PENGGUNAAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN CALON MAHASISWA DALAM MENGHADAPI SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SBMPTN) TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

PENGGUNAAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN CALON MAHASISWA

DALAM MENGHADAPI SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SBMPTN) TAHUN PELAJARAN

2014/2015 Oleh:

DESFI DIAN MUSTIKA

Masalah dalam penelitian ini adalah kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Permasalahanya apakah kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN dapat diturunkan dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Tujuan penelitian mengetahui penurunan tingkat kecemasan calon mahasiswa menghadapi SBMPTN menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain one group pretest-postest. Alat ukur yang digunakan adalah angket kecemasan menghadapi SBMPTN. Subyek penelitian 8 calon mahasiswa yang memiliki tingkat kecemasan tinggi dalam menghadapi SBMPTN.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penurunan tingkat kecemasan setelah calon mahasiswa diberikan treatment menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data kecemasan menggunakan uji t, diperoleh thitung=7,136 kemudian dibandingkan dengan t tabel=2,365, karena thitung>ttabel maka dapat disimpulkan teknik desensitisasi sistematis dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.

Saran (1) Lembaga perguruan tinggi hendaknya mengadakan konseling dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mengatasi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN. (2) Kepada peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian dalam mengatasi kecemasan dengan teknik lainnya dan menggunakan ruang terapi yang memadai.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Penulis lahir di desa Sukaraja (Semaka-Tanggamus) tanggal 6 Desember 1992. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Buah hati dari pasangan Bapak Padhelan dan Ibu Dalina Wati.

Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak di TK Sukaraja kecamatan Semaka tahun 1998, menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Sukaraja tahun 2004. Menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Semaka tahun 2007, kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kotaagung tahun 2010. Selanjutnya tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama kuliah penulis pernah aktif dalam Pers Kampus yakni TEKNOKRA, sebagai reporter pada tahun 2010, periklanan dan koordinator iklan pada tahun 2011-2012 dan terakhir menjabat sebagai staf keuangan.

Penulis juga pernah melaksanakan Pratik Layanan Bimbingan dan Konseling (PLBK) di SMP Negeri 1 Liwa Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung barat pada bulan Juli sampai dengan bulan September tahun 2013.


(7)

PERSEMBAHAN

BISMILLAHIRROHMANNIRROHIM

Kupersembahkan Skripsi ini kepada:

Bak, seoarang bapak yang paling kukagumi dalam hidup, beliau tegar dan juga

hebat. Selalu membimbing untukku yang terbaik.

Emak, seorang motivator terbesar dalam hidupku, wanita yang penuh

kesabaran dan selalu mendoakanku dengan kasih sayang yang tulus

.


(8)

Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya

menggunakannya untuk memotong, ia akan memotongmu.

(H.R Muslim)

Mulailah keberhasilan anda dari mana pun anda berada,buanglah lamunan

yang hanya menjauhkan anda dari kenyataan. Bertindaklah, tidak akan ada

perubahan tanpa tindakan.

(Mario Teguh)


(9)

SANWACANA

Dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis untuk Mengurangi Kecemasan Calon Mahasiswa dalam Menghadapi Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Tahun Pelajaran 2014/2015 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaaan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

2. Bapak Drs. Baharudin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung; sekaligus selaku Pembimbing Akademik selama kuliah dan sebagai Pembimbing I yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

4. Bapak Drs.Giyono,M.Pd selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun;


(10)

kepada penulis selama ini;

6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Unila. Terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini;

7. Bak dan Emak yang tak henti berjuang dan berdoa untukku, orang yang paling aku sayang didunia, terima kasih atas segalanya.

8. Adik-adikku yang aku sayangi, Aldi Prawaika, Deri Fernandi, Erik Piranda, dan Delita Maudi Andini terima kasih untuk selalu ada memberi canda dan tawa.

9. Aa’Pendi (someone who will be my shoulmate), terimakasih atas pengertian, bantuan dan bentuk dukungan yang telah diberikan.

10. Sahabat-sahabatku : Dyah, Nisa, Dina, Fatwa, Jelita, Ajeng, Noprita. Trima kasih kalian selalu membantu dan memotivasiku. Perpisahan bukan akhir dari segalanya, dimanapun kalian berada jangan lupakan perjuangan kita bersama;

11. Teman-teman seperjuangan Bimbingan Konseling 2010 Wella, Nces, Agus, Emil, Dewi, Natalia, Lulu, Nita, Dita, Nanang, Boy, Irsan, Adit, Ajeng, Ayu, Aan P, Meilin, Puspita, Efril, Beby, Galuh, Mega, Desti, Lusi, Ivana, Elisabet, Rani, Evi, Eva, Ika, Wiwit, Ara, Erliani, Desi, Amel, Nilul, Putri, dan yang lainnya tidak bisa kusebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan selama 4 tahun ini.

12. Terimakasih untuk Mahaguruku TEKNOKRA dan Sahabat-sahabat Teknokra khususnya angkatan 43, Synthia, yurike, vandan, dan hermawan


(11)

semoga dilain waktu kita bisa bersama lagi. Kanda dan yunda semua terima kasih atas ilmu yang diberikan. Tetap Berpikir Merdeka!

13. Teman-teman komunitas Melia Sehat Sejahtera, terimakasih atas segala pengertian dan dukungannya.

14. Kakak tingkat dan adik tingkat di Bimbingan dan Konseling FKIP Unila; 15. Teman-teman kostku : Nuy, Nurul, Rika, Yuni, Dona, Ana, mb Ria, Mb

Silvi, dan yang lain. Terima kasih atas kekeluargaan yang takkan pernah bisa aku lupakan;

16. Teman KKN dan PPL SMP Negeri 1 Liwa, Febi, Novita, Sukma, Mutiara, Arum, Roro, Rindi, Engla, Mb Yasmin, Martin, Dimas, dan Rizkur.

17. Almamaterku tercinta.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, 2014

Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

RIWAYAT HIDUP... ii

MOTTO... iii

PERSEMBAHAN... iv

SANWACANA... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar belakang dan Masalah... 1

1. Latar Belakang Masalah... 1

2. Identifikasi Masalah ... 3

3. Batasan Masalah... 4

4. Rumusan masalah... 4

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

C. Kerangka Pikir ... 5

D. Hipotesis... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Kecemasan dan Bimbingan Pribadi ... 9

1. Kecemasan dalam Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi... 9

2. Pengertian Kecemasan(Anxiety)... 11

3. Kecemasan Menghadapi Ujian/Tes... 12

4. Karakteristik Kecemasan ... 14

5. Penyebab Kecemasan... 15

6. Gejala Kecemasan ... 16

7. Dampak Kecemasan... 17

B. Pendekatan Konseling Behavioural ... 19

1. Pengertian Pendekatan Konseling Behavioural ... 19

2. Tujuan Pendekatan Konseling Behavioural ... 20


(13)

viii

C. Desensitisasi Sistematis ... 23

1. Pengertian Desensitisasi Sistematis ... 23

2. Penggunaan Desensitisasi Sistematis ... 24

3. Jenis-Jenis Desensitisasi Sistematis ... 25

4. Tahap-tahap Pelaksanaan Desensitisasi Sistematis... 27

5. Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku kecemasan... 33

D. Penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam mengurangi kecemasan menghadapi SBMPTN... 35

III. METODE PENELITIAN... 38

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Metode Penelitian... 38

C. Subjek Penelitian... 39

D. Variabel Penelitian ... 40

E. Definisi Operasional... 40

F. Teknik Pengumpulan Data... 41

G. Uji validitas dan reabilitas... 42

H. Teknik Analisis Data... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 45

A. Hasil Penelitian ... 45

1. Gambaran umum Pra Layanan Konseling Menggunakan Teknik Desensitisasi Sistematis... 45

2. Analisis Perilaku Berdasarkan Konseling Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis ... 47

3. Gambaran Proses Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis ... 63

4. Data Skor Kecemasan yang dialami Subjek sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan... 67

5. Grafik Perubahan Kecemasan Menghadapi SBMPTN ... 67

6. Analisis Data ... 79

7. Pengujian Hipotesis... 79

B. Pembahasan... 81

V. Kesimpulan dan Saran... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran... 85 Daftar Pustaka


(14)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Data calon mahasiswa yang diberi perlakuan 47 Tabel 2. Nilai Kecemasan Calon Mahasiswa Menghadapi Seleksi

Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri Sebelum diberi

Perlakuan dan Sesudah diberi Perlakuan 67


(15)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Blue print ...86

2. Angket kecemasan...88

3. Hasil uji ahli ...90

4. Hasil uji coba...92

5. Laporan proses dan uji coba instrumen ...94

6. Hasil uji reabilitas...97

7. Modul ...98

8. Lembar kesediaan menjadi responden ...106

9. Wawancara Konseling...107

10. NilaiPreetest ...140

11. NilaiPosttest ...141

12. Jadwal pelaksanaan penelitian...142


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian... 7 Gambar 2. Grafik Penurunan Tingkat Kecemasan ... 67


(17)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang

Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu dengan tingkat yang berbeda - beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitar (Sundari, 2005: 51). Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut untuk mampu beradaptasi.

