BAB III Temuan dan Analisa
1. Sejarah dan letak geografis
Sejarah desa Blimbingsari dan Jemaat GKPB Pniel Blimbingsari berawal dari pembaptisan 12 orang Bali oleh pendeta Doktor Jeffrey di
Tukad
Yeh Poh, Untal-Untal, Dalung
tukad
artinya sungai yang ada di Desa Untal-Untal, Dalung Pembaptisan ini membuat orang- orang ini dianggap sebagai pembenci adat dan agama lokal. Hal ini megakibatkan perlawanan
yang sangat kuat dari orang-orang yang beragama Hindu dan menimbulkan kekacauan di mana saja orang Kristen berada. Orang Kristen Bali dibuang
meselong
atau dikucilkan, tidak diajak bicara, dibuang dari keluarga, tidak boleh menguburkan di kuburan Hindu, tidak boleh
mendapatkan air untuk sawah-sawah mereka karena air adalah milik Dewa Sri. Isi lumbung mereka diambil, dicemooh, dicaci maki, dan banyak hal lainnya lagi. Akibatnya pemerintah
Belanda memutuskan mereka
diselong
ke alas angker Blimbingsari, Melaya, Jembrana, Bali Barat.
1
Banyak konflik membuat pemerintah Belanda mengambil sikap dengan memberikan lahan di Blimbingsari cara ini dianggap sebagai jalan yang tepat untuk meredam konflik. Pada
30 November 1930 orang-orang Kristen ini diberi tanah yang adalah hutan rimba yang banyak binatang buas. Di hutan ini orang-orang Hindu berharap supaya orang-orang Kristen habis
dimakan binatang buas dan mati karena penyakit malaria. Di tahun yang sama mereka yang baru dibaptis berjalan ke daerah Blimbingsari untuk membuka hutan yang diberikan oleh pemerintah
Belanda. Seiring berjalannya waktu kehidupan mereka berubah menjadi lebih baik dan diberkati Tuhan. Mereka mendirikan gereja yang diberi nama “Pniel” mereka berkeyakinan bahwa di
tanah Blimbingsari Tuhan telah berkenan untuk berjumpa dan memberkati mereka.
Secara geografis, Blimbingsari terletak di kecamatan Melaya, Kabupaten Jemberana. Blimbingsari di sebelah timur berbatasan dengan desa Palasari dan Ekasari, di sebelah utara dan
barat berbatasan dengan Taman Nasional Bali Barat sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan dusun Pangkung Tanah, Desa Melaya.
Sama halnya dengan jemaat yang ada di daerah pedesaan, jemaat GKPB Pniel Blimbingsari sebagian besar bekerja sebagai petani atau berkebun. Mereka berkebun coklat dan
kelapa Kebanyakan dari mereka adalah pensiunan dari kota yang memilih pulang kampung dan menetap di kampung. Jemaat tetap adalah jemaat yang setiap hari berada di Desa Blimbingsari.
Jumlah jemaat tetap adalah 668 jiwa.
2
Selain warga yang sudah pensiun, ada juga warga jemaat yang masih usia sekolah dari SD-SMA. Untuk tingkat sekolah dasar, mereka bersekolah di SD
yang ada di Blimbingsari sedangkan untuk SMP-SMA akan bersekolah di Melaya, karena di Blimbingsari belum ada SMP-SMA.
1 1
Pdt. Ketut Suyaga Ayub, S.Th., MBA, Blimbingsari The Promised land Gereja Kristen Protestan di Bali
2
Pdt. Welda Christina Putranti, pendeta jemaat, wawancara, Blimbingsari, 16 Agustus, pukul 19:00 WITA
2. Profil GKPB jemaat Pniel Blimbingsari