Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK DALAM BENTUK RINGTONE PADA TELEPON

SELULER SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

TOMMY HOTTUA MARBUN NIM : 080200275

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK DALAM BENTUK RINGTONE PADA TELEPON

SELULER

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

TOMMY HOTTUA MARBUN NIM : 080200275

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Ketua Departemen

Windha, S.H., M.Hum NIP. 197501122005012002

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum Windha, S.H., M.Hum NIP. 1970020120002122001 NIP. 197501122005012002


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini

adalah “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan

Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler”. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, Penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini kedepan dan terlebih-lebih kepada Penulis sendiri.

Penulis khusus mempersembahkan skripsi ini teruntuk Papa Irianto Marbun dan Mama Yulieta Sagala yang menjadi motivasi Penulis dalam menyelesaikan pendidikan, serta abang saya, Rogate Exsaudi Marbun dan adik saya Jhonta Purnomo Marbun, atas kasih sayang, do’a, pengertian dan dukungan kepada Penulis. Semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya

kepada kalian. Mudah-mudahan semua yang Penulis lakukan dapat

membahagiakan dan membanggakan keluarga tercinta.

Dalam proses penulisan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :


(4)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Windha, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Yang merupakan Dosen Pembimbing II saya dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., D.F.M selaku Pembantu Dekan

II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Bapak M. Husni, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum. Yang merupakan

Dosen Pembimbing I saya dalam penulisan skripsi ini.

7. Prof.Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi Penulis selama ini.

9. Kepada kedua orang Tua saya yang telah membesarkan dan membimbing


(5)

10.Margaretha Octavia Sirait sebagai seorang perempuan yang mendukung saya, dan selalu mendampingi saya dalam mengerjakan skripsi ini.

11.Untuk sahabat-sahabat saya Tamara Kristauli Simatupang, Sri Hardiyanti

Juweni, Diah Ayu Oktriningsih, Ainul Mardiah Nasution, , Eddy Putra Meliala, Faisal Dasyah yang telah membantu dan memberikan semangat, do’a serta dukungannya selama ini.

12.Seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas Hukum USU Stambuk 2008

lainnya yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semangat yang diberikan kepada Penulis hingga penulisan skripsi ini selesai.

Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya. Semoga Tuhan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta memberikan balasan kebaikan kepada seluruh pihak yang telah bersedia membantu penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2012


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ……….………. iv

ABSTRAK ……….………. vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Perumusan Masalah ………... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……….. 9

D. Keaslian Penulisan ………. 11

E. Tinjauan Kepustakaan ………... 11

F. Metode Penelitian ……….. 13

G. Sistematika Penulisan ……… 14

BAB II: PENGATURAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA DI INDONESIA A. Hak Cipta Secara Umum …….………. 17

B. Pengertian Karya Cipta Lagu dan Musik ……….…… 26

C. Hak Ekonomi dan Hak Ekslusif dalam Karya Cipta Lagu dan Musik ……….…..………..….. 28


(7)

Musik ……….………..………... 35

E. Perjanjian Lisensi Karya Cipta Lagu dan Musik ……… 39

F. Royalti Sebagai Wujud Penghargaan Karya Cipta

Lagu dan Musik ……….….…... 47

BAB III: PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA LAGU

DAN MUSIK DALAM BENTUK RINGTONE PADA TELEPON SELULER

A. Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone

pada Telepon Seluler ………..………... 51

B. Perlindungan Hukum atas Karya Cipta Lagu dan Musik

dalam Bentuk Ringtone pada Telepon Seluler ……….. 54

C. Tata Cara Pengalihan Karya Cipta Lagu dan Musik

dalam Bentuk Ringtone pada Telepon Seluler...………. 63

BAB IV: PENYELESAIAN SENGKETA ATAS PELANGGARAN

KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK

A. Penyelesaian Sengketa atas Karya Cipta Lagu dan

Musik Melalui Penyelesaian Sengketa Alternatif ..…… 67

B. Penyelesaian Sengketa atas Karya Cipta Lagu dan

Musik Melalui Jalur Litigasi ……….. 77

C. Upaya Pencegahan Terhadap Sengketa Karya Cipta Lagu

dan Musik ……… 81

BAB V: PENUTUP


(8)

B. Saran ……….. 94 DAFTAR PUSTAKA ……….…. viii


(9)

ABSTRAK

Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler

*) Tommy Hottua Marbun **) T. Keizeirina Devi Azwar ***) Windha

Karya cipta di bidang seni baik berupa lagu, musik, maupun film merupakan salah satu bagian dari Hak Cipta yang seyogyanya mendapat perlindungan hukum. Hak Cipta sebagai bagian dari HKI memiliki sifat yang spesifik yaitu adanya penghargaan, pengakuan, perlindungan hukum dan mempunyai nilai ekonomi. Sebuah lagu yang telah diciptakan pada dasarnya adalah sebuah karya intelektual pencipta sebagai perwujudan kwalitas rasa dan kemampuan penciptanya.

Dalam Skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone pada Telepon Seluler ini akan membahas mengenai bagaimana pengaturan Hak Cipta berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bagaimana perlindungan hukum atas karya cipta Lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler, serta bagaimana penyelesaian sengketa atas pelanggaran karya cipta lagu dan musik.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu metode yang mengkaji peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum, dan yurisprudensi yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang Perlindungan Hukum Hak Cipta atas Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone pada Telepon Seluler.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurani pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan perlindungan yang diberikan di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 juga termasuk didalamnya karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler, sehingga bagi Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta mempuyai hak ekonomi maupun hak moral atas karya cipta sejak ciptaan itu ada atau terwujud. Penyelesaian sengketa atas Hak Cipta dapat dilakukan baik melalui jalur Litigasi maupun jalur Non Litigasi. Melalui jalur litigasi dimohonkan kepada Pengadilan Niaga sesuai dengan pasal 60 UUHC, sedangkan pada jalur Non Litigasi diantaranya melalui Arbitrase atau Penyelesaian Sengketa Alternative (ADR) sesuai dalam pasal 65 UUHC.

Kata Kunci : Hak Cipta, Perlindungan, Ringtone *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(10)

ABSTRAK

Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler

*) Tommy Hottua Marbun **) T. Keizeirina Devi Azwar ***) Windha

Karya cipta di bidang seni baik berupa lagu, musik, maupun film merupakan salah satu bagian dari Hak Cipta yang seyogyanya mendapat perlindungan hukum. Hak Cipta sebagai bagian dari HKI memiliki sifat yang spesifik yaitu adanya penghargaan, pengakuan, perlindungan hukum dan mempunyai nilai ekonomi. Sebuah lagu yang telah diciptakan pada dasarnya adalah sebuah karya intelektual pencipta sebagai perwujudan kwalitas rasa dan kemampuan penciptanya.

Dalam Skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone pada Telepon Seluler ini akan membahas mengenai bagaimana pengaturan Hak Cipta berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bagaimana perlindungan hukum atas karya cipta Lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler, serta bagaimana penyelesaian sengketa atas pelanggaran karya cipta lagu dan musik.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu metode yang mengkaji peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum, dan yurisprudensi yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang Perlindungan Hukum Hak Cipta atas Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone pada Telepon Seluler.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurani pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan perlindungan yang diberikan di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 juga termasuk didalamnya karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler, sehingga bagi Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta mempuyai hak ekonomi maupun hak moral atas karya cipta sejak ciptaan itu ada atau terwujud. Penyelesaian sengketa atas Hak Cipta dapat dilakukan baik melalui jalur Litigasi maupun jalur Non Litigasi. Melalui jalur litigasi dimohonkan kepada Pengadilan Niaga sesuai dengan pasal 60 UUHC, sedangkan pada jalur Non Litigasi diantaranya melalui Arbitrase atau Penyelesaian Sengketa Alternative (ADR) sesuai dalam pasal 65 UUHC.