Menurut Hawari (2006: 18) kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Ada orang yang tidak tahan menghadapi masalah kecil akan timbul kecemasan, tetapi ada juga orang yang menghadapi tekanan dan konflik hidup yang berat tanpa menimbulkan kecemasan apapun. Respon fisik terhadap ancaman yang sama bisa berbeda, pengalaman memberikan pengaruh terhadap bentuk respon. Rasa cemas umumnya terjadi pada saat ada


(18)

kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Misalnya, ketika menghadapi ujian atau tes, dan sebagainya. Seperti yang diungkapkan oleh Daud (2008), ketika standar kelulusan menuntut sama untuk semua orang, tanpa mempertimbangkan objektifitas kualitas belajar atau pengajaran yang dilakukan seseorang, maka jelas para calon mahasiswa akan merasa tertekan, stres, takut, dan bahkan putus asa perihal kelulusan ujian atau tes mereka.

Spilberg &Vagg (Riyanti:2012:3) mengatakan bahwa kecemasan tes mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Siswa yang memiliki kecemasan tes memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi, melihat ujian/tes sebagai situasi yang sulit, menantang dan menakutkan.

Seseorang yang mengalami kecemasan dapat menunjukan beberapa ciri-ciri kecemasan. Seperti, kegelisahan dan kegugupan, tangan atau anggota tubuh gemetar, banyak berkeringat, sulit berbicara, jantung berdebar, panas dingin, wajah memerah dan bahkan bisa pusing lalu pingsan (Nevid,2003). Hal-hal yang disebutkan tersebut dapat saja terjadi pada calon mahasiswa yang mengalami kecemasan tes, karena tingginya tingkat kekhawatiran yang dialami oleh calon mahasiswa tersebut.


(19)

3

Kecemasan yang dialami oleh calon mahasiswa perlu mendapat penanganan secara khusus supaya kecemasan tersebut dapat menurun. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan tersebut adalah dengan teknik desensitisasi sistematis.

Cormir dan Cormir(Abimanyu dan Manhiru, 1996:334) mengemukakan bahwa desensitisasi sistematis telah digunakan untuk menyembuhkan kecemasan, kasus-kasus phobia ganda pada anak-anak, muntah-muntah yang kronis, takut pada darah, kebiasaan mimpi buruk dimalam hari, takut menyetir mobil dan takut air. Teknik desensitisasi sistematis juga telah digunakan secara luas dengan penderita phobia pada umumnya seperti, takut ketinggian, takut ditempat terbuka dan takut ditempat tertutup. Selain itu teknik desensitisasi sistematis juga digunakan untuk menyembuhkan orang yang takut mati, dan takut kritik atau penolakan.

Dari uraian diatas peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang “Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis Untuk Mengurangi Kecemasan Calon Mahasiswa dalam Menghadapi Seleksi Berasama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Tahun Pelajaran2014/2015”.

2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Sebagian besar calon mahasiswa tampak gugup dan mengeluarkan keringat pada saat mengerjakan soal ujian/tes


(20)

2. Calon mahasiswa merasa khawatir dengan nilai tes yang diperoleh tidak memenuhi standar

3. Ada calon mahasiswa yang tidak dapat tidur dengan nyenyak ketika keesokan harinya akan tes

4. Beberapa calon mahasiswa yang kurang konsentrasi saat ujian/tes

5. Adacalon mahasiswa yang gemetar saat melihat pengawas ujian keliling. 6. Banyak calon mahasiswa yang merasa cemas apabila posisi tempat duduk

tepat di depan pengawas.

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Hal ini disesuaikan dengan judul penelitian yang akan diteliti, agar apa yang hendak dicapai dalam penelitian ini dapat terarah dengan baik. Maka dalam hal ini peneliti membatasi pada “Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis untuk Mengurangi Kecemasan Calon Mahasiswa dalam Menghadapi Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Tahun Pelajaran 2014/2015.

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka masalah dalam penelitian ini adalah calon mahasiswa yang memiliki kecemasan dalam menghadapi ujian/tes. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penggunaan teknik desensitisasi sistematis dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri?”.


(21)

5

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengurangan tingkat kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi ujian/tes menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep bimbingan khususnya kajian bimbingan konseling mengenai penggunaan teknik desensitisasi sistematis untuk mengurangi kecemasan calon mhasiswa dalam menghadapi SBMPTN.

b. Secara praktis

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi ujin akhir semester dapat dikurangi menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

C. Kerangka Pemikiran

Rasa cemas akan datang ketika kita merasakan adanya suatu ancaman disekitar kita. Kecemasan adalah suatu keadaan emosi yang sifatnya tidak menyenangkan. Akibat dari kecemasan itu maka seseorang akan dibayangi rasa khawatir dan takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya.

Seseorang yang mengalami kecemasan dapat menunjukkan beberapa ciri-ciri kecemasan, seperti: gelisah, gugup, tangan atau anggota tubuh gemetar, banyak


(22)

berkeringat, sulit berbicara, jantung berdebar keras atau kencang, panas dingin, wajah memerah bahkan bisa pusing dan pingsan. Hal-hal seperti itu dapat muncul ketika seseorang berada dalam keadaan cemas. Apalagi jika kecemasan lebih mengacu pada hal yang lebih spesifik seperti saat menghadapi ujian/tes. Pada saat menghadapi suatu proses penilaian maka timbul kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan bahkan gairah fisiologis. Calon mahasiswa yang memiliki kecemasan ujian/tes memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi, melihat ujian/tes sebagai situasi yang sangat sulit, menantang dan menakutkan.

Dalam hal ini adalah calon mahasiswa yang mengalami kecemasan ketika akan melaksanakan ujian/tes. Mereka dapat mengalami beberapa ciri-ciri kecemasan seperti yang dijelaskan diatas, secara tiba-tiba pusing, mual, keluar keringat di telapak tangannya, panas dingin, gemetar bahkan kurang konsentrasi. Dengan ciri-ciri yang ditunjukkan tersebut mengindikasikan bahwa calon mahasiswa tersebut memiliki tingkat kecemasan yang tinggi saat menghadapi ujian/tes.

Kecemasan yang dialami tersebut dapat berawal dari perasaan takut pada diri sendiri dengan adanya standar kelulusan yang ditetapkan, selain itu peminat yang sangat banyak pada setiap jurusan juga menimbulkan persaingan.

Pada tahun 1950-an, seorang psikiater dari Afrika Selatan, bernama Wolpe, memperkenalkan suatu strategi yang disebut desensitisasi sistematis untuk mengurangi kecemasan yang dahsyat. Wolpe mengungkapkan bahwa kecemasan dapat ditimbulkan oleh kondisi kurang rileksnya tubuh dan pikiran saat menghadapi suatu persoalan sehingga menjadi tegang (Corey, 2009: 209).


(23)

7

Untuk mengatasinya diperlukan respon positif yang berlawanan dengan respon negatif (kecemasan). Salah satu teknik yang akan digunakan untuk mengurangi kecemasan ini adalah teknik desensitisasi sistematis. Desensitisasi sistematis adalah suatu teknik untuk mengurangi respon emosional yang menakutkan, mencemaskan atau tidak menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan itu (Willis, 2004: 96).

Dalam proses menangani kecemasan dengan menggunakan teknik desensitisasi sitematis, kejadian-kejadian yang menjadi penyebab kecemasan disusun dalam sebuah hirarki dari yang terendah sampai yang paling menimbulkan kecemasan. Klien diminta untuk duduk rileks ditempat yang sudah disediakan. Dengan suara lembut, konselor membantu klien melakukan pengenduran semua otot secara progresif. Kemudian klien dipandu untuk menciptakan suatu angan-angan tentang peristiwa santai yang pernah dialami sebelumnya, seperti duduk ditepi danau ataupun berada dipadang yang indah. Untuk beberapa menit klien diminta untuk bersantai, sehingga berada dalam keadaan rileks.

Gambar.1. Kerangka Pikir

Berdasarkan kerangka pikir tersebut dapat terlihat bahwa klien awalnya mengalami kecemasan tinggi. Kemudian peneliti mencoba untuk mengurangi kecemasan tersebut dengan menerapkan teknik desensitisasi sistematis yang terdiri dari relaksasi, karena pada saat seseorang mengalami ketegangan atau

Tingkat kecemasan subjek tinggi

Tingkat kecemasan subjekrendah Desensitisasi


(24)

kecemasan yang bekerja adalah saraf simpatetis, sedangkan pada waktu rileks yang bekerja adalah saraf parasimpatetis. Dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas dengan reisprok, sehingga timbul counter conditioning.

D.Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2010:64).

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitan ini adalah:

Ha :Teknik desensitisasi sistematis dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri.

Ho :Teknik desensitisasi sistematis tidak dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri.


(25)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori yang akan dijelaskan adalah teori mengenai kecemasan yang meliputi: kecemasan dalam bidang layanan bimbingan dan konseling pribadi, pengertian kecemasan, kecemasan menghadapi ujian/tes, penyebab kecemasan, gejala kecemasan, dampak kecemasan. b. Pendekatan behavioural c. Teknik desensitisasi sistematis, pengertian desensitisasi sistematis, penggunaan teknik desensitisasi sistematis, jenis-jenis desensitisasi sistematis, tahap-tahap pelaksaan desensitisasi sistematis, langkah-langkah menganalisis perilaku, Penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam mengurangi kecemasan.

