dan untuk tetap di sebut sebagai pencipta karya tersebut. Hak-hak ini menggambarkan hidupnya hubungan berkelanjutan dari si pencipta dengan karyanya walaupun kontrol ekonomi atas karya tersebut hilang karena telah diserahkan sepenuhnya kepada pemegang hak cipta atau lewat jangka waktu pelindungannya seperti diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku. Seperti telah diuraikan diatas, Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta, untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan lahirnya suatu karya cipta, suatu ciptaan. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan sikap hidup untuk menghormati dan menghargai suatu karya cipta, baik di bidang ilmu pengetahuan, seni maupun sastra. Namun sepertinya tidak cukup hanya dengan pengakuan dan penghormatan saja, keselamatan atau perlindungan hukum atas hak cipta seseorang atau beberapa orang harus juga terlindungi. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Satu prinsip bahwa perlu diadakan pendaftaran terhadap suatu hak cipta untuk memudahkan pembuktian dalam hal sengketa mengenai hak cipta. Pendaftaran ini tidak harus mutlak dilakukan karena tanpa pendaftaran pun hak cipta dilindungi. Itu artinya orang yang mendaftarkan hak cipta untuk pertama kalinya tidak berarti sebagai pemilik hak yang sah karena bilamana ada orang lain yang dapat membuktikan bahwa itu adalah hak mereka, maka kekuatan hukum dari suatu pendaftaran ciptaan tersebut dapat dihapuskan. Ketentuan ini yang membuktikan bahwa Undang-Undang Hak Cipta Indonesia Menganut sistem pendaftaran deklaratif. Hal ini dapat di lihat dari bunyi pasal 5 ayat 1 nya yang menyatakan bahwa, “Kecuali terbukti sebaliknya, yang di anggap sebagai pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Ditjen HAKI atau orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan”. Hal yang paling penting lagi dari pendaftaran ini adalah dengan pendaftaran diharapkan dapat memberikan semacam kepastian hukum serta lebih memudahkan dalam prosedur pengalihan haknya. Hanya mengenai ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sukar dan lebih memakan waktu pembuktian hak ciptanya dari ciptaan yang didaftarkan. Dalam hal ini pengumuman pertama suatu ciptaan diperlakukan sama dengan pendaftaran. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Menurut Hutauruk ada dua unsur penting yang terkandung dari rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan Undang-Undang Hak Cipta Indonesia, yaitu : 1. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain. 2. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya. 52 Untuk pelanggaran hak cipta dalam bentuk pembajakan lagu atau musik erat kaitannya dengan Produser Rekaman Suara. Dimana berdasarkan Pasal 1 ayat 11 menyatakan bahwa Produser Rekaman Suara adalah : Orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya. Produser rekaman sepenuhnya memiliki hak atas rekaman suara sound recording right tanpa mempengaruhi perlindungan hak cipta atas lagu di maksud yang menjadi milik pencipta. Sebuah master rekaman akan digandakan yang tersebar hampir disetiap propinsi untuk selanjutnya disalurkan melalui toko-toko kaset agar sampai ketangan konsumen.