Kata Kunci : Hak Cipta, Perlindungan, Ringtone *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara substantif pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HAKI) dapat di deskripsikan sebagai “Hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia”. Pada dasarnya karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia merupakan inti dan objek pengaturan dalam HAKI. Dikatakan sebagai kemampuan intelektual manusia karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni sastra, ataupun teknologi memang dilahirkan atau dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan intelektualnya, melalui daya cipta, rasa dan karsanya. Karya-karya seperti ini penting untuk dibedakan dari jenis kekayaan lain yang juga dapat dimiliki manusia, tetapi tidak tumbuh atau dihasilkan oleh intelektualita manusia. Misalnya: kekayaan yang diperoleh dari alam, seperti tanah dan/atau tumbuhan berikut hak-hak kebendaan lain yang diturunkan. Dari segi ini, dapat dengan mudah dipahami perbedaan antara Intellectual Property Right (IPR) dengan Real Property.

Karya-karya intelektual tersebut, apakah di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan sehingga menjadikan karya yang dihadirkan menjadi bernilai. Apalagi dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsep kekayaan


(12)

2

(property) terhadap karya-karya intelektual itu bagi dunia usaha karya-karya itu dikatakan sebagai asset perusahaan.

Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual manusia pada akhirnya menimbulkan kebutuhan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, akan melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan intelektual (Intellectual Property) tadi, termasuk di dalamnya adalah pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakikatnya pula, HAKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible).1

Dari sudut pandang HAKI, penumbuhan aturan diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan, dan perlindungan tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga akan mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat untuk menghasilkan karya-karya yang lebih besar, lebih baik, dan lebih banyak.

Pengembangan HAKI terwujud dalam kebutuhan akan perlindungan hukum yang berintikan pada pengakuan terhadap HAKI tersebut, dan hak untuk atau dalam waktu tertentu dapat dieksploitasi-komersialisasi atau menikmati sendiri kekayaan tersebut. Selama kurun waktu tertentu orang lain hanya dapat menikmati atau menggunakan atau mengeksploitasi hak tersebut atas izin pemilik hak. Karenanya perlindungan dan pengakuan hak tersebut hanya diberikan khusus kepada orang yang memiliki kekayaan tadi, maka sering dikatakan bahwa hak seperti itu eksklusif sifatnya (eksklusive right).

1

Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Asset Intelektual, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hlm. 3.


(13)

3

Adanya perlindungan hukum seperti itu dimaksudkan agar pemilik hak dapat menggunakan atau mengeksploitasi kekayaan tadi dengan aman. Pada gilirannya, rasa aman itulah yang kemudian menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan orang dapat berkarya guna menghasilkan ciptaan atau temuan berikutnya. Sebaliknya, dengan perlindungan hukum pula, pemilik diminta untuk mengungkap jenis, bentuk, dan cara kerja serta manfaat dari kekayaan itu. Ia dapat aman mengungkapkan (discloses) karena adanya jaminan perlindungan hukum, sebaliknya masyarakat dapat ikut menikmati atau menggunakln atas dasar izin atau bahkan mengembangkannya secara lebih lanjut. Dalam hal ini hukum bukan hanya berfungsi mendisiplinerkan ekonomi, tetapi terwujud dalam kegiatan-kegiatan ekonomi itu sendiri. Ini berarti bahwa kehadiran sistem peraturan (hukum) merupakan syarat mutlak untuk dapat berlangsungnya kegiatan ekonomi atau bisnis.

Pasal 27 The Declaration of Human Rights, yang menyatakan: Everyone has the right Freely to participate in the culture life of the community, to enjoy the arts and to share in scientific advancement and its benefit; Everyone has the right to the protection of the moral and material interest resulting from any scientific, literary of artistic production of which he is the author.2

Untuk menjaga keseimbangan kepentingan pribadi individu dengan kepentingan masyarakat, sistem HAKI didasarkan pada prinsip-prinsip, antara lain, prinsip keadilan (The Principle of Natural Justice). Prinsip ini menunjukkan bahwa seorang atau kelompok pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja

2


(14)

4

padanya, yang membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat merupakan materi maupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut, yang kita sebut “hak”.

Setiap “hak” menurut hukum tersebut mempunyai title, yaitu sebagai suatu peristiwa tertentu yang dapat menjadi alasan melekatnya hak itu kepada pemiliknya. Berkaitan dalam bidang HAKI, maka peristiwa yang menjadi alasan melekatnya hak itu adalah penciptaan yang berdasarkan atas kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri si penemu itu sendiri, melainkan juga dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya.

Hukum berpengaruh pada kehidupan ekonomi dalam bentuk pemberian norma-norma yang mengatur tindakan-tindakan ekonomi membutuhkan peraturan-peraturan untuk mengendalikan perbuatan manusia agar optimasi penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan tertib, tanpa menimbulkan kekacauan. Kemungkinan terjadinya konflik antara hukum dan ekonomi merupakan masalah interaksi antara hukum dan ekonomi terutama menyangkut kompleksitas dan beragamnya aktivitas bisnis tersebut pada umumnya. Akan tetapi, justru dari dialektika konflik antara hukum dan ekonomi ini, dapat diketahui pola interaksi berupa pengaruh pertimbangan ekonomi dalam kehidupan hukum. Sebagai suatu regine hukum yang masih relatif baru di Indonesia, HAKI bersumber pada beberapa peraturan perundang-undangan.


(15)

5

Salah satu bidang HKI yakni hak cipta (copy rights) yang merupakan hak ekslusif (khusus) bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 LTU No. 19 Tahun 2002). Perlindungan terhadap hak cipta adalah berdasarkan pada kesepakatan The Beme Convention for the Protection of Literary and Artistic Works tanggal 9 September 1886 di Bern, Swiss. Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 (selanjutnya disebut UUHC).

Dalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang) pada awal mulanya istilah yang dikenal adalah hak pengarang sesuai dengan terjemahan harfiah bahasa Belanda, Auteursrecht. Baru pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2, Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan karena dipandang menyempitkan.3

Jika istilah yang dipakai dalam pengertian hak cipta adalah hak pengarang, seolah-olah yang diatur hak cipta hanyalah hak-hak dari pengarang saja dan hanya bersangkut paut dengan karang-mengarang saja, sedangkan cakupan hak cipta jauh lebih luas dari hak-hak pengarang. Karena itu, kongres memutuskan untuk mengganti istilah hak pengarang dengan istilah hak cipta. Istilah ini merupakan istilah yang diperkenalkan oleh ahli bahasa Soetan Moh.

3


(16)

6

Syah dalam suatu makalah pada waktu Kongres. Menurutnya terjemahan

Auteursrecht adalah Hak Pencipta, tetapi untuk penyederhanaan dan kepraktisan disingkat menjadi Hak Cipta.4

Adapun pengertian secara yuridis menurut UUHC, pada Pasal 2 menyatakan: Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian dalam UUHC, dalam Pasal 1 yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Salah satu ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta berdasar Pasal 12 UUHC adalah ciptaan lagu atau musik (huruf d). Karya lagu atau musik adalah ciptaan utuh yang terdiri dari unsur lagu atau melodi, syair atau lirik dan aransemen, termasuk notasinya, dalam arti bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta. Pencipta musik atau lagu adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan musik atau lagu berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, yang dalam istilah lain dikenal sebagai komposer.5

4

J. C. T. Simorangkir, Hak Cipta Lanjutan, (Jakarta: Penerbit Jembatan, 1973), hlm. 21-24.

5

Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, (Jakarta: Penerbit Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 2003), hlm. 55.


(17)

7

Musik atau lagu yang telah diciptakan seseorang dengan penuh imajinasi dan telah dinyanyikan oleh seorang penyanyi mampu memberikan kepuasan orang lain dalam menikmati alunan nada-nada atau lirik-liriknya sehingga tidak menutup kemungkinan dinyanyikan kembali secara berulang-ulang oleh orang-orang/ penyanyi-penyanyi lainnya. Pengguna atau penikmat lagu dan musik mempunyai peluang mendengarkan atau memperdengarkan lagu-lagu dan musik untuk tujuan komersial, artinya dengan memperdengarkan kembali lagu dan musik ciptaan seseorang dapat memberikan keuntungan bagi dirinya, misalnya hotel-hotel, diskotik-diskotik, restoran-restoran, radio dan televisi, dan sebagainya.