A. Kecemasan dan Bimbingan Pribadi

1. Kecemasan dalam Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi

Secara umum tujuan penyelenggaraan bimbingan dan konseling adalah membantu siswanya menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008).

Dalam bimbingan dan konseling ada beberapa bidang salah satunya bidang pribadi adalah seperangkat usaha bantuan kepada siswa agar dapat menghadapi sendiri masalah-masalah pribadi yang dialaminya, mengadakan penyesuaian


(26)

pribadi, dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna, serta berdaya upaya sendiri dalam memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi dan sosial yang dialaminya.

Menurut Sukardi (2008: 53) dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling pribadi bertujuan membantu siswa agar mampu mengembangkan kompetensinya sebagai berikut:

a. Memiliki komitmen untuk mengmalkan nilai dan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya.

b. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan antara yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, dan mampu meresponnya secara positif. c. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif baik tentang

keunggulan dan kelemahan fisik dan psikis.

d. Memiliki pemahaman tentang potensi diri dan kemampuan untuk mengembangkannya secara produktif dan kreatif.

e. Memiliki kemampuan pengambilan keputusan secara mandiri sesuai dengan nilai agama, etika, dan budaya.

f. Memiliki kemampuan untuk mengelolastres.

g. Memiliki sikap optimis dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.

Dengan demikian,kecemasanmerupakan salah satu masalah yang dapat ditangani oleh guru bimbingan dan konseling karena kecemasan merupakan permasalahan calon mahasiswa yang berhubungan dengan pribadinya dan lingkungan. Apabila permasalahan pada pribadi seseorang dapat ditangani, maka individu tersebut


(27)

11

akan menerima kelemahan dan kelebihannya secara positif dan dinamis sebagai modal untuk mengenal lingkungannya dan merencanakan masa depan. Dalam bimbingan dan konseling, kecemasan termasuk dalam bidang pribadi karena kecemasan merupakan masalah yang menyangkut hubungan dengan seseorang dengan pribadinya.

2. Pengertian Kecemasan

Menurut Freud kecemasan yaitu suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Wiramihardja, 2007: 67 ). Freud juga menyebutkan bahwa yang dimaksud cemas adalah suatu keadaan perasaan, dimana individu merasa lemah sehingga tidak berani dan tidak mampu untuk bertindak dan bersikap secara rasional sesuai dengan seharusnya. Kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari.

Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme pertahanan diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang kembali. Namun, apabila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Arkoff menjelaskan kecemasan adalah anxiety as a state of arousal caused by threat to well-being(Sundari, 2005: 50).

Kecemasan mempunyai segi yang didasari rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa/bersalah, terancam, dan sebagainya. Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai istilah-istilah seperti “kekhawatiran,”


(28)

“keprihatinan,” dan “rasa takut,” yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda (Daradjat, 1988: 27).

Menurut pendapat Atkinson(1996:214) kecemasan adalah “emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah seperti kekhawatiran, ketakutan, ketegangan, kegelisahan, keprihatinan, sulit berkonsentrasi yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda-beda”.

Sedangkan menurut Davidoff (1991:61) kecemasan adalah emosi yng ditandai oleh perasaan akan bahaya yang akan diantisipasikan, termasuk juga ketegangan danstressyang menghadang dan oleh bangkitnya system saraf simpatetik”.

Berdasarkan beberapa pengertian kecemasan menurut pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang ditandai dengan perasaan kekhawatiran berlebih, ketegangan, hiperaktivitas syaraf, dan kewaspadaan berlebih dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam tanpa adanya objek yang jelas.

3. Kecemasan Menghadapi Ujian/Tes

Ujian/tes ditujukan untuk mempresentasikan kemampuan atau pekerjaan individu selama mengikuti pembelajaran. Dengan pelaksanaan ujian/tes seseorang dituntut untuk memperoleh hasil yang baik, bahkan sempurna. Menurut Nevid dkk (dalam Riyanti:2012:14) ujian/tes merupakan salah satu hal yang dapat menjadi sumber kecemasan. Ketika akan menghadapi ujian/tes, seseorang dapat mengalami kecemasan yang biasa disebut dengan kecemasan tes(test anxiety).


(29)

13

Spielberger & Vagg (dalam Riyanti:2012:14) mengatakan bahwa kecemasan tes lebih spesifik, ditandai dengan tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu atau sulit berkonsentrasi, ketegangan dan gairah fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Pada situasi seperti ini individu dapat mengalami tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikirannya terganggu atau kurangnya konsentrasi dan merasakan ketegangan serta gairah fisiologis pada perilaku yang ditunjukannya.

a. Khawatir yaitu mengalami perasaan tidak nyaman serta emosi tidak stabil, membayangkan tentang hal-hal yang akan datang (apprehensive expectation), ditandai rasa takut, dan berpikir berulang (rumination)

b. Ketegangan, yaitu perasaan atau pikiran yang tidak nyaman, ketika melihat pengawas ujian yang begitu ketat mengawasi sehingga menyebabkan jantung berdebar, gemetar, dan nyeri otot.

c. Sulit berkonsentrasi, yaitu sulit dalam memusatkan perhatian dan sulit dalam mengingat mata pelajaran yang telah diberikan sebelumnya.

Menurut Hasan (2007) menyatakan bahwa calon mahasiswa mungkin membayangkan tingkat kesulitan soal yang sangat tinggi, sehingga memicu kecemasan mereka tidak hanya soal yang sulit saja yang tidak dapat mereka jawab, tetapi juga soal-soal yang mudah yang sebenarnya sudah mereka kuasai. Wujud dari rasa cemas ini bermacam-macam, seperti jantung berdebar lebih cepat, keringat dingin, tangan gemetar, tidak bisa berkonsentrasi, kesulitan dalam mengingat, gelisah, atau tidak bisa tidur malam sebelum tes.


(30)

Sedangkan menurut Sieber dkk, (dalam Riyanti:2012:15) menyatakan kecemasan adalah respon fenomenologis, fisiologis, dan tingkah laku yang menyertai kekhawatiran atau kegagalan pada ujian atau situasi yang bersifat evaluasi.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan tes adalah suatu luapan emosi yang bercampur aduk, merupakan bentuk perasaan cemas berlebihan dalam menghadapi suatu proses penilaian. Bentuk respon yang ditampilkan berupa respon fisiologis, kognitif, dan tingkah laku individu, yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dimaksud.

4. Karakteristik Kecemasan

Kecemasan ujian dapat ditemukan pada beberapa orang yang memiliki keinginan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Seseorang yang memiliki kecemasan ujian tinggi akan merasa khawatir akibat tidak mampu mengerjakan ujian dengan baik. Orientasi diri terhadap perasaan khawatir ini juga mempengaruhi konsentrasi selama perjalanan ujian. Menurut Sarason (dalam Riyanti, 2012) mengatakan karakteristik seseorang yang memiliki kecemasan ujian adalah sebagai berikut:

a. Melihat ujian sebagai situasi yang sulit, menantang, dan menakutkan; b. Seseorang merasa dirinya sebagai orang yang tidak berguna atau tidak

cukup bisa mengerjakan soal-soal ujian;

c. Seseorang akan lebih memfokuskan pada konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidak mampuan dirinya;

d. Keinginan untuk menyalahkan diri sangat kuat dan mengganggu aktifitas kognitif terhadap ujian;


(31)

15

e. Seseorang sudah mengira dan mengantisipasi kegagalan karena orang lain.

Berdasarkan karakteristik kecemasan dalam menghadapi ujian yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa calon mahasiswa yang menghadapi ujian mengalami perasaan-perasaan yang kurang nyaman yang tidak sesuai dengan harapan, sehingga akan menimbulkan anggapan dalam diri calon mahsiswa bahwa ujian adalah hal yang menyulitkan meskipun pada kenyataannya anggapan mereka tidak selalu benar.

5. Penyebab Kecemasan

Gunarsa (1989) dan Durand & Barlow (dalam Riyanti:2012:16) menyatakan kecemasan disebabkan oleh beberapa hal, sebagai berikut:

a. Peningkatan aktivitas otak atau neorotransmitter

b. Munculnya ancaman, tekanan, atau masalah dalam kehidupan

c. Kondisi sosial yang menuntut secara berlebihan yang belum atau tidak dapat dipenuhi oleh individu, seperti tuntutan mendapatkan nilai tinggi d. Rasa rendah diri dan kecenderungan menuntut diri sempurna karena

standar prestasi yang terlalu tinggi dibandingkan dengan kemampuan nyata yang dimiliki individu

e. Kurang siap dalam menghadapi suatu situasi atau keadaan, misalnya pada calon mahasiswa yang merasa kurang menguasai mata pelajaran matematika tetapi harus segera mengikuti ujian matematika


(32)

f. Pola berfikir dan persepsi yang negatif terhadap situasi atau diri sendiri. Berdasarkan penyebab kecemasan tes yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa kecemasan tes dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti, meningkatnya aktifitas otak, adanya tekanan atau masalah dalam hidupnya, adanya tuntutan untuk mendapat nilai tinggi atau kurangnya kesiapan dalam menghadapi situasi tersebut dan pola pikir yang negatif terhadap dirinya sendiri.

