Pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah (survey pada Pemeintah Kota Bandung)

(1)

(2)

(3)

(4)

177

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Almanda Primadona Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 6 April 1989

Agama : Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Laki-Laki Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Asal : Bandung

Alamat : Jl. Jatiluhur IV No. 136 D

Nama ayah : Didi

Nama ibu : Bungalyana

Email : Nda_racing89@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN

• Tahun 1996–2002 : SDN Griya Bumi Antapani • Tahun 2002–2005 : SMP Santa Maria

• Tahun 2005–2008 : SMA Sumatra 40

• Tahun 2008- Sekarang : Kuliah di Universitas Komputer Indonesia Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi


(5)

PENGARUH PENGAWASAN INTERN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH

(Survey Pada Pemerintah Kota Bandung)

THE INFLUENCE OF INTERNAL AUDITING AND FINANCIAL MANAGEMENT AREAS OF LOCAL GOVERNMENT PERFORMANCE

(Survey On Bandung City Government)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Memperolah Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi Oleh:

Almanda Primadona 21108147

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(6)

vi

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan anugrah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini dengan judul : Pengaruh Pengawasan Intern dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah”.

Adapun tujuan dari Skripsi ini adalah untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi di Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Penulis menyadari dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik isi maupun bahasa yang digunakan. Hal ini tidak lain karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan, serta pengalaman penulis. Namun penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat memberi manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pihak lain yang memerlukan.

Selain itu penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, dorongan, nasehat, serta doa dan bantuan dair berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarnya-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia Bandung.

2. Dr. Dedi Sulistyo S, MT, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung


(7)

vii

3. Dr. Surtikanti, SE., M,Si., Ak, selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.

4. Wati Aris Astuti, SE.,M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung, dan sekaligus Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu kepada penulis dan dengan sabar serta tekun dalam membimbing penulis dalam menyusun Skripsi ini. 5. Dr. Ony Widilestariningtyas, SE.,M.Si., selaku Dosen Wali AK 4.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Karyawan Universitas Komputer Indonesia Bandung.

7. Seluruh Staf dan Pegawai Kantor Pemerintahan Kota Bandung

8. Kedua Orangtuaku penulis ucapkan banyak terima kasih untuk semua yang telah diberikan kepada penulis atas doa, dukungan, dan kasih sayang. Semoga kalian diberi kesehatan dan rejeki yang berlimpah serta selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

9. Saudara serta Kakak dan Adiku tersayang yang selalu memberikan semangat. 10. Teman-temanku Ivan, Basit, Asep, Aldino, Saeful, terima kasih atas

kebersamaan, bantuan, dan semangatnya sehingga terselesaikannya Skripsi ini, serta teman-teman akuntansi angkatan 2008 khususnya kelas AK-4, terima kasih atas kebersamaannya.

11. Serta seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan dorongan baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(8)

viii

bermanfaat khusunya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak yang membaca.

Akhir kata, semoga kebaikan mereka yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Terimakasih.

Bandung, Januari 2013 Penulis

Almanda Primadona NIM. 21108147


(9)

147

DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2010.Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga :Jakarta

Chabib soleh dan Heru Rohmansyah. 2010. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.Bandung: Focus Media

Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik akuntansi Keuangan Daerah Edisi pertama, Jakatra:Salemba Empat

Halim, Abdul. 2007.Akuntansi Sektor Publik : Pengelolaan Keuangan Daerah Edisi ketiga.Jakatra:Salemba Empat

Ihyaul, Ulum. 2004. Akuntasi sektor publik: Suatu Pengatar. Jakarta: Bumi AksaraIndriantoro, Nur,. Supomo,Bambang, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis, Penerbit : BPFE Yogyakarta

Mardiasmo.2002.2004.Akuntansi Sektor Publik.Andi Offset: Yogyakarta. Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik.Andi: Jakarta

Narimawati, Umi., Dewi Anggadini, Sri., Ismawati Linna.,2010.Penulisan Karya Ilmiah.Jakarta:Penerbit Genesis

Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang standar akuntansi pemerintahan Peraturan Pemerintah No.58 tahun 2005 tentang pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan daerah

Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah

Rivai, Veithzal.2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Soedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju

Sugiyono.2005,2007. 2010.Metode Penelitian.Alfabeta: Bandung Sugiyono.2008.Metode Penelitian Bisnis.Alfabeta: Bandung


(10)

Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta: Bandung

Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kuaitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung

Umar, Husein.2003. Metode Riset Perilaku Organisasi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama

Undang-undang No 17, 25,33 Tahun 2004. Tentang keuangan negara yang mengatur pengelolaan keuangan daerahdan perencanaan penganggaran di daerah

Jurnal :

Abdul, Rohman. 2007. Pengaruh Peran Manajerial Pengelola Keuangan Daerah dan Fungsi Pemerintah Intern Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Jurnal Maksi Vol7 No.2

Abdul, Rohman 2009, Pengaruh Implementasi Sistem Akuntansi, Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Fungsi Pengawasan Dan Kinerja Pemerintah Daerah (Survei Pada Pemda Di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi & Bisnis Vol.9 No.1 ISSN 1412-0852

Arja, Sadjiarto. Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 2 Nopember 2007

Askam Tuasikal. 2008. Pengaruh Pengawasan, Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan dan Pengelolaan Keuangan Terhadap Kinerja Unit Satuan Kerja Pemerintah Daerah. Vol.10. No 1. ISSN : 1410-8623

Misni, Erwati. 2009. Pengaruh partisipasi penyusunan anggaran berbasis kinerja (ABK) terhadap kinerja kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pemerintah daerah dengan komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan sebagai variabel moderating. Vol.102.ISSN:0854-8986

Mediaty . Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ekonomi Tahun XX, No. 3 Desember 2010.

Solikhun Arifin, dan Abdul Rohman. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Komite Organisasi, dan Gaya Kepemimpinan sebagai Variabel Moderasi. Jurnal Akuntansi Vol. 1, No. 2 Tahun 2011


(11)

149

Syarifuddin, Muhlis dan Mediaty. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Dengan Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Sebagai Moderator (Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten Barru Sul-Sel).Jurnal Akuntansi Vol. 1, No. 2 Tahun

Wawan Sukmana & Lia Anggarsari. Pengaruh Pengawasan Intern Dan Pelaksanaan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah ( Survei Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Tasikmalaya ) Jurnal Akuntansi FE Unsil, Vol. 4, No. 1, 2009.


(12)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi

Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” merupakan landasan hukum bagi dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 sebagai dasar penyelenggaraan Otonomi Daerah (Mardiasmo, 2002).

Sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka mengelola dana dengan sistem desentralisasi secara transparan, efisien, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas (Indra Bastian, 2002).

Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance), pemerintah terus melakukan berbagai upaya perbaikan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, salah satunya dengan penyempurnaan sistem administrasi negara secara menyeluruh (LAN 2000). Salah satu cara yang ditempuh pemerintah dengan menerbitkan dan menyempurnakan perangkat peraturan perundangan tentang pengeloalaan keuangan negara/daerah (Abdul Rohman, 2007).

Keberhasilan sebuah organisasi tidak dapat diukur semata – mata dari pespektif keuangan. Surplus atau defisit dalam laporan keuangan tidak dapat menjadi tolak ukur keberhasilan. Karena sifat dasarnya yang tidak mencari profit,


(13)

2

keberhasilan sebuah organisasi sektor publik juga harus diukur dari kinerjanya (Mardiasmo, 2004).

Pengukuran dan penilaian kinerja pemerintah merupakan hal yang sangat vital karena peningkatan kualitas dan comparability informasi keuangan pemerintah menjadi tugas yang penting (Lin, 1993:17). Tujuan utama evaluasi kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi dan dalam mematuhi standar-standar perilaku yang ditetapkan sebelumnya, guna menghasilkan tindakan dan outcome yang diinginkan(Abdul Rohman, 2009). Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives). Dalam hal ini terdapat empat elemen kunci dari sistem pengukuran kinerja: (a) Perencanaan dan pencapaian tujuan; (b) Pengembangan ukuran yang relevan; (c) Pelaporan format dan hasil; dan (d) Penggunaan informasi (Siegel et. Al, 1989:199). Pengukuran kinerja instansi pemerintah dimaksud untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, pengelolaan organisasi dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat (Abdul Halim, 2005:774). Terdapat hubungan antara kinerja dengan hasil akhir dari suatu keputusan yang dibuat (Pattison et. Al , 2002:12). menyatakan bahwa kinerja institusional memiliki berbagai dimensi dan tidak dapat diukur dari suatu dimensi saja, karena kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor (Central European university,2001:1).