Kemajuan teknologi khususnya di bidang informasi dan telekomunikasi telah mendorong arus modernisasi di bidang musik dan lagu khususnya di Indonesia. Manusia modern cenderung pada kemajuan dengan berkembangnya budaya teknologi (technology of culture). Akibat dari kemajuan ini, kini tidak ada sesuatu pun yang dapat disembunyikan oleh seseorang atau suatu negara dengan maksud tertentu guna meraih keuntungan dengan cara-cara tidak terhormat yang merugikan orang atau negara lain melalui hasil ciptaan yang dilindungi oleh perangkat hukum. Perkembangan iptek lambat laun akan mampu mengungkapkan adanya kecurangan yang terjadi selama ini terhadap ciptaan yang bernilai ekonomis.

Berkembangnya paradigma baru pada perlindungan atas hak kekayaan intelektual, maka perbuatan seperti membajak, meniru, memalsukan ataupun mengakui sebagai hasil ciptaan sendiri atas hak cipta orang lain atau pemegang izin dari ciptaan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat diancam


(18)

8

dengan sanksi hukum. Perkembangan ini menyebabkan semua sektor kehidupan seperti ekonomi, hukum dan budaya perlu pula “berpacu dengan waktu” untuk mengejar ketinggalannya dalam era persaingan global yang kini semakin diskriminatif, komparatif dan kompetitif.

Tanpa disadari, perubahan tren menjadi tren digital merupakan salah satu ancaman penjualan album fisik. Penemuan pemutar musik format digital dan ponsel pemutar musik membuat perubahan perilaku konsumen. Musik menjadi lebih mudah didapat apalagi dengan perkembangan internet. Ketika musik digital berformat MP3 memasuki dunia internet melalui jaringan pertukaran peer-to-peer

Napster.com pada tahun 1999, penggemar musik digital mulai menjamur hingga saat ini. Musik digital didefenisikan sebagai harmonisasi bunyi yang dibuat melalui perekaman konvensional maupun suara sintetis yang disimpan dalam media berbasis teknologi komputer. Musik digital menggunakan sinyal digital dalam proses reproduksi suaranya. Sebagai proses digitalisasi terhadap proses rekaman musik analog, lagu atau musik digital memppunyai beraneka ragam format yang bergantung pada jenis piranti, yang biasa digunakan antara lain: MP3, WAV, WMA, dan AAC.6

Tidak mau ketinggalan, produsen telepon genggam pun melakukan tranformasi teknologi, salah satunya dengan menyediakan fiture ringtone dalam aplikasinya. Ringtone yang berupa musik dan lagu ini, dapat diunggah secara bebas oleh masyarakat melalui internet dalam bentuk MP3, WAV, WMA, dan AAC.

6


(19)

9

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone Pada telepon Seluler”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Pengaturan Hukum Tentang Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002?

2. Bagaimanakah Perlindungan Hukum atas Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler?

3. Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa atas Pelanggaran Karya Cipta Lagu dan Musik?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang hak cipta di Indonesia.

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone telepon seluler.


(20)

10

c. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa atas pelanggaran karya cipta lagu dan musik.

2. Manfaat Pembahasan

Selain dari tujuan di atas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat antara lain :

a. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai kasus-kasus pelanggaran Hak Cipta Atas Kaya Cipta Lagu dan Musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler yang terjadi, serta mengetahui perlindungan hokum atas hak cipta. Karena semakin pesatnya perkembangan di bidang Teknologi dan Informatika sehingga menimbulkan berbagai pelanggaran, memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum atas suatu karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.

b. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pembaca terutama bagi pencipta dan pengapresiasi karya cipta lagu dan musik dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.


(21)

11

D. Keaslian Penulisan

Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu Dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler yang diangkat penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran Kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tema di atas adalah hasil pemikiran sendiri dibantu dengan referensi, buku-buku, dan pihak-pihak lain dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya.

Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi dari berbagai media, baik cetak maupun pengumpulan informasi melalui internet, sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data yang factual dan up to date. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan kepustakaan ini perlu diperhatikan beberapa ketentuan-ketentuan atau batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Keputusan batasan tersebut berguna membantu untuk melihat ruang lingkup skripsi ini agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya serta membantu para pembaca untuk mengerti cakupan skripsi ini. Adapun ketentuan-ketentuan atau batasan-batasan yang akan ditemukan antara lain sebagai berikut :


(22)

12

Pasal 2 Ayat 1 UUHC menyatakan bahwa : “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku”.

Dari pasal tersebut hak cipta didefenisikan sebagai hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi, unsur-unsur hak cipta dari defenisi tersebut ada tiga, yaitu:7

1. hak memperbanyak (reproduction right); 2. hak mengumumkan (publishing right);

3. hak member izin untuk memperbanyak dan mengumumkan (assignment right)

Dari defenisi tersebut kita juga dapat melihat bahwa hak cipta mempunyai pembatasan-pembatasan tertentu, bahwa pembatasan itu mempunyai arti sebagai berikut:8

1. mengandung fungsi social: menjaga keseimbangan antara kepentingan individu (pencipta atau pemilik/pemegang hak) dan kepentingan umum;

2. orang lain boleh mengumumkan dan memperbanyak ciptaan seseorang tanpa diklasifikasikan sebagai pelanggar hak cipta (Pasal 13 sampai 25 UU No. 7 Tahun 1987);

3. Sebagai pengecualian dari acuan pokok: mengumumkan dan memperbanyak ciptaan orang lain harus seizing si pencipta (Pasal 13 sampai 25 UU No. 7 Tahun 1987)

7

SuyudMargono, Op.Cit., hlm. 13 8


(23)

13

John Locke, seorang filsuf Inggris terkemuka abad ke-18, dalam kaitan antara hak cipta dengan hukum alam, mengemukakan bahwa: hukum hak cipta memberikan hak milik eksklusif kepada karya cipta seseorang pencipta, hukum alam meminta individu untuk mengawasi karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.9

F. Metode Penulisan

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah model penelitian normatif bersifat deskriptif dan menggunakan metode pendekatan yuridis. Penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Kemudian, data yang terkumpul dianalisis secara sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, berupa hukum positif dan bagaimana penerapannya dalam praktik di Indonesia.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen, yaitu dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang

9

Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, (Bandung: PT. Alumni, 2008), hlm. 52.


(24)

14

Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum yang terkait dengan perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.

3. Analisis Data

Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini memakai data sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, internet, makalah, skripsi, tesis, kasus-kasus hukum yang terkait dengan perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PERLINDUNGAN PENGATURAN HUKUM ATAS KARYA

CIPTA DI INDONESIA

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian dan sejarah merek, syarat pendaftaran merek, prosedur pendaftaran


(25)

15

merek, sistem pendaftaran merek, perlindungan hukum terhadap merek terdaftar.

BAB III ASAS IKTIKAD BAIK DALAM PENDAFTARAN MEREK

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang sejarah asas iktikad baik, pengertian iktikad baik, sistem pembuktian iktikad tidak baik dalam pendaftaran merek, akibat merek yang didafatarkan tanpa iktikad baik.

BAB IV IKTIKAD BAIK SEBAGAI SALAH SATU SYARAT KEKUATAN HUKUM DALAM PENDAFTARAN MEREK (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT NO. 30K/PDT.SUS/2011)

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang posisi kasus sengketa Merek WINN GAS dan Merek WINGAS, Analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 30K/Pdt.Sus/2011 antara PT. WINN APLIANCE (dahulu bernama PT. ULTRINDO BINTANG TAMINDO) sebagai Penggugat melawan CV. CENTRAL GAS sebagai Tergugat I dan PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, cq. DEPARTEMEN HUKUM dan HAK ASASI MANUSIA R.I. cq. DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL cq. DIREKTORAT MEREK sebagai Tergugat II dan mengenai penerapan asas iktikad baik sebagai salah satu syarat kekuatan hukum dalam pendaftaran merek.