6. Gejala Kecemasan

Ada beberapa gejala kecemasan baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat psikis. Adapun gejala yang bersifat fisik, yaitu jari-jari tangan dingin, detak jantung makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang, tidur tidak nyenyak, dan sesak nafas. Sedangkan gejala yang bersifat psikis, yaitu ketakutan, merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan (Sundari, 2005: 51).

Gejala cemas ada yang bersifat fisik dan ada yang bersifat mental. Gejala fisik yaitu : ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, detak jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing, nafas sesak, dan sebagainya. Gejala mental antara lain : sangat takut, merasa akan ditimpa bahaya atau kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, tidak berdaya, hilang kepercayaan diri, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan, dan sebagainya (Daradjat, 1988: 27).


(33)

17

Menurut Hawari (2006: 68-70) kecemasan yang menyeluruh dan menetap paling sedikit berlangsung selama 1 bulan dengan kategori gejala sebagai berikut:

a. Ketegangan motorik/alat gerak, ditandai dengan gemetar, tegang, nyeri otot, dan gelisah.

b. Hiperaktivitas syaraf autonom (simpatis/parasimpatis), ditandai dengan keringat berlebihan, jantung berdebar kencang, pusing, rasa mual, sering buang air seni, kerongkongan tersumbat, dan muka merah atau pucat.

c. Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang (apprehensive expectation), ditandai rasa takut; berpikir berulang (rumination); dan membayangkan akan datang hal buruk.

d. Kewaspadaan berlebihan, ditandai dengan mengamati lingkungan secara berlebihan, sukar berkonsentrasi, dan merasa ngeri.

Gejala-gejala tersebut di atas baik yang bersifat psikis maupun fisik (somatik) pada setiap orang tidak sama, dalam arti tidak seluruhnya gejala itu harus ada.

7. Dampak Kecemasan

Pada dasarnya kecemasan dalam tingkat rendah dan sedang berpengaruh positif pada performasi belajar karena dapat meningkatkan motivasi belajar calon mahasiswa. Kecemasan yang berlebihan akan mengakibatkan seorang calon mahasiswa mengalami kegagalan-kegagalan yang menyebabkan ia menjadi psimis, harga diri berkurang, putus asa, frustasi, tidak dapat bertindak efektif dan tidak dapat mencapai prestasi optimal (Tresna, 2011: 3). Menurut Goleman (1997) terlampau cemas dan takut menjelang ujian justru akan mengganggu kejernihan


(34)

pikiran dan daya ingat untuk belajar dengan efektif sehingga hal tersebut mengganggu kejernihan mental yang sangat penting untuk dapat mengatasi ujian.

Ada beberapa akibat kecemasan ujian/tes pada calon mahasiswa, antara lain: a. Memiliki ketakutan dan perasaan khawatir terhadap kegagalan yang

mungkin akan dihadapi (Zeidner (1998) dalam

http://tengakarta.wordpress.com)

b. Prestasi akademik rendah (Klingemann, 2008; Durand & Barlow, 2003 dalam Riyanti, 2012)

c. Memiliki gejala fiksasi diri atau pemusatan perhatian pada diri yang berlebihan (Sarason, 1996 dalam http://tengakarta.wordpress.com)

d. Mengurangi kinerja (Educational Testing Service, 2005 dalam Riyanti, 2012)

e. Gangguan psikologis, misalnya pikiran kosong, sulit konsentrasi, atau berlarian kemana-mana, isi pikiran negatifseperti mengingat-ingat hasil ujian yang buruk, atau mengetahui menjawab salah setelah ujian selesai, tapi tidak saat ujian (Educational Testing Service, 2005 dalam Riyanti, 2012)

f. Gangguan fisik, misalnya mual, pingsan, berkeringat, sakit kepala, mulut kering, napas cepat, berdebar-debar, otot tegang, atau sakit kepala (Educational Testing Service, 2005 dalam Riyanti, 2012).

Berdasarkan penjelasan diatas akibat dari kecemasan ujian dapat menyebabkan gangguan fisik maupun psikologis pada orang yang mengalaminya. Ketika seseorang mengalami kecemasan yang ada dalam pikirannya hanyalah


(35)

perasaan-19

perasaan negatif tentang sesuatu yang dicemaskan tersebut. Sehingga reaksi fisik maupun psikologis pun dapat muncul akibat perasaan cemas yang dialaminya tersebut.

B. Pendekatan Konseling Behavioural

1). Pengertian Pendekatan Konseling Behavioural

Dalam konsep behavioural, terapi ini adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Corey

(Mulyarto,1998:196) menyatakan :”berdasarkan teori belajar, modifikasi tingkah

laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan perubahan tingkah laku”.

Pendekatan konseling behavioural merupakan terapi tingkah laku yang merupakan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Pendekatan ini telah memberikan penerapan yang sistematis tentang prinsip-prinsip belajar dan pengubahan tingkah laku kearah cara-cara yang lebih adptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan tingkah laku.

Menurut Corey (Mulyarto,1998:199) terapi tingkah laku berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, yang ditandai oleh :

“a.pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik, b.kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment, c.perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah, d.penaksiran objektifitas hasil-hasil terapi”.


(36)

Terapi tingkah laku tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang sistematis, juga tidak berakar pada suatu teori yang dikembangkan dengan baik. Sekalipun memiliki banyak teknik, terapi tingkah laku hanya memiliki sedikit konsep. Ia adalah suatu pendekatan induktif yang berlandaskan eksperimen-eksperimen dan merapkan metode eksperimental pada proses terapeutik.

2). Tujuan Pendekatan Konseling Behavioural

Tujuan dari pendekatan konseling behavioural adalah perubahan tingkah laku agar menjadi lebih adaptif dan maladaptive. Pada dasarnya terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptive, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.

Menurut Corey (Mulyarto,1988:202) tujuan umum dari terapi behavioural adalah :

“menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar”. Dasar alasannya adalah

bahwa tingkah laku yang dipelajari termasuk tingkah laku yang maladaptif”.

Pelaksanaan konseling behavioural yang baik dan tepat membuat calon mahasiswa mengurangi atau bahkan, menghilangkan kecemasan yang dihadapi saat ujian/tes. Sebelum melaksanakan proses konseling antar konselor dan klien harus mempunyai kesepakatan untuk saling bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3). Teknik-teknik Utama Dalam Konseling Behavioural

Dalam pendekatan konseling behavioural tedapat teknik-teknik yang dipakai dalam proses konseling dalam membantu memecahkan masalah klien.


(37)

21

Menurut Soli & Manrihu (1996:256) mengkategorikan metode konseling menjadi empat teknik yaitu:

1. Teknik modeling 2. Teknik relaksasi

3. Teknik desensitisasi sistematis 4. Teknik meditasi.

Dari keempat teknik tersebut dapat diuraikan lebih jelas dibawah ini :

1. Teknik Modeling

Dalam beberapa hal, teknik modeling digunakan konselor sebagai strategi terapi untuk membantu klien memperoleh respon atau menghilangkan rasa takut. modeling adalah suatu komponen dari suatu strategi konselor untuk menyediakan demonstrasi tentang tingkah laku yang menjadi tujuan. Model disini dapat menggunakan model yang sesungguhnya maupun simbolis.

2. Teknik Relaksasi

Relaksasi adalah kembalinya otot ke keadaan istirahat setelah kontraksi. Teknik relaksasi adalah suatu bentuk terapi yang dilakukan konselor untuk menenkankan pada klien tentang bagaimana rileks. Relaksasi ini berguna untuk mencegah dan menyembuhkan gejala-gejala yang berkembang dengan stress, seperti klien mengalami gangguan tidur, sakit kepala, tekanan darah tinggi, kecemasan, asma, peminum berat, hiperaktif, dan kesulitan mengontrol amarah.


(38)

3. Teknik Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis adalah suatu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Desensitisasi merupakan pendekatan yang dilakukan konselor untuk mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, rileks dan membayangkan sesuatu agar klien dapat mengurangi ketakutan atau ketegangan dalam suasana tertentu.

4. Teknik Meditasi

Meditasi merupakan suatu bentuk teknik yang digunakan konselor untuk menguasai stress, menurunkan darah tinggi yang dialami klien dan menghilangkan kecemasan dengan duduk rileks ditempat duduk yang enak, dan diruangan yang tenang, dengan memerintahkan klien untuk memejamkan mata dan menyuarakan bunyi atau kata yang kurang berarti dan tidak ada pengaruhnya pada perasaan yang dialami klien.

Dalam terapi tingkah laku, teknik-teknik spesifik yang beragam bisa digunakan secara sistematis dan hasil-hasilnya bisa di evaluasi. Teknik-teknik ini digunakan dan harus tepat pada klien yang memang membutuhkan penyelesaian masalah dengan teknik tersebut.


(39)

23

Dari beberapa teknik dalam pendekatan konseling behavioural yang telah diuraikan maka dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik desensitisasi sistematis.

C. Desensitisasi Sistematis

1. Pengertian Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu (dalam Corey, 2009:208). Jadi teknik ini penerapannya dengan memunculkan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang dialami oleh klien.