Pengelolaan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalam nya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Askam Tuasikal, 2008). Terdapat empat dimensi


(14)

penting yang tercermin dari pengertian tersebut, yaitu: (1) Adanya dimensi hak dan kewajiban; (2) Adanya dimensi tujuan dan perencanaan; (3) Adanya dimensi penyelenggaraan dan pelayanan publik; dan (4) Adanya dimensi nilai uang dan barang (investasi dan inventarisasi) (Askam Tuasikal, 2008). Uraian tersebut menunjukkan bahwa keuangan daerah harus dikelola dengan baik agar semua hak dan kewajiban daerah yang terdapat nilai dengan uang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan daerah. Hal ini ditegaskan pula dalam PP Nomor 105 yang telah dirubnah menjadi PP 58 Tahun 2006 dinyatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan (Askam Tuasikal, 2008). Manajemen keuangan daerah dapat dilakukan dengan baik jika pemerintah daerah dapat mendefinisikan secara jelas tujuan dari manajemen keuangan (Edward, 1992:13). Dari kacamata keuangan daerah menyatakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana tindakan yang disiapkan untuk menggunakan sumber daya keuangan oleh pemerintah sesuai fungsi dan tujuan yang akan dicapai (Case, 2002:429).

Bila dicermati lebih jauh dalam pengelolaan keuangan daerah, akuntansi menjadi salah satu kendala teknis bagi eksekutif dalam pengelolaan keuangan daerah. Pandangan ini sejalan dengan (Newkirk, 1986:23) yang menegaskan bahwa dari sekian banyak problem yang ada pada pemerintah daerah salah satunya adalah tentang akuntansi. Pernyataan ini menandakan bahwa pengelolaan keuangan daerah pada masing-masing unit satuan kerja perlu dicermati guna menyelesaikan problem akuntansi dan penyajian informasi yang memadai(Askam


(15)

4

Tuasikal, 2008). Hal ini senada dikemukakan oleh (Mardiasmo, 2002:35) bahwa sistem pertanggungjawaban keuangan suatu institusi dapat berjalan dengan baik, bila terdapat mekanisme pengelolaan keuangan daerah yang baik pula. Ini berarti pengelolaan keuangan daerah yang tercermin dalam APBD memiliki posisi strategis dalam mewujudkan manajemen pemerintah yang akuntabel. Lebih lanjut (Mardiasmo, 2002:42) menyatakan terbatasnya jumlah personel pemerintah daerah yang berlatar belakang pendidikan akuntansi, sehingga mereka tidak peduli atau mungkin tidak tidak mengerti permasalahan sesungguhnya. (Peterson, 1994:55) yang menegaskan improving budgeting dinegara berkembang sulit dilakukan karena terdapat sejumlah keterbatasan dan kuatnya proses politik dalam alokasi sumber daya. Demikian pula (Newkirk, 1986:24) menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan sistem informasi akuntansi keuangan sangat tergantung pada komitmen dan keterlibatan pegawai pemerintah daerah. Pernyataan ini menandakan sistem akuntansi keuangan sebagai alat kontrol perlu dipahami oleh personel atau pegawai unit satuan kerja pemerintah daerah yang berkomitmen, artinya keterlibatan pegawai yang memiliki pemahaman dibidang sistem akuntansi harus didukung oleh komitmen. Agar akuntansi dapat dijadikan salah satu alat dalam mengendalikan roda pemerintahan, akuntansi harus dipahami secara memadai oleh penyedia informasi keuangan. Sebagai alat kontrol dan alat untuk mencapai tujuan pemerintah, dari kecamata akuntansi, khususnya sistem akuntasi keuangan, akuntansi harus dapat berperan dalam mengendalikan roda pemeraintahan dalam bentuk pengelolaan keuangan daerah berdasarkan aturan yang berlaku (Suwardjono, 2005:159).


(16)

Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan, hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing (Abdul Rohman, 2009). Dengan demikian, maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara rutin, terkendali, serta efisien dan efektif (Abdul Rohman, 2007). Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan(Abdul Rohman, 2009). Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut (PP 60 tahun 2008).

Pengawasan adalah segala tindakan atau aktivitas untuk menjamin agar pelaksanaan suatu aktivitas tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Tujuan utama pengawasan bukan untuk mencari kesalahan melainkan mangarahkan pelaksanaan aktivitas agar rencana yang telah ditetapkan dapat terlaksana secara optimal (Effendi, 2005:4). Maksud pengawasan tersebut antara lain meliputi: 1) meningkatkan kinerja aparatur pemerintah & mewujudkan aparatur yang profesional, bersih & bertanggung jawab, 2) memberantas penyalahgunaan wewenang & praktek KKN, 3) menegakkan peraturan yang


(17)

6

berlaku, dan 4) mengamankan keuangan Negara. Pengawasan keuangan dilakukan oleh auditor internal dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dapat dilakukan oleh auditor eksternal (Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2008).

Fungsi pengawasan intern merupakan suatu fungsi pengawasan yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Pengawasan internal di lingkungan sektor publik, mempunyai sifat yang khusus (Wawan dan Lia: 2009). Organisasi pemerintahan dikelola dengan cara dan nilai yang berbeda jika dibandingkan dengan sektor

private. Ketaatan dalam pelaksana anggaran menjadi ciri utama dalam pengelolaan kegiatan sektor publik. Demikian pula dengan pembagian kekuasaan, Otonomi daerah sudah digulirkan dalam pengelolaan instansi pemerintah (Askam Tuasikal, 2008). Dengan demikian evaluasi kinerja pemerintah Pusat dan Daerah dapat dilakukan terpisah. Pengelolaan asset publik juga tidak semata-mata dilakukan dengan prinsip ekonomi yang dianut sektorprivate, karena salah satu tugas pemerintah adalah menyediakan barang dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh sektorprivate(Askam Tuasikal, 2008).

Aparat pengawasan intern pemerintah yang terdiri dari badan pengewasan keuangan dan pembangunan (BPKP). Inpetorat jendral, Unit pengawasan LPND, dan inpektorat wilayah harus dapat meposisikan diri dengan pelaksanaan good governance yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah, sehingga peran aparat pengawasan intern pemerintah benar-benar dapat mendukung dan mendorong proses terwujudnya good governance dalam pelaksanaan pemerintah dan pembangunan (Ihyaul Ulum MD, 2004:82). Faktor kelembagaaan pengwasan,


(18)

aparat pengawasan intern pemerintah dibenruk untuk membantu pelaksanaan tugas dari masing-masing top managemen, misalnya BPKP keberadaannya dirancang untuk membantu presiden, dan sedangkan keberadaan (Inspektorat Jenderal) Itjen Departemen/ UP LPND dan (Inspektorat Wilayah) Itwil masing –

masing dirancang untuk mebantu mentri, gubenur, walikota, dan bupati, sesuai dengan urutannya. Keberadaan lembaga-lembaga ini sepertinya sejalan dengan adanya kebutuhan organisasi terhadap lembaga pengendali kinerja organisasi secara intern (Ihyaul Ulum MD, 2004:82).

Hakikat pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan, dan kegagalan dalam mencapai tujuan dan pelaksanaan tugas– tugas organisasi. Menurut arifin sabeni dan iman gozali (1997;67) pengawasan intern merupakan suatu alat pengawasan dari pemimpin organisasi yang berangkutan untuk mengawasi apakah kegiatan – kegiatan bawahannya telah sesuai dengan rencana – rencana dan kebijakan yang telah ditentukan (Wawan dan Lia: 2009).

Instruksi presiden no. 15 tahun 1983 menyebutkan ada dua jenis pengawasan, yaitu pengawasan atasan langsung dan pengawasan fungsional. Pengawasan atasan langsung dimaksud dapat melakukan pengamatan setiap saat yang dilakukan oleh seorang atasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi bawahan, disertai pemberian petunjuk atau tindakan korektif bila diperlukan. Sedangkan pengawasan fungsional dimaksud pengawasan yang dilakukan oleh suatu aparat/unit organisasi yang dibentuk atau ditugaskan untuk melakukan pengawasan dalam betas-batas lingkungan kewenangan yang ditentukan. Pengawasan atasan langsung dinilai paling efektif karena jarak antara subjek dan


(19)

8

objek pengawasan paling dekat, sehingga dapat dilaksanakan paling intensif, bila perlu dilakukan setiap hari serta terus menerus (Ihyaul Ulum MD, 2004:82).

Semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi organisasi pemerintah, maka keberadaan lembaga-lembaga tersebut semakin diperlukan, namun apakah dengan jumlah lembaga-lembaga pengawasan yang cukup banyak dan pelaksanaan pengawasan yang belapis-lapis dapat memperoleh hasil yang efektif, oleh karena inilah semakin banyaknya waktu yang harus disediakan hanya untuk melayani aparat pengawasan. Hal-hal seperti ini yang harus dipikirkan dan dicarikan solusinya untuk kepentingan yang lebih luas, apakah dengan melakukan penyederhanaan terhadap lembaga-lembaga pengawasan yang ada ataukah membuat suatu aturan yang jelas dan tegas dengan tetap berpegang teguh pada upaya-upaya peningkatan kinerja pemerintah (Ihyaul Ulum MD, 2004:85).