(26)

16

BAB V PENUTUP

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari pembahasan-pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini dan mencoba memberikan beberapa saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan.


(27)

BAB II

PENGATURAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA DI INDONESIA

A. Hak Cipta Secara Umum

Hak cipta merupakan istilah yang populer di dalam masyarakat, walaupun demikian pemahaman tentang ruang lingkup pengertiannya tidaklah sama pada setiap orang karena berbedanya tingkat pemahaman tentang istilah tersebut. Sebagai contoh sering orang awam menginterprestasikan hak cipta sama dengan hak kekayaan intelektual. Lainnya adalah pemahaman masyarakat terhadap perlindungan hak cipta ini, sebagai contoh misalnya karena pemahaman yang kurang sehingga sering muncul pemikiran dan perkataan yang keluar yaitu hak cipta dipatenkan atau merek dipatenkan sehingga seolah-olah pengertian hak cipta itu cukup luas meliputi keseluruhan ciptaan manusia padahal, pengertian hak cipta itu cukup luas meliputi keseluruhan ciptaan manusia di bidang tertentu saja.

Hak cipta sendiri secara harfiah berasal dari dua kata yaitu hak dan cipta, kata “Hak” yang sering dikaitkan dengan kewajiban adalah suatu kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak.10

10

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia., hlm. 323.


(28)

Sedangkan kata “Cipta” atau ciptaan tertuju pada hasil karya manusia dengan menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan, imajinasi dan pengalaman. Sehingga dapat diartikan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia.11

Dalam hal ini ada beberapa pendapat sarjana mengenai pengertian hak cipta, antara lain:12

1. WIPO ( World Intelektual Property Organization )

Copy Right is legal from describing right given to creator for their literary and artistic works” yang artinya hak cipta adalah terminology hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.

2. J. S. T Simorangkir

Berpendapat bahwa hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari pada yang mendapat hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam lapangan kasusasteraan, pengetahuan, dan kesenian. Untuk mengumumkan dan memperbanyaknya, dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.

3. Imam Trijono

Berpendapat bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kepada yang diberi kuasapun kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini.

Hak cipta pada dasarnya telah dikenal sejak dahulu kala, tetapi konsep hukum hak cipta baru dikenal di Indonesia pada awal tahun 80-an. Bila dilihat dari sejarahnya ada dua konsep besar tentang hak cipta yang pada akhirnya saling mempengaruhi yaitu: konsep Copyrights yang berkembang di Inggris dan

11

Ibid., hlm. 210. 12


(29)

18

negara yang menganut sistem Hukum Common Law dan Konsep Droit d’Auteur

yang berkembang di Prancis dan negara-negara yang menganut Sistem Hukum Civil Law.

Konsep Copyrights yang lebih menekankan perlindungan hak-hak penerbit dari tindakan penggandaan buku yang tidak sah dapat ditelusuri dari berlakunya dekrit Star Chamber pada Tahun 1556 yang isinya menentukan ijin pencetakan buku dan tidak setiap orang dapat mencetak buku. Aturan hukum yang lain yang secara tegas melindungi hak penerbit dari tindakan penggandaan yang tidak sah adalah Act of Anne 1709 yang dianggap sebagai peletak dasar konsep modern hak cipta.13

Sedangkan konsep droit d’ auteur lebih ditekankan pada perlindungan atas hak-hak pengarang dari tindakan yang dapat merusak reputasinya. Konsep ini didasarkan pada aliran hukum alam yang menyatakan bahwa suatu karya cipta adalah perwujudan tertinggi (alter ego) dari pencipta dan pencipta mempunyai hak alamiah untuk memanfaatkan ciptaannya. Konsep ini berkembang pesat setelah revolusi Perancis pada Tahun 1789, konsep ini meletakkan dasar pengakuan tidak saja hak ekonomi dari pencipta akan tetapi juga hak moral.14

Pengertian konsep hak cipta yang berkembang pada masa sekarang adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi ketentuan dalam undang-undang yang berlaku.

13

Yuliati, Efektivitas Penerapan Undang-Undang 19/2002 Tentang Hak Cipta terhadap Karya Musik Indilabel, Skripsi, Semarang: Fakultas Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2004, hlm. 16.

14


(30)

19

Hak cipta merupakan hak kebendaan atau sub sistem dari hukum benda. Mariam Daus berpendapat bahwa hal kebendaan terbagi atas dua bagian yaitu: Hak kebendaanyang sempurna dan hak kebendaan yang terbatas. Hak kebendaan yang sempurna adalah hak kebendaan yang memberikan kenikmatan yang sempurna (penuh) bagi si pemilik. Selanjutnya untuk hak yang demikian disebut dengan hak kemilikan. Hak kebendaan terbatas adalah hak yang memberikan kenimatan yang tidak penuh atas suatu benda. Jika dibandingkan dengan hak milik artinya hak kebendaan terbatas itu tidak penuh atau kurang sempurna jika dibandingkan dengan hak milik.15 Dengan demikian hak cipta menurut rumusan ini dapat dijadikan objek hak milik. Hal ini dapat disimpulkan dari rumusan Pasal 2 UUHC, yang berbunyi: hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian hak cipta terdapat pada Pasal 1 ayat (2) UUHC yang isinya dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pencipta adalah

a. seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan fikiran, imajinasi kecepatan, keterampilan atau keahlian yang di tuangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

15


(31)

20

b. Orang yang merancang suatu ciptaan, tetapi diwujudkan oleh orang lain dibawah pimpinan atau pengawasan orang yang merancang ciptaan tersebut.

c. Orang yang membuat suatu karya cipta dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan.

d. Badan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 UUHC.

2. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilih hak cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas.

3. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan pengetahuan, seni dan sastra. Yang dimaksud dengan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta adalah pelaku, produser rekaman suara dan lembaga penyiaran. Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari atau mereka menampilkan, memperagakan atau mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau mempermainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra dan karya seni lainnya.

4. Produser rekaman suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam atau memiliki prakarsa untuk membiayai kegiatan perekaman suara atau' bunyi baik dari suatu pertunjukkan maupun suara atau bunyi lainnya.

Seseorang yang telah mencurahkan segala daya upayanya untuk menciptakan atau menentukan sesuatu, dia mempunyai hak alamiah atau hak dasar untuk memiliki dan mengawasi apa yang telah diciptakannya. Dalam


(32)

21

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal/Declaration of Human Rights, menyebutkan bahwa “Everyone has the right to the protection of the moral und material interest resulting form any scientific, literary, or artistic production of which he or she is the author”. Setiap orang mempunyai hak untuk mendapat perlindungan bagi kepentingan moral dan material yang berasal dari ciptaan ilmiah, sastra atau hasil seni yang mana dia merupakan penciptanya.

Hak Kekayaan Intelektual, secara substantif dapat diartikan sebagai Hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Hak atas Kekayaan Intelektual atau Intelektual Property Right dikelompokan dalam hak yang dimiliki secara perorangan yang tidak dalam wujud kebendaan. Hak tersebut secara khusus diberikan kapada pemilik dan pemegang hak dalam hal mengumumkan, memperbanyak dan mengedarkannya, atau memberikan ijin kepada orang lain atas ciptaannya bersifat immaterial yang melindungai hubungan kepentingan antara pencipta dengan keasliannya ciptaannya.

Keberadaan UUHC memang diperuntukkan khusus untuk melindungi hak bagi mereka yang telah menghasilkan karya-karya yang berasal dari pcngungkapan (ekspresi) intelaktualitas (intangible), dan bukannya yang bersifat kebendaan (tangible), apabila yang belum berwujud apa-apa seperti ide-ide informasi dan lain sebagainya tersebut dengan batasan waktu tertentu.

