UPAYA MENURUNKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS VIII UNGGULAN SMP NEGERI 1 ABUNG SEMULI LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2010-2011

(1)

ABSTRAK

UPAYA MENURUNKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS VIII UNGGULAN SMP NEGERI 1 ABUNG SEMULI

LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2010-2011

Oleh :

ASTUTIK RIYANTI

Masalah dalam penelitian ini adalah kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester. Permasalahanya apakah kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester dapat diturunkan menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Tujuan penelitian mengetahui penurunan tingkat kecemasan siswa menghadapi ujian akhir semester menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain One-group Pretest-Posttest. Alat ukur yang digunakan adalah angket kecemasan. Subyek penelitian 6 siswa kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1 Abung Semuli yang memiliki tingkat kecemasan tinggi dalam menghadapi ujian akhir semester. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penurunan tingkat kecemasan setelah subjek diberikan treatment menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data menggunakan uji t, diperoleh thitung=7,476 kemudian dibandingkan dengan ttabel = 2,015, karena thitung > ttabel maka dapat disimpulkan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester dapat diturunkan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

Saran (1) siswa dapat menerapkan teknik desensitisasi sistematis sendiri setelah diberikan cara melaksanakan teknik desensitisasi sistematis dan lebih terbuka dengan masalah yang dihadapi kepada guru pembimbing (2) Guru BK hendaknya mempelajari lebih lanjut mengenai teknik desensitisasi sistematis agar dapat membantu menangani masalah siswa ketika mengalami kecemasan dan (3) peneliti lain hendaknya menggunakan teknik dokumentasi seperti raport sebagai metode pengumpulan data saat meneliti tentang kecemasan tes.


(2)

UPAYA MENURUNKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS VIII UNGGULAN SMP NEGERI 1 ABUNG SEMULI

LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2010-2011

Oleh

ASTUTIK RIYANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Pada

Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(3)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian... 11 Gambar 2. Grafik Penurunan tingkat Kecemasan... 67


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

RIWAYAT HIDUP ii

MOTTO iii

PERSEMBAHAN iv

SANWACANA v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ………...……… 1

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………...…….. 7

C. Kerangka Pikir... ………. 8

D. Hipotesis... ………. 12

II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan ………. 13

1. Pengertian Kecemasan Tes…..………. 14

2. Karakteristik Kecemasan Tes ………...……… 15

3. Penyebab Kecemasan Tes ………...……... 4. Efek Kecemasan Tes ... 16 17 B. Desensitisasi Sistematis... ………. 18

1. Pengertian Pengertian Desensitisasi Sistematis ………... 18

2. Jenis-jenis Desensitisasi Sistematis ...………... 19

3. Tahap-tahap Pelaksanaan Desensitisasi Sistematis ...….. 4. Langkah-langkah dalam Menganalisis Perilaku Kecemasan... 21 28 C. Kelas Unggulan... ……… 29

1. Pengertian Kelas Unggulan...…… 29

2. Tujuan Kelas Unggulan... ………... D. Efektifitas Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Menurunkan Kecemasan Tes... 30 31 III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... ……… 34

B. Populasi dan Sampel Penelitian....……….. 35


(5)

D. Definisi Operasional ……….. 36

E. Teknik Pengumpulan Data ……… 38

F. Teknik Analisis Data ………. 40

IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Pra Layanan Konseling Menggunakan Tehnik Desensitisasi Sistematis... 42

2. Analisis Perilaku Berdasarkan Konseling Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis... 44

3. Gambaran Proses Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis... 4. Data skor kecemasan yang dialami subyek sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan. 61 64 5. Grafik Perubahan Kecemasan Menghadapi Ujian Akhir Semester... 67

6. Analisis Data... 76

7. Pengujian Hipotesis... 76

B. Pembahasan... 78

V Kesimpulan dan Saran A.Kesimpula... 83

B. Saran... 84 Daftar Pustaka


(6)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Data Siswa kelas VIII yang Diberi Perlakuan 45 Tabel 2. Skor Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Akhir

Semester Sebelum Diberi Perlakuan dan Sesudah

Diberi Perlakuan 66


(7)

MOTTO

Hubungan terhebat yang pernah kita miliki adalah hubungan dengan diri kita sendiri (Shierly McLaine)

Semakin banyak kita memperhatikan apa yang dikerjakan orang lain, maka semakin banyak kita belajar sesuatu untuk diri kita sendiri. (Isaac Basnevis S)


(8)

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Muswardi Rosra, M.Pd. ...

Sekretaris : Ratna Widiastuti, S.Psi.,M.A.,Psi., ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Shinta Mayasari, S.Psi.,M.Psi.,Psi. ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(9)

PERSEMBAHAN

BISMILLAHIRROHMANNIRROHIM Kupersembahkan karya kecilku ini kepada

Bapak, seorang yang sangat kukagumi dalam hidup, seorang yang kuat dan juga hebat. Dengan segala kemampuannya selalu diberikannya untukku yang terbaik. Mami, wanita paling sabar yang pernah kukenal. Dengan kasih sayang yang tulus

yang selalu diberikan untukku. Beliaulah motivator terbesar dalam hidupku.

Someone who will be my soulmate “Mas Rudiyanto” Almamater tercinta.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Sidomukti (Kotabumi-Lampung Utara) pada tanggal 17 Juni 1989. Penulis merupakan anak ke-3 dari empat bersaudara. Buah hati dari pasangan Bapak Marno dan Ibu Yatinem.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Sidomukti kecamatan Abung Timur pada tahun 2001. Menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Abung Semuli pada tahun 2004, kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Abung Semuli pada tahun 2007. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Bimbingan Konseling Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama kuliah penulis pernah aktif dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan (HIMAJIP) sebagai anggota bidang Litbang pada tahun 2008-2009. Penulis juga pernah sebagai sekretaris bidang IPTEK pada Forum Mahasiswa Bimbingan Konseling (FORMABIKA) pada tahun 2010-2011. Penulis juga pernah melaksanakan Praktik Layanan Bimbingan dan Konseling (PLBK) di SMP Negeri 04 Bandar Lampung pada bulan Juli sampai dengan Oktober tahun 2010.


(11)

SANWACANA

Segala puji hanyalah milik Allah SWT, dengan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Upaya Menurunkan Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Akhir Semester Genap Menggunakan Teknik Desensitisasi Sistematis Pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1 Abung Semuli Lampung Utara Tahun Pelajaran 2010-2011”.

Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi tingkat sarjana (S-1) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung

2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung 4. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd. selaku Pembimbing Utama dalam

penyusunan skripsi yang senantiasa telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan semaksimal mungkin selama periode penyusunan.

5. Ibu Ratna Widiastuti, S.Psi., M.A., Psi. selaku pembimbing pembantu yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan pengarahan dan


(12)

6. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi. selaku pembahas/penguji dalam skripsi ini, banyak sekali saran-saran yang bermanfaat dari beliau yang dapat diterapkan dalam skripsi ini dan juga nantinya setelah masuk ke dunia kerja. 7. Bapak dan Ibu dosen program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, terimakasih dengan segala yang telah diajarkan selama mengikuti perkuliahan.

8. Seluruh staf karyawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang secara tidak langsung memberikan bantuan selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Maryana Achmad, S.Pd. selaku Kepala SMP N 1 Abung Semuli yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Kedua orang tuaku yang tanpa lelah memberikan doa serta dukungannya dalam bentuk apapun, serta menanti keberhasilanku.

11. Kakak-kakakku (Mas Yanto, Mas Bambang, Mbak Yuli dan Mbak Anis), adikku Nurul juga keponakanku Ega, Shifa dan Adhwa terimakasih dengan segala dukungan yang telah diberikan.

12. Mas Rudi (someone who will be my shoulmate), terimakasih atas segala bentuk dukungan yang telah diberikan.

13. Teman-teman BK’07 Sulis, Priesda, Ewin, Asep, Diah, Dian, Wieta, Wuri, Resti,Alfi, Ardyan, Shufi, A’am, Meity, Wahid, Lisa, Eka Sus, Izni, Siska,


(13)

14. Kakak-kakak dan adik tingkatku di BK yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas dukungannya.

15. Teman-teman PPL di SMP N 4 Bandar Lampung, Dian, Ewin, Diah, Munip, Eci, Destri, Winanda, Sulis, Anasrin, Galih dan Arief. Makasih atas kebersamaannya selama ini, aku pasti rindu canda tawa dari kalian.

