Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter mgl yang
dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organic secara kimiawi. Sugiharto,6
c. TSS
Total Suspended Solid
Suatu endapan yang dapat disaring filtrable residu dan dapat membentuk suatu sludge blanket yang terdiri-dari bahan-bahan organik. Standart baku mutu yang
mengatur besar kadar padatan yang tersuspensi TSS yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah 100 mglt. SK Gubernur No. 45 Tahun 2002
d. pH
Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Standart baku mutu pH adalah 6.0-9.0. SK Gubernur No. 45 Tahun
2002pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaanyang dimiliki oleh suatu larutan.Yang dimaksudkan keasaman di
sini adalah konsentrasi ionhidrogenH
+
dalam pelarut air. Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila
memiliki nilai pH=7. Nilai pH7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH7 menunjukan keasaman.
Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH didefinisikan dengan pH = − log
10
[H
+
]. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang
berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila bebasaan tinggi.Selain menggunakan kertas lakmus,indikator asam basa dapat diukur
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolitkonduktivitas suatu
larutan.
II.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan
Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:
II.2.1 Preliminary Treatment Pengolahan Pendahuluan
Proses pengolahan ini merupakan proses pada awal pengolahan dan bersifat pengolahan fisik.Unit proses pengolahannya meliputi, antara lain:
1. Screen
Pada umumnya screen terdapat dua tipe, yaitu penyaring kasar coarse screen
dan penyaring halus fine screen micro screen. Adapun fungsi-fungsi dari screen tersebut.
a. Penyaring kasar coarse screen
Screen ini berbentuk seperti batangan paralel yang biasa dikenal dengan “bar screen”. Berfungsi untuk menyaring padatan kasar yang berukuran dari 6-
150 mm, seperti ranting kayu, kain, dan sampah –sampah lainnya. Dalam pengolahan air limbah screen ini digunakan untuk melindungi pompa, valve,
saluran pipa, dan peralatan lainnya dari kerusakan atau tersumbat oleh benda – benda tersebut. Bar screen terbagi lagi menjadi dua, yaitu secara manual maupun
mekanik.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.1 Bar Screen Manual
Gambar 2.2 Bar Screen Mekanikal
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Tabel 2.1
Kriteria Screen
Bagian-bagian Manual
Mekanikal
Ukuran kisi - Lebar
- Dalam Jarak antar kisi
Sloop Kecepatan melalui bar
Head Loss 5 – 15 mm
25 – 38 mm 25 – 50 mm
30 - 40
0.3 – 0.6 mdet 150 mm
05 – 15 mm 25 – 38 mm
15 – 75 mm - 30
0.6 – 1.0 mdet 150 - 600 mm
tabel 5-2. Metcalf and EddyWWET, and Reuse 4th edition, 2004
Penyaring halus fine screen berfungsi untuk menyaring partikel-partikel yang berukuran kurang dari 6 mm. Screen ini dapat di gunakan untuk pengolahan
pendahuluan Preliminary Treatment maupun pengolahan pertama atau utama Primary Treatment. Penyaring halus Fine Screen yang digunakan untuk
pengolahan pendahuluan Premilinary Treatment adalah seperti, ayakan kawat static wedgewire,drum putarrotary drum,atau seperti anak tangga step type.
Penyaring halus Fine Screen yang dapat digunakan untuk menggantikan pengolahan utama seperti pada pengolahan pengendapan pertama primary
clarifier pada instalasi kecil pengolahan air limbah dengan desain kapasitas mulai
dari 0,13 m
3
dt. Screen tipe ini dapat meremoval BOD dan TSS.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.3 Inclined Screen
Gambar 2.4 Rotary Drum Screen
Gambar 2.5 Fixed Parabolic Screen
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Tabel 2.2
Jenis Screen
Jenis Screen Permukaan Screen
Bahan Screen Penggunaan
Klasifikasi Ukuran
Range Ukuran In
Mm
Miring Diam Sedang
0,01 - 0,1 0,25 - 2,5
Ayakan kawat yang terbuat dari stainless-
steel Pengolahan Primer
Drum berputar
Kasar
Sedang
Halus 0,1 - 0,2
0,01 - 0,1 2,5 – 5
0,25 - 2,5
6 - 35µm Ayakan kawat yang
terbuat dari stainless- steel.
Ayakan kawat yang terbuat dari stainless-
steel.
Stainlees-steel dan kain polyester
Pengolahan Pendahuluan
Pengolahan Primer
Meremoval residual dari suspended solid
sekunder
Horizontal reciprocating
Sedang 0,06 -
0,17 1,6 – 4
Batangan stainless-steel Gabungan dengan
saluran air hujan Tangential
Halus 0,0475
1200 µm Jala-jala yang terbuat
dari stainless-steel Gabungan dengan
saluran pembawa
Tabel 5-4 Metcalf and EddyWWET, and Reuse 4th edition, 2004
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Tabel 5-5. Metcalf and EddyWWET, and Reuse 4th edition, 2004
b. Microscreen
berfungsi untuk menyaring padatan halus, zat atau material yang mengapung, alga, yang berukuran kurang dari 0,5 µm.
Gambar 2.6 Microscreen
Gambar 2.6 Cara Kerja Microscreen
Jenis screen Luas permukaan
Persen removal in
Mm BOD
TSS Fixed parabolic
0.0625 1.6
5 – 20 5 – 30
Rotary drum 0.01
0.25 25 – 50
25 – 45
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
b Comminutor
Yaitu mesin penghaluspemarut, berfungsi untuk menghancurkan padatan kasar yang lolos dari screening, sehingga padatan tersebut mempunyai ukuran
kecil dan seragam serta tidak mengganggu instalasi dan proses selanjutnya. Comminutor terdiri dari tabung berongga, terbuat dari besi tuang yang berputar
secara kontinyu pada sumbu vertikalnya dengansumber tenaga dari motor listrik. Tabung ini merupakan suatu saringan yang mempunyai gigi-gigi pemotong yang
sangat tajam. Bahan-bahan padat yang tertahan dimuka tabung yang bergerak oleh aliran
air buangan akan dibawa oleh tabung ke sisi stasioner, dimana padatan dihaluskan dengan kerjasama antara batang pemotong dan gigi pemotong.
