Jaringan Saraf Biologi Manusia Jaringan Saraf Tiruan

8 single layer. Pada tahun 1986, Rumelhart mengembangkan perceptron menjadi backpropagation, yang memungkinkan jaringan diproses melalui beberapa layer. 2.2.2. Pengertian jaringan saraf tiruan Jaringan saraf tiruan adalah pemrosesan suatu informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi Fausett, 1994. Jaringan Saraf Tiruan dibentuk untuk memecahkan suatu masalah tertentu seperti pengenalan pola atau klasifikasi karena proses pembelajaran Smith, 1996. Jaringan saraf tiruan dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologi, dengan asumsi bahwa : a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana neuron. b. Sinyal dikirirnkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung. c. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal d. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi biasanyabukan fungsi linier yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang Dapat dilihat pada tabel 2.1 perbedaan antara jaringan saraf tiruan dengan jaringan saraf biologi Medsker Liebowitz, 1994. Tabel 2.1 Perbedaan Saraf Biologi dengan Jaringan Saraf Tiruan Medsker Liebowitz, 1994 Jaringan Saraf Biologi Manusia Jaringan Saraf Tiruan JST Soma Node simpul Dendrit Input Axon Output Synapse Weight bobot Slow speed Fast speed Terdiri dari banyak Neuron 10 9 Beberapa Neuron 2.2.3. Arsitektur jaringan Arsitektur jaringan merupakan salah satu hal terpenting dalam jaringan saraf tiruan. 9 W 11 W 1j W 11 W i1 W ij W im W nm W nj W nm Neuron-neuron pada jaringan diatur menjadi layer-layer. Di dalam tiap layer, neuron- neuron biasanya memiliki fungsi aktivasi yang sama serta pola hubungan yang sama dengan neuron-neuron yang lain. Pengaturan neuron-neuron ke dalam layer dan pola hubungan antar layer dinamakan arsitektur jaringan saraf tiruan. Jaringan saraf tiruan umumnya diklasifikasikan sebagai single layer network dan multilayer network. a. Single Layer Network Dalam jaringan single layer, input layer x berhubungan langsung dengan ouput layer y. Masing- masing input terhubung dengan bobot w dan menghasilkan output yang berbeda tergantung dari input yang ada. Selama proses training, bobot-bobot akan dimodifikasi berdasarkan aturan tertentu agar menghasilkan keakuratan yang tepat. Dapat dilihat pada gambar 2.2 gambar dari single layer network. Gambar 2.2 Single Layer Network Fausett, 1994 b. Multilayer Network Jaringan ini merupakan pengembangan dari single layer network. Pada model ini, jaringan mempunyai layer tambahan atau yang sering disebut dengan hidden layer Z. Keunggulan model ini adalah adalah kemampuannya untuk menghasilkan output yang lebih akurat dari model pertama. Dapat dilihat pada gambar 2.3 gambar multilayer network. X 1 Y 1 X i Y j X n Y m Unit output Unit input 10 V 11 V1j V 1p V n1 V np V i1 Vip V ij V nj W 11 W 1k W j1 W 1m W jk W jm W p1 W pk W pm Gambar 2.3 Multilayer Network Fausett, 1994 2.2.4. Manfaat Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Berikut manfaat menggunakan Jaringan saraf tiruan. a. Bersifat adaptif terhadap perubahan parameter yang mempengaruhi karakteristik system. b. Dapat dilatih untuk memberikan keputusan dengan memberikan set pelatihan sebelumnya untuk mencapai target tertentu, sehingga jaringan saraf tiruan mampu membangun dan memberikan jawaban sesuai dengan informasi yang diterima pada proses pelatihan. c. Mempunyai struktur paralel yang terdistribusi. Artinya, komputasi dapat dilakukan oleh lebih dari satu elemen pemroses yang bekerja secara simultan. d. Mampu mengklasifikasi pola masukan dan pola keluaran. Melalui proses penyesuaian, pola keluaran dihubungkan dengan masukan yang diberikan oleh jaringan saraf tiruan. Jaringan saraf tiruan ditentukan oleh 3 hal. 1. Pola hubungan antar neuron Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian jaringan saraf tiruan. Neuron terdiri dari 3 elemen pembentuk. Elemen-elemen pembentuk neuron tersebut sebagi yaitu, Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi, unit X 1 Y 1 X i Y k X n X m Unit output Unit input X Z 1 Z j Z p Unit hidden Z 11 penjumlah yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang sudah dikalikan dengan bobotnya, fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke neuron lain atau tidak. 2. Metode menentukan bobot penghubung 3. Fungsi aktivasi Fungsi aktivasi merupakan suatu fungsi yang akan mentransformasikan suatu inputan menjadi suatu output tertentu. Pada jaringan saraf tiruan suatu informasi akan diterima oleh inputan. Inputan ini akan diproses melalui suatu fungsi perambatan. Fungsi ini akan menjumlahkan sejumlah inputan, hasil dari penjumlahan ini kemudian akan dibandingkan dengan nilai ambang threshold tertentu melalui fungsi aktivasi terhadap setiap neuron. Jika nilai yang dihasilkan melewati nilai ambang maka neuron tersebut akan diaktifkan jika tidak maka neuron tidak diaktifkan. Artinya neuron akan menghasilkan suatu nilai output jika threshold dilewati. 2.2.5. Paradigma pembelajaran Berikut 2 macam paradigma pembelajaran yang dikenal a. Supervised learning Supervised learning adalah proses pembelajaran dengan memberikan latihan untuk mencapai suatu target keluaran yang ditentukan. Supervised learning adalah mencari algoritma dari kasus yang ada untuk menghasilkan hipotesis umum, yang kemudian membuat prediksi tentang kasus kedepannya Kotsiantis, 2007. Supervised learning mendapatkan latihan dengan memberikan target keluaran, inisialisasi bobot, maka perubahan masukan akan diadaptasi dengan mengubah bobot interkoneksinya mengikuti algoritma pembelajaran yang ditentukan. Dengan menginisialisasi bobot tiap neuron, jaringan saraf tiruan akan mencari error terkecil, sehingga diharapkan output mendekati target yang diinginkan.Dapat dilihat pada gambar 2.4 proses supervised learning. 12 Input Feature extractor Mechine learning algorithm Label Input Feature extractor Classifier model Label Features Features a Training b Prediction Gambar 2.4 proses supervised learning Bird et al, ,2014 Berdasarkan proses yang dilakukan, kita perlu memperhatikan beberapa hal dalam menyusun set pelatihan, yaitu: 1. Pemberian urutan pola yang akan diajarkan 2. Kriteria perhitungan error 3. Kriteria proses belajar 4. Jumlah iterasi yang harus dilalui 5. Inisialisasi bobot dan parameter awal Contoh jaringan saraf tiruan supervised learning backpropagation, learning vector quatization. b. Unsupervised learning Pada pelatihan unsupervised learning, jaringan tidak mendapatkan target, sehingga jaringan saraf tiruan mengatur bobot interkoneksi sendiri. Unsupervised learning mempelajari bagaimana sistem dapat belajar untuk mewakili pola masukan tertentu dengan cara yang mencerminkan struktur statistik keseluruhan pola masukan Dayan, 1999. Contoh jaringan saraf tiruan unsupervised learning adalah jaringan Kohonen.