16. Teman-teman di Pondok Zahra (Ani, Eka, Destri, Dini, mbak Reni, Ros, Pitri, Yuni, Wira, Sari, Reni, Dwi, dan Ipi, aku pasti kangen dengan kalian semua. 17. Teman-teman terbaikku dari kecil Ari Widayat, Dimas Agung Prasetyo, dan

Bakung Kunto Wijayandanu terimakasih atas segala bentuk dukungan yang sudah kalian kasih.

18. Semua pihak yang pernah terlibat dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 2012

Penulis


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

1. Latar Belakang

Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam keseluruhan upaya pendidikan. Siswa dengan segala karakteristiknya berusaha untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin melalui kegiatan belajar, dan pendidik mengupayakan terciptanya situasi yang tepat sehingga memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar. Berdasarkan hal tersebut mengimplikasikan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa yang didasari oleh hubungan yang bersifat mendidik dalam rangka pencapaian tujuan.

Melalui proses belajar mengajar lah tujuan pendidikan akan dicapai. Seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 pasal 3 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Redaksi Sinar Grafika) menjelaskan:

“ Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.


(15)

Pendidikan juga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sebagai upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan hal tersebut pemerintah membuat peraturan tentang standarisasi kompetensi kelulusan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 19/2005 pasal 25 ayat 1 dan 2, yaitu:

“Standar kompetensi kelulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidik. Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.”

Standarisasi kompetensi kelulusan tersebut sebagai tolok ukur dalam memberikan penilaian dari tahap evaluasi pada proses pendidikan. Evaluasi memegang peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dan dari evaluasi itu para pengambil keputusan pendidikan mendasari diri dalam memutuskan apakah seorang siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak. Tanpa evaluasi tidak dapat diketahui sejauh mana keluaran pendidikan telah sesuai atau bahkan menyimpang dari tujuan awal yang telah dicanangkan. Evaluasi yang dilakukan secara benar akan banyak manfaatnya karena dari hasil evaluasi itu akan diperoleh umpan balik yang berharga bagi masukkan maupun proses pendidikan (Hisyam : 2000).

Dunia pendidikan disiapkan untuk mempersiapkan generasi muda agar menjadi sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing dalam era


(16)

persaingan bebas. Namun, tidak menutup kemungkinan dengan adanya peraturan pemerintah yang berkaitan dengan standar kelulusan dapat menyebabkan kecemasan pada peserta didik yang akan melaksanakan ujian, baik ujian nasional ataupun ujian akhir semester. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pakar pendidikan Daud (2008), ketika standar kelulusan menuntut sama untuk semua siswa, tanpa mempertimbangkan objektifitas kualitas pengajaran di sekolah mereka, maka jelas para siswa, guru, dan juga orang tua di daerah terpencil akan merasa tertekan, stres, takut, dan bahkan putus asa perihal kelulusan mereka.

Spielberger & Vagg (dalam Zeidner:1998) mengatakan bahwa kecemasan tes mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Siswa yang memiliki kecemasan tes memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi, melihat ujian sebagai situasi yang sangat sulit, menantang dan menakutkan.

Seseorang yang mengalami kecemasan dapat menunjukkan beberapa ciri-ciri kecemasan. Seperti, kegelisahan dan kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang gemetar, banyak berkeringat, sulit berbicara, jantung yang berdebar keras atau kencang, panas dingin, wajah terasa memerah dan bahkan bisa pusing lalu pingsan (Nevid, 2003). Hal-hal yang disebutkan tersebut dapat saja terjadi pada siswa yang mengalami kecemasan tes, karena tingginya tingkat kekhawatiran yang dialami oleh siswa tersebut.


(17)

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada tanggal 28 Februari 2011 di SMP Negeri 01 Abung Semuli Lampung Utara, diperoleh informasi melalui wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling, wali kelas, dan guru bidang studi bahwa terdapat siswa yang mengalami kecemasan ketika akan melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS). Kelas yang direkomendasikan dari pihak sekolah adalah kelas VIII C yang merupakan kelas unggulan pada kelas VIII di SMP Negeri 1 Abung Semuli. Diharapkan dengan penelitian yang peneliti laksanakan pihak sekolah dapat mengetahui tingkat kecemasan yang dialami oleh siswa dari kelas unggulan saat menghadapi ujian akhir semester. Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh guru pembimbing di kelas VIII C terdapat 4-7 siswa yang dianggap mengalami kecemasan. Berdasarkan informasi yang diterima dan berdasarkan hasil pengamatan secara langsung para siswa tersebut menunjukkan ciri-ciri dari kecemasan. Seperti, muka memerah ketika guru menunjuk mereka untuk mengerjakan soal latihan di depan kelas, suara terbata-bata ketika guru meminta siswa tersebut menjawab sebuah pertanyaan secara tiba-tiba, terlihat gemetar ketika presentasi di depan kelas, dan juga ada yang sering izin ke kemar kecil untuk buang air kecil pada mata pelajaran tertentu.

Selain melakukan wawancara dengan guru pembimbing, wali kelas dan guru bidang studi, peneliti juga melakukan wawancara dengan 4 siswa kelas VIII C saat jam istirahat berlangsung. Dari informasi yang didapatkan mereka menyatakan pernah merasa cemas saat sedang belajar dikelas, saat guru memberikan informasi tentang standar kompetensi yang harus dicapai mereka pada setiap mata pelajaran, dan ketika menjelang ujian akhir semester. Siswa


(18)

merasa takut apabila tidak bisa mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan pada setiap mata pelajaran, sehingga mereka harus remedial. Siswa juga merasa takut apabila mereka tidak naik kelas. Dan rasa takut seperti itu menyebabkan siswa kurang nyaman dalam belajar dan kurang dapat berkonsentrasi ketika belajar di dalam kelas.

Kecemasan yang dialami oleh siswa perlu mendapat penanganan secara khusus supaya kecemasan tersebut dapat menurun. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan tersebut adalah dengan teknik desensitisasi sistematis.

Cormier dan Cormier (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996:334) mengemukakan bahwa desensitisasi sistematis telah digunakan untuk menyembuhkan kecemasan,kasus-kasus phobia ganda pada anak-anak, muntah-muntah yang kronis, takut pada darah, kebiasaan mimpi buruk dimalam hari, takut menyetir mobil dan takut air. Teknik desensitisasi juga telah digunakan secara luas dengan penderita phobia pada umumnya seperti, takut ketinggian, takut di tempat terbuka dan takut di tempat tertutup. Selain itu, teknik disensitisasi juga digunakan untuk menyembuhkan orang yang takut terbang, takut mati, takut kritik atau penolakan.

Dari uraian di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang “Upaya Menurunkan Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Menggunakan Teknik Desensitisasi Sistematis pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1 Abung Semuli Lampung Utara Tahun Pelajaran 2010-2011”.


(19)

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1 ada siswa yang mukanya memerah ketika guru menunjuk mereka

mengerjakan soal latihan di depan

2 ada siswa yang suaranya terbata-bata ketika guru meminta siswa tersebut menjawab sebuah pertanyaan secara tiba-tiba

3 ada siswa yang terlihat gemetar ketika presentasi di depan kelas

4 ada siswa yang sering izin ke kemar kecil untuk buang air kecil pada saat ujian

5 ada siswa yang cemas apabila nilai yang didapat tidak mencapai standar kelulusan yang telah ditetapkan.

6 ada siswa yang kurang konsentrasi saat ujian.

7 ada siswa yang mengalami kecemasan tidak akan naik kelas.

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Maka dalam hal ini peneliti membatasi pada “Upaya Menurunkan Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Menggunakan Teknik Desensitisasi Sistematis pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1 Abung Semuli Lampung Utara Tahun Pelajaran 2010-2011”.


(20)

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah; “Siswa mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian di SMP Negeri 1 Abung Semuli Lampung Utara tahun pelajaran 2010/2011”.

Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

“Apakah kecemasan siswa dalam menghadapi ujian dapat diturunkan dengan penggunaan teknik desensitisasi sistematis?”

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: a. Kegunaan secara teoretis

Secara teoretis penelitian ini berguna untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan penulis melalui bahasa ilmiah. Selain itu penelitian ini berguna untuk mengembangkan ilmu khususnya mengenai penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam menurunkan kecemasan siswa menghadapi ujian akhir semester.


(21)

b. Secara praktis

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester dapat diturunkan dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

C. Kerangka Pikir

Setiap orang dapat mengalami kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan emosi yang sifatnya tidak menyenangkan. Akibat dari kecemasan itu, maka seseorang akan dibayangi rasa khawatir dan takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya. Banyak hal yang dapat mmenimbulkan kecemasan dalam diri seseorang, seperti kesehatan, hubungan sosialnya, ujian atau bahkan karir (Nevid, dkk:2003).