Comminutor dipasang khusus dalam ruangan yang terbuat dari beton, tepat dibawah comminutor terdapat saluran yang menghubungkan saluran di hulu dan
di hilir. Pemeliharaan rutin comminutor hanya terbatas pada pelumasan dan
penggantian gigi pemotong.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
a
b Gambar 2.5. Comminutor. a Denah, b Potongan A-A
Reynold,139
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
c Sumur Pengumpul dan Pompa
Sumur pengumpul merupakan unit penyeimbang, sehingga debit dan kualitas limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan. Fungsi Pompa
adalah sebagai alat pemindahan fluida melalui saluran terbuka tertutup di dasarkan dengan adanya peningkatkan energi mekanika fluida. Tambahan energi
ini akan meningkatkan kecepatan dan tekanan fluida. Pemompaan digunakan untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan selanjutnya.
Tabel 2.3. Klasifikasi Pompa
KlasifikasiUtama Type Pompa
Kegunaan Pompa
Kinetik Centrifugal
- Air limbah sebelum diolah - Penggunaan lumpur kedua
- Pembuangan effluent Peripheral
- Limbah logam, pasir lumpur, air limbah kasar
Rotor - Minyak, pembuangan gas
permasalahan zat-zat kimia pengaliran lambat untuk air
dan air buangan Posite Displacement…….
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Saluran Pembawa Screw Pump
Pipa inlet
KlasifikasiUtama Type Pompa
Kegunaan Pompa
Posite Displacement
SCREW - Pasir, pengolahan lumpur
pertama dan kedua - Air limbah pertama
- Lumpur kasar Diafragma
Penghisap - Permasalahan zat kimia
- Limbah logam - Pengolahan lumpur pertama
dan kedua permasalahan kimia
Air Lift - Pasir,
sirkulasi dan
pembuangan lumpur kedua Pneumatic
Ejektor - Instalasi
pengolahan air
limbah skala kecil
Gambar 2.6. Sumur Pengumpul dengan screw pump
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
II.2.2. Primary Treatment Pengolahan Pertama
Pada proses ini terjadi proses fisik dan kimia. Pada proses ini umumnya mampu mereduksi BOD dan antara 30 – 40 dan mereduksi TSS 50 – 65.
Qasim,52.
II.2.2.1. Proses Fisik
Proses Fisik dengan unit pengolahan meliputi:
a Grit Chamber
Fungsinya adalah untuk mengendapkan grit atau padatan tersuspensi yang berdiameter 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan butiran kasar
lainnya. Kecepatan horisontal pada grit chamber harus konstan. Penghilangan grit dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa akibat adanya endapan
kasar didalam saluran. Outlet ini dapat berupa propotional weir atau phrshall flume. Pengendapan yang terjadi pada proses ini adalah secara gravitasi.
Ada dua jenis grit chambers : 1. Horizontal Flow Grit Chamber
Debit yang melalui saluran ini mempunyai arah horizontal dan kecepatan aliran dikontrol oleh dimensi dan unit yang digunakan atau
melalui penggunaan weir khusus pada bagian effluen.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.7. Horizontal Flow Grit Chamber Rich,102
2. Aerated Grit Chamber Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana
kecepatan melingkar dikontrol oleh dimensi dan jumlah udara yang disuplai.
a b
Gambar 2.8. Aerated Grit Chamber dengan Aliran Spiral. a Denah, b Tampak
Samping Reynold,152
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
b Bak Equalisasi
Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke instalasi
pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi.
Gambar 2.9. Bak Equalisasi Reynold,158
c Flotasi
Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti minyak, lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air limbah dengan
mekanisme pengapungan. Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :
1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk
membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas sehingga
mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah dibanding berat jenis air limbah.
2. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan
polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat mempercepat laju partikel ringan menuju permukaan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Untuk keperluan flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit
± 0,2 m
3
udara untuk setiap m
3
air limbah. Semakin kecil ukuran gelembung udara maka proses flotasi akan semakin sempurna.
Gambar 2.10. Bak Flotasi Rich,.115
d Bak Pengendap I
Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi.
Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal partikel tidak
boleh lebih besar dari kecepatan pengendapan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.11. Bak Pengendap Rectangular. a Denah, b Potongan
Reynold,249
II.2.2.2. Proses Kimia
Proses Kimia dengan unit pengolahan meliputi:
a Netralisasi
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basaalkali, maka sebelum diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis dapat
optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berbeda diantara nilai 6,5 – 8,5.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Sebenarnya pada proses biologis tersebut kemungkinan akan terjadi
netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas buffer yang terjadi karena ada produk CO
2
dan bereaksi dengan kaustik dan bahan asam. Larutan dikatakan asam bila
: H
+
H
-
dan pH 7 Larutan dikatakan netral bila
: H
+
= H
-
dan pH = 7 Larutan dikatakan basa bila
: H
+
H
-
dan pH 7 Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah
cair, seperti : a. Pencampuran limbah.
b. Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur. c. Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.
d. Penambahan sejumlah NaOH, Na
2
CO
3
atau NH
4
OH ke limbah asam. e. Penambahan asam kuat H
2
SO
4
,HCl dalam limbah basa. f. Penambahan CO
2
bertekanan dalam limbah basa. g. Pembangkitan CO
2
dalam limbah basa.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.12.