Menurut Willis (2004: 96) desensitisasi sistematis adalah suatu teknik untuk mengurangi respon emosional yang menakutkan, mencemaskan atau tidak menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan itu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik dalam terapi tingkah laku yang digunakan untuk mengurangi sensitifitas emosional yang menakutkan, mencemaskan, atau tidak menyenangkan dengan cara memikirkan atau membayangkan sesuatu dan menenangkan diri untuk mencapai keadaan rileks (tenang).


(40)

2. Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis

Umumnya penggunaan teknik desensitisasi sistematis digunakan jika klien mengalami suatu kecemasan dan dibenarkan jika klien mempunyai kemampuan atau keterampilan menangani situasi. Munro, dkk (Abimanyu & Manrihu,1996:333) menyatakan bahwa desensitisasi sistematis adalah pendekatan yang dimaksudkan untuk menngubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan membayangkan sesuatu.

Desensitisasi sistematis adalah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Teknik desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Desensitisasi diarahkan kepada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.

Desensitisasi sistematis juga melibatkan teknik-teknik relaksasi. Klien di latih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi.Tingkatan stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus penghasil kecemasan dan respon kecemasan itu akan terhapus.


(41)

25

Wolpe (Jayanti,2009:20) mencatat tiga penyebab kegagalan dalam pelaksanaan desensitisasi sistematis:

1. Kesulitan-kesulitan dalam relaksasi yang bisa jadi menunjuk kepada kesulitan-kesulitan dalam berkomunikasi antara terapis dengan klien atau kepada keterhambatan yang ekstrem yang dialami klien.

2. Tingkatan-tingkatan yang menyesatkan klien atau tidak relevan yang ada kemungkinan melibatkan penanganan tingkatan yang keliru.

3. Ketidak memadai dalam membayangkan.

Dari penjelasan diatas kegagalan dalam pelaksanaan desensitisasi sistematis ini disebabkan karena komunikasi yang kurang antara konselor dengan klien, kemudian kesulitan klien dalam membayangkan keadaan yang bisa menghilangkan kecemasan klien, dan hirarki kecemasan yang disusun kurang relevan. Hal ini dapat menhambat teratasinya atau menghilangnya kecemasan yang dialami individu.

Desensitisasi sistematis yang didasarkan pada prinsip kondisioning klasik adalah satu dari prosedur terapi behavioural yang diteliti secara empiris dan digunakan secara luas. Asumsi dasar yang mendasari teknik ini adalah bahawa respon terhadap kecemasan itu dapat dipelajari, dikondisikan, dan dicegah dengan memberi subtitusi berupa suatu aktivitas yang sifatnya memusuhi. Prosedur ini digunakan terutama bagi reaksi kecemasan.

3. Jenis-jenis Desensitisasi Sistematis

a. Desensitisasi sistematis yang dilaksanakan secara kelompok

Pelaksanaan desensitisasi sistematis kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah yang sama adalah lebih efektif dan efesien daripada


(42)

desensitisasi sistematis yang dilaksanakan secara individual. Dalam pelaksanaannya biasanya digunakan alat bantu rekaman audio, seperti rekaman untuk instruksi relaksasi dan hirarki standar.

b. Desensitisasi sistematis yang dilaksanakan sendiri oleh klien

Beberapa studi menunjukkan bahwa desensitisasi sistematis yang diselenggarakan oleh terapis tidak efektif. Glasgow dan Barrera menemukan bahwa klien yang melaksanakan desensitisasi sistematis untuk dirinya sendiri terus menunjukkan kemajuan setelah di tes lebih dari klien yang pelaksanaan desensitisasinya dilakukan oleh konselor (Abimanyu dan Manrihu, 1996: 335). Dalam desensitisasi sistematis ini klien melaksanakan prosedur latihan dengan menggunakan bantuan instruksi tertulis, audio tape, atau suatu manual treatment.

c. Desensitisasi ”in vivo

Desensitisasi ”in vivo” melibatkan beradanya klien secara aktual pada situasi -situasi dalam hirarki itu. Klien melibatkan diri dalam seri-seri -situasi yang bertingkat daripada mengimajinasikan setiap seri itu. Jenis desensitisasi ini digunakan jika klien mempunyai kesulitan menggunakan imajinasinya atau tidak mengalami kecemasan selama melakukan imajinasi. Kesukarannya adalah klien sering sulit mencapai keadaan rileks yang dalam sewaktu mengerjakan suatu kegiatan secara stimultan, terutama jika menggunakan suatu responcountercounditioninguntuk mengurangi kecemasan klien.


(43)

27

4. Tahap-Tahap Pelaksanaan Desensitisasi Sistematis

Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis ini dikemukakan oleh Cormier & Cormier (Abimanyu & Manrihu,1996:337) adalah:

“tahap-tahap dalam teknik desensitisasi sistematis :

1. Rasional penggunaantreatmentdesensitisasi sistematis 2. Identifikasi situasi-situasi yang menimbulkan emosi 3. Identifikasi konstruksi hirarki

4. Pemilihan latihan 5. Penilaian imajinasi 6. Penyajian adegan

7. Tindak lanjut”

Tahap yang pertama kali digunakan pada teknik desensitisasi sistematis adalah: a. Rasional penggunaantreatmentdesensitisasi sistematis

Rasional yang berisi tujuan dan prosedur pelaksanaan desensitisasi sistematis disampaikan kepada klien karena akan mendatangkan manfaat. Antara lain : 1. Rasional dan ringkasan prosedur pelaksanaan itu mengemukakan model tertentu atau cara dimana konselor akan melaksanakan treatment ini, 2. Hasil dari desensitisasi mungkin bisa ditingkatkan karena diberikan instruksi dan harapan yang positif.

b. Mengidentifikasi situasi-situasi yang menimbulkan emosi

Jika konselor telah menemukan masalah, maka mestinya ada indikasi tentang dimensi atau situasi yang mempengaruhi kecemasan. Untuk itu dalam hal ini konselor hendaknya berinisiatif melakukan identifikasi situasi yang mempengaruhi emosi tersebut dengan menggunakan salah satu prosedur, yaitu : wawancara, monitoring diri sendiri, atau angket. Setelah itu konselor


(44)

hendaknya terus membantu klien menilai situasi-situasi yang diperoleh sampai ditemukan beberapa situasi khusus.

c. Identifikasi konstruksi hirarki

Hirarki adalah daftar situasi rancangan terhadap klien bereaksi dengan sejumlah kecemasan yang bertingkat-tingkat. Untuk memperoleh hirarki itu, dalam tahap ini konselor hendaknya membantu klien :

a. Memilih tipe hirarki

b. Mengidentifikasi jumlah hirarki yang dikembangkan

c. Mengidentifikasi butir-butir hirarki dengan menggunakan metode

d. Mengekplorasi butir-butir hirarki sampai diperoleh butur-butir yang memperoleh kriteria

e. Meminta klien untuk mengindentifikasi beberapa butir control

f. Menjelaskan tujuan meranking butur-butir hirarki menurut meningkatnya level yang menimbulkan kecemasan

g. Meminta klien untuk mengatur butir hirarki menurut makin meningkatnya pengaruh pada kecemasan

h. Menambah atau mengurangi butir hirarki agar diperoleh hirarki yang masuk akal.

d. Pemilihan dan latihancounterconditioningatau respon penanggulangan Pada tahap ini konselor memilih counterconditioning atau respon penanggulangan yang sesuai untuk melawan atau menanggulangi kecemasan. Konselor menjelaskan tujuan respon yang dipilih dan mendiskusikannya. Konselor melatih klien untuk melakukan penanggulangan dan melakukannya setiap hari. Sebelum melakukan


(45)

29

latihan, klien diminta untuk menilai level perasaan kecemasan. Kemudian konselor meneruskan latihan sampai klien dapat membedakan level-level yang berbeda dari kecemasan dan dapat menggunakan respon non-kecemasan untuk mencapai sepuluh atau kurang dalam skala penilaian 0-100.

e. Penilaian Imajinasi

Pelaksanaan yang khas dari desensitisasi dititik beratkan pada imajinasi klien. Hal ini berasumsi bahwa imajinasi dari situasi adalah sama dengan situasi nyata dan bahwa belajar yang terjadi dalam situasi imajinasi menggeneralisasi pada situasireal. Karena itu tugas konselor adalah : 1. Menjelaskan penggunaan imajinasi dalam desensitisasi

2. Mengukur kapasitas klien untuk menggeneralisasi imajinasi secara hidup 3. Dengan bantuan klien konselor menentukan apakah imajinasi klien

memenuhi kriteria atau tidak.

f. Penyajian adegan hirarki

Adegan dalam hirarki disajikan setelah klien diberikan latihan dalam counterconditioning atau respon penanggulangan setelah kapasitas imajinasi diukur. Setiap presentasi adegan didampingi dengan respon penanggulangan sehingga kecemasan klien terkondisikan atau berkurang.

g. Tindak lanjut

Dalam bagian akhir dari treatment ini konselor melakukan kegiatan sebagai berikut:


(46)

1. Konselor memberikan tugas/pekerjaan rumah yang berhubungan dengan usaha memajukan hasil treatment desensitisasi dengan petunjuk sebagai berikut: Latihan setiap hari tentang pelaksanaan relaksasi, visualisasi butir-butir yang diselesaikan secara sukses pada session yang mendahuluinya, penerapan pada situasi yang sebenarnya butir-butir yang telah diselesaikan dengan sukses.