Seseorang yang mengalami kecemasan dapat menunjukkan beberapa ciri-ciri kecemasan, seperti: gelisah, gugup, tangan atau anggota tubuh gemetar, banyak berkeringat, sulit berbicara, jantung berdebar keras atau kencang, panas dingin, wajah memerah dan bahkan bisa pusing dan pingsan (Nevid, dkk:2003). Hal-hal seperti itu dapat muncul ketika seseorang berada dalam keadaan cemas. Apalagi jika kecemasan itu lebih mengacu pada hal yang lebih spesifik seperti menghadapi ujian atau biasa yang disebut dengan kecemasan tes.

Spielberger & Vagg (dalam Zeidner: 1998) mengatakan bahwa kecemasan tes mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Siswa yang memiliki


(22)

kecemasan tes memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi, melihat ujian sebagai situasi yang sangat sulit, menantang dan menakutkan.

Dalam hal ini adalah siswa yang mengalami kecemasan ketika akan melaksanakan ujian akhir semester. Mereka dapat mengalami beberapa ciri-ciri kecemasan seperti yang dijelaskan diatas, secara tiba-tiba pusing, mual, keluar keringat di telapak tangannya, panas dingin, gemetar bahkan kurang konsentrasi dalam mengikuti proses belajar di kelas. Dengan ciri-ciri yang ditunjukkan oleh siswa-siswa tersebut mengindikasikan bahwa siswa tersebut memiliki tingkat kecemasan yang tinggi saat menghadapi ujian.

Kecemasan yang dialami tersebut dapat berawal dari perasaan takut pada dirinya dengan adanya standarisasi kompetensi kelulusan yang tercantum dalam perundang-undangan Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah RI mengenai standar kelulusan yang harus dicapai oleh peserta didik. Para siswa takut apabila nilai hasil ujian pada setiap mata pelajaran tidak mencapai standar yang telah ditetapkan pemerintah (Daud, 2008).

Cormier dan Cormier (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996:334) mengemukakan bahwa desensitisasi sistematis telah digunakan untuk menyembuhkan kecemasan,kasus-kasus phobia ganda pada anak-anak, muntah-muntah yang kronis, takut pada darah, kebiasaan mimpi buruk dimalam hari, takut menyetir mobil dan takut air. Teknik desensitisasi juga telah digunakan secara luas dengan penderita phobia pada umumnya seperti, takut ketinggian, takut di tempat terbuka dan takut di tempat tertutup. Selain


(23)

itu, teknik disensitisasi juga digunakan untuk menyembuhkan orang yang takut terbang, takut mati, takut kritik atau penolakan.

Egbochukuand (2005) membuktikan lewat penelitiannya, bahwa teknik desensitisasi sistematis efektif dalam menurunkan kecemasan ujian pada siswa Sekolah Menengah Atas Nigeria, sehingga dianjurkan terapi ini cocok digunakan dalam mereduksi kecemasan. Adapun dalam penelitiannya tersebut menghasilkan sebuah program penanganan kecemasan ujian pada siswa sekolah menengah pertama dengan menggunakan desensitisasi sistematis. Dari uraian diatas, maka peneliti mencoba untuk memberikan sebuah treatment supaya kecemasan yang dialami oleh siswa tersebut dapat menurun. Treatment yang diberikan adalah dengan menggunakan teknik disensitisasi sistematis. Dalam hal ini peneliti berusaha memberikan “suntikan” pada siswa untuk menanggulangi ketakutan atau kebimbangan yang mendalam dalam suasana tertentu. Dalam teknik ini peneliti berusaha mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, rileks dan membayangkan sesuatu agar mereka dapat menurunkan ketakutan atau ketegangan dalam suasana tertentu.

Dari pelaksanaan treatment tersebut kecemasan yang dialami siswa ketika menghadapi ujian akhir semester dapat menurun. Siswa yang sebelum diberikan perlakuan memiliki tingkat kecemasan tinggi setelah diberikan perlakuan kecemasan yang dialami menurun. Maka dari itu kecemasan yang dialami siswa dalam menghadapi ujian akhir sekolah dapat diatasi dengan konseling menggunakan teknik desensitisasi sistematis, karena teknik ini pada


(24)

umumnya merupakan teknik yang digunakan untuk menurunkan kecemasan yang dialami oleh individu.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk menurunkan kecemasan yang dialami siswa dalam mengahapi ujian akhir semester dengan konseling menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

Berikut ini adalah kerangka pikir penelitian yang coba digambarkan dalam bentuk bagan oleh peneliti:

Bagan 1. Kerangka Pikir penelitian

Berdasarkan kerangka pikir tersebut dapat terlihat bahwa siswa awalnya mengalami kecemasan yang tinggi. Kemudian peneliti mencoba untuk mengurangi kecemasan tersebut dengan menerapkan teknik dieensitisasi sistematis dalam konseling dengan tujuan agar kecemasan yang dialami siswa dapat mengalami penurunan.

Kecemasan subjek

tinggi Kecemasan subjek menurun

Penggunaan teknik desensitisasi


(25)

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan oleh peneliti, yang kemudian harus diuji kebenarannya. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester dapat diturunkan dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

Sedangkan hipotesis statistiknya adalah:

Ho : tidak terdapat perbedaan skor antara tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester sebelum diberikan teknik desensitisasi sistematis dan sesudah diberikan teknik desensitisasi sistematis.

Ha : terdapat perbedaan skor antara tingkat kecemasan siswa dalam

menghadapi ujian akhir semester sebelum diberikan teknik desensitisasi sistematis dan sesudah diberikan teknik desensitisasi sistematis.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai kecemasan yang meliputi: kecemasan tes, karakteristik kecemasan tes, dan penyebab kecemasan tes, akibat kecemasan tes, kelas unggulan, pengertian kelas unggulan, tujuan kelas unggulan, teknik disensitisasi sistematis, pengertian disensitisasi sistematis, jenis-jenis desensitisasi sistematis dan tahap-tahap pelaksanaan desensitisasi sistematis, efektifitas teknik desensitisasi sistematis dalam mengurangi kecemasan.

A. Kecemasan

Setiap individu pasti pernah merasakan suatu perasaan yang disebut dengan kecemasan. Kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan khawatir (aprehensive) bahwa sesuatu buruk akan terjadi pada dirinya (Nevid dkk, 2003). Sedangkan menurut pendapat Atkinson (1996:214) kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda-beda.


(27)

1. Pengertian Kecemasan Tes

Ujian/tes ditujukan untuk merepresentasikan kemampuan atau pekerjaan siswa selama belajar di kelas. Dengan pelaksanaan ujian/tes siswa dituntut untuk memperoleh hasil yang baik, bahkan sempurna, baik oleh dirinya sendiri, teman-teman, guru, dan orangtuanya. Menurut Nevid dkk, (2003) ujian/tes merupakan salah satu hal yang dapat menjadi sumber kecemasan. Ketika akan menghadapi ujian atau tes, seseorang dapat mengalami kecemasan atau yang biasa disebut dengan kecemasan tes (test anxiety). Spielberger & Vagg (dalam Zeidner:1998) mengatakan bahwa kecemasan tes mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Situasi yang lebih spesifik yang dimaksudkan adalah ketika akan dihadapkan pada suatu proses penilaian seperti ujian/tes. Pada situasi seperti ini individu dapat mengalami tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikirannya terganggu atau kurangnya konsentrasi dan merasakan ketegangan serta gairah fisiologis pada perilaku yang ditunjukkannya.

Sedangkan menurut Nicaise (dalam Adeleyna, 2008) kecemasan tes didefinisikan sebagai respon fisiologis, kognitif, dan tingkah laku individu, yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dinilai. Individu yang mengalami kecemasan tes menurut Nicaise lebih mengacu pada respon fisiologis yang ditunjukkan seperti detak jantung menjadi lebih cepat, telapak


(28)

tangan yang mengeluarkan keringat berlebih yang akhirnya mendorong pada perasaan negatif pada saat akan dilakukan proses penilaian.

Menurut Sieber dkk, (dalam Zeidner:1998) kecemasan tes adalah respon fenomenologis, fisiologis, dan tingkah laku yang menyertai kekhawatiran atau kegagalan pada ujian atau situasi yang bersifat evaluasi. Seseorang dalam kondisi seperti ini lebih menunjukkan tingkah laku-tingkah laku yang disertai dengan rasa khawatir yang tinggi.