Didalam pemerintahan kita banyak sekali fenomena yang telah terjadi. Dalam pengelolaan keuangan daerah, akuntansi adalah salah satu kendala teknis bagi eksekutif dalam pengelolaan keuangan daerah, dan terbatasnya jumlah personel pemerintah daerah yang berlatar belakang pendidikan akuntansi menjadi kedala dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga mereka tidak peduli atau mungkin tidak mengerti permasalahan sesungguhnya. Penyataan ini menandakan bahwa pengelolaan keuangan daerah pada masing-masing unit satuan kerja perlu dicermati guna menyelesaikan problem akuntansi dan penyajian informasi yang memadai (Askam Tuansikal, 2008:67).

Di Instansi Pemerintahan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2007 mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan masih ditemukan kelemahan pada bidang pengawasan atasan langsung kepada bawahan di Instansi Pemerintahan


(20)

sehingga masih ditemukan penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan atasan langsung (Nawawi, 2002). Sistem pengendalian intern yang lemah atas pengelolaan hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan yang pada umumnya belum didukung dengan laporan pertanggungjawaban dari para penerima hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan (Wawan dan Lia, 2009). Selain itu terdapat kelemahan pada bagian

umum dalam hal ini sub bagian perlengkapan dan rumah tangga serta bendaharawan barang setiap SKPD yang belum melakukan pengamanan dan pengawasan secara maksimal, kemudian bagian keuangan belum melaksanakan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Pembukuan dan pencatatan pada tingkat SKPD belum dilaksanakan dengan baik (Wawan dan Lia, 2009). Hasil pemeriksaan ditinjau dari Sistem Pengawasan Intern, mengungkapkan bahwa masih ditemukan kelemahan pada pelaksanaan APBD yaitu sistem dan pengelolaan keuangan belum diterapkan pada bagian keuangan dan masing-masing SKPD (Wawan dan Lia, 2009:577).

Berikut ini adalah tabel IHP (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan) tahun 2011 yang menggambarkan hasil pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara yang dilakukan oleh BPK (badan pemeriksaan keuangan) disusun untuk memenuhi amanat Undang – Udang Nomor 15 Tahun 2004. (IHP Tahun 2011).


(21)

10

Tabel 1.1

Daftar Laporan Kelemahan Sistem Pengawasan Intern Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2010

(nilai dalam jutaan rupiah)

No Entitas

Kelemahan Sistem Pengawasan Intern

Total

Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan Provinsi Jawa Barat Jumlah Kasus Jumlah Kasus

19 136 Kota Bandung 10 10

(Sumber: IHP BPK RI, 2011)

Dari tabel 1.1 daftar laporan kelemahan sistem pengawasan intern di Provinsi Jawa Barat pada Kota Bandung, terdapat sebanyak 10 kasus yang menunjukan kelemahan sistem pengawasan intern yang diakibatkan karena, satuan pengawasan intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal dan tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai. Ini mengakibatkan terjadi Kelemahan dalam sistem pengawasan ankuntansi dan pelaporan yang terdiri dari 10 kasus yang terjadi karena pengelolaan keuangan daerah yang belum baik, sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang memadai (IHP BPK RI,2011).

Faktor utama yang melatarbelakangi kelemahan unsur tersebut adalah sumber daya manusia itu sendiri, dalam hal ini pengawasan intern pada organisasi pemerintahan sangat dibutuhkan keberadaannya guna membenahi dan meminimalisir kasus serupa.


(22)

Tabel 1.2

Daftar Laporan Nilai Ketidak Patuhan Terhadap Perundang-Undangan

Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2010 (nilai dalam jutaan rupiah)

No Entitas

Ketidak Patuhan Terhadap Perundang-Undangan Kerugian Daerah Kekurangan Penerimaan ADM Ketidak Hematan Ketidak Efektifan Provinsi Jawa Barat Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai 19 136 Kota BDG 11 1.129 ,04 3 3.415 ,35 8 5 1.103 ,55 1 16,80

(Sumber: IHP BPK RI, 2011)

Pada tabel 1.2 juga menunjukan kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah sebesar Rp1.129.040.000 dengan kasus sebanyak 11 kasus, yang dikarenakan oleh beberapa faktor seperti rekanan pengadaan barang dan jasa tidak menyelesaikan pekerjaan, kekurangann volume pekerjaan dan barang, belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan, dan lain sebagainya (IHP BPK RI, 2011).

Dan terdapat juga kekurangan penerimaan dengan nilai sebesar Rp3.415.350.000 dengan jumlah kasus sebanyak 3 kasus, yang bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penerimaan daerah atau denda keterlambataan pekerjaan belum diterima atau disetor ke kas daerah, kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah, penerimaan daerah diterima atau digunakan oleh instansi yang tidak berhak (IHP BPK RI, 2011).

Dan pada sistem administrasi sebanyak 8 kasus, yang terjadi oleh beberapa faktor yaitu pertanggungjawaban tidak akuntabel, pekerjaan


(23)

12

dilaksanakan mendahului kontrak atau penetapan anggaran, sisa kas dibendahara pengeluaran akhir tahun anggaran belum disetor ke kas daerah, pengeluaran investasi pemerintah tidak didukung bukti yang sah, penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang tertentu lainnya seperti kehutanan, pertambangan, perpajakan, penyetoran penerimaan daerah melebihi batas waktu yang ditentukan, dan lain sebagainya (IHP BPK RI, 2011).

Dan terdapat juga kasus ketidakhematan dengan nilai Rp1.103.550.000 dengan 5 jumlah kasus, yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pengadaan barang dan jasa melebihi kebutuhan, penetapan kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang digunakan tidak sesuai standar, terdapat pemborosan keuangan daerah atau kelemahan harga, penggunaan kualitas input untuk satu satuan output lebih tinggi dari seharusnya (IHP BPK RI, 2011).

Dan didapati juga ketidakefektifan dengan nilai Rp16.800.000 dengan 1 jumlah kasus yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pemanfaatan barang dan jasa tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan pelaksanaan kegiatan terhambat sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi, fungsi atau tugas instansi yang diperiksa tidak diselenggarakan dengan baik, dan target penerimaan tidak tercapai, barang yang dibeli tidak dimanfaatkan, pemanfaatan barang dan jasa tidak berdampak terhadap pencapaian tujuan organisasi, pelayanan terhadap masyarakat tidak optimal (IHP BPK RI, 2011).

Dari kasus yang terjadi di atas dapat dilihat bahwa belum terlaksananya dan terakomodirnya kinerja pemerintah daerah dikarenakan masih ada kendala dalam pelaksanaan rencana kerja sehingga kinerja pemerintah daerah belum mencapai target dan tujuan yang telah direncanakan.


(24)

Hal tersebut menggambarkan bahwa kinerja pemerintahan belum dinyatakan baik, oleh karena itu dilakukannya pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah yang baik dapatmenggambarkan bagaimana kinerja pemerintah daerah untuk menunjukan pencapaian hasil yang dicapai. Dalam hal ini, pelaksanaan pengawasan yang efektif dan efisien sangat penting untuk menghindari adanya penyimpangan yang terjadi (Wawan Sukmana, 2009).

Melihat fenomena yang terjadi pada pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah yang selalu terjadi dan berkaitan satu sama lain terhadap kinerja pemerintah daerah, maka penulis memberi judul penelitian ini “Pengaruh Pengawasan Intern dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Pada Pemerintahan Kota Bandung”.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Masih terdapat kelemahan dalam pengawasan intern atasan langsung kepada bawahan penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan atasan langsung.

2. Masih terdapat kelemahan dalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu masih terbatasnya jumlah personel pemerintah daerah yang berlatar belakang pendidikan akuntansi.


(25)

14

3. Kinerja pemerintahan daerah belum terlaksana dengan baik, belum sesuai dengan target dan tujuan yang telah direncanakan.

1.2.2 Rumusan Masalah

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan pengawasan intern pada Pemerintahan Kota Bandung. 2. Bagaimana pelaksanaan pengawasan pengelolaan keuangan daerah pada

Pemerintahan Kota Bandung.

3. Bagaimana pelaksanaan kinerja pemerintah daerah pada Pemerintahan Kota Bandung.

4. Seberapa besar pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap pelaksanaan kinerja pemerintahan daerah baik secara parsial maupun simultan pada Pemerintahan Kota Bandung.

1.3 Maksud dan tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mencari, mengumpulkan dan mendapatkan data yang dapat memberikan informasi dan gambaran terutama masalah mengenai pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah yang mengakibatkan kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap undang–undang yang mengakibatkan tercipta kinerja pemerintah daerah yang kurang maksimal pada pemerintahan Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan intern pada Pemerintahan Kota Bandung.


(26)

1. Untuk mengetahui pengawasan intern pada Pemerintahan Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui pengelolaam keuangan daerah pada Pemerintahan Kota

Bandung.

3. Untuk mengetahui kinerja pemerintah daerah pada Pemerintahan Kota Bandung.

4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap pelaksanaan kinerja pemerintahan daerah baik secara parsial maupun simultan pada Pemerintahan Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian yang dilaksanakan dalam penyusunan penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1.4.1 Kegunaan Praktis 1. Bagi penulis

Sebagai uji kemampuan dalam menerapkan teori yang diperoleh di perkuliahan terkait dengan pelaksanaan pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah. Salah satunya dalam mata kuliah konsentrasi akuntansi sektor publik.