Bak Netralisasi Eckenfelder,79
b Koagulasi – Flokulasi
Koagulasi dan Flokulasi adalah proses pembentukan flok dengan penambahan pereaksi kimia ke dalam air baku atau air limbah supaya menyatu
dengan partikel tersuspensi sehingga terbentuk flok yang nantinya mengendap. Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan penambahan koagulan, hasil
yang didapat dari proses ini adalah destabilisasi koloid dan suspended solid, proses ini adalah awal pembetukan partikel yang stabil. Flokulasi adalah
pengadukan lambat untuk membuat kumpulan partikel yang sudah stabil hasil. Koagulasi berkumpul dan mengendap.
Gambar 2.13. Bak Koagulasi
Rich,61
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah:
1. Koagulan Alumunium Sulfat - Al
2
SO
4 3
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air untuk
membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan sebagai AlOH
3
. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi koagulan dan konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan alkalinitas karbonat.
Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan baik antara 6-8. Persamaan Reaksi sederhana terbentuknya flok
Al
2
SO
3
+ 14H
2
O + 3CaHCO
3
→ 2AlOH
3
↓ + 3CaSO
4
+ 14H
2
O + 6CO
2
Jika Koagulan bereaksi dengan Kalsium Hidroksida, persamaan reaksinya adalah :
Al
2
SO
3
+ 14H
2
O + 3CaOH
2
→ 2AlOH
3
↓ + 3CaSO
4
+ 14H
2
O
Reynold,174 2. Koagulan Ferro Sulfat
Persamaan Reaksinya adalah 2FeSO
4
+ 7H
2
O + 2CaOH
2
+ ½O
2
→ 2FeOH
3
↓ + 2CaSO
4
+ 13H
2
Reynold,175 3. Koagulan Ferri Sulfat
Perbedaannya dengan Ferro Sulfat adalah nilai ekivalensinya. Kalau Ferro adalah Fe
2+
sedangkan Ferri adalah Fe
3+
.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Persamaan Reaksinya adalah
Fe
2
SO
4 3
+ 3CaHCO
3 2
→ 2FeOH
3
↓ + 3CaSO
4
+ 6CO
2
Reynold,176 4. Koagulan Ferri Clorida
Persamaan reaksi dari Ferri Clorida dengan Bikarbonat yang bersifat alkali dari Ferri Hidroksida
2FeCl
3
+ 3CaHCO
3 2
→ 2FeOH
3
↓ + 3CaSO
4
+6CO
2
Atau 2FeCl
3
+ 3CaOH
2
→ 2FeOH
3
↓ + 3CaCl
2
Reynold,176 Pada tahap Koagulasi, pengaduk yang digunakan biasa isebut Impellerr.
Sedangkan jenis – jenis impeller ada 3, yaitu: 1. Turbine Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 30-50 dari diameter atau lebar bak koagulasi. Kecepatan putarannya 10-150 rpm.
Gambar 2.14. Type – type Turbine Impeller Reynold,184
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan 2. Paddle Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 50-80 dari diameter atau lebar bak koagulasi, dan lebar paddle biasanya 16–110 dari diameternya.
Kecepatan putarannya 20-150 rpm.
Gambar 2.15. Type – type Paddle Impeller Reynold,186
3. Propeller Impeller Diameter impeller jenis ini biasanya 1 atau 2 – 18 inchi. Kecepatan
putarannya 400-1750 rpm.
Gambar 2.16. Type – type Propeller Impeller Reynold,186
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Jenis-jenis flokulasi, yaitu:
1. Flokulasi mekanis
Hampir sama dengan Koagulasi menggunakan impeller sebagai pengaduk. Hanya saja alirannya lambat atau turbulen.
Gambar 2.17. Flokulasi Mekanis. a Dengan Paddle, b Dengan Turbine, c
Dengan Propeller Rich, 69 2.
Flokulasi hidrolis Flokulasi dengan gravitasi, ciri – ciri Flokulasi Hidrolis :
a. Tidak peka terhadap perubahan kualitas air b. Hidrolis dan parameter menyebabkan fungsi flokulasi menjadi lambat dan
tidak bisa menyesuaikan c. Kehilangan tekanan relative besar
d. Tidak mudah dibersihkan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Macam – macam Flokulasi Hidrolis :
1. Baffle channel flocculator
Gambar 2.18. Horizontal
Flow Baffle Channel SculztOkun, 109
Gambar 2.19. Vertical
Flow Baffle Channel SculztOkun, 110
2. Gravel bed flocculator
Gambar 2.20. Gravel Bed Floculator SculztOkun, 122
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan 3. Hidrolic jet flokulator
Gambar 2.21. Hidraulic Jet Floclator SculztOkun, 117
4. Flokulasi pneumatis Flokulasi Pneumatis adalah dengan injeksi udara dari compressor
dengan tekanan kedalam air.
II.2.3. Secondary Treatment Pengolahan Sekunder
Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara
aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 60 - 90 serta 40 - 90 TSS. Qasim,52.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
II.2.3.1. Proses Biologi secara Aerobik
Unit proses pengolahannya antara lain:
a Activated Sludge
Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah
prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO
2
dan H
2
O, sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan
dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge, yaitu: 1. Kovensional
Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi dan
oksidasi bahan organic
Gambar 2.22. Activated sludge sistem konvensional Reynold,427
2. Non Konvensional a Step Aeration
- Merupakan type plug flow dengan perbandingan FM atau subtrat dan mikroorganisme menurun menuju outlet.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan - Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan masuk
untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.
- Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek
Gambar 2.23. Step Aerasi Reynold,.441
b Tapered Aeration Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih
tinggi.
Gambar 2.24. Tapered Aeration Reynold, hal.430
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan b Contact Stabilization
Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu : -
Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik untuk memproses lumpur aktif.
- Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik
yang mengasorb proses stabilasi .
Gambar 2.25. Contact Stabilization Reynold,.442
c Pure Oxigen Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi.
Keuntungannya adalah
mempunyai perbandingan
subtrat dan
mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek.
Gambar 2.26. Pure Oxygen Reynold,.449
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan d High Rate Aeration
Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini maka
akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar.
Gambar 2.27. High Rate Aeration e
Extended Aeration Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention
td lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan lebih sedikit.
Gambar 2.28. Extended Aeration Reynold,444
influent Secondary
clarifier
reaktor Effluent
Sludge return Sludge
waste
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan e Oxydation Ditch
Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis, kecepatan aliran 0,25 - 0,35 ms.
Gambar 2.29. Oxydation Ditch Reynold, 444
b Aerobic Lagoon
Aerobik lagoon adalah salah satu bentuk pengolahan biologis yang sederhana. Kolam stabilisasi secara biologis akan membutuhkan area yang luas
dengan kedalaman yang dangkal. Dengan kolam semacam ini maka kondisi
aerobik akan terpelihara dengan adanya alga dan bakteri.
Kolam stabilisasi secara aerobik mengandung bakteri dan algae dalam kondisi aerobik disepanjang kedalaman. Ada dua tipe pengolahan aerobik lagoon,
yaitu tipe high rate yaitu dengan memaksimalkan produksi algae, pada kedalaman lagoon sekitar 15 – 45 cm.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Tipe yang kedua biasanya disebut sebagai oksidation atau stabilisation
lagoon, dengan cara memaksimalkan konsentrasi oksigen yang dihasilkan, kedalaman lagoon sampai 1,5m. Untuk mencapai hasil terbaik, lagoon diaduk
secara periodik dengan pompa atau surface aeration.
Prinsip pengolahan ini adalah, bahan organik yang terlarut dalam air dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan oksigen yang
dihasilkan oleh algae yang tumbuh disekitar permukaan air. Proses reaksi
fotosintesis dan reaksi yang dilakukan algae dapat ditulis sebagai berikut:
Photosintesis: CO
2
+ 2H
2
O + cahaya matahari →
CH
2
O + O
2
+ H
2
O Sel Baru Algae
Respirasi CH
2
O + O
2
→ CO
2
+ 2H
2
O
Gambar 2.30. Aerobic Lagoon Archeivala,hal.178
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
c Aerated Lagoon
Aerated lagoon merupakan pengembangan dari aerobik lagoon yaitu dengan memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban organik yang
tinggi. Pada proses aerated lagoon pada prinsipnya sama dengan extended aeration pada proses lumpur aktif, poerbedaannya terletak pada kedalaman air
yang dangkal dan oksigen diperoleh dari surface aerator atau diffuser aerator. Dalam aerated lagoon semua zat padat dipertahankan dalam keadaan tersuspensi.
Pada sistem ini tanpa dilakukan dan biasanya diikuti dengan kolam pengendapan yang besar.
Gambar 2.31. Aerated Lagoon Archeivala,hal.195 d
Kolam Fakultatif
Kolam fakultatif merupakan kolam dengan kedalaman 1 – 2,5 meter. Pada kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona yaitu zona aerobik di bagian
atas, zona fakultatif di bagian tengah, dan zona anaerobik di bagian bawah atau dasar kolam. Proses penurunan BOD atau organik COD terjadi karena adanya
aktivitas reaksi simbiosis antara algae dan bakteri.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Algae yang menempati bagian atas akan melakukan fotosintesis pada
siang hari, sebagai hasilnya produksi oksigen yang cukup tinggi terjadi pada siang
hari.
Oksigen terlarut yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh bakteri aerob untuk proses penguraian zat organik dalam air buangan sebagai BOD. Pada
bagian ini terjadi proses biologi secara aerobik full aerobic, dan pada bagian ini juga dimungkinkan terjadinya proses nitrifikasi. CO
2
yang dihasilkan oleh bakteri
akan digunakan oleh algae sebagai sumber karbon pada proses fotosintesis.
Pada lapisan kedua jumlah oksigen relatif lebih sedikit. Hal ini disebabkan berkurangnya algae atau cahaya matahari yang masuk ke lapisan ini. Kondisi yang
ada adalah antara aerobik dan anaerobik. Pada siang hari mendekati aerobik dan pada malam hari cenderung
anaerobik sehingga disebut sebagai kondisi fakultatif. Bakteri yang berperan
dinamakan bakteri fakultatif.
Pada lapisan di atas dasar kolam terjadi proses anaerobik atau tanpa adanya oksigen. Zat padat yang mudah mengendap atau mikro organisme yang
mati akan mengendap di dasar kolam. Pada kondisi demikian terjadi dekomposisi zat organik secara anaerobik dan dihasilkan gas-gas CO
2
, NH
3
, H
2
S, dan CH
4
. Proses denitrifikasi juga dimungkinkan terjadi di zona ini.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.32. Kolam Fakultatif Archeivala,hal.178
II.2.3.2. Proses Biologi secara An Aerobik a
UASB Up Flow An Aerobic Sludge Blanket
Pada prinsipnya reaktor UASB terdiri dari lumpur padat yang berbentuk butiran. Lumpur atau sludge tersebut ditempatkan dalam suatu reaktor yang
didesain dengan aliran ke atas. Air limbah mengalir melalui dasar bak secara merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan tetap berada
atau tertahan dalam reaktor. Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air limbah
akan menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam reaktor. Biasanya kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 – 0,3 mjam. Untuk
mencapai formasi sludge blanket yang memuaskan, pada saat kondisi hidrolik puncak debit puncak kecepatan dapat mencapai antara 2 – 6 mjam
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong sludge
tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya densitas butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar reaktor dan
kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat gas-solid-liquid separator yang
ditempatkan di bagian atas reaktor. Gas yang terbentuk dapat ditampung dalam separator tersebut dan sludge dikembalikan lagi ke reaktor.