2.3. Learning Vector Quantization

Learning Vector Quantization awalnya diusulkan oleh Kohonen sebagai perbaikan dari Vector quantization. Learning vector quantization adalah pendekatan yang 13 digunakan untuk pengklasifikasian Biehl, 2006. Hal ini diterapkan dalam berbagai praktis masalah, termasuk medis dan analisis data. Learning vector quantization merupakan salah satu jaringan saraf tiruan, dan merupakan versi supervised learning dari algoritma Kohonen Self-Organizing Map SOM. Algoritma learning vector quantization bertujuan akhir mencari nilai bobot yang sesuai untuk mengelompokkan vektor-vektor kedalam kelas tujuan yang telah diinisialisasi pada saat pembentukan jaringan Learning vector quantization. Pemrosesan yang terjadi pada setiap vektor adalah mencari jarak antara suatu vektor input ke bobot yang bersangkutan w1 dan w2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.5 Arsitektur jaringan Learning vector quantization. Gambar 2.5 Arsitektur Jaringan Learning Vector Quantization Fausett, 1994 Keterangan: 1. X 1 , X 2 - X 6 merupakan vektor inputan. Kemudian vektor-vektor input tersebut dihubungkan ke vektor W 1 dan W 2. 2. W 1 dan W 2 merupakan vektor bobot pertama dan kedua. W 1 merupakan vektor bobot yang menghubungkan setiap neuron pada lapisan input ke neuron pertama pada lapisan output, sedangkan W 2 merupakan vektor bobot yang menghubungkan setiap neuron pada lapisan input ke neuron yang kedua pada lapisan output. 3. F 1 dan F 2 merupakan fungsi aktivasi pertama dan kedua. Fungsi aktivasi F 1 akan memetakan y_in 1 ke y 1 = 1 apabila ||X – w 1 || ||X – w 2 ||, dan y 1 = 0 jika sebaliknya. Demikian pula dengan yang terjadi pada fungsi aktivasi F 2 , akan X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X-W 1 X-W 2 F 1 F 2 Y_in 1 Y_in 2 Y 1 Y 2 14 memetakan y_in 2 ke y 2 = 2 apabila ||X – w2|| ||X – w1||, dan y 2 = 0 jika sebaliknya. 4. Y 1 dan Y 2 merupakan output pertama dan kedua. Algoritma training learning vector quantization Kusumadewi, 2004. 1. Tetapkan a. Bobot awal variabel input ke-j menuju kelas cluster ke-i. b. Parameter learning rate α c. Pengurangan learning rate Dec α d. Minimal learning rate yang diperbolehkan min α 2. Masukkan: a. Data input:X ij Dengan i = 1, 2, ..., n; dan j = 1, 2, ..., m. b. Target berupa kelas: T k ; Dengan k = 1, 2, ..., n. 3. Tetapkan kondisi awal epoch 4. Kerjakan jika α =min α a. Epoch = epoch + 1; b. Kerjakan untuk i = 1 sampai n i. Tentukan j sedemikian hingga ||X i - W j || ii. Perbaiki W j dengan ketentuan: o Jika T = C j maka: W j = W j + α X i – W j o Jika T ≠ C j maka: W j = W j - α X i – W j c. Kurangi nilai α. Pengurangan α bisa dilakukan dengan: α = α – Dec α; atau dengan Cara: α = α Dec α. Setelah dilakukan pelatihan, akan diperoleh bobot-bobot akhir. Bobot-bobot ini nantinya akan digunakan untuk melakukan simulasi atau pengujian. Algoritma simulasi pengujian 1. Masukkan data yang akan diuji, misal: X ij dengan i = 1, 2, ..., np; dan j = 1, 2, ..., m. 2. Kerjakan untuk i = 1 sampai np