2. Bagi Pemerintahan Kota Bandung

Memberikan tambahan informasi dan pemasukan bagi pentingnya pengawasan intern, pengelolaan keuangan daerah, dan kinerja pemerintah daerah, sebagai sarana memperkenalkan pada masyarakat khususnya dilingkungan instansi pemerintahan.


(27)

16

3. Bagi Pegawai Instansi

Memberikan informasi tentang pengawasan intern, pengelolaan keuangan daerah, dan kinerja pemerintah daerah, dan dapat digunakan sebagai umpan balik bagi kinerja masing-masing sehingga dapat meningkatkan kinerja instansi.

1.4.2 Kegunaan Akademis

1. Bagi pengembangan Ilmu Akuntansi, memberikan informasi tentang keterkaitan antara pengawasan intern, pengelolaan keuangan daerah dengan kinerja pemerintah daerah.

2. Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin mengkaji dalam bidang akuntansi sektor publik yaitu pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah.

3. Bagi penulis, dapat menambah wawasan pengetahuan dan daya pikir sebagai bagian dari proses belajar, sebagai bagian dari proses belajar, sehingga dapat lebih memahami sebagai aplikasi dan menerapkan teori-teori yang diperoleh diperkuliahan dengan praktis yang sesungguhnya di dunia nyata.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan pada Pemerintahan Kota Bandung yang berada di Jl. Wastukancana No.2 Bandung.


(28)

1.5.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu yang digunakan dalam penelitian ini di mulai pada bulan September 2012 sampai dengan Januari 2013. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membuat rencana jadwal penelitian yang dimulai dengan tahap persiapan sampai ketahap akhir yaitu pelaporan hasil penelitian. Secara lebih rinci waktu penelitian dapat dilihat pada tabel 1.3 dibawah ini:

Tabel 1.3

Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Tahap Prosedur

Bulan Sept

2012

Okt 2012

Nov 2012

Des 2012

Jan 2013

I

Tahap Persiapan:

1. Membuat outline dan proposal skripsi

2. Mengambil formulir penyusunan skripsi

3. Menentukan tempat penelitian

II

Tahap Pelaksanaan:

1. Mengajukan outline dan proposal 2. Meminta surat pengantar ke

perusahaan

3. Penelitian di perusahaan 4 Penyusunan skripsi

III

Tahap Pelaporan

1. Menyiapkan draft skripsi 2. Sidang akhir skripsi 3. Penyempurnaan skripsi 4. Penggandaan skripsi


(29)

18 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi studi pustaka terhadap buku, artikel, jurnal ilmiah, penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Uraian kajian pustaka diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun tinjauan pustaka pada penelitian ini meliputi konsep mengenai Partisipasi penyusunan anggaran, Sistem akuntansi keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah.

2.1.1 Pengawasan Intern

2.1.1.1 Pengertian Pengawasan Intern

Pengertian pengawasan intern menurut Mulyadi (2001:163) adalah:

“Pengawasan intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisensi dan

mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”.

Sedangkan menurut SAS (Statement on Auditing Standard) mendefinisikan pengawasan intern sebagai berikut:

a. Pengawasan administrasi, meliputi struktur organisasi, prosedur dan catatan yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan untuk melaksanakan transakasi yang diotorisasi oleh manajemen.

b. Pengawasan akuntansi, meliputi struktur organisasi serta prosedur dan catatan yang berhubungan dengan usaha untuk menjaga keamanan aktiva dan dipercayainya catatan keuangan perusahaan.


(30)

Maka dapat disimpulkan oleh penulis bahwa pengawasan intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu yang dijalankan oleh orang, pengawasan intern bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mancakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan denganpelaporan keuangan, kepatuhan dan operasi.

2.1.1.2 Komponen Pengawasan Intern

Pengawasan intern terdiri dari lima komponen saling berhubungan. Komponen ini bersumber dari cara pimpinan suatu organisasi menyelenggarakan tugasnya dan oleh karena itu komponen ini menyatu dan terjalin dalam proses manajemen. Komponen tersebut menurut COSO (Committee of Sponsoring Organizationyang dikutip oleh Santoyo Gondidoyoto (2009:155) adalah:

“1.Lingkungan Pengawasan(Control Environment)

2. Penaksiran Resiko(Risk Assessment)

3. Aktifitas Pengawasan(Control Activities)

4. Informasi dan Komunikasi(Information and Communication) 5. Pemantauan(Monitoring)

1. Lingkungan Pengawasan(Control Environment)

Merupakan perwujudan suatu iklim manajemen di mana sejumlah orang melaksanakan kegiatan dan tanggungjawab pengendalian. Faktor lingkungan pengendalian ini termasuk integritas, etika, kompetensi, pandangan dan philosopi manajemen dan cara manajemen membagi tugas


(31)

20

dan wewenang/tanggungjawab serta arahan dan perhatian yang diberikan pimpinan puncak.

2. Penaksiran Resiko(Risk Assessment)

Setiap entitas, dalam melaksanakan aktivitas menghadapi berbagai resiko, baik internal maupun eksternal yang harus diperhitungkan terkait dalam mencapai tujuan sehingga membentuk suatu basis penetapan bagaimana resiko tersebut seharusnya dikelola. Penaksiran risiko mensyaratkan adanya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

3. Aktifitas Pengawasan(Control Activities)

Meliputi kebijakan dan prosedur yang menunjang arahan dari manajemen untuk diikuti. Kebijakan dan prosedur tersebut memungkinkan diambilnya tindakan dengan mempertimbangkan risiko yang terdapat pada seluruh jenjang dan fungsi dalam organisasi. Didalamnya termasuk berbagai jenis otorisasi dan verifikasi, rekonsiliasi, evaluasi kinerja dan pengamanan harta serta pemisahan tugas.

4. Informasi dan Komunikasi(Information and Communication)

Informasi yang relevan perlu diidentifikasikan, dicatat dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang tepat, sehingga memungkinkan pelaksanaan tanggungjawab yang baik oleh anggota organisasi. Sistem informasi menghasilkan laporan tentang kegiatan operasional dan keuangan, serta ketaatan terhadap peraturan yang berlaku dalam rangka melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan tugas.


(32)

5. Pemantauan(Monitoring)

Pemantauan adalah suatu proses yang mengevaluasi kualitas kinerja Sistem Pengendalian Manajemen pada saat kegiatan berlangsung. Proses ini diselenggarakan melalui aktivitas pemantauan yang berkesinambungan dan melalui pengawasan (audit) intern atau melalui kedua-duanya.

Komponen tersebut di atas merupakan suatu rangkaian yang terjalin erat. Komponen lingkungan pengendalian menjadi landasan bagi komponen-komponen yang lain. Dalam lingkungan pengendalian, manajemen melakukan penaksiran resiko dalam rangka pencapaian tujuan. Aktivitas pengendalian diimplementasikan untuk memastikan bahwa arahan manajemen telah diikuti. Sementara informasi yang relevan dicatat dan dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi. Selanjutnya keseluruhan proses tersebut dipantau secara terus menerus dan diperbaiki bilamana perlu.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 pasal 59 ayat (1), Pembinaan penyelenggaraan SPIP sebagimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (2) meliputi :

a. Penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; b. Sosialisasi SPIP;

c. Pendidikan dan pelatihan SPIP;

d. Pembimbingan dan konsultasi SPIP dan;

e. Peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah.


(33)

22

2.1.1.3 Manfaat Pengawasan Intern

Pengawasan intern dapat membantu suatu organisasi dalam mencapai prestasi dan target yang menguntungkan, dan mencegah kehilangan sumber daya. Dapat membantu menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dan juga dapat memastikan suatu organisasi mematuhi undang-undang dan peraturan, terhindar dari reputasi yang buruk dan segala konsekuensinya. Selanjutnya dapat pula membantu mengarahkan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya, dan terhindar dari hal yang merugikan.

Dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Pasal 47 ayat 2 menyatakan :

“Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian

Intern sebagaimana ayat (1), maka dilakukan :

a. Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara dan

b. pembinaan penyelenggaraan SPIP.”

Sedangkan Pasal 49 ayat 1 menyatakan:

“Aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 49 ayat (1) terdiri atas : a. BPKP;

b. Inspektorat Jendral atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern ;

c. Inspektorat provinsi dan;

d. Inspektorat Kabupaten/kota.”

Dalam keputusan presiden nomor 74 tahun 2001 pasal (6), dinyatakan bahwa pengawasan pemerintah daerah merupakan proses kegiatan yang diajukan


(34)

untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan undang–undang yang berlaku (Askam Tuasikal, 2008).

2.1.2 Pengelolaan Keuangan Daerah

2.1.2.1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah

Menurut Permendagri 59 Tahun 2007 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa keuangan daerah adalah sebagai berikut:

“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban

dan pengawasan keuangan daerah.”