Dari beberapa pengertian kecemasan tes di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan tes adalah suatu manifestasi emosi yang bercampur aduk yang merupakan bentuk perasaan cemas berlebihan pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Bentuk respon yang ditampilkan dalam respon fisiologis, kognitif dan tingkah laku individu, yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dinilai tersebut.

2. Karakteristik Kecemasan Tes

Kecemasan tes (test anxiety) bisa ditemukan pada beberapa siswa yang memiliki keinginan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Seseorang yang memiliki kecemasan tes tinggi akan merasa khawatir akibat tidak mampu mengerjakan ujian/tes dengan baik. Orientasi diri terhadap perasaan khawatir ini juga mempengaruhi konsentrasi selama perjalanan ujian/tes. Menurut teori Sarason (dalam Adeleyna, 2008) mengatakan karakteristik siswa yang memiliki kecemasan tes adalah sebagai berikut:


(29)

b. Siswa merasa dirinya sebagai orang yang tidak berguna atau tidak cukup bisa mengerjakan soal-soal ujian;

c. Siswa akan lebih memfokuskan pada konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakmampuan dirinya;

d. Keinginan untuk menyalahkan diri sangat kuat dan mengganggu aktifitas kognitif terhadap ujian;

e. Siswa sudah mengira dan mengantisipasi kegagalan karena orang lain. Berdasarkan karakteristik siswa dalam menghadapi ujian yang disebutkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang menghadapi ujian mengalami perasaan-perasaan kurang nyaman dalam dirinya dan timbul anggapan bahwa ujian merupakan hal yang menyulitkan.

3. Penyebab Kecemasan Tes

Gunarsa (1989) dan Durand & Barlow (dalam Widiastuti, 2011) menyatakan cemas disebabkan oleh hal-hal berikut:

a. peningkatan aktivitas otak atau neurotransmitter

b. munculnya ancaman, tekanan, atau masalah dalam kehidupan

c. kondisi sosial yang menuntut secara berlebihan yang belum atau tidak dapat dipenuhi oleh individu, seperti tuntutan mendapatkan nilai tinggi. d. rasa rendah diri dan kecenderungan menuntut diri sempurna karena

standar prestasi yang terlalu tinggi dibandingkan dengan kemampuan nyata yang dimiliki individu.

e. kurang siap dalam menghadapi suatu situasi atau keadaan, misalnya pada siswa yang merasa kurang menguasai mata pelajaran matematika tetapi harus segera mengikuti ujian matematika.


(30)

Berdasarkan penyebab kecemasan tes yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang mengalami kecemasan tes dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti, meningkatnya aktifitas otak, adanya tekanan atau masalah dalam hidupnya, adanya tuntutan untuk mendapatkan nilai tinggi atau bahkan kurangnya kesiapan dalam menghadapi situasi tersebut dan pola pikir yang negatif terhadap dirinya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Grainger (1999) yang menjelaskan bahwa penyebab kecemasan tes berasal dari dua sumber, yaitu faktor lingkungan dan faktor individu.

4. Efek Kecemasan Tes

Pada dasarnya kecemasan dalam tingkat rendah dan sedang berpengaruh positif pada performasi belajar siswa karena dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Goleman (1997) mengatakan bahwa terlampau cemas dan takut menjelang ujian justru akan mengganggu kejernihan pikiran dan daya ingat untuk belajar dengan efektif sehingga hal tersebut mengganggu kejernihan mental yang sangat penting untuk dapat mengatasi ujian.

Ada beberapa akibat cemas pada siswa antara lain:

a. prestasi akademik rendah (Klingemann, 2008; Durand & Barlow, 2003) b. mengurangi kinerja (Educational Testing Service, 2005)

c. gangguan psikologis, misalnya pikiran kosong, sulit konsentrasi, atau berlarian kemana-mana, isi pikiran negatif seperti mengingat-ingat hasil ujian yang buruk, atau mengetahui menjawab salah setelah tes selesai tapi tidak saat tes (Educational Testing Service, 2005)

d. gangguan fisik, misalnya mual, pinsan, berkeringat, sakit kepala, mulut kering, napas cepat, berdebar-debar, otot tegang, atau sakit kepala. (Educational Testing Service, 2005)


(31)

Berdasarkan penjelasan di atas akibat dari kecemasan tes dapat menyebabkan gangguan fisik maupun psikologis pada orang yang mengalaminya. Ketika seseorang mengalami kecemasan yang ada dalam pikirannya hanyalah perasaan-perasaan negatif tentang sesuatu yang dicemaskan tersebut. Sehingga reaksi fisik maupun psikologis pun dapat muncul akibat perasaan cemas yang dialaminya tersebut.

B. Desensitisasi Sistematis

1. Pengertian Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan meyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu (dalam Corey, 2009:208). Jadi teknik ini penerapannya dengan memunculkan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang dialami oleh klien.

Chaplin (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) menyatakan bahwa desensitisasi sistematis adalah pengurangan sensitifitas emosional yang berkaitan dengan kelainan pribadi atau masalah sosial setelah melalui prosedur konseling. Menurut Chaplin penggunaan teknik desensitisasi sistematis ini untuk mengurangi sensitifitas emosional seperti cemas atau phobia dengan menerapkan prosedur atau langkah-langkah pelaksanaan teknik desesnsitisasi sistematis tersebut.


(32)

Menurut Munro, dkk. (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) menyatakan bahwa desensitisasi adalah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri atas memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu. Jadi yang dimaksudkan adalah dalam teknik desnsitisasi sistematis ini terdapat suatu proses memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu sebagai langkah atau proses pengubahan tingkah laku.

Desensitisasi sistematis juga melibatkan teknik-teknik relaksasi (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996). Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan dan divisualisasi. Tingkatan stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus penghasil kecemasan itu akan terhapus.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik dalam terapi tingkah laku dengan menghilangkan respon yang tidak menyenangkan dengan mengganti respon yang berlawanan dalam situasi rileks, dimana klien diajak untuk memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu.

2. Jenis-jenis desensitisasi sistematis

Pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis ini ada beberapa cara, baik secara individu atau secara kelompok.


(33)

Beberapa jenis desensitisasi sistematis yang dijelaskan dalam Abimanyu dan Manrihu (1996:334) adalah:

a. Desensitisasi yang dilaksanakan secara kelompok

Pelaksanaan desensitisasi kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah yang sama adalah lebih efektif dan efisien daripada desensitisasi yang dilaksanakan secara individual.

b. Desensitisasi yang dilaksanakan sendiri oleh klien

Beberapa studi menunjukkan bahwa desensitisasi yang diselenggarakan oleh terapis tidak efektif. Glasgow dan Barrera (dalam Abimanyu dan Manrihu,1996) menemukan bahwa klien yang melaksanakan desensitisasi sistematis utuk dirinya sendiri terus menunjukkan kemajuan setelah dites lebih dari klien yang pelaksanaan desensitisasiya dilakukan oleh konselor. c. Desensitisasi “in-vivo”

Desensitisasi “in-vivo” melibatkan beradanya klien secara aktual pada situasi-situasi dalam hirarki itu. Klien melibatkan diri dalam seri-seri situasi yang bertingkat daripada mengimajinasikan setiap seri itu. Jenis desensitisasi itu digunakan jika klien mempunyai kesulitan menggunakan imajinasinya atau tidak mengalami kecemasan selama melakukan imajinasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan selain jenis desenstisasi yang dilakukan secara perorangan, terdapat pula desensitisasi yang dilakukan secara berkelompok, yang dilakukan oleh klien sendiri, dan yang dilakukan oleh klien dalam stuasi aktual.


(34)

3. Tahap-tahap pelaksanaan desensitisasi sistematis

Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan teknik desensitisasi sistematik ini dikemukakan oleh Cormier dan Cormier (dalam Abianyu dan Manrihu, 1996:337) adalah:

a. Rasional penggunaan treatment desensitisasi sistematis; b. Identifikasi situasi-situasi yang menimbulkan emosi; c. Identifikasi konstruksi hirarki;

d. Pemilihan latihan; e. Penilaian imajinasi; f. Penyajian adegan;

g. Pekerjaan rumah dan tindak lanjut.