2. Konselor menginstruksikan klien untuk mencatat pekerjaan rumah dalam buku catatan.

3. Konselor merencanakan pertemuan tindak lanjut untuk mengecek hasil pekerjaan rumah.

Pelaksanaan teknik utama dari teknik desensitisasi sistematis diatas akan diuraikan dengan jelas dibawah ini :

Dengan mata tertutup klien mulai terlibat dengan teknik ini. konselor menggambarkan seri-seri adegan atau situasi tersebut. Jika klien tetap rileks maka klien diminta membayangkan situasi yang dapat menimbulkan kecemasan. Kemudian konselor bergerak secara progresif ke hirarki situasi atau adegan yang lebih membuat klien merasa cemas sampai klien memberi tanda bahwa klien sedang mengalami kecemasan. Kemudian konselor meminta klien untuk menghentikan imajinasi adegan kepada klien. Konselor kembali meminta klien untuk rileks, diantaranya dengan melemaskan otot-otot tubuh dan membayangkan situasi yang membuat klien senang atau situasi yang tidak membuat klien cemas. Setelah klien rileks dan tidak merasa cemas lagi kemudian adegan diteruskan kembali. Pada daftar hirarki situasi yang lebih menimbulkan rasa cemas.


(47)

31

Apabila prosedur pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis dapat dilaksanakan secara berurutan dan tetap sesuai dengan tahap-tahapnya maka pelaksanaan teknik ini dapat berjalan dengan lancar dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Maka secara garis besar teknik ini dapat dibagi dalam tiga bagian usaha yang besar yaitu sebagai berikut :

1. Latihan relaksasi otot dan ketenangan

2. Menyusun urutan hirarki masalah yang mencemaskan

3. Desensitisasi yang sesungguhnya atau pelaksanaan inti dari teknik desensitisasi sistematis

Penyusunan hirarki dimulai dari masalah yang paling ringan dan tidak begitu menimbulkan kecemasan kemudian satu persatu keatas hingga kedaftar hirarki situasi yang paling mencemaskan. Penyusunan ini biasanya selesai dalam beberapasessionwawancara sebagai berikut :

1. Dalam wawancara pertama, klien dilatih dengan relaksasi otot, yaitu dengan cara melemaskan otot tubuh yang terus tegang. Kemudian klien memperhatikan dengan cermat beda rasa antara otot yang tegang dan otot yang lemas. Klien kemudian dianjurkan untuk melatih dirinya dirumah sendiri sebelum datang pada wawancara selanjutnya. Bila relaksasi sudah dapat tercapai, maka desensitisasi sudah dapat dimulai. Klien diberi aba-aba untuk melemaskan otot-ototnya sebagaimana telah diajarkan konselor dan mengacungkan jari telunjuknya bila merasa cemas saat mengimajinasikan adegan. Setelah klien merasa rileks, klien diminta membayangkan situasi yang netral dan tidak akan menimbulkan rasa kecemasan setelah adegan


(48)

dilaksanakan. Kemudian konselor meminta klien untuk mengimajinasikan suatu adegan atau situasi yang menimbulkan kecemasan. Teknik desensitisasi ini sangat perlu dipakai untuk mengetahui betapa cepat dan jelasnya klien dapat membayangkan atau mengimajinasikan suatu adegan atau situasi yang dialami dalam hidupnya.

2. Pada session selanjutnya, cara seperti yang dilakukan pada saat wawancara pertama tetap dilakukan lagi dengan cara mengimajinasikan situasi atau adegan yang sudah tidak menimbulkan kecemasan lagi, kemudian imajinasi adegan atau situasi boleh dilanjutkan pada urutan hirarki yang lebih tinggi atau ke situasi yang dapat menimbulkan kecemasan demikian seterusnya hingga beberapa session dalam pelaksanaan teknik ini. situasi atau adegan yang tercamtum paling atas dari daftar hirarki situasi yang seharusnya menimbulkan banyak kecemasan pada session sebelumnya maka pada session ini situasi tersebut sudah tidak lagi menjadi situasi yang mencemaskan dalam diri klien.

Hal yang perlu diingat adalah faktor pelaksanaan dalam mengadakan seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri situasi dengan cara imajinasi yang logis dan konsisten untuk desensitisasi yaitu untuk mempertahankan relaksasi selama terapi dan untuk mencegah selama proses desensitisasi itu tidak akan menyebabkan kecemasan. Oleh sebab itu bila klien memberi tanda bahwa ia merasa cemas atau pemberi terapi melihat ada pertanda gangguan tubuh selama diberikan rangsangan maka imajinasi adegan oleh klien harus segera dihentikan dan bayangan adegan yang mencemaskan tersebut diperintahkan


(49)

33

untuk segera dihapuskan dan konselor meminta klien untuk rileks, agar klien dapat menghilangkan rasa cemas setelah mengimajnasikan suatu adegan.

Setelah klien tenang kembali maka barulah daftar cemas dari rangsangan hirarki situasi dapat diimajinasikan kembali. Bila kecemasan timbul lagi maka relaksasi dilakukan kembali, demikian selanjutnya. Situasi diulang lagi hingga dirasakan oleh klien cukup nyaman dan santai untuk menyelesaikan terapinya itu sehingga berhasil. Kadang terjadi juga bahwa dari suatu hirarki yang lebih tinggi menyebabkan kecemasan terus-menerus maka perlu dibentuk suatu rangsangan baru.

Dengan demikian maka kegagalan dalam proses desensitisasi sistematis dapat dicegah. Perlu diingat penghentian terapi jangan sekali-kali disaat klien sedang dalam keadaan cemas, sebab suatu suasana akhir pertemuan nampaknya akan lekat dipertahankan sehingga membutuhkan saat yang paling lama untuk menghapuskannya. Oleh sebab itu tiap akhir pertemuan hendaknya diberikan rangsang atau suasana yang cukup lunak dan santai sehingga penghentian dapat dilakukan dengan lebih lancar.

4. Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku

Dalam penelitian ini digunakan tiga langkah menganalisis perilaku, berawal dari tahap memilih target perilaku yang akan dikurangi sampai tahap mengevaluasi program yang telah dilaksankan. Tiga langkah tersebut yaitu :


(50)

1. Memilih target perilaku yang akan dikurangi

2. Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi perilaku 3. Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan

Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku akan diuraikan lebih jelas dibawah ini:

1. Memilih target perilaku yang akan dikurangi

Merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian. Dalam penelitian ini target perilaku yang akan dikurangi adalah kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN. Untuk mengurangi perilaku yang dialami oleh calon mahasiswa tersebut peneliti menggunakan teknik konseling. Adapun konseling yang akan diterapkan oleh peneliti adalah dengan menggunakan pendekatan behavioural teknik desensitisasi sistematis.

2. Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.

Tahap ini merupakan tahap inti dari penelitian yang akan dilakukan. Dalam tahap ini peneliti menentukan cara dan strategi yang akan digunakan untuk membantu mengurangi perilaku subjek. Peneliti menggunakan strategi atau cara konseling untuk membantu mengurangi perilaku subjek penelitian dengan cara menurunkan perilakunya bahkan sampai menghilangkannya. Konseling yang akan dilaksankan peneliti menggunakan salah satu pendekatan yaitu pendekatan konseling behavioural dengan teknik desensitisasi sistematis.


(51)

35

3. Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan peneliti

Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses menganalisa perilaku yang dilaksanakan. Mengevaluasi program yang telah dilaksankan bertujuan untuk mengetahui apakah program yang dilaksankan yaitu dengan cara membandingkan keadaan perilaku subjek sebelum dilakukan konseling dengan perilaku subjek sesudah dilakukan konseling.

D. Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Mengurangi Kecemasan Teknik desensitisasi sistematis yang berasal dari pendekatan konseling behavioural. Menurut pendekatan konseling behavioural, suatu kecemasan diperoleh seseorang dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu, untuk mengurangi atau menurunkan kecemasan harus melalui usaha yang dikondisikan pula sehingga kecemasan itu berakhir yaitu dengan menggunakan teknik desensitisasi sitematis (Willis, 2004: 96). Menurut Tresna (2011: 9), desensitisasi sistematis adalah teknik yang cocok digunakan untuk menangani kecemasan individu dalam menghadapi persoalan.

Hasil analisis penelitian terhadap efektifitas konseling behavioural dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian, membuktikan secara keseluruhan terjadi penurunan kecemasan menghadapi ujian (Tresna, 2011: 15).