Menurut Halim (2007:24) bahwa keuangan daerah yaitu:

“Semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, juga segala sesuatu baik uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh negara atau daerah yang lebih tinggi atau pihak-pihak lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku”.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah pasal 1 ayat 5 yaitu:

“Keuangan daerah adalah segala hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka anggaran pendapatan

dan belanja daerah”

Maka dapat disimpulkan oleh penulis bahwa pengelolaan keuangan daerah merupakan keseluruhan kegiatanyang berisi hak dan kewajiban yang dinilai dari


(35)

24

uang maupun barang yang diselenggarakan pemerintah daerah dalam keranka anggaran pendapatan dan belanja daerah.

2.1.2.2 Pinsip Pengelolaan Keuangan Daerah

Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah menurut Chabib dan Rohcmansjah (2010:10) meliputi: 1. Akuntabilitas

Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berprilaku sesuai dengan mandat atau amanah yang diterimanya. Untuk itu, baik dalam proses perumusan kebijakan, cara untuk mencapai keberhasilan atas kebijakan yangtelah dirumuskan berikut hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal kepada masyarakat, yang mencakup:

a. Kerugian Daerah

Berkurangnya kekayaan daerah berupa uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

2.Value for Money

Indikasi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan serta adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Keadilan tersebut hanya akan tercapai apabila penyelenggaraan pemerintahan


(36)

daerah dikelola dengan memperhatikan konsep value for money, yang mencakup:

a. Ketidakhematan

Temuan mengenai ketidakhematan mengungkap adanya penggunaan input dengan harga atau kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan serupa pada waktu yang sama.

b. Ketidakefektifan

Temuan mengenai ketidakefektifan berorientasi pada pencapaian hasil

(outcome) yaitu temuan yang mengungkapkan adanya kegiatan yang tidakmemberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak tercapai

3. Kejujuran dalam Mengelola Keuangan Publik(Probity)

Pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga kesempatan untuk korupsi dapat diminimalkan, yang mencakup:

a. Potensi kerugian daerah

Potensi kerugian daerah adalah suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya.


(37)

26

4. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan pemerintah daerah dalam membuat kebijkankebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountabilityantara pemerintah daerah dengan masyarakatnya sehingga tercipta pemerintah daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat, yang mencakup:

a. Administrasi

Temuan administrasi mengungkap adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan aset, tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian daerahatau potensi kerugian daerah, tidak mengurangi hak daerah (kekurangan penerimaan), tidak menghambat program entitas, dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana.

5. Pengendalian

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus sering dievaluasi yaitu dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu dilakukan analisis varians (selisih) terhadap pendapatan dan belanja daerah agar dapat sesegera mungkindicari penyebab timbulnya varians untuk kemudian dilakukan tindakan antisipasi ke depan, yang mencakup:


(38)

a. Kekurangan penerimaan

Kerugian daerah adalah berkurangnya kekayaan daerah berupa uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Menurut Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 Pasal 4, terdapat prinsip penting dalam mengelola keuangan daerah meliputi :

1. Taat pada peraturan perundang-undangan, dengan maksud bahwa pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan. 2. Efektif, merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah

ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.

3. Efisien, merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. 4. Ekonomis, merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas

tertentu pada tingkat harga terendah.

5. Transparan, merupakan prinsip keterbukaan ynag memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.

6. Bertanggung jawab, marupakan wujud dari kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.


(39)

28

7. Keadilan, adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang objektif.

8. Kepatutan, adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.

9. Manfaat, maksudnya keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masayarakat.

2.1.2.3 Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah (APBD)

Sistem paradigma baru pengelolaan keuangan daerah (APBD) didorong oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Meningkatnya tuntutan masyarakat daerah terhadap pengelolaan APBD secara transparan dan akuntabel

2. Pemberlakuan Undang-undang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Tentang Perimbangan Keuangan Daerah yang baru serta peraturan pelaksanaanya.

3. Sistem, prosedur dan format struktur APBD yang berlaku selama ini dinilai kurang mampu mendukung tuntutan perubahan sehingga perlu perencanaanAPBD yang sistematis, terstruktur dan komprehensif. Perencanaan APBD dengan paradigma baru tersebut adalah :

a. APBD yang berorientasi pada kepentingan publik. b. APBD disusun dengan pendekatan kinerja.


(40)

c. Terdapat keterkaitan yang erat antara pengambil kebijakan (decision maker)

di DPRD dengan perencanaan operasional oleh pemerintah daerah dan penganggaran oleh unit kerja.

d. Terdapat upaya untuk mensinergikan hunbungan antara APBD, system dan prosedur pengelolaan keuangan daerah, Lembaga Pengelolaan Keuangan Daerah dan Unit-unit Pengelola Layanan Publik dalam pengambilan kebijakan.

Dalam rangka pertanggungjawaban publik, pemerintah daerah seharusnya melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa manjemen keuangan daerah masih memperhatinkan. Anggaran daerah, khusunya pengeluaran daerah belum mampu berperan sebagai insentif dalam mendorong laju pembangunan daerah. Disamping itu, banyak ditemukan keluhan masyarakat yang berkaitan dengan pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas, serta kurang mencerminkan aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas, keadilan dan pemerataan.

Pengelolaan keuangan daerah, khususnya pengelolaan anggran daerah, dalam konteks otonomi dan desentralisasi menduduki posisi yang sangat penting. Namun hingga saat ini, kualitas perencanaan anggaran daerah yang digunakanmasih relative rendah. Hal ini dapat dimengerti oleh karena masih banyak aparatur daerah maupun aparatur pemerintah pusat yang belum sepenuhnya bisa meninggalkan cara berfikir lama. Gejala ini nampak dari ketidakberanian aparatur daerah untuk mengambil keputusan, sekalipun hal itu


(41)

30

berada dalam ranah kekuasaannya. Kebiasaan mohon petunjuk pelaksanaan adalah sesuatu yang sangat lumrah yang menjadi pemandangan keseharian. Akibatnya, proses anggaran daerah dengan paradigma lama cenderung lebih sentralisasi. Perencanaan anggaran didominasi dan diintervensi oleh pemerintah pusat dalam rangka mengakomodasikan kepentingan pusat di daerah. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah hanya mengikuti petunjuk dari pemerintah pusat dan atau pemerintah atasan.

Lemahnya perencanaan anggaran juga diikuti dengan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan. Sementara itu, pengeluaran daerah terus meningkat secara dinamis, sehingga hal tersebut meningkatkan fiscal gap. Keadaan tersebut pada akhirnya memunculkan kemungkinan underfinancing atau overfinancing yang dapat mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas unit-unit kerja pemerintah daerah harus disusun berdasarkan pendekatan kinerja. Untuk menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja tersebut dapat digunakan model Analisis Standar Belanja (ASB) (Chabib dan Heru, 2010).

2.1.3 Kinerja Pemerintah Daerah 2.1.3.1 Pengertian Kinerja

Menurut Chabib Soleh dan Suripto (2011:3) Pengertian Kinerja adalah:

“Gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan perencanaan strategis (strategic planning)suatu organisasi”.

Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Tanpa ada tujuan atau


(42)

target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dijabarkan beberapa pengertian mengenai kinerja menurut beberapa ahli.

Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mengemukakan penjelasan tentang kinerja yaitu:

“Kinerja sebagai prilaku nyata yang ditampilkan orang kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan peranannya dalam perusahaan”. Sedangkan pengertian kinerja Pemerintah Daerah menurut Mohamad Mahsun (2006:25) yaitu :

“Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu

organisasi”.

Menurut pendapat Soedarmayanti (2001:51) mengatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu :

1.Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

2. Promptness,ketangkasan atau kegesitan pegawai dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Initiative,semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

4. Capability, kemampuan individu untuk mengerjakan sebagian tugas dalam suatu pekerjaan baik kemampuan intelektual maupun kemampuan fisik.

5. Communication, komunikasi merupakan bagian penting untuk membangun relasi dan menumbuhkan motivasi antar pegawai

sehingga terbina suatu kerjasama yang harmonis”.

Kinerja bagian dari produktivitas kerja, produktivitas berasal dari kata produktif yang artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga


(43)

32

produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegiatan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi.

Menurut beberapa pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa kinerja mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas dan efektivitas kinerja, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas dan efektivitas kinerja yang tinggi dalam suatu instansi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting. 2.1.3.2 Pengerertian Kinerja Pemerintah Daerah

Menurut Abdul Rohman (2007) kinerja pemerintah daerah adalah :

“merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema stategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat dikatakan juga bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam

periode tertentu”.

Menurut Wawan Et Al (2009) dalam jurnalnya menyatakan bahwa kinerja pemerintah daerah adalah:

“Bagaimana atau sejauh mana Pemerintah Daerah menyelenggarakan

urusan-urusannya tersebut”.

Kinerja pemerintah daerah merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis(strategic planning)suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan


(44)

bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam dalam periode tertentu (Abdul Rohman, 2009).

Kinerja pemerintah daerah berati bagaimana atau sejauh mana pemerintah daerah menyelenggarakan urusan – urusan tersebut. Informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja dibagi dua yaitu informasi financial dan informasi nonfinancial (Wawan Dan Lia, 2009).

