Pembahasan Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan Penelitian

Pada dasarnya terdapat dua metode untuk menentukan efek antibakteri, yaitu uji difusi dan dilusi. Pada metode tes difusi, dilakukan pengukuran terhadap zona hambat inhibisi bakteri yang tergantung pada kelarutan dan difusi bahan coba sehingga kurang efektif untuk menghambat mikroorganisme. Sedangkan metode dilusi lebih efektif karena bahan uji langsung berkontak dengan mikroorganisme sehingga hasil penelitian akan lebih representatif. Oleh karena itu, metode dilusi dipilih dalam penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antibakteri karena lebih representatif dengan ekstrak jahe yang langsung berkontak dengan bakteri Siregar, B., 2011. Proses maserasi dilakukan pada awal ekstraksi terhadap jahe merah dengan tujuan agar sel-sel jahe dapat mengeluarkan senyawa-senyawa aktif yang diyakini mampu menjadi antibakteri seperti gingerol, flavonoid, senyawa fenol, saponin, dan tanin. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut etanol yang memiliki keunggulan yakni tidak bersifat toksik dan dapat melarutkan semua senyawa aktif, baik yang bersifat polar, semipolar, hingga non polar sehingga etanol dapat menarik zat aktif yang terkandung dalam jahe merah tersebut. Senyawa kimia yang dapat disari oleh pelarut etanol lebih banyak dibandingkan menggunakan pelarut metanol ataupun air. Proses ekstraksi dilanjutkan dengan perkolasi yakni mengalirkan senyawa aktif dalam maserat cair dalam tetesan. Penguapan dimaksudkan untuk menurunkan tekanan uap dan titik didih pelarut menurun yang dapat mencegah terurainya kandungan dari hasil ekstraksi Siregar, B., 2011. Berdasarkan uji MIC yang dilakukan terdapat kekeruhan pada seluruh tabung yang menandakan masih terdapatnya koloni bakteri atau ekstrak jahe merah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Pada rak yang berisi bakteri Staphylococcus aureus, dari keseluruhan tabung yang diamati terdapat kekeruhan yang beragam sesuai konsentrasi ekstrak jahe yang dimasukkan. Pengamatan terkendala oleh karena ekstrak yang memberi warna coklat pada media sehingga penilaian terhadap kekeruhan sulit untuk ditentukan. Begitu pula dijumpai kekeruhan pada tabung-tabung yang berisi bakteri Bacillus Universitas Sumatera Utara cereus dengan tingkat kekeruhan yang beragam tiap tabungnya. Pada tabung dengan konsentrasi ekstrak 100 diamati warna coklat pekat yang merupakan warna ekstrak yang telah bercampur dengan media. Hal tersebut sulit untuk menentukan keruh atau tidaknya tabung tersebut yang menandakan penghambatan pertumbuhan bakteri. Hasil yang serupa dijumpai pada tabung-tabung yang berisikan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella pneumoniae. Kekeruhan diamati pada seluruh tabung dengan warna ekstrak yang bercampur dengan media menyulitkan penentuan kekeruhannya yang dibandingkan dengan kontrol positif. Hasil uji MIC tidak ditemukan sehingga tidak dapat diketahui apakah ekstrak jahe merah dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau bakteriostatik terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae. Selain itu hasil penelitian ini dapat menunjukkan pula bahwa tidak dapat diketahuinya apakah terdapat perbedaan efek bakteriostatik yang dimiliki ekstrak jahe merah terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Oleh karena ditemukan kekeruhan pada seluruh tabung dan tidak dapat ditentukan kadar MIC nya, maka uji MBC dilakukan pada keseluruhan tabung pula. Media agar darah dipilih pada uji MBC karena keempat bakteri yang diujikan dapat tumbuh pada media tersebut dengan baik. Setelah suspensi bakteri ditanam dalam agar darah dan diinkubasi selama 24 jam, dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan koloni bakteri pada agar darah tersebut. Hasil uji MBC didapati sama pada ketiga jenis bakteri di semua konsentrasi ekstrak jahe, yakni tidak dijumpai pertumbuhan koloni bakteri baik Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, maupun Klebsiella pneumoniae. Namun pada agar darah Bacillus cereus ditemukan adanya koloni bakteri di semua konsentrasi ekstrak sesuai dengan karakteristik koloni bakteri tersebut pada media agar darah yang dikonfirmasi dengan kontrol positif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak jahe merah memiliki sifat bakterisidal atau dapat membunuh bakteri terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae. Namun ekstrak jahe merah tidak memiliki sifat tersebut terhadap Bacillus cereus. Disamping itu, hasil uji MBC yang dilakukan menujukkan bahwa