Masalah yang dihadapi pada UASB terutama adalah sludge yang bergerak naik yang disebabkan oleh turunnya densitas sludge. Disamping itu juga turunnya
aktivitas spesifik butiran. Beragamnya densitas sludge memberikan ketidak seragaman sludge blanket sehingga sebagai akibatnya sludge akan ikut keluar
reactor. Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air limbah juga merupakan masalah operasi yang serius. Suspended solid dapat
menyebabkan penyumbatan clogging atau channeling. Adsorbsi suspended solid pada sludge juga akan mempengaruhi proses air limbah yang mengandung protein
atau lemak menyebabkan pembentukan busa.
Keuntungan :
- Kebutuhan energi rendah
- Kebutuhan lahan sedikit
- Biogas berguna
- Kebutuhan nutrien sedikit
- Sludge mudah diolahdikeringkan
- Tidak mengeluarkan bau dan kebisingan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan -
Mempunyai kemampuan terhadap fluktuasi dan intermitten load
Gambar 2.33. UASB
MetcalfEddy,1006
Gambar 2.34. a Proses di dalam UASB, b Reaktor UASB dengan Sedimentasi
dan Recycle Lumpur, c Reaktor UASB dengan Media yang menghasilkan Biofilm. MetcalfEddy,1006
b An Aerobic lagoon
Pada anaerobik lagoon kedalaman air dapat mencapai 6 meter. Kondisi anaerobik dapat dicapai dengan memberikan beban organik yang tinggi sehingga
terjadi deoksigenisasi, adanya lapisan scum busa pada permukaan air kolam berguna untuk mencegah masuknya oksigen dari atmosfer. Pada kondisi ini bahan
organik akan mengalami stabilisasi yang merupakan hasil kerja bakteri anaerobik
thermophilik dengan proses digestion.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Proses pengolahan yang terjadi analog dengan single stage anaerobic
digestion dimana asam organik dibentuk oleh bakteri dengan memecah organik komplek. Selanjutnya asam yang terbentuk diubah menjadi gas methane, gas
karbon dioksida, sel dan produk lain yang stabil. Air baku yang diolah bercampur di bagian bawah, hal ini dicapai dengan
cara melakukan pemasangan pipa inlet di bagian dasar kolam menuju ke tengah kolam. Pipa inlet dalam keadaan terbenam pada kolam.
Bahan yang mudah mengapung seperti minyak, lemak dan zat padat yang ringan akan berada di bagian permukaan air dan biasanya menutupi seluruh
permukaan air. Dengan demikian panas yang dihasilkan di seluruh kedalaman kolam dapat dipertahankan.
Pada tipe ini tidak diperlukan pemanasan, equalisasi, mixing, maupun sirkulasi lumpur. Keutamaan dari pengolahan jenis adalah mempunyai
kemampuan mengolah dengan beban yang tinggi serta tahan terhadap perubahan
debit dan kualitas air limbah shock loading. Untuk mencegah terjadinya perembesan air limbah pada dinding dan dasar kolam dapat dipasang lapisan
kedap air misal: plastik, clay.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangun
Gambar
c Fluidized Bed
Merupakan re debit tertentu. Pada
berukuran kecil seba berada pada kondisi
secara vertikal denga dicapai dengan menga
Ukuran dan de operasi dan ekonomis
sehingga reaktor dalam
unan Pengolahan Air Bangunan
bar 2.35. Anaerobik Lagoon MetcalfEddy,10
ed Reactor
reaktor dengan media pasir yang dialiri air a reaktor ini banyak biomassa menempel pa
ebagai biofilm. Biomassa yang menyelimuti isi terekspansi [bergerak melayang- layang
ngan aliran keatas up flow]. Besarnya kec ngatur besarnya tingkat resirkulasi.
densitas dari media merupakan penentu dari k is tidaknya reator. Dalam reaktor ini tidak ada
lam keadaan tertutup. 41
,1024
ir limbah dengan pada media yang
ti partikel media g atau terfluidasi
kecepatan partikel
i kestabilan sistem da injeksi oksigen
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
F lu id iz e d B e d
R e cy c le P u m p
In flu e n t
S a n d T ra p E fflu e n t
G a s
Gambar 2.36. Fluidized Bed Reactor
d Fixed Bed Reactor
Prinsip operasi dari fixed bed reactor adalh air limbah yang dapat menuju keatas up flow ataupun kebawah down flow melalui suatu kolam yang terisi
media pendukung. Permulaan media tersebut berfungsi untuk menempel mikroba dan menangkap flok yang tidak bisa menempel. Mikroba yang menempel
bertanggung jawab dalam proses stabilisasi air limbah .Pada saat awal prose perlu seeding dengan merendam media filter di dalam sptictank.