2.1.3.3 Tingkatan Kinerja Pemerintah Daerah

Menurut Chabib Soleh dan Suripto (2011:7) Dilihat dari obyek Tingkatan Kinerja Pemerintah Daerah, dapat dibagi menjadi:

1 Kinerja Kebijakan

Kinerja Kebijakan ini menjadi tanggung jawab Kepala Daerah dan DPRD, karena kedua institusi inilah pihak yang menentukan dan mengambil kebijakan daerah. Umumnya Kepala Daerah mengajukan Rancangan Kebijakan (Peraturan Daerah) dan DPRD yang membahas dan menyetujuinya, atau sebaliknya Rancangan Peraturan Daerah lahir atas inisiatif DPRD dan Kepala Daerah yang membahas dan menyetujuinya.

2 Kinerja Program

Apabila Kinerja Kebijakan menjadi tanggungjawab Kepala Daerah dan DPRD, maka Kinerja Program menjadi tanggungjawab dari para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sebagaimana diketahui bahwa program pada dasarnya merupakan instrument dari kebijakan, dan oleh karenanya program yang disusun untuk melaksanakan suatu kebijakan,


(45)

34

haruslah program yang sudah diperhitungkan secara matang, sehingga dengan dilaksanakan program tersebut tujuan/sasaran kebijakan akan dapat dicapai secara efektif dan efisien.

3 Kinerja Kegiatan

Kegiatan adalah bagian dari program, dengan demikian satu program dapat terdiri atas satu atau lebih kegiatan. Apabila Kepala Daerah dan DPRD bertanggungjawab atas benar/salahnya suatu kebijakan dan Kepala SKPD bertanggungjawab atas tepat atau tidaknya program dan implementasinya, maka para kepala subBagian, Kepala Bidang dan atau para Kepala Urusan bertanggungjawab atas terlaksana tidaknya suatu kegiatan.

2.1.3.4 Manfaat Pengukuran Kinerja

Menurut Mardiasmo (2009 : 122) Manfaat pengukuran kinerja antara lain sebagai berikut:

1. “Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen.

2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. 3. Untuk memonitor dan mengevaluasi pancapaian kinerja dan

membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.

4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.

5. Sebagai alata komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.

6. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.


(46)

Menurut Ihyaul Ulum MD (2004;282) mengatakan bahwa waktu yang cukup dan sumber daya yang memadai akan diperlukan dalam penerapan pengukuran kinerja karena kebijakan yang terperinci dengan baik perlu sebagai landasan dan memberi acuan bagi proses pengukuran kinerja. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan kebijakan atas pengukuran kinerja :

a. “Komitmen resmi pihak legislatif dan manajemen untuk mendukung proyek dengan sumber daya keuangan dan karyawan yang memadai serta komitmennya untuk menggunakan informasi yang dihasilakan.

b. Tingkat peran serta karyawan dan masyarakat. c. Fokus pelayanan yang menyeluruh atau selektif. d. Bentuk dan frekuensi pelaporan

e. Koordinasi dengan sistem keuangan dan karyawan”. 2.1.3.5 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja

Menurut Mardiasmo (2009;112), secara umum tujuan sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

1. “Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan buttom up).

2. “Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.

3. “Untuk mengkomodasikan pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotifasi untuk mencapaigoal congruence.

4. “Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional”.

Menurut Mardiasmo (2011:121), pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, antara lain:

1. “Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja.

2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.


(47)

36

3. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan”.

Menurut Ihyaul Ulum MD (2004:281), Ada enam langkah dasar yang perlu diikuti pemerintah daerah dalam membangun sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

1. Memperkirakan kesiapan organisasi

“Keberhasilan dalam menerapkan sistem pengukuran kinerja tergantung pada tingkat kesiapan organisasi. Kesiapan berarti dimilikinya kombinasi yang tepat dari orang, manejerial dan perlengkapan pada tempatnya. 2. Merumuskan tujuan

Tujuan pengambangan sistem pengukuran kinerja harus dirumuskan secara jelas. Apakah sasarannya untuk menyempurnakan pembuatan keputusan, perencanaan, manajemen, penyusunan anggaran.

3. Mengembangkan rencana kerja

Mencakup pengelolaan proyek, kepegawaian, rencana kerja, anggaran, pelatihan, strategi dan kriteria pemantauan.

4. Merumuskan misi, tujuan sasaran

Tujuan dan sasaran akan memperlihatkan arah dan dapat menciptakan antusiasme untuk adanya penyediaan pelayanan publik yang berkualitas tinggi.

5. Mengenali pengukuran

Memperhitungkan sumber – sumber daya yang digunakan dalam

pelayanan yang tersedia”.

6. Pemantauan dan evalusi

Pemantauan yang cermat menyebabkan perbaikan sasaran, ukuran, target kinerja prosedur pengumpulan bentuk pelaporan dan rencana – rencana penyempurnaan dlam memberi respon terhadap suatu masalah yang ditentukan dengan kondisi yang berbeda–beda”.

Pengukuran kinerja menunjukan hasil yang implementasi sebuah kegiatan, kebijakan tetapi pengukuran kinerja tidak menganalisis alasan hal ini dapat terjadi atau mengidentifikasikan perubahan yang perlu dilakukan terhadap tujuan dan kegiatan kebijakan, Mahmudi (2007) dalam Deddi Nordiawan, Ayuningtyas


(48)

Hertianti (2007;158) mengatakan ada beberapa tujuan kinerja disektor publik diantara nya :

1. Mengetahui Tingkat Ketercapaian Tujuan Organisasi

“Pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik digunakan untuk mengetahui ketercapaian oraganisasi. Penilaian kinerja berfungsi sebagai tonggak (milestone) yang menunjukan tingakat ketercapaian tujuan dan juga menunjukan apakah organisasi berjalan sesuai arah penyimpangan dari yujuan yang telah ditetapan.

2. Menyediakan Sarana Pembelajaran Pegawai

Pengukuran kinerja merupakan pendekatan sistematik dan terigtegrasi untuk memperbaiki kinerja organisasi dalam rangka mencapai tujuan strategik oraganisasi serta ewujudkan visi dan misinya.

3. Mengevaluasi Target Akhir(Final Autcome)

Pengkuran kinerja dilakukan sebagai sarana pembelajaran untuk perbaikan kinerja dimasa mendatang.

4. Menentukan Standar Kinerja

Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. 5. Memotifasi Pegawai

Memberikan dasar sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian penghargaan (reward)dan hukuman (punishment).

2.1.3.6 Indikator Kinerja Pemerintah Daerah

Menurut Mohamad Mahsun (2006:77), Indikator kinerja Pemerintah Daerah terdapat beberapa jenis yaitu :

1. Indikator Masukan (Input), 2. Indikator Proses (Process), 3. Indikator Keluaran (Output), 4. Indikator Hasil (Outcomes), 5. Indikator Manfaat (Benefit), dan 6. Indikator Dampak (Impact).”


(49)

38

Penjelasan dari jenis-jenis indikator diatas adalah :

1. Indikator masukan (Input), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Misalnya :

a. Jumlah dana yang dibutuhkan. b. Jumlah pegawai yang dibutuhkan. c. Jumlah infrastruktur yang ada. d. Jumlah waktu yang digunakan.

2. Indikator proses (Process). Dalam indikator ini, organisasi/ instansi merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Rambu yang paling dominan dalam proses adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan organisasi/ instansi. Misalnya :

a. Ketaatan pada peraturan perundangan.

b.Rata-rata yang diperlukan untuk memproduksi atau menghasilkan layanan jasa

3. Indikator keluaran (Output), adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau non-fisik. Indikator ini digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Misalnya :

a. Jumlah produk atau jasa yang dihasilkan.


(50)

4. Indikator hasil (Outcomes), segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).

Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin mencakup kepentingan banyak pihak. Dengan indikator ini, organisasi/instansi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. Misalnya :

a. Tingkat kualitas produk atau jasa yang dihasilkan. b. Produktivitas para karyawan atau pegawai.

5. Indikator manfaat (Benefit), adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. Misalnya :

a. Tingkat kepuasan masyarakat. b. Tingkat partisipasi masyarakat.

6. Indikator dampak (Impact), pengaruh yang ditimbulkan baik positifmaupun negatif. Misalnya:

a. Peningkatan kesejahteraan masyarakat. b. Peningkatan pendapatan masyarakat. 2.1.3.7 Pelaporan Kinerja Pemerintahan Daerah

Informasi tentang kinerja menjadi informasi penting yang dibutuhkan disetiap fase sektor publik dalam mencapai visi dan misnya. Dalam aspek perencanaan, informasi tentang kinerja memberi gambaran penting dan fudamental tentang


(51)

40

kondisi saat ini yang menjadi basis perencanaan (Deddi Nordiawan, Ayuningtyas Hertianti, 2007:158).