Tahap yang pertama kali digunakan pada teknik desensitisasi sistematik adalah: a. Rasional penggunaan treatment desensitisasi sistematis

Rasional yang berisi tujuan dan prosedur pelaksanaan desensitisasi sistematis disampaikan kepada klien karena akan mendatangkan beberapa manfaat. Antara lain: 1. rasional dan ringkasan prosedur pelaksanaan itu mengemukakan model tertentu atau cara dimana konselor akan melaksanakan treatment ini, 2. hasil dari desensitisasi mungkin bisa ditingkatkan karena diberikan instruksi dan harapan yang positif.

b. Mengidentifikasikan situasi-situasi yang menimbulkan emosi

Jika konselor telah menemukan masalah, maka mestinya ada indikasi tentang dimensi atau situasi yang memengaruhi kecemasan. Untuk itu dalam hal ini konselor hendaknya berinisiatif melakukan identifikasi situasi yang memengaruhi emosi tersebut dengan menggunakan salah satu prosedur, yaitu: wawancara, monitoring diri sendiri, atau angket. Setelah itu konselor


(35)

hendaknya terus membantu klien menilai situasi-situasi yang diperoleh sampai ditemukan beberapa situasi khusus.

c. Identifikasi konstruksi hirarki

Hirarki adalah daftar situasi rancangan terhadap mana klien bereaksi dengan sejumlah kecemasan yang bertingkat-tingkat. Untuk memeroleh hirarki itu, dalam tahap ini konselor hendaknya membantu klien:

1. Menjelaskan tujuan meranking butir-butir hirarki menurut meningkatnya level yang menimbulkan kecemasan;

2. Memilih tingkatan kecemasan dari paling yang tidak menimbulkan kecemasan (nilai 0) sampai pada tingkatan yang paling menimbulkan kecemasan (nilai 100);

3. Mengidentifikasi hal-hal yang menimbulkan kecemasan;

4. Mengidentifikasi hal-hal yang membuat cemas dan menulis dengan menggunakan kartu;

5. Mengeksplorasi hal-hal yang membuat cemas sampai diperoleh kriteria yang spesifik;

6. Meminta klien untuk mengidentifikasi beberapa hal-hal yang berlawanan dengan hal-hal yang membuat cemas;

7. Meminta klien untuk mengatur butir hirarki menurut makin meningkatnya pengaruh pada kecemasan dengan menggunakan metode rangking berikut: skala 0-100 atau rendah, sedang, dan tinggi;

8. Menambah atau mengurangi hirarki kecemasan agar diperoleh hirarki yang masuk akal.


(36)

d. Pemilihan dan latihan cuonterconditioning atau respon penanggulangan

Pada tahap ini konselor memilih counterconditioning atau respon penanggulangan yang sesuai untuk melawan atau menanggulangi kecemasan. Konselor menjelaskan tujuan respon yang dipilih dan mendiskusikannya. Konselor melatih klien untuk melakukan penanggulangan dan melakukannya setiap hari. Sebelum melakukan latihan, klien diminta untuk menilai level perasaan kecemasan. Kemudian konselor meneruskan latihan sampai klien dapat membedakan level-level yang berbeda dari kecemasan dan dapat menggunakan respon non kecemasan untuk mencapai sepuluh atau kurang dalam skala penilaian 0-100.

e. Penilaian imajinasi

Pelaksanaan yang khas dari desensitisasi dititikberatkan pada imajinasi klien. Hal ini berasumsi bahwa imajinasi dari situasi adalah sama dengan situasi nyata dan bahwa belajar yang terjadi dalam situasi imajinasi menggeneralisasi pada situasi ril. Karena itu tugas konselor adalah:

a) Menjelaskan penggunaan imajinasi dalam desensitisasi;

b) Mengukur kapasitas klien untuk menggeneralisasi imajinasi secara hidup; c) Melalui bantuan klien konselor menentukan apakah imajinasi klien

memenuhi kriteria atau tidak. f. Penyajian adegan hirarki

Adegan dalam hirarki disajikan setelah klien diberikan latihan dalam counterconditioning atau respon penanggulangan dan setelah kapasitas


(37)

imajinasi diukur. Setiap persentasi adegan didampingi dengan respon penanggulangan sehingga kecemasan klien terkondisikan atau terkurangi. g. Pekerjaan Rumah dan Tindak Lanjut

Dalam bagian akhir dari treatment ini konselor melakukan kegiatan sebagai berikut:

a) Konselor memberikan tugas/pekerjaan rumah yang berhubungan dengan usaha memajukan hasil treatment desensitisasi dengan petunjuk sebagai berikut:

Latihan setiap hari tentang pelaksanaan relaksasi, visualisasi butir-butir yang diselesaikan secara sukses pada sesi yang mendahuluinya, penerapan pada situasi yang sebenarnya butir-butir yang telah diselesaikan dengan sukses.

b) Konselor menginstruksikan klien untuk mencatat pekerjaan rumah dalam buku catatan

c) Konselor merencanakan pertemuan tindak lanjut untuk mencek hasil pekerjaan rumah.

Pelaksanaan teknik utama dari teknik desensitisasi sistematis diatas akan diuraikan dengan jelas di bawah ini:

Saat mata tertutup klien mulai terlibat dengan teknik ini. Konselor menggambarkan seri-seri adegan atau situasi dan meminta klien untuk membayangkan dirinya dalam setiap adegan atau situasi tersebut. Jika klien tetap rileks, klien diminta untuk membayangkan situasi yang dapat menimbulkan kecemasan. Kemudian konselor bergerak secara progresif ke hirarki situasi atau


(38)

adegan yang lebih membuat klien merasa cemas sampai klien memberi tanda bahwa klien sedang mengalami kecemasan, seperti mengeluarkan keringat, memberikan kode dengan salah satu jari-jari tangannya saat adegan tersebut dimunculkan. Kemudian konselor meminta klien untuk menghentikan imajinasi adegan kepada klien. Konselor kembali meminta klien untuk rileks, diantaranya dengan melemaskan otot-otot tubuh dan membayangkan situasi yang membuat klien senang atau situasi yang tidak membuat klien cemas. Setelah klien rileks dan tidak merasa cemas lagi kemudian adegan diteruskan kembali. Pada daftar hirarki situasi yang lebih menimbulkan rasa cemas.

Apabila prosedur pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis dapat dilaksanakan secara berurutan dan tetap sesuai dengan tahap-tahapnya maka pelaksanaan teknik ini dapat berjalan dengan lancar dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

Maka secara garis besar teknik ini dapat dibagi dalam tiga bagian usaha yang besar yaitu sebagai berikut:

a) Latihan relaksasi otot dan ketenangan menggunakan tipe relaksasi progresif; b) Menyusun urutan hirarki masalah yang mencemaskan;

c) Desensitisasi yang sesungguhnya atau pelaksanaan inti dari teknik desensitisasi sistematis.

Penyususunan hirarki dimulai dari masalah yang paling ringan dan tidak begitu menimbulkan kecemasan kemudian satu persatu ke atas hingga ke daftar hirarki situasi yang paling mencemaskan.


(39)

Penyusunan ini biasanya selesai dalam beberapa sesi wawancara sebagai berikut: a. Pada wawancara pertama, klien dilatih dengan relaksasi otot, yaitu dengan

cara melemaskan otot tubuh yang terus tegang. Kemudian klien memerhatikan dengan cermat beda rasa antara otot yang tegang dan otot yang lemas. Klien kemudian dianjurkan untuk melatih dirinya dirumah sendiri sebelum datang pada wawancara selanjutnya. Bila relaksasi sudah dapat tercapai, maka desensitisasi sudah dapat dimulai. Klien diberi aba-aba untuk melemaskan otot-ototnya sebagaimana telah diajarkan konselor dan mengacungkan jari telunjuknya bila merasa cemas saat mengimajinasikan adegan. Setelah klien merasa rileks, klien diminta membayangkan suatu adegan yang netral dan tidak akan menimbulkan rasa kecemasan setelah adegan itu dilaksanakan. Kemudian konselor meminta klien untuk mengimajinasikan suatu adegan atau situasi yang biasanya menimbulkan kecemasan. Teknik desensitisasi ini sangat perlu dipakai untuk mengetahui betapa cepat dan jelasnya klien dapat membayangkan atau mengimajinasikan suatu adegan atau situasi tertentu yang dialami dalam hidupnya.

b. Pada sesi selanjutnya, cara seperti yang dilakukan pada saat wawancara pertama tetap dilakukan lagi dengan cara mengimajinasikan situasi atau adegan yang sudah tidak menimbulkan kecemasan lagi, kemudian imajinasi adegan atau situasi boleh dilanjutkan pada urutan hirarki yang lebih tinggi atau ke situasi yang dapat menimbulkan kecemasan., demikian seterusnya hingga beberapa sesi dalam pelaksanaan teknik ini. Situasi atau adegan yang tercantum paling atas dari daftar hirarki situasi yang seharusnya menimbulkan


(40)

banyak kecemasan pada sesion sebelumnya maka pada sesion ini situasi tersebut sudah tidak lagi menjadi situasi yang mencemaskan pada diri klien. Hal yang perlu diingat adalah faktor pelaksanaan dalam mengadakan persentasi situasi dengan cara imajinasi yang logis dan konsisten untuk desensitisasi yaitu untuk mempertahankan relaksasi selama terapi dan untuk mencegah selama proses desensitisasi itu tidak akan menjadi penyebab kecemasan. Oleh sebab itu, bila klien memberi tanda bahwa ia merasa cemas atau pemberi terapi melihat ada pertanda gangguan tubuh selama diberikan rangsang kecemasan itu maka imajinasi adegan oleh klien harus segera dihentikan dan bayangan adegan yang mencemaskan tersebut di perintahkan untuk segera dihapuskan dan konselor meminta klien untuk rileks, agar klien dapat menghilangkan rasa cemas setelah mengimajinasikan suatu adegan.

