Struktur Umum Subjek BYT
                                                                                62
Perkawinan  Nyentana  yang  dialami  oleh  ketiga  subjek  dapat dibedakan  ke  dalam  dua  tipe.  Tipe  yang  pertama  yaitu  perkawinan  yang
dilakukan  atas  dasar  saling  mencintai  dan  tergolong  masih  dalam  satu keluarga  besar.  Tipe  pertama  menjalankan  peran  sama  seperti  pembagian
peran tradisional. Pada  tipe  pertama,  selain  sebagai  ibu  rumah  tangga,  BWY  juga
membantu suaminya dalam mencari nafkah. Meskipun merasa berat, BWY tidak  merasa  kesulitan  dalam  menjalaninya.  Hambatan  ekonomi  dan
kesulitan dalam mengatur anak-anaknya diatasi BWY dengan bekerjasama dengan  suaminya.  Pertengakaran-pertengkaran  karena  kesalah  pahaman,
ekonomi,  kecemburuan  dan  perbedaan  dalam  memperlakukan  anak  juga dialami  BWY.  Selama  perkawinannya,  BWY  lebih  banyak  mengalami
perasaan  positif  seperti  bangga,  merasa  diterima,  berhasil,  didukung, dihargai, dipahami, senang, dan dimengerti.
Pada  subjek  BGA,  dirinya  merasa  senang  dan  beruntung  karena telah  dikaruniai  dua  orang  anak.  Namun,  BGA  juga  merasakan  perasaan-
perasaan negatif, seperti rumit dalam menjalani peran, merasa malu, takut dan  tidak  enak  pada  suaminya  ketika  meminta  uang.  BGA  juga  merasa
tidak  enak  apabila  perannya  di  adat  sering  digantikan  oleh  ibunya.  BGA merasa untuk dapat diterima dengan baik di adat merupakan hal yang sulit.
BGA  merasa  gagal  dalam  menjalankan  banyak  peran  ketika  dirinya bekerja  di  luar  rumah.  BGA  juga  merasa  kecewa, tersakiti  dan  dikhianati
karena  perselingkuhan  yang  pernah  dilakukan  oleh  suaminya  dengan
63
teman  baik  BGA.  Keyakinan  BGA  bahwa  suaminya  merupakan  sosok yang  baik  dan  sudah  saling  mengenal  sejak  dulu  membuat  BGA
memutuskan berobat
ke paranormal
untuk mempertahankan
perkawinannya.  Selain  itu,  kondisi  anaknya  yang  menderita  alergi  akibat perkawinan yang masih dalam satu gen membuat BGA menyadari bahwa
perkawinan genetik beresiko. Permasalahan-permasalahan  yang  muncul  pada  tipe  pertama
disadari  oleh  subjek  sebagai  hal  yang  wajar  terjadi  dalam  sebuah perkawinan.  Pada  tipe  ini,  permasalahan  disikapi  dengan  lebih  banyak
mengalah, berusaha  saling memahami dan bekerja sama dengan suami. Tipe ke dua yaitu, perkawinan yang tidak didasari oleh rasa saling
mencintai  dan  antara  kedua  belah  pihak  tidak  ada  hubungan  keluarga. Pembagian  peran  pada  tipe  kedua  juga  berbeda  dengan  pembagian  peran
tradisional.  Perempuan  pada  tipe  ini  berperan  sebagai  ibu  rumah  tangga sekaligus berperan sebagai kepala keluarga seperti status purusa-nya.
Menjalani  peran  sebagai  ibu  rumah  tangga  sekaligus  sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab atas segala hal yang menyangkut
keluarganya  dirasakan  berat  bagi  subjek  BYT  karena  berharap  suaminya mau  membantu.  Selama  perkawinannya,  BYT  lebih  banyak  mengalami
perasaan-perasaan  negatif  seperti  diabaikan,  tidak  dimengerti,  tidak dihargai,  sedih,  berat,  benci,  ingin  bercerai  dan    selalu  merasa  terpaksa
dalam melayani  suami. Namun, BYT juga merasa bersyukur karena telah memiliki anak dan dapat menafkahi seluruh anggota keluarganya termasuk