Suatu saat biofilm akan menempel sehingga terjadi clogging oleh karena itu perlu di lakukan penggelontoran. Apabila carbon bed sudah jenuh maka carbon
bed akan digantikan dengan yang baru
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
U n d e r d r a i n S y s t e m W a s t e
I n f l u e n t I n f l u e n t D i s t r i b u t o r
S u r f a c e W a s h C a r b o n B e d
W a s h W a t e r T r a n s p o r t W a t e r
E f f l u e n t C
a rb
o n
S lu
rr y
L ln
e D r a i n
D r a i n T r a n s p o r t W a t e r
S p
e n
i C
a rb
o n
D ra
m T
a n
k R
e g
e n
e ra
te d
C a
rb o
n I
n v
e n
tu ry
T a
n k
Gambar 2.37. Fixed Bed Reactor
II.2.3.3. Proses Biologis dengan Bio Film a
Trickling Filter
Tricling filter menurunkan beban organik yang terdapat dalam air buangan dengan cara mengalirkannya pada media yang permukaannya diselimuti oleh
lumpur aktif sebagai biological film. Filter yang digunakan batua-batuan, pasir, granit dan lain-lain dalam berbagai ukuran mulai dari diameter 34 in sampai
dengan diameter 2,5 in. Proses yang terjadi adalah proses biologis yang
memerlukan oksigen aerobik. Cara kerja Tricling filter :
Air limbah dari pengolahan primer dialirkan masuk melalui pipa yang berputar diatas suatu lahan dengan media filter, beban organik yang ada dalam
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan limbah disemprotkan diatas media, dan diuraikan oleh mikroorganisme yang
menempel pada media filter. Bahan organik sebagai substrat yang terlarut dalam
air limbah di absorbsi dalam biofilm antar lapisan berlendir.
Pada lapisan bagian luar biofilm, bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme mempertebal lapisan
biofilm, oksigen yang terdifusi dapat dikomsumsi sebelum biofilm mencapai ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh maka oksigen tidak
dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada bagian dalam atau pada
permukaan media akan berad pada kondisi anaerobik.
Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan , dan bahan organik yang diabsorbsi dapat diuraikan oleh mikroorganisme namuin tidak
mencapai mikroorganisme yang berada pada permukaan media. Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada
bagian permukaan media, sehingga mikroorganisme sekitar permukaan media mengalami fase endogenous atau kematian. Pada akhirnya mikroorganisme
sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media, cairan yang masuk akan ikut melepas atau mencuci dan mendorong biofilm keluar setelah itu lapisan biofilm
baru akan segera tumbuh. Fenomena lepasnya biofilm dari media tersebut disebut sloughing dan hal ini fungsi dari beban organik dan beban hidrolik pada trickling
filter tersebut. Beban hidrolik memberikan kecepatan daya gerus biofilm sedangkan
beban organik memberikan kecepatan daya dalam biofilm. Berdasarkan beban
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangun hidrolik dan organik
high rate.
Trickling filte pertumbuhan mikroor
25-100 mm, kedalam mencapai 12 m yang d
Air limbah distributor yang dapa
mengumpulkan biofi sedimentasi. Bagaian
filter sebagai air peng
unan Pengolahan Air Bangunan ik maka dapat dikelompokan tipe trickling filt
ilter terdiri dari suatu bak dengan media pe organisme. Filter media biasanya mempunyai u
aman filter berkisar 0,9-2,5m rata-rata 1,8 m
g disebut sebagai tower trickling filter.
didistribusikan pada bagaian atas denga pat berputar. Filter juga dilengkapi dengan un
ofilm yang mati untuk kemudian diendapak an cairan yang keluar biasanya dikembalikan
ngencer air baku yang diolah.
Gambar 2.38. Trikling Filter
filter low rate dan
permeable untuk ai ukuran diameter
media filter dapat
gan satu lengan underdrain untuk
pakan dalam bak an lagi ketrickling
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
b RBC Rotating Biological Contractor
RBC menurunkan biomassa sebelum diendapkan pada bak pengendap dengan cara yaitu RBC yang terdiri dari suatu piringan seri berbentuk lingkaran
yang terbuat dari bahan PVC, disusun secara vertikal dengan menghubungkan satu sama lain dengan satu sumbu, sehingga piringan tersebut dapat berputar.
Sebagian piringan tersebut tercelup dalam air limbah yang diolah dimana akan tumbuh biofilm dan menempel pada permukaan piringan dalam bentuk lendir.
Pada saat berputar bagian piringan yang tercelup air akan menguraikan zat organik yang terlarut dalam air, sedangkan pada saat kontak dengan udara,
biomassa akan mengabsorpsi oksigen sehingga tercapai kondisi aerobik dan biomassa yang berlebihan akan terbawa keluar.
Keuntungan RBC : 1 Waktu kontak yang tidak terlalu lama, biasanya
≤ 1 jam karena luas
permukaan besar. 2 Dapat mengolah air limbah pada kisaran kapasitas yang besar, dari
≤ 1000 galhari sampai
≥ 100.000 galhari.
3 Tidak diperlukan recycle. 4 Biomassa yang terlepas sloughing mudah dipisahkan dari air yang
sudah diolah. 5 Biaya operasi cukup murah karena tidak diperlukan keahlian khusus
untuk operatornya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangun
II.2.3.4. Nitrifikasi – a
Nitrifikasi
Nitrifikasi me Nitrifikasi menjadi sa
itu disebabkan karena −−−−
Air limbah yang
pertumbuhan alga yan −−−−
Adanya nitrifikasi
DO, disebabkan k mengkonsumsi DO.
−−−− NH
4
juga bersifat −−−−
NH
4
juga mengk chlor untuk desinfekta
unan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.39. RBC
– Denitrifikasi
merupakan proses konvensi nitrogen ammonia salah satu proses yang sangat penting untuk d
na : ng banyak mengandung N organic cenderu
ang pada akhirnya akan menimbulkan eutrophi asi akan menyebabkan turunnya konsentrasi
karena pada setiap tahap reaksi dalam
at tixic terhadap kehidupan air. gkonsumsi dosis klorine yang berakibat naik
ktan. 47
nia menjadi nitrat. k diperhatikan hal
rung merangsang phikasi diperairan.
si oksigen terlarut nitrifikasi akan
aiknya kebutuhan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Proses konveksi nitrogen ammonia menjadi nitrat melibatkan bakteri
autrotrof. Bakteri ini adalah bakteri yang menggunakan sumber energi dari cahaya matahari photoautrotrof.