Pengaturan hak cipta pertama kali melalui perjanjian multilateral diwujudkan dalam Berne Convention pada Tahun 1886 sebagaimana telah direvisi di Paris 1971, merupakan perjanjian multilateral yang pertama dan utama tentang hak cipta. Berne Convention ini lah yang meletakkan dasar aturan tentang lingkup


(33)

22

perlindungan hak cipta, kepemilikan hak cipta, hak-hak pencipta, jangka waktu perlindungan hak cipta dan pengecualiaan hak cipta.

Berne Convention juga meletakkan tiga prinsip dasar yaitu:16

1. National Treatment artinya Perlindungan yang sama bagi karya cipta warga negara sendiri maupun warga negara lain peserta konvensi.

2. Automatically Protection artinya pemberian perlindungan hak cipta dapat dilakukan tanpa adanya pendaftaran secara formal. 3. Independent Protection artinya pemanfaatan dan perlindungan

ciptaan di negara lain tidak bergantung pada perlindungan di negara asal ciptaan.

Awalnya, Indonesia mengadopsi Konvensi Bern dalam pengaturan Hak Cipta di Indonesia. Konvensi Bern semenjak ditanda tangani sampai dengan 1 Januari 1996 telah 117 negara yang meratifikasinya. Belanda yang menjajah Indonesia pada 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern berdasarkan asas konkordansi bagi lndonesia dengan kata lain, Indonesia semenjak tahun 1912 telah mempunyai undang-undang hak cipta (Auteuresvlet 1912) berdasarkan Undang-Undang Belanda tanggal 29 Juni 1911 (Staatblad Belanda Nomor 197) yang memberi wewenang pada Ratu belanda untuk memberlakukannya bagi Negara Belanda sendiri dan negara-negara jajahannya Konvensi Bern 1886 berikut revisi yang dilakukan pada 13 november 1908 di Berlin.

Namun demikian, semenjak 15 Maret 1958 indonesia menyatakan berhenti menjadi anggota Konvensi Bern berdasarakan surat NO.15.140 XII tanggal 15 Maret 1958. Menteri Luar Negeri Soebandrio waktu itu menyatakan pada Direktur Biro Berne Convention rnenyatakan tidak menjadi anggota The

16


(34)

23

Bern Convention. Dalam kurun waktu hampir 100 (seratus) tahun keberadaan konvensi Bern, tercatat lima negara anggota yang menyatakan berhenti menjadi anggota konvensi, yaitu: Haiti (1887-1943), Montenegro (1893-1900), Liberia (1908-1930), lndonesia (1913-1960), Syiria (1924-1962). Tiga puluh tujuh tahun. Kemudian, tepatnya 7 Mei 1997, lndonesia rnenyatakan ikut serta kembali menjadi anggota Konvensi Bern dengan rnelakukan ratifikasi dengan Keppres Rl NO.16 tahun 1997, hal ini sebagai konsekwensi keikutsertaan Indonesia dalam forum WTO, yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.17

Sejak zaman Belanda hak cipta diatur pada Auteurswet Tahun 1912 Stb. No. 600 aturan tentang hak cipta ini tampaknya sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat serta cita-cita hukum nasional, sehingga pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan

Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan UUHC yang kini berlaku.

Undang-Undang ini dikeluarkan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam rangka pembangunan dibidang Hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya ciptaanya diharapkan penyebarluasan hasil kebudayaan dibidang karya ilmu seni

17

Uning Kesuma Hidayah, Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Pembajakan CD/VCD (Studi Kasus di Jawa Tengah), (Semarang: 2008), hlm.53.


(35)

24

dan sastra dapat dilindungi secara yuridis yang pada gilirannya dapat mempercepat proses pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.18

Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antar negara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization–WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs (Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada Tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty 22 (Perjanjian Hak Cipta WIPO) melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

Hal baru yang diatur dalam UUHC ini adalah diaturnya hak Persewaan atau rental rights yang memang belum pernah diatur dalam undang-undang hak cipta terdahulu. Selain itu, UUHC juga menempatkan pelanggaran terhadap hak cipta sebagai tindak pidana biasa, bukan delik aduan sebagaimana dianut dalam undang-undang hak cipta terdahulu serta memberikan kesempatan bagi pencipta dan pemilik hak cipta untuk mempertahankan haknya melalui gugatan perdata maupun pidana.

Menurut ketentuan Pasal 11 ayat UUHC, ciptaan yang dilindungi oleh UUHC adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang meliputi bebagai jenis karya berikut ini:

18


(36)

25

1. Buku, program komputer, Famflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

2. Ceramah, kuliah, pidato, clan eiptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan;

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; 4. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan, dan

rekaman suara;

5. Drama, tari (koregrati), pewayangan, pantomin; 6. Karya pertunjukan;

7. Karya siaran;

8. Seni rupa dalam bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrali, seni pabat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;

9. Arsitektur; 10.Peta; 11.Seni batik; 12.Fotografi; 13.Sinematografi;

14.Terjemahan, tafsiran, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.


(37)

26

Istilah lagu dan musik dalam kehidupan sehari-hari cenderung digunakan untuk maksud yang sama. Secara etimologi lagu merupakan satu kesatuan musik yang terdiri atas susunan berbagai nada yang berurutan. Setiap lagu ditentukan oleh panjang-pendek dan tinggi-rendahnya nada-nada tersebut, di samping itu, irama juga memberi corak tertentu pada suatu lagu. Sebuah lagu terdiri dari beberapa unsur, yaitu:19

1. Melodi

Melodi adalah suatu deretan nada yang karena kekhususan dalam penyusunan menurut jarak dan tinggi nada, memperoleh suatu watak tersendiri dan menurut kaidah musik yang berlaku membulat jadi suatu kesatuan organik.

2. Lirik

Lirik adalah syair atau kata-kata yang disuarakan mengiringi melodi.

3. Aransemen

Aransemen adalah penataan terhadap melodi. 4. Notasi

Notasi adalah penulisan melodi dalam bentuk not balok atau not angka.

Pengertian musik menurut Ensiklopedia Indonesia adalah seni menyusun suara atau bunyi20. Musik tidak bisa dibatasi dengan seni menyusun bunyi atau suara indah semata-mata, suara atau bunyi sumbang telah lama digunakan, dan banyak komponis modern bereksperimen dengan suara atau bunyi semacam itu.

Musik dan lagu memiliki pengertian yang berbeda, namun di dalam Konvensi bern menyebutkan istilah yang digunakan untuk menyebutkan lagu atau musik adalah musical work21. Salah satu work (karya) yang dilindungi adalah komposisi musik atau lagu (music compositions) dengan atau tanpa kata-kata (with or without words). Konvensi Bern tidak menjelaskan uraian yang tegas

19

Van Hoeve, Ensiklopedia Indonesia Buku 4, (Jakarta: Ichtiar Baru), hlm. 1940. 20

Ibid. 21


(38)

27

mengenai musical work, namun dari ketentuan yang dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis ciptaan lagu atau musik yang dilindungi hak cipta, yaitu lagu atau musik dengan kata-kata dan lagu atau musik tanpa kata-kata22. Musik dengan kata-kata adalah lagu yang unsurnya terdiri dari melodi, lirik, aransemen dan notasi, sedangkan musik tanpa kata-kata adalah musik yang hanya terdiri dari unsur melodi, aransemen dan notasi23.

Penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf d UUHC terdapat rumusan pengertian lagu atau musik sebagai berikut: “Lagu atau musik dalam undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta”.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa24: 1. Lagu atau musik dianggap sama pengertiannya;

2. Lagu atau musik bisa dengan teks, bisa juga tanpa teks;

3. Lagu atau musik merupakan suatu karya cipta yang utuh, jadi unsur melodi, lirik, aransemen, notasi dan bukan merupakan ciptaan yang berdiri sendiri.