Informasi tentang kinerja dalam bentuk pelaporan pertanggung jawaban menjadi informasi yang paling krusial untuk kepentingan evaluasi. Tanpa laporan kinerja dalam proses pertanggungjawaban, siklus penganggaran berbasis kinerja menjadi tidak lengkap. Anggaran kinerja merencanakan uang dan kinerja. Karena itu, penggunaan uang dan encapaian kinerja yang bersangkutan harus dipertanggungjawabkan pada akhir periode penganggaran. Proses audit pun seharusnya menjadi satu kesatuan antara audit dan laporan keuangan dan audit kinerja.

Penjelasan di atas ditunjukan keberadaan informasi kinerja yang dibutuhkan pada berbagai fase pengolahan organisasi sektor publik seperti yang ditunjukan pada bagan berikut :

Skema Pelaporan Kinerja

Sumber: Deddi Nordiawan, Ayuningtyas Hertianti (2007) Akuntasi Sektor Publik Gambar 2.1

Perencanaan strategis

Pelaksanaan & peetanggungjawaban

penganggaran Informasi


(52)

2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini dapat disajikan daftar penelitian terdahulu dan teori yang sudah dijabarkan atau dikemukakan sehingga dapat membedakan keorisinalitasan penelitian ini :

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan

1. Abdul Rohman

(2007)

Vol 7, No 2, Agustus2007: 206 - 220

Pengaruh peran manajerial pegelola

keuangan daerah dan fungsi pemeriksaan intern terhadap kinerja pemeintah daerah

1. Peran manajerial PKD, dan fungsi pemeriksaan berpengaruh terhadap kinerja pemda. 2. Ditinjau dari besarnya

pengaruh langsung semua exogenous construct terhadap endogenous constuct yang relatif kecil karena beberapa faktor; a. Pada masa transisi dari

pola administrasi keuanagn ke implementasi

pengelolaan keuangan, pada masa ini hal-hal baru dalam pengelolaan keuangan daerah belum sepenuhnya dipahami oleh pelaksana pengelolaan keuangan pada pemda jawa tengah b.Masih adanya PKD di

Jawa Tengah yang memiliki pengetahuan akuntansi yang belum memadai

c. Hal-hal baru yang ada dalam pengelolaan keuangan daerah belum sepenuhnya dipahami oleh pelaksana pegelolaan keuangan pada pemda Jawa Tengah

d.Fungsi pemerikasaan intern belum

melaksanakan fungsinya secara optimal, karena adanya tumpang tindih pelaksanaan pemeriksaan intern yang dilakukan oleh beberapa lembaga pemeriksa

3. Pengaruh faktor lain terhadap kinerja pemda

Variabel independen pengawasan intern. Variabel independen pengelolaan keuangan daerah Variabel dependen tentang kineja pemerintahan daerah Analisis implementasi sistem akuntansi


(53)

42

yang tidak diamati ; motivasi, reward, sistem, peraturan perundang-undangan, budaya organisasi, dan kepemimpinan. 2 Wawan

sukmana & Lia anggarsari. Vol 4, no 1 (ISSN : 1907-9958) Pengaruh Pengawasan Intern Dan Pelaksanaan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah ( Survei Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota

Tasikmalaya)

Sistem Akuntansi Keuangan Daerah mempunyai hubungan yang sangat kuat artinya Pengawasan Intern yang dilaksanakan efektif dan kontinyu mempengaruhi Pelaksanaan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang diterapkan akan lebih baik dan sebaliknya Pelaksanaan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang telah diterapkan dengan baik pada prinsipnya mempengaruhi pengawasan intern, karena pengawasan intern yang dilaksanakan.

Variabel independen sama yaitu Pengawasan Intern Variabel dependen sama yaitu Kinerja Pemerintah Daerah Pelaksanaan sistem akuntansi keuangan daerah

3 Abdul Rohman (2009)

Vol 9, No 1, Pebruari 2009:21 - 32

Pengaruh Implementasi Sistem Akuntansi, Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Fungsi Pengawasan dan Kinerja

Pemerintah Daerah.

perangkat daerah kota tasikmalaya)

Berdasarkan Hasil Pengujian Seluruh Hipotesis dengan menggunakan path analysis, penelitian ini menunjukan bahwa: Implementasi sistem akuntansi pemerintahan dan implementasi keuangan daerah berpengaruh terhadap fungsi pengawasan intern Variabel independen pengawasan intern. Variabel independen pengelolaan keuangan daerah Variabel dependen tentang kineja pemerintahan daerah Implementasi Sistem Akuntansi 4 Askam Tuasikal

ISSN 1410-8623, Juni 2008 Pengaruh pengawasan, pemahaman sistem akuntansi keuangan dan pengelolaan keuangan terhadap kinerja unit satuan kerja pemerintah daerah.

(Studi pada kabupaten dan kota

Berdasarkan Hasil Penelitian dapat dikatakan bahwa secara parsial tidak terdapat hubungan antara pengawasan intern dan eksternal. Demikian pula tidak terdapat hubungan antara pengawasan intern dan pemahaman mengenai sistem akuntansi keuangan daerah. Namun terdapat hubungan antara pengawasan eksternal dengan pemahaman mengenai sistem akuntansi Keuangan

Variabel independen pengawasan inter. Variabel idependen pengelolaan keuangan daerah Variabel dependen tentang pemahaman sistem akuntansi keuangan


(54)

provinsi maluku) daerah. kineja pemerintahan daerah

5 Misni erwati ISSN 0854-8986, juli 2009 vol 102 Pengaruh partisipasi penyusunan anggaran berbasis kinerja (ABK) terhadap kinerja kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pemerintah daerah dengan komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan sebagai variabel moderating.

Partipasi penyusunan anggaran berbasis kinerja (ABK) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja kepala SKPD pemerintah daerah Variabel dependen kinerja kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pemerintah daerah. partisipasi penusunan anggaran berbasis kinerja komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan sebagai variabel moderating.

6 Arja Sadjiarto Vol. 2, No. 2, 2000: 138-150

Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan

akuntabilitas pemerintahan di Indonesia masih berfokus hanya dari sisi pengelolaan keuangan negara. Sedangkan dalam kenyataan sehari-hari keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan saja. Kinerja departemen atau dinas tersebut tidak dapat diukur denga rasio-rasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan seperti return on investment, jumlah sumber daya yang digunakan atau rasio pendapatandibandingkan dengan sumber daya yang digunakan. Hal ini disebabkan karena sebenarnya dalam kinerja pemerintah tidak pernah ada “net profit”.

Variabel dependen Kinerja Pemerintah Akuntabilitas 7 Solikhun Arifin, Abdul Rohman Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi, Dan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderasi

Partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah, apabila komitmen organisasi yang dimiliki manajer tinggi, sebaliknya pengaruh partisipai penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah rendah apabila komitmen yang dimiliki rendah.

Variabel dependen Kinerja Pemerintah Daerah Partisipasi penyusunan anggaran Budaya organisasi dan gaya

kepemimpinan

8 Mediaty Pengaruh Partisipasi

Anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai

Variabel dependen

Partisipasi Penyusunan


(55)

44

Tahun XX, No. 3 Desember 2010 Penyusunan Anggaran, Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

perencanaan dan sebagai kriteria

kinerja, yaitu anggaran dipakai sebagai suatu sistem

pengendalian untuk mengukur kinerja

manajerial (Schiff dan Lewin, 1970 dalam Sardjito dan Muthaher, 2007). Kinerja Pemerintah Daerah Anggaran, dan Gaya Kepemimpinan 9 Muhlis, Syarifuddin Dan Mediaty Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Dengan Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Sebagai Moderator (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Barru Sul-Sel)

Adanya pengaruh positif antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap

9

kinerja aparat pemerintah daerah menunjukkan bahwa semakin tinggi partisipasi penyusunan

anggaran, maka akan semakin meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah. Variabel dependen Kinerja Pemerintah Daerah Partisipasi Penyusunan Anggaran , dan Komitmen Organisasi Sebagai Moderator

2.2 Kerangka Pemikiran

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Tahun 2008. Dalam undang – undang 17, 25, 33 tahun 2004 tentang keuangan negara yang mengatur pengelolaan keuangan daerah dan perencanaan penganggaran di daerah, semua diatur. Dilaksanakan oleh pemerintah daerah diatur dalam undang-undang 32 tahun 2004.

Pengawasan intern dimaksudkan untuk membantu manajemen melaksanakan tanggung jawab dalam pencapaian kinerja secara efektif. Fungsi pengawasan intern melakukan analisis penilaian, mengajukan saran-saran, dan mengembangkan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar (sawyer 2003 dalam Rohman Abdul 2009).

Pengawasan yang dilakukan dapat menjadi jaminan yang cukup bagi sasaran kinerja yang ingin dicapai, dilaksanakannya pengawasan intern yang yang


(56)

efektif dan kontinyu pada kegiatan dapat menjamin kinerja pemerintah daerah tercapai dengan baik (Wawan dan lia, 2009).

Adapun rencana pengelolaan keuangan daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi Perangkat Daerah (unit kerja). Rancangan anggaran unit kerja dimuat dalam suatu dokumen yang disebut dengan Rancangan Anggaran Satuan Kerja (RASK). di setiap unit pelaksana anggaran daerah sesuai dengan visi, misi, tugas pokok, tanggungjawab dan fungsi yang menjadi kewenangan unit kerja yang bersangkutan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut:

“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan,pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah”.