Setelah klien tenang kembali barulah daftar cemas dari rangsang hirarki situasi dapat diimajinasikan kembali. Bila kecemasan timbul lagi maka relaksasi dilakukan kembali, demikian selanjutnya. Situasi diulang lagi hingga dirasakan oleh klien cukup nyaman dan santai untuk menyelesaikan terapinya itu sehingga berhasil.

Dengan demikian kegagalan dalam proses desensitisasi sistematis dapat dicegah. Perlu diingat penghentian terapi jangan sekali-kali disaat klien sedang dalam keadaan cemas, sebab suatu suasana akhir pertemuan nampaknya akan lekat dipertahankan sehingga membutuhkan saat yang paling lama untuk menghapuskannya. Oleh sebab itu tiap akhir pertemuan hendaknya diberikan


(41)

rangsang atau suasana yang cukup lunak dan santai sehingga penghentian dapat dilakukan dengan lebih lancar.

4.Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku kecemasan

Dalam penelitian ini digunakan tiga langkah menganalisis perilaku, berawal dari tahap memilih target perilaku yang akan dikurangi sampai tahap mengevaluasi program yang telah dilaksanakan. Tiga langkah tersebut yaitu:

a) Memilih target perilaku yang akan dikurangi;

b) Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi perilaku;

c) Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan.

Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku akan diuraikan lebih jelas dibawah ini:

a) Memilih target perilaku yang akan dikurangi

Merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian. Dalam penelitian ini target perilaku yang akan dikurangi adalah kecemasan siswa dalam menghadap ujian akhir semester. Untuk mengurangi perilaku yang dialami oleh siswa tersebut peneliti menggunakan teknik konseling. Adapun konseling yang akan diterapkan oleh peneliti adalah dengan menggunakan pendekatan behavioral teknik desensitisasi sistematis.

b) Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester.


(42)

Tahap ini merupakan tahap inti dari penelitian yang akan dilakukan. Dalam tahap ini peneliti menentukan cara dan strategi yang akan digunakan untuk membantu mengurangi perilaku subyek. Peneliti menggunakan strategi atau cara konseling untuk membantu mengurangi perilaku subyek penelitian dengan cara menurunkan perilakunya bahkan sampai menghilangkan perilakunya. Konseling yang akan dilaksanakan peneliti menggunakan salah satu pendekatan yaitu pendekatan konseling behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis.

c) Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan peneliti

Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses menganalisis perilaku yang dilaksanakan. Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan sudah efektif atau belum. Untuk mengevaluasi program yang dilaksanakan yaitu dengan cara membandingkan keadaan perilaku subyek sebelum dilakukan konseling dengan perilaku subyek sesudah dilakukan konseling.

C. Kelas Unggulan

1. Pengertian Kelas Unggulan

Menurut Silalahi (dalam Zanuraini : 2011), kelas unggulan adalah kelas yang menyediakan program pelayanan kusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan bakat dan kreativitas yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.


(43)

Sedangkan menurut Direktorat Pendidikan Dasar yang ditulis kembali oleh Supriyono (dalam Zanuraini : 2011) adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu.

Selanjutnya menurut Suhartono dan Ngadirun (dalam Zanuraini : 2011) kelas unggulan adalah kelas yang dirancang untuk memberikan pelayanan belajar yang memadai bagi siswa yang benar-benar mempunyai kemampuan yang laur biasa.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelas unggulan adalah kelas yang dirancang untuk sejumlah siswa yang memiliki kemampuan, bakat, kreativitas dan prestasi yang menonjol dibandingkan dengan siswa lainnya kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu.

2. Tujuan Kelas Unggulan

Menurut Silalahi (dalam Zanuraini : 2011) tujuan penyelenggaraan kelas unggulan diantaranya:

a) Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. b) Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

c) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik. d) Mengembangkan potensi yang dimiliki sekolah.


(44)

e) Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi persaingan di dunia pendidikan dengan menciptakan keunggulan kompetitif

D. Efektifitas Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Mengurangi Kecemasan

Tes

Teknik desensitisasi sistematis dipilih karena merupakan perpaduan dari teknik memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan membayangkan sesuatu dengan memanfaatkan ketenangan jasmaniah konseli untuk melawan ketegangan jasmaniah konseli yang bila konseli berada dalam situasi yang menakutkan atau menegangkan sehingga sangat tepat untuk mengatasi gangguan kecemasan atau yang berhubungan dengan kelainan pribadi maupun masalah sosial.

Adapun yang memperkuat dalam menggunakan teknik desensitisasi sistematis dalam mereduksi kecemasan menghadapi ujian adalah karena teknik desensitisasi sistematis dapat diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi, dan frigiditas seksual (Corey, 2009:210).

Desensitisasi sistematis merupakan teknik yang didasarkan pada pengkondisian responden yang digunkaan oleh para ahli psikologi untuk mengurangi rasa takut dan rasa cemas klien mereka (Wolpe, dalam Bastable:1999).


(45)

Wolpe (dalam Corey, 2009:209) telah mengembangkan suatu respon yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam. Jadi dengan respon relaksasi diharapkan kecemasan yang dialami secara perlahan berkurang. Setiap kali relaks maka cemasnya berkurang.

Cormier dan Cormier (dalam Abimanyu dan Manrihu,1996:334) mengemukakan bahwa desensitisasi telah digunakan untuk menyembuhkan kecemasan,kasus-kasus phobia ganda pada anak-anak, muntah-muntah yang kronis, takut pada darah, kebiasaan mimpi buruk dimalam hari, takut menyetir mobil dan takut air. Teknik desensitisasi juga telah digunakan secara luas dengan penderita phobia pada umumnya seperti, takut ketinggian, takut di tempat terbuka, dan takut di tempat tertutup. Selain itu, teknik disensitisasi juga digunakan untuk menyembuhkan orang yang takut terbang, takut mati, takut kritik atau penolakan.

Egbochuku, (2005) membuktikan lewat penelitiannya, bahwa teknik desensitisasi sistematis efektif dalam mengurangi kecemasan ujian pada siswa Sekolah Menengah Atas Nigeria, sehingga terapi ini cocok digunakan dalam mereduksi kecemasan. Adapun dalam penelitiannya tersebut menghasilkan sebuah program penanganan kecemasan ujian pada siswa sekolah menengah pertama dengan menggunakan desensitisasi sistematis.

Dari hasil penelitian para peneliti tersebut dapat dikatakan bahwa teknik desensitisasi sistematis efektif untuk mereduksi kecemasan. Dalam penelitian


(46)

ini peneliti menggunakan desensitisasi sistematis untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester karena teknik ini dianggap tepat dan sesuai untuk masalah yang dialami klien dengan masalah kecemasan.


(47)

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan. Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkapkan benar-benar dibentengi dengan bukti ilmiah yang kuat. Dengan metode yang tepat akan meningkatkan objektivitas hasil penelitian, karena merupakan penemuan kebenaran yang memiliki tingkat ketepatan (validitas) dan tingkat kepercayaan (reliabilitas) yang tinggi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode eksperiment adalah metode percobaan dan observasi sistematis dalam suatu situasi khusus, dimana gejala-gejala yang diamati itu begitu disederhanakan, yaitu hanya beberapa faktor saja yang diamati, sehingga penelitian bisa mengatasi seluruh proses eksperimennya (Kartono, 1996:267).