C. Hak Ekonomi dan Hak Ekslusif dalam Karya Cipta Lagu dan Musik

Hak cipta menurut UUHC yang terdapat dalam Pasal 1 adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau

22

Ibid. 23

Ibid. 24


(39)

28

memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.25

Hak cipta merupakan istilah yang populer di dalam masyarakat. Walaupun demikian, pemahaman mengenai ruang lingkup pengertiannya tidaklah sama pada setiap orang karena berbedanya tingkat pemahaman tentang istilah hak cipta ini. Akibatnya, di dalam masyarakat sering terjadi kesalahpahaman dalam pemberian arti hak cipta sehingga sering menimbulkan kerancuan dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar. Pada kenyataannya, di dalam masyarakat istilah hak cipta ini sering dicampur adukan dengan hak-hak atas kekayaan intelektual lainnya seperti paten dan merek. Seolah-olah pengertian hak cipta itu cukup luas meliputi keseluruhan ciptaan manusia. Padahal, pengertian hak cipta itu dibatasi, hanya meliputi hasil ciptaan manusia dalam bidang tertentu saja, yang selebihnya akan dikategorikan dalam bidang lain, yaitu paten, merek, dan lain-lain.

Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan HAKI yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum dan dinamakan hukum HAKI. Yang dinamakan hukum HAKI meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis atas karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah piker manusia bertautan dengan kepentingan-kepentingan bersifat ekonomi dan moral.

Bidang yang dicakup dalam HAKI sangat luas, karena termasuk di dalamnya semua HAKI, misalnya terdiri dari: ciptaan sastra seni, ilmu

25


(40)

29

pengetahuan, invensi, desain industri, merek, desain tata letak sirkuit terpadu, dan lain-lain.

Hukum HAKI melarang dilakukannya tindakan penjiplakan atau plagiat, plagiat yaitu suatu tindakan dengan maksud untuk menarik keuntungan dari ciptaan-ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual orang lain, dan menetapkan kaedah-kaedah hukum yang mengatur ganti rugi yang harus dipikul oleh orang yang melanggarnya dengan melakukan tindakan penjiplakan.26

Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, HAKI mulai memasuki tahapan baru dalam perkembangan hukum di Indonesia, HAKI menjadi mengemuka tidak hanya karena berdasarkan hukum, tetapi juga karena bertautan erat dengan bidang-bidang lain secara sekaligus, seperti bidang-bidang teknologi, ekonomi, social budaya, kesenian, komunikasi dan lain sebagainya.

Hal ini menjadikan HAKI mendorong timbulnya kesadaran baru tentang arti penting dan adanya fungsi ekonomi HAKI, sehingga dalam memandang persoalan HAKI ini mau tidak mau harus dilihat dengan mempergunakan kacamata yang berdimensi luas, disamping masalah teknis yuridisnya.

Secara substantif, pada dasarnya pengertian HAKI dapat dideskripsikan sebagai hak-hak atas harta kekayaan yang merupakan produk olah piker manusia, dengan perkataanlain HAKI adalah hak atas harta kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia. Kekayaan semacam ini bersifat pribadi dan

26


(41)

30

berbeda dari kekayaan-kekayaan yang timbul bukan dari kemampuan intelektual manusia, seperti hak atas 27:

1. Harta kekayaan yang diperoleh dari alam terdiri dari:

a. tanah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak penambangan, hak sewa, dan lain-lain.

b. air: hak mengelola sumber air, hak lintas damai di perairan pedalaman, hak perikanan, dan lain-lain

c. udara: hak lintas udara bagi pesawat-pesawat udara maskapai udara asing, hak siaran, dan sebagainya

2. Harta kekayaan yang diperoleh dari benda-benda tidak bergerak dan bergerak seperti:

a. hak milik atas tanah, gedung, bangunan, dan rumah susun b. hak milik atas mesin-mesin

c. hak milik atas mobil, pesawat udara, surat-surat berharga

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk 28:

1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik) 2. mengimpor dan mengekspor ciptaan

3. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan)

4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum. 5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang

atau pihak lain

Hak eksklusif adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.29 Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,

27

Ibid., hlm. 34. 28

Anonim, Hak Cipta, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak Cipta.html, diakses tanggal 1 Juli 2012.

29


(42)

31

memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.30

Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing.31 Dari penjelasan di atas, hak eksklusif yang terkandung dalam suatu karya cipta juga dimiliki oleh karya cipta lagu dan musik. Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya. Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis. 32 Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi dengan persyaratan tertentu.

Suatu karya cipta menimbulkan hak ekonomi (economy right) dan hak moral (moral right). Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara

inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut. Hak moral (moral rights)adalah hak pencipta untuk mengklaim sebagai pencipta suatu

30

Anonim, Seputar Hak Kekayaan Internasional, http://www.dgip.go.id, tanggal 1 Juli 2012.

31

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 1 Butir 9-12. 32


(43)

32

ciptaan dan hak pencipta untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi atau menambah keaslian ciptaannya (any mutilation or deformation or other modification or other derogatory action) yang dapat meragukan kehormatan dan reputasi (auther's honoror reputation) hak-hak moral (moral rights) yang diberikan kepada seorang pencipta mempunyai kedudukan yang sejajar dengan hak-hak ekonomi (economic rights) yang dimiliki pencipta atas ciptaannya.33

Menurut desbois dalam bukunya Le Droit D Auteur (1966) berpendapat bahwa sebagai suatu elektrin, hak moral seorang pencipta mengadung empat makna, yaitu 34 :

1. Droit Depublication : hak untuk melakukan atau tidak melakukan pengumuman ciptaanya;

2. Droit De Repentier :hak untuk melakukan perubahan-perubahan yang dianggap perlu atas ciptaannya dan hak untuk menarik dari peredaran atas ciptaan yang telah diumumkan; 3. Droit Au Respect : hak untuk tidak menyetujui dilakukannya

perubahan - perubahan atas ciptaannya oleh pihak lain

4. Droit A La Patemite: hak untuk mencantumkan nama pencipta: hak untuk tidak menyetujui perubahan atas nama pencipta yang akan d1icantuinkan : dan hak untuk mengumumkan sebagai pencipta setiap waktu yang diinginkan.

Hak Ekonomi (Economy Right) adalah hak yang di miliki oleh seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hal ekonomi ini merupakan hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dan memberi ijin untuk itu. Hak ekonomi ini dapat di alihkan kepada pihak lain. Hak ekonomi tersebut di antaranya adalah 35:

1. Hak Pengadaan Atas Ciptaan

33

Uning Kusuma Hidayah, Op. Cit., hlm. 20. 34

Ibid., hlm. 21. 35


(44)

33

Bentuk penggandaan atau perbanyakan ini bisa di lakukan secara tradisional maupun melalui peralatan modern Hak penggandakan ini juga mencakup perubahan bentuk ciptaan satu keciptaan lainnya misalnya: karya tulis, rekaman musik, pertunjukan drama dan film.

2. Hak Adaptasi

Hak untuk mengadakan adaptasi, dapat berupa penerjemahan dari bahasa satu ke bahasa lainnya, aransemen musik, dramatisasi dari non dramatik, merubah menjadi cerita fiksi dari karangan non fiksi atau sebaliknya Hak ini diatur baik dalam konvensi berne maupun konfensi universal. Karya cetak berupa buku, misalnya novel,mempunyai hak turunan (derivative) yaitu diantaranya hak film (film rights), hak dramatisasi (dramatitation), hak menyimpan dalam media elektronik (electronic rights). Hak film dan hak-hak dramatisasi adalah hak yang timbul bila si novel tersebut dirubah menjadi isi sekenario film, atau sekenario darama yang bias berupa opera, balet maupun drama musikal.

3. Hak Distribusi

Hak distribusi adalah hak dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa bentuk penjualan, penyewaan, atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat. Dalam ak ini termasuk pula bentuk dalam UU hak cipta 2002, disebut dengan pengumuman yaitu pembacaan penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga ciptaan dapat dibaca, didengar atau di lihat oleh orang lain.