Sedangkan pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Abdul halim (2002:7) mengemukakan sebagai berikut:

“Pengelolaan keuangan daerah merupakan pengelolaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.

Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa efektivitas pengelolaan keuangan daerah adalah tercapainya tujuan pengelolaan keuangan daerah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,


(57)

46

penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan daerahnya.

Sedangkan menurut Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007:40) menyatakan bahwa:

”Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah merupakan sesuatu

yang penting untuk mendapatkan kepastian mengenai keberhasilan atau ketepatan suatu kegiatan pengelolaan keuangan daerah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Proses pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dapat dilakukan melalui pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh unit-unit pengawasan yang ada”.

Untuk menilai apakah program atau kegiatan yang telah direncanakan telah terlaksana sesuai dengan rencana tersebut, dan yang lebih penting adalah apakah telah mencapai keberhasilan yang telah ditargetkan pada saat perencanaan. Pengukuran kinerja dimulai dengan proses penetapan indikator kinerja yang memberi informasi sedemikian rupa sehingga memungkinkan unit kerja sektor publik untuk memonitor kinerjanya dalam menghasilkan output dan outcome terhadap masyarakat. Pengukuran kinerja bermanfaat untuk membantu para penagmbil kemputusan dalam memonitor dalam memperbaiki kinerja dan berfokus pada tujuan organisasi dalam memenuhi tuntutan akuntanbilitas publik.

Dari penjelasan dan pengertian diatas dapat disimpulkan melalui alur bagan kerangka pemikiran diberikut ini :


(58)

Bagan Kerangka Pemikiran Gambar 2.2

Pengawasan Intern Pengelolaan KeuanganDaerah

1. Control Environment 2. Risk assessment 3. Control activities

4. Information and comunication 5. monitoring

1. Perencanaan(Planing)

2. Penyusunan dan Penetapan APBD (activity of budget implementation)

3. Pelaksanaan APBD (Activity budget implementation)

4. Pertanggung Jawaban (Budget monitoring and control)

Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota

Hipotesis Penelitian

Pengaruh Pengawasan Intern dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah

Inspektorat Kabupaten/Kota

Kinerja pemerintah Daerah Permendagri No.23

Tahun 2007

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2008 2. Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002

PermendagriNo.58 Tahun 2005


(1)

82

Tabel 3.9

Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00–0,199 Sangat rendah

0,20–0,399 Rendah

0,40–0,599 Sedang

0,60–0,799 Kuat

0,80–1,000 Sangat Kuat

(Sumber: Sugiyono, 2012:184). d) Koefisiensi Determinasi

Analisis Koefisiensi Determinasi (KD) digunakan untuk melihat seberapa besar variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) yang dinyatakan dalam persentase.

Besarnya koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(Sumber: Riduwan dan Sunarto, 2007:81). Dimana:

Kd = Seberapa jauh perubahan variabel Y dipergunakan oleh variabel X r² = Kuadrat koefisien korelasi


(2)

83

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis

Selanjutnya untuk menguji apakah pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah signifikan, baik secara bersama-sama (simultan) maupun secara parsial (individual), dilakukan uji signifikansi. Pengujian dimulai dari pengujian simultan, dan apabila hasil pengujian simultan signifikan dilanjutkan dengan uji parsial.

Gambar 3.1

Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Variabel Pengawasan Intern dan Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Pemerintah daerah

Daerah yang diarsir merupakan daerah penolakan, dan berlaku sebaliknya. Jika Fhitung jatuh di daerah penolakan atau Fhitung>Ftabel (0>0), maka Ho ditolak

(diterima), artinya dari uji ini bahwa secara bersama-sama (simultan) terdapat pengaruh dan signifikan antara variabel pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah.


(3)

✡ ☛ ☞ BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan penulis pada bab sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengawasan intern pada pemerintahan Kota Bandung secara umum sudah sangat baik. Berdasarkan lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian,dan pemantauantermasuk dalam kategori sangat baik. Hanya saja dalam penaksiran resiko pemerintah dalam menggunakan mekanisme atau mengenali resiko masih dibawah ideal.

2. pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Kota Bandung sudah berjalan dengan baik, hal tersebut terlihat dengan adanya empat komponen pokok pengelolaan keuangan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban, serta telah sesuainya pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dengan azas umum pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Permendagri Permendagri No.58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Kota Bandung ternyata masih memiliki kelemahan yang ditemukan oleh peneliti, yaitu kemampuan pegawai dalam mengelola keuangan daerah masih kurang, karena terbatasnya jumlah personel pemerintah daerah yang berlatar belakang pendidikan akuntansi.


(4)

✌✍✍

3. Kinerja pemerintah Kota Bandung secara umum sudah baik. Dalam indikator menunjukan efektivitas masih dibawah ideal, artinya masih ada target kinerja dalam pembangunan kota bandung yang belum tercapai sesuai dengan sasaran target. karena masih ada pembangunan yang belum terlaksana dikarenakan masih rendahnya kualitas pembangunan dan kelemahan perencanaan dalam menetapkan target-target capaian kinerja belum efektif.

4. Pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daraerah secara bersama –

sama mempunyai korelasi yang cukup dan memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 37,9% terhadap kinerja pemerintahan daerah dimana semakin baik pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah maka akan semakin baik pula kinerja pemerintahan daerah pada dinas di Kota Bandung dan sebaliknya, semakin tidak baik pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah maka, kinerja pemerintah daerah akan semakin buruk. Diantara variabel independen, pengawasan intern memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pemerintah daerah pada dinas di wilayah Kota Bandung. Pengawasan intern daerah secara parsial memberikan pengaruh sebesar 19,2% terhadap kinerja pemerintah daerah,sementara pengelolaan keuangan daerah secara parsial memberikan 18,8% terhadap kinerja pemerintah daerah. Pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah tersebut masih tergolong ke dalam skor yang cukup erat. Disebabkan oleh kualitas sumberdaya manusia yang masih minim serta sarana serta prasarana masih


(5)

✎✏ ✑

kurang sehingga muncul tindak kecurangan yang mengakibatkan kinerja pemerintah daerah belum tercapai secara maksimal.

5.2 Saran

Setelah penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian tentang Pengaruh Pengawasan Intern dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Pada Pemerintah Kota Bandung maka penulis akan memberikan beberapa saran yang dapat digunakan oleh Dinas Pemerintah Kota Bandung sebagai berikut:

1. Tingkat pengawasan intern terhadap pegawai pada Pemerintah Kota Bandung sebaiknya dipertahankan dengan cara pimpinan selalu memonitor dan mengontrol kerja para pegawainya agar semua kerja dapat terkontrol dengan baik lagi .

2. Pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Kota Bandung sudah baik. Namun gap yang terjadi antara nilai ideal dan hasil penelitian yang diperoleh menujukkan bahwa pengelolaan keuangan daerah perlu ditingkatkan kualitasnya terutama pada pegawai yang berpendidikan akuntansi, supaya pengelolaan keuangan dapat berjalan lebih baik lagi. 3. Pada dasarnya kinerja pemerintah daerah sudah baik. Namun belum

mencapai nilai ideal. Permasalahan yang terjadi pada pemerintah Kota Bandung kinerja para pegawai masih belum efektif, hal ini mengakibatkan kinerja pemerintah belum berjalan dengan optimal. Maka perlu peningkatan kinerja yang efektif dengan disetai pengawasan intern dan pengelolaan yang baik.


(6)

✒✓6

4. Pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah pada dinas di Kota Bandung dinilai baik. Maka dari itu perlu ditingkatkan kembali pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah agar tercipta kinerja pemerintah yang lebih baik. Dengan kedisiplinan dan kinerja yang lebih ditingkatkan dan diperbaharui. Selain itu peningkatan sarana dan prasarana yang lebih lengkap sangat mendukung pencapaian kinerja pemerintah yang baik.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Study Kasus Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Di Pemerintah Kota Bandung)

3 29 3

Pengaruh Pengawasan Intern Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Survei Pada Dinas-Dinas Di Kota Bandung)

0 2 8

Pengaruh Pengawasan Intern dan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Survei pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandung)

11 37 65

Pengaruh Pengawasan Intern dan Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Survei pada Dinas SKPD Pemerintah Kota Bandung)

1 23 44

Pengaruh Pengawasan Intern Dan Fungsi Pemeriksaan Intern Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Survey Pada Dinas Di Pemerintah Kota Bandung)

1 21 121

PENGARUH PENGAWASAN, PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH, DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA Pengaruh Pengawasan, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.

0 5 16

PENGARUH PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH : Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.

0 4 54

PENGARUH PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH : Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung - repository UPI S PEA 1006670 Title

0 0 5

PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL, SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR (Survey pada DPPKAD Kabupaten Karanganyar)

0 2 11

PENGARUH PENGAWASAN INTERN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH ( Penelitian Pada Pemerintah Kabupaten Jepara)

0 0 19