Maupun dari hasil oksidasi bahan anorganik chemoautrotrof. Sumber karbon berasal dari fiksasi karbondioksida. Bakteri autrotrof genus Nitrosomonas
dan Nitrobacter adalah jenis bakteri yang memegang peran peting dalam proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi yang dilaksanakan oleh oraganisme autrotrof dan
berlangsung dalam dua tahap, yaitu : 1. Tahap nitritasi yaitu tahap oksidasi ion ammonia NH
4 +
menjadi ion nitrit NO
2
dan dilaksanakan oleh bakteri nitrosomonas, dengan reaksi sebagai berikut: 2NH
4
+ 3O
2
NITROSOMONAS
2NO
2
+ 2H
2
O + 4H
+
2. Tahap nitrat yaitu tahap oksidasi ion nitrit menjadi nitrat NO
3
dan dilakukan oleh nitrobacter dengan reaksi :
2NO
2 -
+ O
2
NITROSOMONAS
2NO
2 -
Proses nitrifikasi dapat diterapkan pada system Lumpur aktif CFSTR. Atau plug flow dengan resirkulasi dan biofilm trickling filter dan cakram
biologis. Dalam proses pengolahan Lumpur aktif dapat dilakukan secara terpisah
dalam tangki yang berbeda maupun dalam satu tangki dengan proses kombinasi. Gambar berikut merupakan jenis pengolahan ammonia dengan nitrifikasi dengan
cara Lumpur aktif :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.40. Nitrifikasi cara lumpur aktif
Dasar pemilihan antara system satu dengan satu tangki atau dua tangki aerasi biasanya dengan memperhatikan perbandingan BOD
5
TKN, untuk : -
BOD
5
TKN 3, menggunakan system terpisah two stage -
BOD
5
TKN 5, menggunakan satu tangki single stage
b Denitrifikasi
Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat menjadi gas nitrogen N
2
secara biologi pada kondisi anoxic tanpa oksigen. Bakteri yang bertanggungjawab
dalam proses denitrifikasi adalah jenis heterotrof. Nitrit dan nitrat sebagai aseptor electron, sedangkan organic karbon sebagai donor electron.
Penyisihan carbon-nitrifikasi Clarifier
a. single stage combination
Penyisihan C Clarifier nitrifikasi Clarifier b. gambar two stage
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Dalam air buangan rendah, biasanya ditambahkan methanol CH
3
OH sebagai sumber karbon, sedangkan sumber energi diperoleh dari hasil reaksi
anorganik. Bakteri yang melakukan proses denitrifikasi meliputi : achromobacter,
Alcaligenes, Bacillus, Brevibacterium, F lavobacterium, Laccthobacterium dan lainnya.
Ada dua tahap konveksi dalam proses denitrifikasi yaitu : - Tahap nitrat menjadi nitrit
- Tahap nitrit menjadi gas nitrogen Sehingga keseluruhan proses secara berurutan adalah :
NO
3
→ NO
2
→ NO → N
2
O →N
2
II.2.4. Tertiary Treatment
Pengolahan ini adalah kelanjutan dari pengolahan terdahulu, oleh karena itu pengolahan jenis ini akan digunakan apabila pada pengolahan pertama dan
kedua, banyak zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum. Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan
kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah khusus diantaranya yang mengandung fenol,
nitrogen, fosfat, bakteri patogen dan lainnya. Unit pengolahan tersier ini terdiri dari :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangun
a Carbon Aktif
Pengolahan a digunakan sebagai pr
terlarut yang ada deng bisa dihilangkan. Sela
bahan organik fenol
Gambar 2.41. Karbon
MetcalfEddy,1151
b Ion Exchange
Untuk limbah bahan anorganik, p
karena ion-ion cender sehingga cara pengola
ion exchange baik io
unan Pengolahan Air Bangunan
tif
air limbah dengan menggunakan karbon proses kelanjutan dari pengolahan secara bi
engan cara menyerap partikel yang berada dala elain itu proses ini juga bisa menghilangkan b
ol, merkuri dan lain-lain.
bon Aktif
51
ge
ah cair yang bahan pencemarnya larut dan m , pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan
derung menjadi permukaan yang berbatasan d olahan yang dipilih untuk jenis tersebut adalah
ion positif maupun ion negatif. 51
n aktif biasanya biologis. Organik
alam partikel juga bau, warna, rasa,
n membentuk ion gan cara adsorbsi,
dengan absorber, lah pertukaran ion
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Secara garis besar prosesnya serupa dengan adsobsi yaitu dengan
mengkontakkan limbah dengan bahan aktif penukaran ion yang siap memberi ion H
+
atau OH
-
ke limbah dan menerima ion positif atau ion negatif dari limbah. Keadaan jenuh juga akan dialami oleh bahan aktif penukar ion, yang pemulihan
keaktifanya dapat dilakukan melalui proses regenerasi. Limbah biasanya menggunakan proses ion exchange antara lain yang mengandung logam, misalnya
Na
2+
, Ca
2+
, Cu, Ni, Cr, Mg
2+
, Fe, Co.
Gambar 2.42. Ion Exchange Reynold,383
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
c Secondary Clarifier
Fungsinya sama dengan Bak pengendap, tetapi clarifier biasanya di tempatkan setelah pengolahan kedua pengolahan Biologis.