Universitas Sumatera Utara tidak ada perbedaan aktivitas bakterisidal yang dimiliki oleh ekstrak jahe merah terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Hasil dari penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Karrupiah dan Rajaram 2012 dimana Bacillus sp. termasuk dalam spesies bakteri yang sensitif terhadap aktivitas antibakteri yang dimiliki ekstrak jahe secara difusi dengan zona hambat sebesar 16,55 mm. Beberapa faktor dapat menyebabkan hal ini terjadi, diantaranya adalah perbedaan strain bakteri yang digunakan pada penelitian lain, kadar senyawa aktif ekstrak jahe merah yang berbeda dengan penelitian lainnya, dan kadarnya yang tidak cukup adekuat untuk membunuh bakteri tersebut. Minyak atsiri atau essential oil yang dipercaya memiliki aktivitas antibakteri adalah senyawa yang terkandung dalam rimpang jahe. Minyak atsiri bukan merupakan senyawa yang murni, melainkan campuran dari senyawa organik seperti n-nonylaldehyde, d-camphene, d- β-phellandrene, methyl heptenone, cineol, d-borneol, geraniol, linalool, actates, caprylate, citral, chavicol, dan zingiberene. Senyawa tersebut secara umum dapat digolongkan kedalam golongan terpenoid. Kadar minyak atsiri maupun komponen kimiawi yang terkandung dalam tanaman rimpang jahe yang tumbuh di daerah berbeda dapat berbeda pula. Perbedaan ini disebabkan adanya hubungan kimiawi dari komponen kimia dalam minyak atsiri dengan proses metabolisme sekunder yang terjadi di dalam tanaman. Proses ini dipengaruhi oleh ekosistem, keadaan alam seperti iklim, cuaca, dan kandungan mineral tanah Febriati, A., 2012. Minyak atsiri memiliki tiga zat aktif utama yang diyakini memiliki sifat antibakteri yakni linalool, geraniol, dan sitral. Mekanisme linalool dan geraniol yang merupakan golongan alkohol dalam aktivitas antibakterinya adalah dapat mendenaturasi protein. Sedangkan sitral yang merupakan golongan aldehid dapat menginakativasi beberapa enzim melalui alkilasi dari gugus nukleofil dan dapat pula mendenaturasi protein. Gingerol yang terkandung dalam jahe merah dapat pula merusak membran plasma sel bakteri dengan ion H + yang berasal dari senyawa gingerol dapat menyerang gugus fosfat sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak dapat mempertahankan bentuk membran plasma sehingga terjadi Universitas Sumatera Utara kebocoran plasma sel bakteri yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri bahkan kematian sel bakteri tersebut Kusumawardani, et al., 2008. Berdasarkan hasil MBC relatif pada Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae didapatkan kadar ekstrak terendah yang dapat membunuh bakteri adalah konsentrasi 1,56. Kadar ekstrak jahe merah yang dianggap sebagai konsentrasi 100 adalah 250 mgml, sehingga untuk kadar 50 adalah 125 mgml, diikuti dengan 25 62,5 mgml, 12,5 31,25 mgml, 6,25 12,63 mgml, 3,13 7,83 mgml, dan 1,56 3,9 mgml. Dapat disimpulkan bahwa kadar MIC ekstrak jahe tidak didapatkan pada Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae. Sedangkan kadar MBC relatif ekstrak jahe pada Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae adalah sebesar 3,9 mgml, namun tidak didapatkan pada Bacillus cereus. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Gull, et al. 2012 yang membuktikan adanya efek antibakteri ekstrak jahe terhadap Staphylococcus aureus 0,3 mgml, Pseudomonas aeruginosa 0,4 mgml, dan Klebsiella pneumoniae 0,05 mgml. Selain itu, tidak adanya perbedaan aktivitas antibakteri ekstrak jahe terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 53 68

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 5 68

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 0 13

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 0 2

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jahe terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae secara In vitro

0 0 12

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jahe terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae secara In vitro

0 0 2

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jahe terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae secara In vitro

0 1 4

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jahe terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae secara In vitro

0 0 17

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jahe terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae secara In vitro

0 1 3

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jahe terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae secara In vitro

0 0 5