4. Hak Penampilan

Hak ini dimiliki para pemusik, dramawan, maupun seniman lainnya yang karyanya dapat terungkap dalam bentuk pertunjukan. Pengaturan tentang hak pertunjukan ini dikenal dalam konvensi Berne maupun konvensi universal bahkan diatur dalam sebuah konvensi yaitu konvensi roma.

Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep “hak ekonomi” dan “hak moral”. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.


(45)

34

Negara Indonesia dalam UUHC juga melindungi hak ekonomi dan hak moral dari suatu karya cipta lagu dan musik. Sebagai contoh, pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan yang berupa lagu dan musik, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain, sedangkan hak ekonomi dalam suatu karya cipta juga diatur dalam UUHC, yaitu dengan mewajibkan setiap orang yang mengeksploitasi suatu karya cipta lagu dan musik untuk memberikan royalti sebagai hak ekonomi dari si pencipa karya cipta lagu dan musik tersebut.

D. Tata Cara Pendaftaran Karya Cipta Lagu dan Musik

Agar dapat menciptakan ketertiban dan keteraturan masyarakat di bidang Hak Cipta terutama dari segi administrasinya, pendaftaran mengenai ciptaan di atur di dalam UUHC. Sebagaimana diketahui diatas bahwa pendaftaran suatu ciptaan bukan suatu kewajiban karena bukan untuk memperoleh Hak Cipta, sehingga penyelenggara pendaftaran ciptaan tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk ciptaan yang telah terdaftar. Hal ini diatur dalam Pasal 36 UUHC.

Tujuan pendaftaran ciptaan dari segi pemerintahan sebenarnya untuk memberikan dokumen atau surat-surat yang menyangkut pendaftaran tersebut yang bentuknya bukan berupa sertifikat, melainkan seperti surat tanda penerimaan dan petikan daftar umum ciptaan.dengan pendaftaran tersebut memberikan akibat kepada orang yang mendaftarkan ciptaan dianggap sebagai penciptanya. Dari segi


(46)

35

pihak yang mendaftar tujuannya adalah untuk kepentingan pembuktian apabila dikemudian hari terjadi sengketa atas ciptaannya.36

Pencipta yang ciptaannya terdaftar cenderung lebih mudah untuk membuktikan hak ciptaannya daripada ciptaan yang tidak terdaftar. Surat-surat yang berkaitan dengan pendaftaran ciptaan dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti yaitu bukti tulisan yang dapat ditunjukkan dalam persidangan atau pengadilan. Alat bukti tulis tersebut merupakan bukti yang diutamakan dalam perkara perdata dibandingkan dengan alat-alat bukti lainnya. Pada prinsipnya sebuah surat dibuat untuk kepentingan pembuktian sebagai peristiwa yang telah terjadi sebelumnya.

Untuk bidang Hak Cipta, pendaftaran merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah, karena pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan pendaftaran tersebut. Penyelenggaraan dalam hal ini adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Direktorat Hak Cipta.

Proses pendaftaran ciptaan awalnya dimulai dengan cara mengajukan permohonan pendaftaran. Permohonan yang diajukan harus memuat:

1. Nama, kewarganegaraan, alamat pencipta;

2. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pemegang Hak Cipta;

3. Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa (apabila permohonan tersebut diajukan melalui kuasa);

4. Jenis dan judul ciptaan;

36

Supramono Gatot, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 16.


(47)

36

5. Tanggal dan tempat Ciptaan diumumkan untuk pertama kali; 6. Uraian ciptaan dalam rangkap 3 (tiga).

Pencipta untuk mendaftarkan ciptannya diwajibkan membuat suatu permohonan melalui Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkut Terpadu, dan Rahasia Dagang yang ditujukan kepada Menteri Kehakiman yang ditulis dalam Bahasa Indonesia dan disertai contoh dari ciptaan. Dalam surat permohonan tersebut berisi nama, kewarganegaraan, alamat pemegang Hak Cipta, tanggal dan tempat ciptaan diumumkan pertama kali, dan uraian ciptaan yang dibuat rangkap 3 (tiga). Apabila pemohon tidak bertempat tinggal di dalam wilayah Republik Indonesia, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan tersebut, ia dapat memilih tempat tinggal dan menunjuk seorang kuasa di dalam wilayah Republik Indonesia. Permohonan yang dikuasakan tersebut harus disertai dengan surat kuasa yang sah, serta melampirkan bukti tentang kewarganegaraan yang diberi kuasa. Setelah melengkapi permohonan yang diajukan kepada Dirjen HAKI, dilakukan pemeriksaan administratif, pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menentukan lengkap atau tidaknya persyaratan yang ditentukan.

Apabila dari pemeriksaan administratif hasilnya menunjukkan surat permohonan pendaftaran telah lengkap dan sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka pada saat itu pendaftaran ciptaan dianggap telah dilakukan. Tetapi UUHC tidak mengatur lebih lanjut mengenai permohonan-permohonan yang persyaratan atau pra syaratnya masih belum lengkap.


(48)

37

Tidak dijelaskan mengenai permohonan tersebut dianggap ditarik kembali ataukah harus dilengkapi. Jadi, meskipun belum dilakukan pencatatan namun pendaftaran ciptaan dianggap telah terjadi pada waktu diterimanya permohonan pemohon oleh Dirjen HAKI secara lengkap. Tanggal diterimanya permohonan tersebut disebut dengan filling date.

Setelah dilakukan filling date, pencatatan dirumuskan kedalam sebuah daftar yang disebut daftar umum ciptaan. Dalam daftar umum ciptaan menurut Pasal 39 UUHC yang isinya memuat antara lain:

1 Nama pencipta dan pemegang hak cipta; 2 Tanggal penerimaan surat permohonan;

3 Tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; 4 Nomor pendaftaran ciptaan.

Dalam daftar umum diatas tampak isinya tidak diatur tentang contoh ciptaan, hal ini sejalan dengan maksud pendaftaran yang tidak bertujuan untuk memperoleh hak cipta. Daftar umum ciptaan isinya lebih mengutamakan administratif pendaftaran ciptaan. Meskipun demikian bukan berarti isi daftar umum tidak dapat ditambah dengan selain yang disebut dalam Pasal 37 UUHC seperti alamat atau tempat tinggal pencipta dan pemegang hak cipta, dan contoh ciptaan.

Setelah dilakukannya proses diatas, maka permohonan yang telah kita ajukan akan diumumkan, pengumumannya dilakukan dengan cara menempatkan kedalam berita resmi. Dengan pengumuman dalam media tersebut dianggap


(49)

38

semua orang telah mengetahui adanya pendaftaran. Tahap tersebut dapat dikatakan sebagai tahap akhir dalam prosesi pendaftaran suatu ciptaan.

E. Perjanjian Lisensi Karya Cipta Lagu dan Musik

Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) dikatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :

1. Perbuatan

Penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan 2. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih

Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

3. Mengikatkan dirinya

Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

Pasal 1320 KUHPerdata berisi syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya


(50)

39

Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 KUHPerdata) adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 KUHPerdata). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.

2. cakap untuk membuat perikatan

Pasal 1330 KUHPerdata menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :

a. Orang-orang yang belum dewasa

b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan c. Orang-orang perempuan

Dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undangundang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun, berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPerdata). 3. suatu hal tertentu


(51)

40

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi objek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

4. suatu sebab atau causa yang halal.

Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.


(52)

41

1. Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian

3. Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus. Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

a. Keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur). Akibat keadaan memaksa absolut (forcemajeur) :

1) Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUHPerdata) 2) Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi

hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUHPerdata.

b. Keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang


(53)

42

sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.

4. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara misalnya perjanjian kerja

5. Putusan hakim

6. Tujuan perjanjian telah tercapai

7. Dengan persetujuan para pihak (herroeping)

Pengertian lisensi menurut UUHC Pasal 1 angka 14 adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Jadi, lisensi adalah kontrak yang memungkinkan pihak lain selain pemilik hak kekayaan intelektual untuk membuat, menggunakan, menjual atau mengimpor produk atau jasa berdasarkan kekayaan intelektual yang dimiliki oleh seseorang.