Gambar 2.43. Clarifier. a Denah, b Tampak Samping Reynold,251
II.2.5. Sludge Treatment Pengolahan Lumpur
Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari
lingkungan dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan Sludge dalam disposal sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal
ini disebabkan karena : a. Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel
untuk menimbulkan bau. b. Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi
dari bahan organik. c. Hanya sebagian kecil dari sludge yang mengandung solid 0,25 -
12 solid. Tujuan utama dari pengolahan lumpur adalah :
- Mereduksi kadar lumpur
- Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk
dan sebagai penguruk lahan yang sudah aman. Unit pengolahan lumpur meliputi :
a Sludge Thickener
Sludge thickener adalah suatu bak yang berfungsi untuk menaikkan kandungan solid dari lumpur dengan cara mengurangi porsi fraksi cair air,
sehingga lumpur dapat dipisahkan dari air dan ketebalannya menjadi berkurang atau dapat dikatakan sebagai pemekatan lumpur.
Tipe thickener yang digunakan adalah gravity thickener dan lumpur berasal dari bak pengendap I dan pengendap II. Pada sistem gravity thickener ini,
lumpur diendapkan di dasar bak sludge thickener.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.44. Sludge Thickener McCabe,SmithHarriot,1011 b
Sludge Digester
Sludge digester berfungsi untuk menstabilkan sludge yang dihasilkan dari proses lumpur aktif dengan mengkomposisi organik material yang bersifat lebih
stabil berupa anorganik material sehingga lebih aman untuk dibuang.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Gambar 2.45. Sludge Digester
c Sludge Drying Bed
Sludge drying bed merupakan suatu bak yang dipakai untuk mengeringkan lumpur hasil pengolahan dari thickener. Bak ini berbentuk persegi panjang yang
terdiri dari lapisan pasir dan kerikil serta pipa drain untuk mengalirkan air dari lumpur yang dikeringkan. Waktu pengeringan paling cepat 10 hari dengan
bantuan sinar matahari.
Gambar 2.46. Sludge Drying BedArcheivala,551
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
II.3. Persen Removal
Tabel 2.4
Unit Pengolahan Removal
Sumber I. Pre Teatment
- Screening 20 – 35 SS
Syed R.Qasim, WWTP Planning, Design, and
Operation, hal 156
II. Primary Treatment
- Grit Chamber ≤ 100 Pasir
ReynoldRichard, Unit Operations Processes in
Env.Engineering, 2nd edition, hal 152
- Bak Equalisasi 10 – 20 BOD
23 – 47 SS ReynoldRichard, Unit
Operations Processes in Env.Engineering, 2nd
edition, hal 158 - Flotasi
1. Disolved Air Flotation 70 – 85 Oil
50 – 85 SS 20 – 70 BOD
10 – 60 COD Cavaseno, Industrial
Wastewater and Solid Waste Engineering, hal.14
Floculation – Flotation……
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Unit Pengolahan Removal
Sumber
2. Floculation - Flotation 97 Oil
75 Solid 80 BOD
80 COD Cavaseno, Industrial
Wastewater and Solid Waste Engineering, hal.14
- Bak pengendap I 50 – 70 SS
25 – 40 BOD Metcalf Eddy, WWET
Disposal, and Reuse 4th edition, hal 396
- Netralisasi pH 6,5 – 9
ReynoldRichard, Unit Operations Processes in
Env.Engineering, 2nd edition, hal 161
- Koagulasi - Flokulasi 58 BOD
63 COD 33 TSS
93 Cr Eckenfelder, Jr., Industrial
Water Pollution Control, 3th edition, hal 156
Secondary Treatment……
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Unit Pengolahan Removal
Sumber III. Secondary Treatment
III.1. Aerob
a. Activated Sludge 80 – 99 BOD
50 – 95 COD 60 – 85 SS
80 – 99 Oil 95 – 99 Phenol
33 – 99 NH
3
97 – 100 H
2
S Cavaseno, Industrial
Wastewater and Solid Waste Engineering, hal.15
1. Konvensional 95 – 99 BOD
80 – 90 TSS Wastewater Treatment
Plants, Syed R Qasim hal 53.
2. Non Konvensional - Step Aeration
85 – 95 BOD ReynoldRichard, Unit
Operations Processes in Env.Engineering, 2nd
edition, hal 429 - Tapered Aeration
85 – 95 BOD - Contact Stabilization
80– 90 BOD - Pure Oxygen
85 – 95 BOD - High Rate Aeration
75 – 90 BOD - Extended Aeration
75 – 95 BOD
Oxydation Ditch……
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Unit Pengolahan Removal
Sumber
- Oxydation Ditch 75 – 95 BOD
ReynoldRichard, Unit Operations Processes in
Env.Engineering, 2nd edition, hal 445
b. Aerated Lagoon 75 – 95 BOD
60 – 85 COD 40 – 65 SS
70 – 90 Oil 90 – 99 Phenol
95 – 100 H
2
S Cavaseno, Industrial
Wastewater and Solid Waste Engineering, hal.16
III.2. An Aerob
a. UASB 90 – 95 COD
Metcalf Eddy, WWET Disposal, and Reuse 4th
edition, hal 1007 b. An Aerobic Lagoon
80 – 90 COD Metcalf Eddy, WWET
Disposal, and Reuse 4th edition, hal 1026
c. Fluidized Bed Reactor 90 COD
Metcalf Eddy, WWET Disposal, and Reuse 4th
edition, hal 1022
Fixed Bed Reactor……
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
Unit Pengolahan Removal
Sumber
d. Fixed Bed Reactor ≤ 90 COD
Metcalf Eddy, WWET Disposal, and Reuse 4th
edition, hal 1019
III.3. Bio Film
a. Trickling Filter 1. Low Rate TF
2. Intermediate Rate TF 3. High Rate TF
4. Super Rate TF 90 – 95 BOD
85 – 90 BOD 85 – 90 BOD
60 – 80 BOD ReynoldRichard,
Unit Operations Processes in
Env.Engineering, 2nd
edition, hal 527 b. RBC
s.d. 90 BOD Metcalf Eddy, WWET
Disposal, and Reuse 4th edition, hal 937
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan
II.4. Profil Hidrolis