Penelitian ini didukung oleh penelitian dari Astutik Riyanti (2012) yang bejudul

“Upaya menurunkan kecemasan siswa menghadapi ujian menggunakan teknik


(52)

Semuli Lampung Utara “.Subjek dalam penelitian ini adalah enam siswa dari kelas VIII, dan penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol. Dari hasil analisis data dengan menggunakan uji t dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima atau ada perbedaan skor yang signifikan pada tingkat kecemasan siswa yang diberikan perlakuan dengan desensitisasi sistematis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat mengurangi kecemasan siswa.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan penelitian lain dapat disimpulkan bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi ujian/tes. Persamaan terhadap penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan penelitian Astutik Riyanti (2012) yaitu untuk membantu klien mengurangi kecemasan ujian dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis, dan tidak adanya kelompok kontrol pada penilitian. Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan penelitian Astutik Riyanti (2012) yaitu terletak pada subjek penelitian, baik dari segi ujian atau tes yang yang dihadapi maupun dari jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian.

Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian lain membuktikan bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat menjadi salah satu alternatif dalam menangani beberapa masalah kecemasan siswa saat menghadapi ujian. Menurut (Setiawati, 2009: 8), teknik cognitive restructuring dan desensitisasi sistematis dapat dijadikan alternatif permasalahan klien yang berhubungan dengan kecemasan.


(53)

37

Teknik desensitisasi sistematis dipilih karena merupakan teknik memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan memanfaatkan ketenangan jasmaniah konseli untuk melawan ketegangan jasmaniah konseli bila konseli berada dalam situasi menakutkan atau menegangkan sehingga sangat tepat untuk mengatasi gangguan kecemasan.

Adapun yang memperkuat dalam menggunakan teknik desensitisasi sistematis dalam mereduksi kecemasan menghadapi SBMPTN adalah karena teknik ini perpaduan dari beberapa teknik salah satunya relaksasi, pada relaksasi calon mahasiswa diminta untuk mengendurkan otot-otat yang tegang serta memikirkan sesuatu, dan membayangkan sesuatu yang dapat membuat rileks. Teknik desensitisasi sistematis juga dapat diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, `mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digenarilisasi, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi, dan frigiditas seksual. (Corey, 2009:210)

Dari hasil penelitian para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa teknik desensitisasi sistematis efektif untuk mereduksi kecemasan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desensitisasi sistematis untuk mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN karena teknik ini dianggap tepat dan sesuai untuk masalah yang dialami klien dengan masalah kecemasan.


(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Universitas Lampung. Waktu penelitian ini adalah tahun pelajaran 2014/2015.

B. MetodePenelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan. Pengggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkap benar-benar ada bukti ilmiah yang kuat. Dengan metode yang tepat akan meningkatkan objektivitas hasil penelitian, karena merupakan penemuan kebenaran yang memiliki tingkat ketepatan (validitas) dan tingkat kepercayaan (reabilitas) yang tinggi.

Dilihat dari klasifikasinya, maka metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi eksperimen). Quasi eksperimen adalah eksperimen yang memiliki perlakuan (treatment), desain tidak mempunyai pembatasan yang ketat terhadap randomisasi. Disebut eksperimen semu karena eksperimen ini belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen yang sebenarnya, karena variabel-variabel yang seharusnya dikontrol atau dimanipulasi. Oleh sebab itu validitas penelitian menjadi kurang cukup untuk disebut sebagai eksperimen sebenarnya. (Sugiyono, 2009)


(55)

39

Desain yang digunakan One Group Pretest-Postest. Pelaksanaan eksperimen dengan desain ini dilakukan dengan memberikan perlakuan (X) terhadap satu kelompok, yaitu kelompok eksperimen. Sebelum diberikan perlakuan, kelompok tersebut diberi pretest(O1) dan setelahnya diberikan postest(O2). Hasil kedua tes ini lalu dibandingkan untuk menguji apakah perlakuan memberi pengaruh kepada kelompok tersebut.

Pre-test Treatment Post-test

Bagan 1.1 desain eksperimenOne Group Pre Test-Postest. Keterangan :

X : Perlakuan dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis O1 : Kondisi awal kecemasansiswasebelum diberikan perlakuan O2 : Kondisiakhirkecemasansiswasetelah diberikan perlakuan

C. Subjek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah calon mahasiswa yang akan melaksanakan SBMPTN tahun pelajaran 2014/2015 yang berasal dari desa Sukaraja, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus dan memiliki tingkat kecemasan tinggi dan akan diberi perlakuan melalui konseling dengan teknik desensitisasi sitematis.


(56)

D. Variabel Penelitian

Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini ada dua variable yaitu variabel terikat(dependent) danvariabel bebas(independent), yaitu:

a. Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan calon mahasiswadalam menghadapi SBMPTN.

b. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah teknik desensitisasi sistematis.

E. Definisi Operasional

Kecemasan saat menghadapi SBMPTN merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan: 1) kekhawatiran, 2) ketegangan, 3) sulit berkonsentrasi.

Desensitisasi Sistematis adalah suatu teknik atau treatmentyang diberikan kepada calon mahasiswa untuk mengurangi kecemasan dalam menghadapi SBMPTN. Terdiri dari memikirkan sesuatu, rileks dan membayangkan sesuatu agar klien dapat mengurangi kekhawatiran atau ketegangan dalam suasana tertentu, di dalam penelitian ini untuk mengurangi kecemsan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.


(57)

41

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Menurut Suharsimi Arikunto (2002:126), metode

pengumpulan data adalah :”cara memperoleh data”. Peneliti akan menggunakan

metode atau cara untuk memperoleh data-data yang diperlukan.

Upaya pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakanangket.Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012: 142). Metode angket digunakan untuk mendapatkan data variabel terikat (Y) yaitu perasaan cemas calon mahasiswa. Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah. Angket dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet (Sugiyono, 2012: 142).

Berikut kisi-kisi mengenai angket kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN:

Variabel Indikator Deskriptor

Kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi ujian/tes

1. Kekhawatiran a. Mengalami perasaan yang tidak nyaman b. Emosi tidak stabil

3.ketegangan a. Pikiran tidak nyaman

b. Tergangu oleh debar jantung b. Mengalami kebingungan 5. sulit

berkonsentrasi

a. Sulit memusatkan perhatian

b. sulit mengingat mata pelajaran yang telah di berikan


(58)

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup yang menggunakan dua alternatif jawaban, yaitu Ya dan Tidak dengan skor 1 dan 0. Artinya apabila daftar pernyataan positif (favorable), maka dari masing-masing pernyataan akan diberi skor 1 bila menjawab Ya dan diberi skor 0 bila menjawab Tidak. Apabila pernyataan negatif, maka dari masing-masing pernyataan akan diberi skor 0 bila menjawab Ya dan diberi skor 1 bila menjawab Tidak.

G. Uji Validitas dan Uji Reabilitas a. Uji Validitas

Validitas adalah alat ukur yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2002: 168).Validitas merupakan kepercayaan terhadap instrumen penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi. Sugiyono (2010:177) berpendapat bahwa untuk menguji validitas isi dapat digunakan pendapat para ahli (judgment experts). Ahli yang dimintai pendapatnya adalah 3 orang dosen Bimbingan dan Konseling yaitu Ari Sofia. S.Psi., M.A., Psi., Drs. Syaifuddin Latif, M.Pd., dan Citra Abriani, M.Pd Kons. Hasil uji ahli menunjukkan pernyataan tepat untuk digunakan namun perlu diadaakan perbaikan dan peneliti sudah memperbaiki angket tersebut sebelum penelitian berlangsung.

b. Uji Reabilitas

Menurut Arikunto (2002: 221), reliabilitas adalah suatu instrumen yang cukup dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan (Noor, 2011: 130). Hal ini untuk mengetahui sejauh


(59)

43

mana alat ukur dikatakan konsisten,jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama.

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui tingkat reliabilitas angketmenggunakan rumus koefisien alpha dengan bantuan Statistical Product and Service Solution (SPSS). Tingkat reliabilitas skala dapat dilihat dengan menggunakan teknik rumus alpha.                 

2 1 2 1 1 σ σ b tt k k r Keterangan :

: Reliabilitas total

: Banyaknya butir pertanyaan

2

b

σ : Jumlah varian butir

2 1

σ : Varian Total

Tolak ukur klasifikasi rentang koefisien reliabilitas dari Riduwan (2005:98) sebagai berikut:

0,80 - 1,00 = Derajat keterandalan sangat tinggi 0,60 - 0,799 = Derajat keterandalan tinggi

0,40–0,599 = Derajat keterandalan cukup 0,20–0,399 = Derajat keterandalan rendah


(60)

2. Teknik Analisis Data

Selanjutnya untuk mengetahui keberhasilan penelitian, dengan adanya penurunan kecemasan calon mahasiswa setelah pemberian treatment dapat dihitung menggunakan rumusuji-T(Arikunto,2010), yaitu:

) 1 ( 2  

N N d x Md t Keterangan:

Md = mean dari deviasi (d) antarapost-testdanpre-test xd = deviasi masing-masing subyek (d–Md)

∑ x2d = jumlah kuadrat deviasi N = subyek pada sampel Df = atau db adalah N–1

Rumus di atas digunakan untuk menghitung keefektivitasan treatment/perlakuan yang diberikan kepada subyek penelitian. Rumus ini digunakan untuk data yang berdistribusi normal. Kemudian dianalisis menggunakan rumus thitung. Dalam pelaksanaan uji T untuk menganalisis kedua data yang berpasangan tersebut, dilakukan dengan menggunakan analisis uji melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science)17.