Desain yang digunakan One Group Pretest-Posttest. Pada penelitian ini sebelum diberikan perlakuan kepada klien dengan desensitisasi sistematis subjek diberikan sebuah pretest dengan mengisi sebuah angket kecemasan dengan tujuan untuk menentukan skor sebelum diberikan perlakuan. Lalu


(48)

setelah diperoleh skor dari hasil penyebaran angket kecemasan subjek diberikan sebuah perlakuan dengan menggunakan desensitisasi sistematis sesuai dengan tahap-tahap pelaksanaan teknik tersebut. Setelah diberikan perlakuan dengan desensitisasi sistematis lalu subjek diberikan angket kecemasan sebagai posttest untuk menentukan skor setelah diberikan perlakuan. Hasil kedua tes tersebut dibandingkan untuk menguji apakah perlakuan yang telah diberikan memberi perubahan pada kecemasan yang dialami oleh siswa dalam menghadapi ujian akhir semester.

Sebelum perlakuan Treatment Setelah perlakuan

Bagan 1.1. One group pretest - posttest design Keterangan :

O.1 : Subyek mengalami kecemasan

X : Perlakuan menggunakan teknik desensitisasi sistematis

O.2 : Subyek menurun kecemasannya

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Menurut Arikunto (2002) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII C SMP Negeri 01 Abung Semuli Kotabumi Lampung Utara.


(49)

2. Sampel Penelitian

Menurut Arikunto (2002) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel.

Sampel dalam penelitian ini 6 siswa kelas VIII C yang memiliki tingkat kecemasan tinggi setelah dilakukan penyebaran angket kecemasan.

C. Variabel penelitian

Setiap penelitian menggunakan variabel yang jelas sehingga memberikan gambaran data dan informasi apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2010) bahwa:

“dalam penelitian eksperimen terdapat perlakuan (treatment), maka ada variabel yang mempengaruhi (X) dan ada variabel yang dipengaruhi (Y). Dengan demikian metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang dikendalikan.”

Berdasarkan pendapat di atas makan variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabe yaitu teknik desensitisasi sistematis sebagai variabel yang mempengaruhi (X) dan kecemasan siswa menghadapi ujian akhir semester sebagai variabel yang dipengaruhi (Y).

D. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel merupakan uraian yang berisikan tentang perincian sejumlah indikator yang dapat diamati dan diukur untuk mengidentifikasikan variabel atau konsep yang digunakan. Dalam hal ini


(50)

peneliti hanya menguraikan indikator dari variabel terikatnya yaitu kecemasan siswa, karena teknik desensitisasi sistematis sebagai variabel bebas hanya sebagai treatment yang digunakan untuk mengurangi kecemasan yang dialami oleh siswa.

Desesitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku, digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan meyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan denga tingkah laku yang hendak dihapuskan itu (dalam Corey, 2009:208). Desensitisasi sistematis juga melibatkan teknik-teknik relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan dan divisualisasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik dalam terapi tingkah laku dengan menghilangkan respon yang tidak menyenangkan dengan mengganti respon yang berlawanan dalam situasi rileks, dimana klien diajak untuk memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu.

Menurut Spielberger & Vagg (dalam Zeidner:1998) mengatakan bahwa kecemasan tes mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Dari pendapat tersebut maka kecemasan tes adalah suatu manifestasi emosi yang bercampur aduk yang merupakan bentuk perasaan cemas berlebihan pada saat


(51)

menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes) ditampilkan dalam respon fisiologis, kognitif dan tingkah laku individu, yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dinilai tersebut.

Kecemasan yang dimaksud adalah kecemasan dalam menghadapi ujian akhir semester, dalam penelitian ini, indikatornya sebagai berikut:

1. Kekhawatiran

2. Ketegangan

3. Kurang Konsentrasi

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Menurut Arikunto (2002:126), metode pengumpulan data ialah “cara memperoleh data.” Peneliti akan menggunakan beberapa metode atau cara untuk memperoleh data-data yang diperlukan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini penulis menggunakan cara-cara sebagai berikut dalam mengumpulkan data:

1. Teknik Pokok a. Angket

Angket adalah “sejumlah pertanyaan/pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.” Pertanyaan tersebut mengandung


(52)

informasi mengenai segala hal yang berhubungan dengan subyek penelitian (Arikunto, 2002:128).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan angket kecemasan tes yang telah valid dan reliabel yang diadaptasi oleh Widiastuti, R dalam penelitiannya dari Achievement Anxiety Test yang dikembangkan oleh Alpert and Haber (1960). Alat tes ini memiliki koefisien reliabilitas 0.87 untuk pernyataan positif dan 0.83 untuk pernyataan negatifnya. Dan koefisien validitas concurrent sekitar 0.38.

Dalam angket tersebut responden tinggal membubuhkan tanda cheklist (√) pada kolom yang sesuai. Dengan dua alternatif jawaban yaitu YA dan TIDAK.

YA jika mengalami hal yang disebutkan dalam angket tersebut.

TIDAK jika tidak mengalami hal yang disebutkan dalam angket tersebut.

2. Teknik Pelengkap a. Observasi

Observasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperlukan dengan melakukan pengamatan terhadap obyek tertentu dalam penelitian. Observasi dilakukan selama penelitian dengan memperhatikan perilaku-perilaku yang terjadi pada subyek. Observasi yang dilakukan terstruktur dengan menggunakan panduan observasi. Observer memberikan chek list pada jawaban ya jika subjek mengalami perilaku yang diamati, dan jawaban tidak


(53)

jika subjek tidak menunjukkan perilaku yang diamati. Panduan observasi terlampir pada lampiran.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan yang seluas luasnya dan jelas mengenai perilaku masalah yang dihadapi klien. Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab dengan sumber data. Wawancara dilakukan pada subyek penelitian dan pihak-pihak yang berkaitan dengan subyek. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara yang tidak terstruktur, pelaksanannya dilakukan secara otomatis ketika berhadapan langsung dengan subyek penelitian

F. Teknik Analisis Data

Setelah diperolehnya seluruh data-data yang dibutuhkan, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data dan analisis data. Adapun analisis data yang penulis gunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mendukung pengolahan data dengan rumus t hitung ( Arikunto;

2002), sebagai berikut:

 

) 1 ( 2    N N Xd Md t Keterangan:

Md = Mean dari deviasi (d) antara sebelum perlakuan dan setelah


(54)

xd = Perbedaan deviasi dengan mean deviasi (d-Md)

∑(Xd)2 = Jumlah kuadrat deviasi

N = Banyaknya subjek


(55)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang di lakukan di SMP Negeri 1 Abung Semuli, maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu:

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan teknik desensitisasi sistematis dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan yang dialami siswa dalam menghadapi ujian akhir semester. Hal ini terbukti adanya perbedaan antara thitung dan ttabel, dengan hasil

analisis data sebagai berikut hasil pretest dan posttest pada subyek penelitian diperoleh thitung = 7,476 kemudian dibandingkan dengan ttabel = 2,015, karena

thitung > ttabel maka Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan antara skor

kecemasan sebelum dan sesudah diberi perlakuan dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

2. Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan tingkat kecemasan setelah diberikan treatment menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang signifikan


(56)

antara hasil pengukuran sebelum diberi perlakuan dan setelah diberikan perlakuan, artinya teknik desensitisasi sistematis dapat menurunkan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester.

B Saran

1. Kepada Siswa

a. Hendaknya siswa dapat menerapkan pada dirinya sendiri penggunaan teknik desensitisasi sistematis ketika mengalami kecemasan.

b. Hendaknya lebih terbuka dengan masalah yang dihadapi kepada guru pembimbing.

2. Guru BK

Kepada guru bimbingan dan konseling hendaknya mempelajari lebih lanjut mengenai teknik desensitisasi sistematis agar dapat membantu menangani masalah siswa ketika mengalami kecemasan.

3. Peneliti Lain

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kecemasan tes (anxiety test) disarankan untuk melakukan penelitian menggunakan populasi yang lebih luas dan dapat menggunakan teknik dokumentasi seperti raport hasil ujian sebagai alat pengumpulan datanya, untuk memperkuat data-data yang mendukung subjek penelitian dan memasukkan pengaruh atau dukungan dari keluarga terhadap masalah kecemasan tes.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Adeleyna, N. 2008. Analisis Insomnia Pada Mahasiswa Model Pengaruh Kecemasan Tes. Skripsi.UI: Jakarta

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Bandung: Rineka Cipta.

Atkinson, R. 1993. Pengantar Psikologi Edisi Ke delapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Bastable, S. B.1999. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-prinsip Pengajaran dan

Pembelajaran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Charlesworth, E.A & Nathan, R.G. 1997. Manajemen Stres: dengan Teknik Relaksasi. Jakarta: Abdi Tandur

Corey, G. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama: Bandung.