Pasal 47 UUHC menyatakan bahwa:

1. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi wajib dicatatkan di direktorat jendral.


(1)

93

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melihat uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,

hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. 2. Perlindungan hukum merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya

kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum. Perlindungan hukum dapat dilakukan secara publik maupun secara privat. Ciptaan atau karya cipta yang mendapatkan perlindungan hak cipta adalah karya cipta yang dalam penuangannya harus memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian (orisinil) sebagai ciptaan yang bersifat pribadi. Meskipun perlindungan terhadap ciptaan dalam wujud hak cipta bukan disebabkan oleh pendaftaran, tetapi pendaftaran tetap dimungkinkan, bahkan dalam hal tertentu pendaftaran diperlukan untuk penguatan pembuktian. Pelanggaran atas suatu karya cipta dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.


(2)

94

Pihak lain dapat mengeksploitasi karya cipta pihak lain termasuk dalam karya cipta lagu dan musik dengan ijin dari pencipta berdasarkan perjanjian lisensi dengan memberikan royalti.

3. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak yang bersengketa dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni jalur litigasi/pengadilan dan jalur alternatif penyelesaian di luar pengadilan. Jalur litigas ini dibagi menjadi dua macam yakni jalur perdata dan jalur pidana. Untuk jalur perdata ditempuh melalui suatu proses gugatan ganti kerugian di Pengadilan Niaga. Sedangkan untuk jalur pidana prosedurnya adalah dari pelaporan pihak yang dirugikan kepada instansi yang berwenang. Sedangkan untuk upaya hukum lain ditempuh melalui jalur non-litigasi dikenal sebagai alternatif penyelesaian sengketa, yaitu mencakup seluruh mekanisme alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan

B. Saran

Adapun saran yang ingin Penulis sampaikan, antara lain :

1. Hendaknya undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta diperbaharui agar pelanggaran di bidang hak cipta yang terkait dengan hak eksklusif dalam skala komersial pada bidang usaha yang menggunakan perangkat lunak bajakan dan yang tidak berlisensi dan mendistribusikan karya cipta di internet dapat ditekan.


(3)

95

2. Sebaiknya peraturan perundang-undangan yang melindungi hak cipta disokong dengan tindakan nyata pemerintah dalam konsekuensinya menindaklanjuti pelanggaran yang terjadi di bidang hak cipta.

3. Diharapkan kepada para pencipta agar ikut berperan aktif dalam melindungi karya ciptaannya dengan cara mendaftarkan hasil ciptaannya sehingga ketika terjadi pelanggaran atas karya ciptanya dapat dengan mudah dibuktikkan siapa pemilik sah karya cipta tersebut.


(4)

viii

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Agus Riswandi, Budi dan Siti Sumartiah, Masalah-masalah HAKI Kontemporer, Yogyakarta: Gitanagari, 2006.

Atmadja, Hendra Tanu, Hak Cipta Musik atau Lagu, Jakarta: Penerbit Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, 2003.

Damian, Eddy, Hukum Hak Cipta, Bandung: Alumni, 2002.

Direktorat Jenderal HKI, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Departemen Hukum dan HAM RI,2007.

Fuady, Munir, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Gatot, Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010.

Gautama, Sudargo, Perkembangan Arbitrase Dagang Indonesia, Bandung: Eresco, 1989.

Hasibuan, Otto, Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, Bandung: PT. Alumni, 2008.

Hidayah, Uning Kesuma, Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Terhadap

Pembajakan CD/VCD (Studi Kasus di Jawa Tengah), Semarang: 2008. Hoeve, Van, Ensiklopedia Indonesia Buku 4, Jakarta: Ichtiar Baru

Lindsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: PT. Alumni, 2006.

Margono, Suyud Aspek Hukum Komersialisasi Asset Intelektual, Bandung:

Nuansa Aulia, 2010.

Rahardjo, Satjipto, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta : Kompas, 2003.

Rasjidi, Lili dan Arief Sidharta, Filsafat Hukum Mazhab Dan Refleksinya, Bandung: Remadja Karya, 1989.


(5)

ix

Saidin, O.K., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan IV, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung: Alumni, 1992.

Simorangkir, J. C. T., Hak Cipta Lanjutan, Jakarta: Penerbit Jembatan, 1973. Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Soemantri, Sri, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Sulistiyono, Adi, Eksistensi & Penyelesaian Sengketa HAKI, Surakarta: LPP UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press).

Tim Pengajar HKI, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Denpasar: Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2005.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Usman, Rachmadi, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: PT. Alumni, 2003

B. Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,

Salinan Akte Pendirian Yayasan Karya Cipta Indonesia Nomor 42, tanggal 14 juni 1990

C. Tesis

Ayu Sukihana, Ida, “Pelaksanaan UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dan Perlindungan Hukumnya Bagi Pencipta Berkaitan Dengan Pertunjukkan Karya Cipta Seni Tari Bali”, Tesis, Denpasar: Program PascasarjanaIlmu Hukum Universitas Udayana, 2008.


(6)

x

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Tesis, Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003.

Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis, Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004.

Yuli Sulityawan, Aditya, Perlindungan Karya Cipta Kebaya Sebagai Aset Nasional yang Bernilai Tinggi (Studi Kasus Perlindungan Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Kebaya Modifikasi Anne Avantie), Tesis, Semarang: Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 2008.

Yuliati, Efektivitas Penerapan Undang-Undang 19/2002 Tentang Hak Cipta terhadap Karya Musik Indilabel, Skripsi, Semarang: Fakultas Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2004.

D. Website

Anonim, Hak Cipta, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak Cipta.html, diakses tanggal 1 Juli 2012.

Anonim. Manejemen Hak digital, www.wikipedia.com, diakses tanggal 7 Juli 2012.

Anonim, Perlindungan hak cipta, http://tjampolay.multiply.com/journal/item/6, diakses tanggal 1 Juli 2012.

Anonim, Musik Digital, www.wikipedia.com, diakses tanggal 1 Juli 2012

Anonim, Seputar Hak Kekayaan Internasional, http://www.dgip.go.id, tanggal 1 Juli 2012.

Anonim, www.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html., diakses tanggal 1 Juli 2012. Hetty Hasanah, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen

atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia, http//jurna

Kamil idris, Ekspresi Kreatif, http://www.wipo.int/, diakses tanggal 9 Juli 2012. Yayasan Karya Cipta Indonesia, http://www.kci.or.id, diakses tanggal 1 Juli 2012.


Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik

3 107 147

Perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta terhadap pemberi lisensi karya cipta lagu

0 9 0

PERAN KARYA CIPTA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA LAGU YANG DIGUNAKAN SECARA KOMERSIAL Peran Karya Cipta Indonesia Dalam Perlindungan Hak Cipta Lagu Yang Digunakan Secara Komersial(Studi Perlindungan Hukum Terhadap Lagu).

1 11 17

PERAN KARYA CIPTA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA LAGU YANG DIGUNAKAN SECARA KOMERSIAL Peran Karya Cipta Indonesia Dalam Perlindungan Hak Cipta Lagu Yang Digunakan Secara Komersial(Studi Perlindungan Hukum Terhadap Lagu).

0 4 12

PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS KARYA MUSIK Perlindungan Hak Cipta Atas Karya Musik (Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu).

0 2 14

PENDAHULUAN Perlindungan Hak Cipta Atas Karya Musik (Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu).

0 6 15

PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS KARYA MUSIK Perlindungan Hak Cipta Atas Karya Musik (Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu).

0 2 22

PERLINDUNGAN KARYA CIPTA LAGU YANG DIUBAH OLEH ORANG LAIN KE DALAM BENTUK NADA DERING (RINGTONE) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA.

0 0 1

BAB II PENGATURAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA DI INDONESIA A. Hak Cipta Secara Umum - Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler

1 1 34

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler

0 0 16