Hasil yang diperoleh dari analisis data yang dilakukan seperti di atas, dapat menunjukkan apakah perlakuan yang diberikan atau teknik desensitisasi sistematis dapat atau tidak dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.


(61)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji-t, diperoleh t hitung > t tabel (7,136 > 2,365) maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, artinya kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri dapat dikurangi menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

B. Saran

Setelah penulis menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan dari penelitian ini, maka dengan ini penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Lembaga perguruan tinggi hendaknya mengadakan konseling dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mengatasi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.

2. Kepada peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian dalam mengatasi kecemasan dengan teknik lainnya dan menggunakan ruang terapi yang memadai.


(62)

Abimanyu, Soli & Manrihu. 1996. Teknik dan Laboratorium Konseling.Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arikunto, S. 2006. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Atkinson, R. 1993.Pengantar Psikologi Edisi ke Delapan Jilid 2.Jakarta: Erla-ngga

Azwar.S.2012.Reabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktik konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama

Daradjat, Zakiah. 1988.Kesehatan Mental.Jakarta: Gunung Agung.

Davidoff,L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar Edisi Ke Dua Jilid 2. Jakarta:Erlangga

Duran, V.M. & Barlow, D.H. 2003. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd. California: Thomson Learning, Inc

Goleman, D. 1991. Kecerdasan Emosional. Diterjemahkan oleh Hermaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Grainger, C. 1999.Mengatasi Stres Bagi Para Dokter. Jakarta: Hipokrates Hawari, Dadang. (2006).Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya

Baru.

Jayanti.Erma 2009. Penggunaan Teknik Deensitisasi Sistematis dalam Mengurangi Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Nasional di SMA Perintis 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi tidak diterbitkan:Universitas Lampung.


(63)

Mulyarto.Teori dan Praktek dari Konseling Psikoterapi Edisi Keempat. Cole Publishing Company.

Nevid, J, Rathus S. & Greene B. 2003. Psikologi Abnornal Edisi Kelima Jilid Satu. Erlangga: Jakarta

Noor, J. 2011.Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada media Group

Riyanti, Astutik 2007.Upaya Menurunkan Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Menggunakan Teknik Desensitisasi Sistematis Pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1 Abung Semuli Lampung Utara Tahun Pelajaran 2010-2011.Skripsi tidak diterbitkan: Universitas Lampung.

Setiawati, Denok. 2009. Keefektifan Cognitive Restructuring dan Desensitisasi Sistematis untuk Mengatasi Kecemasan Siswa SMP dan SMA. Universitas Negeri Surabaya.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Sukardi.D.K.2008.Pengantar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Sundari, Siti. 2005.Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta. Tresna, I. Gede. 2011. Efektivitas Konseling Behavioral Dengan Teknik

Desensitisasi Sistematis Untuk Mereduksi Kecemasan Menghadapi Ujian.Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Singaraja. Vol 94

Willis, Sofyan. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Wiramihardja, A. Sutardjo. 2007. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Rineka Aditama


(1)

42

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup yang menggunakan dua alternatif jawaban, yaitu Ya dan Tidak dengan skor 1 dan 0. Artinya apabila daftar pernyataan positif (favorable), maka dari masing-masing pernyataan akan diberi skor 1 bila menjawab Ya dan diberi skor 0 bila menjawab Tidak. Apabila pernyataan negatif, maka dari masing-masing pernyataan akan diberi skor 0 bila menjawab Ya dan diberi skor 1 bila menjawab Tidak.

G. Uji Validitas dan Uji Reabilitas a. Uji Validitas

Validitas adalah alat ukur yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2002: 168).Validitas merupakan kepercayaan terhadap instrumen penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi. Sugiyono (2010:177) berpendapat bahwa untuk menguji validitas isi dapat digunakan pendapat para ahli (judgment experts). Ahli yang dimintai pendapatnya adalah 3 orang dosen Bimbingan dan Konseling yaitu Ari Sofia. S.Psi., M.A., Psi., Drs. Syaifuddin Latif, M.Pd., dan Citra Abriani, M.Pd Kons. Hasil uji ahli menunjukkan pernyataan tepat untuk digunakan namun perlu diadaakan perbaikan dan peneliti sudah memperbaiki angket tersebut sebelum penelitian berlangsung.

b. Uji Reabilitas

Menurut Arikunto (2002: 221), reliabilitas adalah suatu instrumen yang cukup dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan (Noor, 2011: 130). Hal ini untuk mengetahui sejauh


(2)

43

mana alat ukur dikatakan konsisten,jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama.

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui tingkat reliabilitas angketmenggunakan rumus koefisien alpha dengan bantuan Statistical Product and Service Solution (SPSS). Tingkat reliabilitas skala dapat dilihat dengan menggunakan teknik rumus alpha.                 

2 1 2 1 1 σ σ b tt k k r Keterangan :

: Reliabilitas total

: Banyaknya butir pertanyaan

2 b

σ : Jumlah varian butir

2 1

σ : Varian Total

Tolak ukur klasifikasi rentang koefisien reliabilitas dari Riduwan (2005:98) sebagai berikut:

0,80 - 1,00 = Derajat keterandalan sangat tinggi 0,60 - 0,799 = Derajat keterandalan tinggi

0,40–0,599 = Derajat keterandalan cukup 0,20–0,399 = Derajat keterandalan rendah


(3)

44

2. Teknik Analisis Data

Selanjutnya untuk mengetahui keberhasilan penelitian, dengan adanya penurunan kecemasan calon mahasiswa setelah pemberian treatment dapat dihitung menggunakan rumusuji-T(Arikunto,2010), yaitu:

) 1 (

2

 

N N

d x Md t

Keterangan:

Md = mean dari deviasi (d) antarapost-testdanpre-test xd = deviasi masing-masing subyek (d–Md)

∑ x2d = jumlah kuadrat deviasi N = subyek pada sampel Df = atau db adalah N–1

Rumus di atas digunakan untuk menghitung keefektivitasan treatment/perlakuan yang diberikan kepada subyek penelitian. Rumus ini digunakan untuk data yang berdistribusi normal. Kemudian dianalisis menggunakan rumus thitung. Dalam

pelaksanaan uji T untuk menganalisis kedua data yang berpasangan tersebut, dilakukan dengan menggunakan analisis uji melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science)17.

Hasil yang diperoleh dari analisis data yang dilakukan seperti di atas, dapat menunjukkan apakah perlakuan yang diberikan atau teknik desensitisasi sistematis dapat atau tidak dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.


(4)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji-t, diperoleh t hitung > t tabel (7,136 > 2,365) maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, artinya kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri dapat dikurangi menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

B. Saran

Setelah penulis menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan dari penelitian ini, maka dengan ini penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Lembaga perguruan tinggi hendaknya mengadakan konseling dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mengatasi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.

2. Kepada peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian dalam mengatasi kecemasan dengan teknik lainnya dan menggunakan ruang terapi yang memadai.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli & Manrihu. 1996. Teknik dan Laboratorium Konseling.Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arikunto, S. 2006. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Atkinson, R. 1993.Pengantar Psikologi Edisi ke Delapan Jilid 2.Jakarta: Erla-ngga

Azwar.S.2012.Reabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktik konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama

Daradjat, Zakiah. 1988.Kesehatan Mental.Jakarta: Gunung Agung.

Davidoff,L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar Edisi Ke Dua Jilid 2. Jakarta:Erlangga

Duran, V.M. & Barlow, D.H. 2003. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd. California: Thomson Learning, Inc

Goleman, D. 1991. Kecerdasan Emosional. Diterjemahkan oleh Hermaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Grainger, C. 1999.Mengatasi Stres Bagi Para Dokter. Jakarta: Hipokrates

Hawari, Dadang. (2006).Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru.

Jayanti.Erma 2009. Penggunaan Teknik Deensitisasi Sistematis dalam Mengurangi Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Nasional di SMA Perintis 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi tidak diterbitkan:Universitas Lampung.


(6)

Mulyarto.Teori dan Praktek dari Konseling Psikoterapi Edisi Keempat. Cole Publishing Company.

Nevid, J, Rathus S. & Greene B. 2003. Psikologi Abnornal Edisi Kelima Jilid Satu. Erlangga: Jakarta

Noor, J. 2011.Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada media Group

Riyanti, Astutik 2007.Upaya Menurunkan Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Menggunakan Teknik Desensitisasi Sistematis Pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1 Abung Semuli Lampung Utara Tahun Pelajaran 2010-2011.Skripsi tidak diterbitkan: Universitas Lampung.

Setiawati, Denok. 2009. Keefektifan Cognitive Restructuring dan Desensitisasi Sistematis untuk Mengatasi Kecemasan Siswa SMP dan SMA. Universitas Negeri Surabaya.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Sukardi.D.K.2008.Pengantar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Sundari, Siti. 2005.Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta. Tresna, I. Gede. 2011. Efektivitas Konseling Behavioral Dengan Teknik

Desensitisasi Sistematis Untuk Mereduksi Kecemasan Menghadapi Ujian.Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Singaraja. Vol 94

Willis, Sofyan. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Wiramihardja, A. Sutardjo. 2007. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Rineka Aditama