Daud, A. 2008. Sekali Lagi, Tentang Dampak buruk Ujian Nasional. E-Newsletter:Pendidikan Propinsi Sumatera Barat.

Durand, V.M. & Barlow, D.H. 2003. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd. California: Thomson Learnig, Inc.

Educational Testing Service.2005. Reducing Test Anxiety. New York: The Praxies Series

Egbochuku, E.O. 2005. Effect of Systematic Desensitisation (SD) Therapy on The Reduction of Test Anxiety among Adolescent in Nigerian Schools. Journal of Instructional Psychology. Vol 32

Erickson, C.D. 1991. On Thingking and Feeling Bad. Do Client Problems Derive From a Common Irrationality or Specific Irrational Beliefs?. Division of Psychology In Education. Arizona State University

Goleman, D.1997. Kecerdasan Emosional. Diterjemahkan oleh Hermaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama


(58)

Kartono, K. 1996. Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali pers.

Manrihu T. dan Abimanyu S. 1996. Teknik dan Laboratorium Konseling.

Departemen Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik. Jakarta.

Nevid, J, Rathus S. & Greene B. 2003. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid Satu. Erlangga: Jakarta.

Redaksi Sinar Grafika. 2009. Standar Nasional Pendidikan.Jakarta: Sinar Grafika Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pedekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta

Watson, J. M. 1998. Achievement Anxiety Test: Dimensionality and Utility. Journal of Educational Psychology.Vol 80.

Widiastuti, R.2011. Kecemasan Tes, Koping, Kepribadian dan Prestasi Akademik

pada Mahasiswa. Prosiding STIMIK. Lampung: STIMIK

Zanuraini.2011. Pengaruh Kelas Unggulan terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tembilahan Hulu Kabupaten Indragiri Hilir. Skripsi.


(1)

jika subjek tidak menunjukkan perilaku yang diamati. Panduan observasi terlampir pada lampiran.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan yang seluas luasnya dan jelas mengenai perilaku masalah yang dihadapi klien. Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab dengan sumber data. Wawancara dilakukan pada subyek penelitian dan pihak-pihak yang berkaitan dengan subyek. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara yang tidak terstruktur, pelaksanannya dilakukan secara otomatis ketika berhadapan langsung dengan subyek penelitian

F. Teknik Analisis Data

Setelah diperolehnya seluruh data-data yang dibutuhkan, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data dan analisis data. Adapun analisis data yang penulis gunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mendukung pengolahan data dengan rumus t hitung ( Arikunto; 2002), sebagai berikut:

 

) 1 ( 2    N N Xd Md t Keterangan:

Md = Mean dari deviasi (d) antara sebelum perlakuan dan setelah perlakuan


(2)

41

xd = Perbedaan deviasi dengan mean deviasi (d-Md) ∑(Xd)2 = Jumlah kuadrat deviasi

N = Banyaknya subjek df = atau db adalah N – 1


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang di lakukan di SMP Negeri 1 Abung Semuli, maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu:

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan teknik desensitisasi sistematis dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan yang dialami siswa dalam menghadapi ujian akhir semester. Hal ini terbukti adanya perbedaan antara thitung dan ttabel, dengan hasil

analisis data sebagai berikut hasil pretest dan posttest pada subyek penelitian diperoleh thitung = 7,476 kemudian dibandingkan dengan ttabel = 2,015, karena

thitung > ttabel maka Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan antara skor

kecemasan sebelum dan sesudah diberi perlakuan dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

2. Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan tingkat kecemasan setelah diberikan treatment menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang signifikan


(4)

84 antara hasil pengukuran sebelum diberi perlakuan dan setelah diberikan perlakuan, artinya teknik desensitisasi sistematis dapat menurunkan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester.

B Saran

1. Kepada Siswa

a. Hendaknya siswa dapat menerapkan pada dirinya sendiri penggunaan teknik desensitisasi sistematis ketika mengalami kecemasan.

b. Hendaknya lebih terbuka dengan masalah yang dihadapi kepada guru pembimbing.

2. Guru BK

Kepada guru bimbingan dan konseling hendaknya mempelajari lebih lanjut mengenai teknik desensitisasi sistematis agar dapat membantu menangani masalah siswa ketika mengalami kecemasan.

3. Peneliti Lain

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kecemasan tes (anxiety test) disarankan untuk melakukan penelitian menggunakan populasi yang lebih luas dan dapat menggunakan teknik dokumentasi seperti raport hasil ujian sebagai alat pengumpulan datanya, untuk memperkuat data-data yang mendukung subjek penelitian dan memasukkan pengaruh atau dukungan dari keluarga terhadap masalah kecemasan tes.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adeleyna, N. 2008. Analisis Insomnia Pada Mahasiswa Model Pengaruh Kecemasan Tes. Skripsi.UI: Jakarta

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Bandung: Rineka Cipta.

Atkinson, R. 1993. Pengantar Psikologi Edisi Ke delapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Bastable, S. B.1999. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-prinsip Pengajaran dan

Pembelajaran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Charlesworth, E.A & Nathan, R.G. 1997. Manajemen Stres: dengan Teknik Relaksasi. Jakarta: Abdi Tandur

Corey, G. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama: Bandung.

Daud, A. 2008. Sekali Lagi, Tentang Dampak buruk Ujian Nasional. E-Newsletter:Pendidikan Propinsi Sumatera Barat.

Durand, V.M. & Barlow, D.H. 2003. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd. California: Thomson Learnig, Inc.

Educational Testing Service.2005. Reducing Test Anxiety. New York: The Praxies Series

Egbochuku, E.O. 2005. Effect of Systematic Desensitisation (SD) Therapy on The Reduction of Test Anxiety among Adolescent in Nigerian Schools. Journal of Instructional Psychology. Vol 32

Erickson, C.D. 1991. On Thingking and Feeling Bad. Do Client Problems Derive From a Common Irrationality or Specific Irrational Beliefs?. Division of Psychology In Education. Arizona State University

Goleman, D.1997. Kecerdasan Emosional. Diterjemahkan oleh Hermaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama


(6)

Grainger, C. 1999. Mengatasi Stres Bagi Para Dokter. Jakarta: Hipokrates Gunarsa, S.D. 1989. Psikologi Olahraga, Teori dan Praktek. Jakarta: Bpk

Kartono, K. 1996. Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali pers.

Manrihu T. dan Abimanyu S. 1996. Teknik dan Laboratorium Konseling.

Departemen Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik. Jakarta.

Nevid, J, Rathus S. & Greene B. 2003. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid Satu. Erlangga: Jakarta.

Redaksi Sinar Grafika. 2009. Standar Nasional Pendidikan.Jakarta: Sinar Grafika Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pedekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta

Watson, J. M. 1998. Achievement Anxiety Test: Dimensionality and Utility.

Journal of Educational Psychology.Vol 80.

Widiastuti, R.2011. Kecemasan Tes, Koping, Kepribadian dan Prestasi Akademik

pada Mahasiswa. Prosiding STIMIK. Lampung: STIMIK

Zanuraini.2011. Pengaruh Kelas Unggulan terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tembilahan Hulu Kabupaten Indragiri Hilir. Skripsi.


Dokumen yang terkait

KEMAMPUAN MENULIS SLOGAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 NATAR TAHUN PELAJARAN 2010/2011

3 42 47

UPAYA MENURUNKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS VIII UNGGULAN SMP NEGERI 1 ABUNG SEMULI LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2010-2011

2 7 9

PENGGUNAAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN CALON MAHASISWA DALAM MENGHADAPI SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SBMPTN) TAHUN PELAJARAN 2014/2015

3 27 63

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 ABUNG SELATAN KOTABUMI LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

11 73 78

PENGARUH TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIK TERHADAP PENGURANGAN TINGKAT KECEMASAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 30 MEDAN DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL T.A 2013/2014.

1 7 18

EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENURUNKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN SEKOLAH.

0 0 10

EFEKTIVITAS KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN: Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Singaraja Tahun Ajaran 2010/2011.

4 12 65

PENURUNAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN SEMESTER MELALUI TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS X DI SMA N 1 PLERET.

4 43 167

UPAYA MANGATASI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SEMESTER MELALUI LAYANAN KONTEN PADA SISWA KELAS 7 SMP 4 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 20122013 SKRIPSI

0 0 16

MENGURANGI KECEMASAN MENGHADAPI ULANGAN SEMESTER SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 KALIWUNGU MELALUI DESENSITISASI SISTEMATIK

0 0 18