2. Jenis Ciptaan Yang Dilindungi

52 OK. Saidin, Op.cit., hal. 60. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 telah merinci dua belas kelompok ciptaan sesuai dengan jenis dan sifat ciptaan. Pada dasarnya yang dilindungi undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreastivitasnya yang bersifat pribadi. Dengan perkataan lain ciptaan harus mempunyai unsur refleksi pribadi alter – ego pencipta. Tanpa adanya pencipta dengan alter-ego nya tidak akan lahir suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta. 53 Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dikatakan bahwa yang dilindungi diantaranya adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Termasuk di sini adalah buku, program komputer, lagu atau musik, dan film sinematografi. Karya-karya tersebut dilindungi karena ia lahir dari kemampuan berfikir, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Ketika sebuah karya diciptakan, sesungguhnya hak cipta atas karya tersebut sudah melekat pada penciptanya. Dengan kata lain, setiap produk yang dinikmati atau dimanfaatkan oleh khalayak ramai sesungguhnya memiliki hak cipta dari pembuat atau produsennya masing-masing. 53 Eddy Damian, Op.Cit., hal. 131. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Untuk mengetahui ciptaan-ciptaan apa saja di bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang dilndungi hak cipta, Pasal 13 ini perlu dihubungkan dengan ketentuan Pasal 12 1 yang menetapkan ciptaan-ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang mencakup : a. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan lay out karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat unutk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim; f. Seni rupa dengan segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; g. Arsitektur; h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi; l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan. 54 54 Ibid, hal. 132. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Jika diperhatikan rincian yang diberikan menurut huruf a hingga k ini dapat dikualifikasikan sebagai ciptaan asli, sedangkan ciptaan pada huruf l merupakan pengolahan selanjutnya dari ciptaan-ciptaan asli. Undang-Undang Hak Cipta menyebutkan lagu atau musik berarti sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair dan lirik dan aransemennya termasuk notasi yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta. Mengenai jangka waktu perlindungan hukum hak cipta lagu atau musik berdasarkan sejarah perkembangannya di Indonesia dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan science dan teknologi. Namun, landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan filosofis dan budaya hukum suatu negara. Demikian halnya jika di lihat dalam Auteurswet 1912 hak cipta hanya dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalan Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982 dibatasi hanya 25 tahun. Kemudian dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 7 Tahun 1987 dan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 kembali dimajukan menjadi selama hidup pencipta dan 50 tahun mengikuti ketentuan Berne Convention Tahun 1967 yang kita ketahui di adopsi oleh Auteurswet 1912. Perubahan-perubahan dalam ketentuan tersebut membuktikan begitu kuatnya pengaruh budaya asing kedalam budaya hukum Indonesia. Ketika Undang-Undang Hak Cipta 1982 dilahirkan banyak alasan yang dikemukakan sepanjang menyangkut filosofi fungsi sosial hak milik, dan disepakatilah jangka waktu hak cipta selama hidup si pencipta di tambah dengan Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 25 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Indonesia yang terakhir jangka waktu perlindungan hukum hak cipta ditetapkan 50 tahun. Ada kesan dengan masa 50 tahun semasa hidup ditambah 50 tahun pemilikan hak cipta, Undang-Undang Hak Cipta Indonesia nampaknya ingin menonjolkan hak individu. Tetapi jauh dari anggapan itu semua, di samping menyesuaikan diri dengan Konvensi Internasional, lebih dari itu adalah untuk memberikan penghargaan yang maksimal kepada pencipta dan ahli warisnya.

3. Fungsi Dan Sifat Hak Cipta

Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 secara tegas menyatakan dalam mengumumkan atau memperbanyak ciptaan, itu harus memperhatikan pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembatasan di maksud sudah tentu bertujuan agar dalam setiap menggunakan atau memfungsikan hak cipta harus sesuai dengan tujuannya. Sebenarnya yang dikehendaki dalam pembatasan terhadap hak cipta ini adalah agar setiap orang atau badan hukum tidak menggunakan haknya secara sewenang- wenang. Setiap penggunaan hak harus diperhatikan terlebih dahulu apakah hal tersebut tidak bertentangan atau tidak merugikan kepentingan umum. Walaupun sebenarnya Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 ini menyatakan hak cipta itu adalah hak eksklusif, yang memberi arti bahwa selain Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 pencipta orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin pencipta. Hak itu timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Hak Cipta di anggap sebagai benda immateril. Yang dimaksud dengan hak milik immateril adalah suatu hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujudbertubuh. Rumusan ini menyebutkan bahwa setiap benda yang tidak dapat di lihat atau di raba dan dapat dijadikan objek hak milik adalah merupakan hak milik immateril. Pasal 499 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”. Dengan demikian, pengertian benda di sini dibatasi pada segala sesuatu yang dimiliki oleh subjek hukum, baik itu berupa barang maupun hak, asalkan dapat dikuasai oleh subjek hukum. Pengertian benda yang demikian merupakan pengertian yang luas. Sedangkan dalam pengertian sempit, benda itu terbatas pada barang-barang yang berwujud atau bertubuh saja. Dalam hukum perdata barat, ternyata benda tidak terbatas hanya pada benda- benda yang tidak berwujud berupa hak-hak atas benda yang berwujud sebagai bagian dari harta kekayaan seseorang. 55 Rumusan tersebut menempatkan Hak Cipta sebagai hak yang merupakan bagian dari benda. Hak Cipta menurut rumusan ini dapat dijadikan obyek hak milik, oleh karena itu Hak Cipta memenuhi kriteria pasal 499 KUHPerdata. Si Pemegang Hak Cipta dapat menguasai Hak Cipta sebagai Hak Milik. 55 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung, PT. Alumni, 2003, hal. 81. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Mahadi mengatakan bahwa : Hak Milik immateril termasuk ke dalam hak-hak yang di sebut dalam Pasal 499 KUHPerdata. Oleh sebab itu hak milik immateril itu sendiri dapat menjadi obyek dari suatu benda. 56 Hak Cipta sebagai hak milik immateril mempunyai fungsi dan sifat tertentu. Yang dimaksud dengan fungsi tertentu, adalah bahwa hak cipta mempunyai fungsi sosial. Suatu ciptaan menjalankan fungsi sosial melalui penyebaran dalam masyarakat, dan selama masyarakat masih memerlukannya, selama itu pula hak cipta menjalankan fungsi sosialnya. Suatu ciptaan memiliki fungsi sosial, selain melalui mekanisme pembatasan dan pemberian kesempatan kepada masyarakat, juga dengan mekanisme tentang kewajiban untuk mewujudkan ciptaan, atau memberikan lisensi kepada pihak lain. Mekanisme ini dikenal sebagai compulsory licensing yaitu sekiranya negara memandang perlu, atau menilai bahwa suatu ciptaan sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat, negara dapat mewajibkan pemegang hak cipta bersangkutan untuk menterjemahkan atau memperbanyaknya. Negara dapat mewajibkan pemegang hak cipta untuk memberi izin atau lisensi kepada pihak lainnya untuk menterjemahkan atau memperbanyaknya dengan imbalan yang wajar. Dengan titik tolak pemikiran ini, maka perwujudan fungsi sosial tidak semata-mata bersifat formal, tetapi dapat lebih operasional dan substantif. Sedangkan mengenai sifat tersebut, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang 56 Mahadi, Hak Milik Immateriil, Jakarta, BPHN, 1985, hal. 5. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memberikan jawaban bahwa “Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak”. Kemudian dalam ayat 2 disebutkan bahwa “Hak Cipta dapat beralih dan dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lainnya yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan”. Perjanjian harus dilakukan secara tertulis baik dengan akta atau tanpa akta dengan ketentuan perjanjian harus mengenai wewenang yang ada dalam perjanjian tertulis tersebut. Ketentuan Pasal 3 ayat 1 didalam penjelasannya dinyatakan jelas, akan tetapi Rachmadi Usman mengatakan seolah-olah pembentuk undang-undang meragukan sifat dari hak cipta ini sehingga menggunakan perkataan di anggap, yang berarti ada kemungkinan hak cipta masuk dalam kualifikasi benda yang tidak bergerak tetap. Pembedaan atas benda bergerak dan tidak bergerak membawa konsekuensi hukum tertentu yang berhubungan dengan penguasaan bezit, penyerahan levering, pembebanan bezwaring, dan kadaluarsa verjaring, sehinggga perlu untuk dibedakan, baik karena berdasarkan undang- undang maupun sifatnya. 57 Hak Cipta tidak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata karena ia mempunyai sifat yang manunggal dengan penciptanya Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 57 Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Op.cit., Hal. 216. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Tahun 2002. Sifat Manunggal itu pula yang menyebabkan hak pencipta harus pula ikut beralih ke tangan kreditur. Pelanggaran hak cipta dalan bentuk pembajakan lagu atau musik erat kaitannya dengan Produser Rekaman Suara. Dimana berdasarkan pasal 1 ayat 11 menyatakan bahwa Produser Rekaman Suara adalah : Orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya. Produser rekaman sepenuhnya memiliki hak atas rekaman suara sound recording right tanpa mempengaruhi perlindungan hak cipta atas lagu di maksud yang menjadi milik pencipta. Sebuah master rekaman akan digandakan dan didistribusikan oleh para distributor melalui berbagai keagenan yang tersebar hampir disetiap propinsi untuk selanjutnya disalurkan melalui toko-toko kaset agar sampai ketangan konsumen. Produser rekaman suara, untuk mendapatkan hak tersebut dapat di peroleh atas persetujuan pencipta atau orang yang menerima hak dari pencipta. Persetujuan itu berupa lisensi. Kalau produser rekaman suara mendapat izin untuk melakukan kegiatan perekaman suara dan kepadanya di beri izin untuk memperbanyak, hak semacam itu dalam ketentuan hukum hak cipta dilindungi sebagai pencipta. Produser rekaman suara dalam hal ini kapasitasnya sebagai penerima hak dari pencipta. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 Para produser rekaman suara sudah barang tentu bekerja sesuai dengan teknik- teknik perekaman suara. Peralatan untuk itu disediakan dengan sebaik-baiknya, sebab kualitas hasil rekaman sangat ditentukan oleh ketersediaan fasilitas. Studio rekaman harus dilengkapi dengan peralatan teknologi tinggi guna menampilkan suara rekaman terbaik. Sudah barang tentu produser akan memperhitungkan biaya-biaya itu yang secara ekonomis diupayakan dapat kembali dari hasil penjualan karya rekaman suara tersebut dalam bentuk kaset, Compact Disc dan Video Compact Disc. Produser rekaman tidak hanya mendapat keuntungan dari penjualan kaset, Compact Disc maupun Video Compact Disc tersebut, tetapi ia berhak juga atas royalti manakala kaset, Compact Disc dan Video Compact Disc itu dikumandangkan di hotel-hotel, restauran, bar, bandara, pesawat terbang, kapal laut dan tempat – tempat lain yang menyediakan sarana hiburan yang bersifat komersil. 58 Hak lain yang melekat pada sang produser rekaman suara adalah Hak Terkait neighboring rights yaitu hak yang berkaitan dengan hak cipta. Pemilik atas hak terkait tersebut meliputi Pelaku yang menghasilkan karya pertunjukan, produser rekaman suara yang menghasilkan karya rekaman suara, dan lembaga penyiaran yang menghasilkan karya siaran. Dalam Pasal 49 Undang-Undang Hak Cipta secara rinci diuraikan tentang ruang lingkup atau cakupan neighboring rights, yang meliputi : 58 Ibid., hal.142. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan atau gambar dari pertunjukannya. 2. Produser rekaman suara memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi. 3. Lembaga penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain. 59 Dari keterangan diatas dapat disimpulkan neighboring rights meliputi : 1. Hak artis pertunjukan terhadap penampilannya. 2. Hak produser rekaman terhadap rekaman yang dihasilkan. 3. Hak lembaga penyiaran terhadap karya siarannya. Untuk jangka waktu perlindungan neighboring rights yaitu : 1. Pelaku, jangka waktu perlindungannya berlaku selama 50 tahun sejak karya tersebut dipertunjukkan. 2. Produser Rekaman Suara, jangka waktu perlindungannya berlaku selama 50 tahun sejak karya tersebut selesai di rekam. 59 Ibid., Hal. 135. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008 3. Lembaga Penyiaran, jangka waktu perlindungannya berlaku selama 20 tahun sejak karya tersebut selesai di rekam. 60 Setelah di jelaskan mengenai hak-hak yang dimiliki oleh seorang produser rekaman suara maka dapat dilihat tanpa keterlibatan produser, lagu atau musik tidak dapat diperkenalkan kepada publik. Sama halnya dengan karya buku dan hasil penelitian ilmiah lainnya, tanpa penerbit buku tersebut tak dapat dipasarkan. Begitulah besarnya peran produser dalam karya rekaman suara atau musik.

G. Metode Penelitian